Anda di halaman 1dari 149

BUKU AJAR

STRUKTUR
KONSTRUKSI 03

Disusun oleh :
Dr. Ir. Eddy Prianto, CES., DEA

i
BUKU AJAR
STRUKTUR
KONSTRUKSI 03
Disusun oleh:
Dr. Ir. Eddy Prianto, CES., DEA

Hak cipta © 2021 pada penulis

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam


bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan sengaja menggunakan sistem
penyimpanan lainnya, tanpa seizin tertulis dari Penulis.

Diterbitkan oleh:

UNDIP PRESS
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Jl. Prof. Sudarto, SH – Kampus Tembalang, Semarang

ISBN : 978-979-097-841-6
Uk. 15.5cm x 23cm (xvi + 133 hlm)
Revisi 0, Tahun 2021

Isi di luar tanggung jawab percetakan


Diizinkan menyitir dan menggandakan isi buku ini dengan memberikan
apresiasi sebagaimana kaidah yang berlaku.

ii
KATA PENGANTAR

Mahasiswa arsitektur dalam merancang suatu bangunan


bertingkat rendah perlu memahami mata kuliah ini sebagai bekal
pemahaman system struktur dalam tugas Perancangan Arsitektur
dan bekal keprofesian sebagai arsitek. Struktur Konstruksi
merupakan rangkain berjenjang pemahaman system struktur pada
suatu disain bangunan. Pada matakuliah ini mengenalkan prinsip
struktur bangunan bertingkat rendah, yang membedakan prinsip dari
pada bangunan berlantai satu, karena ada prinsip alat transpotrasi
vertical dan dilatasi serta pengenalan basement.
Materi yang disampaikan meliputi pengenalan element-
element struktur bangunan bertingkat rendah serta gambar teknik
konstruksinya. Sedangkan aplikasi rancangannya berupa tahapan
studi kasus dari permasalahan perancangan bangunan bertingkat 2.
Harapan kami semoga buku ajar ini dapat bermanfaat untuk
pembaca khususnya mahasiswa arsitektur semester 3 di Departemen
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro secara khusus
dan secara umum untuk para mahasiswa jurusan arsitektur dalam
mempelajari struktur bangunan bertingkat rendah.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada jajaran Dekanat
Fakultas Teknik yang telah memfasilitasi penyelenggaraan
bimbingan pembuatan Buku Ajar pada Batch 01 tahun 2021 dan tak
lupa kepada Dr. rer. nat. Thomas Triadi Putranto, S.T., M.Eng yang
berkenan mereview buku ajar ini serta semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan buku ajar ini di akhir tahun 2021.

Semarang, Agustus 2021

Dr. Ir. Eddy Prianto, CES., DEA

iii
TINJAUAN MATA KULIAH

1. DESKRIPSI SINGKAT
Pembelajaran Struktur dan Konstruksi pada Departemen
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, dimulai dari
semester 01 hingga semester 06. Secara prinsip setiap matakuliah
diharapkan menunjang matakuliah inti departemen Arsitektur, yaitu
studio Perancangan Arsitektur. Karakteristik dan lingkup materi
struktur dan konstruksi selama pembelajaran dilakukan secara
berjenjang. Pemahaman prinsip tektonika struktur terhadap
bangunan arsitektur, selalu melandasi setiap jenjang semester.
Lingkup tematik dari matakuliah struktur dan konstruksi
secara keseluruhan adalah sebagai berikut :
 Semester 01 bertema pemahaman dan aplikasi disain struktur
bawah tanah (pengenalan pondasi dan kontur tanah).
 Semester 02 bertema pemahaman dan aplikasi disain struktur
bangunan lantai 01.
 Semester 03 bertema pemahaman dan aplikasi disain struktur
bawah bangunan bertingkat rendah ( 2-3 lantai)
 Semester 04 bertema pemahaman dan aplikasi disain struktur
bawah bangunan bertingkat menengah (4-10 lantai, dimana
prinsip struktur lift dan utilitas mulai dipelajari)
 Semester 05 bertema pemahaman dan aplikasi disain struktur
bawah bangunan bertingkat tinggi (diatas 10 lantai)

iv
 Semester 06 bertema pemahaman dan aplikasi disain struktur
bawah bangunan berbentang lebar dan struktur
modern/advance.
Struktur dan konstruksi 03 adalah suatu pemahaman sistem
struktur bangunan bertingkat rendah, dimana secara prinsip
mengenal secara konseptual dan metode sajian gambar teknik dari
element tangga. Dalam perkembangan dekade terakhir ini, bangunan
berlantai 2/ bertingkat rendah, sudah mengenal/ mempergunakan
basement. Secara spesifik dan prinsipal, bangunan di Indonesia harus
merespond gempa bumi, untuk itulah pengenalan dilatasi
diperkenalkan pada jenjang ini.

2. RELEVANSI
Materi tentang Struktur dan Konstruksi 03 menitikberatkan
pemahaman hingga aplikasi gambar teknik konstruktif dari elemen
tangga, dilatasi dan basement untuk menyelesaikan permasalahan
konstruktif bangunan bertingkat rendah dan mensupport matakuliah
inti departemen Arsitektur Fakultas Teknik, yaitu matakuliah Studio
Perancangan Arsitektur.

3. KOMPETENSI
3.1 Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
a. Mampu menerapkan prinsip-prinsip matematika, sains alam,
dan prinsip rekayasa (engineering principles) untuk
menyelesaikan masalah system struktur dan konstruksi
bangunan bertingkat rendah.
v
b. Mampu memetakan serta menentukan element struktur utama
dari suatu perancangan bangunan bertingkat rendah, serta
mampu memvisualisasikan kedalam document gambar kerja
struktur.
c. Mampu melakukan dan menyelesaikan STUDI KASUS
berawal dari riset perancangan yang mencakup identifikasi
masalah, pilihan metode, analisis struktural, kajian, hingga
produk suatu dokumen gambar kerja struktur.
d. Mampu melengkapi dokumen struktural (gambar teknik
konstruksi pada matakuliah inti departement Arsitektur
e. Memiliki sikap dan kemampuan yang sesuai visi misi dan
tujuan pendidikan baik skala Universitas, Fakultas dan
Departemen

3.2 Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah :
CPMK Keterangan
CPMK 1-1 Mampu memahami pengertian sistem
struktur bangunan bertingkat rendah, yaitu
element tangga, dilatasi dan basement
CPMK 1-2 Mampu menjelaskan ragam dan aplikasi
kreatif element tangga, dilatasi dan basement
secara umum.
CPMK 1-3 Mampu mengaplikasikan konsep sistem
struktur pada disain bangunan bertingkat
rendah.
CPMK 2 Mampu menganalisa element konstruksi
dengan pendekatan bangunan ramah
lingkungan.
CPMK 3 Mampu mengaplikasikan metode

vi
perancangan/ disain pada perancangan
bangunan bertingkat rendah.
CPMK 4 Mampu menghasilkan produk rancangan/
document gambar teknis konstruksi untuk
membackup matakuliah inti departement
Arsitektur ( matakuliah stidio Perancangan
Arsitektur)
CPMK 5 Mampu menunjukkan sikap akademis dan
professional sesuai dengan kaidah-kaidah
yang berlaku.

4. STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran akan diberikan melalui:
1. Ceramah mengenai kontrak kuliah, prinsip dasar system
struktur dan konstruksi 03, yaitu aspek element struktur
tangga, dilatasi dan basement yang didasari prinsip tektonika
dan bentuk arsitektural hingga perkembangan bahan serta
aplikasi disan dilapangan sesuai dengan topik mata kuliah
setiap minggu
2. Presentasi produk kelompok terhadap STUDI KASUS
berdasarkan topik tertentu
3. Presentasi hasil rancangan disain system struktur bangunan
bertingkat rendah dalam bentuk dokument laporan studi
referensi/literatur dan dokumen gambar teknik konstruksi
arsitektur.

vii
ANALISIS PEMBELAJARAN

viii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. iii


TINJAUAN MATA KULIAH ...................................................... iv
1. Deskripsi Singkat ................................................................. iv
2. Relevansi .............................................................................. v
3. Kompetensi ........................................................................... v
4. Strategi Pembelajaran ......................................................... vii
ANALISIS PEMBELAJARAN .................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................... xvi

BAB I
TANGGA 01: PENGERTIAN UMUM TANGGA ....................... 1
1.1 Pendahuluan.......................................................................... 1
1.2 Penyajian .............................................................................. 2
1.3 Penutup ................................................................................. 7
Daftar Pustaka ................................................................................ 9
Senarai .......................................................................................... 10

BAB II
TANGGA 02: RAGAM, BENTUK DAN BAHAN
KONSTRUKSI TANGGA .......................................................... 13
2.1 Pendahuluan........................................................................ 13
2.2 Penyajian ............................................................................ 14

ix
2.3 Penutup ............................................................................... 28
Daftar Pustaka .............................................................................. 30
Senarai .......................................................................................... 33

BAB III
TANGGA 03: CARA MENGHITUNG KONSTRUKSI
TANGGA ..................................................................................... 35
3.1 Pendahuluan........................................................................ 35
3.2 Penyajian ............................................................................ 36
3.3 Penutup ............................................................................... 44
Daftar Pustaka .............................................................................. 46
Senarai .......................................................................................... 47

BAB IV
TANGGA 04: GAMBAR TEKNIS KONSTRUKSI TANGGA . 49
4.1 Pendahuluan........................................................................ 49
4.2 Penyajian ............................................................................ 50
4.3 Penutup ............................................................................... 57
Daftar Pustaka .............................................................................. 59
Senarai .......................................................................................... 60

BAB V
DILATASI 01: PENGERTIAN UMUM DILATASI .................. 63
5.1 Pendahuluan........................................................................ 63
5.2 Penyajian ............................................................................ 64
5.3 Penutup ............................................................................... 71
Daftar Pustaka .............................................................................. 73
x
Senarai .......................................................................................... 74

BAB VI
DILATASI 02: RAGAM DILATASI .......................................... 75
6.1 Pendahuluan........................................................................ 75
6.2 Penyajian ............................................................................ 76
6.3 Penutup ............................................................................... 81
Daftar Pustaka .............................................................................. 83
Senarai .......................................................................................... 84

BAB VII
BASEMENT 01: PENGERTIAN UMUM BASEMENT ........... 85
7.1 Pendahuluan........................................................................ 85
7.2 Penyajian ............................................................................ 86
7.3 Penutup ............................................................................. 103
Daftar Pustaka ............................................................................ 106
Senarai ........................................................................................ 108

BAB VIII
BASEMENT 02: TIPE & METODE PEMBUATAN
KONSTRUKSI BASEMENT .................................................... 111
8.1 Pendahuluan...................................................................... 111
8.2 Penyajian .......................................................................... 112
8.3 Penutup ............................................................................. 125
Daftar Pustaka ............................................................................ 128
Senarai ........................................................................................ 129

xi
DAFTAR INDEKS .................................................................... 131
BIOGRAFI PENULIS ............................................................... 133

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Konstruksi dan element pembentuk sebuah tangga. 6


Gambar 2.1 : Kriteria tangga berdasarkan permanensinya. ......... 15
Gambar 2.2 : Kriteria tangga berdasarkan fungsinya. .................. 16
Gambar 2.3 : Kriteria tangga berdasarkan system mekanisnya. .. 17
Gambar 2.4 : Kriteria utama dan darurat. ..................................... 17
Gambar 2.5 : Pola penerangan pada area tangga. ......................... 18
Gambar 2.6 : Kriteria layout tangga ............................................. 21
Gambar 2.7: Studi tentang pentingnya keselamatan pada pilihan
meterial tangga kaca. .............................................. 22
Gambar 2.8: Kriteria aktif dan pasif. ........................................... 23
Gambar 2.9: Element structural dan non-structural pada tangga. 23
Gambar 2.10: Contoh disain tangga dari kayu dengan layout
lurus dan putar. ....................................................... 24
Gambar 2.11: Contoh disain tangga dari beton dengan layout
lurus dan putar. ....................................................... 25
Gambar 2.12: Contoh disain tangga dari besi dengan layout
lurus dan putar. ....................................................... 26
Gambar 2.14: Contoh disain tangga dari kaca dengan layout
lurus dan putar. ....................................................... 27
Gambar 4.1 : Panduan melengkapi notasi gambar Teknik
konstrksi tangga ...................................................... 53
Gambar 4.2: Contoh gambar teknis tangga beton. ...................... 54
Gambar 4.3: Contoh gambar teknis tangga kayu. ....................... 55
Gambar 4.4: Contoh gambar teknis tangga besi. ......................... 56
Gambar 5.1: Peta jalur gempa di Indonesia, seluruh bangunan
jangan meremehkan peran dilatasi (atas), akibat
bangunan tanpa dilatasi (bawah). ........................... 65

xiii
Gambar 5.2: Terdapat 5 (lima) penyebab terbentuknya
gerakan pada bangunan. ......................................... 66
Gambar 5.3: Prinsip penggunaan dilatasi (1). ............................. 67
Gambar 5.4: beberapa visualisasi konstruksi bangunan yang
membutuhkan dilatasi (atas) dan kerusakan
pada bagian dilatasi lantai (bawah). ....................... 69
Gambar 5.5: Prinsip penggunaan dilatasi (2). ............................. 70
Gambar 6.1: Beberapa alternatif ritme modul karena dilatasi
kolom. ..................................................................... 77
Gambar 6.2: Konstruksi penyelesaian rongga dilatasi antar
dua kolom. .............................................................. 77
Gambar 6.4: Konstruksi dilatasi kantilaver dan balok Gerber. ... 79
Gambar 6.5: Konstruksi dilatasi balok konsol. ........................... 80
Gambar 7.1: Prinsip konstruksi ruang bawah tanah yang
didukung oleh retaining wall. ................................ 87
Gambar 7.2: Beragam fungsi ruang bawah tanah: a) Area
parkir, b) Ruangan persembunyian dan Gudang
Anggur. ................................................................... 89
Gambar 7.3: Beragam fungsi lain dari ruang bawah tanah:
a) Tungku, b) Alat pemanas, c) Jaringan utilitas. ... 89
Gambar 7.4: Pemahaman basement dalam suatu banguan. ......... 90
Gambar 7.5: Ilustrasi kota bawah tanah, kenapa tidak
dimulai sekarang?. .................................................. 90
Gambar 7.6 : Mana penempatan basement yang tidak
melanggar GSB di Indonesia?. ............................... 93
Gambar 7.7 : Perletakan dan konstruksi Sheet Pile...................... 95
Gambar 7.8 : Prinsip pembuatan drainase alami pada
basement. ................................................................ 96
Gambar 7.9: Keruntuhan dinding basement terkait
karakteristik jenis tanah dan tinggi muka air
tanah. ...................................................................... 97

xiv
Gambar 7.10: Contoh metode disain pasif basement
mempertimbangkan karakteristik tanah. ................ 98
Gambar 7.11: Dinding basement dari konstruksi beton dan
dinding bata. ........................................................... 99
Gambar 7.12: Prinsip konstruksi model semi basement.............. 101
Gambar 7.13 : Prinsip konstruksi model sunken level. ................ 102
Gambar 8.1: Tiga metode konstruksi waterproofing. ............... 113
Gambar 8.2: Tiga pola penempatan membrane waterproofing
pada konstruksi basement. .................................... 114
Gambar 8.3: Basement type B, tanpa tambahan membran
waterproofing. ...................................................... 115
Gambar 8.4: Prinsip konstruksi basement type C. .................... 115
Gambar 8.5: Mengenal ragam jenis waterproofing................... 117
Gambar 8.6: Prinsip pembangunan dinding basement. ............. 119
Gambar 8.7: Salah satu proses penggalian tanah pada metode
Bottom-Up. ........................................................... 120
Gambar 8.8: Dua Teknik pembauatan basement dengan
metode Bottom-Up. .............................................. 121
Gambar 8.9: Prinsip tahapan pembuatan basement metode
top-down. .............................................................. 124

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 8.1 : Pengelompokan type waterproofing untuk


basement. ................................................................. 118

xvi
BAB I
TANGGA 01: PENGERTIAN
UMUM TANGGA
BAB I
TANGGA 01: PENGERTIAN UMUM TANGGA

1.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Materi ini mendeskripsikan sebuah tangga, mulai dari
pemahaman sebuah konstruksi upper struktur, yang memiliki fungsi
sebagai sarana sirkulasi orang/barang, hingga detail element-
element tangga dari sebuah banguan bertingkat rendah.

B. Relevansi
Konstruksi tangga merupakan sarana menghubungkan
sirkulasi antar lantai bangunan bertingkat. Prinsip ini dikenal dengan
sarana transportasi untuk naik/turun dari suatu lantai bangunan
bertingkat. Keamanan dan kenyamanan harus dijamin dari sebuah
tangga, makanya perlu diketahui elemen-elemen detail yang ada
pada konstruksi tangga. Bukan sekedar anak tangga dan pegangan
tangga, tapi berdapat element-elemen lainnya.

C. Kompetensi
C.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Pada akhir pemberian pokok bahasan pengertian umum
sebuah tangga, mahasiswa Teknik Arsitektur semester 3, akan
mampu memamahami arti, manfaat hingga bagian-bagian detail
konstruksi sebuah tangga.

1
C.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Jika diberikan materi tentang pengertian umum sebuah
tangga, mahasiswa Teknik arsitektur semester 3, akan dapat
menjelaskan pengertian tangga serta elemen-elemen detail dari
konstruksi tangga dengan minimal 90% benar dan mampu secara
kreatif menemukan aplikasi disainnya/ tampilan visual yang ada di
lapangan.

1.2 PENYAJIAN
A. Uraian
A.1. Definisi Tangga
Beberapa definisi suatu element bangunan yang dikenal
dengan tangga adalah sebagai berikut (S. Merritt & T. Ricketts,
2000), (Marhiyanto, 2007), (KBBI, 2021), (Tangga, 2021) :
 tangga/tang·ga/n; 1). tumpuan untuk naik turun dibuat dari
kayu (papan, batu, dan sebagainya) bersusun berlenggek-
lenggek; 2). alat untuk tumpuan memanjat, ada bermacam-
macam rupa dan namanya (seperti -- lipat, -- pilin, --
senigai), dibuat dari bambu (kayu, besi, dan sebagainya); 3).
injak-injak (tumpuan naik ke mobil, kereta, dan sebagainya).
 Tangga adalah sebuah konstruksi yang dirancang untuk
menghubungi dua tingkat vertikal yang memiliki jarak satu
sama lain.
 Tangga adalah bagian dari bangunan bertingkat yang
berfungsi untuk penghubung sirkulasi antar lantai bangunan
bertingkat dengan berjalan naik atau turun menggunakan trap
2
(anak tangga). Secara umum dan biasa dikenal, tangga terdiri
dari dua jenis yaitu tangga utama dan tangga darurat.

A.2. Manfaat Tangga


Tangga memiliki manfaat, yaitu secara prinsip sebagai
area/sarana untuk sirkulasi, baik berupa sirkulasi untuk orang
(penghuni ataupun tamu) maupun suatu area sirkulasi barang (R.
Strakosch & S. Caporale, 2010).
Tujuan penting dari tangga adalah utilitarian: untuk
memfasilitasi pendakian dan penurunan. Namun desain tangga yang
paling sederhana pun ternyata tidak mudah/rumit, membutuhkan
pengetahuan, keterampilan, dan kecerdikan yang tinggi. Disain
tangga sejauh ini sejak berabad-abad telah menampilkan keragaman
yang sangat menakjubkan, dari piramida bertingkat Maya hingga
tangga Renaisans yang sangat proporsional (Tusquets.et all, 2013)

A.3. Bagaiamana mengenali tangga?, (Engel, 2007), (S. Merritt


& T. Ricketts, 2000)
Prinsip penggunaan utama tangga adalah pengaturan
langkah-langkah horizontal dan vertikal yang dikenal sebagai tapak
dan anak tangga. Ini adalah pengaturan paling sederhana yang pada
dasarnya membawa orang dari satu tingkat ke tingkat lainnya dengan
kenyamanan dan keamanan (Ranck, 2009). Tangga menempati
status unik dalam lingkungan binaan karena tidak hanya membawa
orang, tetapi juga melambangkan aspek Psikologis, Spiritual, dan
Artistik dari sifat manusia (Sanath , 2016), (Tutton & Campbell,
3
2014)
 Konstruksi Ibu Tangga,
Konstruksi Ibu tangga adalah konstruksi utama dari suatu
tangga yang mendukung anak tangga. Material yang digunakan
untuk membuat ibu tangga, biasanya beton bertulang, balok kayu
yang kuat/keras, baja, pelat baja, baja profil, profil besi, canal
ataupun kombinasi antaranya. Ada dua posisi ibu tangga, dimana
posisi ini bisa digunakan salah satu saja, yaitu pada bagian tengah
dan pada bagian kanan-kiri anak tangga. Bahan ibu tangga dan anak
tangga tidak harus sama.
 Anak Tangga
Tempat dimana kaki kita bertumpu saat menaiki tangga,
iniliah yang dinamakan anak tangga. Anak tangga satu dengan yang
lainnya, diusahakan/biasanya dibuat sama tinggi, agar kaki yang
melangkah menjadi nyaman. Tampilan anak tangga beragam,
tergantung dari arsiteknya. Material anak tangga ada yang terbuat
dari lapisan keramik, papan kayu, lapisan karpet bahkan ada juga
kaca. Anak tangga terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian horizontal
(bidang datar tempat pijakan kaki) dan vertical (bidang vertical,
berupa ketinggian antar bidang pijakan). Bidang horizontal ini
dikenal dengan istilah tread/ going, sedangkan bagian vertikalnya
dengan istilah riser. Banyak ragam ukuran untuk keduanya, namun
dari banyak pengalaman praktek dan penelitian/studi, biasanya
sekitar 20 cm untuk bidang datarnya dan 15 cm untuk bidang
vertikalnya. Sedangkan dari ilmu kesehatan, salah satu penelitiannya
Arckemas dkk yang dipublikasikan pada tahun 2020, dengan judul
4
“Stair negotiation behaviour of older individuals: Do step
dimensions matter?”, disimpulkan bahka resiko jatuh dari tangga,
bukan kesalahan semata dari disain tangga, tapi justru dipengaruhi
oleh kekuatan seseorang/usia si pengguna. Mereka menguji pada 60
orang dewasa pada 2 type ketinggian anak tangga: anak tangga
dangkal (15 cm) dan anak tangga curam (25 cm) (Ackermans,
Francksen, & Magana, 2020). Sependapat dengan kajian Ackermas,
Starzel dan kawan-kawannya juga menggaris bawahi , bahwa resiko
jatuh dari tangga banyak terjadi dan membikin fatal pada kriteria
pengguna orang tua (Startzell, Owens, Mulfinger, & Cavanagh less,
2020), (Reeves, Spanjaard, Mohagheghi, Baltzopoulos, & less,
2008). Secara detail ukuran ini akan dibahas pada bab selanjutnya.
 Pagar dan Pegangan Tangga
Agar orang merasa nyaman dan aman saat menaiki tangga,
maka orang akan membutuhkan alat bantu, yaitu pegangan tangga.
Apalagi bila yang naik/turun tangga itu adalah orang tua/manula.
Pagar tangga atau reilling tangga adalah bagian dari struktur tangga
sebagai pelindung, yang biasanya diletakkan disamping sisi kanan-
kiri suatu tangga. Pagar tangga terdiri dari dua bagian, yaitu bidang
untuk pegangan (hand-rail) dan dan tiang penyangga bidang
pegangan (baluster). Jadi pengertian baluster adalah bagian detail
tangga yang merupakan kumpulan tiang vertikal. Pemakaian pagar
tangga, tidak selalu digunakan pada tangga untuk naik/turun, tapi
pagar tangga sebenarnya kerap kita jumpai aplikasinya sebagaimana
yang disebut pagar.

5
 Shoe rail
Shoe Rail: adalah detail tangga yang merupakan
pasangan/set dari baluster dan hand-rail yang berfungsi menopang
agar pegangan tangan ini lebih kokoh. Pada pagar tangga yang tidak
menggunakan baluster (kaca/ bidang pengisi), maka keberadaan
element ini sering ditiadakan.
 Newel
Newel adalah detail tangga berupa tiang vertikal yang
memisahkan antar satu balustrade dengan balustrade lainnya.
Fungsinya sebagai penguat dari deretan balustrade, seperti fungsi
dari kolom utama bangunan diantara kolom-kolom praktis
 Bordes/ Nosing
Bordes adalah pelat datar ditengah jalur anak - anak tangga.
Fungsinya adalah sebagai tempat beristirahat sejenak. Bordes biasa
kita dapatkan pada bagian sudut tempat peralihan arah tangga yang
berbelok. Ada tiga model bordes : 1). Bordes tangga lurus. 2). Bordes
tangga bentuk L dan 3). Bordes tangga bentuk U.

Gambar 1.1 : Konstruksi dan element pembentuk sebuah tangga.


Sumber: (Dekoruma, 2021)

6
B. Latihan
1. Sebutkan bagian-bagian daripada tangga
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Bordes.

1.3 PENUTUP
A. Rangkuman
Tangga adalah sebuah element bangunan yang dirancang
untuk menghubungkan antara lantai bawah dengan lantai atasnya
dengan jarak tertentu. Fungsi tangga ini bukan saja sebagai area
sirkulasi orang (pemilik dan orang luar bangunan) tapi juga
difungsikan untuk area sirkulasi barang. Selain fungsi utama
tersebut, tangga juga dapat memilki fungsi khusus, seperti tangga
darurat kebakaran. Dalam konstruksi tangga dikenal beberapa
element detail, yaitu konstruksi fondasi tangga, konstruksi ibu
tangga, bentuk anak tangga, pagar tangga dengan hand-rail,
balustrade dan shoe rail, newel dan bordes. Kesatuan ini menjadikan
tangga nyaman dan aman bagi penggunannya.

B. Tes Formatif
1. Apa fungsi dari fondasi tangga dan bagaimana bahan yang
seyogyanya digunakan untuk membuat fondasi tangga?
2. Apa fungsi dari Bordes?

C. Umpan Balik
Untuk menilai penguasaan materi mahasiswa dapat
digunakan rumus sebagai berikut :
7
𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥 2
Tingkat penguasaan = ( )%
100

D. Tindak Lanjut
Mahasiswa yang telah menguasai 80% materi bab ini dapat
melanjutkan ke bab berikutnya. Untuk mahasiswa yang penguasaan
materi bab ini kurang dari 80% diharapkan untuk mengulangi
pembelajaran bab ini terlebih dahulu.

E. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Fungsi dari fondasi tangga adalah agar tangga tidak
mengalami pergeseran dan tidak ‘ambles’ atau turun. Untuk
itu bahan untuk fondasi konstruksi tangga adalah pasangan
beton bertulang, pasangan bata ataupun kombinasi keduanya.
2. Fungsi Bordes adalah sebagai tempat beristirahat sejenak.
Bordes biasa kita dapatkan pada bagian sudut tempat
peralihan arah tangga yang berbelok.

8
DAFTAR PUSTAKA
Ackermans, T., Francksen, N., & Magana, C. (2020). Stair
negotiation behaviour of older individuals: Do step
dimensions matter? Journal of biomechanics.

Dekoruma. (2021, Aout 10). Retrieved from


https://www.dekoruma.com/artikel/71749/merancang-detai-
tangga

Engel, A. (2007). Building stairs. ISBN 10: 156158892X, ISBN 13:


9781561588923 (242 p): Taunton.

KBBI. (2021, Aout 10). Retrieved from https://kbbi.web.id/tangga

Marhiyanto, B. (2007). Kamus Teknik Lengkap. Surabaya: Serba


Jaya Surabaya.

R. Strakosch, G., & S. Caporale, R. (2010). The Vertical


Transportation Handbook (Edisi:4). ISBN 10:0470404132,
ISBN 13:9780470404133 (624/612): Wiley, Bob Caporale,
joining George Strakosch as co-editor

Ranck, L. (2009). Maisons ecologiques : Cas pratiques. ISBN


10:2212122284, ISBN 13:9782212122282 ( 135/144 p): -.

Reeves, N., Spanjaard, M., Mohagheghi, A., Baltzopoulos, V., &


less, C. M. (2008). Influence of light handrail use on the
biomechanics of stair negotiation in old age. Psychology,
Medicine Gait & posture.

S. Merritt, F., & T. Ricketts, J. (2000). Building Design and


Construction Handbook ( 6th Edition). ISBN 10:
007041999X, ISBN 13:9780070419995 (1600/1722 p):
McGraw-Hill Professional.

Sanath , S. (2016). The Architecture and Beyond of Tread and Riser.


Engineering, 2016.

Startzell, J., Owens, D., Mulfinger, L., & Cavanagh less, P. (2020).
9
Stair Negotiation in Older People: A Review. Journal of the
American Geriatrics Society.

Tangga. (2021, Aout 10). Retrieved from


https://id.wikipedia.org/wiki/Tangga

Tusquets, O., Diot, M., de Savray , A., Coignard, J., & Dethier, J.
(2013). The staircase : the architecture of ascent. Art.

Tutton, M., & Campbell, J. (2014). Staircases: History, Repair and


Conservation. ISBN 10: 1873394977, ISBN 13:
9781315884011 (410 p): Routledge.

SENARAI
Utiliratian berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau
menguntungkan
Upper structure Seluruh bagian konstruksi bangunan yang
berada di atas permukaan tanah
Musibah Peristiwa/kejadian yang menyedihkan yang
menimpa sesuatu obyek. Dalam hal ini,
musibah yang terkait tangga adalah fungsi
tangga sebagai jalur evakuasi bila terjadi
kebakaran/gempa
Tangga Utama Peran dominan dari sebuah tangga dari suatu
bangunan, ciri dari tangga jenis ini adalah
mudah terlihat/tidak tersembunyi
Tangga Darurat Paran pendukung dari sebuah tangga, namun
keberadaan sangat vital bilama terjadi musibah
dalam bangunan

10
Fondasi tangga Bagian bawah dari suatu bangunan, yang
fungsinya sebagai penyalur beban bangunan ke
atas, berfungsi seperti kaki bangunan. fondasi
bangunan berfungsi agar keberadaan tangga
tidak bergeser ataupun turun ke dalam
permukaan tanah.
Sloof salah satu elemen struktur yang terletak diatas
fondasi bangunan yang berfungsi untuk
memperkuat rangkaian dinding pasangan bata,
sebagai penyalur/perata beban yang diterima
oleh fondasi dan mengokohkan sistem fondasi.
Ibu tangga Konstruksi utama dari suatu tangga yang
mendukung anak tangga.
Anak tangga Bidang datar dari anak tangga, yang posisinya
untuk injakan kaki saat orang naik/turun
Tread Bidang datar dari anak tangga, yang posisinya
untuk injakan kaki saat orang naik/turun
Riser Bagian vertical dari tangga/ pagar tangga,
biasav disebut juga balustrade
Hand Rail Pegangan tangga, bagian horizontal yang
dipakai sebagai pegangan
Railling Pegangan tangga, bagian horizontal yang
dipakai sebagai pegangan
Baluster Tiang penyangga dari pagar tangga
Shoe Rail Penopang dari balustrade, yang letaknya ada

11
pada bagian bawah pagar tangga
Newel Tiang-taing vertikal pada pagar tangga yang
memisahkan antar satu balutrade dengan
balustrade
Bordes Pelat datar ditengah jalur anak - anak tangga,
memiliki fungsi sebagai tempat beristirahat
sejenak.
Nosing Sebutan teknis dari bordes

12
BAB II
TANGGA 02: RAGAM,
BENTUK, DAN BAHAN
KONSTRUKSI TANGGA

BAB II
TANGGA 02: RAGAM, BENTUK DAN BAHAN KONSTRUKSI TANGGA

2.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Materi ini mendeskripsikan pengelompokan tangga, mulai
dari bentuk-bentuk tangga hingga bahan material tangga untuk
sebuah banguan bertingkat rendah.

B. Relevansi
Bentuk tangga yang didasari sifat permanensi, fungsi, system
mekanis dan sifat keberadaannya akan menentukan akhir dari pilihan
material tangga. Penempatan tangga tidak selalu berada di dalam
ruangan, type tangga seperti ini bukan sekedar berstatus tangga
penunjang (bukan tangga utama) tapi kehadirannya harus/wajib
direncanakan dan diujudkan dalam suatu disain bangunan
bertingkat. Secara spesifik keberadaan tangga darurat diatur dalam
aturan pemerintah, karena usaha mengatasi bencana yang tidak
diharapkan. Dengan kreatifnya industry bahan material, maka
pemakaian bahan kombinasi untuk tangga kini banyak digunakan.

C. Kompetensi
C.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Pada akhir pemberian pokok bahasan ragam, bentuk dan
bahan konstruksi tangga, mahasiswa Teknik Arsitektur semester 3,
akan mampu memahami alasan pemilihan bentuk dan pilihan bahan
13
akhir tampilannya yang hendak diaplikasikan dalam disain
bangunan bertingkat rendah.

C.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


Jika diberikan materi tentang ragam, bentuk dan bahan
konstruksi tangga, mahasiswa Teknik arsitektur semester 3, akan
dapat menjelaskan alasan principal pengelompokan pilihan bentuk
tangga dan penentuan pilihan bahan dengan minimal 80% benar.

2.2 PENYAJIAN
A. Uraian
A.1. 4 (empat) kelompok jenis tangga :
Pengelompokan tangga ada 4 (empat) jenis, yaitu :
 Jenis tangga berdasarkan sifat permanensi
 Jenis tangga berdasarkan fungsi
 Jenis tangga berdasarkan sistem mekanis
 Jenis tangga berdasarkan keberadaan

1. Berdasarkan Permanensinya.
Sebagaimana kita ketahui dalam keseharian, bahwa kategori
keberadaan tangga dalam suatu bangunan dapat bersifat stabil dan
berkatogori dapat dipindah-pindahkan. Untuk itu dikenal dengan dua
type tersebut, yaitu bersifat permanen dan non-permanen.
Tangga permanen biasanya dibuat dari bahan yang kuat dan
berat, seperti beton, besi bahkan balok kayu. Karena tangga ini
menghubungkan antar lantai yang cukup tinggi, di dituntut
14
memenuhi persyaratan keamanan dan kenyamanan pemakainya,
biasanya type ini dilengkapi dengan area istirahat (bordes) dan
dilengkapi dengan detail element tangga lainnya secara lengkap.
(simak pada bab sebelumnya).
Kriteria tangga yang non permanen biasanya digunakan
untuk mencapai bidang horisontal yang lebih tinggi, dan intensitas
penggunaannya hanya insedentil/ sewaktu-waktu bilamana
dibutuhkan sehingga tangga ini bisa dipindah tempat, dapat
disimpan dengan cara dilipat ataupun utuh. Kedua jenis tangga ini
secara visual dapat dilihat pada gambar 2.1. dibawah ini

Tangga permanen Tangga non permanen

Gambar 2.1 : Kriteria tangga berdasarkan permanensinya.


Sumber : (Kontemporer, 2021), (Danmogot, 2021), (Decorexpro, 2021)

2. Berdasarkan Fungsi
Kriteria ini juga hanya ada 2 (dua) kelompok: berfungsi
secara umum dan berfungsi secara khusus/tertentu. Berfungsi secara
umum, berarti keberadaan tangga ini memang sangat dibutuhkan
sebagai sarana sirkuasi vertical dari suatu bangunan bertingkat.
Ketidakhadiran tangga ini, menyebabkan terganggunya fungsi

15
utama dari aktifitas bangunan. karena tidak ditemukan alat
transportasi ini. Sedangkan fungsi kedua adalah tangga yang
berfungsi khusus, artinya keberadaan tangga ini bersifat menunjang
dan akan jadi perperan penting keberadaannya bilamana dibutuhkan
pada waktu yang tepat, misalnya kegunaanya saat terjadinya
kebakaran ataupun usaha dalam meninggalkan gedung karena
gempa.

Tangga dengan fungsi utama Tangga dengan fungsi khusus


Gambar 2.2 : Kriteria tangga berdasarkan fungsinya.
Sumber : (Modern, 2021), (Pxhere, 2021), (Motionaid, 2021)

3. Berdasarkan sistem mekanis


Kriteria tangga ini dapat bersifat pasif ataupun aktif. Kriteria
jenis ini karena keberadaan ataupun fungsi tangga ini akan
bermanfaat bilamana digerakan atau tidak digerakan dengan alat
secara mekanik. Jenis tangga mekanis, sering kita gunakan/ lihat
pada bangunan-bangunan bertingkat tinggi, seperti mall ataupun
hotel, ataupun tangga berjalan seperti kita dapatkan di area bandara.
Tujuan keberadaan tangga mekanik ini secara mempercepat arus
transportasi vertikal antar lantai bangunan ataupun mempendek
jarak tempuh secara cepat.
16
Tangga aktif Tangga pasif
Gambar 2.3 : Kriteria tangga berdasarkan system mekanisnya.
Sumber: (Systemed, 2021), (Tripad, 2021), (Homify, 2021), (Artescaliers, 2021)

Tangga utama Tangga darurat


Gambar 2.4 : Kriteria utama dan darurat.
Sumber: (Idea, 2021), (Secours, 2021)

4. Berdasarkan keberadaannya
Secara umum kriteria ini terdiri dari dua jenis yaitu tangga
utama dan tangga darurat. Sesuai namanya, tangga utama merupakan
lintasan yang dilalui setiap saat. Sebaliknya tangga darurat dilalui
pada saat tertentu saja.

4.1. Tangga utama


Tangga utama berfungsi untuk sirkulasi, baik untuk manusia

17
ataupun barang dalam suatu area lintasan utama untuk menuju
lantai/ketinggian yang dikehendaki. Intensitas pemakaian tentu
sangat padat, maka pada profil tangga utama ini harus memenuhi
persyaratan kenyamanan dan keamanan bagi pemakaianya tidak
melelahkan dan bahkan membahayakan pemakainya.
Dari penelitiannya Oladakum terhadap 30 ragam tangga di
suatu pemukiman, membuktikan bahwa keselamatan pemakai
bukan hanya disebabkan oleh disain/kualitas tangga, namun karena
soal penerangan (Oladokun, Kolawole, & Empere, 2017). (Perre, et
al., 2019)

Gambar 2.5 : Pola penerangan pada area tangga.


Sumber: (Gansland & Hofmann, 1992), (Chenaf M. , 2008)

Syarat tangga utama :


• Letak tangga berada pada zona principal suatu bangunan
(zona public), mudah dilihat dan dijangkau dari pintu masuk
bangunan dan mempunyai penerangan alami maupun buatan
yang cukup terang.
• Besaran intensitas penerangan area tangga ini minimal
100lux untuk tingkat pencahayaannya atau 10 W/m2 untuk

18
daya listriknya (SNI 03-6197-2000)
• Memenuhi persyaratan kenyamanan pemakaianya, misalnya
Sudut kemiringan tangga, jumlah anak tangga hingga
ketinggian anak tangga

4.2. Tangga darurat


Keberadaan tangga ini, tetap harus direncanakan dari awal
dalam suatu perencanaan bangunan berlantai. Karena peran dari
tangga ini digunakan untuk mengevakuasi atau menyelamatkan
penghuni gedung dari pengaruh bahaya, misalnya bahaya kebakaran.
Dalam studinya Hwang dkk, yang mensimulasi jalur evakuasi
penghuni bangunan bertingkat, disimpulkan bahwa pemakaian jalur
tangga darurat lebih dominan dari pada jalur lainnya dan suatu
rekomendasinya bahwa parameter panjang dan jarak tempuh harus
menjadi pertimbangan para disain bangunan (Seung, Jo, & Hwa,
2011). Sedangkan syarat angga darura secara umum adalah :
• Letaknya berhubungan dengan dinding luar bangunan dan
mempunyai pintu akses keluar gedung
• Dilengkapi dengan pintu dari bahan tahan api sekurang-
kurangnya selama 3 jam
• Pada bagian bordes dilengkapi jendela kaca yang bisa dibuka
dari luar untuk penyelamatan penghuni
• Dilengkapi cerobong pengisap asap di samping pintu masuk
• Pada tangga darurat harus dilengkapi dengan lampu
penerangan dengan supply baterai darurat.

19
A.2. Macam-macam Layout Tangga
Beberapa pertimbangan dalam menentukan bentuk akhir
suatu tangga: Pertama, kita harus mempertimbangkan ketinggian
antara lantai dasar dan lantai bagian atasnya. Kedua, seberapa besar
space yang disediakan untuk ara tangga tersebut. Ketiga, konsep
tampilan yang biasanya peran dari sang arsitek ataupun disainer
interior, misalnya pertimbangan bahan hingga tampilan
finishing/estetisnya dengan atau tanpa mengindahkan peran
kenyamanan dan keamanan.
Secara umum tampilan suatu tangga ada dua bentuk/ layout
dari tangga: layout berbentuk ‘tegas” dan lay-out berbentuk
“lengkung”.
Dan pada akhirnya bentuk dasar suatu tangga adalah sebagai
berikut (lihat gambar 2.6):
1. Bentuk tangga LURUS
2. Bentuk tangga MIRING
3. Bentuk tangga LENGKUNG
4. Bentuk tangga SIKU (L)
5. Bentuk tangga BOLAK BALIK (U)
6. Bentuk tangga LINGKAR

A.3. Macam-macam Material Tangga


Sebagaimana disampaikan oleh Tusquets dkk, bahwa tangga
telah ada sejak berabad-abad. Kini penggunaan tangga dengan
kacapun mulai marak digunakan. Dari studi keren dkk penggunaan
bahan kaca menunjukan tingkat insiden jauh lebih tinggi pada tangga
20
kaca (6,2%) dibandingkan dengan tangga konvensional (0,7%).

layout tegas/kubic layout lengkung


Gambar 2.6 : Kriteria layout tangga
Sumber: (Ackermans, Francksen, & Magana, 2020), (Bangash & Bangash, 1999),
(Chenaf M. , 2008)

Ditambahkan pula bahwa pengguna/pemilihan material


tangga menunjukan pola perilaku penggunanya (lihat grafik). (Kim
& Steinfeld, 2019). Sedangkan pertimbangan hubungan bahan
pembuat tangga dengan aspek keamanan juga telah banyakj
dilakukan penelitian terkait ini, karena ‘jaminan’ kekuatan bahan
terhadap pilihan bahan akan menjadikan kemudahan untuk
melakukan analisa tipologinya untuk kepentingan produksi massal.
(Rossi, Calderini, Napoli, Cascini, & Portioli, 2020)

21
 Konstruksi Fondasi Tangga,
Fungsi untuk fondasi tangga adalah agar tangga tidak
mengalami pergeseran ke samping kiri-kanan atau muka belakang
dan agar tidak ‘ambles’ atau turun. Bahan yang digunakan untuk
fondasi konstruksi tangga bisa berupa beton, pasangan bata ataupun
kombinasi keduanya. Dan biasanya fondasi ini dikaitkan dengan
balok anak/slof dari fondasi utama bangunan.

Gambar 2.7: Studi tentang pentingnya keselamatan pada pilihan


meterial tangga kaca.
Sumber: (Kim & Steinfeld, 2019)

Persyaratan suatu konstruksi yang dekat dengan pemakainya


haruslah mempertimbangkan kekuatan, kestabilan dan tentunya nilai
estetikanya. Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk
gedung tahun 1983, bahwa beban ditangga lebih besar daripada
beban pelat lantai. Untuk itu, konstruksi penempatan tangga lantai
dasar bisa dilakukan dua acara: menyatu dengan konstruksi
bangunan utama dan konstruksi terpisah. Untuk konstruksi terpisah
biasanya dilengkapi dengan fondasi tersendiri dan balok tangga
dibuat pula terpisah dari diding bangunan utama. Contoh dari
perletakan tangga yang terpisah dari bangunan induk, biasanya kita

22
dapatkan pada renovasi bangunan Cagar Budaya, dimana pada
perkembangannya dibutuhkan tangga mekanik (lihat tampilan visual
pada gambar 2.8)

Tangga yang menyatu Tangga yang terpisah


Gambar 2.8: Kriteria aktif dan pasif.
Sumber: (Perrier, 2021), (Omni, 2021), (Pinterest, 2021)

Penggunaan bahan untuk tangga dapat dikelompokan secara


struktural dan non-struktural. Penggunaan bahan yang bersifat
struktural umumnya meliputi kayu, baja, beton dan lain-lain.
Sedangkan penggunaan bahan pada tangga yang bersifat non-
struktural dapat meliputi kaca, karet (sebagai pelapis anti licin pada
injakan atau pegangan tangan) ataupun plastik (pada desain-desain
khusus).

Elemen struktural Elemen non struktural


Gambar 2.9: Element structural dan non-structural pada tangga.
Sumber: (Archiexpo, 2021), (Maisonapart, 2021)

23
1. Tangga dari kayu
Tangga berbahan kayu sangat pesat aplikasinya dalam suatu
bangunan hingga tahun 1945-an, dan lambat laun mulai teralihkan
material-material lain yang terkesan lebih kuat dan praktis.
Tangga berbahan kayu memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya mudah dikerjakan, harga cukup murah, bentuk bahan
alami, terkesan lebih ringan. Namun dengan mulainya langka
didapatkan kayu yang besar dan kuat untuk pembuatan konstruksi
tangga, maka salah satu solusi adalah dibuatnya lapisan kayu
komposit sebagaimana baru dikaji oleh Jokinen dalam penelitian
Masternya (Tatu, 2014), (Mannes W. , 1986).
Pemakaian kayu dalam tangga juga banyak ditemukan pada
element tangga lainnya sepeti bahan railling tangga. Bahkan
ornamen ukiran arsitektur vernakuler sering dijadikan obyek untuk
menghiasi railling tangga (Nazuki & Kamarudin, 2017) . Beberapa
kelemahan bahan kayu untuk tangga diantaranya rawan terhadap
kelembaban dan rayap.

Gambar 2.10: Contoh disain tangga dari kayu dengan layout lurus
dan putar.
Sumber: (Escalier, 2021)

24
2. Tangga dari beton bertulang
Tangga yang dibuat dengan konstruksi beton bertulang
memiliki keunggulan diantaranya konstruksinya kuat dan awet, tidak
cepat rusak, dapat berumur panjang, bahan tahan api. Sedangkan
kelemahannya terkesan berat dan terkesan kurang estetis/ elastis.

Gambar 2.11: Contoh disain tangga dari beton dengan layout lurus
dan putar.
Sumber: (Travaux, 2021)

3. Tangga dari besi


Tangga yang dibuat dari baja memiliki keunggulan
diantaranya kuat, ringan, elastis dan mudah dibentuk serta nilai
estetis lebih tinggi. Biasanya tangga ini difungsikan sebagai tangga
darurat atau tangga untuk kegiatan service (pada ruang dapur dan
Gudang), namun berkat kreatifitas arsitek, dengan pertimbangan
optimalisasi ruangan, maka tangga besi ini kini mulai diminati tanpa
harus meninggalkan kesan estetis.

25
Gambar 2.12: Contoh disain tangga dari besi dengan layout lurus
dan putar.
Sumber: (Maisonapart, 2021), (French, 2021)

4. Tangga dari batu alam


Perletakan tangga ini, biasanya ditemukan pada ekterior
bangunan, dengan pasangan/susunan batu batu ataupun batu
kali/batu alam. Konstruksi tangga dengan batu ini, merupakan solusi
disain area sirkulasi pada daerah berkontur. Konstruksi yang
menyatu atau bertumpu dengan tanah, menjadikan tangga ini sangat
kuat dan tahan lama. Penambahan rilling tangga merupakan pilihan
dengan konsep menjaga keamanan dan kenyamanan penggunanya,
terutama bila tangga licin dan basah karena guyuran air hujan.

Gambar 2.13 : Contoh disain tangga dari batu alam dengan layout lurus dan putar.
Sumber: (Monjardin, 2021), (Ark, 2021)

26
5. Tangga dari kaca
Jenis tangga ini biasanya sebatas untuk estetika dan dekor, tidak
tepat untuk fungsi umum. Namun perkembangan teknologi bahan
kaca memeungkinkan untuk pembuatan tangga kaca.

Gambar 2.14: Contoh disain tangga dari kaca dengan layout lurus
dan putar.
Sumber: (Coteverre, 2021), (Maisonapart, 2021), (Charleson, 2005)

B. Latihan
1. Sebutkan ragam bahan untuk tangga?
2. Jelaskan apa yang dimaksud jenis tangga berdasarkan sifat
permanensi.

27
2.3 PENUTUP
A. Rangkuman
Bentuk-bentuk tangga, dipengaruhi oleh pertimbangan sifat
permanensi, fungsi, system mekanis serta keberadaannya. Tangga
utama, harus memenuhi persyaratan seperti letak tangga yang harus
mudah dilihat, dijangkau, serta ditunjang oleh tingkat penerangan
ruangan yang cukup. Sedangkan untuk tangga darurat, biasanya
diletakan diluar bangunan, namun keberadaan harus ada, terutama
untuk bangunan bertingkat. Persyaratan yang spesifik untuk jenis
tangga ini, diantaranya memiliki akses keluar bangunan, dilengkapi
pintu yang tahan api, pada area bordes seyogyanya dilengkapi
jendela kaca, area ruangan penempatan tangga ini harus dilengkapi
dengan cerobong asap dan dilengkapi juga lampu emergensi,
kesemuanya itu demi keselmatan bangunan dan penghuni dari
bencana yang tidak diharapkan.
Layout bentuk tangga ada dua macam, yaitu lay-out tegas
(kubik) dan lay-out lengkung, dimana bentuk dasarnya dapat berupa
tangga lurus, tangga miring, tangga lengkung, tangga siku (L),
tangga bolak-balik (U) dan tangga lingkar.
Dan ragam bahan tangga yang sering kita jumpai dalam
bangunan bertingkat rendah, dimulai dari tangga bagian eksterior,
biasanya berupa tangga dengan material batu alam/batukali.
Sedangkan tangga yang berada pada tempat terlindung/interior,
dapatdigunakan tangga dengan bahan kayu, baja/besi, beton
bertulang dan kinipun bis akita dapatkan angga bermaterial plastic
ataupun kaca.
28
B. Tes Formatif
1. Apa kelebihan dan kekurangan tangga berbahan beton
bertulang?
2. Sebutkan 4 (empat) jenis pengelompokan tangga.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan jenis tangga
berdasarkan system mekanis dan apa tujuannya?

C. Umpan Balik
Untuk menilai penguasaan materi mahasiswa dapat
digunakan rumus sebagai berikut :

𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥 2
Tingkat penguasaan = ( )%
100

D. Tindak Lanjut
Mahasiswa yang telah menguasai 80% materi bab ini dapat
melanjutkan ke bab berikutnya. Untuk mahasiswa yang penguasaan
materi bab ini kurang dari 80% diharapkan untuk mengulangi
pembelajaran bab ini terlebih dahulu.

E. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Kelebihan dari tangga berbahan beton bertulang adalah
konstruksinya kuat dan awet, tidak cepat rusak, dapat
berumur panjang, bahan tahan api. Sedangkan kelemahannya
terkesan berat dan terkesan kurang estetis/ elastis.
2. 4 (Empat) pengelompokan tangga adalah pengelompokan
berdasarkan sifat permanensinya, Jenis tangga berdasarkan
29
fungsi, Jenis tangga berdasarkan sistem mekanis dan Jenis
tangga berdasarkan keberadaannya
3. Bilamana sebuah tangga ini dapat berguna setelah digerakan
dengan bantuan system mekanis/penggerak. Jenis tangga
mekanis ini dapat dilihat pada bangunan-bangunan
bertingkat tinggi, seperti mall ataupun hotel, ataupun tangga
berjalan di area bandara. Tujuan keberadaan tangga mekanik
ini secara mempercepat arus transportasi vertikal antar lantai
bangunan ataupun mempendek jarak tempuh secara cepat.

DAFTAR PUSTAKA
Ackermans, T., Francksen, N., & Magana, C. (2020). Stair
negotiation behaviour of older individuals: Do step
dimensions matter? Journal of biomechanics.
Archiexpo. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.archiexpo.fr/prod/planas/product-105237-
1026549.html
Ark. (2021, Août 10). Retrieved from
https://ark.fandom.com/fr/wiki/Escalier_circulaire_en_pierr
e
Artescaliers. (2021, Août 10). Retrieved from
https://artescaliers.fr/accueil-artescaliers-fabricant-
descaliers-metz/artescaliers-fabricant-descaliers-garde-
corps-metz/habillage-de-marches/
Bangash, M., & Bangash, T. (1999). Staircases (Edisi: 1). ISBN 10:
9054106077, ISBN 13: 9789054106074 (348 p): CRC Press.
Charleson, A. W. (2005). Structure as Architecture. Burlington-UK:
Archirectural Press.
CHENAF, M. (2008). Guide Pratique : Les Escaliers. Paris: CSTB.
Coteverre. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.coteverre.fr/le-blog/top-10-plus-beaux-
escaliers-en-verre_105.4.htm
Danmogot. (2021, Août 10). Retrieved from
30
https://danmogotsemarang.wordpress.com/category/jenis-
tangga/
Decorexpro. (2021, Août 10). Retrieved from
https://decorexpro.com/lestnica/dizajn/
Escalier. (2021, Août 10). Retrieved from
https://escalier.ooreka.fr/astuce/voir/564029/escalier-
autoportant
French. (2021, Août 10). Retrieved from
https://french.alibaba.com/product-detail/used-wrought-
iron-stair-railing-wrought-iron-railings-modern-
60026616751.html
Gansland, R., & Hofmann, H. (1992). Hand Book of Lighting
Design. Germany: ERCO edition.
Homify. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.homify.co.id/photo/1437206/escalier-marche-
en-porte-a-faux
Idea. (2021, Août 10). Retrieved from
https://idea.grid.id/read/092112110/hati-hati-bila-pintu-di-
rumah-terhalang-tangga-dapat-bawa-pengaruhl
Kim, K., & Steinfeld, E. (2019). The effects of glass stairways on
stair users: An observational study of stairway safety.
Computer Science Safety Science.
Kontemporer. (2021, Août 10). Retrieved from
http://kontemporer2013.blogspot.com/2013/10/desain-
tangga-rumah.html
Maisonapart. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.maisonapart.com/edito/amenager-son-
interieur/autres-pieces/dix-escaliers-d-exception-pour-
dynamiser-un-interi-11014.php
Mannes, W. (1986). Techniques of Staircase Construction:
Technical and Design Instructions for Stairs Made of Wood,
Steel, Conrete, and Natural Stone. ISBN 13:9781468466355
(112 p): Van Nostrand Reinhold.
Modern. (2021, Août 10). Retrieved from http://1.bp.blogspot.com/-
TxXRzOGjHXE/UnJv5cnu9rI/AAAAAAAACOg/QOX7nf
2tOto/s1600/modern-staircaseefewf.jpg
Monjardin. (2021, Août 10). Retrieved from
https://monjardinmamaison.maison-travaux.fr/jardin/les-

31
escaliers-creent-le-relief-7226.html#item=1
Motionaid. (2021, Août 10). Retrieved from
http://www.motionaid.co.id/lift-kursi-roda-di-tangga-
umum/
Nazuki, S. N., & Kamarudin, Z. (2017). Techniques of wood carving
applied in the architectural elements of Malay vernacular
buildings. Engineering.
Oladokun, V., Kolawole, A., & Empere, H. (2017). Ergonomic and
safety evaluation of staircases in a Nigerian University.
Journal of Applied Science Engineering and Technology.
Omni. (2021, Août 10). Retrieved from https://www.omni-
metal.bzh/industrie/agencement-exterieur/escaliers-
exterieurs
Perre, L. V., Schutter , S. D., Janssens, K., Sealer, P. H., Dujardin ,
M., Smet, K. A., & Ryckaer, W. R. (2019). Safety perception
of stairs with integrated lighting. Building and Environment,
Vol.166.
Perrier. (2021, Août 10). Retrieved from
https://guideperrier.ca/escaliers-contemporains-maisons/
Pinterest. (2021, Août 10). Retrieved from https://id.pinterest.com/
escalier-de-secours/
Pxhere. (2021, Août 10). Retrieved from
https://pxhere.com/id/tag/153378
Rossi, M., Calderini, C., Napoli, D., Cascini, L., & Portioli, F.
(2020). Structural analysis of masonry vaulted staircases
through rigid block limit analysis. Structures, Vol.23, 180-
190.
Secours (2021, Août 10). Retrieved from
https://fr.123rf.com/photo_48020381_feu-
ext%C3%A9rieur-escalier-de-secours.html
Seung, H. H., Jo, C. J., & Hwa, H. W. (2011). Calculating and
Verifying the Staircase-length for Evacuation Analysis.
Computer Science.
Systemed. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.systemed.fr/menuiserie-interieure/escaliers-
normes-et-conseils-mise-oeuvre,8005.html
Tatu, J. (2014). Investigating the possibility of using new wood-
based composite materials in staircase design. Thesis Harald

32
Herlin Learning Centre,Degree programme: PUU .
Travaux. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.travaux.com/construction-renovation-
maison/guide-des-prix/prix-escalier-en-beton
Tripad. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.tripadvisor.com/LocationPhotoDirectLink-
g294230-d7389145-i210970637-Galeria_Mall-
Yogyakarta_Region_Java.html

SENARAI
System mekanis Fungsi tangga untuk memeindahkan
tangga sesuatu menuju keatas atau kebawah
dengan bantuan seperangkat alat elektronik,
sehingga akan berjalan dengan cepat dan
berguna bagi para penyandang cacat/
manual/ keterbatasan fisik.
Non permanen Karakteristing tangga yang akan berfungsi
bila dipindah tempatkan atau di buka
Tangga Konstruksi tangga secara umum, dimana
permanen keberadaannya menetap pada suatu tempat
yang telah direncanakan
Tangga utama Peran suatu tangga karena keberadaannya
sangat penting dan intensitas pemakaiannya
sangat padat. Untuk itu tangga ini biasanya
berada di area public, mudah terlihat dan
terang
Tangga darurat Peran suatu tangga yang fungsinya
digunakan bila dalam keadaan urgen.
Biasanya penempatannya dibelakang/
samping bangunan
Tangga pasif Karakteristik tangga sebagaimana
umumnya, berfungsi tanpa harus
memerlukan alat bantu
Tangga aktif Fungsi jenis tangga ini akan diperoleh
bilamana tangga ini digerakan oleh alat
elektronik
Zona publik Area umum, yang biasanya didalamnya

33
terdapat fasilitas uum, seperti tangga
bahkan ruang recesionis serta toilet umum.
SNI Standard Nasional Indonesia, diana untuk
konstruksi tangga maka diperlukan
pendukung SNI penerangan buatan dan
alami ruangan, mutu beton, mutu kayu
hingga mutu besi.
Layout tangga Pola tangga yang tersusun dri anak tangga
dan bordes. Panjang pendeknya serta
bentuknya tergantung dari area dimana
tangga akan ditempatkan. Sejauh ini secara
prinsip ada dua pola: pola kubisme/ kotak-
kotak dan pola lengkung/ melingkar
Straight Pola kubisme dan lurus
staircase
Curved staircase Pola meliuk dan melingkar
Elemen Tangga dikatakan bagian element
struktural structural, bilamana konstruksi
pembangunannya menyatu dengan
konstruksi bangunan
Elemen non Karakter dari tangga yang keberadaannya
struktural bukan merupakan kesatuan dari konstruksi
bangunan utamanya, misalnya perletakan
tangga darurat yang cenderung diletakkan
di bagian luar bangunan.

34
BAB III
TANGGA 03: CARA
MENGHITUNG KONSTRUKSI
TANGGA

BAB III
TANGGA 03: CARA MENGHITUNG KONSTRUKSI TANGGA

3.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Materi ini mendeskripsikan delapan pertimbangan- dalam
menentukan demensi sebuah tangga yang yang ideal hingga Latihan
atau praktek meakukan perhitungan-perhitungan praktis mengetahui
jumlah anak tangga.

B. Relevansi
Dengan mengetahui demensi (ukuran ketinggian, lebar hingga
jarak serta luasan) bagian dari tangga, maka akan didapatkan disain
tangga yang tepat, sehingga fungsi tangga akan dicapai. Fungsi
tangga bukan hanya mengantarkan seseorang mencapai ketinggian
tertentu, tapi kenyamanan saat melintas dan keselamatan akan
konstruksinya sangat dibutuhkan.

C. Kompetensi
C.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Pada akhir pemberian pokok bahasan pemahaman penentuan
detail element tangga ini, mahasiswa Teknik Arsitektur semester 3,
akan mampu memahami standard ideal konstruksi tangga, hingga
cara menghitung demensi detail-detail bagian tangga, seperti
perhitungan untuk mencari jumlah anak tangga.

35
C.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Jika diberikan materi tentang pemahaman pertimbangan
penenetan demensi tangga yang dilengkapi dengan praktek
menghitung penentuan anak tangga, mahasiswa Teknik Arsitektur
semester 3, akan dapat menjelaskan dengan tepat dan benar demensi
element tangga dengan minimal 80% benar dan mampu secara
kreatif menghitung bangian element tangga yang hendak
dirancangnya kelak.

3.2 PENYAJIAN
A. Uraian
A.1. Pertimbangan menentukan demensi tangga.
Dari studi yang dilakukan R.Good, dipaparkan
perkembangan sejarah lebar tangga di Venesia sekitar abad 14-an,
bahwa tangga yang lebar, biasanya diletakkan di bagian luar
bangunan, dimana tangga ini menunjukan profil pemilik rumah
megah. Namun perkembangan jaman, kini tangga cenderung lebih
praktis dan rapi (Good, 2009). Demensi dari element tangga sangat
berpengaruh terhadap terciptanya rasa aman dan nyaman saat
menaiki/ menuruni anak tangga. Bagian tangga yang mempengaruhi
ketidaknyamanan pengguna adalah ukuran/demensi tangga yang
tediri dari aspek lebar tangga, aspek tinggi anak tangga (optrade) dan
aspek lebar anak tangga (aantrade) hingga aspek keberadaan bordes
(Ranck, 2009).
Beberapa pertimbangan demensi elemet konstruksi tangga
(S. Merritt & T. Ricketts, 2000), (Engel, 2007), (Taunton, 2018) :
36
1. Pertama, Aspek pertimbangan jumlah pengguna yang akan
melintas dalam waktu bersamaan. Fungsi tangga yang hanya
untuk dilewati satu orang akan memilki lebar tangga yang
berbeda bila disbanding dilewati 2 orang atau lebih. Seperti
yang kita lihat dalam film-film, akan terjadi antrian panjang
untuk naik bila lebar tangga kecil dan yang sedang lewat
adalah orang tua renta. Kita bisa bayangkan bagaimana
suasana ketidak nyamanan yang terjadi.
• Lebar tangga untuk pengguna 1 orang, lebar tangga antara
70cm-90cm.
• Lebar tangga untuk pengguna 2 orang, lebar tangga antara
120cm-150cm.dan
• Lebar tangga untuk pengguna lebih dari 3 orang, lebar tangga
antara 180cm atau lebih.
Penggunaan tangga bukan saja untuk arus sirkulasi orang,
tapi juga barang. Dalam Gedung bertingkat sarana
transportasi pengangutan barang, biasanya disediakan lift
barang. Juga yang terjadi di Rumah Sakit, disana kita
mengenal lift passion, biasanya untuk embawa pasien yang
berada di atas tempat tidur dorong.
2. Kedua: Pertimbangan ukuran Aantrade (lebar anak tangga)
agar tercipta rasa nyaman saat orang menaiki tangga? Ukuran
lebar bidang ini untuk menaruh posisi telapak kaki manusia,
biasanya digunakan minimal ukuran telapak dewasa dengan
standarr 27-35 cm (agar tapak kaki dapat berpijak penuh)..
Bilamana lebar bidang ini lebih kecil dari ukuran tersebut,
37
maka akan membuat suasana naik tangga tidak nyaman dan
bahkan berbahaya, karena riskan kalau terpeleset/jatuh.
• Untuk rumah tinggal (privat), gunakanlah lebar aantrade
antara 27 cm s/d 30 cm
• Untuk bangunan umum (public), gunakanlah lebar aantrade
antara 30 cm s/d 35 cm.
3. Ketiga : Pertimbangkan ukuran optrade (tinggi anak
tangga). Konsepnya ketinggian ini ditentukan seberapa tinggi
ukuran orang yang akan menaiki tangga. Makin tinggi
seseorang maka demensi optradenya makin tinggi, karena
akan tidak nyaman dirasakan bila orang rendah harus
melewati optrade yang terlalu tinggi. Suasana capek dan
berat saat mengankat kaki. Untuk itu tinggi anak tangga yang
paling nyaman digunakan ukuran orang dewasa setinggi 150
cm, dengan demensi sekitar 16-20 (agar mudah dinaiki).
(Kontemporer, 2021), (Marhiyanto, 2007)
4. Keempat : Pertimbangan ukuran/penggunaan Railling
(pagar tangga). Prinsipnya keberadaan elemen ini diperlukan
untuk menjamin keamanan saat melewati lebih dari 5
opstade (anak tangga), yaitu dengan ketinggian ideal 70-90
cm. Karena suatu bentuk pagar, maka jarak tiang/bentuk
tiang haruslah tepat dalam pemilihan: bisa vertical,
horizontal, ber-ornament bahkan kini berupa pemakaian
bahan kaca.
5. Kelima: Pertimbangkan keberadaan bordes (area jeda di
tangga). Biasanya area ini didesain dengan struktur berupa
38
pelat datar diantara anak tangga bagian bawah dan bagian
atas, fungsinya adalah sebagai tempat beristirahat sejenak.
Panjang bordes bervariasi mulai dari 80 cm, 100 cm, 120 cm
sesuai beberapa pertimbangan sang arsitek, misal
pertimbangan seberapa waktu lama berhenti di bordes,
pertimbangan perletakan sehingga mempengaruhi
penampilan/estetika, hingga pertimbangan structural, yaitu
seberapa besar space yang tersedia. Keberadaan bordes
biasanya ditemukan pada yang berbentuk linier yang sangat
panjang dan tinggi, ataupun ditempatkan pada area sudut dari
bentuk tangga U atau L.
6. Keenam: Pertimbangankan sudut kemiringan tangga. Dari
beberapa referensi, menyatakan bahwa sudut ideal tangga
untuk rumah tinggal berkisar 25 - 45 derajat
7. Ketujuh: Pertimbangkan perletakan tangga. Perletakan
tangga harus diatur sedemikian rupa dalam suatu ruangan
mudah dijangkau oleh setiap penghuni rumah ataupun
tamu/orang luar, serta harus dapat terlihat dari pelbagai arah
sehingga memiliki tingkat aksesbilitas yang tinggi. Untuk
bangunan yang berlantai banyak (lebih dari 2-4 lantai),
standar posisi ideal letak tangga tak lebih dari 20 meter dari
ruang paling ujung. Hal ini bertujuan untuk memberikan
kemudahan dari sisi aksesbilitas penghuni dan yang
terpenting sebagai sarana evakuasi bila terjadi musibah
dalam bangunan, seperti gempa maupun kebakaran.

39
8. Kedelapan: Pertimbangkan pilihan material tangga.
Pertimbangan utama dari pilihan material adalah kekuatan
dan kemudahan perawatan. Pilihan material beton atau
struktur beton sampai saat ini paling banyak diaplikasikan,
karena aspek kekuatan, kepraktisan dan kemudahan serta
peluang dinamis dalam memfinisingkan. Misalnya pelapisan,
keramik, batu alam, kayu/parket, karpet dan lain-lainnya.

A.2. Rumus Ideal Disain Tangga


Untuk mendapatkan ukuran ideal disain tangga maka
digunakan rumus sebagai berikut (S. Merritt & T. Ricketts, 2000),
(Engel, 2007):

2t + l = (60 – 65) cm …………………………rumus 01

Dimana:
t = tinggi ukuran anak tangga
l = lebar pijakan anak tangga

contoh kasus :
1. Diketahui t = 22 cm dan l = 30 cm, apakah tangga ini masuk
kriteria nyaman atau tidak?
Jawab:
Setelah dimasukan rumus, maka hasilnya adalah sebagai
berikut :

40
(2×22) + 30 = 74 cm  hasilnya lebih besar dari 60-65)cm
Berarti disain angga ini terlalu curam/ tidak nyaman
2. Diketahui t = 16 cm dan l = 29 cm, apakah tangga ini masuk
kriteria nyaman atau tidak?
Jawab:
(2×16) + 29 = 61 cm  hasilnya diantara nilai 60-65 cm
Berarti disain tangga ini berukuran ideal, akan nyaman bila
digunakan.

A.3. Rumus menghitung jumlah anak tangga.


Untuk mendapatkan jumlah anak tangga dapat digunakan
rumus sebagai berikut (S. Merritt & T. Ricketts, 2000), (Engel,
2007)::

(h/t)-1…………………………………………rumus 02

Dimana:
t = tinggi ukuran anak tangga
h = tinggi antar peil lantai bangunan
Contoh beberapa alternatif kasus 01:
Jarak antar peil lantai 01 dan 02 yang direncanakan adalah 3.20
meter. Berapa jumlah anak tangga yang dibutuhkan?, Sebagaimana
kita ketahui sebelumnya, bahwa ukuran ideal anak tangga sekitar 16-
20 cm
Jawab:
41
a). Bila kita gunakan tinggi anak tangga 16 cm, maka
• (320/t) – 1 = (320/16) – 1 = 20 – 1 = 19 buah
• Berarti dibutuhkan 19 anak tangga (kondisi: ideal dan
nyaman)
b). Bila kita gunakan tinggi anak tangga 20 cm, maka
• (320/t) – 1 = (320/20) – 1 = 16 – 1 = 15 buah
• Berarti dibutuhkan 15 anak tangga (kondisi: ideal/nyaman)
c). Bila kita gunakan tinggi anak tangga 25 cm
(seukuran demensi ubin keramik 25x25, maka
• (320/t) – 1 = (320/25) – 1 = 13 – 1 = 12 buah
• Berarti dibutuhkan 12 anak tangga dengan ukuran
kentinggian 25, dimana akan didapatkan 1 (satu) anak tangga
yang ketinggiannya kurang dari 25 cm (kondisi
tidakideal/tidak nyaman)
d). Bila kita gunakan tinggi anak tangga 10 cm (se ukuran
demensi ubin keramik 10x20, maka
• (320/t) – 1 = (320/10) – 1 = 32 – 1 = 31 buah
• Berarti dibutuhkan 31 anak tangga (kondisi tidak ideal/tidak
nyaman, karena terlalu banyak anak tangga dan akhirnya
membuat tidak nyaman serta riskan terpeleset.
Contoh beberapa alternatif kasus 02:
Jarak antar peil lantai 01 dan 02 yang direncanakan adalah 4 meter.
Berapa jumlah anak tangga yang dibutuhkan?, Sebagaimana kita
ketahui sebelumnya, bahwa ukuran ideal anak tangga sekitar 16-20
cm

42
Jawab:
a). Bila kita gunakan tinggi anak tangga 16 cm, maka
• (400/t) – 1 = (400/16) – 1 = 25 – 1 = 24 buah
• Berarti dibutuhkan 25 anak tangga (kondisi: ideal dan
nyaman)
b). Bila kita gunakan tinggi anak tangga 20 cm, maka
• (400/t) – 1 = (400/20) – 1 = 20 – 1 = 19 buah
• Berarti dibutuhkan 19 anak tangga (kondisi: ideal/nyaman)
c). Bila kita gunakan tinggi anak tangga 25 cm (se ukuran
demensi ubin keramik 25x25, maka
• (400/t) – 1 = (400/25) – 1 = 16 – 1 = 15 buah
• Berarti dibutuhkan 15 anak tangga dengan ukuran
kentinggian 25 buah (kondisi tidakideal/tidak nyaman,
karena anak tangga terlalu tinggi)
d). Bila kita gunakan tinggi anak tangga 10 cm (se ukuran
demensi ubin keramik 10x20, maka
• (400/t) – 1 = (400/10) – 1 = 40 – 1 = 39 buah
• Berarti dibutuhkan 39 anak tangga (kondisi tidak ideal/tidak
nyaman, karena terlalu banyak anak tangga dan akhirnya
membuat tidak nyaman serta riskan terpeleset.

B. Latihan
1. Jelaskan mengapa ketinggian anak tangga melebihi 20 cm,
menjadikan suasana pemakai tangga menjadi tidak nyaman?
2. Apakah setiap tangga harus dilengkapi dengan bordes?
Berilah alasannya.
43
3. Sebutkan rumus untuk mengetahui disain tangga yang ideal.
Dan berilah contoh disain tangga yang ideal shingga
membuat orang merasa nyaman.

3.3 PENUTUP
A. Rangkuman
Minimum terdapat 8 (delapan) hal yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan demensi disain tangga, yaitu:
1). Perlu diketahui jumlah pengguna/orang yang akan melintasi
tangga, karena hal ini akan memberikan demensi lebar tangga. 2).
Perlu diketahui lebar aantrade, karena hal ini akan memberikan
demensi anak tangga dimana telapak kaki pengguna akan berpijak.
3). Perlu diketahui tinggi optade, karena hal ini akan memberikan
rasa nyaman/capekkah saat orang mengangkat kakinya berulang-
ulang 4). Perlu diketahui ketinggian railing tangga, karena hal ini
akan memberikan rasa nyaman orang akan resiko jatuh kesamping.
5). Perlu diketahui sudut kemiringan tangga, karena hal ini akan
memberikan ketepatan pilihan model tangga yang hendak didisain.
6). Perlu diketahui keberadaan dan demensi bordes, karana hal ini
terkait kenyamanan seseorang menaiki tangga/ ruang jeda. 7). Perlu
diketahui dimana perletakan tangga yang tepat, karena hal ini akan
memberikan kemudahan mendapatkan/ menemukan tangga dan
terakhir adalah perlu diketahui pilihan pemakaian bahan tangga,
karena hal ini akan memberikan rasa kenyamanan hingga keindahan
ruangan (Ranck, 2009). Dan akhirnya kita perlu mengetahui cara
menghitungg demensi tangga yang ideal dan jumlah anak tangga
44
yang dibutuhkan untuk ketinggian antar lantainya. Beberapa
referensi yang dapat dijadikan acuan secara detail dari perhitungan
tangga dapat simak buku-buku ini. (Andrade, Santos, & Maia ,
2020), (Bangash & Bangash, 1999), (Chenaf M. , 2008), (Mannes
W. , 1986), (Milner, 2015).

B. Tes Formatif
1. Berapa kemiringan ideal untuk tangga dalam rumah tinggal?
2. Berapa dibutuhkan anak tangga untuk beda ketinggian lantai
5.00 meter?

C. Umpan Balik
Untuk menilai penguasaan materi mahasiswa dapat
digunakan rumus sebagai berikut :

𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥 2
Tingkat penguasaan = ( )%
100

D. Tindak Lanjut
Mahasiswa yang telah menguasai 80% materi bab ini dapat
melanjutkan ke bab berikutnya. Untuk mahasiswa yang penguasaan
materi bab ini kurang dari 80% diharapkan untuk mengulangi
pembelajaran bab ini terlebih dahulu.

45
E. Kunci Jawaban Tes Formatif
1. Kemiringan suatu tangga akan terkait dengan bentuk dan
fungsi tangga. Kemiringan paling rendah sering disebut
dengan ramp (0-15 derajad). Kemiringan diatas 60 derajad
biasanya digunakan pada tangga-tangga degan fungsi tidak
permanen (misalnya tangga menuju ke loteng). Keringingan
normal, biasanya digunakan untuk banyak orang dengan
rentang 25-45 derajad.
2. Jumlah anak tangga untuk perbedaan lantai 5.00 meter,
digunkaan rumus: (h/t)-1. Maka anak tangga yang
dibutuhkan sebanyak (500/16)-1= 31 – 1 = 30 anak tangga
dengan ketinggian 16 cm. Disain tangga ini akan
memberikan kondisi ideal dan nyaman. Sedangkan, bilamana
dketinggiannya digunakan ukuran keramik (30x30 cm),
maka akan dibutuhkan anak tangga (500/30)-1 = 16 – 1 = 15
anak tangga dengan ketinggian 30 cm. Disain tangga ini akan
memberikan kondisi tidak ideal dan tidak nyaman, karena
tinggi anak tangga hanyalah mempertimbangkan ukuran
keramik utuh (30 x 30 cm).

DAFTAR PUSTAKA
Andrade, P., Santos, J., & Maia, L. (2020). Improvement of
Staircases Vibration Serviceability to Human Ergonomics: A
Case Study. Procedia Structural Integrity, Vol.28.
Bangash, M., & Bangash, T. (1999). Staircases (Edisi: 1). ISBN 10:
9054106077, (348 p): CRC Press.
Chenaf, M. (-). Les escaliers: Conception, dimensionnement,

46
execution: escalier en bois, métal, verre, maçonnerie, pierre
naturelle. ISBN 10:2868913962, ISBN 13:9782868913968
(67 p): -.
Engel, A. (2007). Building stairs. ISBN 10: 156158892X, ISBN 13:
9781561588923 (242 p): Taunton.
Good, R. (2009). Double staircases and the vertical distribution of
housing in Venice 1450–1600, Engineering.
Kontemporer. (2021, Aout 10). Retrieved from
(http://kontemporer2013.blogspot.com/2013/11/syarat-
syarat-perencanaan-tangga-rumah.html)
Mannes, W. (2012). Techniques of Staircase Construction:
Technical and Design Instructions for Stairs Made of Wood,
Steel, Concrete, and Natural Stone. Springer Science &
Business Media.
Marhiyanto, B. (2007). Kamus Teknik Lengkap. Surabaya: Serba
Jaya Surabaya.
Milner, M. (2015). Simply Stairs: The Definitive Handbook for Stair
Builders. ISBN 10:1849951497, ISBN 13:9781849951494
(288 p): Whittles Publishing.
Ranck, L. (2009). Maisons ecologiques: Cas pratiques. ISBN
10:2212122284, ISBN 13:9782212122282 (135/144 p): -.
S. Merritt, F., & T. Ricketts, J. (2000). Building Design and
Construction Handbook (6th Edition). ISBN 10:
007041999X, ISBN 13:9780070419995 (1600/1722 p):
McGraw-Hill Professional.
Tutton, M., & Campbell, J. (2014). Staircases: History, Repair and
Conservation. ISBN 10: 1873394977, ISBN 13:
9781315884011 (410 p): Routledge.

SENARAI
Opstade Tinggi anak tangga
Aantrade Lebar anak tangga
Lebar tangga Demensi ini mempertimbangkan besarannya
47
arus sirkulasi orang /barang. Biasanya lebar
tangga untuk satu orang lewat digunakan 70-
90 cm
Lebar anak Demensi dari bidang ini biasanya
tangga menggunakan ukuran telapak orang dewasa,
yaitu 27-35 cm (posisi tapak kaki berpijak
penuh). Makin lebar demensi ini
menunjukan posisi tangga semakin
datar/landai.
Tinggi anak Demensi dari ketinggian anak tangga,
tangga biasanya tergantung dari tinggi badan
pemakai tangga. Artinya makin tinggi
seseorang akan dibutuhkan ukuran ini makin
tinggi, karena bila tidak, maka orang
tersebut makin capai/ berat melangkahnya.
Ukuran yang digunakan adalah 16-20 cm
dengan pertimbangan pemakai dengan
ketinggian badan rata-rata 150 cm
Tinggi pagar Demensi ketinggian pagar tangga biasanya
tangga digunakan 70-90 cm, fungsinya adalah
sebagai keamanan agar tidak jatuh
kesamping.
Lebar bordes Demensi dari bordes, tempat beristirahat
sejenak bagi seseorang yang menaiki tangga
biasanya digunakan ukuran 80-120 cm.
Sudut Demensi kemiringan tangga sangat terkait
kemiringan dengan bentuk dan fungsi tangga. Makin
tangga tegak, maka tangga ini biasanya unuk fungsi
darurat/ non permanen. Kemiringan ideal
tangga biasanya sebesar 25-45 derajad.

48
BAB IV
TANGGA 04: GAMBAR TEKNIS
KONSTRUKSI TANGGA

BAB IV
TANGGA 04: GAMBAR TEKNIS KONSTRUKSI TANGGA

4.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Materi ini menyajikan panduan dan contoh gambar teknis
konstruksi tangga. Diawali dengan pemberian petunjuk standasrt
tampilan notasi ukuran dan spesifikasi bahan hingga pada contoh
konstruksi dari type tangga dengan material beton, kayu dan besi.

B. Relevansi
Sajian gambar teknis konstruksi tangga adalah bagian dari
produk gambar arsitektur suatu perancangan bangunan bertingkat
secara keseluruhan. Tanpa kehadiran yang tepat dari suatu tangga
dalam bangunan bertingkat, akan menjadi suatu bangunan tidak
berfungsi optimal dan pasti akan mendapatkan permasalahan
dikemudian hari. Peran tangga bukan sekedar area yang
mengantarkan seseorang naik/turun tangga, tapi perletakan tangga
akan mempengaruhi lay-out atau tata ruangan suatu bangunan.
Dengan sajian gambar Teknik konstruksi tangga secara benar dan
tepat, maka spesifikasi tangga akan mudah dikenali atau dipahami
para pelaksana pembangunan.

49
C. Kompetensi
C.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Pada akhir pemberian pokok bahasan panduan dan contoh
gambar teknis konstruksi tangga, mahasiswa Teknik Arsitektur
semester 3, akan mampu menggambar kembali secara tepat dan
benar serta mampu mengaplikasikan dalam produk rancangannya
pada bangunan bertingkat.

C.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


Jika diberikan materi panduan dan contoh sajian gambar
teknis konstruksi tangga dengan ragam kayu, beton dan besi/baja,
maka mahasiswa Teknik arsitektur semester 3, akan dapat
memahami notasi apasaja yang harus disampaikan dalam gambar
kerja dan diharapkan mahasiswa dapat menggambar kembali/
merancang disain tangga dengan minimal 80% benar.

4.2 PENYAJIAN
A. Uraian
A.1. Panduan menentukan demensi elemet-elemen tangga
Dalam presentasi gambar arsitektur, biasanya terdiri dari : 1)
Gambar siteplan, 2) Gambar Denah, 3) Gambar Tampak, 4). Gambar
Potongan, 5). Gambar Perspektif Interior dan Eksterior dan 6)
Gambar Detail Kreatif. Bahkan kini dengan perkembangan
Teknologi Informasi, sajian gambar arsitektur dilengkapi dengan
Animasi (Rustam & Sediadi, 2006), (Gousset, 2013).

50
Produk-produk tersebut dapat dibuat secara freehand
ataupun dengan bantuan digital. Minimal bagi seorang mahasiswa
jurusan Arsitektur adalah dapat menggunakan 2 aplikasi software:
Sketch-up dan Auto-CAD.
Sajian prinsip dalam gambar Teknik, akan lebih komunikatif
bilamana menggunakan Auto-CAD. Informasi terpenting dalam
sajian presentasi gambar teknik ini, bukan semata sajian gambar
yang full colour, tapi data informasi kejelasan ukuran dan spesifikasi
bahannya. Notasi sangat dibutuhkan dalam melengkapi gambar
teknis konstruksi ini (Marhiyanto, 2007). (Ranck, 2009)
Skala bangunan/obyek adalah ukuran demensi dari obyek
yang digambar secara skala. Sajiannya dapat secara bentuk skala
garis atau notasi angka ataupun keduanya. Contoh: 1: 100 (artinya 1
cm ukuran gambar mempresentasikan 1.00 cm kondisi reel). Makin
besar ukuran obyek sebenarnya, maka angka sakalnyapun makin
besar, contoh 1: 1000 (1 cm mempresentasikan 1.000 cm atau 10
meter). Begitu halnya sajian sebaliknya.
Ukuran dalam gambar teknik digunakan dua acara: Pertama
harus ditampilkan pada awal gambar, artinya harus ditampilkan
dibagian luar gambar (ukuran obyek). Dan yang kedua digunakan
didalam gambar (ukuran detail). Notasi ukuran biasanya secara
umum menggunakan satuan meter, contoh untuk peil lantai: -0.05
meter (ukurannya minus 5 cm), +1.20 meter (ukurannya positif 120
cm). Ukuran ketebalan kayu: 9 x 14 (ukuran balok 9 cm x 14 cm)
dan ukuran untuk besi: Ø 8 (ukuran diameter besi 8 mm).

51
Notasi-notasi tersebut harus ditunjukan pula dimana
perletakannya, untuk itu harus dibantu dengan garis tipis atau garis
panah. Selain noasi ukuran, dalam gambar teknik ini dibutuhkan info
spesifikasi bahan. Biasanya perletakannya mendampingi ukuran
detail bahannya. Sajian yang telah komunikatif mempresentasikan
ragam jenis bahan, biasanya notasi bahan tidak perlu digunakan lagi.
Contoh. Gambar pada skala 1:100, gambar suatu kolom balok beton
cukup disjikan kotak kecil dengan warna hitam, sedangkan sajian
notasi dinding disajikan dua garis kosong (hati-hati, bila dinding
diberi warna hitam block, maka akan memberi informasi bahwa
dinding terbuat dari beton). Makin detail sajian gambar Teknik 1:5,
maka spesifikasi bahan, biasanya dipresetasikan renderingnya.
Misalnya. Sajian balok beton 20 x 20, maka dalam potongannya
harus diperlihatkan model tulangannya dan diberi render titik-tikdan
serpihan batu. Sedangkan untuk kayu, biasanya dilengkapi presetasi
grafis tekstur kayu.
Sajian prinsip dalam gambar teknik untuk tangga adalah : 1)
Gambar Denah (simak layout tangga), 2) Gambar tampak, 3).
Gambar Potongan (simak karateristik konstruksi dan bahan tangga),
4). Gambar detail serta bila memungkinkan agar lebih komunikatif
sajiannya biasanya dilengkapi gambar pendukung berupa sajian
perspektif Isometri. (Rustam & Sediadi, 2006), (Engel, 2007), (S.
Merritt & T. Ricketts, 2000)

52
Gambar 4.1 : Panduan melengkapi notasi gambar Teknik konstrksi
tangga

53
A.2. Gambar Teknik Tangga Beton

Gambar potongan Gambar denah dan tampak

Gambar 4.2: Contoh gambar teknis tangga beton.


Sumber: (Unsyiah, 2021)

54
A.3. Gambar Teknik Tangga Kayu

Gambar potongan Gambar tampak

Gambar layout denah

Gambar 4.3: Contoh gambar teknis tangga kayu.


Sumber: (Building, 2021)

55
A.4. Gambar Teknis Tangga Besi/baja

Gambar tampak Gambar detail anak tangga

Gambar potongan dengan Auto-CAD

Gambar 4.4: Contoh gambar teknis tangga besi.


Sumber: (Belajar, 2021), (Kaulangora, 2021)

56
B. Latihan
1. Apakah semua gambar teknis konstruksi tangga harus dilengkapi
dengan potongan fondasi nya? Jelaskan dan berilah alasan dan
contoh gambarnya.
2. Bagaimana cara menyajikan gambar teknis untuk memperlihatkan
anak tangga ?

4.3 PENUTUP
A. Rangkuman
Didalam gambar teknis konstruksi tangga, diperlukan panduan
umum, agar gambar tersebut komunikatif dan dapat dijadikan panduan
dalam mewujudkan disainya/ pekerjaan konstruksi fisik lapangannya.
Didalam gambar tangga ada minimum 10 aspek informasi element/
demensi bagian tangga yang seyogyanya disampaikan di dalam gambar
teknis sebuah gambar “potongan’ tangga. Ke sepuluh notasi tersebut
adalah : a). info skala gambar keseluruhan (bisa angka atau skaa garis),
biasanya diletakan pada judul gambar “potongan”, b). info ketinggian
latai/peil atas dan bawah, c). Ukuran ketinggian lantai, d). Ukuran
ketinggian anak tangga, e). ukuran ketinggian, f). lebar tangga, g). Notasi
fondasi, h). ukuran/spesifikasi bahan railing, i). ketinggian/notasi bordes
dan j). informasi penomoran anak tangga.
Presentasi gambar teknis konstruksi tangga terdapat dua skala
yang digunakan, yaitu skala umum dan skala detail. Skala detail biasanya
digunakan untuk gambar detail, seperri gambar sambungan kayu, titik-titik
pengelasan tangga besi ataupun detail potongan penulangan pada anak
tangga. Produk gambar terdiri dari gambar 1) Gambar Denah (simak lay-
out tangga), 2) Gambar tampak, 3). Gambar Potongan (simak karateristik
konstruksi dan bahan tangga) dan 4). Gambar Detail
57
B. Tes Formatif
1. Sebutkan notasi apa saja yang harus tercantum dalam gambar
teknis potongan konstruksi tangga
2. Apa yang yang dimaksud dan beda skala 1:500 dan 1:10

C. Umpan Balik
Untuk menilai penguasaan materi mahasiswa dapat digunakan
rumus sebagai berikut :

𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥 2
Tingkat penguasaan = ( )%
100

D. Tindak Lanjut
Mahasiswa yang telah menguasai 80% materi bab ini dapat
melanjutkan ke bab berikutnya. Untuk mahasiswa yang penguasaan materi
bab ini kurang dari 80% diharapkan untuk mengulangi pembelajaran bab
ini terlebih dahulu.

E. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Notasi yang harus ditampilkan sebagai penjelas gambar teknis
adalah : a). info skala gambar keseluruhan (bisa angka atau skaa
garis), biasanya diletakan pada judul gambar “potongan”, b). info
ketinggian latai/peil atas dan bawah, c). Ukuran ketinggian lantai,
d). Ukuran ketinggian anak tangga, e). ukuran ketinggian, f). lebar
tangga, g). Notasi fondasi, h). ukuran/spesifikasi bahan railing, i).
ketinggian/notasi bordes dan j). informasi penomoran anak tangga.

58
2. Skala 1: 500, berarti ukuran 1 cm dalam gambar
mempresentasikan 500 cm/ 5 meter pada kondisi nyata. Sedangkan
1:10, berarti menjelaskan 1 cm dalam gambar mempresentasikan
10 cm. Semakin kecil info notasi, berate menujukan gambar
tersebut detail, atau dapat dikatakan ukuran dengan skla kecil
biasanya digunakan pada gambar detail konstruksi.

DAFTAR PUSTAKA
Belajar. (2021, Août 10). Retrieved from
http://belajarserbaneka.blogspot.com/2013/11/menggambar-
konstruksi-tangga.html,
Building. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.buildingengineeringstudy.com/2019/10/gambar-
konstruksi-tangga-kayu.html
Engel, A. (2007). Building stairs. ISBN 10: 156158892X, ISBN 13:
9781561588923 (242 p): Taunton.
Gousset, J.-P. (2013). Dessin Technique et Lecture de Plan. Paris Cedex:
Eyroles.
Kaulangora. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.kaulangora.com/2018/07/gambar-kerja-tangga-baja-
file-dwg.html)
Marhiyanto, B. (2007). Kamus Teknik Lengkap. Surabaya: Serba Jaya
Surabaya.
Ranck, L. (2009). Maisons ecologiques: Cas pratiques. ISBN
10:2212122284, ISBN 13:9782212122282 (135/144 p): -.
Rustam, H., & Sediadi, E. (2006). Komunikasi Grafis. Jakarta: PT.Bumi
Aksara.
S. Merritt, F., & T. Ricketts, J. (2000). Building Design and Construction
Handbook (6th Edition). ISBN 10: 007041999X, ISBN
13:9780070419995 (1600/1722 p): McGraw-Hill Professional.
Unsyiah (2021, Août 10). Retrieved from
http://webblogkkn.unsyiah.ac.id/seuneuokpeusangan11/?

59
SENARAI
Siteplan Produk grafis yang memuat konsep gambaran
atau peta rencana pembagian bangunan ataupun
kavling termasuk tata guna lahan dan
perencanaan jalan beserta fasilitas
penunjangnya dalam skala batas-batas luas
lahan tertentu. Didalamnya juga terdapat
informasi mengenai jalan, jalur listrik, air bersih
serta berbagai fasilitas umum lainnya.
Denah Sebuah produk grafis dalam ukuran minimalis
(kecil)-untuk itu perlu ada skala gambar, yang
menggambarkan suatu tataletak ruangan dalam
suatu bangunan. Gambar ini mempresentasikan
suatu pandangan yang diambil dengan tampak
atas. Batasan denah diambil dari potongan
setinggi 1.00 meter dari permukaan lantainya.
Tampak Atau sering disebut Facade, merupakan salah
satu gambar rencana dalam dunia konstruksi
yang memperlihatkan bagian muka bangunan
dari berbagai arah secara lengkap (biasanya ada
4 arah-disesuaikan orientasi matahari lebih
lazim dari pada disebutkan tampak depan,
tampak belakang, tampak samping kanan,
tampak samping kiri). Sedangkan fungsinya
yaitu untuk menunjukkan dimensi bangunan,
proporsi, gaya arsitektur, warna, material, dan
estetika
Potongan Suatu sajian gambar yang bermaksud
memperlihatkan bagian/detail gambar yang
tersembunyi atau menutupi bagian gambar
tersebut. Dan yang terpenting dalam gambar ini,
harus dilengkapi data (notasi) secara detail,
seperti ukuran lebar/Panjang hingga spesifikasi
bahan yang digunakan.
Perspektif Suatu gambar yang digunakan untuk
mengkomunikasikan objek berupa benda,
ruang, lingkungan yang terlihat oleh mata
manusia ke dalam bidang datar. Gambar
perspektif adalah gambar yang teknisnya
menggunakan titik hilang.
Freehand Produk gambar yang dibuat dengan tangan,
60
dengan tidak menggunakan tool/perangkat
bantu aplikasi digital
Digital Produk gambar yang dibuat bantuan
tool/perangkat digital
Sketch-Up Salah satu perangkat lunak 3D yang biasa
dipakai untuk merancang suatu bangunan.
AutoCAD software CAD untuk menggambar 2 dimensi
dan 3 dimensi yang dikembangkan oleh
Autodesk. AutoCAD digunakan oleh insinyur
sipil, land developers, arsitek, insinyur mesin,
desainer interior.
Full Colour Suatu presentasi gambar yang menggunakan
warna penuh, dimana produk lain dikenal
gamba Hitam-Putih (seperti hasil fotocopy).
Notasi sarana memperjelas makna gambar umumnya
mengacu pada informasi dalam spesifikasi
teknis (demensi bahan, jenis bahan dan bahkan
informasi upah)
Spesifikasi teknis adalah suatu uraian atau ketentuan-ketentuan
yang disusun secara lengkap, tertulis (yang
mencakup rincian teknis atau karakteristik yang
dimliki oleh sebuah barang/material/jasa dan
rincian persyaratan administrasi teknis yang
terintegrasi) dengan jelas mengenai suatu
barang/alat dan jasa
Skala garis Skala gariss adalah angka yang ditunjukkan
dengan garis lurus yang dibagi dalam beberapa
ruas, dan setiap ruas menunjukkan satuan
panjang yang sama
Skala angka perbandingan antara jarak/ukuran pada gambar
dengan jarak sebenarnya. Misalkan : Pada
gambar ditulis skala 1:100 artinya setiap 1 cm
pada gambar mewakili 100 cm pada jarak
sebenarnya atau setiap 1 cm mewakili 1 meter
pada jarak sebenarnya.
1:1000 Dibaca gambar berskala 1:1000, artinya setiap
1 cm pada gambar mewakili 1000 cm. Jadi
ukuran pada gambar 1 cm sebenarnya mewakili
ukuran 10 meter di lapangan. Hal ini
menunjukan bahwa gambar tersebut
berdemensi besar

61
1:20 Dibaca gambar berskala 1:20, artinya setiap 1
cm pada gambar mewakili 20 cm atau 0.2 meter
di lapangan. Skala seperti ini sering digunakan
untuk menjelaskan gambar detail.
Peil lantai adalah pengaturan ketinggian lantai bangunan
yang ditentukan berdasarkan lokasi bangunan.
Biasanya peil nol lantai bangunan diletakan
pada ruang utama atau sering digunakan pada
peil jalan lingkungannya, dengan tujuan untuk
status aliran air dari luar (akibat hujan)
mengalir/ meluap dan masuk ke dalam
bangunannya karena lantai terlalu rendah.
Gambar Isometri 1). Adalah gambar yang dibuat berdasarkan
kaidah-kaidah objektif berpenampilan seolah
3D.
2). Gambar yang mempunyai perbandingan
panjang ketiga sumbu nya, x, y, dan z adalah 1
:1:1
3). Gambar Proyeksi Isometri sebenarnya
sangat terbantu bila di gunakan Software
Sketch-up ataupun Auto-CAD.

62
BAB V
DILATASI 01: PENGERTIAN
UMUM DILATASI

BAB V
DILATASI 01: PENGERTIAN UMUM DILATASI

5.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Materi ini mendeskripsikan konstruksi dilatasi suatu
bangunan, yang dimulai dari pemahaman definisi dilatasi dan
beberapa prinsip perletakan dilatasi yang harus ada dari suatu
tatanan bentuk bangunannya.

B. Relevansi
Mendirikan bangunan, terutama di daerah rawan gempa
seperti di Indonesia, keberadaan dilatasi bisa menjadi suatu solusi
meminimalisir adanya musibah gempa, apalagi kini banyak kita
temui bangunan tinggi, besar dan komplek. Dilatasi bukan saja
diposiskan karena ketinggiannya berbeda ataupun karena adanya
bangunan induk dan penunjang, tapi deformasi gaya horizontal dan
vertikan akibat gempa bumi merupakan bencana yang tidak bisa
diprediksi. Apalagi kini suatu bangunan menghadirkan aat getar
(genset, pompa dan lain-lain), keberadaan alat berat inipula yang
menyebabkan timbulkan gerakan beban bangunan.

C. Kompetensi
C.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Pada akhir pemberian pokok bahasan pengertian umum
sebuah dilatasi, mahasiswa Teknik Arsitektur semester 3, akan
63
mampu memamahami arti dan fungsi hingga poisisi atau titk-titik
krusial untuk dibuatkan dilatasi.

C.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


Jika diberikan materi tentang pengertian umum sebuah
dilatasi mahasiswa Teknik Arsitektur semester 3, akan dapat
menjelaskan pengertian dilatasi beserta fungsi-fungsinya serta posisi
titik-titik strategis keberadaan dilatasi minimal 80% benar dan
mampu secara menentukan dengan benar perleakan dilatasi pada
tugas perancangan bangunan di studio matakuliah Perancangan
Arsitektur.

5.2 PENYAJIAN
A. Uraian
A.1. Definisi dan Fungsi Dilatasi
Berikut beberapa definisi dari suatu dilatasi bangunan :
 Dilatasi pada bangunan adalah sebuah konstruksi
sambungan atau pemisah suatu bangunan dengan sistem
struktur yang dibedakan yang dihadirkan dengan maksud
menghindari keretakan oleh gerakan suatu gaya, misal gaya
akibat gerakan akibat deformasi vertikal atau horizontal,
terutama akibat gempa bumi dan bahkan gerakan beban
dalam bangunan itu sendiri (misal penempatan mesin getar
dalam bangunan) (Marhiyanto, 2007).

64
 Dilatation ou contraction thermique = Mouvement causé
par la structure qui se dilate ou se contracte en fonction des
changements de température, ou qui se réduit à mesure
qu'elle se dessèche. 2. Tassement du bâtiment =Mouvement
causé par les charges permanentes et mobiles de la structure
sur les fondations de support.(dari kamus Bahasa perancis)

Gambar 5.1: Peta jalur gempa di Indonesia, seluruh bangunan


jangan meremehkan peran dilatasi (atas), akibat bangunan tanpa
dilatasi (bawah).
Sumber: (Karya, 2006), (Fissures, 2021)

 Dilatasi merupakan pemutusan struktur yang sengaja


dilakukan untuk bangunan yang panjang, biasanya panjang
bangunan yang lebih dari 30 meter

65
A.2. Prinsip dan Posisi Dilatasi
Dilatasi berfungsi menghindari terjadinya keretakan atau
putusnya sistem struktur bangunan apabila terjadi beban pada
bangunan, karena hal ini akan mengakibatkan benturan antar
bangunan tersebut. Dan benturan pada elemen struktur dapat
menyebabkan keruntuhan pada bangunan (S. Merritt & T. Ricketts,
2000), (Ranck, 2009). Makanya penyelesaian masalah tersebut
secara konvensional adalah dengan menggunakan dilatasi, dengan
cara membuat jarak antar bangunan sedemikian rupa (lihat gambar
5.3). Lebar dilatasi yang dapat mencegah benturan antar dua
bangunan telah diatur dalam peraturan gempa Indonesia dan
peraturan internasional (lihat gambar 5.1 & 5.2).

Gambar 5.2: Terdapat 5 (lima) penyebab terbentuknya gerakan


pada bangunan.
Sumber: (Perafi, 2021)

Menggabungkan dua struktur bangunan menjadi satu


kesatuan juga dapat menghindari masalah benturan. Alternatif
lainnya adalah menggunakan “material penyerap energi benturan”
sehingga benturan yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada
elemen struktur (Calvat, 2021).
66
Penempatan dilatasi berikutnya adalah pada pertemuan
antara bangunan yang rendah dengan bangunan yang tinggi, antar
bangunan induk dengan bangunan sayap dan bagian bangunan lain
yang mempunyai kelemahan geometris. (lihat gambar 5.3-b).

a b
Gambar 5.3: Prinsip penggunaan dilatasi (1).
Sumber: (Juwana, 2005)

Disamping itu, penggunaan dilatasi juga disarankan ada


bangunan yang sangat panjang, karena bangunan yang panjang
dikuatirkan tidak dapat menahan deformasi akibat penurunan
fondasi, gempa ataupun muai susut struktur bangunan. Akumulasi
gaya-gaya yang besar tersebut bila terjadi pada dimensi bangunan
yang panjang akan menyebabkan timbulnya retakan atau
keruntuhan structural. Oleh karenanya, suatu bangunan yang besar
perlu dibagi menjadi beberapa bangunan yang lebih kecil, dimana
tiap bangunan dapat bereaksi secara kompak dan kaku dalam
menghadapi pergerakan bangunan yang terjadi (Paillé, 2013),
(CNRS, 2005). Dimana sajakah perletakan dilatasin yang tepat dari
suatu komposisi asa bangunan? Secara prinsip pemakaian dilatasi
yang diterapkan pada suatu bangunan tunggal ataupun komplek
67
bangunan sebagai berikut: (lihat skematik gambar 5.3, 5.4 & 5.5)
a) Kesatuan Gedung yang terdiri dari beberapa bangunan yang
mempunyai ketinggian yang berbeda – beda, maka dilatasi
harus dipasangkan pada pertemuan antara bangunan (antara
yang rendah dengan yang tinggi).
b) Dilatasi yang dipasangkan antara bangunan induk/utama
dengan bangunan sayap/penunjang.
c) Bangunan yang memiliki kelemahan geometris.
d) Bangunan yang memiliki panjang >30m.
e) Bangunan yang berdiri diatas tanah yang kurang rata.
f) Bangunan yang ada didaerah gempa.
g) Bangunan yang mempunyai bentuk denah tidak sederhana
(L, T, Z, O, H, dan U).

68
Gambar 5.4: beberapa visualisasi konstruksi bangunan yang
membutuhkan dilatasi (atas) dan kerusakan pada bagian dilatasi
lantai (bawah).
Sumber: (Perafi, 2021)

69
Gambar 5.5: Prinsip penggunaan dilatasi (2).
Sumber: (Juwana, 2005), (S. Merritt & T. Ricketts, 2000)

70
B. Latihan
1. Sebutkan beberapa prinsip penggunaan dilatasi dan lengkapi
dengan sketsanya
2. Jelaskan apa yang dimaksud “material penyerap energi
benturan”?

5.3 PENUTUP
A. Rangkuman
Pengertian dilatasi, yaitu sebuah konstruksi sambungan atau
pemisah suatu bangunan dengan sistem struktur yang dibedakan
yang dihadirkan dengan maksud menghindari keretakan oleh
gerakan suatu gaya, misal gaya akibat gerakan akibat deformasi
vertikal atau horizontal, terutama akibat gempa bumi dan bahkan
gerakan beban dalam bangunan itu sendiri (misal penempatan mesin
getar dalam bangunan). Dan prinsip perlunya penggunaan dilatasi
terdapat 8 pertimbangan, diantaranya apakah bangunan tersebut
terdiri atas bangunan tinggi dan rendah? Apakah bangunan tersebut
terdiri dari bangunan utama dan pendukung? Apakah bangunan
tersebut Panjang melebihi 30 meter, apakah bangunan tersebut
berada di tanah tidak datar? Hingga apakah bangunan tersebut
memeiliki komposisi massa yang tidak sederhana (bentuk T, Z, O,
H, dan U).

B. Tes Formatif
1. Deskripsikan definisi dilatasi
2. Suatu bangunan ukuran 10 meter x 10 meter berlantai tinggi,
71
apakah perlu digunakan dilatasi ?

C. Umpan Balik
Untuk menilai penguasaan materi mahasiswa dapat
digunakan rumus sebagai berikut :

𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥 2
Tingkat penguasaan = ( 100
)%

D. Tindak Lanjut
Mahasiswa yang telah menguasai 80% materi bab ini dapat
melanjutkan ke bab berikutnya. Untuk mahasiswa yang penguasaan
materi bab ini kurang dari 80% diharapkan untuk mengulangi
pembelajaran bab ini terlebih dahulu.

E. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Definisi dilatasi bangunan adalah sebuah konstruksi
sambungan atau pemisah suatu bangunan dengan sistem
struktur yang dibedakan yang dihadirkan dengan maksud
menghindari keretakan oleh gerakan suatu gaya, misal gaya
akibat gerakan akibat deformasi vertikal atau horizontal,
terutama akibat gempa bumi dan bahkan gerakan beban
dalam bangunan itu sendiri (misal penempatan mesin getar
dalam bangunan).
2. Bangunan tinggi dengan ukuran lantai 10 meter x 10 meter,
secara structural tetap harus menggunakan dilatasi, walau

72
tidak masuk dalam krieria bangunan linier 9panjang kurang
dari 30 meter). Beberapa pertimbangan lainnya adalah kita
tidak ketahui kondisi tanahnya (rata atau tidak), dan
keberadaan bangunnya apakah berada di daerah jalur gempa?

DAFTAR PUSTAKA
Calvat, G. (2021). La Maison de A a Z. ISBN 10:2862273724, ISBN
13:9782862273723 (191/178): Edisi Alternatif,.
CNRS. (2005). DARI PERTAMA KONSTRUKSI FASILITAS
SAMPAI SENSITIFITAS TERBUKTI. Paris (187 p):
Laboratorium Mekanika dan Teknologi ENS Cacha .
fissures. (2021, Août 10). Retrieved from https://www.diagnostic-
fissures.fr/fissuration-effondrement-immeubles/
Juwana, J. S. (2005). Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta: Erlangga.
Karya, C. (2006). Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung
Tahan Gempa. Jakarta: Dirjen Cipta Karya-DPU.
Marhiyanto, B. (2007). Kamus Teknik Lengkap. Surabaya: Serba
Jaya Surabaya.
Paillé, J.-M. (2013). Calcul des structures en béton : Guide
d'application (Edisi:2e édition revue et corrigée). ISBN
10:2212137338, ISBN 13:9782212137330 (746 p): Eyrolles.
perafi. (2021, Aout 10). Retrieved from
https://www.instagram.com/perafi.id/
Ranck, L. (2009). Maisons ecologiques : Cas pratiques. ISBN
10:2212122284, ISBN 13:9782212122282 ( 135/144 p): -.
S. Merritt, F., & T. Ricketts, J. (2000). Building Design and
Construction Handbook ( 6th Edition). ISBN 10:
007041999X, ISBN 13:9780070419995 (1600/1722 p):
McGraw-Hill Professional.

73
SENARAI
Dilatasi sebuah konstruksi sambungan atau pemisah
suatu bangunan yang dihadirkan dengan
maksud menghindari keretakan oleh
Gerakan internal ataupun eksternal
bangunan (gempa bumi)
keruntuhan Keruntuhan dalam konteks dilatasi ini
adalah kerusakan akibat benturan dua
struktur yang saling berdekatan
Kelemahan Kelemahan ini biasanya terjadi/ditemukan
geometri pada dua konstruksi yang berbeda, baik
struktur bergeda ketinggian taupun berbeda bentuk
(bangunan utama dan penunjang), disinilah
titik kelemahan struktur, Bisa terjadi karena
akibat eksternal, yaitu bangunan yang erada
di tanah tidak datar
Denah tidak Secara prinsip, bangunan yang kokok atau
sederhana tahan gempa adalah bangunan yang
sederhana (kotak, bulat dan sejenisnya),
denah yang tidak sederhana adalah dalam
bentuk L,T,Z,O H atupun U, dimana di
sudut2 tertentunya harus digunakan dilatasi.

74
BAB VI
DILATASI 02:
RAGAM DILATASI

BAB VI
DILATASI 02: RAGAM DILATASI

6.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Materi ini mendeskripsikan 4 (empat) ragam bentuk dilatasi
yang digunakan pada suatu bangunan dengan dilengkapi gambar
teknis konstruksinya dan tampilan visual aplikasi dilapangan.

B. Relevansi
Setelah memahami prinsip terbentuknya atau diperlukannya
pemakaian dilatasi untuk suatu bangunan, maka tahapan berikutnya
diperkenalkan bentuk/ ragam dari dilatasi tersebut. Pertama, suatu
konstruksi bangunan dengan bentuk yang sama di lokasi yang
berbeda, sudah seharusnya perlu dikaji ulang konstruksinya terutama
aspek dilatasi ini. Karena salah satu pertimbangan dilatasi adalah
karakter tanah. Kedua, penambahan bangunan sangat
direkomendasikan selalu menggunakan dilatasi, apalagi bangunan
berada di daerah rawan gempa (Ranck, 2009).

C. Kompetensi
C.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Pada akhir pemberian pokok bahasan ragam yang dilengkapi
gambar konstruksi dilatasi, mahasiswa Teknik Arsitektur semester
3, akan mampu memahami alasan pemilihan bentuk dilatasi pada
suatu rancangan bangunan tunggal ataupun komplek bangunan
75
C.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Jika diberikan materi tentang ragam dan bentuk dilatasi,
mahasiswa Teknik arsitektur semester 3, akan dapat menjelaskan
alasan pilihan bentuk dilatasi dengan konsep penjelasannya dengan
minimal 80% benar.

6.2 PENYAJIAN
A. Uraian
 Dilatasi dengan dua kolom
Dapat dikatakan ada 2 (dua) perletakan dilatasi dua kolom
ini, (Juwana, 2005), (S. Merritt & T. Ricketts, 2000), (Paillé, 2013).
Pertama, pilihan dilatasi ini sangat umum atau sering kita jumpai
pada struktur bangunan bertingkat ataupun rendah terutama pada
konfigurasi masa bangunan yang memanjang/linier (Marhiyanto,
2007). Dalam modul jarak antar kolom bangunan yang panjang,
dengan adanya dilatasi jenis ini, maka akan terjadi perubahan
bentang suatu kolom, yaitu diarea penempatan dilatasi, dimana jarak
antar kolom akan menjadi lebih pendek. Dan beberapa alternatif
ritme modul antar kolom dapat dilihat pada gambar 6.1-a. Kedua,
pilihan dilatasi ini diaplikasaikan pada struktur bangunan dengan
konfigurasi masa bangunan yang tidak linier atau bersudut. Dari
pola penempatan kolomnya maka akan terjadi penumpukan kolom
pada titik tertentu (lihat gambar 6.1.b).

76
)
a b

Gambar 6.1: Beberapa alternatif ritme modul karena dilatasi kolom.


Sumber: (Juwana, 2005), (Perafi, 2021)

Gambar 6.2: Konstruksi penyelesaian rongga dilatasi antar dua


kolom.
Sumber: (Juwana, 2005), (Perafi, 2021)

77
 Dilatasi fondasi
Sebenarnya dilatasi fondasi ini sangat terkait dengan dilatasi
kolom. Artinya secara prinsip visual posisi kolom itu terpisah,
namun dalam pelaksanaannya, ada kalanya fondasi nya masih
menyatu. Atau sering disebut fondasi plat menerus. (gambar 6.3).

Gambar 6.3 : Konstruksi dilatasi fondasi


Sumber : (S. Merritt & T. Ricketts, 2000), (Calvat, 2021), (CNRS, 2005)

 Dilatasi dengan balok kantilever.


Sebagaimana kita ketahui, konstruksi suatu kantilever
78
bisanya dipakai ukuran maksimal 1/3 bentang balok induk, maka
bilamana dua kolom yang berhadapan menggunakan pilihan dilatasi
ini, modul antar kolom hanya didapat 2/3 bentang (lihat gambar 6.4).
Penyelesaian rongga antar lantai dapat dilakukan seperti cara diatas.

Dilatasi kantilever Dilatasi balok gerber

Gambar 6.4: Konstruksi dilatasi kantilaver dan balok Gerber.


Sumber: (Juwana, 2005)

 Dilatasi dengan balok Gerber


Salah satu kekurangan penggunaan dilatasi dua kolom
ataupu penggunaan dilatasi kantilever, sejauh ini akan didapat
jarak/modul antar kolom menjadi lebih kecil. Untuk mendapatkan
kembali jarak antar kolom yang sama dengan pola pola modul
lainnya, maka salah satu solusinya digunakan balok gerber (lihat
gambar 6.4). Namun pilihan dilatasi ini jarang digunakan, karena
dikuatirkan perletakan balok ini akan lepas dan jatuh jika edanya
Gerakan/deformasi arah horizontal atau vertical, apalagi akibat
gempa. Artinya pilihan penggunaan dilatasi balok gerber sangat
tidak direkomendasikan pada bangunan yang didirikan di daerah

79
rawan gempa.
 Dilatasi dengan konsol
Dengan pilihan dilatasi ini, yaitu dilatasi konsol, maka
permasalahan untuk mendapatkan jarak antar kolom bisa teratasi,
daripada kita gunakan cara dilatasi balok gerber. Namun, masih ada
beberapa ‘kendala kecil’ dari penggunaan dilatasi ini, yaitu tinggi
langit-langit di daerah dilatasi akan menjadi lebih rendah dibanding
menjadi lebih rendah disbanding langit-langit ruangan lainnya (lihat
gambar 6.5). Disinilah peran disainer interior ataupun asitek interior
dalam mengolah disain plafond dan jaringan utilitasnya.

Gambar 6.5: Konstruksi dilatasi balok konsol.


Sumber: (Juwana, 2005), (Hanggoro, 2021)

B. Latihan
1. Bagaimana bentuk dilatasi pada bangunan berpola L ?
2. Jelaskan apa perbedaan dilatasi Konsol dan Kantilever

80
6.3 PENUTUP
A. Rangkuman
Ada 4 bentuk dilatasi untuk bangunan, yaitu: Pertama,
dilatasi dua kolom. Pemakaian dilatasi ini sangat umum atau sering
kita jumpai pada struktur bangunan bertingkat ataupun rendah
terutama pada konfigurasi masa bangunan yang memanjang/linier,
namun aplikasi untu bangunan pada konsfigurasi tidak linier
(bersudut), maka konsekuensinya akan terjadi penumpukan kolom
pada bagian sudut bangunan. Kedua, dilatasi Fondasi, Sebenarnya
dilatasi fondasi ini sangat terkait dengan dilatasi kolom. Artinya
secara prinsip visual posisi kolom itu terpisah, namun dalam
pelaksanaannya, ada kalanya fondasi nya masih menyatu. Ketiga,
dilatasi dengan balk Kantilever. Terkendala persyaratan panjang
kantilever (maksimal 1/3 bentang balok induk), maka dilatasi ini –
pada dua kolom yang berhadapan, maka modul antar kolom hanya
didapat 2/3 bentang. Keempat, dilatasi dengan balok Gerber.
Dilatasi ini, secara prinsip menumpangkan balok pada dilatasi
kantilever, agar didapat modul jarak antar kolom yang sama, namun
pilihan dilatasi ini jarang digunakan, karena dikuatirkan perletakan
balok ini akan musah lepas dan jatuh jika ada gerakan/deformasi
arah horizontal atau vertical (misal akibat gempa). Kelima, dilatasi
dengan konsol. Secara prinsip, pada bagian atas dibentuklah konsol
untuk menopang struktur lantai/balok. Hal ini lebih jauh lebih aman
dari pada penggunaan dilatasi balok Gerber. Hanya saja akan terjadi
penurunan bidang langit-langit, karena keberadaan/ ketebalan
konsol.
81
B. Tes Formatif
1. Jelaskan apa yang dimaksud dilatasi balok Gerber
2. Sebutkan tiga alas an penggunaan diatasi kolom

C. Umpan Balik
Untuk menilai penguasaan materi mahasiswa dapat
digunakan rumus sebagai berikut :
𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥 2
Tingkat penguasaan = ( )%
100

D. Tindak Lanjut
Mahasiswa yang telah menguasai 80% materi bab ini dapat
melanjutkan ke bab berikutnya. Untuk mahasiswa yang penguasaan
materi bab ini kurang dari 80% diharapkan untuk mengulangi
pembelajaran bab ini terlebih dahulu.

E. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Dilatasi balok Gerber pada prinsipnya untuk mendapatkan
jarak/modul antar kolom menjadi sama, dari akibat
pemakaian dilatasi kolom ataupun dilatasi kantilever. Bentuk
dilatasi gerber adalah mengisi sisa ruang antara kemampuan
structural dilatasi kantilever sebesar 1/3 lebar balok, dengan
cara mendudukan bidang lantai diatasnya. Namun pilihan
dilatasi ini jarang digunakan, karena dikuatirkan perletakan
balok ini akan lepas dan jatuh jika adanya deformasi arah

82
horizontal atau vertical, apalagi akibat gempa. Artinya
pilihan penggunaan dilatasi balok Gerber sangat tidak
direkomendasikan pada bangunan di daerah gempa seperti di
Indonesia.
2. 3 (tiga) alasan pemilihan dilatasi kolom adalah 1). Digunakan
pada bangunan linier yang memilki panjang lebih dari 30
meter. 2). Digunakan pada bangunan panjang yang terletak
pada tanah yang memeiliki karakteristik berbeda (sebagian
tanah mudah gerak ataupun Sebagian tanah merupakan hasil
urugan), 3). Digunakan pada bangunan yang memilki beda
ketinggian yang ekstrim

DAFTAR PUSTAKA

Calvat, G. (2021). La Maison de A a Z. ISBN 10:2862273724, ISBN


13:9782862273723 (191/178): Edisi Alternatif,.
CNRS. (2005). DARI PERTAMA KONSTRUKSI FASILITAS
SAMPAI SENSITIFITAS TERBUKTI. Paris (187 p):
Laboratorium Mekanika dan Teknologi ENS Cacha .
Hanggoro. (2021, Août 10). Retrieved from
https://hanggoroblog.wordpress.com
Juwana, J. S. (2005). Sistem Bangunan Tinggi. Jakarta: Erlangga.
Marhiyanto, B. (2007). Kamus Teknik Lengkap. Surabaya: Serba
Jaya Surabaya.
Paillé, J.-M. (2013). Calcul des structures en béton : Guide
d'application (Edisi:2e édition revue et corrigée). ISBN
10:2212137338, (746 p): Eyrolles.
Perafi. (2021, Aout 10). Retrieved from
https://www.instagram.com/perafi.id/
Ranck, L. (2009). Maisons ecologiques : Cas pratiques. ISBN
10:2212122284, ISBN 13:9782212122282 ( 135/144 p): -.
S. Merritt, F., & T. Ricketts, J. (2000). Building Design and
83
Construction Handbook ( 6th Edition). ISBN 10:
007041999X, ISBN 13:9780070419995 (1600/1722 p):
McGraw-Hill Professional.

SENARAI
Konfigurasi Susunan masa bangunan, baik berupa
massa bangunan tunggal ataupun komplek
bangunan bangunan, yang pada akhirnya memilki
pola tertentu, misalnya bentu L, T, X, O, U
dan lain-lain
Ritme modul Jarak antar kolom pada suatu sisi bangunan,
kolom yang teratur ataupun tidak teratur. Dalam
tampilan menciptakan pola/ritme, misalnya
jarak 4-4-4-3-4-4-4 atau 3-4-3-4-3-4
Bangunan linier Bangunan yang memanjang bisa mencapai
60 meter, dalam hal ini pola modulnya bisa
4 meter x 15 kolom
Penumpukan Posisi suatu titik penggunaan dilatasi kolom
kolom dari suatu bangunan, biasanya ditemukan
pada bangunan dengan konfigurasi L
Kantilever Suatu konstruksi lepas dari perpanjangan
balok yang memilki demensi maksimal 1/3
panjang balok utama
Balok Gerber Balok/ bidang lantai yang lepas/ tidak
structural dengan konstruksi lainnya, yang
posisinya “ditumpangkan” pada balok
lantai struktur lainnya (biasanya antara
dalok kantilever), yang fungsinya ‘sekedar’
mendapatkan demensi mudul yang
diharapkan.
Konsol Bagian dari konstruksi balok dibagian atas,
yang fungsinya sebagai penumpu (seperti
sepatu) bagi konstruksi lainny, biasanya
lantai)
Daerah rawan Kondisi dimana daerah tersebut sering
Gempa mengalami gerakan tanah, baik secara
horizontal/vertical bahkan bergeser (seperti
ragam gempa)
84
BAB VII
BASEMENT 01: PENGERTIAN
UMUM BASEMENT

BAB VII
BASEMENT 01: PENGERTIAN UMUM BASEMENT

7.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Materi ini mendeskripsikan pemahaman basement, diawali
dari sejarah perkembangan dari dulu hingga sekarang. Khusus
keberadaan basement untuk hunian perumahan yang ditimbulkan
adanya permasalahan optimalisasi lahan dan pertimbangan-
pertimbangan pengadaan konstruksi basement dalam suatu
bangunan.

B. Relevansi
Keberadaan atau posisi basement yang biasanya berada full
di dalam tanah, dengan perkembangan konstruksi dan pertimbangan
lokasi didapat model semi basement dan sunken level. Sehingga
permasalahan klasik akan kelembaban dan minimnya penerangan
alami dapat diatasi. Keberadaan basement kini bukan lagi sebagai
ruang sekunder/ penempatan area service, namun kini telah
berkembang sebagai ruangan yang dibutuhkan sebagaimana
ruangan-ruangan lainnya, yang dibangun kearah bawah bangunan.

C. Kompetensi
C.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Pada akhir pemberian pokok bahasan pengertian umum
basement, mahasiswa Teknik Arsitektur semester 3, akan mampu
85
memamahami arti, manfaat hingga dan pertimbangan konstruksi
sebuah basement.

C.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


Jika diberikan materi tentang pengertian umum konstruksi
basement, mahasiswa Teknik arsitektur semester 3, akan dapat
menjelaskan pengertian basement serta pertimbangan pengadaan
konstruksi basement dalam suatu bangunan dengan minimal 80%
benar dan mampu secara kreatif menemukan aplikasi disainnya/
tampilan visual yang ada di lapangan.

7.2 PENYAJIAN
A. Uraian
A.1. Pengertian Umum Basement
Basement, bilamana kita mencermati dalam kamus Bahasa
Indonesia maka akan ditemukan sepadan kata “Rubanah”, yang
memiliki pemahaman ruangan di bawah permukaan tanah dari
bagian bangunan yang berada diatasnya (Marhiyanto, 2007).
Rubanah biasanya diperuntukkan untuk tempat parkir, seperti
banyak di gedung-gedung mall dan perkantoran, dan kini para
arsitekpun mulai menempatkan basemen ini dalam rancangan
sebuah rumah tinggal. Di Amerika, area ini dipersiapkan untuk
tempat persembunyian dari badai tornado, di Perancis area ini
dipergunakan sebagai gudang untuk penyimpan anggur.

86
Dalam sejarah perkembangan hunian, basement atau
bangunan bawah tanah memang dibuat didalam tanah dan tanpa
(belum) ada bangunan diatasnya. Konstruksinya sangat sederhana,
yaitu dinding-dindingnya berfungsi sebagai penahan tanah
(Retaining Wall) untuk mencegah kelongsoran. Secara prinsip
bangunan bawah tanah ini dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 7.1: Prinsip konstruksi ruang bawah tanah yang didukung


oleh retaining wall.
Sumber: (Roy, 1994)

87
Akhirnya pada perkembangannya, ruangan bawah tanah tersebut
menjadi bagian dari bangunan diatasnya, dimana pada awalnya banyak
difungsinkan untuk tempat tungku perapian (furnace), penempatan alat
pemanas air (water heater) dan penempatan sistem distribusi utilitas
(kabel-kabel telepon, ruangan genset dan lain-lain). (lihat gambar 7.2 &
7.3)
Phenomena disain bangunan sekarang ini, khususnya untuk
daerah perkotaan, kehadiran basemen sudah merasa dibutuhkan, karena
sebagai salah satu solusi optimalisasi lahan, karena harga lahan untuk
pemukiman yang semakin padat dan mahal. Selain ini dari studinya Yong
dkk..yang mengamati keberadaan basement terkait gerakan gempa bumi,
bahwa penggunaan basemet dengan struktur yang benar, akan
meminimalisir kerusakan besar pada bagian atas bangunannya.
(YongJeong, HK. Kang, KeunYoon, & Klemencic, 2020).
Sisi lain phenomena skala besar adalah bilamana keterbatasan
tanah kota sudah jenuh, maka solusi membangun kota kearah bawahpun
menjadi inovasi yang perlu dikaji berkelanjutan. Karena penggunaan
ruang bawah tanah dapat membantu kota memenuhi untuk penggunaan
komersial dan perumahan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan
air, hingga bahkan konservasi warisan, dan menyoroti bagaimana
penggunaan bawah tanah dapat membawa solusi yang lebih optimal untuk
pembangunan perkotaan. (Broere, 2016), (Shan, Hwang, & Wong, 2017).
Kenapa tidak dimuali dengan pembangunan perumahan dibawah tanah?
(Nezhnikova, 2016) (lihat gambar 7.5)

88
a b c

Gambar 7.2: Beragam fungsi ruang bawah tanah: a) Area parkir, b)


Ruangan persembunyian dan Gudang Anggur.
Sumber: (Pinterest, 2021), (Pinhome, 2021), (Willow, 2021)

a b c

Gambar 7.3: Beragam fungsi lain dari ruang bawah tanah: a)


Tungku, b) Alat pemanas, c) Jaringan utilitas.
Sumber: (Tungku, 2021), (Jptun, 2021), (Freeholder, 2021)

Dalam ilmu geologipun dikenal istilah Rubanah. Dalam


Kamus Bahasa diterjemahkan sebagai Batuan Dasar. Atau dapat
diartikan sebagai sesuatu yang berposisi di bawah tanah (Rubanah,
2021). Kini Rubanah dalam bahasa teknis ilmu Arsitektur, lebih
dikenal dengan istilah Basement. Ilustrasi keberadaan basement dari
suatu bangunan dapat dilihat pada gambar 7.1 & 7.4.
Sedangkan pemahaman basement menurut Harvey &
Norman Architects adalah lantai yang tingkat lantainya lebih dari 2
89
meter di bawah permukaan tanah. Sebuah semi-basement adalah di
mana tingkat lantai basement setidaknya 1 meter di bawah
permukaan tanah yang bersebelahan. Tempat tinggal di lokasi
miring di mana satu sisi tingkat lantai terendah berhubungan sama
dengan tanah di sisi bangunan itu juga dianggap sebagai ruang
bawah tanah karena memiliki banyak karakteristik fisik yang sama
dengan jenis ruang bawah tanah lainnya (Harney, 2021)

a b

Gambar 7.4: Pemahaman basement dalam suatu banguan.


Sumber: (Harney, 2021), (Prefab, 2021)

Gambar 7.5: Ilustrasi kota bawah tanah, kenapa tidak dimulai


sekarang?.
Sumber: (Souterrain, 2021), (Unebelle, 2021)

90
A.2. Pertimbangan Eksternal dan Internal (Cory, 2018),
(Ranck, 2009)
Hampir 90% lahan sutau rumah didalam area perkotaan
sudah jarang ditemukan adanya lahan/halaman yang lebar.
Sementara kebutuhan ruang untuk menampung aktifitas
penghuninya signifikan dengan perkembangan jumlah keluarga,
atau berbanding terbalik dengan ruangan yang bisa disediakan.
Maka, salah satu langkah solusi cerdas dari seorang arsitek dalam
mendisain rumah tinggal adalah dalam menambah volume ruangan,
baik secara vertilal ke atas maupun ke bawah. Image keberadaan
basement tidak semata milik bangunan tinggi perkantoran, mall atau
bangunan public lainnya. kini keberadaan basement sudah banyak
ditemukan pada disain rumah tinggal.
Fungsi basement pun dalam rumah tinggal bukan sekedar
area ruangan sekunder (Garasi, Gudang, Ruang cuci, Toilet atau
Ruang service lainnya), yaitu sekulpulan ruangan yang
disembunyikan, karena tidak sedap dipandang mata. Ada 2 (dua)
kelompok pertimbangan dalam menghadirkan ruangan basement:
 Pertama, aspek Ekstenal/ lingkungan luar bangunan, yaitu
kepengaruhan dari peraturan sebuah bangunan. Garis
sepadan bangunan mengatur batasan-batasan demensi lahan
yang tidak boleh dilanggar, seperti Garis Sepadan Jalan,
Bangunan Tetangga. Bahkan kepengaruhan ketinggian
muka air tanah, jenis tanah dan kemungkinan kontaminasi
air tanah.

91
 Kedua aspek Internal, terdiri dari drainase alami dalam
basemen, pilihan material dinding basement dan pelapis
dinding basement, kekuatan dan ketahahan basement
(ketebalan dinding), pertimbangan posisi basement (semi
basement ataupun sunken level).
1. Perhatikan Aturan Garis Sempadan
Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis batas
minimal yang membatasi bangunan dan batas lahan terhadap lahan
lain seperti jalan, jaringan tegangan tinggi, rel kereta api, taman
umum, tepi pantai, tepi sungai, dan bangunan tetangga. Jarak antara
sebuah bangunan dengan area lainnya juga ditentukan menurut GSB
yang diatur oleh Peraturan Daerah setempat. Jadi, saat ingin
membangun rumah yang didalamnya ada basemen, sebaiknya
diperhatikan cermati dengan baik dan teliti aturan terkait, karena
segala pelanggaran terhadap Peraturan Pembangunan pasti memiliki
sanksi hukum.
Peraturan terkait dengan keberadaan basement, kita
mengenal istilah Koefisien Tapak Basement (KTB). KTB adalah
“angka persentase perbandingan antara luas tapak basement dan luas
lahan suatu bangunan”. Namun sejauh ini, kelihatannya peraturan
antar daerah masih berbeda atau bahkan belum memilikinya. Pada
penjelasan dari suatu peraturan hanyalah menjelaskan sebagai
berikut : “persyaratan jumlah lantai/lapis bangunan di bawah
permukaan tanah dan koefisien tapak basement (KTB) yang
diizinkan, apabila membangun di bawah permukaan tanah”. Hal ini
bisa menimbulkan multi tafsir seperti pemahaman sebagai berikut:
92
“ Posisi Garis Sempadan Basement lebih maju dibandingkan Garis
Sempadan Bangunan (GSB) dan bisa mendekati Garis Sempadan
Pagar (lihat gambar 7.6.a).
Perbedaan sudut pandang dalam menterjemahkan suatu
peraturan ini biasanya berdampak pada pelanggaran yang tidak
disadari kesalahannya. Dalam hal ini, sebaiknya kita para arsitek
sebaiknya bersikap bijak dalam mensikapi sesuatu yang mungkin
belum ada peraturan tertulisnya/penjelasan suatu peraturan. Posisi
yang mengarahkan keberadaan basement hingga batas pagar,
sebenarnya hal ini dapat dikatakan “tidak dibenarkan’. Karena,
pemahaman Area Sepadan Bangunan itu, secara konsep adalah area
milik public/pemerintah, dimana sewaktu-waktu area itu akan di
manfaatkan Pemerintah setempat untuk kepentingan fasilitas public
yang lainnya, seperti jaringan utilitas bawah tanah,

a b

Gambar 7.6 : Mana penempatan basement yang tidak melanggar


GSB di Indonesia?.
Sumber: (Design, 2021), (Pinterest, 2021)

93
2. Memperhatikan Kondisi di Sekitar Area Terbangun
Bilamana keberadaan bangunan tidak berhimpit dengan
dinding tetangga, maka posisi dan konstruksi pembangunan
basement akan lebih mudah dibanding kondisi sebaliknya. Pada
kondisi kedua, dimana bagian basement pada akhirnya akan
menempel pada salah satu bagian dinding tetangga, maka kita dapat
menggunakan konstruksi dinding basement ataupun sheet pile
(sheet pile wall). Sheet Pile adalah sebuah struktur yang didesain
dan dibangun untuk menahan tekanan lateral (horizontal) tanah.
Konstruksi Sheet Pile disusun menyerupai bentuk dinding yang
terdiri dari beberapa lembaran turap yang dipancangkan ke dalam
tanah, untuk menahan timbunan tanah atau tanah yang memang
berlereng. Sheet Pile ini umumnya terbuat dari baja atau beton
sebagaimana fungsi sebuah retaining wall. Perbedaan umum Sheet
Pile dengan Turap/Talud terletak pada bahan serta analisis stabilitas
konstruksinya (Taunton, 2018), (Stoll, 2003). Turap memiliki
dimensi yang relatif tipis sehingga dapat lebih menghemat lahan.
Meski demikian, pengecekan keamanan stabilitas juga harus lebih
ditekankan karena keamanan struktur merupakan hal yang harus
diprioritaskan. Secara detail pemahaman turap/talud dapat disimak
pada bagian selanjutnya.

94
a b

Gambar 7.7 : Perletakan dan konstruksi Sheet Pile.


Sumber: (Design, 2021), (Bangun, 2021),

3. Ketinggian muka air tanah dan dan saluran pembuangan.


Pertimbangan ketiga dalam menentukan konstruksi
basement adalah kondisi muka air tanah dan perlakuan drainase
alami. Karena kondisi muka air tanah pada tiap daerah dan pada
setiap bidang lahan yang hendak didirikan bangunan pasti memiliki
kondisi yang berbeda. Jika suatu lahan didapatkan muka air tanah
yang cukup tinggi, maka perlakuan drainase alami menjadi solusi
yang tepat. Langkah awal pekerjaan konstruksi basement ini adalah
melakukan ‘pengurasan’ air ke luar area kerja dengan bantuan
pompa. Dan kemudian dilakukan blocking area kerja di sekitarnya
dengan plastik atau terpal. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
gangguan genangan air pada saat proses pengerjaan pengecoran dan
perakitan tulangan. Pembuatan parit di sekitar area pembangunan
basement untuk mengalirkan air di sekitar lokasi kemudian
memompanya ke luar area kerja. Dengan demikian, maka kondisi
area kerja sementara akan kering dan segeralah dilakulan pekerjaan

95
konstruksi basementnya. Sementara untuk mengantisipasi adanya
rembesan air dinding mutlak diberi lapisan waterproofing (lihat
gambar 7.8).

Gambar 7.8 : Prinsip pembuatan drainase alami pada basement.


Sumber: (Absolute, 2021), (Osmomarina, 2021)

4. Karakteristik tanah
Karakteristis jenis tanah sangat mempengaruhi keberadaan
muka airnya.
 Tanah merah (laterit) adalah tanah yang mempunyai warna
coklat kemerah-merahan. Tanah ini biasanya terbentuk di
lingkungan yang dingin, lembab, dan tergenangi air.
Karakteristik tanah ini yaitu gampang menyerap air,
memiliki profil tanah yang dalam, mengandung bahan
organik yang sedang, mempunyai pH netral sampai asam,
serta memiliki kandungan alumunium dan zat besi. Tanah
merah memiliki tekstur yang cukup padat dan kokoh. Tanah
jenis ini banyak ditemukan di daerah pantai hingga
pegunungan yang tinggi, serta menyebar di sebagian besar
96
lahan di Indonesia.
 Tanah padas adalah tanah yang memiliki tingkat kepadatan
yang sangat tinggi. Strukturnya terdiri dari lapukan batuan
induk dengan kandungan organik tanah yang rendah bahkan
hampir tidak ada tanah padas mempunyai karakteristik
teksturnya sangat kokoh tetapi sulit menyerap air. Karakter
tanah inilah yang ‘mempermudah’ pembuatan basement atau
peruntukan fondasi. Tanah jenis ini bisa ditemukan di
hampir seluruh daerah di Indonesia.
 Tanah liat atau tanah semi padas, adalah tanah yang
terbentuk dari perpaduan antara batuan kapur dan pasir.
Faktor utama yang mempengaruhi pembentukan tanah ini
yaitu hujan yang terjadi secara tidak merata sepanjang tahun.
Bisa dibilang tanah semi padas ibarat campuran tanah merah
dan tanah padas sehingga sifat dan karakteristiknya pun
seperti gabungan dari keduanya. Tanah semi padas
umumnya banyak ditemukan di dataran rendah dan lereng
pegunungan.

Gambar 7.9: Keruntuhan dinding basement terkait karakteristik


jenis tanah dan tinggi muka air tanah.
97
Sumber: (Nano, 2021)
Disain dinding basement harus mempertimbangkan karakter
jenis tanah dan tinggi muka air yang berada diluar dinding basement
(Renaud & F, 2003). Kesalahan ini akan berakibat pada
Overturning, Sliding dan Undermining (lihat gambar 7.9).

Gambar 7.10: Contoh metode disain pasif basement


mempertimbangkan karakteristik tanah.
Sumber: (Concept, 2021)

5. Konstruksi Dinding Basement


Secara prinsip dinding basement harus dirancang dan
dibangun secara kokoh dan kuat. Karena konsep keberadaan
basement seperti suatu keberadaan suatu fondasi bangunan
diatasnya. Dinding basement harus mampu menahan beban tekanan
tanah dan air. Untuk itu kita akan mengenal istilah retaining wall
(Shevelev, Seleznev, & Umanskii, 1981). Untuk bangunan kecil,

98
pada umumnya ketebalan dinding beton basement berkisar antara 15
cm – 17,5 cm. Ketebalan dinding ini dipegaruhi oleh kedalaman
lantai basement dan fungsi/beban dari bangunannya. Sedangkan
dinding basement sebaiknya dilapisi waterproofing, terutama untuk
daerah yang memilki air tanah tinggi.

a b

Gambar 7.11: Dinding basement dari konstruksi beton dan dinding


bata.
Sumber: (Youtube, 2021), (Persoweb, 2021)

6. Material dan pilihan perabot interior


Mengapa pilihan material basement perlu diulas, karena
masalah utama yang sering muncul dalam area basement adalah
kelembaban dan minimnya paparan sinar matahari luar yang masuk
dalam ruangan ini. Dinding basement yang cenderung lembab dan
basah mengakibatkan kerusakan/penanganan element material
interior ruangan (Decker, 2009), (Black&Decker, 2013), (Hwang,
Krishnankutty, Shan, & Ni Wong, 2019)

99
 Pilihan cat untuk dinding yang cenderung basah, yaitu
gunakanan cat yang bersifat waterproof untuk melapisi
dindingnya.
 Hindari pemakaian lapisan dinding yang mudah rusak
karena factor air yeng berlebihan (wallpaper)
 Hindari penutup lantai sejenis karpet, karena bahan ini akan
mudah menimbulkan bau tidak sedap/berjamur.
 Minimalisir penggunaan perabut berbagan kayu, apalagi
parkit board yang tidak tahan aspek kelembaban, maka
pemakaiaan element plastik lebih diutamakan.
 Penerangan buatan hendaknya cukup, agar dapat
meminimalisir kelembaban ruangaan dalam basement.
7. Penciptaan sirkulasi udara dan pencahayaan alami
Dalam usaha mengatasi permasalahan point 6 diatas, berikut
beberapa solusi disain dalam menciptakan sirkulasi udara atau
pencahayanaan dapat dilakukan dengan dua model :
 Pertama, Model SEMI BASEMENT, dimana
bentuk/perletakan basement dibangun tidak semuanya
berada di bawah tanah, artinya masih ada sebagian
ketinggian basement yang berada di atas tanah. Bagian
inilah yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk ventilasi
maupun pencahayaan alami.

100
a

Gambar 7.12: Prinsip konstruksi model semi basement.


Sumber: (Houzz, 2021), (Apchq, 2021)

 Kedua, model SUNKEN LEVEL. Secara harifiah, pengertian


sunken adalah tempat cekung. Jadi model basement jenis ini
berarti penempatannya di ruang yang cekung. Model ini
memiliki salah satu sisi dindingnya terbuka ke arah luar.
Posisi seperti ini, biasanya ditemukan pada solusi disain
untuk bangunan yang berada di lereng. Sisi dinding yang
menghadap ke luar tersebut inilah ditempatkan bukaan
dinding untuk mendapatkan sirkulasi udara alami.
Kentungan lain dari aplikasi ini akan meminimalisir
penggunaan alat mekanis (pompa) dalam usaha
mengankat/membuang air ke luar lokasi.

101
a b

Gambar 7.13 : Prinsip konstruksi model sunken level.


Sumber: (archilovers, 2021), (forum, 2021), (Harney, 2021)

8. Demensi jalur evakuasi


Permasalahan gempa juga perlu mendapat pertimbangan
dalam disain basement. Beberapa studi terkait telah dibahas di
perkembangan dekade ini, diantaranya porsi jalur evakuasi dari
musibah gempa, karena bagaimanapun penghuni didalamnya
harusnya mendapatkan akses untuk keluar bangunan. Menurut studi
simulasi yang dilakukan oleh Ruihang Xie dkk, bahwa masalah
evakuasi dari ruang bawah tanah membatasi pengembangan ruang
bawah tanah dalam skala besar. Pendekatan peraturan nya terkait
evakuasi dari ruang bawah tanah ini menyarankan peningkatan

102
dimensi dan jumlah jalur evakuasi dan pintu keluar dalam rencana
desain arsitektur. Hasil studinya merekomendasi desain keamanan
cerdas untuk tangga kebakaran akan meningkatkan keamanan di
ruang bawah tanah dan mempromosikan pengembangan ruang
bawah tanah yang berkelanjutan. (Xie, Pan, Zhou, & Ye less, 2020)

B. Latihan
1. Berilah solusi disain agar ruangan basement tidak lembab
2. Jelaskan apa yang dimaksud Sheet Pile.

7.3 PENUTUP
A. Rangkuman
Basement mengandung pengertian ruangan dibawah tanah.
Pada perkembangan keberadaan basement, biasanya digunakan
untuk fungsi parkir, Gudang, penempatan tungku perapian,
penempatan alat pemanas hingga penempatan system distribusi
utilitas bangunan. Penempatan ruangan bawah tanah ini, saat itu
difungsikan sebagai area ruangan sekunder, yaitu sekumpulan
ruangan yang disembunyikan/ tidak sedap dipandang mata.
Ada 2 (dua) kelompok pertimbangan dalam menghadirkan
sebuah ruangan basement, yaitu : aspek ekstenal, pertimbangan
peraturan-peraturan Pemerintah Daerah terkait Basement (bila Ada),
pertimbangan ketinggian muka air tanah, jenis tanah dan
kemungkinan kontaminasi air tanah. Sedangkan aspek Internal,
berupa pertimbangan pemanfaatan drainase alami, pilihan material
dinding dan pelapis dinding ketebalan dinding hingga pada
103
pertimbangan posisi basement (semi basement ataupun suken level).

B. Tes Formatif
1. Apa fungsi dan manfaat penggunaan basement suken level ?
2. Apa yang dimaksud KTB?

C. Umpan Balik
Untuk menilai penguasaan materi mahasiswa dapat
digunakan rumus sebagai berikut :

𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥 2
Tingkat penguasaan = ( 100
)%

D. Tindak Lanjut
Mahasiswa yang telah menguasai 80% materi bab ini dapat
melanjutkan ke bab berikutnya. Untuk mahasiswa yang penguasaan materi
bab ini kurang dari 80% diharapkan untuk mengulangi pembelajaran bab
ini terlebih dahulu.

E. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Fungsi dan manfaat dari model basement suken level adalah akan
didapatkan pemecahan solusi permasalahan klasik sebuah
basement, yaitu keembaban dan kurangnya penerangan alami dari
luar. Karena konstruksinya memilki salah satu bagian dindingnya
yang kontak/terbuka kea rah luar. Manfaat lain dari keberadaan
penggunaan model basement ini adalah penghematan energi listrik
pompa dan pemakaian alat elektronik untuk penerangan.

104
2. KTB singkatan dari Koefisien Tapak Basement (KTB). KTB
adalah “angka persentase perbandingan antara luas tapak basement
dan luas lahan suatu bangunan”. Sejauh ini, pengadaan dari
keberadaan konstruksi basement diatur didalamnya. Dan
keberadaan peraturan ini tergantung dari Peraturan Daerah
masing-masing. Dan sejauh ini belum semua kota memilki aturan
ini.

105
DAFTAR PUSTAKA
Absolute. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.absolutedp.com/markham-basement-flooding-
protection-rebate-program
Apchq. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.apchq.com/documentation/technique/c-est-arrive-a-
un-entrepreneur-pres-de-chez-vous/coince-dans-la-fenetre-du-
sous-sol
Archilovers. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.archilovers.com/projects/gallery?2530287
Bangun (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.99.co/blog/indonesia/bangun -bawah-tanah/
Broere, W. (2016). Urban underground space: Solving the problems of
today’s cities . Tunnelling and Underground Space Technology
Vol.336, 198-214.
Concept. (2021, Août 10). Retrieved Conception parasismique :
https://www.pdfprof.com/PDF_Image.php?idt=42237&t=16
Cory, S. (2018). Basements complete : expert advice from start to finish.
ISBN 10:1631868462, ISBN 13:9781641550086 (256 p): Taunton
Press.
Design. (2021, Août 10). Retrieved from
https://19design.wordpress.com/2011/12/30/basement/
Forum. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.forumconstruire.com/recits/recit-21326.php
Freeholder. (2021, Août 10). Retrieved from https://www.standard-
freeholder.com/opinion/columnists/handyman-hints-how-to-
create-and-sustain-basement-life
Harney. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.harveynormanarchitects.co.uk/articles/basement-
conversion-and-basement-extension-guide-how-to-successfully-
tackle-basements
Houzz. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.houzz.com/discussions/raised-basement
Jptun. (2021, Août 10). Retrieved from
https://jptunraveled.com/2021/01/19/the-basement-is-done-for-
now/
Marhiyanto, B. (2007). Kamus Teknik Lengkap. Surabaya: Serba Jaya
Surabaya.
Nano. (2021, Août 10). Retrieved from
https://nanopdf.com/download/retaining-wall-dan-basement_pdf
Nezhnikova, E. (2016). The Use of Underground City Space for the
106
Construction of Civil Residential Buildings. Procedia
Engineering.
Osmomarina. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.osmomarina.com/news.html?id=Bagaimana_instalas
i_pompa_Sumpit_Air_kotor
Persoweb. (2021, Août 10). Retrieved from
http://www.persoweb.free.fr/images/Photos/Sous-sol/Sous-
sol01.jpg
Pinhome. (2021, agustus 10). Retrieved from
https://www.pinhome.id/kamus-istilah-properti/basement/
pinterest. (2021, agustus 10). Retrieved from
https://id.pinterest.com/pin/342906959131254095/
Pinterest. (2021, Août 10). Retrieved from
https://id.pinterest.com/pin/541839398895014110/
Prefab. (2021, Août 10). Retrieved from
http://www.prefabbricatisulweb.it/guida/i-piani-delle-case-
prefabbricate-crescono-dal-monopiano-al-triplo.html
Ranck, L. (2009). Maisons ecologiques : Cas pratiques. ISBN
10:2212122284, ISBN 13:9782212122282 ( 135/144 p): -.
Renaud, H., & F, L. (2003). Métiers du bâtiment : Ouvrages en béton armé
(Technologie du bâtiment gros-oeuvre). Paris, ISBN
10:2216092827, ISBN 13:9782216092826 (273 p): Foucher.
Roy, R. (1994). The Complete Book Of Underground Houses. ISBN 10:
0806907282, ISBN 13: 780806907284: Sterling .
Rubanah. (2021, Août 10). Retrieved from
https://id.wikipedia.org/wiki/Rubanah.
Sanglerat, G., Olivari, G., & Cambou, B. (1983). Problèmes pratiques de
mécanique des sols et de fondations: Généralités, plasticité, calcul
des tassements, interprétation des essais in situ,. ISBN
10:2040164596, ISBN 13:9782040164591 (333 p): Dunod,.
Souterrain. (2021, Aout 10). Retrieved from
https://www.lauraenvoyage.fr/montreal-souterrain/
Stoll, V. (2003). The soil condition, the foundation and the basement of the
Frauenkirche in Dresden. Construction and Building Materials
Vol. 17; Iss. 8 , -.
Shan, M., Hwang, B., & Wong, K. S. (2017). A preliminary investigation
of underground residential buildings: Advantages, disadvantages,
and critical risks. Tunnelling and Underground Space Technology.
Taunton, P. (2018). Foundations & concrete work, Edisi:Revised and
updated [edition]. ISBN 10:1631869132, ISBN
13:9781631869136 (274 p): The Taunton Press.
Tungku. (2021, Août 10). Retrieved from
107
https://id.wikipedia.org/wiki/Tungku
Unebelle. (2021, Aout 10). Retrieved from
https://unebellejourneeicioula.com/2018/02/la-ville-souterraine-
de-saratli.html
Willow. (2021, Agustus 10). Retrieved from https://willow-
hill.co.uk/venue/the-cellar/
Xie, R., Pan, Y., Zhou, T., & Ye less, W. (2020). Smart safety design for
fire stairways in underground space based on the ascending
evacuation speed and BMI. Computer Science Safety Science.
YongJeong, S., HK. Kang, T., KeunYoon, J., & Klemencic, R. (2020).
Seismic performance evaluation of a tall building: Practical
modeling of surrounding basement structures, ,. Journal of
Building Engineering,Volume 31, -.
Youtube. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.youtube.com/watch?v=3S3FlJWZ90w

SENARAI
Basement Ruangan bawah tanah yang merupakan bagian
dari bangunan diatasnya
Rubanah Basement, dari suatu bangunan besar, yang
fungsinya biasanya untuk area parkir, ruang
persembunyian bahkan area penyimpanan anggr
di Perancis
Furnace Tungku perapian, pada era tertetu, ruang bawah
tanah difungsinkan sebagai area penghangat
udara untuk ruangan diatasnya. Tungku ini bukan
untuk memasak tapi sebagai penghangat udara
ruangan.
Water Heater Alat elektronik yang berfungsi untuk
menghangatkan air.
Utilitas Sekumpulan kelengkapan fasilitas bangunan
yang difungsikan untuk menciptakan unsur-unsur
kenyamanan, kesehatan, kemudahan,
komunikasi, dan mobilitas dalam bangunan.
Utilitas terdiri dari system plumbing dan sanitasi,
system tata udara dan ventilasi, sistm
pencajhayaan dan elektrikal dan lain sebagainya.
Batuan dasar Pemahaman Rubanah dalam ilmu geologi, yang
mengandung pengertian sesuatu yang berposisi
dibawah tanah
108
Garis Sepadan Garis Sempadan Bangunan (GSB) merupakan
Bangunan garis batas minimal yang membatasi bangunan
dan batas lahan lain seperti jalan, jaringan
tegangan tinggi, rel kereta api, taman umum, tepi
pantai, tepi sungai, dan bangunan tetangga. GSB
diatur oleh peraturan daerah setempat. Jika
melanggar, tentu saja akan ada sanksi hukumnya.
KTB Koefisien tapak basement, adalah angka
persentase perbandingan antara luas tapak
basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata
ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan
Sheet Pile sebuah struktur yang didesain dan dibangun
untuk menahan tekanan lateral (horizontal) tanah.
Konstruksi sheet pile disusun menyerupai bentuk
dinding yang terdiri dari beberapa lembaran turap
yang dipancangkan ke dalam tanah, untuk
menahan timbunan tanah atau tanah yang
berlereng.
Turap konstruksi yang dapat menahan tekanan tanah
disekelilingnya dan mencegah terjadinya
kelongsoran.
Talud Dapat diartikan dinding penahan tanah, adalah
bangunan yang berguna untuk memperbesar
tingkat kestabilan tanah. Fungsi talud yang utama
ialah untuk menahan tanah yang terletak di
belakangnya, melindungi kondisi tanah di
depannya, dan mencegah timbulnya bahaya
longsor
Drainase alami saluran air yang terbentuk tanpa campur tangan
manusia dan biasanya bahkan tanpa penunjang
apa pun, misalnya sungai. Sebaliknya, drainase
buatan yang dibentuk secara sengaja seharusnya
berprinsip seperti drainase alami ini.
Waterproofing Sebuah prosedur yang sering dilakukan untuk
membuat dan membentuk sebuah objek atau
bangunan menjadi tahan lama atau permanen,
sehingga tahan dari genangan air dan cuaca.
Tanah Padas merupakan salah satu dari jenis tanah yang amat
padat di karenakan mineral di dalamnya
dikeluarkan oleh air yang terdapat di lapisan
tanah atasnya sehingga kandungan tanah telah
109
hilang dan sisanya terdiri dari lapukan batuan
induk.
Tanah Merah adalah istilah untuk tanah-tanah Podsolik Merah
Kuning, Latosols, Lateritik, dan Mediteran Merah
Kuning. Tanah ini dapat dijumpai pada daerah
berombak hingga pegunungan, dan dapat
terbentuk dari bahan induk masam hingga basis.
Laterit Laterit atau tanah merah adalah jenis tanah tidak
subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur
hara, tetapi unsur hara tersebut hilang karena larut
dibawa oleh air hujan yang tinggi. Tanah mineral
ini miskin akan mineral-mineral dan mudah lapuk
serta kandungan mineral resisten sangat tinggi.
Tanah Liat Disebut juga tanah semipadas atau lempung
adalah partikel mineral berkerangka dasar silikat
yang berdiameter kurang dari 5 mikrometer.
Tanah ini mengandung leburan silika dan/atau
aluminium yang halus. Lempung membentuk
gumpalan keras saat kering dan lengket apabila
basah terkena air.

110
BAB VIII
BASEMENT 02: TIPE &
METODE PEMBUATAN
KONSTRUKSI BASEMENT
BAB VIII
BASEMENT 02: TIPE & METODE PEMBUATAN KONSTRUKSI BASEMENT

8.1 PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Materi ini, merupakan tahapan lanjut dari pemahaman
basement bangunan. Disini akan dipaparkan pengelompokan type
basement dan metode pembuatannya. Dari beberapa metode
pembuatan basement ternyata ada pembuatan dengan metode
bottom-up (pembuatan yang dimulai dari bawah) dan top-down
(pembuatan yang dimulai dari atas). Dan untuk pembangunan
basement pada bangunan diperkotaan direkomendasikan
menggunakan metode top-down.

B. Relevansi
Ada 3 (tiga) type model basement, yaitu type A (Tanked
Protection), type B (Structurally Integral Protection) dan Type C
(Drained Protection), dimana selain konstruksi basement harus kuat
dan kokoh, keberadaannyapun harus kedap terhadap air tanah. Dan
type yang lazim digunakan adalah type A dan C. Dengan mencermati
metode pembuatan basement, khususnya untuk bangunan di
perkotaan ataupun pada lingkungan dengan kepadatan bangunan
yang tinggi, maka pilihan metode pembuatan basement jangan
sampai mengakibatkan bencana pada bangunan lingkungan. Metode
Top-down, dengan segala kelemahannya ternyata paling tepat
digunakan pada pembangunan Gedung dengan penggunaan
basement.
111
C. Kompetensi
C.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Pada akhir pemberian bahasan type dan metode pembuatan
basement, mahasiswa Teknik Arsitektur semester 3, akan mampu
memahami ragam type basement dan metode pembuatannya yang
ditentukan dalam disain bangunan bertingkat rendah.

C.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah


Jika diberikan materi tentang type-type basement dan metode
pembuatannya, mahasiswa Teknik Arsitektur semester 3, akan dapat
menjelaskan alasan principal pengelompokan pilihan bentuk tangga
dan penentuan pilihan bahan dengan minimal 80% benar.

8.2 PENYAJIAN
A. Uraian
A.1. Pemahaman Konstruksi Waterproofing dan Basement
Dalam paparan ini, kita akan mengukas kelanjutan dari
pengertian waterproofing, pemahaman ini diambil dari Standard
British BS8102:2009, bahwa pemahaman konstruksi Basement
termasuk dalam salah satu dari tiga jenis metode konstruksi
waterproofing (Marhiyanto, 2007), (Roy, The Complete Book Of
Underground Houses, 1994), (Stoll, 2003) :
1). Tanked structures (Struktur tangka),
2). Waterproof concrete structures (Struktur beton tahan air),
3). Drained structures (Struktur yang dikeringkan).

112
Gambar 8.1: Tiga metode konstruksi waterproofing.
Sumber: (Harney, 2021)

British Standard BS8102:2009 mendefinisikan ketiga tipe dinding


basement ini secara lebih rinci:
1. Type A (barrier) protection
Secara prinsip, perlindungan terhadap masuknya air
bergantung pada sistem waterproofing nya yang diterapkan pada
struktur. Artinya basement ini secara structural tidak memiliki
perlindungan integral untuk melawan penetrasi air tanah (Ranck,
2009). Jadi kemampuan basement dalam mengatasi tekanan
hidrostatik dari air bawah tanah tergantung dari kualitas membrane,
konstruksi lapisan dinding dengan beban yang ditumpu. Struktur
dinding beton basementnya biasanya menggunakan beton pratekan
(prestressed), beton yang dikuatkan atau beton polos ataupun batuan
keras dengan sistem struktural kedap air digabungkan secara
eksternal selama konstruksi (Sanglerat, Olivari, & Cambou, 1983).
Sedangkan penerapan penguatan pada bagian interiornya baru dapat
dilakukan bilamana pekerjaan konstruksi basement ini telah selesai,
113
yaitu dengan cara penambahan semen untuk menghasilkan
permukaan yang cukup bagus untuk mendapatkan sistem kedap air
yang diharapkan (Renaud & F, 2003). Keunggulan dari type ini
menghasilkan ketahanan yang tingggi dari pergerakan air tanah.

Gambar 8.2: Tiga pola penempatan membrane waterproofing pada


konstruksi basement.
Sumber: (Harney, 2021)

2. Type B (structurally integral) protection


Secara prinsip, bahwa perlindungan terhadap masuknya air
yang disediakan oleh struktur basement. Artinya struktur dinding
basementnnya telah dirancang kedap air. Kualitas betonnya biasanya
memenuhi klasifikasi beton BS 8007 atau BS 8110, yang
memberikan petunjuk kualitas beton dan jarak antar tulangan (Cory,
2018), (German, 2004). Jadi pada konstruksi dinding beton ini tidak
ditemukan tambahan membran yang terpisah. Maka bila masih
dilapisi membren waterproofing, maka struktur basement ini pada
kondisi yang optimal dibanding type sebelumnya.

114
Gambar 8.3: Basement type B, tanpa tambahan membran
waterproofing.
Sumber: (Harney, 2021)

Gambar 8.4: Prinsip konstruksi basement type C.


Sumber: (Harney, 2021)

F. Type C (drained) protection


Secara prinsip, perlindungan terhadap air pada basement ini
karena penggabungan system kedua type diatas.

A.2. Karakteriktik Waterproofing untuk Basement


Sebaiknya kita mengenal sedikit jenis waterproofing yang
biasa ditemukan dilapangan. Ada 5 (lima) jenis waterproofing,
tampilan visual jenis ini dapat dilihat gambar dibawah :

115
a. Waterproofing Coating, berbahan dasar campuran air,
semen ataupun solve. Penggunaannya cukup dikuaskan dan
mempunyai daya lekat kuat pada bahan dasar semen
b. Waterproofing Membrane, suatu membrane dalam bentuk
gulungan. Terdapat dua jenis : jenis polyester dan fiber. Jenis
fiber relative lebih mahal tapi memilki keuntungan lebih
kuat.
c. Waterproofing Flashband Self Adhesive, bentuk jenis
waterproofing ini berupa lembaran, biasanya digunakan dua
lapis.
d. Waterproofing Integral, jenis ini menjadi bagian dari
campuran adonan beton dan pengaplikasiannya bersamaan
dengan pekerjaan pengecoran. Jenis ini biasanya dipakai
untuk dinding kolam renang dan dak atap
e. Waterproofing Christallising, jenis ini biasanya digunakan
pada permukaan beton dan biasanya justru dicampurkan
dengan adonan semen.
Ada berbagai sistem waterproofing yang dapat digunakan
pada ketiga metode konstruksi waterproofing di atas (lihat table
dibawah ini). Secara prinsip, penggunaan waterproofing tidak cocok
jika penyebab kelembaban dalam basement adalah kebocoran pipa
atau pengembunan. Bilamana suatu basement sudah terlanjur jadi
terbangun dan kelembaban dalam ruangan tersebut masih dirasakan,
maka perbaikan basement tidak mungkin atau akan sangat mahal dan
sulit untuk membuat kedap air secara eksternal. Oleh karena itu,
perbaikannya hanya bisa dilakukan secara internal.
116
a b c

d e
Gambar 8.5: Mengenal ragam jenis waterproofing.
Sumber: (Harney, 2021)

Beberapa cara mengurangi/memeriksa tingkat kelembaban


ruangan adalah (Black&Decker, 2009), (Black&Decker, 2013): 1).
Rongga saluran hendaknya dikeringkan, 2). Penggunaan lapisan
aspal, semen, lapisan perekat, 3) pembuatan lubang ventilasi udara,
4). Meminimalisir penggunaan element interior yang menyebabkan
perembesan (misalnya material plafond).

117
Tabel 8.1 : Pengelompokan type waterproofing untuk basement.
Sumber: (Harney, 2021)

A.3. Metode Pembangunan Basement


Bagian ini mengenalkan beberapa metode pembangunan
basement suatu bangunan (Taunton, 2018). Sebenarnya secara teknis
hal ini merupakan ranah dari insiyur sipil, namun tidak ada salahnya
bilamana seorang arsitekpun perlu tahu teknis pembuatannya, agar
dalam pilihan disain dapat dilakukan dengan tepat, effsien serta
optimal penggunannya. Metode pertama, teknis pembuatan dinding
basement (lihat skema gambar dibawah ini.

118
Gambar 8.6: Prinsip pembangunan dinding basement.
Sumber: (Teknik, 2021)

Metode kedua, Pembuatan ruang basement secara menyatu.


Teknik ini dikenal 2 (dua) macam, yaitu metode Bottom-Up dan
metode Top-Down. Dan dalam metode Bottom-Up terdapat
bermacam-macam teknik pelaksanaannya, seperti teknik cut-off dan
teknik strutting steel.

a. Metode Bottom-Up
Secara prinsip metode ini merupakan gambaran umum dari
suatu proses awal konstruksi bangunan bertingkat, dimana dimulai
dari bawah sampai ke atas. Dimana pada metode ini difokuskan pada
pembuatan basement terlebih dahulu. Tahap pertama yang dilakukan
dalam metode ini adalah menggali tanah terlebih dahulu hingga
119
mencapai elevasi yang direncanakan, kemudian
dilakukan/dikerjakan pekerjaan fondasi, pekerjaan kolom, dan
pekerjaan pelat hingga ke lantai paling atas.

Gambar 8.7: Salah satu proses penggalian tanah pada metode


Bottom-Up.
Sumber: (Teknik, 2021)

Urutan Pengerjaan Metode Bottom-Up:


 Penyiapan akses peralatan dan bahan
 Penggalian tanah
 Pembuatan fondasi
 Pembuatan dinding penahan tanah (bila dibutuhkan)
 Pembuatan lantai basement
 Pembuatan kolom, balok, dan pelat lantai berulang sampai ke
lantai paling atas
Kelebihan dari Metode Bottom-Up:
 Sumber daya manusia yang terlatih sudah banyak yang
memadai
 Tidak membutuhkan teknologi yang tinggi
 Teknik pengendalian pelaksanaan konstruksi sudah dikuasai
 Biaya yang harus dikeluarkan relatif lebih murah
120
Kekurangan dari Metode Bottom-Up:
 Pelaksanaan dewatering (proses pengeluaran air tanah) harus
lebih intensif
 Penggunaan “konstruksi sementara” sangat banyak
 Tidak memungkinkan untuk melaksanakan dengan super
struktural secara efisien
A. Metode Bottom-Up dengan teknik Teknik Cut-Off
Metode ini merupakan metode yang pada tahap awalnya
adalah penggalian seluruh tanah secara langsung hingga ke elevasi
perencanaan basement yang paling bawah. Namun, dengan keadaan
seperti ini, maka tanah disekitar galian akan cenderung melakukan
dorongan aktif sehingga memacu terjadinya longsor atau jatuhnya
tanah sekitar menuju area yang sudah digali. Maka dari itu, dalam
penggunaan metode ini, setelah dilakukan penggalian, tanah
disekitar area penggalian perlu ditahan dan diberi ground anchor
sehingga tanah disekitar area penggalian tidak runtuh.

Cut-Off Strutting Steel


Gambar 8.8: Dua Teknik pembauatan basement dengan metode
Bottom-Up.
Sumber: (Teknik, 2021)

121
Penggunaan metode ini harus memperhatikan juga
lingkungan di sekitar proyek seperti seberapa banyak gedung yang
sudah terbangun di sekitarnya. Metode ini tidak disarankan jika di
sekitar area proyek terdapat banyak gedung-gedung yang sudah
berdiri karena hal ini akan sangat mengganggu bagi keberadaan
gedung-gedung tersebut.
Gangguan yang terjadi dapat berupa turunnya tanah atau
fondasi dari gedung-gedung tersebut hingga runtuhnya bagian
struktural dari gedung-gedung tersebut.
B. Metode Bottom-Up Teknik Strutting Steel
Secara prinsip tahapannya seperti metode sebelumnya. Dan
bahkan kendala yang akan dialamipun sama yaitu kecenderungan
tanah sekitar untuk runtuh dan jatuh menuju area galian. Dari
permasalahan tersebut, maka pada metode ini diberikan tahapan
penahan tanah yang terdapat di sekitar galian untuk mencegah
runtuh/jatuhnya tanah yang berada di sekitar proyek. Dalam metode
ini, pencegahannya dilakukan dengan memberikan tahanan
struktural berupa kerangka baja dari satu sisi tanah menuju ke sisi
tanah yang lain. Jika dilihat dari atas, kerangka baja yang dipasang
kurang lebih akan terlihat seperti net atau jaring.

b. Metode Top-Down
Metode ini, kebalikan dari metode sebelumnya, dimana cara
pelaksanaan pembangunan gedung yang dimulai dari atas ke bawah.
Memang terkesan tidak lazim bagi orang awam – namun justru
metode inilah yang sering digunakan pada pembanguan Gedung
122
bertingkat di perkotaan yang padat dengan bangunan Gedung di
sekelilingnya. Proses pelaksanaan metode ini dimulai dengan
memasang dinding diafragma, kemudian dipasang fondasi dan
kingpost, dilanjutkan dengan pembuatan plat lantai dasar dan setelah
itu dilakukan konstruksi basement bagian bawah yang dilakukan
bersamaan dengan penggalian. Metode ini sangat membantu dan
digunakan jika kondisi di sekitar proyek terdapat bangunan yang
berdekatan, sehingga longsor tanah dari bangunan sekitar dapat
dicegah. Secara runtut, pelaksanaan pengerjaan basement metode ini
adalah : 1). Memasang dinding diagragma, 2). Memasang fondasi
beserta kingpost, 3). Mengerjakan plat lantai dasar, 4). Mengerjakan
pengerukkan dan pengecoran lantai basement, 5). Mengerjakan
lantai basement lebih bawah lagi bersamaan dengan lantai yang lebih
atas
Kelebihan dari Metode Top-Down:
 Resiko teknis lebih kecil
 Jadwal pelaksanaan dapat dipercepat
 Relatif tidak mengganggu lingkungan
 Kekurangan dari Metode Top-Down:
 Diperlukan peralatan berat yang khusus
 Sumber daya manusia yang ahli masih terbatas
Tampilan proses pembangunan basement dengan metode
Top-Down ini dapat dicermati pada gambar 8.9.

123
Tahap 01 : Tahap 02 :
Penggalian tanah hingga B1 Pengecoran pelat pada level B1

Tahap 03 : Tahap 04:


Pengecoran pelat pada Level 1 Pekerjaan galian pada level B2

Tahap 05: Tahap 06:


Pengecoran pelat pada level B2 Dilakukan langkah yang sama hingga
level B5

Tahap 06:: Tahap 07 :


Pekerjaan galian pada level B6 Pengecoran Matt Foundation

Gambar 8.9: Prinsip tahapan pembuatan basement metode top-down.


Sumber: (Teknik, 2021). (TISE, 2004), (Shevelev, Seleznev, & Umanskii, 1981)

124
B. Latihan
1. Sebutkan tujuh tahapan pembuatan basement dengan
metode top-down
2. Jelaskan perbedaan basement antara type A, B dan C.

8.3 PENUTUP
A. Rangkuman
Ada 3 (tiga) tematik yang dideskripsikan dalam bagian ini,
Pertama, bahwa prinsip ruangan basement dikatakan seperti sebuah
ruangan yang kedap air (waterproofing), pemahaman ini
digambarkan suatu ruangan yang berada dalam tanah, maka aspek
rembesan/kelembaban menjadi masalah yang sering timbul. Oleh
standart British, prinsip ruangan ini dikelompokan menjadi 3 type,
yaitu : 1). Tanked structures (Struktur tangka), 2). Waterproof
concrete structures (Struktur beton tahan air), dan 3). Drained
structures (Struktur yang dikeringkan). Kedua, Pemahaman
karakteristik element Waterproofing dikelompokan menjadi 5 jenis,
yaitu : 1). Waterproofing Coating, berbahan dasar campuran air,
semen ataupun solve. Penggunaannya cukup dikuaskan dan
mempunyai daya lekat kuat pada bahan dasar semen. 2).
Waterproofing Membrane, suatu membrane dalam bentuk gulungan.
Terdapat dua jenis : jenis polyester dan fiber. Jenis fiber relative
lebih mahal tapi memilki keuntungan lebih kuat. 3). Waterproofing
Flashband Self Adhesive, bentuk jenis waterproofing ini berupa
lembaran, biasanya digunakan dua lapis.4). Waterproofing Integral,
jenis ini menjadi bagian dari campuran adonan beton dan
125
pengaplikasiannya bersamaan dengan pekerjaan pengecoran. Jenis
ini biasanya dipakai untuk dinding kolam renang dan dak atap. Dan
5). Waterproofing Christallising, jenis ini biasanya digunakan pada
permukaan beton dan biasanya justru dicampurkan dengan adonan
semen. Dan ketiga, Pengenalan terkait metode pembangunan
Basement, dimana dikenal 2 (dua) macam, yaitu metode Bottom-Up
dan metode Top-Down. Dan dalam metode Bottom-Up terdapat
bermacam-macam teknik pelaksanaannya, seperti teknik cut-off dan
teknik strutting steel.

B. Tes Formatif
1. Apa kelebihan masing-masing dari konstruksi basement
dengan metode Bottom-Up dan Top-Down?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan basement Type A
(Perlindungan Tanki).

C. Umpan Balik
Untuk menilai penguasaan materi mahasiswa dapat
digunakan rumus sebagai berikut :

𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑥 2
Tingkat penguasaan = ( )%
100

D. Tindak Lanjut
Mahasiswa yang telah menguasai 80% materi bab ini dapat
melanjutkan ke bab berikutnya. Untuk mahasiswa yang penguasaan

126
materi bab ini kurang dari 80% diharapkan untuk mengulangi
pembelajaran bab ini terlebih dahulu.

E. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Kelebihan metode Bottom-Up adalah sumber daya manusia
yang terlatih sudah banyak yang memadai, tidak
membutuhkan teknologi yang tinggi, teknik pengendalian
pelaksanaan konstruksi sudah dikuasai dan biaya yang harus
dikeluarkan relatif lebih murah. Sedangkan kelebihan
metode Top-Down adalah resiko teknis lebih kecil, Jadwal
pelaksanaan dapat dipercepat, Relatif tidak mengganggu
lingkungan,
2. Model basement type A, secara prinsip, struktur dinding
basement type ini sangat tergantung pada lapisan membran
kedap air (waterproofing membrane). Struktur dinding beton
basemen type ini biasanya menggunakan beton pratekan
(prestressed), beton yang dikuatkan atau beton polos ataupun
batuan keras dengan sistem struktural kedap air digabungkan
secara eksternal selama konstruksi. Pelapisan semen
digunakan sebagai penguatan dinding basement yang
dilapiskan pada dinding bagian dalamnya. Dan keunggulan
dari type ini menghasilkan ketahanan yang tingggi dari
pergerakan air tanah.

127
DAFTAR PUSTAKA
Black&Decker. (2009). The Complete Guide to Finishing
Basements: Step-by-step Projects for Adding Living Space
without Adding On. ISBN 10:1589234545, ISBN
13:9781589234543 (256p): Creative Publishing
international.
Black&Decker. (2013). The Complete Guide to Finishing
Basements. (837 p): Cool Springs Press (837 p).
Cory, S. (2018). Basements complete : expert advice from start to
finish. ISBN 10:1631868462, ISBN 13:9781641550086 (256
p): Taunton Press.
Decker, B. &. (2009). The Complete Guide to Finishing Basements:
Step-by-step Projects for Adding Living Space without
Adding On. -: Editors of Creative Publishing.
German, R. (2004). Remodeling a Basement: Expert Advice from
Start to Finish Halaman:188p, . ISBN 10:1561586595, ISBN
13:9781561586592 (199p): Taunton Press.
Harney. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.harveynormanarchitects.co.uk/articles/baseme
nt-conversion-and-basement-extension-guide-how-to-
successfully-tackle-basements
Marhiyanto, B. (2007). Kamus Teknik Lengkap. Surabaya: Serba
Jaya Surabaya.
Ranck, L. (2009). Maisons ecologiques : Cas pratiques. ISBN
10:2212122284, ISBN 13:9782212122282 ( 135/144 p): -.
Renaud, H., & F, L. (2003). Métiers du bâtiment : Ouvrages en béton
armé (Technologie du bâtiment gros-oeuvre). Paris, (273 p):
Foucher.
Roy, R. (1994). The Complete Book of Underground Houses. New
York: Sterling Publishing Co.Inc.
S. Merritt, F., & T. Ricketts, J. (2000). Building Design and
Construction Handbook ( 6th Edition). ISBN 10:
007041999X, ISBN 13:9780070419995 (1600/1722 p):
McGraw-Hill Professional.
Sanglerat, G., Olivari, G., & Cambou, B. (1983). Problèmes
pratiques de mécanique des sols et de fondations:
Généralités, plasticité, calcul des tassements, interprétation
des essais in situ.
128
Stoll, V. (2003). The soil condition, the foundation and the basement
of the Frauenkirche in Dresden. Construction and Building
Materials Vol. 17; Iss. 8 , -.
Shevelev, V., Seleznev, V., & Umanskii, A. (1981). Construction of
the foundation-basement part of framed-paneled buildings on
collapsible soils. Soil Mechanics and Foundation
Engineering Vol. 18, Iss. 6, , -.
Taunton, P. (2018). Foundations & concrete work, Edisi:Revised
and updated [edition]. ISBN 10:1631869132, ISBN
13:9781631869136 (274 p): The Taunton Press.
Teknik. (2021, Août 10). Retrieved from
https://www.tekniksipildopp.com/2018/11/metode-
konstruksi-basement-bottom-up-dan-top-down.html
TISE. (2004). Design and construction of deep basements including
cut-and-cover structures . ISBN 10:1680155431, ISBN
13:9781680155433 (143p): The Institution of Structural
Engineers.

SENARAI
Konstruksi Secara prinsip kata waterproofing adalah suatu
waterproofing penyelesaian Teknik agar lapisan obyek tersebut
kedap terhadap air. Konstruksi waterproofing
mengandung pemahaman, bahwa membuat
basement dalam tanah ibarat mebuat obyek yang
harus kedap air.
Tanked Disebut juga tanked (barrier), yang dimaksud
protection adalah struktur basement yang mengandalkan
kemampuan bahan material pembentuknya
(adukan beton) dengan dilapisi lapisan semen
lagi dalam usaha menjadikan kedap air
Structurally yang dimaksud adalah struktur basement yang
Integral mengandalkan kemampuan prima bahan
Protection material pembentuknya (adukan beton yang
memenuhi klasifikasi tertentu) dalam usaha
menjadikan kedap air
Drained Type basement yang menggabungkan kedua
protection type tersebut diatas

129
Waterproofing Jenis waterproofing dengan bahan dasar
Coating campuran air, semen ataupin solve
Waterproofing Jenis waterproofing dengan bentuk gulungan
Membrane, besar berjenis polyester dan fiber
Waterproofing Jenis waterproofing dengan bentuk lembaran
Flashband kecil, biasanya digunakan dua lapis
Self Adhesive
Waterproofing Jenis waterproofing dengan bentuk /telah
Integral, tercampur dalam adukan cor betonr
Waterproofing Jenis waterproofing yang tepat digunakan
Christallising, dipermukaan bahan dasar beton, biasanya cukup
dicampur dengan cairan semen
Rongga alir Adalah drainase atau saluran air sebagai
pelengkap utama dalam pembuangan rembesan
air pada konstruksi basement
Bottom-up suatu proses konstruksi bangunan bertingkat
yang pengerjaan konstruksinya dimulai dari
bawah sampai ke atas/ dari bagian basement/
fondasi terlebih dulu.
Top-down suatu proses konstruksi bangunan bertingkat
yang pengerjaan konstruksinya dimulai dari atas
ke bawah. Pelaksanaan metode ini dimulai
dengan memasang dinding diafragma,
kemudian dipasang fondasi dan kingpost,
dilanjutkan dengan pembuatan plat lantai dasar
dan pekerjaan terakhir adalah konstruksi
basementnya.
Cut-off merupakan metode pada type botton-up, dengan
cara penggalian seluruh tanah secara langsung
terlebih dahulu hingga ke elevasi perencanaan
basement yang paling bawah.
Strutting steel merupakan metode pada type botton-up, dimana
perlakuannya sepeti tahapan cut-off, namun
dilengkapi tahapan pemberian penahan tanah
yang terdapat di sekitar galian untuk mencegah
runtuh/jatuhnya tanah yang berada di sekitar
proyek.

130
DAFTAR INDEKS

A F
aantrade...........................64, 65, 72 fondasi....17, 29, 30, 32, 45, 46, 89,
anak tangga .. 22, 25, 29, 32, 42, 60, 91, 101, 115, 139, 142, 169, 171,
62, 63, 64, 66, 69, 70, 71, 72, 74, 172, 179
89, 90, 91 furnace ..................................... 128
arsitek ... 3, 43, 50, 66, 93, 132, 135
Auto-CAD ......................80, 87, 95 G
gambar teknik 3, 4, 5, 7, 16, 79, 80,
B 81
bahan tangga ...................73, 81, 90 gempa5, 16, 32, 38, 67, 96, 98, 100,
baluster ...................................... 27 101, 102, 106, 107, 108, 109,
bangunan induk..... 46, 96, 101, 102 110, 118, 121, 123, 128, 146
bangunan sayap .................101, 102 gerber ....................... 117, 118, 121
batu alam..... 15, 51, 52, 54, 68, 120 GSB ....................17, 134, 135, 153
bentuk tangga ..................35, 36, 67
benturan ....................100, 106, 109 H
Bordes .......................28, 29, 30, 33 hand-rail ............................... 27, 29
bottom-up....................18, 157, 178
J
C
jalur evakuasi ............... 32, 42, 146
Coating .....................163, 174, 179
K
D
kaca ..15, 26, 27, 42, 43, 45, 47, 52,
deformasi ..... 96, 97, 101, 106, 107, 53, 54, 66, 119, 120
118, 121 kantilever ................. 117, 121, 123
demensi .. 10, 11, 62, 63, 64, 65, 70, kayu .15, 16, 23, 25, 26, 37, 47, 48,
71, 72, 76, 79, 80, 89, 94, 122, 49, 54, 60, 68, 78, 79, 81, 85, 90,
123, 132 92, 120, 143
dewatering ............................... 170 Keamanan .................................. 22
dilatasi konsol .......................... 118 kedap air...160, 161, 164, 174, 176,
drainase ...... 17, 133, 137, 138, 148, 178, 179
154, 179 kemiringan tangga...................... 73
Drained Protection ................... 157 konfigurasi ....................... 111, 122
Drained structures .............159, 174 kriteria nyaman .................... 68, 69
KTB ..................134, 148, 149, 153
E
estetika ............................52, 66, 93 L
laterit ........................................ 138
131
lay-out .......................43, 54, 78, 90 S
Layout Tangga ......................10, 43
lebar tangga............... 64, 72, 89, 91 semi basement .......... 124, 133, 148
Sepadan .................... 132, 135, 153
M Sheet Pile ............17, 136, 147, 154
Shoe Rail .............................. 27, 33
Membrane ................. 163, 174, 179
sirkulasi ..22, 24, 29, 40, 51, 65, 76,
muka air tanah .. 132, 137, 140, 148
143, 145
musibah ...................32, 67, 96, 146
sistem mekanis ............... 36, 39, 56
N skala ...5, 80, 81, 89, 90, 91, 92, 94,
128, 147
Newel ....................................28, 33 skala garis ............................ 80, 89
non-permanen ............................ 37 Sketch-up ............................. 80, 95
non-struktural............................. 46 Sliding ...................................... 140
notasi 16, 78, 79, 80, 81, 83, 89, 90, strutting steel .................... 168, 175
91, 93 sunken level ........18, 124, 133, 146

O T
optrade ..................................64, 65 talud ................................. 136, 154
orang tua .........................26, 27, 64 Tanah liat ................................. 139
ornamen ..................................... 48 Tanah merah ............................ 138
Overturning .............................. 140 Tanah padas ............................. 138
Tanked Protection .................... 157
P Tanked structures ............. 159, 174
Pagar ...................................27, 134 teknik cut-off ................... 168, 175
pagar tangga ....................27, 29, 33 top-down .....18, 157, 173, 174, 178
Pegangan Tangga ....................... 27 transportasi vertikal .............. 39, 57
peil lantai ........................69, 71, 81 tread ........................................... 26
pembuatan basement .........157, 158 turap ................................. 136, 154
Peraturan Daerah ..............134, 149
permanen .... 37, 38, 60, 74, 77, 154
U
permanensi .............. 35, 36, 53, 119 Undermining ............................ 140
presetasi grafis ........................... 81 utilitarian .................................... 24
utilitas .....4, 17, 128, 130, 135, 147
R
railling...................................27, 48
V
Renaisans ................................... 24 visual23, 37, 46, 110, 115, 125, 163
retaining wall ...... 17, 127, 136, 142
Retaining Wall ......................... 126 W
riser ............................................ 26
Waterproof concrete structures 159,
ruang bawah tanah .....17, 127, 128,
174
130, 131, 147, 153
waterproofing18, 20, 137, 142, 159,
Rubanah ............ 125, 130, 151, 153
160, 161, 162, 163, 164, 166,
174, 176, 178, 179

132
BIOGRAFI PENULIS

Lahir di Rembang 57 tahun yang lalu. Ia


menyelesaikan pendidikan S-1 di Jurusan
Arsitektur Universitas Diponegoro tahun 1989.
Kemudian melanjutkan Pendidikan Spesialis 1
(CES) di ENTPE Perancis pada tahun 1995,
dengan penelitian berjudul “Un Avenir Pour
Notre Passé” (memberi masa depan pada masa
lalu kita). Menempuh pendidikan S-2 (DEA)
pada bidang ‘Methode Conception en Batiment, Amenagement et
Techniques Urbaines’ di INSA de Lyon Perancis. Pendidikan S-3
bidang Arsitektur dengan judul desertasinya “Modelisation des
Ecoulements et Analyse Architecturale de Performances de l’Espace
Habitable en Climat Tropical Humide” yang diselesaikan di
Universite de Nantes, Perancis pada tahun 2002. Sejak tahun 1990
aktif mengajar di prodi S1, S2 dan S3 Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro, beberapa matakuliah yang
diampunya adalah Stuktur & Konstruksi Bangunan, Fisika
Bangunan Arsitektur, Perencanaan Teknologi Bangunan Tropis
serta memberi kuliah di Magister Energi Sekolah PascaSarjana,
terkait dengan Energi pada Bangunan. Memiliki keterminatan pada
bidang Konservasi Bangunan-Perkotaan dan Building Science. Dan
Sejak 2016 hingga kini menjabat sebagai Ketua Laboratorium
Teknologi Bangunan di Departemen Arsitektur FT. Universitas
Diponegoro.

133

Anda mungkin juga menyukai