Anda di halaman 1dari 128

593/TA-SS/TL-1/FT/XII/2021

LAPORAN TUGAS AKHIR


(TL-003)

PENENTUAN NILAI LAJU DEOKSIGENASI DENGAN


METODE LONG-TERM UNTUK AIR SUNGAI
CIKAPUNDUNG

Disusun Oleh:
Fadila Nuraprilia
173050027

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2021
593/TA-SS/TL-1/FT/XII/2021

PENENTUAN NILAI LAJU DEOKSIGENASI DENGAN


METODE LONG-TERM UNTUK AIR SUNGAI
CIKAPUNDUNG

LAPORAN TUGAS AKHIR


(TL-003)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program S-1


Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Pasundan

Disusun Oleh:
Fadila Nuraprilia
173050027

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TUGAS AKHIR


(TL-003)

PENENTUAN NILAI LAJU DEOKSIGENASI DENGAN METODE LONG-


TERM UNTUK AIR SUNGAI CIKAPUNDUNG

Disusun Oleh:
Fadila Nuraprilia
173050027

Telah disetujui dan disahkan pada,


Desember 2021

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Yonik Meilawati Yustiani, ST., MT.) (Ir. Sri Wahyuni, MT.)

Penguji I Penguji II

(Dr. Ir. Evi Afiatun, MT.) (Deni Rusmaya, ST., MT.)

i
PENENTUAN NILAI LAJU DEOKSIGENASI DENGAN METODE LONG-
TERM UNTUK AIR SUNGAI CIKAPUNDUNG

Fadila Nuraprilia
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan
Bandung
ABSTRAK
Sungai Cikapundung merupakan salah satu sungai yang sangat berpengaruh untuk
sumber kehidupan masyarakat Kota Bandung. Keadaan lingkungan serta ekosistem
Sungai Cikapundung terutama yang melewati Kota Bandung pada saat ini, sudah
sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang
menjadikan sungai sebagai saluran tempat pembuangan kotoran, limbah domestik
serta sampah kota. Pemanfaatan model kualitas air sungai adalah salah satu upaya
untuk memperbaiki kualitas air sungai. Laju deoksigenasi adalah koefisien penting
dalam rumus BOD dan DO yang digunakan dalam model kualitas air. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui nilai koefisien aktual laju deoksigenasi air Sungai
Cikapundung dengan menggunanakan metode long-term. Pengambilan sampel
dilakukan pada tiga titik lokasi yang dianggap dapat mewakili kondisi Sungai
Cikapundung. Metode analisis laboratorium yang digunakan dalam penentuan laju
deoksigenasi yaitu menggunakan Metode Slope data hasil inkubasi 30 hari dan
rumus empiris. Hasil penelitian menunjukan nilai rentang laju deoksigenasi (K1)
dengan menggunakan Metode Slope secara keseluruhan yaitu berkisar antara 0,230
hingga 0,291 per hari. Sedangkan Nilai rentang laju deoksigenasi (K1) dengan
menggunakan rumus Empiris berkisar antara 0,40 hingga 0,81 per hari. Nilai
rentang BOD Ultimate (La) secara keseluruhan yaitu berkisar antara 62,03 hingga
77,18 mg/L.
Kata Kunci: DO, BOD, Laju Deoksigenasi, Sungai Cikapundung

ii
DETERMINATION OF DEOXYGENATION RATE VALUE WITH
LONG-TERM METHOD FOR CIKAPUNDUNG RIVER WATER

Fadila Nuraprilia
Departement of Environmental Engineering, Faculty of Engineering, Bandung
Pasundan University
ABSTRACT
The Cikapundung River is one of the rivers that is very influential for the source of
life for the people of Bandung. The condition of the environment and the ecosystem
of the Cikapundung River, especially those that pass through the city of Bandung
at this time, is very worrying. This is caused by human activities that make the river
a channel for sewage, domestic waste and municipal waste. Utilization of river
water quality model is one of the efforts to improve river water quality. The
deoxygenation rate is an important coefficient in the BOD and DO formulas used
in water quality models. This study aims to determine the actual coefficient value
of the Cikapundung River water deoxygenation rate using the long-term method.
Sampling was carried out at three locations that were considered representative of
the condition of the Cikapundung River. The laboratory analysis method used in
determining the rate of deoxygenation is using the Slope Method of 30 days
incubation data and empirical formulas. The results showed that the overall value
of the deoxygenation rate (K1) using the Slope Method was 0.230 to 0.291 per day.
While the value of the deoxygenation rate range (K1) using the Empirical formula
ranges from 0.40 to 0.81 per day. The overall BOD Ultimate (La) ranges from 62.03
to 77.18 mg/L.
Keywords: DO, BOD, Deoxygenation rate, Cikapundung River.

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah


SWT yang telah memberikan segala nikmat serta Karunia-Nya yang begitu besar
diberikan kepada penulis sehingga dapat melaksanakan dan menyelesaikan laporan
Sidang Tugas Akhir ini.
Dengan penuh harapan mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan
manfaat dan tambahan ilmu pengetahuan khusunya bagi penulis dan umumnya bagi
yang membacanya.
Dalam proses Penyusunan laporan ini, penulis banyak menemukan hambatan,
namun berkat bantuan dan didukung oleh orang–orang besar dan sangat
berpengaruh dalam hidup penulis. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada pihak – pihak berikut :
1. Kedua Orang Tua, adik serta keluarga yang banyak memberi dukungan,
dorongan, doa, materil dan semangat agar dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir dengan baik. Terima kasih untuk semua dukungan secara moril dan
materil serta doa yang begitu banyak kepada penulis, terimakasih atas semua
cinta dan kasih sayangnya
2. Ibu Dr.Yonik Meilawati Yustiani, ST., MT selaku Dosen Pembimbing I, yang
telah banyak memberikan masukan serta arahan yang sangat membangun dan
semangat bagi penulis serta bimbingannya selama penyelesaian Laporan Tugas
Akhir ini.
3. Ibu Ir. Sri Wahyuni, MT. selaku Dosen Pembimbing II, dan sekaligus dosen
wali TL 2017 yang telah banyak memberikan masukan serta arahan yang
sangat membangun bagi penulis serta bimbingannya selama penyelesaian
Laporan Tugas Akhir ini.
4. Seluruh dosen-dosen Teknik Lingkungan yang telah memberikan seluruh
ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat menambah ilmu dan
pengetahuan selama di bangku perkuliahan.
iv
5. Teman-teman seperjuangan TL 2017 dan kawan – kawan terdekat saya yang
tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang telah saling memberikan dukungan
serta membantu dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Serta terutama
kepada Reyhan, Fadhlan, Rostika, Fauzi Zaki, Nurdian, dan Nabilla
terimakasih atas dukungannya dan bantuannya selama ini.
6. Kang Dinan dan Kang Dede yang telah membantu dalam pengambilan sampel
air.
7. Sahabat-sahabat saya Riris, Dede, Bunga, Mimoy, Fio, Dina, Ima, Gebby,
Puput, Syifa dan Dea yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini
8. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas semua
motivasi dan bantuannya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang menyangkut isi dan
kerangka penulisan. Maka dari itu penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi sempurnanya pembuatan laporan selanjutnya. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, November 2021

Fadila Nuraprilia

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i


ABSTRAK ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................I-1
1.1 Latar Belakang I-1

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian I-2

1.3 Ruang Lingkup Penelitian I-3

1.4 Sistematika Penulisan I-3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... II-1


2.1 Pengertian Air II-1

2.2 Pengertian Sungai II-1

2.3 Manajamen Sungai II-2

2.4 Pencemaran Sungai II-2

2.4.1 Sumber Pencemaran Air ................................................................ II-2

2.4.2 Indikator Pencemaran Air .............................................................. II-3

2.5 Parameter Kualitas Air Sungai II-4

2.6 Baku Mutu Air Sungai II-7

2.7 Self Purification (Pembersihan Alami) Sungai II-9

2.8 Pemodelan Kualitas Air Sungai II-10

2.8.1 Oxygen Sag .................................................................................. II-10

2.8.2 Laju Deoksigenasi Long Term ..................................................... II-12

2.8.3 Laju Reareasi ............................................................................... II-12

vi
2.9 Penentuan Nilai Laju Kinetika II-14

2.10 Penelitian Mengenai Laju Deoksigenasi II-15

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ................................... III-1


3.1 Gambaran Umum Sungai Cikapundung III-1

3.2 Daerah Aliran Sungai Cikapundung III-1

3.3 Kondisi Topografi III-4

3.4 Kondisi Geologi III-4

3.5 Kondisi Hidrologi III-5

3.6 Kondisi Hidrogeologi III-6

3.7 Tata Guna Lahan di DAS Cikapundung III-6

3.8 Data Fisik Sungai Cikapundung III-9

3.9 Fungsi dan Peran Sungai Cikapundung III-10

3.9.1 Fungsi Sungai Cikapundung ....................................................... III-10

3.9.2 Peran Sungai Cikapundung ......................................................... III-11

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... IV-1


4.1 Tahapan Penelitian IV-1

4.2 Studi Pendahuluan IV-2

4.2.1 Data Sekunder ............................................................................... IV-2

4.2.2 Data Primer ................................................................................... IV-2

4.2.2.1 Pengukuran Langsung .............................................................. IV-4

4.2.2.2 Pengambilan Sampel Air .......................................................... IV-4

4.2.2.3 Pemeriksaan Sampel Air .......................................................... IV-5

4.2.2.4 Penentuan Laju Deoksigenasi................................................... IV-6

4.3 Pengolahan Data IV-9

4.3.1 Penentuan Laju Deoksigenasi Menggunakan Metode Slope ........ IV-9

4.3.2 Penentuan Laju Deoksigenasi Menggunakan Rumus Empiris ... IV-10

vii
4.4 Analisis Data IV-10

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ V-1


5.1 Data Sekunder Kualitas Air Sungai Cikapundung V-1

5.2 Pengukuran Parameter Debit V-3

5.3 Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung V-4

5.4 Perhitungan Laju Deoksigenasi V-7

5.4.1 Perhitungan Laju Deoksigenasi Menggunakan Analisis


Laboratorium ................................................................................. V-7

5.4.1.1 Perhitungan Laju Deoksigenasi dengan Menggunakan Metode


Slope atau Metode Thomas ..................................................................... V-8

5.4.2 Perhitungan Laju Deoksigenasi Menggunakan Rumus Empiris . V-56

5.4.3 Analisis Uji Signifikan Untuk Nilai Laju Deoksigenasi


Sebenarnya ................................................................................... V-57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... VI-1


6.1 Kesimpulan VI-1

6.2 Saran VI-2

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Zona Self Purification II-9


Gambar 3. 1 Peta Administrasi Sungai Cikapundung III-3
Gambar 3. 2 Tata Guna Lahan DAS Cikapundung III-8
Gambar 4. 1 Diagram Tahapan Penelitian IV-1
Gambar 4. 2 Peta Digitasi Titik Sampel IV-3
Gambar 5. 1 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 1 Long Term
(Jl. Dago Bengkok) V-10
Gambar 5. 2 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 1 Short Term
(Jl. Dago Bengkok) V-12
Gambar 5. 3 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 2 Long Term
(Jl.Dago Bengkok) V-15
Gambar 5. 4 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 2 Short Term
(Jl.Dago Bengkok) V-17
Gambar 5. 5 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 3 Long Term
(Jl. Dago Bengkok) V-20
Gambar 5. 6 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 3 Short Term
(Jl.Dago Bengkok) V-22
Gambar 5. 7 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 1 Long
Term (Viaduct) V-25
Gambar 5. 8 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 1 Short
Term (Viaduct) V-27
Gambar 5. 9 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 2 Long
Term (Viaduct) V-30
Gambar 5. 10 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 2 Short
Term (Viaduct) V-32
Gambar 5. 11 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Tengah 3 Long Term
(Viaduct) V-35
Gambar 5. 12 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 3 Short
Term (Viaduct) V-37

ix
Gambar 5. 13 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 1 Long Term
( Jl. Soekarno Hatta) V-40
Gambar 5. 14 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 1 Short Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-42
Gambar 5. 15 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 2 Long Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-45
Gambar 5. 16 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 2 Short Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-47
Gambar 5. 17 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 3 Long Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-50
Gambar 5. 18 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 3 Short Term
(Viaduct) V-52

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Klasifikasi Mutu Air II-7


Tabel 2. 2 Baku Mutu Air Sungai dan Sejenisnya II-8
Tabel 3. 1 Penggunaan Lahan Sub DAS Cikapundung III-7
Tabel 3. 2 Data Kualitas Air Sungai III-9
Tabel 4. 1 Parameter Kimia yang Akan di Uji dan Metode yang
Digunakan IV-5
Tabel 4. 2 Waktu Pemeriksaan Sampel IV-6
Tabel 5. 1 Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung V-1
Tabel 5. 2 Hasil Pengukuran Debit Sungai V-3
Tabel 5. 3 Hasil Pengukuran Kualitas Air Langsung di Lokasi V-4
Tabel 5. 4 Hasil Laboratorium Kualitas Air Sungai Cikapundung V-4
Tabel 5. 5 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 1 Jalan Dago Bengkok Long
Term (30 Hari) V-8
Tabel 5. 6 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 1 (Jl. Dago Bengkok) Long Term V-9
Tabel 5. 7 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 1 Jalan Dago Bengkok Short
Term (12 Hari) V-11
Tabel 5. 8 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 1 (Jl. Dago Bengkok)
Short Term V-12
Tabel 5. 9 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 2 Long Term 30 Hari (Jl.
Dago Bengkok) V-14
Tabel 5. 10 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 2 Long Term
(Jl. Dago Bengkok) V-14
Tabel 5. 11 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 2 Short Term 12 Hari (Jl.
Dago Bengkok) V-16
Tabel 5. 12 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 2 Short Term
(Jl. Dago Bengkok) V-17
Tabel 5. 13 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 3 Long Term 30 Hari (Jl.
Dago Bengkok) V-19
Tabel 5. 14 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 3 Long term
(Jl. Dago Bengkok) V-19
Tabel 5. 15 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 3 Short Term 12 Hari (Jl.
Dago Bengkok) V-21
Tabel 5. 16 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 3 Short Term
(Jl. Dago Bengkok) V-22
Tabel 5. 17 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 1 Long Term 30 Hari
(Viaduct) V-24
Tabel 5. 18 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 1 Long Term (Viaduct) V-24
Tabel 5. 19 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 1 Short Term 12 Hari
(Viaduct) V-26
Tabel 5. 20 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 1 Short Term (Viaduct) V-27
Tabel 5. 21 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 2 Long Term (Viaduct)
V-29
Tabel 5. 22 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 2 Long Term (Viaduct) V-29
Tabel 5. 23 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 2 Short Term 12 Hari
(Viaduct) V-31
Tabel 5. 24 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 2 Short Term (Viaduct) V-32
Tabel 5. 25 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 3 Long Term 30 Hari
(Viaduct) V-34
Tabel 5. 26 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 3 Long Term (Viaduct) V-34
Tabel 5. 27 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 3 Short Term 12 Hari
(Viaduct) V-36
Tabel 5. 28 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 3 Short Term (Viaduct) V-37
Tabel 5. 29 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 1 Long Term 30 Hari
(Jl. Soekarno Hatta) V-39
Tabel 5. 30 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 1 Long Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-39
Tabel 5. 31 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 1 Short Term 12 Hari (Jl.
Soekarno Hatta) V-41
Tabel 5. 32 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 1 Short Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-42

xii
Tabel 5. 33 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 2 Long Term 30
Hari (Jl. Soekarno Hatta) V-44
Tabel 5. 34 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 2 Long Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-44
Tabel 5. 35 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 2 Short Term 12
Hari (Jl. Soekarno Hatta) V-46
Tabel 5. 36 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 2 Short Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-47
Tabel 5. 37 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 3 Long Term 30 Hari (Jl.
Soekarno Hatta) V-49
Tabel 5. 38 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 3 Long Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-49
Tabel 5. 39 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 3 Short Term 12
Hari (Jl. Soekarno Hatta) V-51
Tabel 5. 40 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 3 Short Term
(Jl. Soekarno Hatta) V-52
Tabel 5. 41 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate dengan Menggunakan
Metode Thomas atau Metode Slope Long Term 30 Hari V-54
Tabel 5. 42 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate dengan Menggunakan
Metode Thomas atau Metode Slope Short Term 12 Hari V-54
Tabel 5. 43 Nilai Laju Deoksigenasi Dengan Menggunakan
Rumus Empiris V-57
Tabel 5. 44 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate Long Term 30
Hari V-58
Tabel 5. 45 Perhitungan Uji Signifikansi Laju Deoksigenasi Long Term V-58
Tabel 5. 46 Perhitungan Uji Signifikansi BOD Ultimate Long Term V-59
Tabel 5. 47 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate Short Term
Term 12 Hari V-60
Tabel 5. 48 Perhitungan Uji Signifikansi Laju Deoksigenasi Short Term V-60
Tabel 5. 49 Perhitungan Uji Signifikansi BOD Ultimate Short Term V-61
Tabel 5. 50 Hasil Uji Signifikansi Laju Deoksigenasi V-62
Tabel 5. 51 Hasil Uji Signifikansi BOD Ultimate V-62

xiii
I. BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu badan air yang merupakan kekayaan sumber daya air adalah
sungai. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai,
sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran
air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan
dan kiri oleh garis sempadan. Kondisi suatu sungai sangat berhubungan dengan
karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan yang ada di sekitarnya. Berbagai
macam aktivitas pemanfaatan oleh manusia di sekitar sungai dapat memberikan
dampak terhadap sungai. Salah satunya yaitu penurunan kualitas air yang
disebabkan masuknya limbah ke dalam aliran sungai. Masalah penurunan kualitas
air sungai banyak terjadi pada beberapa sungai di kota Bandung diantaranya adalah
Sungai Cikapundung.
Sungai Cikapundung adalah salah satu sungai yang membelah Kota
Bandung melewati 9 kecamatan yang mencakup 13 kelurahan. Keadaan lingkungan
serta ekosistem Sungai Cikapundung terutama yang melewati Kota Bandung pada
saat ini, sudah sangat mengkhawatirkan. Sungai yang dulunya menjadi sumber
kehidupan bagi masyarakat lokal airnya telah berubah menjadi keruh dan bau,
bantaran menjadi sempit, dan banyak sampah yang terlihat (Maria, 2008 dalam
Bachrein 2012).
Sungai Cikapundung mulai dari hulu sampai dengan muaranya di Sungai
Citarum memiliki panjang sekitar 39 km, melewati tiga wilayah administrasi yaitu
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung (Sofyan 2004
dalam Bachrein 2012). Di sekitar pinggiran Sungai Cikapundung dipadati oleh
rumah-rumah penduduk dengan saluran buangannya yang langsung mengarah ke
sungai (Robiahadawiyah, 2011). Hal tersebut yang mempengaruhi semakin
menurunnya kualitas air pada Sungai Cikapundung. Salah satu faktor penurunan
kualitas air sungai adalah buangan yang berasal dari kegiatan rumah tangga atau
buangan domestik yang masuk ke dalam Sungai Cikapundung. Semakin banyak zat
I-1
I-2
organik yang terkandung dalam air sungai maka akan semakin banyak pula oksigen
terlarut yang digunakan, sehingga mengakibatkan oksigen terlarut menjadi
berkurang. Kecepatan penurunan nilai oksigen yang terlarut dalam air karena
digunakan oleh bakteri aerob dalam menguraikan zat-zat organik disebut laju
deoksigenasi.
Hasil penelitian terdahulu, menunjukan bahwa nilai rentang laju
deoksigenasi yaitu berkisar antara 0,03-0,24 per hari untuk Sungai Cikapundung
pada ruas Jalan Siliwangi – Jalan Asia Afrika (Saputra, 2017). Dari penelitian
tersebut, diperoleh bahwa nilai laju deoksigenasi relatif rendah.
Penelitian mengenai parameter yang mempengaruhi nilai laju deoksigenasi
yang terjadi pada sungai yang terdapat di Indonesia sangat jarang dilakukan.
Berdasarkan kondisi tersebut, terlihat bahwa pemodelan yang digunakan di sungai
urban di Indonesia harus memiliki karakteristik tertentu yang sesuai dengan kondisi
di lapangan dan tidak menggunakan model dan koefisien yang berlaku di negara-
negara maju. Penentuan laju deoksigenasi sudah dilakukan untuk periode singkat
(short term), namun hasil pemodelan akan lebih akurat apabila laju deoksigenasi
ditentukan pada uji laboratorium dengan periode panjang (long term). Alasan
pemilihan Sungai Cikapundung sebagai lokasi penelitian adalah Sungai
Cikapundung dapat mewakili karakteristik sungai di Indonesia yang memiliki debit
tinggi di daerah hulu sungai sampai dengan debit rendah di daerah hilir sungai.

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah melakukan pemeriksaan dan analisa
terhadap parameter yang dapat mempengaruhi laju deoksigenasi dan BOD Ultimate
dalam waktu long term (Durasi Panjang 30 Hari) dan short term (Durasi 12 Hari)
di Sungai Cikapundung agar dapat memberikan masukan pada upaya pengelolaan
kualitas air Sungai Cikapundung.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai koefisien laju
deoksigenasi dan BOD ultimate dengan metode long term dan short term pada
Sungai Cikapundung dengan menggunakan metode analisa laboratorium
(Thomas/Slope) dan menggunakan rumus empiris.
I-3
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Objek Penelitian adalah Sungai Cikapundung dengan segmen hulu di Jalan
Dago Bengkok, segmen tengah di Viaduct, dan segmen hilir di Jalan
Soekarno Hatta.
2. Penelitian ini dilakukan pada awal musim hujan di bulan September.
3. Parameter yang diteliti adalah BOD, DO, debit aliran, suhu, dan pH.
4. Penelitian ini menggunakan metode analisa laboratorium (Thomas/Slope)
dan menggunakan rumus empiris.
5. Dari kedua metode yang dilakukan, hasil dari metode short term dan long
term akan dilakukan perhitungan statistika menggunakan metode uji
signifikansi.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini meliputi :
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan
penelitian, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang pengertian, jenis-jenis dan manajemen
sungai, pencemaran air, Self Purification (pembersihan
alami) sungai, pemodelan kualitas air sungai, laju
deoksigenasi dan cara menentukannya, penentuan nilai laju
kinetika, penelitian terdahulu.
BAB III Gambaran Umum Wilayah Studi
Bab ini berisi tentang gambaran umum wilayah yang
dijadikan sebagai objek studi seperti wilayah administrasi,
letak geografis, keadaan topografis, keadaan geologis,
hidrologi Kota Bandung, serta informasi Sungai
Cikapundung.
I-4
BAB IV Metodologi Penelitian
Bab ini berisi tentang tahapan penelitian, studi
pendahuluan,pengolahan data, dan analisis data.
BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang kondisi lokasi sampel air sungai,
kualitas air sungai, dan perhitungan laju deoksigenasi baik
dengan menggunakan analisis laboratorium maupun dengan
menggunakan rumus empiris, dan analisis hasil pengolahan
data.
BAB VI Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan
juga berisi saran untuk pengembangan penelitian
selanjutnya.
II. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Air


Air merupakan sumber daya vital bagi kehidupan makhluk hidup.
Terganggunya suatu keseimbangan siklus air atau siklus hidrologi, akan berdampak
terhadap lingkungan secara luas. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Badan air adalah air yang terkumpul dalam suatu
wadah baik alami maupun buatan yang mempunyai tabiat hidrologikal, wujud fisik,
kimiawi, dan hayati.

2.2 Pengertian Sungai


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang
Sungai disebutkan bahwa Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan
berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai
muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Daerah Aliran Sungai (DAS)
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan ruang dimana sumberdaya alam,
terutama vegetasi, tanah dan air, berada dan tersimpan serta tempat hidup manusia
dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dengan demikian daerah aliran sungai merupakan satuan wilayah alami
yang memberikan manfaat produksi serta memberikan pasokan air melalui sungai,
air tanah, dan mata air, untuk memenuhi berbagai kepentingan hidup baik untuk
manusia, flora maupun fauna (Paimin, dkk.2012).
II-1
II-2
2.3 Manajamen Sungai
Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau
mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia, seperti :
1. Bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air atau
menghasilkan energi.
2. Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas daratan
sehingga terjadi banjir.
3. Kanal-kanal dibuat untuk mentrasfer atau menyebarkan air agar dapat
menghubungkan sungai-sungai.
4. Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan sebaran aliran air
atau diluruskan untuk meningkatkan aliran.

2.4 Pencemaran Sungai


Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu air yang telah ditetapkan. Masukan buangan ke dalam sungai akan
mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di dalam
perairan. Perubahan ini dapat menghabiskan bahan-bahan yang essensial dalam
perairan sehingga dapat mengganggu lingkungan perairan. Masuknya bahan
organik ke dalam perairan mempunyai akibat yang sangat kompleks. Penambahan
bahan organik maupun anorganik berupa limbah ke dalam perairan selain akan
mengubah susunan kimia air, juga akan memengaruhi sifat-sifat biologi dari
perairan tersebut.

2.4.1 Sumber Pencemaran Air


Sumber pencemar yang berasal dari aktivitas manusia dapat diidentifikasi
kedalam suatu lokasi tertentu (point source) atau tak tentu/tersebar (non
point/diffuse source) (Suyasa, 2015). Kedua jenis sumber pencemar itu harus
diperhitungkan dan dianalisis dalam menentukan beban pencemaran yang masuk
ke suatu media lingkungan. Sumber tertentu lebih mudah diidentifikasi karena
kejelasan hubungan antara suatu akktivitas sebagai sumber pencemar, sementara
II-3
sumber tidak tentu meliputi sebaran berbagai aktivitas yang luas serta menyangkut
dampak yang tidak langsung. Sumber pencemar point source misalnya knalpot
mobil, cerobong asap pabrik dan saluran limbah industri. Pencemar yang berasal
dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan
berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan. Sumber pencemar non point
source dapat berupa campuran sumber tertentu dalam jumlah yang banyak,
misalnya limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pupuk dan pestisida,
limpasan dari daerah pemukiman (domestik) dan limpasan dari daerah perkotaan.
Sumber pencemar dari berbagai aktivitas manusia baik berasal dari lokasi tertentu
maupun tidak tertentu dapat menghasilkan bahan pencemar berupa padatan, cairan
maupun gas. Bahan pencemar yang masuk ke media air dapat terlarut, tersuspensi,
endapan dan lepas sebagai gas.
Sumber pencemar juga dapat dikelompokan menjadi sumber pencemar
langsung dan sumber pencemar tidak langsung. Sumber pencemar langsung adalah
sumber pencemar yang langsung keluar dari sumbernya masuk ke media sebagai
sumber dampak. Sumber pencemar langsung antara lain dari kegiatan industri,
rumah tangga, pertanian, peternakan dan sebagainya. Sumber tidak langsung adalah
kontaminan yang memasuki lingkungan melalui media perantara, misalnya tanah,
air tanah dan hujan sebelum ke target penerima dampak.

2.4.2 Indikator Pencemaran Air


Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati. Perubahan fisik, kimia, dan biologi
lingkungan perairan dapat ditunjukan dengan berbagai indikator/tanda bahwa air
dalam keadaan tercemar.Indikator tersebut adalah sebagai berikut (Suyasa, 2015) :
1. Suhu
Suhu sangat penting dalam suatu perairan, karena menentukan jenis
organisme yang dapat hidup. Kegiatan industri sering kali menggunakan
mesin reactor dalam proses produksi. Apabila hal ini dibuang ke perairan
maka akan mengakibatkan perubahan suhu perairan. Perubahan suhu
perairan juga dapat terjadi karena peristiwa alam, yang mengakibatkan
peningkatan kesuburan perairan sehingga akan timbul jenis tanaman air
yang menimbulkan pencemaran.
II-4
2. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) bagi kehidupan normal berkisar antara 6-9. Air dapat
bersifat asam atau basa tergantung dari jumlah ion hydrogen yang
didonorkan.
3. Warna, Rasa, & Bau
Indikator fisik yang mudah terdeteksi oleh panca indera manusia adalah
warna, rasa, dan bau. Perubahan itu disebabkan oleh jenis dan jumlah bahan
buangan/limbah di perairan. Warna, rasa, dan bau dapat mengurangi estetika
bagi penggunaan air untuk keperluan air sehari-hari.
4. Timbulnya Endapan (Koloidal dan Bahan Terlarut)
Endapan, Koloidal dan Bahan Terlarut berasal dari bahan buangan industri
yang berbentuk padat. Bentuk menjadi Endapan maupun koloidal
tergantung pada daya larut bahan buangan tersebut. Endapan yang tidak
dapat larut sempurna akan berada di dasar perairan, sedangkan yang
sebagian larut akan membentuk koloidal di perairan.
5. Mikroorganisme
Mikroorganisme berperan dalam mendegradasi bahan buangan. Semakin
banyak bahan buangan di perairan maka akan semakin banyak
mikroorganisme yang akan mendegradasinya.
6. Radioaktivitas
Radioaktif telah banyak dipergunakan di segala bidang, antara lain
pertanian, kedokteran, Industri dan lain sebagainya. Sejak awal
terbentuknya bumi, radioaktivitas telah ada dalam pembentukan Bumi
melalui Reaksi Fusi yang memerlukan energi yang sangat tinggi. Namun
manusia dilarang untuk mebuang secara sengaja bahanbahan radioaktif ke
perairan.

2.5 Parameter Kualitas Air Sungai


Penentuan parameter yang ditetapkan oleh pemerintah pada Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, parameter yang ditetapkan terbagi menjadi lima
yaitu parameter fisika, parameter kimia organik, parameter kimia anorganik,
II-5
parameter mikrobiologi, dan parameter radioktivitas dengan total 49 parameter
pencemaran dan dijelaskan juga baku mutu air sungai dan sejenisnya pada lampiran
VI dari Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Parameter yang umum diketahui
pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hidrogen, oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal
Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen
Demand, COD).
a) Konsentrasi ion hidrogen atau pH
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
sekitar 6-9. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila
pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang
mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan
industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan
biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan
menyukai pH antara 6-9. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah.

b) Oksigen terlarut (DO)


Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut pada perairan Kadar
oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi tergantung pada suhu,
salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Ikan dan organisme akuatik di
perairan membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup. Kebutuhan
oksigen sangat berhubungan erat dengan suhu. Kadar logam berat yang tinggi
dapat mempengaruhi system respirasi organisme akuatiksehingga pada saat
kadar oksigen terlarut rendah dan kadar logam berat tinggi akan dapat
menyengsarakan organisme akuatik (Suyasa, 2015).
Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh
proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar
daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Lapisan eufotik adalah
lapisan air dimana terdapat cahaya matahari yang cukup untuk mendukung
terjadinya kegiatan fotosintesis. Kadar oksigen terlarut dapat melebihi kadar
oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada
II-6
malam hari, tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola
perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen
pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari
dan minimum pada pagi hari.

c) Kebutuhan Oksigen Biologis (BOD)


BOD atau (Biochemical Oxygen Demand) merupakan kuantitas oksigen
terlarut yang dibutuhkan untuk mengurai bahan orgnaik yang terdapat di dalam
air secara sempurna dengan menggunakan ukuran proses biologi dan kimia
yang terjadi di perairan (Daroini, dkk. 2020) . BOD adalah kebutuhan oksigen
biologis yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk
memecah bahan organik secara aerobic (Santoso, 2018). Proses dekomposisi
bahan organik ini diartikan bahwa mikroorganisme memperoleh energi dari
proses oksidasi dan memakan bahan organik yang terdapat di perairan.
Kebutuhan oksigen biologis (Biochemical Oxygen Demand) merupakan
parameter kimia yang berfungsii untuk mengetahui kualitas perairan. Nilai
BOD sangat penting sebagai indicator kualitas perairan. Kandungan BOD yang
tinggi menandakan minimnya oksigen terlarut yang terdapat di dalam perairan
(Daroini, dkk. 2020). Menurut Jones dalam Salmin (2005), kondisi tersebut
akan berdampak terhadap kematian organisme perairan seperti ikan akibat
kekurangan oksigen terlarut.

d) Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)


Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi (Lumaela, dkk.
2013). Kebutuhan Oksigen Kimia adalah suatu uji yang menentukan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik yang terdapat didalam air (Nurdin, dkk. 2009). COD atau kebutuhan
oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang
ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Nilai COD merupakan
ukuran bagi tingkat pencermaran oleh bahan organik (Nurhasanah, 2009).
II-7
2.6 Baku Mutu Air Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Mutu
air adalah ukuran kondisi air pada waktu dan tempat tertentu yang diukur dan/atau
diuji berdasarkan parameter tertentu dan metode tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Klasifikasi mutu air dan
pengelolaan kualitas air serta parameter baku mutu air sungai dan sejenisnya
berdasarkan Lampiran VI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22
tahun 2021 tercantum pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2. 1 Klasifikasi Mutu Air
Kelas Kegunaan
Air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk air baku air
I minum, dan/atau peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
II
mengairi pertanaman, dan/atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air yang mengairi tanaman, dan/atau
III
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
IV pertanaman dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Sumber: Lampiran VI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021
II-8
Tabel 2. 2 Baku Mutu Air Sungai dan Sejenisnya
Kelas Kelas Kelas Kelas
No. Parameter Unit keterangan
1 2 3 4
I. Fisika
Perbedaan
dengan suhu
o Dev Dev
1. Temperatur C Dev 3 Dev 3 udara di atas
3 3
permukaan
air
Tidak
2. TDS mg/L 1000 1000 1000 1000 berlaku
untuk muara
3. TSS mg/L 40 50 100 400
Tidak
Pt-Co berlaku
4. Warna 15 50 100 -
Unit untuk air
gambut
II. Kimia
Tidak
berlaku
1. pH 6-9 6-9 6-9 6-9
untuk air
gambut
2. BOD mg/L 2 3 6 12
3. COD mg/L 10 25 40 80
Batas
4. DO mg/l 6 4 3 1
minimal
Minyak
5. mg/L 1 1 1 10
dan lemak
Deterjen
6. mg/L 0,2 0,2 0,2 -
Total
III. Biologi
Fecal MPN/100
1. 100 1.000 2.000 2.000
Coliform ml
Total MPN/100
2. 1.000 5.000 10.000 10.000
Coliform ml
Sumber: Lampiran VI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2021
II-9
2.7 Self Purification (Pembersihan Alami) Sungai
Alam sebenarnya memiliki kemampuan mengatasi masalah pencemaran
yang terjadi. Mekanisme yang disebut Self Purification itu, lahir bersamaan dan ada
dalam diri alam dari zaman ke zaman. Self Purification atau daya dukung alam
hanya bisa muncul pada kondisi pencemaran tertentu. Yang terjadi beberapa tahun
kebelakang, ketika bersentuhan dengan peradaban modern, tingkat pencemaran
sudah melebihi ambang batas atau kapasitas daya dukung alam.

Gambar 2. 1 Zona Self Purification


(http://lingkungan.itats.ac.id/ , Diakses 5 Februari 2021)
Kondisi oksigen terlarut pada zona bersih merupakan konsentrasi normal
DO di perairan dan BOD pada kondisi yang rendah. Pada zona ini hewan – hewan
air yang membutuhkan oksigen dalam konsentrasi normal tumbuh dengan baik.
Hewan hewan ini akan mati bila konsentrasi oksigen menurun.
Dengan adanya pencemar yang memasuki badan air, peningkatan BOD
terjadi seiring dengan penurunan konsentrasi oksigen. Zona ini disebut dengan zona
dekomposisi dimana terjadi dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Populasi
bakteri di zona ini meningkat. Hewan yang dapat tumbuh adalah hewan dengan
kebutuhan oksigen yang rendah, seperti beberapa jenis ikan dan lintah.
Zona septik terjadi pada saat keberadaan oksigen yang sedikit. Ikan akan
menghilang atau pindah dari zona ini karena ketidaksesuaian dengan kebutuhan
oksigennya. Pada beberapa bagian kehidupan yang terdapat pada zona ini adalah
cacing lumpur, jamur dan bakteri anaerobik. Bakteri berada pada populasi yang
tinggi pada zona ini.
II-10
Seiring dengan waktu dan jarak dari lokasi pencemaran. Sungai mengalami
peningkatan konsentrasi oksigen yang berasal dari penangkapan udara oleh air,
aerasi dan tanaman air. Selain itu bahan organik mengalami penurunan setelah
mengalami dekomposisi sehingga BOD menurun. Zona ini disebut zona recovery,
pada zona ini hewan hewan yang tidak membutuhkan oksigen tinggi kembali dapat
ditemui dan hidup disini dan populasi bakteri menurun.
Zona bersih kembali tercapai setelah recovery selesai. Hewan – hewan air
dapat tumbuh kembali dengan baik.

2.8 Pemodelan Kualitas Air Sungai


2.8.1 Oxygen Sag
Studi keseimbangan oksigen dalam suatu perairan tercemar biasanya
menghasilkan profil DO satu atau lebih sepanjang perairan. Pemodelan kualitas air
sungai mengalami perkembangan yang berarti sejak diperkenalkannya perangkat
lunak DOSAG1 pada tahun 1970. Prinsip dasar dari pemodelan tersebut adalah
penerapan neraca massa pada sungai dengan asumsi 1 dimensi dan kondisi tunak.
Perhitungan yang dipakai pada pemodelan tersebut adalah kebutuhan oksigen pada
kehidupan air tersebut (BOD) untuk mengukur terjadinya pencemaran di badan air.
Pemodelan sungai diperkenalkan oleh Streeter dan Phelps pada tahun 1925
menggunakan persamaan kurva penurunan oksigen (oxygen sag curve) di mana
metoda pengelolaan kualitas air ditentukan atas dasar defisit oksigen kritis.
Pendekatan teori dasar Streeter dan Phelps hanya terbatas pada dua
fenomena yaitu proses deoksigenasi dan reareasi. Proses deoksigenasi adalah
proses pengurangan oksigen terlarut akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasi
bahan organik yang ada di dalam air. Proses reaerasi adalah peningkatan oksigen
terlarut yang disebablan karena terjadinya turbulensi pada aliran sungai sehingga
berlangsung perpindahan oksigen dari udara ke air. Nilai laju BOD yang digunakan
diasumsikan identik dengan hasil pengamatan pada percobaan skala laboratorium.
Model ini dapat diterapkan dengan mengambil asumsi bahwa penampang
melintang sungai sama sepanjang aliran yang ditinjau, kecepatan aliran konstan,
konsentrasi oksigen dan BOD uniform dalam arah lateral dan vertikal pada seluruh
penampang melintang. Pengaruh alga dan endapan lumpur diabaikan. Di samping
II-11
itu laju reaksi deoksigenasi dan reaerasi dianggap konstan. Selanjutnya dalam
analisis sungai diasumsikan bahwa air buangan yang masuk ke sungai terdistribusi
merata pada seluruh penampang melintang sungai. Keadaan ini tidak akan tercapai
pada titik dekat pembuangan, namun asumsi ini dapat dipenuhi pada perjalanan air
buangan ke arah hilir.
Jika air sungai dan air buangan diasumsikan tercampur sempurna pada titik
pembuangan, maka konsentrasi konstituen campuran limbah dan sungai pada X =
0, dapat dilihat pada persamaan di bawah ini :
𝑄𝑠 . 𝐶𝑠+𝑄𝑤 . 𝐶𝑤
𝐶0 = ........................................................ (Persamaan 2.1)
𝑄𝑠+𝑄𝑤

Dimana :
C0 = Konsentrasi konstituen pada titik pencampuran (mg/l)
Qs = debit sungai (m3/det)
Cs = konsentrasi konstituen dalam sungai sebelum tercampur (mg/l)
Qw = debit air buangan (m3/det)
Cw = konsentrasi konstituen dalam air buangan (mg/l)
Persamaan di bawah ini merupakan persamaan Oxygen Sag Streeter Phelps
yang paling banyak digunakan dalam analisis sungai. Persamaan untuk t = 0 dan D
= Do maka dapat dilihat pada persamaan di bawah ini :
𝑲𝟏 𝑲𝒓 𝑲𝟐
𝑲𝟏. 𝑳𝒐
𝑫 = 𝑫𝒐 . 𝒆(− 𝑼 ).𝑿 + [𝒆(− 𝑼 ).𝑿 − 𝒆(− 𝑼 ).𝑿 ].............................(Persamaan 2.2)
𝑲𝟐 −𝑲𝒓

Dimana:
D = defisit oksigen terlarut pada saat t (mg/l)
X = jarak titik pengamatan (km)
U = kecepatan rata-rata (m/det)
K1 = koefisien deoksigenasi (hari-1)
K2 = koefisien reaerasi (hari-1)
Kr = total penyisihan (hari-1)
Lo = konsentrasi BOD limpasan (t=0), (mg/l)
Do = defisit oksigen awal pada titik pembuangan (t=0), (mg/l)
II-12
2.8.2 Laju Deoksigenasi Long Term
Laju deoksigenasi adalah kecepatan penurunan nilai oksigen yang terlarut
di dalam air karena telah digunakan oleh bakteri aerob untuk menguraikan zat-zat
organik yang dapat menurunkan kualitas air sungai. (Chapra, 2015). Laju
deoksigenasi long term adalah untuk mengatahui pengaruh waktu terhadap
pengurangan oksigen terlarut di dalam air, hasil dari metode long term selama 30
hari ini akan digunakan untuk menentukan nilai laju deoksigenasi dan BOD akhir.
Laju deoksigenasi adalah koefisien penting dalam rumus BOD dan DO yang
digunakan dalam model kualitas air. Biasanya, tingkat deoksigenasi ditentukan di
laboratorium dalam jangka pendek, namun hasil yang didapat belum tentu mewakili
kondisi sungai sebenarnya. Oleh karena itu, Teknik uji laboratorium jangka panjang
kemungkinan akan memberikan hasil yang lebih baik dalam menentukan koefisien
laju deoksigenasi (Yustiani, dkk. 2021).
Nilai konstanta K1 (koefisien deoksigenasi) air sungai dapat menunjukkan
kecepatan penurunan konsentrasi oksigen karena digunakan oleh mikoorganisme
untuk proses penguraian materi organik yang terdapat dalam air sungai,. Semakin
besar nilai K1 akan semakin besar pula kemampuan sungai untuk melakukan
dekomposisi, oksidasi dan purifikasi secara alamiah. Koefisien deoksigenasi yang
digunakan untuk perhitungan model pencemaran organik air digunakan formula
yaitu rumus menurut Hydroscience (Chapra, S.C, 1997) untuk aliran normal adalah
sebagai berikut :
 Jika 0 ≤ H ≤ 8 ft  0 ≤ H ≤ 2,4 m, maka
𝐻 −0,434
𝐾1 = 0,3 𝑥 ( ) ....................................................... (Persamaan 2.3)
8

 Jika H > 8 ft  H ≥ 2,4 m


𝐾1 = 0,3 ........................................................................... (Persamaan 2.4)
Dimana :
K1 = koefisien deoksigenasi (hari-1)
H = kedalaman (ft)

2.8.3 Laju Reareasi


Laju raaerasi menunjukkan kecepatan peningkatan nilai oksigen yang
terlarut di dalam air karena turbulensi aliran sungai (Astono, 2010). Nilai konstanta
II-13
K2 (kofisien reaerasi) air sungai dapat menunjukan kecepatan pengambilan oksigen
oleh air sungai dari atmosfer. Semakin besar nilai K2 semakin banyak oksigen yang
dapat dimasukan kedalam air sungai. Masuknya oksigen ini akan meningkatkan
kandungan oksigen yang terlarut di dalam air sungai dan menghindari terjadinya
defisit oksigen terlarut yang berlebihan. Jika terjadi defisit oksigen terlarut yang
berlebihan, bisa terjadi kondisi dimana oksigen terlarut menurun mencapai nol, dan
akan terjadi kondisi sungai yang tidak diharapkan, yaitu kondisi anaerobik, dimana
ikan dan mahkluk air lainya yang memerlukan oksigen akan mati. Pada kondisi ini
sungai sudah termasuk kategori tercemar berat. Jadi semakin besar nilai Ka akan
semakin besar pula potensi sungai untuk menyediakan oksigen dan semakin besar
pula potensinya untuk melakukan dekomposisi, oksidasi dan purifikasi secara
alamiah.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun
2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada
Sumber Air, persamaan yang digunakan untuk menghitung proses peningkatan
oksigen terlarut sebagai berikut :

rR = K2 (C8 – C )………………………………………………….. (Persamaan 2.5)


Dimana :
rR = koefisien reaerasi
K2 = lau reaerasi permukaan, d-1 (dasar e)
C8 = konsentrasi oksigen jenuh, (mg/l)
C = konsentrasi oksigen terlaurt (mg/l)
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan harga K1
adalah menggunakan model yaitu rumus menurut O’Conner dan Dobbins untuk
aliran normal adalah sebagai berikut :

3,93𝑈𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎0,5
𝐾𝑎 = ................................................................(Persamaan 2.6)
𝐻𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎1,5
Dimana :
Ka = koefisien reaerasi (hari-1)
U = kecepatan rata-rata (m/det)
H = kedalaman rata-rata (m)
II-14
2.9 Penentuan Nilai Laju Kinetika
Banyak peneliti telah bekerja pada pengembangan dan penyempurnaan
metode dan formula untuk digunakan dalam mengevaluasi laju deoksigenasi (K1),
laju reaerasi (K2) dan BOD ultimate (La). Metode-metode tersebut adalah metode
slope Thomas (Thomas’s slope method), metode momen (method of moments),
fungsi logaritma (logarithmic function), and metode menghitung cepat (rapid
methods calculating K1 (atau k1) and La).
Metode perhitungan yang digunakan dalam menentukan nilai laju urai BOD
dalam penelitian ini adalah metode slope Thomas, metode momen dan metode
grafik Thomas.
1. Metode Slope Thomas
Metode Thomas untuk penentuan BOD dilakukan berdasarkan kemiripan
dua fungsi, analisis grafis yang menggunakan fungsi berikut ini :

[ty-1]1/3 = (2,3kL)-1/3 + k2/3(3,43L1/3)-1t ................................ (Persamaan 2.7)


Dimana :
k = laju urai BOD basis 10 (hari)
L = BOD ultimate (mg/l)
y = BOD yang digunakan dalam interval waktu t (mg/l)
[ty-1]1/3 = dapat diplot sebagai fungsi dari t, dengan slope k2/3(3,43L1/3)-1
2,3kL-1/3 = perpotongan pada grafik

Metode slope yang dikenalkan oleh Thomas (1937) memberikan konstanta


BOD melalui perlakuan least-square (kuadrat terkecil) pada bentuk dasar
dari persamaan reaksi orde satu (Lin, 2007).
2. Metode Momen
Metode ini melibatkan penggunaan diagram Moore yang sebenarnya adalah
nomograf yang menunjukkan hubungan antara k, ƩBOD/La dan
ƩBOD/ƩBOD.t dari rangkaian pengukuran DO selama 7 hari, Nilai
Akumulasi DO Loss (y) digunakan dalam perhitungan ini yang selanjutnya
dikalikan dengan waktu pemeriksaan setiap harinya. Dari hasil tersebut
didapatkan nilai ƩBOD/ƩBOD.t atau Ʃy/Ʃyt kemudian dimasukkan ke
dalam diagram moore dibawah ini untuk mendapatkan nilai K1 (Laju
Deoksigenasi) (Ramallho, 1983 dalam Singh 2004).
II-15
3. Least Square
Menurut Metcalf Eddy (2003) dalam Sing (2004) metode least square
merupakan metode yang didasarkan pada kinetika orde satu. Persamaan
yang digunakan merupakan persamaan linier.

2.10 Penelitian Mengenai Laju Deoksigenasi


Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan laju deoksigenasi air
sungai urban di Indonesia salah satunya yaitu di Sungai Cikapundung yang
menggunakan metode pengamatan laboratorium selama 10 hari pada sampel yang
diambil di 3 titik, pengolahan data yang dilakukan menggunakan Metode Slope
dengan hasil penelitian nilai rentang laju deoksigenasi berkisar antara 0,01 hingga
0,17 per hari. Nilai rentang BOD ultimate secara keseluruhan berkisar antara 13,41
hingga 61,21 mg/L (Yustiani, dkk. 2017).
Penelitian pada Sungai Cicadas yang menggunakan metode pengamatan
laboratorium selama 10 hari pada sampel yang diambil di 3 titik, pengolahan data
yang dilakukan menggunakan Metode Slope dengan hasil penelitian nilai rentang
laju deoksigenasi berkisar antara 0,01 mg/l hingga 0,17 mg/l per hari. BOD
ulitimate yang diperoleh memiliki rentang antara 42,76 mg/L hingga 682 mg/L.
Sedangkan perhitungan dengan rumus empiris, menghasilkan laju deoksigenasi
sebesar 0,584 hingga 1,077 perhari (Yustiani, dkk. 2019).
Penelitian pada Sungai Cimanuk Kota Indramayu dengan pengambilan
sampel yang diambil di 2 titik, pengolahan data yang dilakukan berdasarkan
Metode Slope dengan hasil penelitian nilai rentang laju deoksigenasi berkisar antara
0,06 hingga 0,12 per hari dan nilai rentang BOD Ultimate berkisar antara 23,33
mg/L hingga 34,83 mg/L. sedangkan untuk nilai rentang laju deoksigenasi pada
Sungai Cikapundung dengan menggunakan rumus empiris berkisar antara 0,50
hingga 0,66 perhari (Yustiani, dkk. 2018). Penelitian mengenai penentuan laju
deoksigenasi dengan jangka waktu panjang (long-term) telah dilakukan di Sungai
Citarum dan menghasilkan nilai rentang 0,33-0,56 perhari dengan nilai BOD
berkisar antara 44,03-55,03 mg/L (Yustiani dkk, 2021). Selain itu, diperoleh juga
laju deoksigenasi long term untuk Sungai Brantas sebesar 0,019-0,046 perhari
II-16
dengan nilai BOD berkisar antara 9,614-17,291 mg/L (Hendriarianti dan
Karnaningrum, 2015).
Beberapa penelitian penentuan laju deoksigenasi telah dilakukan di negara
lain menggunakan dengan menggunakan metode kajian lapangan, kalibrasi model,
dan percobaan di laboratorium. Salah satu penelitian yang menggunakan kajian di
lapangan adalah Sungai Ravi di Pakistan dengan hasil 0,14-0,27 per hari (Haider,
dkk. 2010), Sungai Swan di Western Australia dengan hasil 0,23 per hari (Kurup,
dkk. 2002) dan Sungai Gomti di India dengan hasil 0,45 per hari (Jha. R, dkk. 2008).
Kajian di lapangan relatif sulit dilakukan untuk daerah perkotaan karena pencemar
masuk ke dalam sungai dalam bentuk menyerupai pencemaran garis, sementara
untuk mendapatkan nilai laju deoksigenasi di lapangan, proses urai pencemar hanya
dapat ditentukan dengan baik apabila pencemar yang masuk tidak terganggu oleh
pembuangan limbah di arah hilirnya.
Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai Laju Deoksigenasi banyak
ditemukan nilai rentang laju deoksigenasi (K1) dengan menggunakan analisis
laboratorium lebih kecil dibandingkan nilai rentang laju deoksigenasi (K1) dengan
menggunakan rumus empiris, hal ini terjadi dikarenakan rumus empiris hanya
menggunakan faktor kedalaman sungai saja tanpa memperhitungkan faktor lain,
kemudian kemungkingan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan materi
organik yang terkandung di dalam air sungai relatif rendah karena adanya zat yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Yustiani, dkk. 2018).
III. BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

3.1 Gambaran Umum Sungai Cikapundung


Sungai Cikapundung, sungai sepanjang 28 kilometer ini, melintasi 11
kecamatan di tiga kabupaten kota, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan
Kabupaten Bandung Barat. Daerah hulu Sungai Cikapundung terletak di daerah
Cigulung dan Cikapundung, Maribaya, (Kab. Bandung Barat). Sedangkan bagian
tengah termasuk Cikapundung Gandok dan Cikapundung Pasir Luyu (Kota
Bandung). Sungai Cikapundung bermuara di Sungai Citarum di Bale Endah
(Kab.Bandung) dan menjadi salah satu dari 13 anak sungai utama yang memasok
air untuk Sungai Citarum. Sungai Cikapundung di kanan kirinya dikelilingi oleh
bangunan permukiman penduduk.
Sungai Cikapundung adalah salah satu sungai stategis di Jawa Barat.
Beriringan dengan masalah dalam pembangunan perkotaan, masalah yang
terpenting adalah sumberdaya air sebagai sumber baku untuk pasokan utama air
minum. Kontribusi air tanah utuk kebutuhan baku nyatanya makin lama semakin
menurun kuantitasnya sehingga mendorong migrasi dari penggunaan airtanah ke
air permukaan salah satunya air dari Sungai Cikapundung. Bahkan pemerintah
berusaha meningkatkan pasokan air baku hingga 0.604 m3 /detik dengan cara
membangun bendungan dari aliran Sungai Cikapundung (Sabar, 2016). Di satu sisi,
Sungai Cikapundung merupakan sumberdaya air bagi PDAM Kota Bandung.
namun di sisi lain, aktivitas manusia menjadikan sungai sebagai tempat
penggelontoran kotoran dan pembuangan limbah domestik maupun sampah kota.

3.2 Daerah Aliran Sungai Cikapundung


Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang merupakan salah satu bagian dari
sub DAS Citarum. Sungai ini mengalir melewati kawasan hutan lindung yang
didominasi oleh tumbuhan pinus dan kawasan perkebunan kina. DAS Cikapundung
merupakan salah satu bagian dari DAS Citarum, yaitu sungai terbesar dan
terpanjang di Provinsi Jawa Barat. DAS Cikapundung ini merupakan sungai yang
III-1
III-2
terpanjang dan terbesar di Jawa Barat. Terletak pada 6°45’-7°00’ LS dan 107°36’-
107°45’ BT, DAS ini mempunyai luas daerah tangkapan sekitar 43.439,04 Ha
dengan panjang sungai sekitar 39 km dan kerapatan sungai 2,41 km/km2.
Sedangkan luas totalnya yaitu 154 km2. Lebar Sungai Cikapundung di bagian hulu
mencapai sekitar 6 meter dan terus melebar hingga sekitar 20 meter di bagian hilir.
Bentuk DAS Cikapundung melebar di daerah hulu dan sempit di bagian hilir.
DAS Cikapundung merupakan sungai yang berfungsi sebagai drainase
utama di pusat Kota Bandung. Hingga saat ini, DAS ini masih sangat potensial bagi
penyedia air baku untuk kebutuhan penduduk meskipun debit air bulanannya
mengalami penurunan hingga 20-30% dari normal (Maria, 2008). Sungai
Cikapundung melintasi Kota Bandung sepanjang 15,50 km dengan 10,57 km
diantaranya (68,20%) dari panjang total merupakan daerah pemukiman padat
penduduk yang dipenuhi bangunan. Ketinggian sungai berkisar antara 650-2.067 m
dpl., dengan kemiringan di hulu sebesar 3-10% dan di hilir sebesar 0-3%. Sungai
ini berasal dari mata air yang berada di Gunung Bukit Tunggul yang kemudian
membentuk outlet dan bersatu membentuk Sungai Cikapundung.
III-3

Gambar 3. 1 Wilayah Administrasi DAS Cikapundung

Sungai Cikapundung ini mengalir melalui Kapubaten Bandung yang secara


administratif mencakup Kecamatan Lembang, Kecamatan Cilengkrang, dan
Kecamatan Cimenyan serta Kota Bandung meliputi Kecamatan Cidadap dan
Kecamatan Coblong. Bagian tengah dari sungai ini terletak di Kota Bandung
memanjang dari Dago Bengkok sampai Jalan Tol Padaleunyi. Sedangkan bagian
hulu dan hilir terletak pada Kabupaten Bandung. Sungai Cikapundung yang
mengalir di tempat ini bermata air di muara Maribaya, mengalir ke selatan untuk
kemudian bermuara di Sungai Citarum di sekitar daerah Dayeuh Kolot.
III-4
3.3 Kondisi Topografi
Sungai Cikapundung berada di Lembah Cikapundung, di bagian tengah dari
wilayah topografi yang dikenal dengan area cibeunying dengan kondisi topografis
berbukit dan pegunungan, yakni Gunung Tangkuban Perahu. Dengan elevasi 670-
1000 Mdpl, pada dasarnya daerah aliran Sungai Cikapundung di bagian utara
adalah kawasan konservasi.
Secara topografi, DAS Cikapundung dapat dibagi menjadi 3 bagian yakni
bagian atas mulai dari Dago Bengkok ke arah utara merupakan daerah perbukitan
dengan kemiringan antara 30 – 50%, bagian tengah mulai dari Dago Bengkok
hingga sekitar Jembatan Jl. Soekarno-Hatta yang merupakan daerah berombak
dengan kemiringan antara 3 – 8%, dan bagian bawah (hilir) mulai dari sekitar
Jembatan Jl. Soekarno-Hatta hingga Sungai Citarum merupakan daerah dataran
dengan kemiringan 0 – 3%. Wilayah Aliran Sungai Cikapundung Tengah yang
menjadi wilayah studi dalam penelitian ini mencakup lima kelurahan, mulai dari
Kelurahan Cipaganti, Kelurahan Lebak Siliwangi, Kelurahan Tamansari,
Kelurahan Babakan Ciamis, hingga Kelurahan Braga. Klasifikasi kemiringan di
wilayah penelitian ini berada pada kelas kemiringan I, dengan persentase 0 – 8%.

3.4 Kondisi Geologi


Secara garis besar formasi batuan yang membentuk sub-DAS Cikapundung
Hulu termasuk ke dalam jenis Quartenary Volcanic yang terbentuk pada masa
plistosein (Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung, 1994). Adapun jenis
satuan batuan dari sub-DAS Cikapundung Hulu adalah sebagai berikut:
 Hasil Gunung api Tua, satuan ini terdiri dari perselingan antara breksi
gunung api, lahar, dan lava. Penyebaran di daerah Bandung utara yang
dikenal sebagai Formasi Cikapundung, berumur Plistosein, dan
ketebalannya berkisar antara 0-350 m. Kelulusan umumnya kecil sampai
sedang, air tanah terdapat pada zona celahan dan rekahan.
 Formasi Cibeureum, batuannya terdiri dari perulangan berurutan breksi
gunung api sampai tufa. Formasi ini mempunyai ketebalan antara 0-180 m,
dan berumur Plistoseinatas – Holosen.
III-5
 Endapan danau atau yang bisa dikenal sebagai Formasi Kosambi, batuannya
terdiri dari batu lempung tufaan, batu lanau tufaan, dan batu pasir tufaan.
Ketebalan formasi ini berkisar antara 0-125 m. Kelulusannya rendah sampai
sedang, air tanah terdapat pada ruang antar butir.
 Kolovium, terbentuk dari hasil reruntuhan gunung api, terdiri dari bongkah-
bongkah batuan beku, batu pasir tufaan, dan lempung tufaan. Kelulusannya
sedang hingga tinggi pada material kasar dan kecil sampai kedap air pada
material lempungan, air tanah terdapat pada ruang antar butir.

3.5 Kondisi Hidrologi


Berdasarkan data BPLHD Provinsi Jawa Barat, kawasan DAS Cikapundung
merupakan bagian dari daerah tadah sungai Citarum Hulu yang bermata air dari
lereng perbukitan vulkanik yang mengitari dataran dengan luas daerah pengaliran
14.430 ha. Sungai Cikapundung pun dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian hulu
sungai di daerah Cigulung Maribaya dan Cikapundung Maribaya, bagian tengah
mulai dari Cikapundung Gandok hingga Cikapundung Pasirluyu, serta bagian hilir
di daerah muara Sungai Citarum, Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung. Panjang
maksimal dari sungai ini kurang lebih 28 km.
Aliran sungai bagian tengah merupakan daerah peralihan antara bagian hulu
dengan bagian hilir dan mulai terjadi pengendapan. Ekosistem tengah sebagai
daerah distributor dan pengatur air, dicirikan dengan daerah yang relatif datar.
Daerah aliran sungai bagian tengah menjadi daerah transisi dari kedua karakteristik
biogeofisik DAS yang berbeda antara hulu dengan hilir. Bagian tengah sungai
digambarkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Arus yang tidak begitu deras, daya erosinya mulai berkurang,
2. Arah erosi kebagian dasar dan samping,
3. Palung sungai berbentuk U (konkaf)
Mulai terjadi pengendapan (sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu
kelokan sungai yang mencapai 180° atau lebih.
III-6
3.6 Kondisi Hidrogeologi
Daerah sub-DAS Cikapundung dan sekitarnya mempunyai produktivtas
akuifer sedang sampai tinggi, setempat dibagian selatan dijumpai juga daerah
langka. Daerah yang berproduktivitas tinggi akuifernya berupa litologi penyusun
Formasi Cibeureum. Daerah lainnya mempunyai produktivitas sedang, sebagian
akuifernya berupa litologi penyusun Formasi Kosambi (Direktorat Geologi Tata
Lingkungan, Bandung, 1994).
Akuifer yang banyak dimanfaatkan terdapat pada Formasi Cibeureum,
sedangkan pada Formasi Cikapundung jarang dimanfaatkan terutama di daerah
dataran dikarenakan dalamnnya muka air tanah. Berdasarkan penyederhanaan
susunan stratigrafi dari data pengeboran yang ada, akuifer di daerah Bandung dapat
terbagi menjadi:
 Akuifer dangkal, ditemukan pada kedalaman antara 0-35 m di bawah muka
tanah (bmt) jenis akuifernya adalah akuifer tidak tertekan.
 Akuifer tengah, mempunyai kedalaman sekitar 40-150 m.bmt, terutama
disusun oleh Formasi Cibeureum, dan Formasi Kosambi. Akuifer ini
merupakan akuifer setengah tertekan sampai tertekan.
 Akuifer dalam, dengan kedalaman lebih dari 150 m.bmt, terutama disusun
oleh Formasi Cikapundung, dan merupakan akuifer setengah tertekan
sampai tertekan.
Akuifer tersebut di atas tidak homogen dalam komposisinya, dan
menunjukan keragaman baik vertikal maupun horizontalnya.

3.7 Tata Guna Lahan di DAS Cikapundung


Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh DLHK Kota Bandung dari
peta landuse DAS Citarum, penggunaan lahan di sub DAS Cikapundung di
dominasi oleh area pemukiman seluas 5.274,84 Ha atau sebesar 34,7%. Luas
penggunaan lahan di sub DAS Cikapundung selengkapnya disajikan pada Tabel
3.1 dan Gambar 3.2 dibawah ini.
III-7
Tabel 3. 1 Penggunaan Lahan Sub DAS Cikapundung
No Landuse Tahun 2014 Luas (Ha) Persentase
1 Area Pemukiman 5.274,84 34,7%
2 Hutan 1.555,51 10,2%
3 Industri 287,11 1,9%
4 Kebun/Perkebunan 2.570,09 16,9%
5 Ladang/Tegalan 3.116,55 20,5%
6 Sawah 1.729,06 11,4%
7 Semak Belukar 642,69 4,2%
8 Sungai/Danau/Waduk/Situ 14,05 0,1%
9 Tambak/Empang 14,97 0,1%
Total 15.204,86 100,0%
Sumber: BBWS Citarum, 2015
III-8

BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN


HIDUP KOTA BANDUNG

PENELITIAN MODEL INTERAKSI KUALITAS AIR TANAH DAN AIR SUNGAI


CIKAPUNDUNG DI KOTA BANDUNG

Gambar 3. 2 Tata Guna Lahan DAS Cikapundung


Sumber: BBWS Citarum, 2015
III-9
3.8 Data Fisik Sungai Cikapundung
Menurut Data DLH Kota Bandung, Sungai Cikapundung memiliki luas
daerah tangkapan di bagian hulu sebesar 111,3 km², di bagian tengah seluas 90,4
km² dan di bagian hilir seluas 76,5 Km². Jumlah penduduk yang berdomisili di DAS
Cikapundung mencapai 750.559 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk tertinggi
berada di Kelurahan Tamansari 28.729 jiwa. Ada sekitar 1.058 rumah yang berada
dekat dengan bantaran Sungai Cikapundung. Hampir seluruhnya membuang
limbah langsung ke sungai. Karenanya sungai Cikapundung ini menerima limbah
lebih dari 2,5 juta liter setiap harinya, yang sebagian besar berasal dari limbah
rumah tangga masyarakat sekitar Sungai Cikapundung yang dapat mengakibatkan
menurunnya kualitas air Sungai Cikapundung. Sesuai isi pada Tabel 3.2
memperlihatkan Data Kualitas Air Sungai yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan
Hidup dan Kebersihan Kota Bandung 2018 disebutkan bahwa Sungai Cikapundung
termasuk dalam kategori sungai dengan keadaan tercemar berat dan tercemar
sedang.
Tabel 3. 2 Data Kualitas Air Sungai
Nilai Indeks
No Nama Sungai Golongan Kategori
Storet
1 Ciateul -28 C Cemar Sedang
2 Cibeunying Down Stream -18 C Cemar Sedang
3 Cibeunying Middle Stream -26 C Cemar Sedang
4 Cibeunying Upstream -28 C Cemar Sedang
5 Cibiru Down Stream -18 C Cemar sedang
6 Cibiru Middle Stream -38 D Cemar Berat
7 Cibiru Upstream -18 C Cemar Sedang
8 Cibuntu Down Stream -20 C Cemar Sedang
9 Cibuntu Middle Stream -24 C Cemar Sedang
10 Cibuntu Upstream -10 B Cemar Ringan
11 Cidurian Down Stream -28 C Cemar Sedang
12 Cidurian Middle Stream -20 C Cemar Sedang
13 Cidurian Upstream -12 C Cemar Sedang
14 Cigondewah -38 D Cemar Berat
15 Cihapit -32 D Cemar Berat
16 Cikapundung Downstream -64 D Cemar Berat
17 Cikapundung Midle Stream -18 C Cemar Sedang
18 Cikapundung Upstream -18 C Cemar Sedang
19 Cipamokolan Down Stream -14 C Cemar Sedang
20 Cipamokolan Middle Stream -12 C Cemar Sedang
21 Cipamokolan Upstream 0 A Memenuhi
III-10
Nilai Indeks
No Nama Sungai Golongan Kategori
Storet
22 Cipanjalu Down Stream -38 D Cemar Berat
23 Cipanjali Middle Stream -36 D Cemar Berat
24 Cipanjalu Upstream -10 B Cemar Ringan
25 Cipedes -16 C Cemar Sedang
26 Cisaranten Down Stream -18 C Cemar Sedang
27 Cisaranten Middle Stream -10 B Cemar Ringan
28 Cisaranten Upstream -18 C Cemar Sedang
29 Citepus Down Stream -20 C Cemar Sedang
30 Citepus Middle Stream -12 C Cemar Sedang
31 Citepus Upstream -18 C Cemar Sedang
32 Ciwastra -32 D Cemar Berat
33 Curug Dogdog -41 D Cemar Berat
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung 2018

3.9 Fungsi dan Peran Sungai Cikapundung


3.9.1 Fungsi Sungai Cikapundung
Sungai Cikapundung dalam pemanfaatannya, berfungsi sebagai berikut
(Halimatusadiah. S, dkk. 2012) :
1. Drainase utama pusat kota
2. Penggelontor kotoran dan pembuangan limbah domestik maupun industri
sampah kota.
3. Objek wisata Bandung (Maribaya, Curug Dago, kebun binatang dll)
4. Penyedia air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung
yang membangun instalasi penyadapan di Dago Pakar, Dago, dan di Badak
Singa.
5. Pemanfaatan energi yang dikelola oleh PT Indonesia Power-Unit Saguling
yang mendirikan instalansi di PLTA Bengkok dan PLTA Dago Pojok
6. Sebagai sarana irigasi pertanian, namun seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan kota, instalasi tersebut tidak berfungsi secara efektif.
Fungsi dominan Sungai Cikapundung adalah sebagai pemenuhan
kebutuhan air bersih. Selain berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih
Sungai Cikapundung memiliki fungsi utama yaitu sebagai jaringan drainase utama
di Kota Bandung. Sungai Cikapundung juga merupakan salah satu sumber air
bersih bagi warganya. PDAM Tirtawening menggunakannya sebagai sumber air
bersih. Debit yang diambil sekitar 840 liter/detik, 200 liter/detik kemudian diolah
III-11
di Instalasi Pengolahan Badaksinga. Sedangkan 600 liter/detik diolah di Instalasi
Pengolahan Dago Pakar dan 40 liter/detik diolah di Mini Plant Dago Pakar
(Prokopim Kota Bandung, 2020).

3.9.2 Peran Sungai Cikapundung


Sungai Cikapundung mempunyai peran yang sangat penting bagi
perkembangan Kota Bandung. Kawasan Sungai Cikapundung dalam Raperda
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2011-2030,
ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Kota (KSK) yang mempunyai nilai
strategis dari sudut kepentingan fungsi daya dukung lingkungan hidup. Peran
Sungai Cikapundung sendiri adalah sebagai tempat penyimpanan air apabila terjadi
kelangkaan air baku di Kota Bandung. Selain itu, peran Sungai Cikapundung yaitu
sebagai tempat penampungan air agar masyarakat Kota Bandung tidak terkena
bencana khususnya bencana banjir dan genangan. Salah satu sebab banjir dan
genangan adalah penggunaan lahan yang tidak terkontrol di Kawasan Bandung
Utara sebagai daerah resapan. Selain itu, peran sungai cikapundung sendiri adalah
menghindari terjadinya erosi dan sendimentasi yang cukup tinggi serta fluktusi
debit yang besar.
IV. BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tahapan Penelitian


Penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah penelitian dalam
skala laboratorium. Gambar 4.1 memperlihatkan skema tahapan penelitian.

Gambar 4. 1 Diagram Tahapan Penelitian

IV-1
IV-2
Sungai yang dipilih sebagai tempat pengambilan sampel air adalah Sungai
Cikapundung. Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan yang akan dilakukan
untuk menentukan nilai laju deoksigenasi air Sungai Cikapundung. Tahapan-
tahapan tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Studi Pendahuluan
2. Data Sekunder
3. Data Primer
4. Pengolahan Data
5. Analisis Data
6. Kesimpulan dan Saran

4.2 Studi Pendahuluan


Studi pendahuluan dilakukan untuk mempelajari teori dari beberapa literatur
yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini yang ditulis oleh penulis. Literatur tersebut
berisikan tentang data-data apa saja yang dibutuhkan, dari mana atau dari siapa saja
data tersebut dapat diperoleh, dan dapat menentukan cara untuk menganalisa data-
data tersebut agar dapat memperkuat dasar teori dalam penelitian ini.

4.2.1 Data Sekunder


Data sekunder meliputi data yang berhubungan dengan permasalahan yang
diteliti pada penelitian dengan pencarian informasi melalui instansi terkait
mengenai data-data yang diperlukan diantaranya: data kualitas Sungai
Cikapundung, data topografi, data klimatologi, dan lain-lain.

4.2.2 Data Primer


Survei pendahuluan dilakukan untuk mengenal kondisi lokasi pengambilan
sampel, sebagai gambaran umum tentang daerah penelitian. Dalam penelitian ini
pengambilan sampel air dilakukan di 3 titik pada Sungai Cikapundung, lokasi
mengacu pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung Tahun
2020.
Lokasi pengambilan sampel dalam peneletian kali ini, yaitu berada di
Sungai Cikapundung yaitu pada segmen hulu sungai di Jalan Dago Bengkok (Titik
1) dengan titik koordinat 6° 52' 21.81'' S 107° 37' 15.62'' E, pada segmen tengah
sungai di Viaduct (Titik 2) dengan titik koordinat 6° 54' 59.9'' S 107° 36' 26.4'' E
IV-3
dan pada segmen hilir sungai di Jalan Soerkarno Hatta (Titik 3) dengan titik
koordinat 6° 56' 56.8'' S 107° 34' 18.6'' E.
Pertimbangan dalam penentuan titik-titik sampel yang diambil pada lokasi
tersebut karena pada bagian hulu di Jalan Dago Bengkok (Titik 1), pada bagian
tengah di Viaduct (Titik 2) dan pada bagian hilir di Jalan Soekarno Hatta (Titik 3)
dapat mewakili kondisi kualitas air dari badan air yang dipantau, dapat mewakili
kondisi anak sungai yang masuk atau daerah yang kondisinya masih alami, dapat
mewakili tolak ukur dampak dari aktivitas manusia, dan dapat mewakili tingkat
pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan suatu industri, pertanian, dan domestik.
Titik lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 4.2 sebagai
berikut.

Hulu

Tengah

Hilir

Gambar 4. 2 Peta Digitasi Titik Sampel


IV-4
4.2.2.1 Pengukuran Langsung
Pengukuran di lapangan dilakukan untuk mengenal kondisi lokasi
pengambilan sampel, sebagai gambaran umum tentang daerah penelitian. Hal ini
dilakukan agar dapat menentukan titik pengambilan sampel selain itu dilakukan
pengukuran setempat di lokasi pengambilan sampel seperti debit, suhu, pH dan DO
(Dissolved Oxygen).
Pengukuran debit terdiri dari beberapa pengukuran, di antaranya adalah
pengukuran kedalaman, lebar sungai dan kecepatan aliran sungai. Pengukuran
kedalaman dilakukan dengan menggunakan alat yang terbuat dari kayu yang
memiliki ukuran, penggunaan alat ini cukup mudah hanya dengan memasukkannya
ke dalam sungai secara tegak. Pada pengukuran lebar sungai dengan menggunakan
meteran yang dibentangkan dari satu sisi ke sisi lainnya. Pada pengukuran
kecepatan alat yang digunakan adalah bola tenis meja yang diikat dengan benang
dan stopwatch, dimana pengukuran dilakukan dengan satuan meter per detik.
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer.
Penggunaan alat ini dengan memasukkan bagian yang terdapat air raksanya, lihat
pergerakan air raksa yang terdapat di dalam termometer tersebut sampai berhenti,
kemudian catat hasil yang terukur.
Pengukuran pH dan DO dilakukan dengan menggunakan alat digital seprti
pH meter dan DO meter. Penggunaan alat ini dengan cara mencelupkan bagian
detektornya, yang kemudian hasilnya akan tertera pada masing-masing layar alat
tersebut.

4.2.2.2 Pengambilan Sampel Air


Sampel yang diambil pada titik-titik yang sudah ditentukan telah
dipertimbangkan dengan melihat tingginya potensi pencemaran dan beban
pencemaran. Sampel air diambil dengan menggunakan jerigen dalam keadaan
bersih dibilas terlebih dahulu menggunakan sampel air. Selama perjalanan sampel
air di simpan dalam jerigen dengan suhu ruang. Setelah sampai laboratorium
sampel air dipindahkan kedalam botol BOD untuk dilakukan pemeriksaan kualitas
air.
Pengambilan sampel air ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan untuk
masing-masing titik selama penelitian, pengulangan yang dimaksud untuk memper
IV-5
oleh data yang mewakili kondisi waktu, keadaan tertentu agar memperoleh nilai
data rata-rata yang lebih baik. Sampel air diambil untuk penentuan laju
deoksigenasi dan untuk pemeriksaan sampel dengan parameter kimia yang terdapat
pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021.

4.2.2.3 Pemeriksaan Sampel Air


Setelah melakukan pengambilan sampel, sampel dibawa menuju
laboratorium untuk dianalisis lebih lanjut. Pemeriksaan DO dilakukan di
Laboratorium Air Teknik Lingkungan Universitas Pasundan yang dilakukan
selama 30 hari, akan diperiksa dan dianalisis dengan menggunakan metode
Winkler.
Parameter yang diukur secara langsung adalah suhu air dan udara dengan
menggunakan termometer, pH dengan menggunakan pH meter dan DO dengan
menggunakan alat DO meter.
Adapun analisis kualitas air dengan parameter kimia yang akan diuji beserta
dengan metodenya berdasarkan Standard Method For The Examination Of Water

And Wastewater 22nd edition dapat dilihat pada Tabel 4.1.


Tabel 4. 1 Parameter Kimia yang Akan di Uji dan Metode yang Digunakan
No Parameter Metoda Analisis
1 TDS Gravimetri
2 TSS Gravimetri
3 BOD APHA 5210-B
4 COD APHA 5220-B
5 Minyak dan Lemak Gravimetri – ekstraksi cair cair
6 Nitrat (NO3) APHA 4500-NO3-E
7 Nitrit (NO2) APHA 4500-NO2-B
8 Ammonia (NH4) APHA 4500-NH3-F
9 Air Raksa (Hg) APHA 3500-Hg
10 Kromium Total (Cr) APHA 3500-Cr
11 Tembaga (Cu) APHA 3500-Cu
12 Seng (Zn) APHA 3500-Zn
13 Besi (Fe) APHA 3500-Fe-B
14 Timbal (Pb) APHA 3500-Pb
15 Mangan (Mn) APHA 3500-Mn-B
16 Klorida (Cl-) APHA 4500-Cl—B
IV-6
No Parameter Metoda Analisis
17 Fluorida (F) APHA 4500-F—D
18 Sulfat (SO4) APHA 4500-SO4-E
19 Klorin Bebas (Cl2) -
20 Sianida (CN) APHA 3500-CN
Sumber: Standart Method For The Examination Of Water And Wastewater 22nd Edition

4.2.2.4 Penentuan Laju Deoksigenasi


Setelah sampel air diambil dengan prosedur yang sesuai, dilakukan
perlakuan pemeriksaan kualitas air di Laboratorium. Perlakuan yang dilakukan
untuk menentukan laju deoksigenasi adalah inkubasi sampel pada suhu 20oC dan
pemeriksaan parameter DO. Proses inkubasi menggunakan botol BOD, dilakukan
selama 30 hari dengan menggunakan rentang waktu yang rapat di 7 hari awal
dengan total jumlah sampel sebanyak 105 botol winkler.
Tabel 4. 2 Waktu Pemeriksaan Sampel
Dalam
Pemeriksaan ke Hari ke- Waktu
Desimal
1 0 12:00 WIB 0
2 0 16:00 WIB 0,2
3 1 07:00 WIB 0,8
4 1 16:00 WIB 1,2
5 2 07:00 WIB 1,8
6 2 16:00 WIB 2,2
7 3 07:00 WIB 2,8
8 3 16:00 WIB 3,2
9 4 13:00 WIB 4
10 5 13:00 WIB 5
11 7 13:00 WIB 7
12 12 13:00 WIB 12
13 20 13:00 WIB 20
14 30 16:00 WIB 30
Konsentrasi DO diukur sesuai dengan hari yang sudah di tentukan
berdasarkan metode modifikasi Winkler (APHA, 2012) dengan menggunakan
rumus perhitungan sebagai berikut:
𝑉𝑡ℎ𝑖𝑜 × 𝑁𝑡ℎ𝑖𝑜 × 1000 × 𝐵𝐸𝑂2
𝐷𝑂 𝑚𝑔/𝐿 = ............................................ (Persamaan 4.1)
𝑉𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 −2

Dimana:
Vthio = Volume Tiosulfat
Nthio = Normalitas Tiosulfat
IV-7
BE O2 = Berat Ekivalen Oksigen
Vbotol = Volume Botol
Metode winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan DO,
metode ini merupakan metode analisa yang dilakukan di laboratorium, prinsipnya
yaitu dengan menggunakan titrasi iodometri. Titrasi iodometri adalah titrasi dimana
reaksinya terbentuk I², kemudian I² ini dititrasikan kembali dengan suatu larutan
standar (titrasi tidak langsung). Dengan cara iodometri ini, oksidator yang dianalisa
direaksikan dengan iodida berlebih dalam suasana yang sesuai. Iodiumnya
dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasikan dengan larutan standar natrium
tiosulfat (Na2S2O3). Cara ini dapat digunakan untuk menganalisa hampir semua
oksidator yang kuat.
Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnSO4
dan NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan
H2SO4 atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan
membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut.
Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar
natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan:
MnSO4 + NaOH  Mn(OH)2 + NaSO4
Mn(OH)2 + ½ O2MnO2 + H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2
KOH I2 + 2 Na2S2O3Na2S4O6 + 2 NaI
Prosedur metode modifikasi Winkler (APHA, 2012)
 Ambil sampel yang sudah disiapkan
 Tambahkan 1 mL MnSO4 dan 1 mL alkali iodide, ujung pipet harus
mencapai larutan dasar botol. Tutup kembali;
 Kemudia aduk dengan cara membolak-balikan botol larutan sampai
homogen;
 Diamkan selama 10 menit sampai ada endapan coklat. (jika endapan putih
berarti tidak ada O2;
IV-8
 Tuangkan sebagian isi botol kedalam Erlenmeyer, tambahkan 0,5 ml asam
sulfat pekat dan larutan kanji hingga timbul warna ungu. Titrasi secepatnya
dengan larutan thiosulfat sampai warna ungu hilang.catat volume titran;
 Untuk larutan yang masih tersisa didalam botol BOD, tambahkan 0,5 ml
asam sulfat pekat, tutup dan kocok. Larutan akan bewarna kuning coklat.
Titrasi dengan larutan thiosulfat hingga warna kuning muda. Tambahkan
indikator amilum/kanji hingga menjadi biru, lanjutkan titrasi sampai biru
tepat hilang.
Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut atau DO
(Dissolve Oxygen) adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda Winkler
lebih analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal
yang perlu diperhatikan dalam titrasi iodometri adalah penentuan titik akhir titrasi
nya, standarisasi larutan thio dan penambahan indikator amilumnya. Dengan
mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi thio secara analitis, akan diperoleh
hasil penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus
diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan
salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara
DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat digital, peranan kalibrasi alat
sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di
lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat
penentuannya hanya bersifat kisaran.
Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut
(Dissolve Oxygen atau disingkat DO) adalah dimana dengan cara Winkler
penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir
titrasi agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar
bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera
mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan ada yang harus
diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi
iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.
(Mahardika, 2011).
IV-9
4.3 Pengolahan Data
Untuk menentukan nilai laju deoksigenasi bisa dilakukan pengolahan data
dari hasil uji laboratorium dengan menggunakan metode slope atau bisa juga
dengan menggunakan persamaan empiris penentuan laju deoksigenasi berdasarkan
data fisik sungai.

4.3.1 Penentuan Laju Deoksigenasi Menggunakan Metode Slope


Setelah didapat konsentrasi DO selama 30 hari, kemudian dihitung DO Loss
yang terjadi setiap hari, apabila nilai DO < 2 maka di lakukan aerasi. Laju
Deoksigenasi (K1), dan BOD Ultimate (La), dengan menggunakan Metode Slope
Thomas.
 Metode Slope

Perhitungan meliputi penentuan pertama yakni y, y′, y′y dan y2. Nilai y
adalah nilai akumulasi DO Loss, setelah di dapat jumlah nilai y, y′, y′y lalu
di masukan kedalam persamaan normal untuk menentukan Nilai K1 dan La.
Dua persamaan normal untuk menentukan K1 dan La:
na + bΣy - Σy = 0 (Persamaan 4.2)
a∑y + b∑y² - ∑yy' = 0 (Persamaan 4.3)

Dari persamaan di atas menghasilkan nilai a dan b, dimana nilai K1 dan La


dapat ditentukan langsung dari hubungan berikut :
K1 = - bd
La = -a / b
Dimana :
K1 adalah laju deoksigenasi
La adalah BOD ultimate

Metode Slope Thomas dipilih dalam menentukan nilai laju deoksigenasi dan
nilai laju urai BOD untuk penelitian ini karena metode tersebut dapat digunakan
untuk mengestimasi parameter BOD berdasarkan kemiripan dua fungsi analisis
grafis. Upaya yang dilakukan dalam perumusan pemodelan pada Sungai
Cikapundung, yaitu perumusan pemodelan lingkungan melalui hasil perhitungan.
Laju deoksigenasi adalah salah satu elemen penting untuk pemodelan kualitas air
sungai.
IV-10
4.3.2 Penentuan Laju Deoksigenasi Menggunakan Rumus Empiris
Dalam penentuan laju deoksigenasi dengan menggunakan rumus empiris ini
dengan mempertimbangkan faktor lingkungan seperti kedalaman sungai.
Kedalaman suatu sungai berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme yang
ada di dalamnya, dimana semakin dalam kedalaman suatu sungai akan semakin
sedikit kandungan oksigennya dan sedikit juga jumlah mikroorganisme yang dapat
hidup di perairan tersebut.
Koefisien deoksigenasi yang digunakan untuk perhitungan model
pencemaran organik air digunakan formula yaitu rumus menurut Hydroscience
(Chapra, S.C, 1997) untuk aliran normal.
Dimana :
Jika 0 ≤ H ≤ 8 ft  0 ≤ H ≤ 2,4 m, maka
𝐻𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 −0,434 (Persamaan 4.4)
𝐾𝑑 = 0,3 [ ]
8

Jika H > 8 ft  H ≥ 2,4 m, maka

𝐾1 = 0,3 ((Persamaan 4.5)

Kd = koefisien deoksigenasi (hari-1)


H = kedalaman (ft)

4.4 Analisis Data


Analisis data merupakan proses pemeriksaan dengan teliti dan mempelajari
hasil dari suatu proses pengolahan data yang telah didapat. Data-data yang didapat
dari pengukuran rentang nilai laju deoksigenasi baik menggunakan analisis
laboratorium maupun menggunakan rumus empiris berdasarkan segmen dan
keadaan musimnya, kemudian untuk mengetahui besar kecilnya nilai laju
deoksigenasi yang dihasilkan pada penelitian ini dilakukan perbandingan terhadap
kajian pustaka dan nilai laju deoksigenasi yang dihasilkan dari penelitian terdahulu.
V. BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data Sekunder Kualitas Air Sungai Cikapundung


Tabel 5.1 adalah hasil analisis kualitas air Sungai Cikapundung yang
berasal dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung pada
Tahun 2020.
Tabel 5. 1 Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung
Titik Sampel

Baku Upstrea Downstrea


No Parameter Satuan Middlestrea
Mutu m (Jl. m (Jl.
m (Jl.
Dago Soekarno
Viaduct)
Bengkok) Hatta )

Fisika
1 Suhu oC Deviasi 3 25.1 25 25
2 TDS mg/l 1000 68 86 244
3 TSS mg/l 50 31 115 84
mmhos/c
4 DHL
m 174.97 202.45 503.26
Kimia
1 pH mg/l 6-9 6.15 6.19 6.49
2 BOD mg/l 3 20.49 29.28 64.38
3 COD mg/l 25 62.088 86.1418 195.1006
4 DO mg/l 4 7.54 7.05 2.47
Total Fosfat Sebagai
5 mg/l 0.2 0.0171 0.0171 0.2827
P
6 Nitrat mg/l 10 4.8035 3.9705 0.7162
7 Arsen mg/l 1 0.0021 0.0021 0.0021
8 Kobalt mg/l 0.2 0.00402 0.00544 0.00658
9 Barium mg/l - 0.01741 0.01741 0.01741
10 Boron mg/l 1 0.16224 0.26554 0.34211
11 Selenium mg/l 0.05 0.0013 0.0013 0.0013
12 Kadmium mg/l 0.01 0.00928 0.00928 0.00928
13 Krom Heksavalen mg/l 0.05 0.0114 0.011 0.0111
14 Tembaga mg/l 0.02 0.00819 0.00819 0.00819
15 Besi mg/l - 0.03349 0.03349 0.03349
16 Timbal mg/l 0.03 0.01039 0.01039 0.01039
17 Mangan mg/l - 0.00774 0.00774 0.00774

V-1
V-2
Titik Sampel

Baku Upstrea Downstrea


No Parameter Satuan Middlestrea
Mutu m (Jl. m (Jl.
m (Jl.
Dago Soekarno
Viaduct)
Bengkok) Hatta )

18 Raksa mg/l 0.002 0.0004 0.0004 0.0004


19 Seng mg/l 0.05 0.01894 0.01894 0.01894
20 Klorida mg/l - 5.69 10.87 47.1
21 Sianida mg/l 0.02 0.005 0.005 0.005
22 Flourida mg/l 1.5 0.0825 0.0964 0.1947
23 Nitrit mg/l 0.06 0.0569 0.1801 0.1162
24 Sulfat mg/l - 17.0592 12.1408 22.9164
25 Klorin Bebas mg/l 0.03 0.13 0.14 0.32
Belerang Sebagai
26 mg/l 0.002
H2S 0.0066 0.004 0.0442
27 Minyak dan Lemak mg/l 1 2 4 3
28 Deterjen MBAS mg/l 0.2 0.2849 0.074 1.6413
29 Fenol mg/l 0.001 0.00046 0.00046 0.00046
30 Amonia Bebas mg/l - 0.0004 0.0002 0.0033
31 Nikel mg/l - 0.01485 0.01485 0.01485
Mikrobiologi
1 Fecal Coliform jml/100ml 1000 350 540 1700
2 Coliform jml/100ml 5000 540 920 2100
Sumber : DLHK, 2020
Dari Tabel 5.1 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa air Sungai
Cikapundung telah mengalami pencemaran. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
beberapa parameter dalam air seperti BOD dan COD yang tidak mememuhi baku
mutu. Karena BOD dan COD merupakan indikator terjadinya pencemaran air.
Dari tabel diatas juga terdapat beberapa parameter yang tidak memenuhi
baku mutu, seperti Nitrit, Minyak lemak. Keberadaan parameter yang tidak
memenuhi baku mutu tersebut erat kaitannya dengan air buangan yang dihasilkan
dari daerah sekitar Sungai Cikapundung yang sebagian besar berasal dari limbah
domestik.
Adanya phosfat dan nitrit yang melebihi baku mutu dapat menyebabkan
eutrofikasi pada perairan. Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga dan
tumbuhan air lainnya berkembang biak dengan pesat sehingga dapat menyebabkan
rendahnya konsentrasi DO (oksigen terlarut) dalam air. Eutrofikasi bisa ditandai
dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap dan kekeruhan yang
V-3
menjadi semakin meningkat. Hal tersebut sesuai dengan keadaan Sungai
Cikapundung pada beberapa titik.

5.2 Pengukuran Parameter Debit


Lokasi pengambilan sampel dilakukan di tiga titik berbeda. Titik satu
berlokasi di jalan Dago Bengkok, dan titik dua di Viaduct, dan titik tiga di jalan
Soekarno Hatta. Pengambilan sampel dilakukan pada saat awal musim hujan di
akhir bulan September 2020 sehingga pada saat melakukan sampling ketinggian air
tidak terlalu tinggi seperti musim hujan pada biasanya. Kondisi fisik sungai pada
ketiga titik sangat keruh, berbau, dan terdapat banyak buangan domestik pada aliran
sungai.
Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik yang berbeda pada Sungai
Cikapundung. Pengukuran yang dilakukan secara langsung di masing-masing titik
yaitu pengukuran debit, suhu, pH, dan DO (Oksigen Terlarut). Berikut adalah hasil
pengukuran debit yang dilakukan di masing-masing titik.
Tabel 5. 2 Hasil Pengukuran Debit Sungai
Lebar
Jarak Waktu Kedalaman Luas Kecepatan
Titik Sungai Debit (Q)
Pengamatan Pengamatan Sungai (H) Penampang (V)
Sampling (L) (m3/detik)
(meter) (detik) (meter) (A) (m2 ) (m/detik)
(meter)

Titik 1 (Jl.
Dago 4,5 30,05 1,5 9,10 13,65 0,149 2,03
Bengkok)

Titik 2
4,5 32,25 0,3 13,45 4,03 0,139 0,56
(Viaduct)

Titik 3 (Jl.
Soekarno 4,5 35,17 0,4 16,7 6,68 0,127 0,84
Hatta)
 Contoh Perhitungan :
 Luas Penampang (A) 1 = L rata-rata × H rata-rata
= 1,5 m × 9,10 m = 13,65 m2
𝑃
 Kecepatan (V) = 𝑇𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
4,5
= 30,05 = 0,149 m/det
V-4
 Debit (Q) = Kecepatan (V) × Luas Penampang (A)
= 0,149 m/det × 13,65 m2
= 2,03 m3/det
Untuk pemeriksaan kualitas air sungai yang dilakukan di lokasi secara
langsung dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 5. 3 Hasil Pengukuran Kualitas Air Langsung di Lokasi

Titik 1 (Jl. Dago Titik 2 (Jl. Titik 3 (Jl. Soekarno


Parameter
Bengkok) Viaduct) Hatta)

Suhu (◦C) 23,4 23,34 22,3


DO (mg/L) 8,4 7,8 7,4
pH 7,07 7,15 7,11
Dari Tabel 5.3, parameter DO dan pH memenuhi baku mutu air sungai kelas
II sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021
yakni 6-9 untuk pH dan 4 mg/l untuk DO.

5.3 Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Cikapundung


Dalam penelitian ini dilakukan uji kualitas air Sungai Cikapundung melalui
beberapa parameter fisika, kimia, dan biologi yang terdapat pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021. Baku mutu yang digunakan
dalam analisis kualitas air Sungai Cikapundung ini yaitu baku mutu kelas II atau
baku mutu yang diperuntukkan untuk baku mutu air sungai dan sejenisnya. Berikut
tabel hasil dari analisis laboratorium kualitas air Sungai Cikapundung di titik Jl.
Dago Bengkok, Viaduct, dan Jl. Soekarno Hatta yang di periksa dan di analisis di
laboratorium kualitas air ITB.
Tabel 5. 4 Hasil Laboratorium Kualitas Air Sungai Cikapundung
Hasil
Baku
No Parameter Satuan Metode Analis Dago Soekarno
Mutu Viaduct
Bengkok Hatta

Devias
1 Temperatur °C APHA-2550 24,5 24,4 24,3
i3
APHA-2120-
2 Warna Pt.Co 15 35,0 34,0 34,0
B
APHA-2540-
3 TDS mg/L 1.000 204 223 196
C
V-5
Hasil
Baku
No Parameter Satuan Metode Analis Dago Soekarno
Mutu Viaduct
Bengkok Hatta

4 TSS mg/L 50 APHA-2540- 182 253 407


D
5 pH - 6–9 APHA-4500- 6,98 7,09 7,16
H+B
6 BOD mg/L 3 APHA-5210- 53,0 38,5 55,4
B
7 COD mg/L 25 APHA-5220- 94,3 80,2 137
B
8 Oksigen Terlarut mg/L 4 APHA-4500- 0,820 3,56 4,06
OG
9 Nitrat (Sebagai mg/L 10 APHA-4500- 7,98 13,0 12,9
NO3) NO3-B
10 Ammonia (NH3 mg/L 0,2 APHA-4500- 1,02 3,06 2,04
) NH3-F
11 Arsen Terlarut mg/L 0,050 APHA-3500- 0,0001 0,0001 0,0002
As
12 Kobalt Terlarut mg/L 0,200 SM < 0,001 < 0,001 < 0,001
23rd Ed.3111
-B, 2017
13 Barium Terlarut mg/L - SM 0,024 < 0,010 0,017
23rd Ed.3111
-B, 2017
14 Boron mg/L 1 APHA-4500- 0,092 < 0,005 0,147
B
15 Selenium mg/L 0,05 APHA-3500- 0,002 0,002 0,002
Terlarut Se
16 Kadmium mg/L 0,010 SM < < <
terlarut 23rd Ed.3111 0,0003 0,0003 0,0003
-B, 2017
17 Kromium Total mg/L 0,050 SM < 0,001 < 0,001 < 0,001
23rd Ed.3111
-B, 2017
18 Tembaga mg/L 0,020 APHA-3500- < 0.005 < 0.005 < 0.005
terlarut Cu
19 Besi mg/L - SM 10,1 10,8 12,4
23rd Ed.3111
-B, 2017
20 Timbal Terlarut mg/L 0,030 APHA-3500- < 0,005 < 0,005 < 0,005
Pb
21 Mangan mg/L - SM 0,031 0,089 0,221
23rd Ed.3111
-B, 2017
22 Mercury (Hg) Mg/L 1 APHA-3500- 0,0000 0,0000 0,0000
Hg 5 5 5
23 Seng terlarut mg/L 0,050 APHA-3500- 0,006 < 0.001 < 0.001
Zn
24 Klorida mg/L 300 APHA-4500- 29,1 24,2 21,2
Cl--B
25 Fluorida mg/L 1,5 APHA-4500- 0,439 0,424 0,413
F--D
V-6
Hasil
Baku
No Parameter Satuan Metode Analis Dago Soekarno
Mutu Viaduct
Bengkok Hatta

26 Nitrit (Sebagai mg/L 0,060 APHA-4500- 1,62 1,66 1,62


NO2) NO2-B
27 Sulfat mg/L 300 APHA-4500- 26,6 33,8 16,5
SO4-E
28 Klorin Bebas mg/L 0,030 APHA-4500- < 0,1 < 0,1 < 0,1
Cl-G
29 Sulfida mg/L - APHA-4500- 0,091 0,083 0,087
S2--D
30 Minyak & mg/L 1.000 APHA-5520- 9,50 7,70 11,8
Lemak D
31 MBAS mg/L 0,2 APHA-5540- 0,101 0,024 0,045
C
32 Fenol mg/L 0,005 APHA-5530- 0,007 0,015 0,007
C
33 Total P mg/L 0,200 APHA-4500- 0,283 0,832 0,027
P-B-D
34 N Total mg/L 15 APHA-4500- 11,9 11,9 12,2
Norg-B
35 Nikel Terlarut mg/L 0,050 SM < 0,002 0,003 < 0,002
23rd Ed.3111
-B, 2017
36 Sianida Terlarut mg/L 0,020 APHA-3500- 0,001 0,001 0,001
CN
37 Fecal Coliform MPN/10 100 APHA-9221- 11 4 7
0 mL B
38 Total Coliform MPN/10 1.000 SM ≥ 460 ≥
0 mL 23rd Ed.9221 24000 24000
-B, 2017
39 Kesadahan mg/L - APHA-2340- 114 104 124
C
40 Natrium Terlarut mg/L - APHA-3500- 11,1 13,3 10,3
Na-B
41 Kalium Terlarut mg/L - APHA-3500- 14,3 11,7 11,2
K-B
Sumber: Laboratorium Air ITB, 2021
Dari Tabel 5.4 terlihat bahwa terdapat beberapa parameter yang tidak
memenuhi nilai baku mutu. Parameter tersebut antara lain TSS, BOD, COD,
ammonia, nitrat dan nitrit. Dengan adanya nilai BOD dan COD yang melebihi baku
mutu maka dapat dikatakan bahwa air Sungai Cikapundung telah tercemar. BOD
dan COD merupakan indikator pencemaran air.
Nilai BOD dan COD yang tidak memenuhi baku mutu dapat disebabkan
karena banyaknya limbah yang masuk ke dalam badan air. Jadi diperkirakan
V-7
sebagian besar limbah yang masuk ke dalam Sungai Cikapundung merupakan
limbah domestik.
Kandungan besi dalam air dapat berasal dari larutan batu-batuan yang
mengandung senyawa Fe seperti Pyrit. Kadar tinggi dianggap membahayakan
kehidupan organisme akuatik. Namun dalam hasil analisis ditemukan kadar besi
yang tinggi yaitu pada Titik 1 (Jl. Dago Bengkok) sebesar 10,1 mg/L, pada Titik 2
(Viaduct) sebesar 10,8 mg/L dan Titik 3 (Jl. Soekarno Hatta) sebesar 12,4 mg/L.
Kehadiran mangan dalam air bersamaan dengan besi berasal dari tanah dan
bebatuan. Selain itu, sumber besi dan mangan dapat berasal dari air tanah yang
digunakan oleh warga sekitar untuk kegiatan sehari-hari. Dalam kondisi aerob
mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO2 dan pada dasar perairan
tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang kekurangan oksigen (DO rendah). Oleh
karena itu dalam air permukaan sering dijumpai konsentrasi mangan yang cukup
tinggi.
Fe dan Mn merupakan logam yang berasal dari bebatuan yang terdapat pada
sungai. Kota Bandung terkenal dengan tingginya Fe yang terkandung pada air tanah
dan sebagian besar warga Bandung menggunakan air tanah untuk kegiatan sehari-
harinya. Kandungan nitrogen dalam sungai baik dalam bentuk ammonia, nitrat
maupun nitrit sangat berpengaruh pada kualitas air sungai. Siklus-siklus nitrogen
yang terjadi dalam suatu badan air terkadang mengkonsumsi paling banyak oksigen
terlarut dibandingkan reaksi-reaksi biokimia lain yang terjadi dalam air (Aswadi,
M. 2006).

5.4 Perhitungan Laju Deoksigenasi


5.4.1 Perhitungan Laju Deoksigenasi Menggunakan Analisis Laboratorium
Dalam perhitungan laju deoksigenasi menggunakan analisis laboratorium
dilakukan pengujian sebanyak tiga kali untuk setiap sampel. Dari data hasil peng-
ukuran kosentrasi DO selama 30 hari untuk setiap sampel dibuat grafik untuk
mendapatkan kurva akumulasi DO Loss (jumlah oksigen terlarut yang digunakan
mikroorganisme dalam menguraikan materi organik) terhadap waktu. Dari hasil
DO Loss tersebut dilakukan perhitungan dengan menggunakan Metode Slope atau
Thomas dengan rumus khusus untuk laju deoksigenasi dengan waktu interval
V-8
pengukuran yang berbeda-beda dan menggunakan rumus empiris. Untuk Metode
Least Square dan Metode Momen tidak digunakan dikarenakan kedua metode
tersebut diperuntukan untuk pengukuran laju deoksigenasi dengan interval waktu
yang tetap.

5.4.1.1 Perhitungan Laju Deoksigenasi dengan Menggunakan Metode Slope


atau Metode Thomas
Metode Slope atau Metode Thomas menggunakan hasil dari perhitungan
akumulasi DO Loss yang selanjutnya dimasukkan ke dalam grafik. Dapat dilihat
akumulasi jumlah oksigen terlarut yang digunakan mikroorganisme dalam
menguraikan materi organik (DO Loss) di setiap harinya yang menyebabkan
konsentrasi DO menjadi turun secara kontinyu dari hari ke-0 hingga selesai.
Jumlah oksigen terlarut yang digunakan mikroorganisme dalam
menguraikan materi organik (DO Loss) di setiap pengecekan pada setiap sampelnya
digunakan dalam perhitungan laju deoksigenasi.
Dari tabel dibawah ini, dapat ditentukan nilai y', y'y, dan y2 untuk setiap
nilai y (y adalah akumulasi DO Loss). Jumlah dari nilai tersebut akan menghasilkan
Ʃy', Ʃy'y, dan Ʃy2 yang akan digunakan untuk mengetahui nilai laju deoksigenasi
dan BOD ultimate setiap sampelnya. Perhitungan laju deoksigenasi dengan
menggunakan analisis laboratorium, yaitu Metode Thomas atau Metode Slope
dapat dilihat sebagai berikut.
1. Penentuan Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate di Titik 1
(Hulu) Jalan Dago Bengkok
Tabel 5. 5 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 1 Jalan Dago Bengkok
Long Term (30 Hari)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 8.40 9.6 0.00 0.00
0.2 3.83 7.6 5.77 5.77
0.8 1.28 9.4 6.32 12.09
1.2 2.19 9.5 7.21 19.30
1.8 2.74 9.6 6.76 26.07
2.2 4.92 9.5 4.68 30.74
2.8 3.28 9.5 6.22 36.96
V-9
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
3.2 4.56 9.5 4.94 41.90
4 2.19 7.4 7.31 49.21
5 2.92 9.3 4.48 53.69
7 0.91 6.9 8.39 62.08
12 1.09 8.7 5.81 67.89
20 0.73 7.5 7.97 75.86
30 0.55 - 6.95 82.81

Tabel 5. 6 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 1 (Jl. Dago Bengkok) Long Term
t ∆t Y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 5.77 5.77 24.27 140.03 33.29
0.8 0.6 12.09 6.32 15.03 181.78 146.24
1.2 0.4 19.30 7.21 15.33 295.86 372.64
1.8 0.6 26.07 6.76 11.52 300.36 679.54
2.2 0.4 30.74 4.68 11.16 343.01 945.14
2.8 0.6 36.96 6.22 11.55 427.06 1366.04
3.2 0.4 41.90 4.94 11.28 472.62 1755.61
4 0.8 49.21 7.31 7.07 347.88 2421.74
5 1 53.69 4.48 4.39 235.48 2882.92
7 2 62.08 8.39 3.33 206.57 3854.03
12 5 67.89 5.81 1.10 74.52 4608.56
20 8 75.86 7.97 0.86 65.43 5754.25
30 10 82.81 6.95 6857.43
Jumlah 564.38 116.89 3090.59 31677.44
V-10

Gambar 5. 1 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 1 Long


Term (Jl. Dago Bengkok)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2,8 – Konsentrasi DO Hari 3,2
= 6,22 – 4,94 = 1,28
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 5,77 = 5,77
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 = (𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(5,77)( )+(6,32)( )
0,2 0,6
= = 24,27
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 5,77× 24,27 = 140,03


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 564,38b – 116,89 = 0
a + 43,41b – 8,99 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
564,38a + 31677,44b – 3090,59 = 0
a + 56,12b – 5,47 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 56,12b – 5,47 = 0
a + 43,41b – 8,99 = 0
V-11
12,71b + 3,52 = 0
12,71b = -3,52
b = -0,27
Masuk ke persamaan (2)
a + 56,12b – 5,47 = 0
a + 56,12(-0,27) – 5,47 = 0
a – 15,15 – 5,47 = 0
a – 20,62= 0
a = 20,62
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,27)
= 0,27
La = - a/b
= - (20,62/-0,27)
= 76,37 mg/L
Tabel 5. 7 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 1 Jalan Dago Bengkok
Short Term (12 Hari)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 8.40 9.6 0.00 0.00
0.2 3.83 7.6 5.77 5.77
0.8 1.28 9.4 6.32 12.09
1.2 2.19 9.5 7.21 19.30
1.8 2.74 9.6 6.76 26.07
2.2 4.92 9.5 4.68 30.74
2.8 3.28 9.5 6.22 36.96
3.2 4.56 9.5 4.94 41.90
4 2.19 7.4 7.31 49.21
5 2.92 9.3 4.48 53.69
7 0.91 6.9 8.39 62.08
12 0.60 - 5.81 67.89
V-12
Tabel 5. 8 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 1 (Jl. Dago Bengkok) Short Term
t ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 5.77 5.77 24.27 140.03 33.29
0.8 0.6 12.09 6.32 15.03 181.78 146.24
1.2 0.4 19.30 7.21 15.33 295.86 372.64
1.8 0.6 26.07 6.76 11.52 300.36 679.54
2.2 0.4 30.74 4.68 11.16 343.01 945.14
2.8 0.6 36.96 6.22 11.55 427.06 1366.04
3.2 0.4 41.90 4.94 11.28 472.62 1755.61
4 0.8 49.21 7.31 7.07 347.88 2421.74
5 1 53.69 4.48 4.39 235.48 2882.92
7 2 62.08 8.39 3.33 206.57 3854.03
12 5 67.89 5.81 4608.56
Jumlah 405.71 114.92 2950.64 19065.75

Gambar 5. 2 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 1 Short


Term (Jl. Dago Bengkok)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 6,76 – 4,68 = 2,08
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 5,77 = 5,77
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 =
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
V-13
0,6 0,2
(5,77)( )+(6,32)( )
0,2 0,6
= = 24,27
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 5,77× 24,27 = 140,03


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 405,71b – 114,92 = 0
a + 36,88b – 10,44 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
405,71a + 19065,75b – 2950,64 = 0
a + 46,99b – 7,27 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 36,88b – 10,44 = 0
a + 46,99b – 7,27 = 0
10,11b + 3,17 = 0
10,44b = -3,17
b = -0,30
Masuk ke persamaan (2)
a + 46,99b – 7,27 = 0
a + 46,99(-0,30) – 7,27 = 0
a – 14,097 – 7,27 = 0
a – 21,36= 0
a = 21,36
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,30)
= 0,30
La = - a/b
= - (21,36/-0,30)
= 71,2 mg/L
V-14
Tabel 5. 9 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 2 Long Term 30 Hari
(Jl. Dago Bengkok)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 8.40 9.6 0.00 0.00
0.2 3.01 7.6 6.59 6.59
0.8 0.91 9.4 6.69 13.28
1.2 2.74 9.5 6.66 19.94
1.8 2.55 9.6 6.95 26.89
2.2 4.74 9.5 4.86 31.75
2.8 3.47 9.5 6.03 37.78
3.2 4.38 9.5 5.12 42.90
4 2.19 7.4 7.31 50.21
5 2.92 9.3 4.48 54.70
7 0.73 6.9 8.57 63.27
12 0.91 8.7 5.99 69.25
20 0.73 7.5 7.97 77.22
30 0.46 - 7.04 84.27

Tabel 5. 10 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 2 Long Term (Jl. Dago Bengkok)
T ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0
0.2 0.2 6.59 6.59 27.50 181.24 43.43
0.8 0.6 13.28 6.69 14.45 191.93 176.32
1.2 0.4 19.94 6.66 14.63 291.70 397.70
1.8 0.6 26.89 6.95 11.92 320.44 723.01
2.2 0.4 31.75 4.86 11.31 359.03 1007.83
2.8 0.6 37.78 6.03 11.71 442.28 1427.39
3.2 0.4 42.90 5.12 11.58 496.98 1840.68
4 0.8 50.21 7.31 7.07 354.97 2521.49
5 1 54.70 4.48 4.42 241.54 2991.65
7 2 63.27 8.57 3.40 215.30 4002.64
12 5 69.25 5.99 1.12 77.58 4796.17
20 8 77.22 7.97 0.87 66.92 5963.67
30 10 84.27 7.04 7101.23
Jumlah 578.06 119.97 3239.91 32993.21
V-15

Gambar 5. 3 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 2 Long


Term (Jl.Dago Bengkok)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2,8 – Konsentrasi DO Hari 3,2
= 6,03 – 5,12 = 0,91
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 6,59 = 6,59
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 = (𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(6,59)( )+(6,69)( )
0,2 0,6
= = 27,50
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 6,59 × 27,50= 181,24


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 578,06b – 119,97 = 0
a + 44,46b – 9,22 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
578,06a + 32993,21b – 3239,91 = 0
a + 57,07b – 5,60 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 57,07b – 5,60 = 0
V-16
a + 44,46b – 9,22 = 0
12,61b + 3,62 = 0
12,61b = - 3,62
b = - 0,28

Masuk ke persamaan (2)


a + 57,07b – 5,60 = 0
a + 57,07(-0,28) – 5,60 = 0
a – 15,97 – 5,60 = 0
a – 21,57 = 0
a = 21,57
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,28)
= 0,28
La = - a/b
= - (21,57/-0,28)
= 77,03 mg/l
Tabel 5. 11 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 2 Short Term 12 Hari
(Jl. Dago Bengkok)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 8.40 9.6 0.00 0.00
0.2 3.01 7.6 6.59 6.59
0.8 0.91 9.4 6.69 13.28
1.2 2.74 9.5 6.66 19.94
1.8 2.55 9.6 6.95 26.89
2.2 4.74 9.5 4.86 31.75
2.8 3.47 9.5 6.03 37.78
3.2 4.38 9.5 5.12 42.90
4 2.19 7.4 7.31 50.21
5 2.92 9.3 4.48 54.70
7 0.73 6.9 8.57 63.27
12 0.91 0 5.99 69.25
V-17
Tabel 5. 12 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 2 Short Term (Jl. Dago Bengkok)
t ∆t Y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 6.59 6.59 27.50 181.24 43.43
0.8 0.6 13.28 6.69 14.45 191.93 176.32
1.2 0.4 19.94 6.66 14.63 291.70 397.70
1.8 0.6 26.89 6.95 11.92 320.44 723.01
2.2 0.4 31.75 4.86 11.31 359.03 1007.83
2.8 0.6 37.78 6.03 11.71 442.28 1427.39
3.2 0.4 42.90 5.12 11.58 496.98 1840.68
4 0.8 50.21 7.31 7.07 354.97 2521.49
5 1 54.70 4.48 4.42 241.54 2991.65
7 2 63.27 8.57 3.40 215.30 4002.64
12 5 69.25 5.99 4796.17
Jumlah 416.56 117.99 3095.41 19928.31

Gambar 5. 4 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 2 Short


Term (Jl.Dago Bengkok)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 6,95 – 4,86 = 2,09
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 6,59 = 6,59
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 = (𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
V-18
0,6 0,2
(6,59)( )+(6,69)( )
0,2 0,6
= = 27,50
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 6,59 × 27,50 = 181,24


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 416,56b – 117,99 = 0
a + 37,86b – 10,72 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
416,56a + 19928,31b – 3095,41 = 0
a + 47,84b – 7,43 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 37,86b – 10,72 = 0
a + 47,84b – 7,43 = 0
9,98b + 2,19 = 0
9,98b = -2,19
b = -0,21
Masuk ke persamaan (2)
a + 47,84b – 7,43 = 0
a + 47,84(-0,21) – 7,43 = 0
a – 10,04 – 7,43 = 0
a – 17,47= 0
a = 17,47
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,21)
= 0,21
La = - a/b
= - (17,47/-0,21)
= 83,19 mg/L
V-19
Tabel 5. 13 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 3 Long Term 30 Hari
(Jl. Dago Bengkok)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 8.40 9.6 0.00 0.00
0.2 3.56 7.6 6.04 6.04
0.8 1.09 9.4 6.51 12.55
1.2 2.74 9.5 6.66 19.21
1.8 2.37 9.6 7.13 26.34
2.2 4.74 9.5 4.86 31.20
2.8 2.92 9.5 6.58 37.78
3.2 4.20 9.5 5.30 43.09
4 2.37 7.4 7.13 50.21
5 2.37 9.3 5.03 55.24
7 0.91 6.9 8.39 63.63
12 1.09 8.7 5.81 69.44
20 0.91 7.5 7.79 77.22
30 0.64 - 6.86 84.09

Tabel 5. 14 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 3 Long term (Jl. Dago Bengkok)
T ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 6.04 6.04 25.37 153.33 36.52
0.8 0.6 12.55 6.51 14.33 179.86 157.47
1.2 0.4 19.21 6.66 14.75 283.36 369.13
1.8 0.6 26.34 7.13 12.04 317.12 693.88
2.2 0.4 31.20 4.86 11.67 364.22 973.39
2.8 0.6 37.78 6.58 12.34 466.40 1427.39
3.2 0.4 43.09 5.30 11.81 508.91 1856.37
4 0.8 50.21 7.13 7.19 360.82 2521.49
5 1 55.24 5.03 4.75 262.43 3051.81
7 2 63.63 8.39 3.33 211.73 4048.93
12 5 69.44 5.81 1.09 75.61 4821.47
20 8 77.22 7.79 0.85 65.32 5963.67
30 10 84.09 6.86 7070.52
Jumlah 576.05 119.52 3249.13 32992.04
V-20

Gambar 5. 5 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 3 Long


Term (Jl. Dago Bengkok)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2,8 – Konsentrasi DO Hari 3,2
= 6,58 – 5,30 = 1,28
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 6,04 = 6,04
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡 𝛥𝑡
 y'1 = 𝑖−1 𝑖+1
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(6,04)( )+(6,51)( )
0,2 0,6
= = 25,37
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 6,04 × 25,37 = 153,33


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 576,05b – 119,52 = 0
a + 44,31b – 9,19 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
576,05a + 32992,04b – 3249,13 = 0
a + 57,27b – 5,64 = 0….…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 57,27b – 5,64 = 0
V-21
a + 44,31b – 9,19 = 0
12,96b + 3,55 = 0
12,96b = - 3,55
b = - 0,27
Masuk ke persamaan (2)
a + 57,27b – 5,64 = 0
a + 57,27(-0,27) – 5,64 = 0
a – 15,46 – 5,64 = 0
a – 21,1 = 0
a = 21,1
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,27)
= 0,27
La = - a/b
= - (21,1/-0,27)
= 78,14 mg/L
Tabel 5. 15 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hulu 3 Short Term 12 Hari
(Jl. Dago Bengkok)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 8.40 9.6 0.00 0.00
0.2 3.56 7.6 6.04 6.04
0.8 1.09 9.4 6.51 12.55
1.2 2.74 9.5 6.66 19.21
1.8 2.37 9.6 7.13 26.34
2.2 4.74 9.5 4.86 31.20
2.8 2.92 9.5 6.58 37.78
3.2 4.20 9.5 5.30 43.09
4 2.37 7.4 7.13 50.21
5 2.37 9.3 5.03 55.24
7 0.91 6.9 8.39 63.63
12 1.09 - 5.81 69.44
V-22
Tabel 5. 16 Laju Deoksigenasi Titik Hulu 3 Short Term (Jl. Dago Bengkok)
T ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 6.04 6.04 25.37 153.33 36.52
0.8 0.6 12.55 6.51 14.33 179.86 157.47
1.2 0.4 19.21 6.66 14.75 283.36 369.13
1.8 0.6 26.34 7.13 12.04 317.12 693.88
2.2 0.4 31.20 4.86 11.67 364.22 973.39
2.8 0.6 37.78 6.58 12.34 466.40 1427.39
3.2 0.4 43.09 5.30 11.81 508.91 1856.37
4 0.8 50.21 7.13 7.19 360.82 2521.49
5 1 55.24 5.03 4.75 262.43 3051.81
7 2 63.63 8.39 3.33 211.73 4048.93
12 5 69.44 5.81 4821.47
Jumlah 414.74 117.59 3108.20 19957.85

Gambar 5. 6 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hulu 3 Short


Term (Jl.Dago Bengkok)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 7,13 – 4,86 = 2,27
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 6,04 = 6,04
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 = (𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(6,04)( )+(6,51)( )
0,2 0,6
= = 25,37
0,2+0,6
V-23
 yy'1 = y × y’ = 6,04 × 25,37 = 153,33
Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 414,74b – 117,59 = 0
a + 37,70b – 10,69 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
414,74a + 19957,85b – 3108,20 = 0
a + 48,12b – 7,49 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 48,12b – 7,49 = 0
a + 37,70b – 10,69 = 0
10,42b + 3,2 = 0
10,42b = -3,2
b = -0,307
Masuk ke persamaan (2)
a + 48,12b – 7,49 = 0
a + 48,12(-0,307) – 7,49 = 0
a – 14,77 – 7,49 = 0
a – 22,26 = 0
a = 22,26
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,307)
= 0,307
La = - a/b
= - (22,26/-0,307)
= 75,50 mg/L
V-24
2. Penentuan Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate di Titik 2
(Tengah) Viaduct
Tabel 5. 17 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 1 Long Term 30
Hari (Viaduct)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 7.80 8.6 0.00 0.00
0.2 4.20 7.8 3.60 3.60
0.8 1.28 9.3 8.02 11.63
1.2 4.56 9.4 4.84 16.47
1.8 3.47 9.4 5.93 22.40
2.2 4.56 9.4 4.84 27.24
2.8 4.01 9.3 5.29 32.53
3.2 5.65 9.2 3.55 36.08
4 3.83 8.1 4.27 40.34
5 5.65 9.2 3.55 43.89
7 3.28 6.7 5.92 49.81
12 3.47 8.2 3.23 53.04
20 1.82 7.6 6.38 59.42
30 0.36 - 7.24 66.65

Tabel 5. 18 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 1 Long Term (Viaduct)


T ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 3.60 3.60 16.86 60.78 12.99
0.8 0.6 11.63 8.02 12.61 146.62 135.21
1.2 0.4 16.47 4.84 11.22 184.71 271.20
1.8 0.6 22.40 5.93 11.22 251.27 501.87
2.2 0.4 27.24 4.84 10.78 293.80 742.15
2.8 0.6 32.53 5.29 8.84 287.67 1058.17
3.2 0.4 36.08 3.55 7.69 277.36 1301.42
4 0.8 40.34 4.27 4.54 183.20 1627.70
5 1 43.89 3.55 3.35 147.03 1926.37
7 2 49.81 5.92 2.30 114.46 2480.76
12 5 53.04 3.23 0.70 37.37 2813.41
20 8 59.42 6.38 0.76 45.42 3530.45
30 10 66.65 7.24 4442.60
Jumlah 463,10 90.88 2029.67 20844.30
V-25

Gambar 5. 7 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 1


Long Term (Viaduct)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2,8 – Konsentrasi DO Hari 3.2
= 5,29 – 3,55 = 1,74
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 3,60 = 3,60
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 = (𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(3,60)( )+(8,02)( )
0,2 0,6
= = 16,86
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 3,60× 16,68= 60,78


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 463,10b – 90,88 = 0
a + 35,62b – 6,99 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
463,10a + 20844,30b – 2029,67 = 0
a + 45,01b – 4,38 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 45,01b – 4,38 = 0
a + 35,62b – 6,99 = 0
V-26
9,39b + 2,67 = 0
9,39b = -2,67
b = -0,28

Masuk ke persamaan (2)


a + 45,01b – 4,38 = 0
a + 45,01(-0,28) – 4,38 = 0
a – 12,60 – 4,38 = 0
a – 16,98 = 0
a = 16,98
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,28)
= 0,28
La = - a/b
= - (16,98/-0,28)
= 60,6 mg/L
Tabel 5. 19 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 1 Short Term 12
Hari (Viaduct)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 7.80 8.6 0.00 0.00
0.2 4.20 7.8 3.60 3.60
0.8 1.28 9.3 8.02 11.63
1.2 4.56 9.4 4.84 16.47
1.8 3.47 9.4 5.93 22.40
2.2 4.56 9.4 4.84 27.24
2.8 4.01 9.3 5.29 32.53
3.2 5.65 9.2 3.55 36.08
4 3.83 8.1 4.27 40.34
5 5.65 9.2 3.55 43.89
7 3.28 6.7 5.92 49.81
12 3.47 0 3.23 53.04
V-27
Tabel 5. 20 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 1 Short Term (Viaduct)
T ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 3.60 3.60 16.86 60.78 12.99
0.8 0.6 11.63 8.02 12.61 146.62 135.21
1.2 0.4 16.47 4.84 11.22 184.71 271.20
1.8 0.6 22.40 5.93 11.22 251.27 501.87
2.2 0.4 27.24 4.84 10.78 293.80 742.15
2.8 0.6 32.53 5.29 8.84 287.67 1058.17
3.2 0.4 36.08 3.55 7.69 277.36 1301.42
4 0.8 40.34 4.27 4.54 183.20 1627.70
5 1 43.89 3.55 3.35 147.03 1926.37
7 2 49.81 5.92 2.30 114.46 2480.76
12 5 53.04 3.23 2813.41
Jumlah 337.03 89.41 1946.88 12871.25

Gambar 5. 8 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 1


Short Term (Viaduct)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 5,93 – 4,84 = 1,09
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 3,60 = 3,60
Δt Δt
(Δyi-1 )( i+1 )+(Δyi+1 )( i−1 )
Δt Δt
 y'1 = i−1 i+1
(Δt1−1 )+(Δti+1 )
0,6 0,2
(3,60)( )+(8,02)( )
0,2 0,6
= = 16,86
0,2+0,6
V-28
 yy'1 = y × y’ = 3,60 × 18,86 = 60,78
Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 337,03b – 89,41 = 0
a + 30,63b – 8,12 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
337,03a + 12871,25b – 1946,88 = 0
a + 38,19b – 5,77 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 38,19b – 5,77 = 0
a + 30,63b – 8,12 = 0
7,56b + 2,35 = 0
7,56b = -2,35
b = -0,31
Masuk ke persamaan (2)
a + 38,19b – 5,77 = 0
a + 38,19(-0,31) – 5,77 = 0
a – 11,83 – 5,77 = 0
a – 17,6 = 0
a = 17,6
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,31)
= 0,31
La = - a/b
= - (17,6/-0,31)
= 56,77 mg/L
V-29
Tabel 5. 21 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 2 Long Term
(Viaduct)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 7.80 8.6 0.00 0.00
0.2 3.83 7.8 4.77 4.77
0.8 0.91 9.3 6.89 11.66
1.2 3.83 9.4 5.47 17.13
1.8 3.28 9.4 6.12 23.24
2.2 4.92 9.4 4.48 27.72
2.8 3.65 9.3 5.75 33.47
3.2 4.92 9.2 4.38 37.85
4 3.83 8.1 5.37 43.22
5 4.38 9.2 3.72 46.94
7 3.28 6.7 5.92 52.86
12 3.65 8.2 3.05 55.91
20 1.46 7.6 6.74 62.65
30 0.55 - 7.05 69.70

Tabel 5. 22 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 2 Long Term (Viaduct)


T ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 4.77 4.77 20.76 99.00 22.75
0.8 0.6 11.66 6.89 12.80 149.18 135.90
1.2 0.4 17.13 5.47 12.28 210.36 293.34
1.8 0.6 23.24 6.12 10.79 250.82 540.28
2.2 0.4 27.72 4.48 10.55 292.37 768.35
2.8 0.6 33.47 5.75 10.40 348.02 1120.32
3.2 0.4 37.85 4.38 9.53 360.65 1432.35
4 0.8 43.22 5.37 5.38 232.64 1867.62
5 1 46.94 3.72 3.47 162.77 2203.21
7 2 52.86 5.92 2.29 120.91 2793.67
12 5 55.91 3.05 0.70 39.12 3125.62
20 8 62.65 6.74 0.78 48.96 3924.77
30 10 69.70 7.05 4858.20
Jumlah 487.10 99.72 2314.79 23086.40
V-30

Gambar 5. 9 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 2


Long Term (Viaduct)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2,8 – Konsentrasi DO Hari 3,2
= 5,75 – 4,38 = 1,37
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 4,77 = 4,77
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡 𝛥𝑡
 y'1 = 𝑖−1 𝑖+1
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(4,77)( )+(6,89)( )
0,2 0,6
= = 20,76
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 4,77 × 20,76 = 99,00


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 487,10b – 99,72 = 0
a + 37,46b – 7,67 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
487,10a + 23086,40b – 2314,79 = 0
a + 47,39b – 4,75 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 47,39b – 4,75 = 0
V-31
a + 37,46b – 7,67 = 0
9,93b + 2,92 = 0
9,93b = - 2,92
b = - 0,29
Masuk ke persamaan (2)
a + 47,39b – 4,75 = 0
a + 47,39(-0,29) – 4,75 = 0
a – 13,74 – 4,75 = 0
a – 18,49 = 0
a = 18,49
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,29)
= 0,29
La = - a/b
= - (18,49/-0,29)
= 63,75 mg/l
Tabel 5. 23 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 2 Short Term 12
Hari (Viaduct)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 7.80 8.6 0.00 0.00
0.2 3.83 7.8 4.77 4.77
0.8 0.91 9.3 6.89 11.66
1.2 3.83 9.4 5.47 17.13
1.8 3.28 9.4 6.12 23.24
2.2 4.92 9.4 4.48 27.72
2.8 3.65 9.3 5.75 33.47
3.2 4.92 9.2 4.38 37.85
4 3.83 8.1 5.37 43.22
5 4.38 9.2 3.72 46.94
7 3.28 6.7 5.92 52.86
12 3.65 0 3.05 55.91
V-32
Tabel 5. 24 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 2 Short Term (Viaduct)
t ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 4.77 4.77 20.76 99.00 22.75
0.8 0.6 11.66 6.89 12.80 149.18 135.90
1.2 0.4 17.13 5.47 12.28 210.36 293.34
1.8 0.6 23.24 6.12 10.79 250.82 540.28
2.2 0.4 27.72 4.48 10.55 292.37 768.35
2.8 0.6 33.47 5.75 10.40 348.02 1120.32
3.2 0.4 37.85 4.38 9.53 360.65 1432.35
4 0.8 43.22 5.37 5.38 232.64 1867.62
5 1 46.94 3.72 3.47 162.77 2203.21
7 2 52.86 5.92 2.29 120.91 2793.67
12 5 55.91 3.05 3125.62
Jumlah 354.75 98.24 2226.71 14303.42

Gambar 5. 10 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 2


Short Term (Viaduct)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 6,12 – 4,48 = 1,64
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 4,77 = 4,77
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡 𝛥𝑡
 y'1 = 𝑖−1 𝑖+1
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
V-33
0,6 0,2
(4,77)( )+(6,89)( )
0,2 0,6
= = 20,76
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 4,77 × 20,76 = 99,00


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 354,75b – 98,24 = 0
a + 32,25b – 8,93 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
354,75a + 14303,42b – 2226,71 = 0
a + 40,31b – 6,27 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 40,31b – 6,27 = 0
a + 32,25b – 8,93 = 0
8,06b + 2,66 = 0
8,06b = -2,66
b = -0,33
Masuk ke persamaan (2)
a + 40,31b – 6,27 = 0
a + 40,31(-0,33) – 6,27 = 0
a – 13,30 – 6,27 = 0
a – 19,3 = 0
a = 19,3
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,33)
= 0,33
La = - a/b
= - (19,3/-0,33)
= 58,48 mg/L
V-34
Tabel 5. 25 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 3 Long Term 30
Hari (Viaduct)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 7.80 8.6 0.00 0.00
0.2 3.47 7.8 5.13 5.13
0.8 1.09 9.3 6.71 11.84
1.2 4.38 9.4 4.92 16.76
1.8 3.65 9.4 5.75 22.51
2.2 4.74 9.4 4.66 27.17
2.8 3.83 9.3 5.57 32.74
3.2 4.74 9.2 4.56 37.30
4 3.83 8.1 5.37 42.67
5 4.92 9.2 3.18 45.84
7 3.83 6.7 5.37 51.21
12 3.28 8.2 3.42 54.63
20 1.64 7.6 6.56 61.19
30 0.46 - 7.14 68.33

Tabel 5. 26 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 3 Long Term (Viaduct)


T ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 5.13 5.13 22.05 113.20 26.36
0.8 0.6 11.84 6.71 11.85 140.35 140.19
1.2 0.4 16.76 4.92 11.22 188.05 280.98
1.8 0.6 22.51 5.75 10.82 243.63 506.90
2.2 0.4 27.17 4.66 10.70 290.73 738.32
2.8 0.6 32.74 5.57 10.55 345.41 1072.01
3.2 0.4 37.30 4.56 9.83 366.78 1391.23
4 0.8 42.67 5.37 5.14 219.32 1820.63
5 1 45.84 3.18 3.01 138.07 2101.67
7 2 51.21 5.37 2.11 108.21 2622.83
12 5 54.63 3.42 0.74 40.20 2984.48
20 8 61.19 6.56 0.77 47.30 3744.07
30 10 68.33 7.14 4669.37
Jumlah 477.34 98.80 2241.24 22099.04
V-35

Gambar 5. 11 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Tengah 3 Long


Term (Viaduct)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2,8 – Konsentrasi DO Hari 3,2
= 5,57 – 4,56 = 1,01
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 25,13 = 2,43
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 = (𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(5,13)( )+(6,71)( )
0,2 0,6
= = 22,05
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 5,13 × 22,05 = 113,20


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 477,34b – 98,80 = 0
a + 36,71b – 7,6 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
477,34a + 22099,04b – 2241,24 = 0
a + 46,29b – 4,69 = 0.…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 46,29b – 4,69 = 0
a + 36,71b – 7,6 = 0
V-36
9,58b + 2,91 = 0
9,58b = - 2,91
b = - 0,303
Masuk ke persamaan (2)
a + 46,29b – 4,69 = 0
a + 46,29(-0,303) – 4,69 = 0
a – 14,02 – 4,69 = 0
a – 18,71 = 0
a = 18,71
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,303)
= 0,303
La = - a/b
= - (18,71/-0,303)
= 61,74 mg/l
Tabel 5. 27 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Tengah 3 Short Term 12
Hari (Viaduct)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 7.80 8.6 0.00 0.00
0.2 3.47 7.8 5.13 5.13
0.8 1.09 9.3 6.71 11.84
1.2 4.38 9.4 4.92 16.76
1.8 3.65 9.4 5.75 22.51
2.2 4.74 9.4 4.66 27.17
2.8 3.83 9.3 5.57 32.74
3.2 4.74 9.2 4.56 37.30
4 3.83 8.1 5.37 42.67
5 4.92 9.2 3.18 45.84
7 3.83 6.7 5.37 51.21
12 3.28 0 3.42 54.63
V-37
Tabel 5. 28 Laju Deoksigenasi Titik Tengah 3 Short Term (Viaduct)
t ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 5.13 5.13 22.05 113.20 26.36
0.8 0.6 11.84 6.71 11.85 140.35 140.19
1.2 0.4 16.76 4.92 11.22 188.05 280.98
1.8 0.6 22.51 5.75 10.82 243.63 506.90
2.2 0.4 27.17 4.66 10.70 290.73 738.32
2.8 0.6 32.74 5.57 10.55 345.41 1072.01
3.2 0.4 37.30 4.56 9.83 366.78 1391.23
4 0.8 42.67 5.37 5.14 219.32 1820.63
5 1 45.84 3.18 3.01 138.07 2101.67
7 2 51.21 5.37 2.11 108.21 2622.83
12 5 54.63 3.42 2984.48
Jumlah 347.82 97.29 2153.74 13685.60

Gambar 5. 12 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Tengah 3


Short Term (Viaduct)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 5,75 – 4,66 = 1,09
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 25,13 = 2,43
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 = (𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(5,13)( )+(6,71)( )
0,2 0,6
= = 22,05
0,2+0,6
V-38
 yy'1 = y × y’ = 5,13 × 22,05 = 113,20
Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 347,82b – 97,29 = 0
a + 31,62b – 8,84 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
347,82a + 13685,60b – 2153,74 = 0
a + 39,34b – 6,19 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 39,34b – 6,19 = 0
a + 31,62b – 8,84 = 0
7,72b + 2,65 = 0
7,72b = -2,65
b = -0,34
Masuk ke persamaan (2)
a + 39,34b – 6,19 = 0
a + 39,34(-0,34) – 6,19 = 0
a – 13,37 – 6,19 = 0
a – 19,56 = 0
a = 19,56
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,34)
= 0,34
La = - a/b
= - (19,56/-0,34)
= 57,52 mg/L
V-39
3. Penentuan Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate di Titik Hilir
Jalan Soekarno Hatta
Tabel 5. 29 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 1 Long Term 30 Hari
( Jl. Soekarno Hatta)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 7.40 8.5 0.00 0.00
0.2 6.02 7.6 2.48 2.48
0.8 2.55 9.2 5.05 7.53
1.2 3.83 9.3 5.37 12.90
1.8 3.10 9.3 6.20 19.10
2.2 4.38 8.9 4.92 24.02
2.8 3.47 9.3 5.43 29.45
3.2 4.56 8.9 4.74 34.19
4 3.28 6.5 5.62 39.81
5 2.92 9 3.58 43.39
7 2.37 6.3 6.63 50.02
12 2.55 8.3 3.75 53.77
20 1.09 7.3 7.21 60.97
30 0.55 - 6.75 67.72

Tabel 5. 30 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 1 Long Term (Jl. Soekarno Hatta)
t ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 2.48 2.48 11.41 28.30 6.15
0.8 0.6 7.53 5.05 11.42 85.95 56.66
1.2 0.4 12.90 5.37 12.19 157.18 166.33
1.8 0.6 19.10 6.20 11.52 219.92 364.66
2.2 0.4 24.02 4.92 11.01 264.36 576.88
2.8 0.6 29.45 5.43 10.73 316.11 867.47
3.2 0.4 34.19 4.74 10.24 350.15 1169.15
4 0.8 39.81 5.62 5.49 218.65 1584.80
5 1 43.39 3.58 3.49 151.55 1882.80
7 2 50.02 6.63 2.58 129.13 2502.00
12 5 53.77 3.75 0.81 43.42 2890.83
20 8 60.97 7.21 0.80 48.81 3717.58
30 10 67.72 6.75 4586.65
Jumlah 445.35 91.68 2013.51 20371.96
V-40

Gambar 5. 13 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 1


Long Term ( Jl. Soekarno Hatta)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2.8 – Konsentrasi DO Hari 3,2
= 5,43 – 4,74 = 0,69
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 2,48 = 2,48
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡 𝛥𝑡
 y'1 = 𝑖−1 𝑖+1
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(2,48)( )+(5,77)( )
0,2 0,6
= = 11,41
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 2,48 × 11,41 = 28,30


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 445,35b – 91,68 = 0
a + 34,25b – 7,05 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
445,35a + 20371,96b – 2013,51 = 0
a + 45,74b – 4,52 = 0…..……………………………………..(2)

• Persamaan (2) – Persamaan (1)


a + 45,74b – 4,52 = 0
V-41
a + 34,25b – 7,05 = 0
11,49b + 2,53 = 0
11,49b = -2,53
b = -0,22
Masuk ke persamaan (2)
a + 45,74b – 4,52 = 0
a + 45,74(-0,22) – 4,52 = 0
a – 10,06 – 4,52 = 0
a – 14,58 = 0
a = 14,58
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,22)
= 0,22
La = - a/b
= - (14,58/-0,22)
= 66,27 mg/L
Tabel 5. 31 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 1 Short Term 12 Hari
(Jl. Soekarno Hatta)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 7.40 8.5 0.00 0.00
0.2 6.02 7.6 2.48 2.48
0.8 2.55 9.2 5.05 7.53
1.2 3.83 9.3 5.37 12.90
1.8 3.10 9.3 6.20 19.10
2.2 4.38 8.9 4.92 24.02
2.8 3.47 9.3 5.43 29.45
3.2 4.56 8.9 4.74 34.19
4 3.28 6.5 5.62 39.81
5 2.92 9 3.58 43.39
7 2.37 6.3 6.63 50.02
12 2.55 0 3.75 53.77
V-42
Tabel 5. 32 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 1 Short Term (Jl. Soekarno Hatta)
t ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 2.48 2.48 11.41 28.30 6.15
0.8 0.6 7.53 5.05 11.42 85.95 56.66
1.2 0.4 12.90 5.37 12.19 157.18 166.33
1.8 0.6 19.10 6.20 11.52 219.92 364.66
2.2 0.4 24.02 4.92 11.01 264.36 576.88
2.8 0.6 29.45 5.43 10.73 316.11 867.47
3.2 0.4 34.19 4.74 10.24 350.15 1169.15
4 0.8 39.81 5.62 5.49 218.65 1584.80
5 1 43.39 3.58 3.49 151.55 1882.80
7 2 50.02 6.63 2.58 129.13 2502.00
12 5 53.77 3.75 2890.83
Jumlah 316.65 90.07 1921.28 12067.72

Gambar 5. 14 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 1


Short Term (Jl. Soekarno Hatta)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 6,20 – 4,92 = 1,28
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 2,48 = 2,48
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡 𝛥𝑡
 y'1 = 𝑖−1 𝑖+1
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(2,48)( )+(5,77)( )
0,2 0,6
= = 11,41
0,2+0,6
V-43
 yy'1 = y × y’ = 2,48 × 11,41 = 28,30
Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 316,65b – 90,07 = 0
a + 28,78b – 8,18 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
316,65a + 12067,72b – 1921,28 = 0
a + 38,11b – 6,06 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 38,11b – 6,06 = 0
a + 28,78b – 8,18 = 0
9,33b + 2,12 = 0
9,33b = -2,12
b = -0,23
Masuk ke persamaan (2)
a + 38,11b – 6,06 = 0
a + 38,11(-0,23) – 6,06 = 0
a – 8,76 – 6,06 = 0
a – 14,82 = 0
a = 14,82
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,23)
= 0,23
La = - a/b
= - (14,82/-0,23)
= 64,43 mg/L
V-44
Tabel 5. 33 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 2 Long Term 30 Hari
(Jl. Soekarno Hatta)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 4.00 8.5 0.00 0.00
0.2 5.11 7.6 3.39 3.39
0.8 2.92 9.2 4.68 8.07
1.2 3.65 9.3 5.55 13.63
1.8 6.38 9.3 2.92 16.54
2.2 4.74 8.9 4.56 21.10
2.8 3.28 9.3 5.62 26.72
3.2 4.74 8.9 4.56 31.27
4 4.20 6.5 4.70 35.98
5 2.55 9 3.95 39.93
7 1.64 6.3 7.36 47.28
12 2.55 8.3 3.75 51.03
20 0.91 7.3 7.39 58.42
30 0.64 - 6.66 65.08

Tabel 5. 34 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 2 Long Term (Jl. Soekarno Hatta)
t ∆t Y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 3.39 3.39 14.67 49.78 11.51
0.8 0.6 8.07 4.68 11.45 92.44 65.20
1.2 0.4 13.63 5.55 10.27 139.97 185.68
1.8 0.6 16.54 2.92 8.78 145.25 273.65
2.2 0.4 21.10 4.56 10.58 223.26 445.21
2.8 0.6 26.72 5.62 10.58 282.69 713.79
3.2 0.4 31.27 4.56 9.56 298.87 978.09
4 0.8 35.98 4.70 5.02 180.66 1294.50
5 1 39.93 3.95 3.86 154.01 1594.05
7 2 47.28 7.36 2.84 134.38 2235.78
12 5 51.03 3.75 0.82 41.66 2604.10
20 8 58.42 7.39 0.81 47.27 3412.71
30 10 65.08 6.66 4235.41
Jumlah 418,44 89,24 1790,24 18049,67
V-45

Gambar 5. 15 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 2


Long Term (Jl. Soekarno Hatta)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2,8 – Konsentrasi DO Hari 3,2
= 5,62 – 4,56= 1,06
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 3,39 = 3,39
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡 𝛥𝑡
 y'1 = 𝑖−1 𝑖+1
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(3,39)( )+(4,68)( )
0,2 0,6
= = 14,67
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 3,39 × 14,67 = 49,78


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 418,44b – 89,24 = 0
a + 32,18b – 6,86 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
418,44a + 18049,67b – 1790,24 = 0
a + 43,13b – 4,27 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 43,13b – 4,27 = 0
V-46
a + 32,18b – 6,86 = 0
10,95b + 2,59 = 0
10,95b = - 2,59
b = - 0,24
Masuk ke persamaan (2)
a + 43,13b – 4,27 = 0
a + 43,13(-0,24) – 4,27 = 0
a – 10,35 – 4,27 = 0
a – 14,62 = 0
a = 14,62
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,24)
= 0,24
La = - a/b
= - (14,62/-0,24)
= 60,91 mg/l
Tabel 5. 35 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 2 Short Term 12 Hari
(Jl. Soekarno Hatta)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 4.00 8.5 0.00 0.00
0.2 5.11 7.6 3.39 3.39
0.8 2.92 9.2 4.68 8.07
1.2 3.65 9.3 5.55 13.63
1.8 6.38 9.3 2.92 16.54
2.2 4.74 8.9 4.56 21.10
2.8 3.28 9.3 5.62 26.72
3.2 4.74 8.9 4.56 31.27
4 4.20 6.5 4.70 35.98
5 2.55 9 3.95 39.93
7 1.64 6.3 7.36 47.28
12 2.55 0 3.75 51.03
V-47
Tabel 5. 36 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 2 Short Term (Jl. Soekarno Hatta)
t ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 3.39 3.39 14.67 49.78 11.51
0.8 0.6 8.07 4.68 11.45 92.44 65.20
1.2 0.4 13.63 5.55 10.27 139.97 185.68
1.8 0.6 16.54 2.92 8.78 145.25 273.65
2.2 0.4 21.10 4.56 10.58 223.26 445.21
2.8 0.6 26.72 5.62 10.58 282.69 713.79
3.2 0.4 31.27 4.56 9.56 298.87 978.09
4 0.8 35.98 4.70 5.02 180.66 1294.50
5 1 39.93 3.95 3.86 154.01 1594.05
7 2 47.28 7.36 2.84 134.38 2235.78
12 5 51.03 3.75 2604.10
Jumlah 294.95 87.61 1701.31 10401.56

Gambar 5. 16 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 2


Short Term (Jl. Soekarno Hatta)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 2,92 – 4,56 = - 1,64
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 3,39 = 3,39
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡 𝛥𝑡
 y'1 = 𝑖−1 𝑖+1
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(3,39)( )+(4,68)( )
0,2 0,6
= = 14,67
0,2+0,6
V-48
 yy'1 = y × y’ = 3,39 × 14,67 = 49,78
Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 294,95b – 87,61 = 0
a + 26,81b – 7,96 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
294,95a + 10401,56b – 1701,31 = 0
a + 35,26b – 5,76 = 0…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 35,26b – 5,76 = 0
a + 26,81b – 7,96 = 0
7,56b + 2,35 = 0
7,56b = -2,35
b = -0,31
Masuk ke persamaan (2)
a + 35,26b – 5,76 = 0
a + 35,26(-0,31) – 5,76 = 0
a – 10,93 – 5,76 = 0
a – 16,69 = 0
a = 16,69
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,31)
= 0,31
La = - a/b
= - (16,69/-0,31)
= 53,83 mg/L
V-49
Tabel 5. 37 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 3 Long Term 30 Hari
(Jl. Soekarno Hatta)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 4.00 8.5 0.00 0.00
0.2 5.29 7.6 3.21 3.21
0.8 2.74 9.2 4.86 8.07
1.2 3.65 9.3 5.55 13.63
1.8 3.65 9.3 5.65 19.28
2.2 4.56 8.9 4.74 24.02
2.8 3.65 9.3 5.25 29.27
3.2 4.38 8.9 4.92 34.19
4 2.55 6.5 6.35 40.54
5 2.55 9 3.95 44.49
7 1.64 6.3 7.36 51.84
12 2.37 8.3 3.93 55.77
20 1.00 7.3 7.30 63.07
30 0.55 - 6.75 69.82

Tabel 5. 38 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 3 Long Term (Jl. Soekarno Hatta)
t ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 3.21 3.21 14.07 45.16 10.31
0.8 0.6 8.07 4.86 11.57 93.43 65.20
1.2 0.4 13.63 5.55 12.10 164.82 185.68
1.8 0.6 19.28 5.65 10.88 209.71 371.66
2.2 0.4 24.02 4.74 10.61 254.87 576.88
2.8 0.6 29.27 5.25 10.88 318.61 856.76
3.2 0.4 34.19 4.92 10.85 370.93 1169.15
4 0.8 40.54 6.35 6.16 249.77 1643.43
5 1 44.49 3.95 3.86 171.60 1978.97
7 2 51.84 7.36 2.85 147.89 2687.80
12 5 55.77 3.93 0.83 46.53 3110.61
20 8 63.07 7.30 0.81 50.89 3977.77
30 10 69.82 6.75 4875.17
Jumlah 457.20 95.47 2124.20 21509.37
V-50

Gambar 5. 17 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 3


Long Term (Jl. Soekarno Hatta)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 3,2 = Konsentrasi DO Hari 2,8 – Konsentrasi DO Hari 3,2
= 5,25 – 4,95 = 0,3
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 3,21 = 3,21
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡 𝛥𝑡
 y'1 = 𝑖−1 𝑖+1
(𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
0,6 0,2
(3,21)( )+(4,86)( )
0,2 0,6
= = 14,07
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 3,21 × 14,07 = 45,16


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
13a + 457,20b – 95,47 = 0
a + 35,16b – 7,34 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
457,20a + 21509,37b – 2124,20 = 0
a + 47,04b – 4,64 = 0….…..……………………………………..(2)
• Persamaan (2) – Persamaan (1)
a + 47,04b – 4,64 = 0
a + 35,16b – 7,34 = 0
V-51
11,88b + 2,74 = 0
11,88b = - 2,74
b = - 0,23
Masuk ke persamaan (2)
a + 47,04b – 4,64 = 0
a + 47,04(-0,23) – 4,64 = 0
a – 10,81 – 4,64 = 0
a – 15,45 = 0
a = 15,45
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,23)
= 0,23
La = - a/b
= - (15,45/-0,23)
= 67,17 mg/l
Tabel 5. 39 Akumulasi Penurunan DO Loss Titik Hilir 3 Short Term 12 Hari
(Jl. Soekarno Hatta)
Konsentrasi DO Akumulasi DO
t DO DO Setelah Loss Loss
(hari) Aerasi
(Mg/L) (Mg/L) (Mg/L)
0 4.00 8.5 0.00 0.00
0.2 5.29 7.6 3.21 3.21
0.8 2.74 9.2 4.86 8.07
1.2 3.65 9.3 5.55 13.63
1.8 3.65 9.3 5.65 19.28
2.2 4.56 8.9 4.74 24.02
2.8 3.65 9.3 5.25 29.27
3.2 4.38 8.9 4.92 34.19
4 2.55 6.5 6.35 40.54
5 2.55 9 3.95 44.49
7 1.64 6.3 7.36 51.84
12 2.37 - 3.93 55.77
V-52
Tabel 5. 40 Laju Deoksigenasi Titik Hilir 3 Short Term (Jl. Soekarno Hatta)
T ∆t y ∆y y' yy' y2
0 0.00
0.2 0.2 3.21 3.21 14.07 45.16 10.31
0.8 0.6 8.07 4.86 11.57 93.43 65.20
1.2 0.4 13.63 5.55 12.10 164.82 185.68
1.8 0.6 19.28 5.65 10.88 209.71 371.66
2.2 0.4 24.02 4.74 10.61 254.87 576.88
2.8 0.6 29.27 5.25 10.88 318.61 856.76
3.2 0.4 34.19 4.92 10.85 370.93 1169.15
4 0.8 40.54 6.35 6.16 249.77 1643.43
5 1 44.49 3.95 3.86 171.60 1978.97
7 2 51.84 7.36 2.85 147.89 2687.80
12 5 55.77 3.93 3110.61
Jumlah 324.31 93.83 2026.78 12656.43

Gambar 5. 18 Akumulasi DO Loss Terhadap Waktu Untuk Titik Hilir 3


Short Term (Viaduct)

 Contoh Perhitungan:
 DO Loss 2,2 = Konsentrasi DO Hari 1,8 – Konsentrasi DO Hari 2,2
= 5,65 – 4,74 = 0,91
 y = DO Loss Hari 0 + DO Loss Hari 0,2
= 0 + 3,21 = 3,21
𝛥𝑡 𝛥𝑡
(𝛥𝑦i-1 )( 𝑖+1 )+(𝛥𝑦𝑖+1 )( 𝑖−1 )
𝛥𝑡𝑖−1 𝛥𝑡𝑖+1
 y'1 = (𝛥𝑡1−1 )+(𝛥𝑡𝑖+1 )
V-53
0,6 0,2
(3,21)( )+(4,86)( )
0,2 0,6
= = 14,07
0,2+0,6

 yy'1 = y × y’ = 3,21 × 14,07 = 45,16


Setelah didapat jumlah dari nilai y', y'y, dan y2, selanjutnya dimasukkan ke
dalam persamaan berikut:
• na + b Ʃy - Ʃy' = 0
11a + 324,31b – 93,83 = 0
a + 29,48b – 8,53 = 0…………………………………………(1)
• aƩy + b Ʃy² - Ʃyy’ = 0
324,31a + 12656,43b – 2026,78 = 0
a + 38,02b – 6,24 = 0…..……………………………………..(2)

• Persamaan (2) – Persamaan (1)


a + 38,02b – 6,24 = 0
a + 29,48b – 8,53 = 0
8,54b + 2,29 = 0
8,54b = -2,29
b = -0,27
Masuk ke persamaan (2)
a + 38,02b – 6,24 = 0
a + 38,02(-0,27) – 6,24 = 0
a – 10,26 – 6,24 = 0
a – 16,5 = 0
a = 16,5
Jadi, nilai Laju Deoksigenasi (K1) dan nilai BOD Ultimatenya (La) adalah:
K1 = - b
= -(-0,27)
= 0,27
La = - a/b
= - (16,5/-0,27)
= 61,1 mg/L
V-54
Setelah dilakukan perhitungan maka didapat nilai laju deoksigenasi (K1)
dan BOD Ultimate dengan menggunakan analisis laboratorium untuk setiap sampel
adalah sebagai berikut.
Tabel 5. 41 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate dengan
Menggunakan Metode Thomas atau Metode Slope Long Term 30 Hari
Laju Deoksigenasi K1(per hari) BOD Ultimate La (mg/L)
Titik
Percobaan Rata- Percobaan Rata-
Sampling
1 2 3 rata 1 2 3 rata
Titik 1 0.27 0.28 0.27 0.273 76.37 77.03 78.14 77.18
Titik 2 0.28 0.29 0.303 0.291 60.6 63.75 61.74 62.03
Titik 3 0.22 0.24 0.23 0.230 66.27 60.91 67.17 64.78

Tabel 5. 42 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate dengan


Menggunakan Metode Thomas atau Metode Slope Short Term 12 Hari
Laju Deoksigenasi K1(per hari) BOD Ultimate La (mg/L)
Titik
Percobaan Rata- Percobaan Rata-
Sampling
1 2 3 rata 1 2 3 rata
Titik 1 0.3 0.21 0.307 0.272 71.2 83.19 75.5 76.63
Titik 2 0.31 0.33 0.34 0.327 56.77 58.48 57.52 57.59
Titik 3 0.23 0.31 0.27 0.270 64.43 53.83 61.1 59.79

Jadi secara keseluruhan apabila digabungkan dan diambil rentang laju


deoksigenasi (K1) pada Sungai Cikapundung untuk titik 1 mewakili segmen hulu
metode Long Term 30 Hari berkisar antara 0,27 hingga 0,28 per hari dengan nilai
rata-rata sebesar 0,273 per hari sedangkan titik 1 mewakili segmen hulu metode
Short Term 12 Hari berkisar antara 0,21 hingga 0,307 per hari dengan nilai rata-
rata sebesar 0,272 per hari. Untuk nilai laju deoksigenasi (K1) untuk titik 2
mewakili segmen tengah metode Long Term 30 Hari berkisar antara 0,28 hingga
0,303 per hari dengan nilai rata-rata sebesar 0,291 per hari, sedangkan titik 2
mewakili segmen tengah metode short term 12 Hari berkisar antara 0,31 hingga
0,34 per hari dengan nilai rata-rata sebesar 0,327 per hari. Dan nilai laju
deoksigenasi (K1) untuk titik 3 mewakili segmen hilir metode long term 30 hari
berkisar antara 0,22 hingga 0,24 per hari dengan nilai rata-rata sebesar 0,230,
sedangkan titik 3 mewakili segmen hilir metode short term 12 Hari berkisar antara
0,23 hingga 0,31 per hari dengan nilai rata-rata sebesar 0,270 per hari. Sehingga
apabila digabungkan dan dirata ratakan secara keseluruhan nilai rentang laju
V-55
deoksigenasi (K1) metode long term 30 hari yaitu sebesar 0.230 hingga 0.291
perhari, sedangkan untuk metode short term yaitu sebesar 0.270 hingga 0.327
perhari. Nilai laju deoksigenasi tertinggi baik metode long term maupun short term
terjadi pada titik 2 (Tengah) menunjukan banyaknya mikroorganisme yang terdapat
pada air sungai dan tingginya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan
organik dengan pemakaian oksigen yang tinggi, sedangkan di titik 1 (Hulu) di
kedua metode nilai BOD yang tinggi dibanding titik 2 dan 3 tetapi dengan nilai laju
deoksigenasi paling rendah, hal ini dimungkinkan terdapat adanya pencemar yang
dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme dan keberadaan
mikroorganisme sedikit sehingga kebutuhan pemakaian oksigen dalam
mendegradasi materi organik lambat. Dekomposisi biologi materi organik pada
badan sungai tergantung pada kondisi dinamis lingkungan sekitar sungai, jenis
mikroorganisme yang ada didalam badan sungai, serta jumlah mikroorganisme itu
sendiri (Arbie dkk., 2015), dan di titik 3 (Hilir) nilai laju deoksigenasi yang rendah
di kedua metode menunjukan aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan
organik yang sedikit dengan pemakaian oksigen yang rendah. Nilai Deoksigenasi
di setiap titik berbeda menunjukan aktivitas mikroorganisme yang ada dalam
pemakaian oksigen dalam mendegradasikan zat organik berbeda-beda.
Sedangkan untuk nilai rentang BOD ultimate (La) pada Sungai
Cikapundung untuk titik 1 metode long term 30 hari berkisar antara 76,37 hingga
78,14 mg/l dengan nilai rata-rata sebesar 77,18 mg/l, sedangkan untuk titik 1
metode short term 12 hari berkisar antara 71,2 hingga 83,19 mg/l dengan nilai rata-
rata sebesar 76,63 mg/l . Untuk nilai BOD Ultimate (La) untuk titik 2 metode long
term 30 hari berkisar antara 60,6 hingga 63,75 mg/L dengan nilai rata-rata sebesar
62,03 mg/l, sedangkan untuk titik 2 metode short term 12 hari berkisar antara 56,77
hingga 58,48 mg/l dengan nilai rata-rata sebesar 57,52 mg/l. Dan untuk nilai BOD
Ultimate (La) untuk titik 3 metode long term 30 hari berkisar antara 60,91 hingga
67,17 mg/l dengan nilai rata rata sebesar 64,78 mg/l, sedangkan untuk titik 3 metode
short term 12 hari berkisar antara 53,83 hingga 64,43 mg/l dengan nilai rata-rata
sebesar 59,79 mg/l . Sehingga apabila digabungkan dan dirata-ratakan secara
keseluruhan nilai rentang BOD Ultimate (La) metode long term 30 hari yaitu
V-56
sebesar 62,03 hingga 77,18 mg/l, sedangkan BOD Ultimate (La) metode short term
12 hari yaitu sebesar 57,59 hingga 76,63 mg/l.

5.4.2 Perhitungan Laju Deoksigenasi Menggunakan Rumus Empiris


Dalam penentuan laju deoksigenasi dengan menggunakan rumus empiris ini
mempertimbangkan faktor lingkungan seperti kedalaman sungai. Kedalaman suatu
sungai berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme yang ada di dalamnya,
dimana semakin dalam kedalaman suatu sungai akan sedikit kandungan oksigennya
dan sedikit juga jumlah mikroorganisme yang dapat hidup di perairan tersebut. Dan
apabila jumlah mikroorganisme yang ada di dalam air semakin sedikit maka jumlah
laju deoksigenasi pada suatu sungai akan rendah. Maka perhitungan laju
deoksigenasi juga dilakukan dengan menggunakan rumus empiris yang
berhubungan dengan kedalaman suatu sungai yaitu dengan rumus menurut
Hydroscience (Chapra, S.C, 1997).
Koefisien deoksigenasi yang digunakan untuk perhitungan model
pencemaran organik air digunakan formula yaitu rumus menurut Hydroscience
(Chapra, S.C, 1997) untuk aliran normal adalah sebagai berikut :
 Jika 0 ≤ H ≤ 8 ft  0 ≤ H ≤ 2,4 m, maka
𝐻 −0,434
𝐾1 = 0,3 × ( 8 )

 Jika H > 8 ft  H ≥ 2,4 m, maka 𝐾1 = 0,3𝑘


Setelah dilakukan pengukuran kedalaman Sungai Cikapundung, diperoleh
hasil pada titik 1 yaitu 1,5 m, pada titik 2 yaitu 0,3 m, dan di titik 3 yaitu 0,4 m,
sehingga rumus yang digunakan sebagai berikut :
𝐻 −0,434
𝐾1 = 0,3 × ( 8 )

Dimana :
K1 = Koefisien deoksigenasi (hari-1)

H = Kedalaman Sungai (ft)

Setelah dilakukan perhitungan maka didapat nilai laju deoksigenasi (K1)


dengan menggunakan rumus empiris untuk setiap sampel adalah sebagai berikut.
V-57
Tabel 5. 43 Nilai Laju Deoksigenasi Dengan Menggunakan Rumus Empiris
Titik Kedalaman (H) Laju Deoksigenasi (per
Sampling Meter Feet hari)
Titik 1 1,5 4,92 0,40
Titik 2 0,3 0,98 0,81
Titik 3 0,4 1,31 0,71
Contoh Perhitungan Laju Deoksigenasi pada titik 1 dimana diperoleh
kedalaman sungai 1,5 m kemudian dikonversi menjadi 4,92 ft.
𝐻 −0,434
𝐾1 = 0,3 × ( 8 )

4,92 −0,434
𝐾1 = 0,3 × (9,81)

= 0,40 per hari


Laju deoksigeasi menggunakan rumus empiris pada titik 1 (hulu) sebesar
0,40, pada titik 2 (tengah) sebesar 0,81 dan pada titik 3 (hilir) sebesar 0,71, jadi
secara keseluruhan apabila digabungkan dan diambil nilai rentang laju deoksigenasi
(K1) pada Sungai Cikapundung dengan menggunakan rumus empiris berkisar
antara 0,40 hingga 0,81 per hari. Nilai laju deoksigenasi tertinggi pada titik 2
(Tengah) dan terendah pada titik 1 (hulu). Nilai laju deoksigenasi tersebut sesuai
dengan kedalaman sungai masing-masing titik sampling karena kedalaman sungai
sangat mempengaruhi nilai laju deoksigenasi, semakin dalam suatu perairan maka
akan semakin sedikit jumlah oksigen yang masuk dan dapat mengakibatkan jumlah
mikroorganisme semakin sedikit.

5.4.3 Analisis Uji Signifikan Untuk Nilai Laju Deoksigenasi Sebenarnya


Dari hasil data perhitungan analisis laboratorium menggunakan metode
long term 30 hari dan short term 12 hari didapatkan hasil bahwa secara keseluruhan
nilai laju deoksigenasi (K1) metode short term lebih tinggi nilainya dibandingkan
nilai laju deoksigenasi metode long term tetapi nilai dari kedua metode tersebut
tidak terpaut jauh. Namun jika dilihat dari jangka waktu pengecekan lebih baik
metode long term 30 hari dibandingkan short term 12 hari karena waktu pengecekan
metode long term yang lebih lama dari metode short term. Untuk memastikan nilai
laju deoksigenasi yang sebenarnya dari kedua metode tersebut dilakukan uji
signifikansi dengan perhitungan statistik sebagai berikut:
V-58
Tingkat signifikansi (α) ditetapkan sebesar 0,05
Hipotesis Nol (H0) : Terdapat perbedaan secara signifikan antara kedua metode
Hipotesis Alternatif (HA) : Tidak terdapat perbedaan secara signifikan antara kedua
metode
Standar deviasi : s = √∑((xi – µ)2/(N – 1))
Dimana :
∑ = Jumlah seluruh nilai Laju Deoksigenasi
xi = Nilai Laju Deoksigenasi tiap titik dan tiap percobaan
µ = Rata-rata data untuk setiap kelompok
N = Jumlah sampel
Tabel 5. 44 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate Long Term 30 Hari
Laju Deoksigenasi BOD Ultimate La
K1(per hari) (mg/L)
Titik Sampling
Percobaan Percobaan
1 2 3 1 2 3
Titik 1 0.27 0.28 0.27 76.37 77.03 78.14
Titik 2 0.28 0.29 0.303 60.6 63.75 61.74
Titik 3 0.22 0.24 0.23 66.27 60.91 67.17
1. Perhitungan Standar Deviasi Laju Deoksigenasi Long Term
 N=9
 ∑xi = 0,27 + 0,28 + 0,27 + 0,28 + 0,29 + 0,303 + 0,22 + 0,24 + 0,23
= 2,383
∑xi
 µ=
𝑁
2,383
= = 0,2647
9

Tabel 5. 45 Perhitungan Uji Signifikansi Laju Deoksigenasi Long Term


Data (xi) Rata-rata (µ) (xi – µ) (xi – µ)2
0.27 0.26477778 0.005222 0,0000272
0.28 0.26477778 0.015222 0.0002317
0.27 0.26477778 0.005222 0,0000272
0.28 0.26477778 0.015222 0.0002317
0.29 0.26477778 0.025222 0.0006362
0.303 0.26477778 0.038222 0.0014609
0.22 0.26477778 -0.04478 0.002005
0.24 0.26477778 -0.02478 0.0006139
V-59
Data (xi) Rata-rata (µ) (xi – µ) (xi – µ)2
0.23 0.26477778 -0.03478 0.0012095
∑ 0.0064436
 N – 1 = (9 – 1) = 8
∑(xi – µ)2 0,0064436
 = = 0,00080545
8 8

 Sd = √0,0080545 = 0,2838

2. Perhitungan Standar Deviasi BOD Ultimate Long Term


 N=9
 ∑xi = 76,37 + 77,03 + 78,14 + 60,6 + 63,75 + 61,74 + 66,27 + 60,91 +
67,17
= 611,98
xi
 µ = ∑𝑁
611,98
= = 67,99
9
Tabel 5. 46 Perhitungan Uji Signifikansi BOD Ultimate Long Term
Data (xi) Rata-rata (µ) (xi – µ) (xi – µ)2
76.37 67.99778 8.372222 70.0941
77.03 67.99778 9.032222 81.58104
78.14 67.99778 10.14222 102.8647
60.6 67.99778 -7.39778 54.72712
63.75 67.99778 -4.24778 18.04362
61.74 67.99778 -6.25778 39.15978
66.27 67.99778 -1.72778 2.985216
60.91 67.99778 -7.08778 50.23659
67.17 67.99778 -0.82778 0.685216
∑ 420.3774
 N – 1 = (9 – 1) = 8
∑(xi – µ)2 420,3774
 = = 52,547
8 8

 S = √52,547 = 7,248
V-60
Tabel 5. 47 Nilai Laju Deoksigenasi dan BOD Ultimate Short Term Term 12
Hari
Laju Deoksigenasi BOD Ultimate La
K1(per hari) (mg/L)
Titik Sampling
Percobaan Percobaan
1 2 3 1 2 3
Titik 1 0.3 0.21 0.307 71.2 83.19 75.5
Titik 2 0.31 0.33 0.34 56.77 58.48 57.52
Titik 3 0.23 0.31 0.27 64.43 53.83 61.1
1. Perhitungan Standar Deviasi Laju Deoksigenasi Short Term
 N=9
 ∑xi = 0,3 + 0,21 + 0,307 + 0,31 + 0,33 + 0,34 + 0,23 + 0,31 + 0,27
= 2,607
∑xi
 µ=
𝑁
2,607
= = 0,289
9
Tabel 5. 48 Perhitungan Uji Signifikansi Laju Deoksigenasi Short Term
Data (xi) Rata-rata (µ) (xi – µ) (xi – µ)2
0.3 0.289667 0.010333 0.000107
0.21 0.289667 -0.07967 0.006347
0.307 0.289667 0.017333 0.0003
0.31 0.289667 0.020333 0.000413
0.33 0.289667 0.040333 0.001627
0.34 0.289667 0.050333 0.002533
0.23 0.289667 -0.05967 0.00356
0.31 0.289667 0.020333 0.000413
0.27 0.289667 -0.01967 0.000387
∑ 0.015688
 N – 1 = (9 – 1) = 8
∑(xi – µ)2 0,015688
 = = 0,001961
8 8
 S = √0,001961 = 0,044283
V-61
2. Perhitungan Standar Deviasi BOD Ultimate Short Term
 N=9
 ∑xi = 71,2 + 83,19 + 75,5 + 56,77 + 58,48 + 57,52 + 64,43 + 53,83 + 61,1
= 582,02
∑xi
 µ=
𝑁
582,02
= = 64,66
9
Tabel 5. 49 Perhitungan Uji Signifikansi BOD Ultimate Short Term
Data (xi) Rata-rata (µ) (xi – µ) (xi – µ)2
71.2 64.66889 6.531111 42.65541
83.19 64.66889 18.52111 343.0316
75.5 64.66889 10.83111 117.313
56.77 64.66889 -7.89889 62.39245
58.48 64.66889 -6.18889 38.30235
57.52 64.66889 -7.14889 51.10661
64.43 64.66889 -0.23889 0.057068
53.83 64.66889 -10.8389 117.4815
61.1 64.66889 -3.56889 12.73697
∑ 785.0769
 N – 1 = (9 – 1) = 8
∑(xi – µ)2 785,0769
 = = 98,134
8 8
 S = √98,134 = 9,906
Signifikanasi antara metode long term dan short term :
1. Laju Deoksigenasi
 sd = √((s12/N1) + (s22/N2))

0,028382 0,0442832
=√ + = 0,017532
9 9

 t = (µ1 – µ2)/sd
(0,289667− 0,264778)
= = 1,419599
0,017532
 Derajat kebebasan (d.f)
= (N1 + N2) – 2
= (9 + 9) – 2
= 16
V-62
 T teoritis = 2,120 (didapatkan dari t-table)
 t hitung < t teoritis maka H0 diterima, HA ditolak
t hitung > t teoritis maka H0 ditolak, HA ditolak
Hasilnya adalah 1.419599 < 2,120 artinya H0 diterima (Tidak Signifikan)
Tabel 5. 50 Hasil Uji Signifikansi Laju Deoksigenasi
Alfa Sd t hitung Df t teoritis Signifikansi
0.05 0.017532 1.419599 16 2.120 Tidak Signifikan
2. BOD Ultimate
 sd = √((s12/N1) + (s22/N2))

7,2489432 9,9062912
=√ + = 4,09175
9 9

 t = (µ1 – µ2)/sd
(67,99778 − 64,66889 )
= = 0,813561
4,09175
 Derajat kebebasan (d.f)
= (N1 + N2) – 2
= (9 + 9) – 2
= 16
 T teoritis = 2,120 (didapatkan dari t-table)
 t hitung < t teoritis maka H0 diterima, HA ditolak
t hitung > t teoritis maka H0 ditolak, HA ditolak
Hasilnya adalah 0,813561 < 2,120 artinya H0 diterima (Tidak Signifikan)
Tabel 5. 51 Hasil Uji Signifikansi BOD Ultimate
Alfa Sd t hitung Df t teoritis Signifikansi
0.05 4.09174 0.813561 16 2.120 Tidak Signifikan
Hasil diatas membuktikan bahwa dari perhitungan uji signifikansi laju
deoksigenasi dan Bod Ultimate diperoleh t hitung < t teoritis. Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa kedua metode tersebut berbeda secara tidak signifikan. Dengan
data tersebut diperoleh H0 diterima dan HA ditolak, artinya nilai laju Deoksigenasi
dan Bod Ultimate metode short term sudah mewakili laju deoksigenasi metode long
term.
VI. BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sungai Cikapundung termasuk ke dalam sungai tercemar dikarenakan
dari hasil analisis kualitas air sungai DLHK Kota Bandung dan hasil
analisis laboratorium ITB untuk Sungai Cikapundung terdapat beberapa
parameter yang melebihi baku mutu air sungai dan sejenisnya
berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 2021 Lampiran VI.
Parameter tersebut antara lain TSS, BOD, COD, DO, ammonia, nitrit,
nitrat, minyak lemak, besi, mangan, dan MBAS.
2. Nilai rentang laju deoksigenasi (K1) metode Long Term 30 Hari secara
keseluruhan yaitu berkisar antara 0,230 hingga 0,291 per hari. Nilai
rentang BOD ultimate secara keseluruhan berkisar antara 62,03 hingga
77,19 mg/L. Sedangkan Nilai rentang laju deoksigenasi (K1) metode
Short Term 12 Hari secara keseluruhan yaitu berkisar antara 0,270
hingga 0,327 per hari. Nilai rentang BOD ultimate secara keseluruhan
berkisar antara 57,59 hingga 76,63 mg/L. Sedangkan nilai laju
deoksigenasi (K1) dari perhitungan rumus empiris berkisar antara 0,40
hingga 0,81 per hari.
3. Nilai laju deoksigenasi metode Short Term sedikit lebih tinggi
dibandingkan metode Long Term. Setelah dilakukan perhitungan uji
signifikansi diperoleh bahwa uji signifikansi memperlihatkan perbedaan
antara periode short term dan long term tidak signifikan, sehingga
penentuan laju deoksigenasi dapat hanya menggunakan periode short
term yang lebih pendek waktunya.

VI-1
VI-2

6.2 Saran
Adapun saran yang dapat direkomendasikan berdasarkan hasil yang telah
diperoleh dari penelitian ini adalah
1. Melakukan pemeriksaan kualitas air Sungai Cikapundung secara
berkala agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
2. Melakukan pemeriksaan DO dengan jarak lebih rapat di awal rangkaian
percobaan laboratorium, yaitu kurang dari 3 jam.
3. Memberikan proses aerasi yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi DO dalam jangka waktu yang singkat.
DAFTAR PUSTAKA

Astono, W. 2010. Penetapan Nilai Konstanta Dekomposisi Organik (Kd) Dan Nilai
Konstanta Reaerasi (Ka) Pada Sungai Ciliwung Hulu – Hilir. Jurnal
EKOSAINS. Volume 2(1), 40-45.
BAPPEDA Kota Bandung. 2012. Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Sungai Cikapundung Kota Bandung.
BBWS Citarum. 2015. Penelitian Model Interaksi Kualitas Air Tanah dan Air
Sungai Cikapundung di Kota Bandung.
Chapra, S. 2015. Surface Water Quality Modeling. New-Delhi: Medtech.
Chapra, S. C., 1997. Surface Water Quality Modeling. Mc Graw, Hill International
Editions, New York.
Daroini, T.A, Arisandi, A. 2020. Analisis BOD (Biological Oxygen Demand) Di
Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Journal Trunojoyo
Juvenil, 2020, Vol. 1 No. 4.
Das, N., C. J. Saikia, J. Sarma, D. Deka., C. Deka. 2016. Study of SELF Purification
Phemomenom of Bahini-Bharalu River. Internasional Journal of Latest Trends
in Engineering and Technology (IJLTET). 6: 598
Direktorat Geologi Tata Lingkungan. 1994. Konservasi Airtanah Daerah Bandung
dan Sekitarnya. Bandung.
Haider, H., Ali, W. 2010. Development of dissolved oxygen Model for highly
variable flow river: A case study of Ravi River in Pakistan. Environmental
Model Assessment 15, pp. 583-599.
Halimatusadiah. S, A. H. Dharmawan, dan R. Mardiana. 2012. Efektivitas
Kelembagaan Partisipatoris di Hulu Daerah Aliran Sungai Citarum. Repository
IPB, Vol. 06, N0. 01
Hendriarianti, E. dan Karnaningroem, E.N. 2015. Deoxygenation rate of carbon in
upstream brantas river in the city of Malang, Journal of Applied Environmental
and Biological Sciences, 5(12), pp. 36-41.
Islam MS. 2005. Nitrogen and phosphorus budget in coastal and marine cage
aquaculture and impacts of effluent loading on ecosystem: review and analysis
towards model development. Marine Pollution Bulletin. 50: 48– 61
Jha, R. and Singh, V., P. 2008. Analytical Water Quality Model for Biochemical
Oxygen Demand Simulation in River Gomti of Ganga Basin, India. KSCE
Journal of Civil Engineering. 12(2)
Kurup, R.G. dan Hamilton, D. P. 2002. Flushing of Dense, Hypoxic Water from a
Cavity of the Swan Estuary, Western Australia. Estuaries. 25 (5), pp. 908-915.
Lin, S.D., 2007. Water and Wastewater Calculation Manual. 2nd Edition. McGraw-
Hill.
Maria, R. 2008. Hidrogeologi dan Potensi Resapan Air Tanah Sub DAS
Cikapundung Bagian Tengah. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan 18 (2):
21-30.
Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse 4th
Edition, McGraw Hill, New York.
Metcalf dan Eddy. 2004. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse, 4th
edition. New York, US: The McGraw-Hill Companies, Inc
Nurdin M, Wibowo W, Supriyono, Febrian MB, Surahman H, Krisnandi YK, dan
Gunlazuardi J. 2009. Pengembangan metode baru penentuan Chemical Oxygen
Demand (COD) berbasis elektroda kerja lapis tipis TiO/ITO. Makara, Sains,
Vol. 13. No. 1. 1-8.
Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, pabrik Karet dan Domestik, Medan.
Paimin, Irfan Budi P, Purwanto, dan Dewi Retna I. 2012. Sistem Perencanaan
Pengelolaan Derah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR)
Sabar, A. 2006. Prospek kontribusi DAS Cikapundng memenuhi laju permintaan
air baku metropolitan Bandung. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol
14(2): 169- 178.
Salmin, O. T. 2005. Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu
Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, 30(3), 21-26.
Santoso, A. D. 2018. Keragaan Nilai DO, BOD dan COD di Danau Bekas Tambang
Batubara Studi Kasus pada Danau Sangatta North PT. KPC di Kalimatan
Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan, 19(1), 89-96.
Suyasa. W. B. 2015. Pencemaran Air & Pengelohan Air Limbah. Udayana
University Press
Wahyuningsih S., E. Novita, R. Ningtias. 2019. Laju Deoksigenasi dan Laju
Reaerasi Sungai Bedadung Segmen Desa Rowotamtu Kecamatan Rambipuji
Kabupaten Jember. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 7(1): 1-
7. DOI: 10.29303/jrpb.v7i1.97
Wahyuningsih.S, Elida Novita, dan Deni Agung Idayana. 2020. Penilaian Daya
Dukung Sungai Antirogo di Kabupaten Jember terhadap Beban Pencemaran
Menggunakan Metode Streeter-Phelps. agriTECH, 40(3): 199-205.
Wahyuningsih. S, Agus Dharmawan, dan Elida Novita. 2020. Purifikasi Alami
Sungai Bedadung Hilir Menggunakan Pemodelan Streeter-Phelps. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia, DOI : 10.14710/jkli.19.2.95-102
Yustiani Y. M., M. Nurkanti, N. Suliasih, dan A. Novantri. 2018. Influencing
parameter of self purification process in The urban area of Cikapundung River,
Indonesia. Int. J. GEOMATE, vol. 14, no. 43, pp. 50-54.
Yustiani Y. M., S. Wahyuni, dan M. R. Alfian. 2018. Investigation on the
deoxygenation rate of water of cimanuk river, Indramayu, Indonesia. Rasayan
J. Chem., vol. 11, no. 2 , pp. 475-481.
Yustiani Y. M., S. Wahyuni, dan Arry Akbar A.B. 2019. Identifikasi Nilai Laju
Deoksigenasi di Daerah Padat Penduduk (Studi Kasus Sungai Cicadas,
Bandung). Journal Of Community Based Environmental Engineering and
Management, Vol. 3, No. 1:9-14
Yustiani Y. M., M. Nurkanti, N. Suliasih. 2018. Parameter Pemengaruh Nilai Laju
Deoksigenasi Air Sungai Urban Dalam Rangkaian Proses Self Purification.
Universitas Pasundan
Yustiani, Y.M., Abror, D.F., Wahyuni, S., Nurkanti, M. 2021. Determination of
Deoxygenation Rate of Citarum River Water using Long Term Technique.
Journal of Environmental Treatment Techniques 9 (2), 505-509
____,2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 tentang
Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air,
Jakarta.
____,2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tentang Sungai.
Jakarta
L
A
M
P
I
R
A
N
Lokasi Titik Sampling

Pengukuran Langsung

Pemeriksaan di Laboratorium

Anda mungkin juga menyukai