Dosen :
Dr. Ir. Yadi Suryadi, MT.
Asisten :
Henry Daud 15012037
Suyudi Akbari Habibi 15012066
Doni Priambodo 15012118
Disusun Oleh :
Azmi Ghalib Austin 15813038
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Irigasi dan Bangunan Air ini telah diperiksa dan disetujui serta memenuhi ketentuan
layak untuk dikumpulkan guna kelulusan mata kuliah SA-3102 Perencanaan Sistem Irigasi
pada tahun ajaran 2015/2016.
Dosen
i
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
ABSTRAK
Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi ini menggunakan Sungai / Kali Pemali Rengas
Pendawa di Jawa Tengah, untuk perencanaan pekerjaan pengairannya. Sungai Pemali Renggas
Pendawa ini merupakan sungai utama pada wilayahnya. Sungai Pemali Rengas Pendawa
berada pada wilayah sungai Pemali-Juana. Mengacu kepada bendung yang dibuat pada aliran
sungai Pemali Rengas Pendawa, maka luas daerah tangkapan air sungai ini adalah 147.76 km2.
Dengan luas pengaruh masing masing stasiun yaitu 10.264 km2 (Lemah Neundeut), 69.66 km2
(Brebes) dan 67.834 km2 (Sidomukti).
Petak sawahnya berada di aliran Sungau / Kali Jengkelok I, Jawa Tengah, dengan luas
total sekitar 684 hektar dan berjumlah sebanyak 12 petak sawah. Untuk keperluan irigasi dan
drainase sawah rencana tersebut akan dilakukan suatu perhitungan dimensi saluran primer,
sekunder, dan tersier, tinggi muka air sawah, tinggi bukaan pintu irigasi sawah, maupun
dimensi dari saluran pembuang. Dari perhitungan yang telah didapat curah hujan pada daerah
tangkapan air sungai cukup untuk mengaliri seluruh sawah-sawah rencana yang telah dibuat.
Dari hasil perhitungan luas area yang mampu diairi sungai adalah sebesar 5.007,03 ha dengan
luas sawah rencana adalah 821.5 ha.
ii
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
KATA PENGANTAR
Pertama – tama penulis mengucapkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena berkat izin-Nya tugas besar SA – 3102 Perencanaan Sistem irigasi ini dapat
disusun pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016.
Adapun tujuan dari diberikannya tugas besar ini adalah untuk lebih memahami dan
mengetahui penerapan dari mata kuliah Perencanaan Sistem Irigasi. Tugas ini merupakan
perencaanaan sistem jaringan Irigasi dari merencanakan pola tanam sampai merencanakan
dimensi saluran serta tinggi muka air di saluran irigasi dan saluran drainase.
Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
banyak membantu terselesaikannya tugas besar ini, yaitu :
1. Orang tua yang selalu mendoakan serta memberikan dukungannya dalam proses
penyelesaian laporan tugas besar ini.
2. Dr. Ir. Yadi Suryadi, MT, M.Eng dan Hadi Kardhana, S.T.,M.T.,Ph.D selaku dosen
Mata Kuliah SA-3102 Perencanaan Sistem Irigasi.
3. Suyudi Akbari Habibi, Henry Daud, dan Doni Priambodo selaku asisten.
4. Teman – teman dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu terselesaikannya tugas
ini.
Tugas ini pun masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak agar tugas ini menjadi contoh yang
lebih baik di masa yang akan datang. Semoga tugas besar ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Akhir kata saya ucapkan selamat membaca dan terima kasih telah meluangkan
waktunya untuk membaca laporan ini.
Bandung, Desember 2015
Penulis
iii
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
DAFTAR ISI
iv
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
DAFTAR ISI
v
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
DAFTAR TABEL
vi
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2. 1 SISTEM TATA NAMA PETAK ROTASI DAN PETAK KUARTER ..................................... 19
vii
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
DAFTAR LAMPIRAN
viii
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
BAB I
PENDAHULUAN
Air adalah material yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat
ini di bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan akan mati bila kekurangan air. Di banyak tempat
di dunia terjadi kekurangan persediaan air akibat dari pengelolaan sumber daya airyang kurang
baik. Hal ini dapat menimbulkan konflik, mengingat bahwa kersediaan pangandi suatu daerah
memiliki kaitan erat dengan ketersediaan air di daerah tersebut. Khususnya di Indonesia yang
notabene penduduknya bermata pencahariannya adalah petani, air sangat dibutuhkan untuk
proses irigasi yang efisien.
Kebutuhan air untuk tanaman pada dasarnya dapat diperoleh secara langsung dari air hujan.
Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan mengalir dari hulu ke hilir, meresap ke dalam
tanah atau menjadi air permukaan, dan dimanfaatkan oleh tanaman disekitarnya. Indonesia,
yang merupakan negara tropis, hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Dapat dipastikan, curah hujan tiap musimnya tidak akan sama. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu cara untuk mengelola air dengan optimal, salah satunya ialah dengan
penggunaan sistem irigasi.
a. Merencanakan sebuah saluran pengairan dari daerah irigasi yang telah ditentukan.
b. Merencanakan kebutuhan air di sawah tiap hektar (liter/detik/ha).
c. Memahami konsep atau gambaran umum perencanaan suatu daerah irigasi
d. Memenuhi salah satu syarat kelulusan mata kuliah SA-3102 Perencanaan Sistem Irigasi
Ruang lingkup dari penyusunan laporan tugas besar ini adalah sistem irigasi, perancangan
bendungan dan petak sawah, juga ketersediaan air di Pemali Rengas Pendawa, Jawa Tengah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Teori Hidrologi
Bagian ini membahas tentang definisi hidrologi, daerah aliran sungai (DAS), perkiraan data
curah hujan yang hilang, perkiraan data curah hujan wilayah, debit andalan, dan
evapotranspirasi.
b. Sistem Irigasi
Bagian ini membahas sistem irigasi yang digunakan di daerah Sungai Pemali Renggas
Pendawa dengan memperhatikan lokasi dan topografi sungai tersebut.
Metodologi yang digunakan dalam laporan ini agar dapat mencapai tujuan yang tertulis
diatas adalah sebagai berikut :
1. Membuat DAS dan perencanaan daerah irigasi dari peta yang diberikan
2. Menyusun jaringan
3. Perhitungan dari data-data yang diperoleh melalui studi pustaka di laboratorium.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penyusunan laporan ini serta untuk
memudahkan pembaca dalam memahami laporan yang penulis buat, penulis menggunakan
sistematika pelaporan yang terdiri dari enam bab.
a) Bab 1 Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, maksud dan tujuan, ruang
lingkup, metodologi, dan sistematika penulisan.
b) Bab 2 Tinjauan Pustaka yang terdiri dari sistem irigasi, teori perencanaan petak, teori
perencanaan saluran, teori perencanaan bangunan air, teori perhitungan ketersediaan
air, teori perhitungan kebutuhan air, teori keseimbangan air, dan sistem tata nama
(nomerklatur).
c) Bab 3 Kondisi DAS Sungai Pemali Rengas Pendawa yang terdiri dari lokasi DAS
sungai, luas DAS sungai, stasiun pengukuran curah hujan sungai, dan data
pengukuran hidrometeorologi sungai.
d) BAB 4 Sistem Irigasi Kali Jengkelok I yang berisi tentang tahap-tahap pembuatan
perencanaan sistem mulai dari perencanaan peta, perencanaan saluran, dan juga skema.
Terdapat juga perhitungan ketersediaan air, perhitungan kebutuhan air, dan evaluasi
keseimbangan air.
e) BAB 5 Perencanaan dan Perhitungan Dimensi Saluran yang berisi perhitungan dimensi
saluran dan tinggi muka air.
f) BAB 6 Kesimpulan dan Saran yang berisi tentang hasil analisis berupa kesimpulan dan
saran dari perencanaan sistem irigasi di daerah Kali Jengkelok.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi secara umum dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan
mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian, dimana tujuan mendapatkan air tersebut
dilakukan dengan usaha pembuatan bangunan dan jaringan saluran untuk membawa dan
membagi air secara teratur ke petak-petak yang sudah dibagi. Sumber air untuk irigasi dapat
berasal dari berbagai jenis antara lain air hujan, air sungai , maupun air tanah. Dalam
perkembangannya sampai saat ini, ada 4 jenis sistem irigasi yang biasa digunakan. Keempat
sistem irigasi itu adalah sebagai berikut :
1. Irigasi Gravitasi
Sistem ini memanfaatkan efek dari gravitasi untuk mengalirkan air. Bentuk rekayasa ini tidak
memerlukan tambahan energi untuk mengalirkan air sampah ke petak sawah.
3. Irigasi Siraman
Air akan disemprotkan ke petak sawah melalui jaringan pipa dengan bantuan pompa air.
Penggunaan air akan lebih efektif dan efisien karena dapat dikontrol dengan sangatmudah.
4. Irigasi Tetesan
Sistem ini mirip dengan irigasi siraman. Hanya saja air akan langsung diteteskan/disemprotkan
ke bagian akar. Pompa air dibutuhkan untuk mengalirkan air.
Irigasi adalah petak sawah atau daerah yang akan dialiri dari suatu sumber air, baik waduk
maupun langsung dari satu atau beberapa sungai melalui bangunan pengambilan bebas. Petak
irigasi dibagi 3 jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Petak Tersier
Petak ini menerima air yang disadap dari saluran tersier. Karena luasnya yang tergolong kecil
maka petak ini menjadi tanggung jawab individu untuk eksploitasinya. Idealnya daerah yang
ditanami berkisar 50-100 Ha. Jika luas petak lebih dari itu dikhawatirkan pembagian air
menjadi tidak efisien. Petak tersier dapat dibagi menjadi petak kuarter, masing-masing seluas
8-15 Ha. Dimana bentuk dari tiap petak kuarter adalah bujur sangkar atau segi empat. Petak
tersier haruslah juga berbatasan dengan petak sekunder yang harus dihindari adalah petak
tersier yang berbatasan langsung dengan saluran irigasi primer. Selain itu disarankan panjang
saluran tersier tidak lebih dari 1500 m.
b. Petak Sekunder
Petak sekunder adalah petak yang terdiri dari beberapa petak tersier yang
berhubunganlangsung dengan saluran sekunder. Petak sekunder mendapatkan airnya dari
saluranprimer yang airnya dibagi oleh bangunan bagi dan dilanjutkan oleh saluran
sekunder.Batas sekunder pada umumnya berupa saluran drainase. Luas petak sekunder
berbeda-beda tergantung dari kondisi topografi.
c. Petak Primer
Petak primer merupakan gabungan dari beberapa petak sekunder yang dialiri oleh satusaluran
primer yaitu saluran primer menyadap air dari sumber air utama. Apabila saluran primer
melewati daerah garis tinggi maka seluruh daerah yang berdekatan langsung dilayani saluran
primer.
Dalam mengalirkan dan mengeluarkan air ke dan dari petak sawah dibutuhkan suatu
saluran irigasi. Saluran pembawa itu dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan fungsinya, saluran
pembawa yang membawa air masuk ke petak sawah dan saluran pembuang yang akan
mengalirkan kelebihan air dari petak-petak sawah.
a. Saluran Pembawa
Berfungsi untuk mengairi sawah dengan mengalirkan air dari daerah yang disadap.Berdasarkan
hierarki saluran pembawa dibagi menjadi 3, yaitu :
Saluran Primer
Saluran ini merupakan saluran pertama yang menyadap air dari sumbernya dan selanjutnya
dibagikan kepada saluran sekunder yang ada. Saluran ini dapat menyadap dari sungai, waduk,
atau waduk. Bangunan sadap terakhir yang terdapatdi saluran ini menunjukan batas akhir dari
saluran ini.
Saluran Sekunder
Air dari saluran primer akan disadap oleh saluran sekunder. Saluran sekundernantinya akan
memberikan air kepada saluran tersier. Akan sangat baik jika saluran sekunder dibuat
memotong atau melintang terhadap garis tinggi tanah sehingga air dapat dibagikan ke kedua
sisi dari saluran.
Saluran Tersier
Saluran Tersier merupakan hierarki terendah yang berfungsi mengalirkan air yang disadap dari
saluran sekunder ke petak-petak sawah. Saluran ini dapat mengairi kurang lebih 75-125 Ha.
b. Saluran Pembuang
Saluran pembuang berfungsi membuang air yang telah terpakai ataupun kelebihan air yang
terjadi pada petak sawah. Umumnya, saluran ini menggunakan saluran lembah. Saluran lembah
tersebut memotong garis tinggi sampai ketitik terendah daerah sekitar.
Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke
seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, yaitu :
1. Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang
sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air
sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air
sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya.
Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah (1) bendung tetap (weir), (2) bendung
gerak (barrage) dan (3) bendung karet (inflamble weir). Pada bangunan bendung biasanya
dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan
pembilas , kantong lumpur dan tanggul banjir.
a. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan air
sungai kedalam jaringan irigasi, tanpa mengatur ketinggian muka air di sungai. Untuk
dapat mengalirkan air secara, gravitasi muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah
irigasi yang dilayani.
c. Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-upaya
penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi
teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa
adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang
sangat besar.
b. Bangunan sadap
Bangunan yang terletak di saluran primer ataupun sekunder yang memberi air kepada
saluran tersier.
c. Bangunan bagi-sadap
Bangunan yang berupa bangunan bagi, dan bersama itu pula sebagai bangunan sadap.
Bangunan bagi-sadap merupakan kombinasi dari bangunan bagi dan bangunan sadap
(bangunan yang terletak di saluran primer atau saluran sekunder yang memberi air ke
saluran tersier).
4. Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran.Aliran melalui
bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.
Perhitungan ketersediaan air ditunjukkan untuk menghitung seberapa banyak air yang
tersedia yang dapat dialirkan ke lahan. Perhitungan ketersediaan air dengan menggunakan
metode NRECA yang mengacu kepada tugas besar hidrologi.
Perhitungan kebutuhan air ditunjukkan untuk menghitung seberapa banyak air yang
dibutuhkan untuk dialiri ke lahan. Unsur yang mempengaruhi penentuan kebutuhan air.
Terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi penentuan kebutuhan air adalah sebagai berikut:
1. Evapotranspirasi potensial
Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang dilepaskan ke udara dalam bentuk uap air
yang dihasilkan dari proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi terjadi pada permukaan
badan-badan air, misalnya danau, sungai dan genangan air. Sedangkan transpirasi
terjadi pada tumbuhan akibat proses asimilasi. Ada beberapa metoda dalam penentuan
evapotranspirasi potensial diantaranya yaitu metoda Thornwaite, Blaney Criddle dan
Penman modifikasi. Ketiga metoda tersebut berbeda dalam macam data yang
digunakan untuk perhitungan.
Pemilihan metoda tergantung dari data yang tersedia. Di lapangan biasanya digunakan
Lysimeter untuk mempercepat dan mempermudah perhitungan.
Untuk perhitungan di atas kertas, lebih baik menggunakan metoda Penman modifikasi,
sebab menghasilkan perhitungan yang lebih akurat. Selain itu, metoda Penman
modifikasi ini mempunyai cakupan data meteorologi yang digunakan adalah yang
paling lengkap di antara metoda-metoda yang lain. Rumus untuk Penman modifikasi
sebagai berikut:
Jadi yang dimaksud Re = Rh adalah curah hujan efektif yang harganya adalah 0.7*R80.
Sedangkan R80 adalah curah hujan dengan kemungkinan 80% terjadi. Cara mencari
R80 adalah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data curah hujan bulanan selama kurun waktu “n” tahun dari
beberapa stasiun curah hujan yang terdekat dengan daerah rencana
pengembangan irigasi. Minimal diperlukan 3 stasiun curah hujan.
b. Merata-ratakan data curah hujan dari beberapa stasiun yang diperoleh.
c. Mengurutkan (sorting) data curah hujan per bulan tersebut dari yang terkecil
hingga terbesar.
d. Mencari R80 dengan acuan R80 adalah data yang ke “M” .
e. Dimana M = (N/5) + 1
f. N : jumalah data curah hujan yang digunakan perbulan
g. Menghitung Re dimana Re = 0.7 * R80
3. Pola tanam
Pola tanam seperti yang diusulkan dalam tahap studi akan ditinjau dengan
memperhatikan kemampuan tanah menurut hasil-hasil survey. Kalau perlu diadakan
penyesuaian-penyesuaian. Dalam membuat pola tanam ini yang sangat perlu
diperhatikan adalah curah hujan yang terjadi. Baik curah hujan maksimum ataupun
minimum. Dengan melihat kondisi curah hujan tersebut akan bisa direncanakan
berbagai pola tanam dengan masing-masing keuntungan dan kekurangan.
4. Koefisien tanaman
Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi (ETo) dengan
evapotranspirasi tanaman acuan (Etanaman ) dan dipakai dalam rumus penman.
Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman yang terus-menerus dari
proyek irigasi di daerah tersebut. Harga-harga koefisien tanaman padi dan kedelai
diberikan pada tabel sebagai berikut
PADI
periode KEDELAI
NEDECO/FROSIDA FAO
tengah
varietas varietas varietas varietas varietas
bulan
biasa unggul biasa unggul unggul
1.00 1.20 1.20 1.10 1.10 0.50
2.00 1.20 1.27 1.10 1.10 0.75
3.00 1.32 1.33 1.10 1.05 1.00
4.00 1.40 1.30 1.10 1.05 1.00
5.00 1.35 1.30 1.10 0.95 0.82
6.00 1.24 0.00 1.05 0.00 0.45
7.00 1.12 0.95
8.00 0.00 0.00
Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju
perkolaasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan
dianjurkan pemakaiannya. Pada tugas saya ini digunakan nilai perkolasi rata-rata yaitu
2 mm/hari.
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan adalah 1.5
bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan mesin, jangka waktu 1 bulan
dapat dipertimbangkan. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil
250 mm. Ini meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah, pada awal
transplantasi akan ditambahkan lapisan 50 mm lagi. Angka 250 mm diatas mengandaikan
bahwa tanah itu bertekstur berat, cocok digenangi dan bahwa lahan itu belum ditanami selama
2,5 bulan. Jika tanah itu dibiarkan berair lebih lama lagi maka diambil 300 mm sebagai
kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk
kebutuhan air untuk persemaian.
Dalam penentuan kebutuhan air, dibedakan antara kebutuhan air pada masa penyiapan
lahan dan kebutuhan air pada masa tanam. Penjelasannya sebagai berikut :
akan dipakai mesin secara luas maka jangka waktu penyiapan lahan akan
diambil 1 bulan.
𝑀 × 𝑒𝑘
𝐼𝑅 =
𝑒𝑘 − 1
Dimana :
LP : Kebutuhan air total dalam mm/hari
M : Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan
air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah
dijenuhkan
M : Eo + P
Eo : 1,1 x Eto
P : Perkolasi
K : M.T/S
T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S : kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50
mm yakni 250 + 50 = 300 mm seperti yang sudah diterangkan
diatas.
Adapun kebutuhan air total untuk penyiapan lahan sawah dihitung dengan
prosedur sebagai berikut:
a. Menghitung kebutuhan air total seperti yang sudah diterangkan diatas
(LP).
b. Menghitung curah hujan efektif ( Re).
c. Menghitung kebutuhan air selama penyiapan lahan dengan rumus :
𝐿𝑃 − 𝑅𝑒
𝐷𝑅 =
0,65 × 8,64
dimana:
0.65 adalah perkalian harga efisiensi saluran tersier, sekunder dan
primer (0.8 x 0.9 x 0.9).
8.64 adalah konstanta untuk mengubah satuan dari mm/hari ke
liter/detik/hektar.
Secara lebih detail diuraikan per langkah untuk mempermudah :
a. Menghitung curah hujan efektif ( Re) dengan cara seperti yang sudah
diterangkan diatas.
e. Menghitung M
𝑀 = 𝐸𝑜 + 𝑃
f. Menghitung K
𝑀×𝑇
𝐾=
𝑆
g. Menghitung LP
𝑀 × 𝑒𝑘
𝐿𝑃 =
𝑒𝑘 − 1
𝐼𝑅
h. 𝐷𝑅 = 8,64
Kebutuhan air dan ketersediaan air di lahan haruslah seimbang. Untuk mengetahui hal
tersebut maka dapat di gunakan neraca air. Neraca air merupakan neraca masukan dan keluaran
air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut
kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Rumus umum neraca air DAS
𝑃 = 𝑅𝑜 + 𝐸𝑎 ± ∆𝑆𝑡
Dimana:
Boks tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai
dan boks pertama di hilir bangunan sadap tersier: T1, T2, dan seterusnya. Boks kuarter diberi
kode K, diikuti dengan nomor urut jarum jam, mulai dari boks kuarter pertama di hilir boks
nomor urut tertinggi K1, K2, dan seterusnya.
Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di antara
kedua boks, misalnya (T1 - T2), (T3 – K1). Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi,
diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan
seterusnya menurut arah jarum jam. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak
kuarter yang dilayani tetapi dengan huruf kecil, misalnya al, a2, dan seterusnya. Saluran
pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang airnya, diawali
dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan seterusnya. Saluran pembuang tersier diberi kode dt1, dt2,
juga menurut arah jarum.
BAB III
Delineasi DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan suatu upaya untuk menentukan lokasi
suatu DAS dari titik outletnya berdasarkan peta topografi atau data DEM. Dalam pengerjaan
tugas besar ini, penentuan lokasi DAS memanfaatkan software WMS dan Global Mapper 10.
Peta wilayah DAS yang diperoleh dengan menggunakan software WMS ini memiliki koordinat
berada di sekitar 06⁰56’01.1’’ LS 109⁰01’48.3’’ BT
Luas suatu DAS dapat dihitung dengan menggunakan software AutoCAD 2013. Dengan
menggunakan AutoCAD 2014, luas DAS yang didapat adalah 147.76 km2
Berikut ini disajikan tabel data curah hujan bulanan yang diperoleh selama 10 tahun
(1972 – 1981) di tiga lokasi stasiun yang berbeda. Ketiga stasiun curah hujan tersebut antara
lain, Stasiun Lemah Neundeut, Stasiun Brebes, dan Stasiun Sidomukti.
Katalog stasiun yang digunakan untuk mengukur klimatologi adalah Stasiun Tegal.
Berikut merupakan hasil data klimatologi di Stasiun Tegal:
BAB IV
Petak irigasi adalah petak sawah atau daerah yang akan dialiri dari suatu sumber air,
baik waduk maupun langsung dari satu atau beberapa sungai melalui bangunan pengambilan
bebas. Petak irigasi dibagi 3 jenis yaitu :
1. Petak Primer
Yaitu petak atau gabungan petak-petak sekunder yang mendapat air langsung dari
saluran induk. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat
dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila
saluran primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan
harus dilayani langsung dari saluran primer.
2. Petak Sekunder
Yaitu kumpulan dari beberapa petak tersier yang mendapat air langsung dari saluran
sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di
saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-
tanda topografi yang jelas, misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa
berbeda-beda tergantung dari situasi daerah. Saluran sekunder sering terletak di
punggung medan, mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang
membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncanakan sebagai saluran garis tinggi
yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.
3. Petak Tersier
Yaitu petak-petak sawah yang mendapat air dari bangunan sadap. Perencanaan dasar
yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi
yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap tersier yang menjadi tanggung jawab
dinas pengairan, Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Yang
perlu diperhatikan dalam perencanaan petak adalah
1. Petak mempunyai batas yang jelas pada tiap petak sehingga terpisah dari petak
sekunder yang lain dan sebagai batas petak adalah saluran drainase.
2. Bentuk petak sedapatnya bujur sangkar, uasaha ini untuk meningkatkan
efisiensi.
3. Tanah dalam suatu petak sekunder sedapat mungkin harus dapat dimiliki oleh
satu desa atau paling banyak tiga desa.
4. Desa, jalan, sungai diusahakan menjadi batas petak
5. Tiap petak harus dapat menerima atau membuang air, dan gerak pembagi
ditempatkan di tempat tertinggi.
6. Petak sekunder harus diletakkan sedekat mungkin dengan saluran pembawa
ataupun bangunan pembawa.
Pada tugas besar ini, luas petak sawah daerah irigasi Kali Jengkelok I yang
direncanakan adalah sebesar 821,5 hektar. Bentuk petak sawah dibuat menyerupai bujur
sangkar, trapesium, dan segitiga karena bentuk petak sawah yang berupa bujur sangkar,
trapesium, dan segitiga penggunaan airnya lebih efisien dibanding bentuk yang lainnya.
Dalam sistem irigasi teknis, dikenal dua macam saluran yaitu saluran pembawa dan
saluran pembuang. Saluran pembawa berguna untuk mengalirkan air dari bendung ke petak
tersier. Sedangkan saluran pembuang berguna untuk mengalirkan air buangan dari petak tersier
ke tempat pembuangan. Tujuan pemisahan antara saluran pembawa dan saluran pembuang
adalah agar air yang bersih dan kotor tidak bercampur sehingga kualitas air irigasi tetap terjaga.
1. Saluran Pembawa
a. Saluran Primer
Saluran ini berfungsi membawa air dari sumber dan mengalirkannya ke saluran
sekunder. Air yang dibutuhkan untuk saluran irigasi diperoleh dari sungai, danau,
atau waduk. Air dari sungai mengandung banyak zat lumpur yang biasanya
merupakan pupuk bagi tanaman sehingga dapat menjaga tanaman tidak mati
kekeringan di musim kemarau. Saluran primer ini mengalirkan air langsung dari
bendung yang telah dibuat. Saluran ini dibuat memanjang mengikuti kontur yang
ada.
b. Saluran Sekunder
Saluran sekunder menyadap air dari saluran primer untuk mengairi daerah di
sekitarnya. Saluran sekunder dibuat tegak lurus terhadap saluran primer dan
mengikuti kontur yang ada
c. Saluran Tersier
Saluran ini berfungsi untuk membawa air dari saluran sekunder dan
membagikannya ke petak-petak sawah dengan luas maksimum 150 hektar.
2. Saluran Pembuang
Saluran ini berfungsi untuk membuang air berlebihan dari petak-petak sawah ke sungai.
Jaringan pembuang tersier dipakai untuk: mengeringkan sawah, membuang kelebihan
air hujan, membuang kelebihan air irigasi.
Pada daerah irigasi sungai Jengkelok I, direncanakan dibuat 3 buah saluran, yaitu
saluran primer untuk mengambil air dari intake, saluran sekunder untuk mendistribusikan air
dari saluran primer ke saluran tersier, dan saluran tersier untuk mendistribusikan air dari
saluran sekunder ke petak-petak sawah yang direncanakan.
Dengan metoda Poligon Thiessen, dapat diperoleh data curah hujan rata-rata wilayah.
Pembuatan poligon Thiessen dilakukan dengan menggunakan software AutoCad.
Daerah berwarna merah muda merupakan daerah pengaruh hujan untuk Stasiun Lemah
Neundeut, wilayah berwarna kuning merupakan daerah pengaruh hujan untuk Stasiun Brebes,
sementara yang berwarna tosca adalah daerah pengaruh hujan Stasiun Sidomukti. Berikut
adalah tabel data curah hujan regional DAS Pemali Rengas-Pendawa.
Contoh Perhitungan :
Januari 1972
𝑅 = 497.7
Keterangan :
Ra : Curah Hujan Stasiun A (Lemah Neundeut)
Rb : Curah Hujan Stasiun B (Brebes)
Rc : Curah Hujan Stasiun C (Sidomukti)
La : Luas Daerah Pengaruh Stasiun A (Lemah Neundeut)
Lb : Luas Daerah Pengaruh Stasiun B (Brebes)
Lc : Luas Daerah Pengaruh Stasiun C (Sidomukti)
Contoh perhitungan :
Januari 1972
𝑅𝑎 + 𝑅𝑏 + 𝑅𝑐 + ⋯ + 𝑅𝑛
𝑅=
∑𝑛
787 + 450 + 503
𝑅=
3
𝑅 = 579.98
Keterangan :
Ra : Curah Hujan Stasiun A (Ciracas)
Rb : Curah Hujan Stasiun B (Ciherang Kalijati)
Rc : Curah Hujan Stasiun C (Pondok Salam)
Dari dua metode diatas, untuk menentukan data curah hujan regional yang digunakan, hal
yang harus dilakukan adalah menentukan error dari masing-masing metode. Berikut adalah
error dari masing-masing metode.
Bulan
Tahun Rata2
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1972 0.2 3.9 0.5 4.6 4.9 - - - - 42.6 7.2 1.3 8.2
1973 0.6 2.0 1.1 1.5 0.9 1.7 3.9 12.6 1.2 7.1 1.5 1.8 3.0
1974 1.8 0.3 1.3 8.0 2.8 30.7 9.1 1.8 2.7 2.1 2.2 0.5 5.3
1975 0.9 1.7 1.1 1.5 1.2 - - - 3.7 1.6 3.4 0.7 1.8
1976 1.1 0.8 1.0 6.3 - - - - - 9.3 1.5 2.2 3.2
1977 1.2 1.1 0.6 3.6 11.6 2.0 - - - - 6.3 1.4 3.5
1978 0.8 0.7 3.2 5.6 0.8 1.0 1.9 - - 2.5 6.4 0.8 2.4
1979 0.4 0.3 1.3 1.0 1.7 5.8 83.5 - 4.7 5.6 9.9 0.9 10.4
1980 1.6 1.3 1.4 1.9 4.2 - 44.3 5.1 71.5 4.3 2.5 0.8 12.6
1981 1.1 0.3 1.4 2.0 1.9 1.7 7.2 48.9 4.8 4.2 0.6 0.2 6.2
Total 56.5
Bulan
Tahun Rata2
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1972 0.2 3.2 0.3 3.8 4.1 - - - - 36.4 6.1 1.0 6.9
1973 0.4 1.6 0.8 1.2 0.7 1.3 3.2 10.6 1.0 6.0 1.2 1.4 2.5
1974 1.4 0.2 1.0 6.7 2.3 26.2 7.6 1.4 2.2 1.7 1.8 0.3 4.4
1975 0.6 1.4 0.8 1.2 0.9 - - - 3.1 1.3 2.9 0.6 1.4
1976 0.8 0.5 0.7 5.3 - - - - - 7.8 1.2 1.7 2.6
1977 0.9 0.8 0.5 2.9 9.8 1.6 - - - - 5.3 1.1 2.9
1978 0.5 0.4 2.6 4.7 0.6 0.8 1.5 - - 2.1 5.4 0.6 1.9
1979 0.3 0.1 1.0 0.7 1.5 4.8 71.5 - 3.9 4.7 8.3 0.6 8.9
1980 1.3 1.1 1.1 1.6 3.5 - 37.9 4.2 61.3 3.5 2.0 0.5 10.7
1981 0.8 0.1 1.1 1.6 1.4 1.3 6.1 41.8 4.0 3.5 0.4 0.1 5.2
Total 47.3
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai error pada metode Polygon Thiessen lebih kecil
daripada metode Aritmatika. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam perhitungan curah
hujan wilayah regional adalah metode Polygon Thiessen.
Untuk menentukan tingkat probabilitas hujan, maka langkah pertama yang perlu
dilakukan adalah mengurutkan data tinggi hujan regional dengan metode aritmatika (karena
memiliki error terkecil) dari tinggi ke rendah sesuai probabilitasnya menurut persamaan
weibull.
Setelah mengurutkan data, langkah yang perlu kita lakukan sekarang adalah menghitung
nilai R80 dengan cara interpolasi (pada excel dapat menggunakan rumusan forecast) dan Q80
, dimana Q80=R80xCxAtotal . Maka dari itu didapat data seperti berikut ini:
Tabel 4.5 Perhitungan Hujan dan Debit Andalan (R80 dan Q80)
10000.0
8000.0
6000.0
Q80
Series1
4000.0
2000.0
0.0
0 2 4 6 8 10 12 14
-2000.0
Selanjutnya kita perlu menghitung berapa curah hujan efektif untuk setiap bulannya untuk
menghitung kebutuhan air setiap bulannya. Curah hujan yang diambil adalah curah hujan pada
stasiun yang terdekat dengan bendungan atau outlet, sehingga untuk kasus ini dipilih data curah
hujan dari Stasiun Rengaspendawa. Curah hujan efektif ini dibagi menjadi dua tipe, yaitu Re50
dan Re80. Untuk menentukan hujan efektif ini dapat menggunakan 2 cara, yaitu cara pertama
dengan menggunakan koefisien yang sama (C = 0.70) untuk merubah R80 maupun R50
bulanan menjadi Re80 dan Re50, dan cara kedua dengan menggunakan factor pengali yang
berbeda-beda, tergantung dari R80 dan R50 per setengah bulan untuk merubahnya ke Re80
dan Re50.
Berikut ini rumusan untuk menghitung kedua curah hujan efektif diatas.
Sama seperti pada pembahasan sebelumnya, bahwa R80 dan R50 dapat dihitung
dengan menggunakan interpolasi (pada excel dapat menggunakan rumusan forecast), maka dari
itu didapat hasil sebagai berikut:
Bulan Ranking P
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
451 432 485 280 260 241 140 231 190 113 233 512 1 0.090909
450 427 448 171 218 192 123 89 76 103 121 500 2 0.181818
391 340 342 131 193 167 77 51 62 81 120 441 3 0.272727
250 321 251 129 187 149 28 48 57 66 117 391 4 0.363636
249 317 228 118 107 74 27 45 48 50 83 327 5 0.454545
240 309 216 106 88 43 17 31 43 40 78 240 6 0.545455
227 156 193 92 85 26 5 19 3 30 60 204 7 0.636364
220 149 177 47 47 14 2 4 0 23 38 191 8 0.727273
165 98 166 45 30 10 0 0 0 15 32 171 9 0.818182
139 74 60 28 28 0 0 0 0 6 29 121 10 0.909091
Re80 176.0 108.2 168.2 45.4 33.4 10.8 0.4 0.8 0.0 16.6 33.2 175.0
Re50 244.5 313.0 222.0 112.0 97.5 58.5 22.0 38.0 45.5 45.0 80.5 283.5
Grafik Re vs Bulan
350.00
300.00
250.00
200.00
Axis Title
150.00 Re80
Re50
100.00
50.00
0.00
-50.00
R 80% faktor
R 80% Angka Re-Padi Re-Padi
BULAN 1/2 Bulan pengali Re Re-Padi (mm/hr)
Pembanding
( mm ) ( mm ) % (mm/15 hr) ( mm/hr )
Desember I 265.1750403
Januari I 198.29 97.66 60.00 58.60 3.91
176.00
Januari II 159.05 78.34 60.00 47.00 3.13 7.04
Februari I 125.15 54.52 60.00 32.71 2.18
108.20
Februari II 123.20 53.68 60.00 32.21 2.15 4.33
Maret I 153.20 88.64 60.00 53.19 3.55
168.20
Maret II 137.50 79.56 60.00 47.73 3.18 6.73
April I 76.10 29.16 70.00 20.41 1.36
45.40
April II 42.40 16.24 70.00 11.37 0.76 2.12
Mei I 36.40 18.95 70.00 13.27 0.88
33.40
Mei II 27.75 14.45 80.00 11.56 0.77 1.65
Juni I 16.45 7.21 70.00 5.05 0.34
10.80
Juni II 8.20 3.59 80.00 2.87 0.19 0.53
Juli I 3.00 0.34 80.00 0.27 0.02
0.40
Juli II 0.50 0.06 80.00 0.05 0.00 0.02
Agustus I 0.70 0.43 80.00 0.34 0.02
0.80
Agustus II 0.60 0.37 80.00 0.30 0.02 0.04
September I 0.20 - 80.00 - -
0.00
September II 4.15 - 80.00 - - -
Oktober I 12.45 6.23 80.00 4.98 0.33
16.60
Oktober II 20.75 10.38 70.00 7.26 0.48 0.82
Nopember I 29.05 9.87 70.00 6.91 0.46
33.20
Nopember II 68.65 23.33 70.00 16.33 1.09 1.55
Desember I 139.55 77.58 60.00 46.55 3.10
175.00
Desember II 175.25 97.42 60.00 58.45 3.90 7.00
= (54.52 x 60%) / 15
= 2.18 mm/hari
Gunakan cara yang sama untuk menghitung Re-Palawija, hanya curah hujan yang
digunakan adalah R50. Cari Re-Palawija dan Re-Padi hingga menjadi seperti Table 4.8 dan 4.9.
Re Padi
4.5
4
3.5
3
2.5
2 Series1
1.5
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
R50% Re-Palawija
Bulan
(mm) (mm/hr)
January 244.5 8.15
February 313 10.43
March 222 7.40
April 112 3.73
May 97.5 3.25
June 58.5 1.95
July 22 0.73
August 38 1.27
September 45.5 1.52
October 45 1.50
November 80.5 2.68
December 283.5 9.45
Re Palawija
12
10
6
Series1
4
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Untuk menghitung kebutuhan air daerah irigasi Pemali Rengas Pendawa dilakukan langkah –
langkah berikut ini:
1. Mencari data iklim selama 10 tahun untuk daerah irigasi yang ditinjau. Untuk daerah irigasi
Pemali Rengas Pendawa, data iklim diambil dari Data Stasiun Meteorology Tegal. Adapun
data-data yang diperlukan adalah:
a. Temperatur rata-rata (T) ⁰C selama 10 tahun
b. Lamanya penyinaran matahari rata-rata (n/N) % selama 10 tahun
c. Kelembaban rata-rata (Rh) % selama 10 tahun
d. Kecepatan angina rata-rata (U) knot selama 10 tahun
2. Dari data-data tersebut dicari rata-rata setiap bulannya, maka dapat dilakukan perhitungan
evapotranspirasi potensial setiap bulannya. Untuk menghitung nilai evapotranspirasi
potensial digunakan metode Penman Modifikasi. Adapun perhitungan ETo dengan metode
Penman adalah sebagai berikut:
Contoh perhitungan ETo dengan cara Penman Modifikasi dengan data rata-rata Bulan
Januari adalah sebagai berikut:
a. Data Klimatologi:
Temperatur (T) : 26.3 ⁰C
Kelembaban (Rh) : 84.9 %
Penyinaran Matahari (n/N) : 54 %
Kecepatan Angin (U) : 4.125 knots = 2.116 m/s
ea ea ea
Suhu Suhu Suhu
(mbar) (mbar) (mbar)
24 29.845 26 33.617 28 37.807
24.2 30.213 26.2 34.024 28.2 38.259
24.4 30.581 26.4 34.431 28.4 38.711
24.6 30.95 26.6 34.839 28.6 39.163
24.8 31.319 26.8 35.247 28.8 39.616
25 31.088 27 35.666 29 40.07
25.2 32.073 27.2 36.085 29.2 40.544
25.4 32.458 27.4 36.515 29.4 41.019
25.6 32.844 27.6 36.945 29.6 41.494
25.8 32.23 27.8 37.376 29.8 41.969
30 42.445
Untuk mendapatkan harga ea, maka dapat dilakukan dengan menggunakan intrepolasi suhu
terhadap harga ea. Dengan menngunakan intrepolasi pada excel (menggunakan formula
forecast), maka untuk suhu 26.3⁰C didapat harga ea sebesar 34.24 mmHg.
f. Factor bobot / penimbang suhu dan elevasi daerah (W) diperoleh dari interpolasi table
beriku
1 – W = 1 – 0.758 = 0.242
Rns = ( 1 – α )Rs
= ( 1 – 0.25 ) 8.255
= 6.191 mm/hari
k. Fungsi efek temperature pada gelombang panjang radiasi diperoleh dengan interpolasi table
f(T).
Tabel 4.12 Tabel Interpolasi Harga f(T)
Untuk mendapatkan harga f(T), maka dapat dilakukan dengan menggunakan intrepolasi
suhu terhadap harga f(T). Dengan menngunakan intrepolasi pada excel (menggunakan formula
forecast), maka untuk suhu 26.3⁰C didapat harga f(T) sebesar 15.96.
0. Factor koreksi akibat keadaan iklim siang/malam (C), melalui table angka koreksi penman.
Table 4.13 Angka Koreksi Penman
Angka Koreksi ( c )
Bulan
Penman
Januari 1.1
Februari 1.1
Maret 1
April 1
Mei 0.95
Juni 0.95
Juli 1
Agustus 1
September 1.1
Oktober 1.1
November 1.15
Desember 1.15
Jadi untuk Bulan Januari angka koreksi yang digunakan adalah 1.1
p. Menghitung Rn
Rn = Rns – Rnl
= 6.161 – 0.961
= 5.95 mm/hari
q. Evapotranspirasi ETo :
= 6.013 mm/hari
= 180.4 mm/bulan
Tabel 4.14
Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Penman Sepanjang Tahun
Bulan
Parameter Satuan
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC
T oC 26.3 26.5 26.7 27.3 27.4 26.9 26.5 26.9 26.7 27.8 27.6 27.2
n/N % 54.0 51.8 58.3 74.0 77.7 70.0 85.5 87.5 83.0 81.3 65.0 49.8
Rh % 84.9 85.1 84.3 81.2 79.6 77.0 74.3 74.9 74.3 73.4 77.6 80.5
u knot 4.1 4.0 3.1 3.3 3.3 3.7 4.2 4.0 4.0 4.0 3.3 4.0
m/s 2.1 2.1 1.6 1.7 1.7 1.9 2.1 2.1 2.1 2.1 1.7 2.1
ea m.bar 34.2 34.6 35.1 36.2 36.5 35.4 34.6 35.4 35.1 37.4 36.9 36.1
f(T) 16.0 16.0 16.0 16.2 16.2 16.1 16.0 16.1 16.0 16.3 16.2 16.1
W 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
1-W 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
ed m.bar 29.1 29.5 29.6 29.4 29.0 27.3 25.7 26.5 26.1 27.4 28.6 29.1
ea-ed m.bar 5.2 5.2 5.5 6.8 7.5 8.1 8.9 8.9 9.0 9.9 8.3 7.0
f(ed) 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Ra mm/hari 15.9 16.0 15.5 14.6 13.3 12.7 13.0 13.9 15.0 15.7 15.9 15.8
Rs mm/hari 8.3 8.2 8.4 9.0 8.5 7.6 8.8 9.6 10.0 10.3 9.1 7.9
f(n/N) 0.6 0.6 0.6 0.8 0.8 0.7 0.9 0.9 0.8 0.8 0.7 0.5
f(u) m/s 0.8 0.7 0.6 0.7 0.7 0.7 0.8 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7
Rnl 1.0 0.9 1.0 1.3 1.3 1.3 1.6 1.6 1.6 1.5 1.2 0.9
Rns 6.2 6.1 6.3 6.8 6.4 5.7 6.6 7.2 7.5 7.7 6.8 5.9
Rn 6.0 5.6 6.4 8.5 8.5 7.4 10.7 11.6 11.7 11.5 7.9 5.4
Eto 6.0 5.7 6.3 6.8 6.9 6.3 8.8 10.5 11.6 11.6 8.1 5.9
Eto perbulan 180.4 170.9 187.7 204.1 207.1 189.3 264.9 313.5 347.3 347.8 243.5 176.3
Et0min 5.698321527
Setelah memperoleh evapotranspirasi, selanjutnya kita dapat menentukan pola tanam dan
kebutuhan pengairan lahannya.
Permulaan penanam padi dapat dilihat dari grafik Re80 kita sebelumnya, dimana
dipilih bulan yang mengalami kenaikan curah hujan paling ekstrim sehingga pada kasus ini
dipilih bulan Oktober sebagai awal permulaan. Waktu dimulainya penanaman juga dibagi ke
dalam 7 Alternatif. Alternatif-alternatif tersebut yakni Alternatif 1 berupa golongan A yang
dimulai pada waktu yang kita pilih, Alternatif 2 berupa golongan B yang dimulai pada hari ke
h+15 dari waktu yang kita pilih, Alternatif 3 berupa golongan C yang dimulai h+30 dari waktu
yang kita pilih, Alternatif 4 berupa rata-rata dari golongan A dan B, Alternatif 5 berupa rata-
rata golongan B dan C, Alternatif 6 berupa rata-rata golongan C dan A, dan terakhir Alternatif
7 berupa rata-rata golongan A, B, dan C. Adapun pola tanam padi unggul I, padi unggul II, dan
palawija sebagai pilihan tanaman. Berikut skema tanam dengan koefisien tanam sesuai masa
tanam dan jenis tanamannya:
BULAN Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
Periode 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
C.3 LP LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - LP LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45
C.2 LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - - LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45 -
C.1 LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - - - LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45 - -
C LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.32 - LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.42 0.75 0.92 0.94 0.76 0.42 0.15
Kebutuhan air untuk pengairan lahan dapat dihitung dengan Net Field Requirement (NFR).
a. Memasukan nilai C (koefisien tanam sesuai jenis tanam dan waktu tanam, dengan 45 hari
pertama adalah masa persisapan lahan (LP).
b. Menghitung koefisien tanaman (C). Untuk koefisien tanaman, digunakan table berikut :
BULAN Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
Periode 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
C.3 LP LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - LP LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45
C.2 LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - - LP LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45 -
C.1 LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - - - LP 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 - 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45 - -
C LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.32 - LP LP LP 1.08 1.07 1.02 0.67 0.48 0.42 0.75 0.92 0.94 0.76 0.42 0.15
Sehingga koefisien yang digunakan untuk Bulan Desember pada periode pertama adalah
sebagai berikut:
𝐶1+ 𝐶2+ 𝐶3 1.05 + 1.05 + 1.10
𝐶= = = 1.07
3 3
c. Memasukkan curah hujan efektif Re50 dan Re80 sesuai perhitungan sebelumnya.
d. Menghitung WLR, dimana WLR tersebut ditetapkan berdasarkan table berikut:
BULAN Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
Periode 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
WLR.3 - - - - - 3.30 - 3.30 - - - - - - 3.30 - 3.30 - - - - - - -
WLR.2 - - - - 3.30 - 3.30 - - - - - - 3.30 - 3.30 - - - - - - - -
WLR.1 - - - 3.30 - 3.30 - - - - - - 3.30 - 3.30 - - - - - - - - -
WLR rata2 - - - 1.10 1.10 2.20 1.10 1.10 - - - - 1.10 1.10 2.20 1.10 1.10 - - - - - - -
Sehingga WLR yang digunakan pada Bulan Desember periode pertama adalah 1.1
ETc = ETo x C
g. Menghitung LP
Kebutuhan air irigasi selama jangka waktu persiapan lahan (LP) perhitungannya
menggunakan M, T, dan S ( metoda V.D.Goor – Zijlstra) seperti berikut ini:
𝑀. 𝑒 𝑘
𝐿𝑃 = 𝑘
𝑒 −1
AZMI GHALIB AUSTIN - 15813038 47
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
Dimana :
M : Kebutuhan air untuk mengganti / mengkonpensasi air yang hilang akibat evaporasi
dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan.
M = Eo + P
Eo : Evaporasi air terbuka yang diambil 1.1 x ETo selama masa penyiapan lahan (mm/hari)
K : (MT)/S
Sehingga misalkan akan menghitung LP pada periode awal bulan Oktober adalah
sebagai berikut :
M = (ETo x 1.1) + P
h. Menghitung NFR
NFR = ETc + P + WLR – Re
= 6.313 + 2 + 1.1 – 0.82 = 8.593 mm/hari
i. Menghitung DR
= 8.593 / 5.616
= 1.53 lt/detik/ha
Setelah memperoleh nilai Dr untuk Golongan A, B, dan C, kita dapat mencari alternative
lain untuk pola tanam kita.
4.4.1 Alternatif DR
Nilai DR dihitung untuk setiap bulan sepanjang tahun. Kemudian dengan menggeser-geser
waktu tanam, maka dapat diperoleh pola tanam untuk ke tujuh alternative tersbut. Alternative
pola tanam tersebut dapat dilihat pada table-tabel berikut.
Setelah kita mendapatkan DR dari keenam pola tanam yang berbeda, selanjutnya akan dicari
pola tanam manakah yang akan memberikan luasan maximum untuk penanaman. Berikut ini
adalah hasil tabulasi dari alternative pola tanam.
𝑄80 9525.29
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 = = = 2908.8 ℎ𝑎
𝐷𝑅 1.02
Minimum Jumlah
Alternative
Padi 1 Padi 2 Palawija (ha)
Gol A 1,122.61 44.92 469.73 1,637.25
Alt 1
Gol B 2450.8 35.79730197 1266.84097 3,753.40
Alt 2
Gol C 3,816.42 20.74 2,277.43 6,114.59
Alt 3
Gol A+B 2,117.40 35.80 1,266.84 3,420.04
Alt 4
Gol B+C 252.60 26.26 2,554.84 2,833.70
Alt 5
Gol C+A 1,918.68 26.26 1,488.95 3,433.88
Alt 6
Gol A+B+C 2,878.01 28.82 1,406.74 4,313.57
Alt 7
Dari table diatas dapat dilihat bahwa luas lahan maksimum yang dapat dialiri ada pada
alternative ke 3 (golongan C). Oleh karena itu maka kita akan menggunakan DR maksimum
dan maksimum lahan yang dapat dialiri dari alternative 3 (golongan C), sehingga:
BAB V
8. Menghitung nilai n
Nilai n didapatkan dengan menggunakan rumus berikut:
1
𝑛 = (0,96 × 𝑄 4 ) + 𝑚
9. Menghitung nilai h
Nilai h didapatkan dengan menggunakan rumus berikut:
ℎ = 3 × 𝑣 1,56
𝑃′ = 𝑏 + 2ℎ × (√1 + 𝑚2 )
Contoh perhitungan:
Dimensi saluran yang akan dihitung adalah saluran primer 1. Berikut adalah data-data
awal untuk menghitung dimensi saluran.
Luas daerah layanan : 821,5 ha
DR : 2,65 l/s/ha
Efisiensi saluran : 0,65
1. Menghitung nilai Q
821,5 × 2.65
𝑄=
0,65 × 1000
𝑄 = 3,349 𝑚3 /𝑠
2. Menghitung nilai kecepatan v
𝑣 = 0,42 × 3,3490,182
𝑣 = 0,523 𝑚/𝑠
3. Nilai kecepatan pada saluran primer berdasarkan perhitungan sebelumnya adalah 𝑣 =
0,523 𝑚/𝑠. Berdasarkan tabel yang terdapat pada buku, diperoleh nilai kemiringan
talud (m) yaitu 1,5.
4. Menghitung nilai n
1
𝑛 = (0,96 × 3,3494 ) + 1,5
𝑛 = 2,23
5. Menghitung nilai b
Nilai b didapat dari goalseek Q/Q’ = 1
Didapat nilai b = 1,85 m kita bulatkan b’ = 1,9 m
6. Menghitung nilai h
𝑏
ℎ=
𝑛
1,85
ℎ=
2,23
ℎ = 0,827 𝑚
kita bulatkan h’ = 0,8 m
7. Menghitung luas saluran A’ (m2)
𝐴′ = (𝑏 + 𝑚 × ℎ) × ℎ
𝐴′ = (1,9 + 1,5 × 0,8) × 0,8
𝐴′ = 2,925 𝑚2
8. Menghitung nilai P’
𝑃′ = 𝑏 + 2ℎ × (√1 + 𝑚2 )
𝑃′ = 5,145 m/s
9. Menghitung nilai R’
2,925
𝑅′ =
5,145
𝑅′ = 0,568 m
10. Menentukan nilai koefisien Stickler (K).
Berdasarkan tabel, nilai koefisien stickler untuk saluran primer 1,5 adalah 40.
3,349
𝑣′ =
0,568
𝑣 ′ = 1,144 𝑚/𝑠
12. Menghitung nilai kemiringan (i)
𝑣′2
𝑖=
𝐾 2 × 𝑅 4/3
1,1442
𝑖=
402 × 0,5684/3
𝑖 = 0,00174
13. Menghitung nilai freeboard (f)
𝑓 = 0,676 × √0,9
𝑓 = 0,6413 𝑚
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 1,5413 𝑚
Tinggi muka air dari setiap saluran dapat dihitung dengan langkah-langkah berikut:
Untuk menentukan tipe romijn yang digunakan, data yang dibutuhkan adalah nilai debit
dari setiap saluran. Dengan debit tersebut, tentukan dimana nilai debit itu berada pada
range debit yang sudah ada di tabel. Setelah itu dilihat jenis pintu romijn apa yang
memenuhi kriteria debit tersebut.
7. Menentukan H max, Z, kapasitas, lebar pintu, dan jumlah pintu yang digunakan
Nilai H max, kapasitas, lebar pintu ditentukan dari tabel 20 berdasarkan tipe pintu
romijn yang digunakan. Untuk kapasitas pintu romijn, diambil dari nilai Q max pada
tabel. Untuk menentukan jumlah pintu, dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Q
Jumlah pintu =
kapasitas
ℎ𝑚𝑎𝑥
𝑧=
3
Dimana z adalah kenaikan air setelah melewati pintu romijn
8. Menghitung tinggi muka air dekat pintu ukur
Nilai tinggi muka air dekat pintu ukur dibagi menjadi 2 yaitu pada hulu dan hilir. Nilai
tinggi muka air dekat pintu ukur pada hulu dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
TMA dekat pintu ukur pada hulu = TMA hilir + z
Sedangkan nilai tinggi muka air dekat pintu ukur pada hilir dapat dihitung dengan
rumus:
TMA dekat pintu ukur pada hilir = TMA sawah + z
9. Menghitung tinggi muka air di ujung saluran.
TMA di ujung saluran dapat dibagi menjadi 2 yaitu TMA di ujung saluran pada hulu
dan TMA di ujung saluran pada hilir.
Untuk TMA di ujung saluran pada hulu dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
TMA di ujung saluran pada hulu = TMA maksimum + (I × panjang saluran)
Dimana I adalah kemiringan saluran.
Untuk TMA di ujung saluran pada hilir dihitung dengan menggunakan rumur berikut:
TMA di ujung saluran pada hilir = TMA di ujung saluran pada hulu + z
Contoh Perhitungan
1. Menentukan elevasi tertinggi pada sawah
Dengan melihat peta, letak tertinggi muka air untuk saluran primer adalah sebesar 12
m.
2. Menghitung tinggi muka air pada sawah
TMA ke sawah = 12 + 0,15 m
TMA ke sawah = 12,15 m
1. Untuk modulus pembuang rencana dipilih curah hujan 3 hari dengan periode ulang 5
tahun.
2. Menentukan curah hujan (R)
Dari perhitungan di BAB IV, didapatkan data curah hujan rata-rata selama 10 tahun
dari tiga stasiun hujan di sekitar daerah sungai.
3. Menentukan probabilitas (P)
Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh, dihitung nilai P untuk tiap tahun dengan
rumus berikut :
n
P=
m+1
AZMI GHALIB AUSTIN - 15813038 63
Laporan Tugas Besar Perencanaan Sistem Irigasi SA-3102
Untuk menghitung nilai P, data curah hujan rata-rata tersebut diurutkan dari nilai
terbesar ke nilai terkecil.
4. Menentukan periode ulang (T)
Periode ulang dihitung dengan rumus berikut :
1
T=
P
5. Menentukan curah hujan T5 tahun (Rn)
Curah hujan pada periode ulang 5 tahun dihitung berdasarkan nilai T yang sudah
diperoleh.
6. Menentukan curah hujan 3 hari dengan periode ulang 5 tahun (Rn 3 hari)
Rn
Rn (3 hari) = ×3
30
7. Menentukan pemberian air irigasi (IR)
Pemberian air irigasi sama dengan nol jika pemberian dihentikan.
8. Menentukan evapotranspirasi (Eto)
Nilai evapotranspirasi telah diperoleh pada perhitungan BAB IV.
9. Menentukan perkolasi (P)
Nilai perkolasi yang digunakan adalah nol.
10. Menentukan tampungan tambahan (∆S)
Tampungan di sawah dengan lapisan air maksimum 150 mm, tampungan tambahan
∆S di akhir n hari berturu-turut maksimum 50 mm.
11. Menentukan pembuang permukaan (Dn)
Pembuang permukaan dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
P ′ = b + 2h × √m2 + 1
Contoh perhitungan :
= 1,858 mm
Luas Layanan Dm Efisiensi Q = (1.62 x Dm x A^0.92)/e Kemiringan k b h A = bh + m(h^2) P = b + 2h*(1+m^2)^0.5 R = A/P V = k*R^(2/3)*S^(0.5) Q' = A*V b' h' f d A' v'
No Jenis Nama Saluran I m n = b/h Q/Q' I
(Ha) (L/s/ha) Saluran (l/s) (m3/s) Talud (m^(1/3)/s) (m) (m) (m2) (m) (m) (m/s) (m3/s) (m) (m) (m) (m) (m2) (m/s)
1 Primer RJ1 821.5 0.071699 0.65 0.00173915 55.7784847 0.055778485 1 1.5 1.96653895 35 0.40832133 0.207634 0.149449724 1.156958168 0.1291747 0.372982812 0.055742178 1.0 0.5 0.3 0.3702604 0.67026 0.285 0.348875 0.28842392
2 Sekunder RSA1 113.5 0.071699 0.72 0.00129232 9.02867337 0.009028673 1 1 1.29592198 35 0.1724943 0.133105 0.040677 0.548973416 0.074096484 0.22196491 0.009028867 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.245096 1.74268343
3 Tersier Jengkelok-SA1-Ki 51 0.071699 0.8 0.00183486 4.32506174 0.004325062 1 1 1.24618938 35 0.11911993 0.095587 0.020523298 0.389481771 0.052693861 0.210721751 0.004324705 1.0 0.2 0.1 0.21377 0.31377 0.03 0.246498 6.5182596
4 Sekunder RSA2 62.5 0.071699 0.72 0.00103468 5.2147965 0.005214796 1 1 1.25797675 35 0.14324023 0.113866 0.029275495 0.465300666 0.062917371 0.178094713 0.005213811 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.208118 1.2565056
5 Tersier Jengkelok-SA2-Ki 62.5 0.071699 0.8 0.00110858 5.2147965 0.005214796 1 1 1.25797675 35 0.14139921 0.112402 0.028527793 0.459320302 0.062108713 0.182762307 0.005213805 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.205443 1.22441421
6 Primer RJ2 708 0.071699 0.65 0.00220394 48.6472558 0.048647256 1 1.5 1.95085389 35 0.36895065 0.189123 0.123427983 1.050842035 0.117456267 0.394081069 0.048640632 1.0 0.4 0.2 0.3023164 0.50232 0.14 0.388521 0.92287406
7 Sekunder RSB1 74 0.071699 0.72 0.00145029 6.09145347 0.006091453 1 1 1.26819549 35 0.14335305 0.113037 0.028981571 0.463070034 0.062585719 0.210109283 0.006089297 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.207021 1.24329385
8 Tersier Jengkelok-SB1 74 0.071699 0.8 0.00117484 6.09145347 0.006091453 1 1 1.26819549 35 0.14912803 0.117591 0.031363652 0.481724827 0.065106987 0.194151901 0.006089313 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.21536 1.34548385
9 Primer RJ3 590.5 0.071699 0.65 0.00182097 41.1670796 0.04116708 1 1.5 1.93242296 35 0.35670025 0.184587 0.116950815 1.022238321 0.114406604 0.351981757 0.041164553 1.0 0.4 0.2 0.3023164 0.50232 0.14 0.378433 0.87557275
10 Sekunder RSC1 188 0.071699 0.72 0.00181199 14.3632583 0.014363258 1 1 1.33234142 35 0.19661275 0.147569 0.050790728 0.614001896 0.082720799 0.282849646 0.014366139 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.273623 2.17196459
11 Tersier Jengkelok-SC1-Ka 60 0.071699 0.8 0.00077252 5.02258043 0.00502258 1 1 1.25556593 35 0.14898358 0.118659 0.031758012 0.484600535 0.065534415 0.158126014 0.005021768 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.216774 1.36320807
12 Tersier Jengkelok-SC1-Ki 77 0.071699 0.8 0.00127199 6.31828507 0.006318285 1 1 1.27065811 35 0.14915844 0.117387 0.031288878 0.48117834 0.065025533 0.20185174 0.006315714 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.215091 1.34211934
13 Sekunder RSC2 51 0.071699 0.72 0.00226526 4.32506174 0.004325062 1 1 1.24618938 35 0.11450521 0.091884 0.018963948 0.374393185 0.050652493 0.228048521 0.0043247 1.0 0.2 0.1 0.21377 0.31377 0.03 0.236949 6.02300538
14 Tersier Jengkelok-SC2-Ki 51 0.071699 0.8 0.00183486 4.32506174 0.004325062 1 1 1.24618938 35 0.11911991 0.095587 0.020523289 0.389481682 0.05269385 0.210721601 0.0043247 1.0 0.2 0.1 0.21377 0.31377 0.03 0.246498 6.51825664
15 Primer RJ4 446 0.071699 0.65 0.00211718 31.7991726 0.031799173 1 1.5 1.90539201 35 0.31151907 0.163493 0.091026473 0.901003013 0.101027934 0.349334471 0.031798685 1.0 0.4 0.2 0.3023164 0.50232 0.14 0.334179 0.68276774
16 Tersier Jengkelok-BA4-Ki 61 0.071699 0.8 0.00079849 5.09954229 0.005099542 1 1 1.25653938 35 0.14899328 0.118574 0.031726638 0.484372044 0.065500556 0.160706084 0.005098664 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.216662 1.36179981
17 Sekunder RSD1 385 0.071699 0.72 0.0015932 27.7748435 0.027774843 1 1 1.39190801 35 0.2661751 0.19123 0.087469825 0.807056297 0.108381317 0.317569751 0.02777777 1.0 0.3 0.2 0.3023164 0.50232 0.1 0.358503 2.76897347
18 Tersier Jengkelok-SD1-Ka 64 0.071699 0.8 0.00116242 5.32982961 0.00532983 1 1 1.25938781 35 0.14141349 0.112287 0.028487446 0.459010469 0.062062736 0.187055224 0.005328726 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.205291 1.2226021
19 Sekunder RSD2 321 0.071699 0.72 0.00124294 23.496998 0.023496998 1 1 1.37585846 35 0.25972363 0.188772 0.084663453 0.793651636 0.106675838 0.277547462 0.023498127 1.0 0.3 0.2 0.3023164 0.50232 0.1 0.352862 2.68251446
20 Tersier Jengkelok-SD2-Ki 69 0.071699 0.8 0.00135109 5.71174635 0.005711746 1 1 1.26391463 35 0.14146131 0.111923 0.028359589 0.458027804 0.061916742 0.201348933 0.005710173 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.204808 1.21685685
21 Sekunder RSD3 252 0.071699 0.72 0.00184797 18.8068581 0.018806858 1 1 1.35550875 35 0.21947525 0.161914 0.061752021 0.677435962 0.091155511 0.30474549 0.01881865 1.0 0.3 0.2 0.3023164 0.50232 0.1 0.301524 1.95873555
22 Tersier Jengkelok-SD3-Ka 96 0.071699 0.8 0.00197667 7.73957804 0.007739578 1 1 1.28474136 35 0.14935014 0.116249 0.030875704 0.478152481 0.064572925 0.250458132 0.007733071 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.213594 1.32350082
23 Sekunder RSD4 156 0.071699 0.72 0.00151084 12.097688 0.012097688 1 1 1.31838077 35 0.18929025 0.143578 0.047792477 0.595389683 0.080270919 0.253152506 0.012098785 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.26552 2.04521877
24 Tersier Jengkelok-SD4-Ki 58 0.071699 0.8 0.00237311 4.86834675 0.004868347 1 1 1.25358094 35 0.1191715 0.095065 0.020366349 0.388055523 0.05248308 0.239004943 0.004867658 1.0 0.2 0.1 0.21377 0.31377 0.03 0.245512 6.46621629
25 Sekunder RSD5 98 0.071699 0.72 0.00198376 7.88779725 0.007887797 1 1 1.28609493 35 0.15042719 0.116964 0.031275257 0.481252177 0.064987253 0.251979151 0.007880713 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.214964 1.34053962
26 Tersier Jengkelok-SD5 98 0.071699 0.8 0.00205982 7.88779725 0.007887797 1 1 1.28609493 35 0.14936979 0.116142 0.030837114 0.477869295 0.064530436 0.25555948 0.007880717 1.0 0.2 0.2 0.3023164 0.50232 0.08 0.213453 1.32175966
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Dari pengumpulan serta pengolahan data yang dilakukan untuk merencanakan daerah
irigasi Jengkelok I, dapat diperoleh beberapa hal sebagai berikut.
1. Sistem irigasi yang direncanakan untuk daerah irigasi Jengkelok I dan sekitarnya adalah
sistem irigasi gravitasi.
2. Jaringan irigasi yang digunakan adalah jaringan irigasi teknis.
3. Luas daerah irigasi yang dialiri adalah 821,5 Ha.
4. Petak sawah yang direncanakan adalah sebanyak 12 petak dengan luas masing-masing
petak antara 50 ha hingga 100 Ha.
5. Perencanaan saluran meliputi 1 saluran primer, 4 saluran sekunder dan 12 saluran
tersier. Kebutuhan air setiap hektar sebelum disesuaikan dengan efisiensi tiap saluran
direncanakan sebesar 2,65 l/det/ha.
Dimensi saluran dan tinggi muka air untuk tiap saluran dan petak dapat dilihat di lampiran.
6.2 Saran
Dari pengerjaan tugas ini penulis dapat menyarankan beberapa hal sebagai berikut.
1. Untuk memperoleh perencanaan dan perhitungan yang lebih akurat, maka perlu
diperhitungkan kebutuhan air yang lebih teliti, mengingat pada kenyataan di lapangan
sulit sekali menemukan kondisi ideal, di mana semua kebutuhan air untuk semua areal
sawah bisa dipenuhi secara bersamaan.
2. Data-data yang digunakan sebaiknya data-data yang aktual dan lengkap, sehingga
penyimpangan dapat diperkecil.
Waktu pengerjaan sebaiknya diperpanjang dan perlu diadakan asistensi rutin di setiap
minggu agar lebih efektif dalam pengerjaan tugas besar ini.
DAFTAR PUSTAKA
Data Klimatologi tahun 1972 – 1981. Laboratorium Mekanika Fluida, Program Studi Teknik
Sipil.
Bagian Penunjang untuk Standar Perencanaan Irigasi. 1986. Buku Petunjuk Perencanaan
Irigasi. Departemen Pekerjaan Umum.
LAMPIRAN