Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN TUGAS BESAR

SA-3102 SISTEM DAN REKAYASA IRIGASI

PERENCANAAN DAERAH IRIGASI SUNGAI CIWADO

KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT


Disusun sebagai salah satu syarat matakuliah

SA-3102 Sistem dan Rekayasa Irigasi

Dosen:

Dr. Ir. Yadi Suryadi, M.T.

Asisten:

Irfani Zahira Rustiawan 15820002


Muhammad Kautsar Totti 15820009
Dimas Putra Wahyudi 15820010
Nasya Oktavina Nadeak 15820020

Disusun Oleh:

Raden Arjuna Sulistyo Aji 15818023

PROGRAM STUDI TEKNIK DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Sistem dan Rekayasa Irigasi ini telah diperiksa dan disetujui serta memenuhi ketentuan
layak untuk dikumpulkan guna kelulusan mata kuliah SA-3102 Perencanaan Sistem Irigasi
pada tahun ajaran 2023/2024

Disusun Oleh:
Raden Arjuna Sulistyo Aji (15818023)

Mengetahui dan Menyetujui,

Asisten Asisten Asisten Asisten

Irfani Zahira R. M. Kautsar Totti Dimas Putra W. Nasya Oktavina N.


(15820002) (15820009) (15820010) (15820020)

Dosen

Dr. Ir. Yadi Suryadi, M.T.


(111000078)

2
ABSTRAK
Irigasi adalah usaha penyediaan air untuk mengairi lahan yang membutuhkan air
khususnya untuk menunjang budidaya pertanian seperti padi dan palawija. Lahan
budidaya pertanian diartikan sebagai lahan pra-sarana untuk bercocok tanam dan
peternakan yang melibatkan penggunaan air yang disediakan oleh sungai, dalam
isilah irigasi dikenal sebagai Daerah Irigasi. Daerah Irigasi adalah suatu hamparan
lahan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian khususnya padi dan palawija atau
peternakan ikan seperti tambak ikan maupun minapadi yang memerlukan daerah
irigasi. Dalam penyusunan laporan ini, penulis memilih lokasi daerah Ciwado,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat sebagai daerah perencanaan irigasi. Dalam
laporan ini dibahas mengenai teori dasar sistem irigasi, perencanaan petak,
perencanaan saluran dan sebagian bangunan air (bangunan bagi, bangunan sadap,
dsb) yang diperlukan dalam suatu irigasi. Dalam tugas ini juga dilkukan
perhitungan dalam ketersediaan air dari debit Sungai Ciwado dan kebutuhan air
dari daerah irigasi yang direncanakan. Setelah dilakukan analisis ketersediaan air
dan kebutuhan air maka dapat diketahui luas areal sawah atau lahan yang dapat
terairi oleh jaringan irigasi tersebut sehingga lahan tersebut dapat digunakan untuk
bercocok tanam.

Kata kunci: Sungai Ciwado, Irigasi, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya sehingga Laporan
Tugas Besar SA-3102 Sistem dan Rekayasa Iragasi ini dapat diselesaikan.
Penyusunan Laporan Laporan Tugas Besar SA-3102 Sistem dan Rekayasa Irigasi
ini sebagai syarat kelulusan untuk matakuliah SA-3102 Sistem dan Rekayasa
Irigasi di Program Studi Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air, Fakultas
Teknik Sipil dan Lingungan, Institut Tenologi Bandung. Oleh karena itu,
pembuatan serta penyusunan laporan tugas besar ini saya dengan semaksimal
mungkin dan berdoa kepada Allah SWT agar diberikan kelancaran dalam setiap
prosesnya.

Dalam proses pembuatan laporan tugas besar ini, saya mendapatkan


banyak bantuan dari pihak luar yang telah berkontribusi dengan memberikan
dukungan juga pikiran dalam materi. Untuk itu saya ingin berterima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Aji Kusuma dan Ibu Endang Sulistyaningsih selaku kedua


orang tua saya yang selalu mendoakan dan menyayangi serta
membesarkan hati saya sebagai anaknya.
2. Ibu Dr. Ana Nurganah Chaidar, M.T. selaku dosen pembimbing dan
dosen wali Penulis yang hingga kini tetap sabar dan mendukung
Penulis untuk menyelesaikan laporan tugas besar ini.
3. Bapak Dr. Ir. Yadi Suryadi, M.T. selaku dosen Mata Kuliah Sistem dan
Rekayasa Irigasi yang telah memberikan bimbingan dalam proses
belajar mengajar kepada Penulis dalam pembuatan laporan tugas besar
ini.
4. Dimas Putra Wahyudi dan teman-teman asisten yang membantu
penulis untuk mengerjakan laporan tugas besar dalam tata cara
pengerjaannya.
5. Bobby Marciano, S.T., Rahmat Hamdani, S.T., Ermil Yanuarsyah,
Dimas Aryo Bagas Seno sebagai ketang, Vanya Komara Putri, S.T.,
Pascal Tandao S.T., Bernardus Sena Pasereng, S.T., M.T., dan juga

ii
teman-teman yang lain yang telah memotivasi penulis agar Penulis
dapat menjadi pribadi yang lebih baik.
6. Yoga Ramadani, M. Khairul Rijal, S.AP., Aditya Henry Jovan
Pattiasina, S.Tr.AP., Ahmed Nurhadi, S.H., Iqbal Nuryaman S.T.,
Nadia Febriani, S.Kom, M.Kom. sebagai teman-teman sekitar yang
keren dan menemani penulis untuk survive dalam kehidupan di
Jatinangor.
7. Adinda Aisyah Putri sebagai teman yang menemani Penulis selamanya
yang hingga malam menemani dan memantau penulis agar
mengerjakan hingga selesai. Tidak lupa buat Dinda, Penulis sangat-
sangat berterima kasih.

Karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman maka saya yakin masih


adanya kekurangan dalam Laporan Tugas Besasr SA-3102 Sistem dan Rekayasa
Irigasi ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran sera kritik yang turut
membangun Laporan Tugas Besar ini sebak-baiknya.

Jatinangor, 20 Oktober 2023

Raden Arjuna S. A. (15818023)

iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL................................................................................................. viii
BAB 1 ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Maksut dan Tujuan ................................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup ......................................................................................... 2
1.4 Metodologi Penyusunan Tugas ................................................................ 3
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................... 4
BAB 2 ..................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 5
2.1 Sistem Irigasi ............................................................................................ 5
2.2 Teori Perencanaan .................................................................................... 7
2.2.1 Teori Perencanaan Petak ................................................................... 7
2.2.2 Teori Perencanaan Saluran ................................................................ 8
2.2.3 Teori Perencanaan Bangunan ............................................................ 9
2.3 Teori Ketersediaan Air ............................................................................ 13
2.4 Teori Kebutuhan Air ............................................................................... 16
2.5 Keseimbangan Air .................................................................................. 20
2.6 Standar Tata Nama.................................................................................. 21
BAB 3 ................................................................................................................... 24
KONDISI DAS CIWADO .................................................................................... 24
3.1 Lokasi dan Luas DAS Ciwado ............................................................... 24
3.2 Stasiun Pengengukuran Curah Hujan Kali Ciwado ............................... 25
3.3 Data Pengukuran Hidrometeorologi DAS Kali Ciwado ........................ 27
BAB 4 ................................................................................................................... 34
SISTEM IRIGASI DAS CIWADO ....................................................................... 34

iv
4.1 Perencanaan Petak dan Saluran .............................................................. 34
4.1.1 Perencanaan Petak ........................................................................... 34
4.1.2 Perencanaan Saluran ....................................................................... 35
4.1.3 Perencanaan Bangunan Air ............................................................. 36
4.1.4 Skema Petak, Saluran dan Bangunan Air ........................................ 37
4.2 Perhitungan Ketersediaan Air Daerah Irigasi Sungai Ciwado ............... 38
4.2.1 Memperbaiki Data Curah Hujan yang Hilang ................................ 38
4.3 Perhitungan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Sungai Ciwado ................... 41
4.3.1 Pengumpulan Data Iklim................................................................. 41
4.3.2 Perhitungan Evapotranspirasi (ETo) ............................................... 41
4.3.3 Nilai Perkolasi (P) ........................................................................... 46
4.3.4 Perhitungan Curah Hujan Efektif (R50 dan R80) ........................... 46
4.3.5 Perhitngan WLR.............................................................................. 51
4.3.6 Perhitungan Koefisien Tanam ......................................................... 52
4.3.7 Perhitungan ETc, NFR dan DR ....................................................... 53
4.4 Evaluasi Keseimbangan Air Daerah Irigasi Sungai Ciwado .................. 56
4.4.1 Luas Sawah Maksimum yang Dapat Dialiri ................................... 56
4.4.2 Luas Sawah Rencana yang Dapat Dialiri ........................................ 57
4.4.3 Keseimbangan Air ........................................................................... 58
BAB 5 ................................................................................................................... 61
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN .................... 61
5.1 Perencanaan Saluran Supply .................................................................. 61
5.1.1 Perencanaan Saluran Supply ........................................................... 62
5.1.2 Pendimensian Saluran Supply ......................................................... 63
5.1.3 Penentuan Tinggi Muka Air ............................................................ 67
5.1.4 Contoh Perhitungan Saluran Supply ............................................... 70
5.1.5 Contoh perhitungan Tinggi Muka Air ............................................. 75
5.2 Saluran Pembuang .................................................................................. 78
5.2.1 Perencanaan Saluran Pembuang ..................................................... 78
5.2.2 Pendimensian Saluran Pembuang ................................................... 78
5.2.3 Contoh Perhitungan Saluran Pembuang ......................................... 79
BAB 6 ................................................................................................................... 85

v
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 85
Kesimpulan ....................................................................................................... 85
Saran .................................................................................................................. 86

vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Gambar Google Maps.....................................................................24
Gambar 3. 2 Peta satelit DAS Ciwado Google Earth ..........................................24
Gambar 3. 3 Luas DAS Ciwado didapatkan dengan menggunakan software
ArcGIS 10.8 ....................................................................................25
Gambar 3. 4 Stasiun Meteorologi Penggung.......................................................26
Gambar 4. 1 Skema Garis Daerah Irigasi Sungai Ciwado ..................................38
Gambar 4. 2 Skema Balok Daerah Irigasi Sungai Ciwado .................................38
Gambar 4. 3 Grafik Curah Hujan Efektif Padi dan Palawija ..............................51
Gambar 4. 4 Grafik Q andalan dan Q kebutuhan ................................................60
Gambar 5. 1 Saluran RR1....................................................................................70

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Klasifikasi jaringan Irigasi ..................................................................7
Tabel 2. 2 Koefisien Tanaman ...........................................................................19
Tabel 3. 1 Data Hujan BMKG ...........................................................................26
Tabel 3. 2 Analisa TRMM .................................................................................26
Tabel 3. 3 Data Hujan Terkoreksi ......................................................................27
Tabel 3. 4 Rata-Rata Temperatur Udara ............................................................29
Tabel 3. 5 Rata-Rata Kelembaban Udara ..........................................................29
Tabel 3. 6 Rata-Rata Kecepatan Angin ..............................................................30
Tabel 3. 7 Rata-Rata Penyinaran Matahari ........................................................31
Tabel 3. 8 Perhitungan Evapotranspirasi ke-1 ...................................................33
Tabel 3. 10 Perhitungan Evapotranspirasi ke-2 ...................................................33
Tabel 4. 1 Sorting data TRMM dan data BMKG ..............................................39
Tabel 4. 2 Kuartil, data TRMM dibagi dengan data BMKG, Probabilitas ........40
Tabel 4. 3 Hasil data hujan terkoreksi ...............................................................40
Tabel 4. 4 Perhitungan Evapotranspirasi ke-1 ...................................................45
Tabel 4. 5 Perhitungan Evapotranspirasi ke-2 ...................................................46
Tabel 4. 6 Perhitungan Curah Hujan R50 dan R80 dari Data Hujan
Terkoreksi .........................................................................................48
Tabel 4. 7 Faktor pengali untuk Padi .................................................................50
Tabel 4. 8 Faktor pengali untuk Palawija ..........................................................50
Tabel 4. 9 Perhitungan Curah Hujan Efektif Padi .............................................51
Tabel 4. 10 Perhitungan Curah Hujan Efektif Palawija .......................................51
Tabel 4. 11 Koefisen Tanaman Untuk Padi dan Palawija ....................................52
Tabel 4. 12 Koefisien Golongan A ......................................................................53
Tabel 4. 13 Koefisien Golongan B ......................................................................53
Tabel 4. 14 Koefisien Golongan C ......................................................................53
Tabel 4. 15 Kebutuhan Air Golongan A ..............................................................55
Tabel 4. 16 Kebutuhan Air Golongan B ..............................................................55
Tabel 4. 17 Kebutuhan Air Golongan C ..............................................................55
Tabel 4. 18 Perhitungan Alternatif IR dan luas Layanan .....................................56

viii
Tabel 4. 19 Luas Maksimal Layanan, Maksimal DR, dan Golongan yang
dipakai ...............................................................................................57
Tabel 4. 20 Water Balance ke-1 ...........................................................................60
Tabel 4. 21 Water Balance ke-2 ...........................................................................60
Tabel 5. 1 Nilai Kemiringan Talud, koefisien n=b/h dan Strikler......................65
Tabel 5. 2 Kriteria Perencanaan Pintu Romijn ..................................................68
Tabel 5. 3 Perhitungan Saluran Pembawa ke-1 .................................................74
Tabel 5. 4 Perhitungan Saluran Pembawa ke-2 .................................................75
Tabel 5. 5 Perhitungan Tinggi Muka Air ke-1 ...................................................77
Tabel 5. 6 Perhitungan Tinggi Muka Air ke-2 ...................................................77
Tabel 5. 7 Perhitungan R20 ...............................................................................79
Tabel 5. 8 Perhitungan Periode ulang 5 tahun ...................................................80
Tabel 5. 9 Perhitungan Saluran Pembuang ........................................................84

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemanfaatan sumberdaya air dalam penyediaan air untuk memenuhi
kebutuhan air bersih, pembangkit listrik tenaga air, irigasi, serta lalu lintas air.
Macam – macam kebutuhan air harus dapat terpenuhi oleh air yang tersedia, bisa
berupa air permukaan juga air tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi
akan mengalir dari hulu ke hilir, kemudian meresap ke dalam tanah atau menjadi
air permukaan yang dimanfaatkan oleh tanaman di sekitarnya. Apabila terjadi
curah hujan tersebut lama atau deras maka tanah yang diolah akan tergenang yang
mengakibatkan banyaknya kerusakan. Dibutuhkan cara untuk mengelola air
secara optimal, seperti dengan penggunaan sistem irigasi.

Sistem irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia agar


memperoleh air dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk
mengaliri lahan pertanian sekitar. Upaya ini juga meliputi prasarana irigasi, air
irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya
manusia. Terkait dengan prasarana irigasi dibutuhkan suatu perencanaan yang
baik agar sistem irigasi yang dibangun merupakan irigasi yang efektif, efisien, dan
berkelanjutan, sesuai dengan fungsinya yaitu mendukung produktivitas usaha tani.

Irigasi merupakan penyaluran air yang perlu untuk pertumbuhan dan


keberlangsungan tanaman ke tanah yang diolah dan mendistribusikannya secara
sistematis. Perencanaan irigasi disusun berdasarkan kondisi-kondisi iklim di
daerah yang bersangkutan serta kadar air yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman dan berbagai kondisi lapangan yang berhubungan dengan kebutuhan air
untuk pertanian bervariasi terhadap waktu dan ruang seperti dinyatakan dalam
beberapa factor, yaitu jenis dan varitas tanaman yang ditanam petani, variasi
koefisien tanaman (tergantung pada jenis tanah dan tahap pertumbuhan dari
tanaman).

Maka dari itu, dalam tahap permulaan penyusunan rancangan irigasi,


pengumpulan dan Analisa berbagai data iklim menjadi penting. Analisa hidrolika

1
juga memegang peranan penting karena irigasi bukan hanya untuk memberi air
yang perlu untuk pertumbuhan tanaman, tetapi juga dapat digunaan untuk
memberi komponen pupuk dalam air, pengaturan suhu lingkungan, dan Tindakan
terhadap rumput dan serangga yang dapat merusak. Hal selanjutnya harus
dilakukan pengawasan dan penyelidikan mengenai jenis tanah pertaniannya,
bagian-bagian yang akan di aliri (irigasi), menentukan cara irigasi dan fasilitas
sumber air yang akan menyalurkan ke Daerah irigasi (D.I.) suatu wilayah daratan
yang kebutuhan airnya dipenuhi oleh sistem irigasi.

1.2 Maksut dan Tujuan


Dalam penyusunan tugas besar ini memiliki beberapa tujuan yang hendak
dicapai, diantaranya

1. Memahami serta dapat menentukan proses penentuan pertanian dan


pengairan di Daerah Irigasi (D.I.) Ciwado hingga menghasilkan suatu area
pertanian yang berfungsi.
2. Merencanakan lokasi lahan pertanian lengkap dengan sistem pengairannya
di Daerah Irigasi (D.I.) Ciwado.
3. Menyelesaikan permasalahan yang ada di area pertanian Daerah Irigasi
(D.I.) Ciwado.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penyusunan tugas besar ini adalah perencanaan sistem irigasi
di daerah Bantimurung, Sulawesi Selatan yang meliputi:

1. Perencanaan petak D.I. Ciwado


2. Perencanaan saluran irigasi di D.I. Ciwado
3. Perencanaan bangunan air untuk irigasi D.I. Ciwado
4. Perhitungan kebutuhan air D.I. Ciwado
5. Perhitungan dimensi saluran dan tinggi muka air dalam saluran irigasi D.I.
Ciwado
6. Layout bangunan air pada saluran.

2
1.4 Metodologi Penyusunan Tugas
Metode secara umum dapat diartikan sebagai proses atau cara yang
digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penyusunan tugas ini adalah:

a) Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan
kepada pencarian data dan informasi melalui berkas-berkas mata kuliah
Hidrologi dan Rakayasa Irigasi di perkuliahan Teknik dan Pengelolaan
Sumber Daya Air, selain itu juga melalui buku -buku Hidrologi terapan.
Dokumen yang dikumpulkan juga berupa foto dan data yang
mempresentasikan keadaan kali Bantimurung, data-data yang diperlukan
antara lain:
1. Data Klimatologi meliputi jumlah curah hujan, temperature rata-rata,
kelembaban udara, pemyidaran matahari, dan kecepatan angin rata-
rata.
2. Gambar lokasi sungai Ciwado.
3. Data curah hujan yang diambil dari 1 stasiun hujan.
b) Metode Analisis Data
Data yang sudah didapatkan akan diolah serta di analisis yang akan
menghasilkan faktor penentuan dalam perencanaan sistem irigasi di
Daerah Irigasi (D.I.) Ciwado.
c) Metode Penggunaan Software
Untuk memenuhi data yang diperlukan dan menyelesaikan permasalahan
dalam penyusunan tugas besar ini, dibutuhkan beberapa aplikasi perangkat
lunak, seperti Google Earth Pro, Microsoft Excel, ArcGIS 10.5, AutoCad
2019 (Student Version).
d) Metode Analisis Hidrologi dan Klimatologi
Data yang sudah dikumpulkan, kemudian dianalisis menggunakan konsep
hidrologi dan klimatologi.
e) Metode Analisis Irigasi dan Bangunan Air
Hasil analisis hidrologi dan klimatologi selanjutnya digunakan untuk
melakukan analisis irigasi dan bangunan air. Analisis ini merupakan tahap

3
pengolahan data terakhir dan digunakan untuk menentukan seluruh bagian
dari sistem irigasi pada daerah pertanian wilayah studi.

1.5 Sistematika Penulisan


Agar pembahasan pada penyusunan tugas besar ini terarah dan sistematis
maka penyusunan dibagi menjadi:

1. BAGIAN AWAL
Pada bagian ini berisi tentang lembar pengesahan, abstrak, kata pengantar,
daftar isi , daftar tabel , daftar gambar dan daftar lampiran.
2. BAGIAN ISI
a. BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisikan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan,
ruang lingkup, metodologi penyusunan tugas serta sistematika
penulisan laporan.
b. BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab yang berisikan tentang teori dasar yang menjadi acuan dalam
pengerjaan tugas besasr ini, yaitu teori perencanaan petak, saluran,
dan bangunan, teori perhitungan ketersediaan air, teori
keseimbangan air, dan sistem tata nama.
c. BAB III : Kondisi DAS Kali Ciwado
d. BAB IV : Sistem Irigasi DAS Kali Ciwado
e. BAB V : Perencanaan dan Perhitungan
f. BAB VI : Kesimpulan dan Saran
3. BAGIAN AKHIR
Pada bagian ini berisi tentang lampiran serta daftar Pustaka.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Irigasi


Pengelolaan sumber daya air sangat perlu dilakukan supaya pemenuhan
kebutuhan air irigasi bagi lahan pertanian dapat tercukupi sepanjang tahun.
Langkah real yang harus dilakukan adalah membuat sistem irigasi jenis lain yang
dapat digunakan tanpa di pengaruhi oleh musim dan meminimalisir kerusakan
serta kerugian pada infrastruktur irigasi.

Sistem irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh
air dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Kata Irigasi berasal dari kata Irrigate dalam Bahasa Belanda dan
Irrigation dalam Bahasa Inggris.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004, irigasi adalah usaha


penyediaan, pengaturan dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa dan irigasi tambak. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada
merupakan prioritas utama dalam penyediaan sumber daya air di atas semua
kebutuhan. Fungsi dari irigasi antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan air tanaman.
2. Mencegah kerusakan tanah akibat frost.
3. Menurunkan suhu tanah.Melunakkan lapisan tanah yang keras pada saat
pengolahan tanah.
4. Menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan.

Menurut Sudjarwadi (1990), ditinjau dari proses penyediaan, pemberian,


pengelolaan dan pengaturan air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4
adalah sebagai berikut:

5
1. Irigasi Permukaan (Gravitasi)
Irigasi permukaan merupakan irigasi yang memanfaatkan gaya gravitasi
untuk mengalirkan air dari sumber ke tempat yang membutuhkan.
Irigasi jenis ini yang digunakan pada umumnya di Indonesia karena
lebih ekonomis dan hanya memanfaatkan elevasi permukaan tanah.

2. Irigasi Bawah Tanah


Irigasi bawah tanah merupakan irigasi yang menyuplai air melalui aliran
air tanah ke daerah akar tanaman yang membutuhkan.

3. Irigasi Curah (Sprinkler)


Irigasi Curah merupakan irigasi yang menyuplai air dengan penyiraman
melalui pipa dengan tekanan (4-6 atm) sehingga dapat membasahi area
yang cukup luas. Irigasi ini memiliki beberapa kelebihan, yakni
menghemat pengelolaan tanah karena tidak diperlukannya permukaan
tanah yang rata dan dapat mengurangi kehilangan air, karena tidak
menggunakan saluran.

4. Irigasi Tetes (Drip)


Irigasi tetesan merupakan irigasi dengan prinsip seperti irigasi curah,
namun pipa tersiernya dibangun melalui jalur pohon dan memiliki
tekanan lebih kecil karena menyuplai air dengan tetesan.

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air, dan kelengkapan fasilitas,


jaringan irigasi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu jaringan irigasi
sedrhana, teknis, dan semiteknis. Perbedaan ketiga jaringan tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut:

6
Tabel 2. 1 Klasifikasi jaringan Irigasi

Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-01

2.2 Teori Perencanaan


2.2.1 Teori Perencanaan Petak
Pada sistem irigasi terdapat tiga jenis petak, yakni petak tersier, petak
sekunder, dan petak primer. Berikut penjelasan mengenai masing-masing jenis
petak (Direktorat Jenderal Pengairan, 2013).

1. Petak Tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter yang masing- masing
memiliki luas 8-15 hektar. Petak tersier seharusnya memiliki batas wilayah
yang jelas, seperti jalan, parit, dan batas desa. Efisiensi pemberian air
dipengaruhi oleh ukuran petak ini. Faktor yang mempengaruhi lainnya
ialah jumlah petani, topografi dan jenis tanaman.

2. Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang 10 dilayani oleh
satu saluran sekunder dan menerima air dari bangunan bagi yan terletak di
saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder umumnya ialah
tanda-tanda topografi yang jelas, seperti saluran pembuang. Luas petak
sekunder tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder umumnya
terletak di punggung medan. Saluran ini mengairi kedua sisi saluran dan
dibatasi oleh saluran pembuang. terletak di saluran primer atau sekunder.
Batas-batas petak sekunder umumnya ialah tanda-tanda topografi yang
jelas, seperti saluran pembuang. Luas petak sekunder tergantung pada

7
situasi daerah. Saluran sekunder umumnya terletak di punggung medan.
Saluran ini mengairi kedua sisi saluran dan dibatasi oleh saluran
pembuang.

3. Petak Pimer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air
langsung dari satu saluran primer yang mengambil air langsung dari
sumber air, seperti sungai. Apabila saluran primer melewati sepanjang
garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani
langsung dari saluran primer.

2.2.2 Teori Perencanaan Saluran


1. Saluran Irigasi
a) Jaringan Irigasi Utama
Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan dialiri
ke petak-petak tersier yang dilayani dengan batas ujung saluran ialah
bangunan sadap terakhir. Air irigasi dari sumber air lain ke jaringan irigasi
primer dibawa oleh saluran pembawa. Air dari bangunan sadap tersier ke
petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya dibawa oleh
saluran muka tersier.

b) Jaringan Irigasi Tersier


Air dibawa oleh saluran tersier dari bangunan sadap tersier pada jaringan
utama ke dalam petak tersier dan dilanjutkan ke saluran kuarter. Batas
ujung saluran ini adalah bangunan bagi kuarter yang terakhir. Selanjutnya,
air dibawa oleh saluran kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit
sawah.

c) Garis Sempadan Saluran


Garis sempadan saluran ditetapkan untuk pengamanan saluran yang diatur
dalam peraturan perundangan sempadan saluran.

8
2. Saluran Pembuang
a) Jaringan Saluran Pembuang Tersier
Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu petak tersier. Saluran ini
menampung air langsung dari sawah dan membuangnya ke saluran
pembuang tersier. Saluran ini juga menampung air dari saluran pembuang
kuarter dan sawah yang selanjutnya dibuang ke jaringan pembuang
sekunder. Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak
tersier dalam unit irigasi sekunder yang sama.

b) Jaringan Saluran Pembuangan Utama


Air dari jaringan pembuang tersier ditampung pada saluran pembuang
sekunder dan air tersebut akan dibuang ke pembuang primer. Selanjutnya,
air dialirkan ke luar daerah irigasi, misalnya sungai atau laut. Saluran
pembuang primer umumnya berupa saluran pembuang alamiah.

2.2.3 Teori Perencanaan Bangunan


Bangunan air irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan
pengaturan air irigasi. Berikut beberapa jenis bangunan air irigasi.

1. Bangunan Utama
Bangunan Utama (head works) merupakan bangunan yang direncanakan
di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi.
Bangunan utama biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur yang
berfungsi untuk mengurangi kandungan sedimen yang berlebih dan
mengukur banyaknya air yang masuk. Berikut merupakan jenis-jenis
bangunan utama.

a) Bendung Tetap

Bangunan air ini dibangun melintang sungai dan tujuannya untuk


meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat
disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi.

9
b) Bendung Gerak Vertikal
Bangunan air ini terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang
rendah dilengkapi dengan pintu yang dapat digerakkan untuk mengatur
tinggi muka air. Pintu dapat dibuka untuk mengalirkan air saat banjir besar
dan dapat ditutup apabila banjir sedang dan kecil.

c) Bendung Karet
Bangunan air ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu tubuh bendung yang
terbuat dari karet dan pondasi beton sebagai dudukan tabung karet yang
dilengkapi satu ruang kontrol untuk mengontrol mengembang dan
mengempisnya tabung karet. Apabila tubuh bendung dikembungkan maka
berfungsi meninggikan muka air dan bila dikempiskan maka berfungsi
menurunkan muka air.

d) Bendung Saringan Bawah


Bangunan air ini dapat menyadap air dari sungai tanpa terpengaruh oleh
tinggi muka air. Jenis bendung ini berupa bendung pelimpah yang
dilengkapi dengan saluran penangkap dan saringan. Air dialirkan melewati
saringan berupa saluran penangkap yang melintang sungai dan
mengalirkan airnya ke tepi sungai untuk dibawa ke jaringan irigasi.
Sedimen dan batuan dibiarkan melewati bendung, namun air tetap
melewati saluran penangkap. Sedimen yang tinggi diendapkan pada
saluran penangkap yang secara periodik dibilas masuk sungai kembali.

e) Pompa
Pompa digunakan apabila sistem irigasi yang digunakan ialah irigasi
dengna pompa. Irigasi ini dipilih apabila pengambilan secara gravitasi
tidak dapat diimplementasikan. Kekurangan dari irigasi pompa tentunya
memerlukan biaya operasi dan pemeliharaan yang tinggi.

f) Pengambilan Bebas
Pengambilan air untuk irigasi langsung dilakukan dari sungai dengan
meletakkan bangunan pengambilan di tepi sungai, yaitu pada tikungan luar
dan tebing sungai yang kuat dan massive. Pengambilan bebas digunakan

10
untuk daerah irigasi kecil sekitar 150 ha dan masih pada tingkat semi
teknis.

g) Bendung Tipe Gergaji


Bendung ini dibangun apabila telah memenuhi beberapa syarat yaitu,
sungai aliran stabil, tidak ada tinggi limpasan maksimum, dan tidak ada
material hanyutan yang terbawa aliran.

2. Bangunan Bagi Sadap


Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan
alat pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah
dan pada waktu tertentu. Namun dalam keadaan tertentu sering dijumapi
kesulitan-kesulitan dalam operasi dan pemeliharaan sehingga muncul
usulan sistem proporsional. Maka dari itu terdapat bangunan bagi dan
sadap tanpa pintu dan alat ukur dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a) Elevasi ambang ke semua arah harus sama.
b) Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama.
c) Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi.

Namun sistem tersebut tidak dapat diterapkan pada sistem irigasi yang
melayani lebih dari satu jenis tanaman. Sehingga ditetapkan untuk
memakai pintu dan alat ukur debit dengan memenuhi tiga syarat
proporsional.
a) Bangunan bagi terletap di saluran primer dan sekunder pada titik
cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau
lebih.
b) Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau
sekunder ke saluran tersier penerima.
c) Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian
bangunan.
d) Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran
atau lebih (teriser, subtersier, dan/ atau kuarter)

11
3. Bangunan Pengukur dan Pengatur
Aliran akan diukur di hulu saluran primer, di cabang saluran jaringan
primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur
dapat dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (free overflow)
dan bangunan ukur aliran bawah (underflow). Beberapa dari bangunan
pengukur dapat dipakai untuk mengatur aliran air. Untuk
menyederhanakan operasi dan pemeliharaan, bangunan ukur yang dipakai
di sebuah jaringan irigasi sebaiknya tidak banyak, dan dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi petani.

4. Bangunan Pegatur Muka Air


Bangunan ini digunakan untuk mengatur muka air di jaringan irigasi.
Bangunan ini diperlukan di tempat yang tinggi muka air di saluran
dipengaruhi oleh bangunan terjun. Mercu tetap digunakan untuk mencegah
meninggi dan menurunnya muka air di saluran.

5. Bangunan Pembawa
Bangunan Pembawa membawa air dari hulu ke hilir saluran. Aliran yang
dapat melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis. Apabila terjadi
aliran superkritis yang terjadi akibat kemiringannya lebih curam daripada
kemiringan dasar saluran maka dibutuhkan bangunan peredam untuk
menjaga saluran agar tidak rusak. Bangunan pembawa dengan aliran
subkritis diantaranya gorong-gorong, talang, sipon, saluran tertutup dan
terowongan.

6. Bangunan Lindung
Bangunan ini digunakan untuk melindungi saluran dari dalam, yakni aliran
saluran yang berlebihan akibat kesalahan eksplotasi, dan dari luar, yakni
akibat limpasan air buangan yang berlebihan. Bangunan lindung teridiri
dari bangunan pembuang silang, pelimpah, bangunan penggelontor
sedimen, bangunan penguras, saluran pembuang samping, dan saluran
gendong.

12
7. Jalan dan Jembatan
Jalan digunakan untuk kebutuhan inspeksi, eksploitasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi dan pembuang. Namun jalan ini dibatasi untuk keperluan
tertentu. Jalan inspeksi umumnya terletak di sepanjang sisi saluran irigasi.

Jembatan berfungsi untuk menghubungkan jalan-jalan inspeksi


diseberaang saluran irigasi atau pembuang dan juga berfungsi untuk
menghubungkan jalan inspeksi dengan jalan umum

8. Bangunan Pelengkap
Bangunan pelengkap meliputi tanggul untuk melindungi daerah irigasi dari
banjir yang berasal dari sungai atau saluran pembuangan yang besar dan
fasilitas-fasilitas operasional yang dibutuhkan agar operasi irigasi dapat
berlangsung secara efektif dan aman. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
kantor-kantor di lapangan, perumahan untuk staff irigasi, jaringan
komunikasi, dsb.

2.3 Teori Ketersediaan Air


Ketersediaan air di lahan adalah air yang tersedia dan dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di lahan tersebut. Ketersediaan air di lahan
terdiri dari tiga bentuk, yaitu air hujan, air permukaan, dan air tanah. Air hujan
berkontribusi untuk mengurangi kebutuhan air irigasi yaitu dalam bentuk hujan
efektif, air tanah membantu memenuhi kebutuhan air baku dan air irigasi pada
daerah yang sulit mendapatkan air permukaan, akan tetapi keberlanjutannya perlu
dijaga dengan pengambilan yang terkendali. Sedangkan saat ini aliran air
permukaan merupakan pemenuh kebutuhan air irigasi yang paling utama, aliran
permukaan ini dapat berupa sungai (surface run off) dan waduk yang digunakan
untuk mengairi sawah.

Ketersediaan air dapat diperkirangan dengan melalui beberapa langkah analisis,


yakni sebagai berikut:
1. Analisis debit aliran

13
2. Analisis data hujan dan iklim
3. Pengisian data debit yang kosong
4. Memperpanjang data debit runtut waktu
5. Analisis frekuensi debit aliran rendah

Dalam menghitung ketersediaan air tentunya membutuhkan data hujan yang


kemudian dihitung curah hujan rata-rata. Namun terkadang terdapat data hujan
yang hilang akibat kesalahan dalam pengamatan stasiun hujan, kerusakan alat dan
kesalahan dalam pencatatan data. Maka dilakukan pengisian data hujan untuk
mendapatkan hasil analisis yang lebih menjelaskan keadaan sebenarnya. Data
tersebut didapatkan dari beberapa metode analisis berdasarkan data hujan stasiun.
Metode yang digunakan yakni sebagai berikut:

1. Metode Rata-Rata Aljabar


Menurut Prawaka, metode ini dilakukan dengan cara melakukan
pengukuran curah hujan yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu
yang bersamaan lalu dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah
stasiun, stasiun yang digunakan dalam hitungan biasanya masih saling
berdekatan. Berikut persamaan metode rata-rata aljabar untuk mencari data
curah hujan yang hilang.
∑𝑛𝑖<1 𝐻𝑖
𝐻=
𝑛
Keterangan :
𝐻�𝑖� : Curah hujan di stasiun ke-i
n : Jumlah stasiun hujan

2. Metode Normal Ratio


Metode ini memperhitungkan data curah hujan di stasiun hujan yang
berdekatan untuk mencari data hujan yang hilang di suatu stasiun. Berikut
persaman metode normal ratio.
𝑁 𝑛 𝐻𝑖
𝐻= ∑ ( )
𝑛 𝑖<1 𝑁𝑖

Keterangan:
N : Curah hujan tahunan di stasiun yang ditinjau
n : Jumlah stasiun hujan

14
𝐻�𝑖� : Curah hujan di stasiun ke- i (periode hujan sama)
𝑁�𝑖� : Curah hujan tahunan di stasiun ke- i

3. Metode Inversed Square Distance


Metoda ini menggunakan metoda yang mirip dengan metoda normal ratio
yakni memperhitungkan stasiun yang berdekatan untuk mencari data hujan
yang hilang di stasiun tersebut. Namun pada metoda ini, variable yang
digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun yang akan dicari
data curah hujan yang hilang. Berikut persamaan metode Inversed Square
Distance.
𝐻𝑖
∑𝑛𝑖<1
𝐿𝑖
𝐻=
1
∑𝑛𝑖<1
𝐿𝑖
Keterangan:
𝐻�𝑖� : Curah hujan di stasiun ke- i (periode hujan sama)
𝐿�𝑖� : Jarak stasiun yang ditinjau ke stasiun ke – i
n : Jumlah stasiun hujan
Setelah data hujan dilengkapi, curah hujan rata-rata dari beberapa stasiun
dapat dihitung menggunakan metode rata-rata Aritmatik (aljabar), metode
Polygon Thiesssen, atau metode Isohyet. Berikut Penjelasan dan
persamaan masing-masing metode.

1. Metode Aritmatik
Metode ini digunakan untuk daerah yang datar dan memiliki stasiun hujan
yang banyak. Berikut merupakan persamaan metode rata-rata aritmatik.
𝑛 𝑃𝑖
𝑃̅ = � ∑
𝑖<1 𝑛

Keterangan:
𝑃�𝑖� : Tinggi curah hujan pada pos pengamatan ke-i
𝑛� : Jumlah pos pengamatan

2. Metode Polygon Thiessen


Pada metoda ini, masing-masing pos pengamatan atau stasiun hujan
mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan mengambarkan garis-

15
garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung diantara dua buah
stasiun penghubung.

Metoda ini digunakan pada daerah dengan distribusi pengamatancurah


hujan yang tidak tersebar merata di dalam wilayah pengamatan. Hasil
analisis metoda ini lebih akurat dibandingkan dengan metoda aritmatik
karena pada metoda ini diperhitungkan persentase luas pengaruh masing-
masing stasiun hujan. Luas pengaruh yang digunakan ialah luas daerah
yang berada di dalam DAS. Berikut merupakan persamaan Polygon
Thiessen.

𝑛 𝑃𝑖 𝐴𝑖
𝑃̅ = � ∑
𝑖<1 𝐴𝑖

Keterangan:
𝑃�𝑖� : Tinggi curah hujan pada stasiun ke-i
𝐴�𝑖� : Luas area pengaruh pos pengamatan ke-i
𝐴�𝑡� : Luas area total

3. Metode Isohyet
Metoda ini merupakan metoda yang paling teliti untuk mendapatkan curah
hujan wilayah rata-rata. Namun membutuhkan stasiun hujan yang cukup
rapat atau banyak di dalam daerah pengamatan sehingga memungkinkan
untuk membuat kontur tinggi curah hujan atau garis-garis isohyet. Pada
metoda ini juga perlu diperhatikan kondisi topografi daerah yang akan
diteliti. Berikut merupakan persamaan metoda isohyet.
𝑃𝑖<1 + 𝑃𝑖
∑𝑛𝑖<1 𝐴𝑖
𝑃̅ = � 2
∑𝑛𝑖<1 𝐴𝑖
Keterangan:
𝑃�𝑖� : Tinggi curah hujan pada isohyet ke-i
𝐴�𝑖� : Luas area yang dibatasi oleh isohyet ke-i

2.4 Teori Kebutuhan Air


Kebutuhan air di sawah ditentukan oleh beberapa faktor yakni sebagai
berikut.
1. Penyiapan lahan

16
2. Penggunaan konsumtif (Evapotranspirasi)
3. Perkolasi
4. Penggantian lapisan air (WLR)
5. Curah hujan efektif
Berikut penjelasan dari poin diatas.

1. Penyiapan Lahan untuk Padi


Sebelum sawah ditanami padi, lahan akan digemburkan terlebih dahulu
dan selama masa penggemburan tersebut diperlukan asupan air yang
disebut sebagai penyiapan lahan atau Land Preparation. Analisis
kebutuhan air penyiapan lahan ini dapat dihitung menggunakan metoda
yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra pada tahun 1968
sebagai berikut.
𝑀𝑒 𝑘
𝐿𝑃 = � 𝑘
𝑒 −1
𝑀 = 𝐸𝑜 + 𝑃
𝑀𝑇
𝑘=
𝑆
Keterangan :
LP : Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)
M : Kebutuhan air untuk mengganti atau mengkompensasi kehilangan
air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan
(mm/hari)
𝐸𝑜 : Evporasi air terbuka yang diambil 1.1×�𝐸𝑇𝑜, selama penyiapan
lahan (mm/hari)
P : Perkolasi (mm/hari)
K : Konstanta
T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S : Kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)

Dengan kebutuhan bersih air untuk padi (NFR) dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut.

𝑁𝐹𝑅 = 𝐿𝑃 − 𝑅𝑒

Sedangkan untuk menghitung kebutuhan air irigasi untuk padi (IR) dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut.

17
𝐼𝑅 = 𝑁𝐹𝑅/0.64

2. Penggunaan Konsumtif
Menurut Standar Perencanaan Irigasi KP-01 (2010), penggunaan
konsumtif air pada tanaman dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut:
𝐸𝑇𝑐 = 𝐾𝑐 ∗ 𝐸𝑇𝑜
Keterangan:
𝐸𝑇𝑐 : Evapotranspirasi konsumtif tanaman (mm/hari)
𝐾𝑐 : Koefisien tanaman
𝐸𝑇𝑜 : Evapotransirasi tanaman acuan (mm/ hari)
Untuk perhitungan evapotranspirasi dapat menggunakan metoda
Penman Monteith sebagai berikut.
𝐸𝑇 = 𝐶[𝑊. 𝑅𝑛 + (1 − 𝑊). 𝑓(𝑢). (𝑒𝑎 − 𝑒𝑠 )]
Keterangan :
𝐸𝑇 : Evapotranspirasi
C : Faktor koreksi akibat keadaan iklim
W : Faktor bobot tergantung dari nilai temperature udara dan
ketinggian tempat
Rn : Radiasi neto ekuivalen dengan evaporasi
: Rns-Rnl
Rns : Gelombang pendek radiasi matahari yang masuk
= (1−∝)𝑅�𝑠� = (1−∝)(0.25+0.50 𝑛�/𝑁�)𝑅�𝑠�
Rnl : Gelombang panjang radiasi neto = 𝑓�(𝑡�)×𝑓�(𝑒�𝑑�)×𝑓�(𝑛�/𝑁�)
N : Maksimum lamanya penyinaran matahari
(1-W) : Faktor bobot f(𝑡 𝑂 𝐶, elevasi, U dan e)
f(u) : Fungsi kecepatan angin = 0.27 (1 + U2/100)
(𝑒𝑎 − 𝑒𝑠 ) : Selisih tekanan uap jenuh dan aktual pada temperatur rata-
rata udara
𝑒𝑠 =�𝑒𝑎 x kelembaban relatif/100
= 𝑒𝑎 x Rh/100
𝑒𝑎 : Tekanan uap jenuh bergantung suhu
f(t) : Fungsi efek temperatur pada gelombang panjang radiasi
= 𝜎𝑇𝐾 4
𝜎 : Konstanta stefen-boltzman
Tk : Temperatur dalam Kelvin
f(𝑒𝑠 ) : Fungsi efek tekanan uap pada gelombang panjang radiasi
= 0.34 − 0.44√𝑒𝑎
F(n/N) : Fungsi efek sunshine pada gelombang panjang radiasi
= (0.1 + 0.9 n/N)

18
Berikut merupakan tabel nilai koefisien tanaman padi-palawija yang
digunakan pada perhitungan evapotranspirasi.

Tabel 2. 2 Koefisien Tanaman

Sumber: Dirjen Pengairan, Bina Program PSA. 010,1985

3. Perkolasi
Perkolasi adalah masuknya air dari daerah tak jenuh ke dalam daerah
jenuh air sehingga air tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Laju
perkolasi bergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah yang lebih
ringan, laju perkolasi lebih tinggi dan begitu pula sebaliknya. Dalam
penentuan laju perkolasi, tinggi muka air tanah harus diperhitungkan.

4. Penggantian lapisan air


Penggantian lapisan lahan perlu dijadwalkan setelah pemupukan
menurut kebutuhan. Penggantian lapisan lahan dilakukan dua kali,
masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama ½ bulan) selama
sebulan dan dua bulan setelah transplantasi apabila tidak dilakukan
penjadwalan.

5. Curah Hujan Efektif


Curah hujan yang digunakan dalam perhitungan curah hujan efektif
untuk tanaman padi dan palawija secara berurutan ialah curah hujan
andalan 80% (R80) dan 50% (R50). Dalam menentukan besarnya curah
hujan efektif digunakan probabilitas Metode Weibull, dengan persamaan
sebagai berikut.

19
𝑚
𝑝=
𝑛+1
Keterangan :
p : Probabilitas
m : nomor urut data
n : jumlah data

2.5 Keseimbangan Air


Prinsip keseimbangan air atau water balance menunjukkan hubungan antara
inflow dan outflow di suatu DAS pada periode tertentu. Analisis keseimbangan
untuk menghitung debit bulanan didapatkan berdasarkan tranformasi data curah
hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembaban tanah dan tampungan air tanah.
Perhitungan debit bulanan sebagai aliran inflow menggunakan pendekatan debit
rasional sebagai berikut.
𝑄 =𝐶∗𝐼∗𝐴

Keterangan :
Q : Debit Rasional
C : Luas Wilayah
I : Intensitas Hujan (mm/jam)
A : Luas Das (km2 )
Keseimbangan air diartikan sebagai kondisi di mana air yang tersedia dapat
mencukupi kebutuhan air dari petak sawah dan sebaliknya, luas sawah yang akan
dilairi tidak boleh melebihi luas maksimum sawah yang dapat dialiri.
Keseimbangan air memiliki tiga unsur pokok yaitu sebagai berikut.
1. Ketersediaan air
2. Kebutuhan air
3. Neraca air
Perhitungan neraca air akan sampai pada kesimpulan sebagai berikut.
1. Pola tanam akhir yang akan dipakai untuk jaringan irigasi yang sedang
direncanakan.
2. Penggambaran akhir daerah proyek irigasi

Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkannya untuk


pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap
setengah bulan dan luas daerah yang bisa diairi. Apabila debit sungai melimpah,

20
maka luas daerah proyek irigasi adalah tetap karena luas maksinum daerah
layanan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai.

Berikut ini persamaan keseimbangan air (inflow-outflow).

𝑅𝑁 + 𝐼𝑅 + 𝐺𝐼 = 𝐷𝑅 + 𝐺𝑂 + 𝐸𝑇 + 𝐷𝑊𝐷 + 𝑃

Keterangan :
RN : hujan
IR : inflow air permukaan (irigasi)
GI : lateral inflow air tanah dangkal
DR : outflow air tanah dangkal
GO : lateral outflow air tanah dangkal
ET : evapotranspirasi
DWD : serupahan simpanan storage
P : perkolasi
2.6 Standar Tata Nama
Nama yang diberikan untuk saluran irigasi dan pembuang, bangunan air,
dan daerah irigasi harus jelas, logis, pendek, dan tidak ambigu. Nama dibuat
sedemikian sehingga apabila dibuat bangunan baru tidak mengubah nama yang
sudah ada.

1. Daerah Irigasi
Daerah irigasi diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat yang
umumnya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama atau sungai
tempat mengambil air irigasi. Apabila terdapat lebih dari satu
pengambilan, maka daerah irigasi diberi nama sesuai dengan desa-desa
terkenal di daerah layanan setempat. Aturan yang sama juga berlaku pada
penamaan bangunan utama.

2. Jaringan Irigasi Primer


Saluran irigasi primer diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayani. Saluran sekunder diberi nama sesuai dengan desa yang terletak di
petak sekunder. Petak sekunder diberi nama sesuai dengan nama saluran
sekunder. Untuk ruas-ruas saluran diberi nama R dan huruf pertama dari
nama saluran sekunder. Untuk bagunan bagi diberi nama sesuai dengan
ruas hulu namun huruf R (Ruas) diubah menjadi B (Bangunan).

21
Bangunan-bangunan yang berada di antara bangunan bagi sadap diberi
nama sesuai dengan nama ruas lokasi bangunan tersebut dan dimulai
dengan huruf B (Bangunan) lalu diikuti dengan huruf kecil sehingga
bangunan yang terletak di ujung hilir mulai dengan “a” dan bangunan-
bangunan yang berada lebih jauh di hilir memakai huruf b, c, dan
seterusnya.

3. Jaringan Irigasi Tersier


Penamaan petak tersier sama dengan bangunan sadap tersier dari jaringan
utama. Misalnya petak tersier K1 ki mendapat air dari pintu kiri bangunan
bagi BK 1 yang terletak di saluran Kutoarjo.
a) Pemberian nama ruas-ruas saluran tersier sesuai dengan nama boks
yang terletak di antara kedua boks, misalnya (T1 - T2), (T3 - K1).
b) Pemberian nama boks tersier diberi kode T yang diikuti dengan nomor
urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks pertama di hilir
bangunan sadap tersier: T1, T2, dan seterusnya.
c) Pemberian nama petak kuarter sesuai dengan petak rotasi yang diikuti
dengan nomor urut menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode
A, B, C, dan seterusnya menurut arah jarum jam.
d) Pemberian nama boks kuarter diberi kode K dan diikuti dengan nomor
urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks kuarter pertama di hilir
boks tersier dengan nomor urut tertinggi: K1, K2, dan seterusnya.
e) Pemberian nama saluran irigasi kuarter sesuai dengan petak kuarter
yang dilayani dan menggunakan huruf kecil, misalnya a1, a2, dan
seterusnya.
f) Pemberian nama saluran pembuang kuarter sesuai dengan petak
kuarter yang dibuang airnya dan menggunakan huruf kecil yang
diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2, dan seterusnya.
g) Pemberian nama saluran pembuang tersier, diberi kode dt1, dt2
menurut arah jarum jam.

22
4. Jaringan Pembuang
Pada umumnya pembuang primer berupa sungai dan seluruhnya akan
diberi nama. Apabila terdapat saluran baru, maka saluran tersebut harus
diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang dibagi menjadi ruas-ruas,
maka masing-masing ruas akan diberi nama, mulai dari ujung hilir.
Pembuang sekunder pada umumnya berupa sungai atau anak sungai yang
lebih kecil. Beberapa di antaranya sudah mempunyai nama yang tetap dan
dapat digunakan. Apabila saluran bukan sungai/anak sungai, diberi kode
sebuah huruf bersama-sama dengan nomor seri nama-nama ini akan
diawali dengan huruf d (drainase). Pembuang tersier adalah pembuang
kategori terkecil dan akan dibagi-bagi menjadi ruas-ruas dengan debit
seragam masing-masing diberi nomor. Masing-masing petak tersier
mempunyai nomor seri sendiri-sendiri.

23
BAB 3

KONDISI DAS CIWADO

3.1 Lokasi dan Luas DAS Ciwado

Gambar 3. 1 Gambar Google Maps

Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-
punggung gunung/pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut
akan mengalir menuju sungai utama pada suatu stasiun yang ditinjau .DAS
ditentukan dengan menggunakan peta topografi yanag dilengakapi dengan garis-
garis kontur.

Gambar 3. 2 Peta satelit DAS Ciwado Google Earth

24
DAS Ciwado terletak di Kabupaten Cirebon Timur, meliputi 2 kecamatan yaitu
Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Lemahabang. Das Ciwado berupa anak
sungai yang berada di DAS besar Cisanggarung dengan Balai Besar Wilayah
Sungai Cimanuk-Cisanggarung. Luas tangkapan hujan DAS Ciwado sebesar 410
ha dengan total luas DAS Cisanggarung 955.9 km2. (Sumber:
opendata.jabarprov.co.id)

Gambar 3. 3 Luas DAS Ciwado didapatkan dengan menggunakan software ArcGIS 10.8

3.2 Stasiun Pengengukuran Curah Hujan Kali Ciwado


Stasiun pengukuran curah hujan merupakan salah satu bagian dari jaringan
hidrologi. Jaringan hidrologi dapat diartikan sebagai suatu rangkaian pos
pengamatan data hidrologi yang dapat menggambarkan karakteristik hidrologi
dari suatu daerah aliran sungai atau satuan wilayah sungai untuk menentukan
potensi sumberdaya air.

Lokasi stasiun curah hujan beserta data hidrometeorologinya didapatkan dari data
BMKG (dataonline.bmkg.go.id) dan didapat ada 1 stasiun hujan terdekat, yaitu
stasuin Meteorologi Penggung, Kabupaten Cirebon.

25
Gambar 3. 4 Stasiun Meteorologi Penggung

Data historis hujan yang diambil adalah 12 tahun dimulai pada 2008-2019.
Berikut adalah data hujan dari BMKG:

Tabel 3. 1 Data Hujan BMKG

Sumber: Excel

Didapat banyaknya data hujan yang kosong dari tahun 2008 hingga tahun 2016,
sehingga dibutuhkan pengisian data kosong dengan data satelit
(giovannni.gsfc.nasa.gov). Kemiduan data tersebut dikalibrasi dengan cara
TRMM sehingga bisa menyerupai data hujan yang sebenarnya pada daerah DAS
Ciwado.

Tabel 3. 2 Analisa TRMM

Sumber: Excel

26
Didapat data hujan terkalibrasi sebagai berikut

Tabel 3. 3 Data Hujan Terkoreksi

Sumber: Excel

3.3 Data Pengukuran Hidrometeorologi DAS Kali Ciwado


Hidrometeorologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur‐
unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal
balik. Dalam perhitungan mengenai irigasi, data pengukuran hidrometeorologi
yang dibutuhkan antara lain adalah: Suhu udara, Kelembapan udara, Kecepatan
angin, Tekanan Udara, Evapotranspirasi, Lamanya penyinaran, dan Curah hujan.

Data pengukuran Suhu udara, Kelembapan udara, Kecepatan angin, Lamanya


penyinaran, dan Curah hujan didapatkan dari (dataonline.bmkg.go.id). Sedangkan
data pengukuran Tekanan udara dan Evapotranpirasi didapatkan dari perhitungan
dengan metode metode Penman-Monteith (Monteith, 1965) . Berikut ini akan
dibahas satu persatu mengenai data perhitngan meteorologi pada DAS Ciwado.

1. Suhu Udara Rata-Rata

Suhu udara merupakan keadaan panas udara pada suatu tempat. Suhu udara
ditimbulkan oleh pancaran sinar matahari (radiasi) yang diserap permukaan
bumi. Permukaan bumi yang menyerap radiasi matahari akan naik suhunya,
sehingga udara yang berada di sekitarnya (di atasnya) akan terpanasi. Dengan
demikian, terciptalah keadaan suhu udara di tempat tersebut akibat pemanasan
dari naiknya suhu permukaan bumi. Udara panas yang berasal dari panas

27
permukaan bumi dapat naik ke atas melalui proses konveksi. Konveksi adalah
pergerakan udara panas yang naik ke atas.

Keadaan suhu udara di suatu tempat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu sebagai
berikut:

a) Lamanya penyinaran matahari


Semakin lama matahari menyinari permukaan bumi sekain panas udara
disekitarnya.
b) Sudut datang sinar matahari\
Jika sinar jatuh matahari tegak lurus di permukaan bumi maka suhu udara
di sekitarnya akan lebih panas tetapi jika sinarnya jatuh condong (misalnya
di pagi hari atau di sore hari) maka suhu udara lebih rendah. Daerah di
permukaan bumi yang selalu menerima sinar jatuh dalam keadaan
condong adalah di daerah lintang tinggi (30 – 60 LU/LS) sehingga daerah
ini relatif lebih dingin daripada di daerah khatulistiwa.
c) Keadaan awan yang menutupinya
Semakin banyak awan suhu udara di permukaan bumi akan lebih dingin
karena sinar matahari terhalang oleh keadaan awan.
d) Keadaan di permukaan bumi
Keadaan di permukaan bumi juga berpengaruh terhadap suhu suatu
daerah. Jika di permukaan bumi merupakan padang pasir (gurun) maka
keadaan suhu pada siang hari akan lebih panas dibandingkan dengan
permukaan bumi yang ditumbuhi hutan.
Udara akan menjadi panas karena adanya penyinaran matahari. Karena
penyinaran matahari, permukaan bumi menerima panas pertama. Udara
akan menerima panas dari permukaan bumi yang dipancarkan kembali
setelah diubah dalam bentuk gelombang panjang.
Berikut ini adalah data suhu udara ( ̊ C) yang didapat pada stasiun Hujan:

28
Tabel 3. 4 Rata-Rata Temperatur Udara

Sumber: Excel

2. Kelembaban Udara (perseratus)


Kelembapan udara adalah jumlah kandungan uap air yang ada dalam
udara. Kandungan uap air di udara berubah-ubah bergantung pada suhu.
Makin tinggi suhu, makin banyak kandungan uap airnya. Alat pengukur
kelembapan udara adalah higrometer. Kelembapan udara ada 2 jenis
sebagai berikut:
a) Kelembapan mutlak (absolut) yaitu bilangan yang menunjukkan
jumlah uap air dalam satuan gram pada satu meter kubik udara.
b) Kelembapan relatif (nisbi), yaitu angka dalam persen yang
menunjukkan perbandingan antara banyaknya uap air yang benar-
benar dikandung udara pada suhu tertentu dan jumlah uap air
maksimum yang dapat dikandung udara.
Berikut adalah data kelembapan udara (perseratus) yang didapat pada
stasiun:
Tabel 3. 5 Rata-Rata Kelembaban Udara

Sumber: Excel

29
3. Kecepatan Angin Rata-Rata (m/s)
Kecepatan angin adalah kecepatan udara yang bergerak secara horizontal
pada ketinggian dua meter diatas tanah. Perbedaan tekanan udara antara
asal dan tujuan angin merupakan faktor yang menentukan kecepatan
angin. Kecepatan angin akan berbeda pada permukaan yang tertutup oleh
vegetasi dengan ketinggian tertentu, misalnya tanaman padi, jagung, dan
kedelai. Oleh karena itu, kecepatan angin dipengaruhi oleh karakteristik
permukaan yang dilaluinya. Kecepatan angin dapat diukur dengan
menggunakan alat yang disebut anemometer. Jenis anemometer yang
paling banyak digunakan adalah anemometer mangkok.
Berikut ini adalah data kecepatan angin ( m/s ) yang didapat pada stasiun:

Tabel 3. 6 Rata-Rata Kecepatan Angin

Sumber: Excel

4. Lama Penyinaran Matahari (%)


Lama penyinaran matahari adalah lamanya matahari bersinar cerah pada
permukaan bumi, yang dihitung mulai dari matahari terbit hingga
terbenam, dan ditulis dalam satuan jam sampai nilai persepuluhan atau
sering ditulis dalam satuan persen terhadap panjang hari maksimum.
Lama penyinaran matahari adalah salah satu indikator yang penting di
dalam klimatologi. Lama penyinaran matahari akan berpengaruh terhadap
aktivitas makhluk hidup, yaitu pada manusia, hewan, dan tumbuh-
tumbuhan. Pada musim penghujan didominasi penyinaran matahari harian
yang pendek sedangkan musim kemarau ditandai dengan banyaknya
jumlah hari cerah yang dapat diartikan bahwa lama penyinaran harian
yang lebih panjang.

30
Perubahan pola lama penyinaran matahari dapat dijadikan sebagai indikasi
awal perubahan komposisi atmosfer yang terkait dengan jumlah uap air di
udara maupun senyawa-senyawa polutan. Pada penelitian ini peralatan
yang digunakan untuk mengukur lama penyinaran matahari adalah
campbell stokes dan kartu pias.
Berikut ini adalah data lamanya penyinaran matahari ( % ) yang didapat
pada stasiun:

Tabel 3. 7 Rata-Rata Penyinaran Matahari

Sumber: Excel

5. Tekanan Udara (kPa)


Tekanan udara adalah tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa
udara dalam setiap satuan luas tertentu. Diukur dengan menggunakan
barometer. Satuan tekanan udara adalah milibar (mb). Garis yang
menghubungkan tempat-tempat yang sama tekanan udaranya disebut
sebagai isobar.
Tekanan udara dapat diukur dengan menggunakan barometer. Toricelli
pada tahun 1643 menciptakan barometer air raksa. Karena barometer air
raksa tidak mudah dibawa ke mana-mana, dapat menggunakan barometer
aneroid sebagai penggantinya.
Tekanan udara akan berbanding terbalik dengan ketinggian suatu tempat
sehingga semakin tinggi tempat dari permukaan laut semakin rendah
tekanan udarannya. Kondisi ini karena makin tinggi tempat akan makin
berkurang udara yang menekannya. Satuan hitung tekanan udara adalah
milibar, sedangkan garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat
dengan tekanan udara yang sama disebut isobar.

31
Ketinggian suatu tempat dari permukaan laut juga dapat diukur dengan
menggunakan barometer. Kenaikan 10 m suatu tempat akan menurunkan
permukaan air raksa dalam tabung sebesar 1 mm. Dalam satuan milibar
(mb), setiap kenaikan 8 m pada lapisan atmosfer bawah, tekanan udara
turun 1 mb, sedangkan pada atmosfer atas dengan kenaikan > 8 m tekanan
udara akan turun 1 mb.
Untuk tekanan udara sendiri didapatkan dari hasil perhitungan berdasarkan
metode Penman-Monteith (Monteith, 1965) :
𝑔
𝑇𝑘𝑜 − 𝜏(𝑧 − 𝑧0 ) 𝜏𝑅
𝑃 = 𝑃0 ( )
𝑇𝑘𝑜
Keterangan:
P : tekanan atmosfer pada elevasi z, (kPa).
𝑃0 : tekanan atmosfer pada permukaan laut, (kPa).
z : elevasi, (m).
𝑧0 : elevasi acuan, (m).
g : gravitasi = 9,8 m/s2.
R : konstanta gas spesifik = 287 J/kg/K.
𝑇𝑘𝑜 : suhu pada elevasi zo, (K).
τ : konstanta lapse rate udara jenuh = 0,0065 K/m.
Jika tekanan udara pada suatu stasiun tidak tersedia, maka gunakan asumsi
𝑇𝑘𝑜 = 293 K untuk T = 20 ̊C dan 𝑃0 = 101,3 kPa pada 𝑧0 = 0.
Jika konstanta-konstanta tersebut dimasukkan dalam perhitungan, maka
akan didapatkan:
9.8
293 − 0.0065(23 − 0) 0.0065∗287
𝑃 = 101.3 ( )
293
Sehingga P = 101,006 kPa

6. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah kombinasi proses kehilangan air dari suatu lahan
bertanaman melalui evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses
dimana air diubah menjadi uap air (vaporasi, vaporization) dan selanjutnya
uap air tersebut dipindahkan dari permukaan bidang penguapan ke
atmosfer (vapor removal).

32
Evaporasi terjadi pada berbagai jenis permukaan seperti danau, sungai
lahan pertanian, tanah, maupun dari vegetasi yang basah. Transpirasi
adalah vaporisasi di dalam jaringan tanaman dan selanjutnya uap air
tersebut dipindahkan dari permukaan tanaman ke atmosfer (vapor
removal).

Pada transpirasi, vaporisasi terjadi terutama di ruang antar sel daun dan
selanjutnya melalui stomata uap air akan lepas ke atmosfer. Hampir semua
air yang diambil tanaman dari media tanam (tanah) akan ditranspirasikan,
dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan tanaman.

Untuk evapotranspirasi sendiri didapatkan dari hasil perhitungan


berdasarkan metode Penman-Monteith (Monteith, 1965) , evapotranspirasi
dalam perhitungan irigasi ini dihitung perbulan dari data 12 tahunan,
sehingga mendapatkan hasil berikut ini:

Tabel 3. 8 Perhitungan Evapotranspirasi ke-1

Sumber: Excel

Tabel 3. 9 Perhitungan Evapotranspirasi ke-2

Sumber: Excel

33
BAB 4
SISTEM IRIGASI DAS CIWADO

4.1 Perencanaan Petak dan Saluran


4.1.1 Perencanaan Petak
Petak irigasi adalah petak sawah atau daerah yang akan dialiri dari suatu
sumber air, baik waduk maupun langsung dari satu atau beberapa sungai melalui
bangunan pengambilan bebas. Petak irigasi dibagi 3 jenis yaitu : Petak Primer,
Petak Sekunder dan Petak Tersier.

Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan petak, agar petak-petak tersebut


mendapatkan air sebaik-baiknya adalah sebagai berikut ini:

1. Petak mempunyai batas yang jelas pada tiap petak sehingga terpisah dari
petak sekunder yang lain dan sebagai batas petak adalah saluran drainase.
2. Bentuk petak beragam namun memiliki luas area petak maksimal 100 ha,
usaha ini untuk meningkatkan efisiensi.
3. Petak yang direncanakan dialiri oleh satu saluran primer dan sekunder.
4. Tanah dalam suatu petak sekunder sebisa mungkin harus dapat dimiliki
oleh sedikitnya satu desa.
5. Desa, jalan, sungai diusahakan menjadi batas petak.
6. Tiap petak harus dapat menerima atau membuang air, dan gerak pembagi
ditempatkan di tempat tertinggi.
7. Petak sekunder harus diletakkan sedekat mungkin dengan saluran
pembawa ataupun bangunan pembawa.

Pada tugas besar ini terdapat Pada tugas besar ini, terdapat 11 petak sawah tersier
yang akan dibuat di Daerah Irigasi Sungai Ciwado, dengan luas petak sawah total
adalah sebesar 350.35 hektar. Dengan luas dari satu petak sawah tersier 1 - 60 ha.

Bentuk petak tersier yang direncanakan menyerupai bentuk dasar yaitu beragam,
memaksimalkan pemanfaatan lahan yang ada. Hal ini agar memudahkan dalam
perhitungan luas tiap petak tersier, juga diketahui bahwa penggunaan air dengan
bentuk petak tersebut lebih efisien daripada bentuk lainnya.

34
4.1.2 Perencanaan Saluran
Dalam sistem irigasi teknis, dikenal dua macam saluran yaitu saluran
pembawa dan saluran pembuang. Saluran pembawa berguna untuk mengalirkan
air dari bendung ke petak tersier. Terdapat 3 macam saluran pembawa, yaitu:
Saluran Primer, Saluran Sekunder dan Saluran Tersier. Saluran pembuang berguna
untuk mengalirkan air buangan dari petak tersier ke tempat pembuangan.

Tujuan pemisahan antara saluran pembawa dan saluran pembuang adalah agar air
yang bersih dan kotor tidak bercampur sehingga kualitas air irigasi tetap terjaga.
Setiap saluran, baik saluran pemberi maupun saluran pembuang masing-masing
memiliki efisiensi. Efisiensi masing-masing saluran tersebut adalah :

- Jaringan Tersier : 80%


- Jaringan Sekunder : 90%
- Jaringan Primer : 90%

Faktor – faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran:

1. Dimensi saluran didasarkan pada kapasitas terbesar, yaitu kapasitas pada


musim kemarau.
2. Letak saluran pembuangan diusahakan dekat dengan setiap petak sawah
yanga ada.
3. Saluran primer mempunyai syarat panjang maksimum 5 kilometer,
kemiringannya kecil, lurus.

Perencanaan saluran sistem irigasi DAS Sungai Ciwado terdiri atas dua jenis
saluran, yaitu saluran pembawa dan saluran pembuang. Saluran pembawa sendiri
terbagi atas beberapa jenis, yaitu saluran primer, saluran sekunder, dan saluran
tersier. Penggunaan nomenklatur pada perencanaan saluran sistem irigasi DAS
Sungai Ciwado disini hanya digunakan untuk saluran primer dan sekunder.
Saluran dengan letak tertinggi berada pada elevasi sebesar 20 meter dan dengan
letak terendah berada pada elevasi sebesar 6 meter. Adapun nomenklatur dari
setiap saluran beserta jenis dan panjangnya adalah sebagai berikut:

35
1. Saluran Primer RR1 dengan panjang sebesar 557 m,
2. Saluran Tersier R1.Ki1 dengan panjang sebesar 22 m,
3. Saluran Tersier R1.Ka1 dengan panjang sebesar 25 m,
4. Saluran Sekunder RM1 dengan panjang sebesar 303 m,
5. Saluran Tersier M1.Ki1 dengan panjang sebesar 19 m,
6. Saluran Tersier M1.Ka1 dengan panjang sebesar 15 m,
7. Saluran Sekunder RM2 dengan panjang sebesar 884 m,
8. Saluran Tersier M2.Ki1 dengan panjang sebesar 21 m,
9. Saluran Tersier M2.Ka1 dengan panjang sebesar 27 m,
10. Saluran Sekunder RM3 dengan panjang sebesar 557 m,
11. Saluran Tersier M3.Ka1 dengan panjang sebesar 25 m,
12. Saluran Sekunder RM4 dengan panjang sebesar 519 m,
13. Saluran Tersier M4.Ki1 dengan panjang sebesar 28 m,
14. Saluran Primer RR2 dengan panjang sebesar 798 m,
15. Saluran Tersier R2.Ki1 dengan panjang sebesar 21 m,
16. Saluran Sekunder RC1 dengan panjang sebesar 351 m,
17. Saluran Tersier C1.Ki1 dengan panjang sebesar 13 m,
18. Saluran Sekunder RC2 dengan panjang sebesar 354 m,
19. Saluran Tersier C2.Ki1 dengan panjang sebesar 15 m.

Pemberian nama saluran di atas didasarkan atas daerah layanan irigasi. Untuk
variabel huruf R melambangkan kata „Ruas‟ sementara variabel huruf setelahnya
melambangkan huruf pertama yang dilayani oleh saluran tersebut dengan
ketentuan R melambangkan sebagai saluran primer yang berada di daerah Desa
Rancabadak, M sebagai Desa Mertapanda dan C sebagai Desa Cipeujeuh. Untuk
variabel angka yang terletak di akhir melambangkan penomoran untuk saluran air
tersebut berdasarkan saluran yang terlebih dahulu dilalui oleh air.

4.1.3 Perencanaan Bangunan Air


Perencanaan bangunan air sistem irigasi DAS Kali Bantimurung terdiri atas
beberapa jenis bangunan air, diantaranya adalah bangunan bendung, bangunan
bagi, bangunan sadap, bangunan bagi sadap, dan gorong-gorong. Pada
perencanaan bangunan air ini sendiri terdapat 20 bangunan air. Bangunan air

36
dengan letak tertinggi berada pada elevasi sebesar 18 meter dan dengan letak
terendah berada pada elevasi sebesar 11 meter. Adapun nomenklatur dari setiap
bangunan air adalah sebagai berikut:

1. Bangunan bagi sadap BR1,


2. Bangunan bagi sadap BR2,
3. Bangunan bagi sadap BM1,
4. Bangunan bagi sadap BM2,
5. Bangunan bagi sadap BM3,
6. Bangunan bagi sadap BC1,
7. Bangunan sadap BM4,
8. Bangunan sadap BC2,
9. Gorong-Gorong BR1a,
10. Gorong-Gorong BM2a,
11. Gorong-Gorong BM3a.

Pemberian nama bangunan air di atas didasarkan atas daerah layanan irigasi.
Untuk variabel huruf B melambangkan kata „Bangunan‟ sementara variabel huruf
setelahnya melambangkan huruf pertama desa yang dilayani oleh bangunan air
tersebut dengan ketentuan R melambangkan sebagai Desa Rancabadak. Untuk
variabel angka yang terletak di akhir melambangkan penomoran untuk bangunan
air tersebut berdasarkan bangunan air yang terlebih dahulu dilalui oleh air. Untuk
sipon dan gorong-gorong, terdapat variabel tambahan yang terletak di akhir
berupa variabel huruf kecil berdasarkan bangunan air yang terlebih dahulu dilalui
oleh air.

4.1.4 Skema Petak, Saluran dan Bangunan Air


Di dalam Daerah Ciwado terdapat 11 petak tersier dengan luas layanan total
sebesar 350.35 ha. Terdapat juga 2 saluran primer, 6 saluran sekunder dan 11
saluran tersier. Tak lupa juga jaringan irigasi Bantimurung ini dilengkapi dengan
bangunan air yang terdiri dari, bendung, bangunan bagi, bangunan sadap,
bangunan bagi sadap, dan gorong-gorong.

37
Untuk lebih jelasnya akan ditampilkan skema garis dan skema balok dari Daerah
Irigasi Sungai Ciwado.

Sumber: Excel
Gambar 4. 1 Skema Garis Daerah Irigasi Sungai Ciwado

Sumber: Excel
Gambar 4. 2 Skema Balok Daerah Irigasi Sungai Ciwado

4.2 Perhitungan Ketersediaan Air Daerah Irigasi Sungai Ciwado


4.2.1 Memperbaiki Data Curah Hujan yang Hilang
Dalam melakukan pengolahan data curah hujan, kerap ditemukan beberapa
data curah hujan yang hilang. Bila kondisi ini terjadi, perbaikan data curah hujan
harus dilakukan di awal pengerjaan. Untuk memperbaiki data curah hujan yang
hilang, dan hanya memiliki satu stasiun hujan acuan, digunakan metode kalibrasi

38
untuk memprediksikan data tinggi hujan yang hilang yang dapat dirumuskan
sebagai berikut.

1. Download data TRMM satelit di web giovanni.gfsc.nasa.gov


2. Sorting data BMKG dan TRMM dari besar ke kecil
3. Bentuk 3 kuartil sehingga didapat 3 bagian
4. Bagi data TRMM dengan data BMKG dan didapatkan probabilitas
5. Tentukan rumus dengan logaritma natural (ln)
6. Masukkan data TRMM lalu dikali dengan probabilitas
7. Data hujan telah terkoreksi

Tabel 4. 1 Sorting data TRMM dan data BMKG

Sumber: Excel

39
Tabel 4. 2 Kuartil, data TRMM dibagi dengan data BMKG, Probabilitas

Sumber: Excel

Tabel 4. 3 Hasil data hujan terkoreksi

Sumber: Excel

40
4.3 Perhitungan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Sungai Ciwado
4.3.1 Pengumpulan Data Iklim
Dalam melakukan pengumpulan data iklim, dilakukan dengan mengunduh
data Stasiun 1 pada situs http://data.bmkg.co.id. Data iklim yang dikumpulkan
berupa data temperatur, kelembapan, kecepatan angin, dan durasi penyinaran
matahari. Data-data iklim tersebut dapat dilihat pada bab sebelumnya.

4.3.2 Perhitungan Evapotranspirasi (ETo)


Evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) adalah evapotranspirasi yang terjadi
pada tanaman acuan, yaitu tanaman rumput yang tumbuh pada suatu lahan dengan
ketinggian tanaman 12 cm dari permukaan tanah dan kebutuhan airnya tercukupi
dengan baik. Perhitungan besarnya evapotranspirasi tanaman acuan diperlukan,
misalnya untuk menentukan kebutuhan air bagi tanaman (ETt). Kebutuhan air
bagi tanaman dihitung dari perkalian nilai koefisien tanaman (Kc) dengan
besarnya evapotranspirasi tanaman acuan.

Perhitungan Evapotranspirasi dilakukan dengan metode Penman Moneteith.


Berikut merupakan tahapan perhitungan evapotranspirasi pada DAS Kali
Bantimurung dengan menggunakan data klimatologi rata-rata dari tahun 2008-
2019 yang diambil dari data stasiun:

Diketahui:
- Suhu rata-rata = 27.074 °𝐶�
- Kecepatan angin rata-rata = 2.73 𝑚�/𝑠�
- Kelembapan rata-rata = 85.37 %
- Lama Penyinaran rata-rata = 3.72 jam/hari
- Tekanan Udara rata-rata = 101.006 Kpa
Tahapan Perhitungan:
1. Menghitung tekanan uap jenuh (es) pada bulan januari:
√17.27 ∗ 𝑇 √17.27 ∗ 27.074
𝑒𝑠 = 0.611 ∗ = 0.611 ∗ = 3.58
𝑇 + 237.3 27.074 + 237.3
2. Menghitung tekanan uap aktual (ea) pada bulan januari:
3.58 ∗ 85.37
𝑒𝑎 = 𝑒𝑠 ∗ 𝑅𝐻 = = 3.05
100

41
3. Mengurangi nilai tekanan uap jenuh dengan nilai tekanan uap aktual pada
bulan januari
𝑒𝑠 − 𝑒𝑎 = 3.58 − 3.05 = 0.52
4. Perkalian tekanan uap jenuh dengan konstanta
4098 ∗ 𝑒𝑠 = 14679.14
5. Perkalian tekanan udara rata-rata dengan konstanta
0.00163 ∗ 𝑃 = 0.164
6. Perhitungan nilai panas laten berdasarkan data suhu udara dan
menggunakan persamaan sebagai berikut
𝜆 = �2, 501 − (2, 361 ∗ � 10;3 )𝑇
Keterangan:
𝜆 : Panas laten untuk penguapan
𝑇 : Suhu Rata-rata
𝜆 = �2, 501 − (2, 361 ∗ � 10;3 )27.074 = 2.43
7. Hitung besarnya nilai konstanta psikrometrik menggunakan persamaan
sebagai berikut
𝐶𝑝 ∗ 𝑃
𝛾=
𝜀∗𝜆
Keterangan:
𝛾 : Konstanta Psikometrik (kPa/oC).
𝐶𝑝 : Nilai panas spesifik udara lembap =1,013 kJ/kg/Oc.
𝑃 : Tekanan Atmosfer (kPa)
𝜀 : Nilai perbandingan berat molekul uap air dengan udara kering (=
0,622).
𝜆� : Panas laten untuk penguapan (MJ/kg).
0.00163 ∗ 𝑃 0.164
𝛾= = = 0.067
𝜆 2.43
8. Menghitung nilai kuadrat dari (T� � + 237.3), didapatkan hasil sebagai
berikut
(𝑇 + 237.3)2 = (27.074� + 237.3)2 = 90224.55
9. Menghitung nilai kmiringan kurva tekanan uap (∆) dengan persamaan
sebagai berikut
4098 ∗ 𝑒𝑠 14679.14
∆= 2
= = 0.162
(𝑇 + 237.3) 90224.55
10. Pembagian konstanta dengan suhu dalam kelvin

42
900 900
= = 3.404
𝑇 + 237,3 264,374
11. Perkalian kecepatan angin (U), (𝑒𝑠 − 𝑒𝑎 ), konstanta psikrometrik dan
langkah 10
900
𝑈 ∗ (𝑒𝑠 − 𝑒𝑎 ) ∗ 𝛾 ∗ = 2.73 ∗ 0.52 ∗ 0.067 ∗ 3.404 = 0.7
𝑇 + 237,3
12. Menghitung besarnya nilai sudut dklinasi (δ) berdasarkan persamaan
sebagai berikut
𝛿 = 0.409 sin(0.0172�𝐽 − 1.39)
Keterangan:
J : Nomor urut hari dalam setahun
J : 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑔𝑒𝑟(30.42𝑀 − 15.23) + 2, dengan M adalah bulan (1-12)
𝛿 = 0.409 sin(0.0172 ∗ 15 − 1.39) = −0.37
13. Menghitung besarnya jarak relative matahari dengan bumi (dr) dengan
persamaan sebagai berikut
𝑑𝑟 = 1 + 0,033�cos(0,0172𝐽) = 1 + 0,033�cos(0,0172 ∗ 15) = 1.03
14. Menentukan nilai sudut saat matahari terbenam (ωs) berdasarkan data
letak lintang stasiun dengan persamaan sebagai berikut
ωs = arccos(−tanΨtanδ)�
Nilai Latitude(lintang): −6.755� = � −0.1179�dalam radian
ωs = arccos(− tan(−0.1179) tan(1.03)) = 1.616
15. Menentukan nilai radiasi ekstraterestrial (Ra) berdasarkan sebagai berikut
𝑅𝑎 = 37,6�𝑑𝑟(ωs�sinΨ�sinδ + cosΨcosδ�sinωs�)
Keterangan:
Ra : Jarak relatif antara bumi dan matahari.
Δ : Sudut deklinasi matahari (rad).
Ψ : Letak lintang (rad).
𝜔�s : Sudut saat matahari terbenam (rad).
𝑅𝑎 = 38.551
16. Menghitung nilai radiasi matahari (𝑅𝑠) berdasarkan nilai radiasi
ekstraterestrial dengan data lama penyinaran matahari
𝑛
𝑅𝑠 = (0.25 + 0.5 ) 𝑅𝑎
𝑁
Keterangan:
N : Lama matahari bersinar dalam satu hari (jam).
N : Lama maksimum matahari bersinar dalam satu hari (jam).

43
𝑅𝑎 : Radiasi matahari ekstraterestrial (MJ/m2/hari).
3.72
𝑅𝑠 = (0.25 + 0.5 ) 38.551 = 15.449
12.35
17. Menghitung faktor penutupan awan berdasrkan data lama penyinaran
matahari menggunakan persamaan sebagai berikut
𝑛 3.72
𝑓 = (0.9 ) 0.1 = (0.9 ) 0.1 = 0.37
𝑁 12.35
18. Menghitung besarnya radiasi gelombang pendek (Rns) berdasarkan nilai
radiasi matahari
𝑅𝑛𝑠 = (1 − 𝛼)𝑅𝑠
Keterangan:
𝛼 : Koefisien pantulan radiasi tajuk = 0.23
𝑅𝑠 : Radiasi Matahari (MJ/m2/hari)
𝑅𝑛𝑠 = (1 − 0.23)15.449 = 11.89
19. Menghitung nilai emisivitas atmosfer berdasarkan persamaan sebagai
berikut
𝜀′ = 𝜀𝑎 − 𝜀𝑣𝑠 = (0.34 − 0.14√𝑒𝑎
Keterangan:
𝜀′ : Emisivitas atmosfer
𝑒𝑎 : Tekanan uap air aktual (kPa)
𝜀′ = 0.34 − 0.14√3.05 = 0.095
20. Menentukan nilai hasil perkalian antara konstanta Stefan-Boltzman dan
pangkat empat suhu Kelvin
𝑘 = 4.9 ∗ 10;9
𝑘(𝑇 + 273.14)4 = 4.9 ∗ 10;9 (27.074 + 273.14)4 = 39.803
21. Menentukan Hasil radiasi gelombang Panjang (Rnl) dengan persamaan
sebagai berikut
𝑅𝑛𝑙 = 𝑅𝐼𝑑 + 𝑅𝐼𝑢 = 𝑓(𝜀𝑎 − 𝜀𝑣𝑠 )𝜎𝑇𝑘 4
Keterangan:
𝑅𝑛𝑙 : Radiasi gelombang panjang (MJ/m2/hari).
𝑅𝐼𝑢 : Radiasi termal yang dipancarkan oleh tanaman dan tanah ke
atmosfer (MJ/m2/hari).

44
𝑅𝐼𝑑 : Radiasi gelombang panjang termal yang dipancarkan dari
atmosfer (MJ/m2/hari).
f : Faktor penutupan awan.
𝜀𝑎 : Emisivitas efektif atmosfer.
𝜀𝑣𝑠 : Nilai emisivitas oleh vegetasi dan tanah » 0,98 (Jensen dkk, 1990)
σ : Nilai konstanta Stefan-Boltzman = 4,90 x 10-9 MJ/m2/K4/hari.
𝑇𝑘 : Suhu udara rata-rata, (K).
𝑅𝑛𝑙 = 0.37 ∗ 0.095 ∗ 39.803 = 1.201
22. Menghitung besarnya nilai radiasi netto dengan persamaan sebagai berikut
𝑅𝑛 = 𝑅𝑛𝑠 − 𝑅𝑛𝑙 = 11.89 − 1.201 = 10.69
23. Menentukan perkalian antara konstanta, radiasi netto dengan kemiringan
kurva tekanan uap
0.408(𝑅𝑛 )(∆) = 0.408 ∗ 10.69 ∗ 0.162 = 0.709
24. Menjumlahkan langkah 11 dengan langkah 23
0.7 + 0.709 = 1.409
25. Berdasarkan data kecepatan angin, kemiringan kurva tekanan uap,
konstanta psikrometrik dihitung
(∆ + 𝛾(1 + 0.34𝑈)) = 10.69 + 0.067(1 + 0.34 ∗ 2.73) = 0.293
26. Menghitung besarnya nilai ETo dengan membagi hasil langkah 24 dengan
hasil langkah 25
1.409
𝐸𝑇𝑜 = = 4.809
0.293

Tabel 4. 4 Perhitungan Evapotranspirasi ke-1

Sumber: Excel

45
Tabel 4. 5 Perhitungan Evapotranspirasi ke-2

Sumber: Excel

4.3.3 Nilai Perkolasi (P)


Penentuan nilai perkolasi tanah sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah.
Berdasarkan Standar Kriteria Perencanaan Irigasi KP-01, laju perkolasi normal
pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 mm/hari
sampai 3 mm/hari. Nilai perkolasi yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan
air pada sistem irigasi DAS Sungai Ciwado adalah merupakan nilai asumsi
sebesar 2 mm/hari. Hal ini dikarenakan tidak dilakukannya penelitian kemampuan
tanah secara langsung pada daerah yang ingin digunakan.

4.3.4 Perhitungan Curah Hujan Efektif (R50 dan R80)


Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah bulanan diambil 80%
dari curah hujan rata-rata tengah bulanan dengan kemungkinan tidak terpenuhi
sebesar 20%. Curah hujan efektif ini didapat dari analisis curah hujan. Analisis
curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan :

a) Curah hujan efektif, di mana dibutuhkan utnuk menghitung kebutuhan


irigasi. Curah hujan efektif atau andalan adalah bagian dari keseluruhan
curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman.
b) Curah hujan lebih (excess rainfall) dipakai untuk menghitung kebutuhan
pembuangan/drainase dan debit banjir. Jadi yang dimaksud Re=Rh adalah
curah hujan efektif. Sedangkan R80 adalah curah hujan dengan
kemungkinan 80% terjadi. Cara mencari R80 adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data curah hujan bulanan dalam kurun waktu “n”
tahun dari beberapa stasiun curah hujan yang terdekat dengan daerah

46
rencana pengembangan irigasi. Jika hanya ada „satu‟ stasiun
hujan,maka diperlukannya kalibrasi dengan data satelit giovanni.
2. Merata-ratakan data curah hujan dari beberapa stasiun yang diperoleh.
Jika data hanya satu, maka hasil kalibrasi dan pengisian data kosong
menjadi curah hujan terkoreksi bisa dipakai.
3. Mengurutkan (sorting) data curah hujan per bulan tersebut dari yang
terkecil hingga terbesar.
4. Mencari probabilitas semua data dengan menggunakan persamaan
Weibull.
5. Mencari R80 dan R50 menggunakan metode interpolasi linier
(forecast).
𝑚
𝑝= 100%
𝑛+1
Keterangan:
p : Probabilitas
m : nomor urut data
n : jumlah data
Selanjutnya kita perlu menghitung nilai R50 dan R80 untuk masing-masing bulan.
Nilai tersebut diperoleh dari interpolasi nilai-nilai curah hujan yang sudah
diurutkan probabilitasnya. Lalu, kita menghitung debit untuk masing-masing
bulannya untuk menghitung kebutuhan air setiap bulannya. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung debit adalah :
𝑄 =𝐶∗𝐼∗𝐴
Keterangan:
Q : Debit Rasional (m3/s)
C : Koefisien Runoff
I : Intensitas Hujan (mm/s)
A : Luas DAS (m2)

47
Tabel 4. 6 Perhitungan Curah Hujan R50 dan R80 dari Data Hujan Terkoreksi

Sumber: Excel

Curah hujan efektif dilakukan dengan cara membagi setiap bulannya menjadi dua
periode, yaitu dua minggu pertama dan dua minggu kedua karena untuk kasus
sawah sangat penting untuk mengetahui hujan untuk kurun waktu tertentu agar
tidak terjadi kekurangan atau kelebihan air secara tiba-tiba.

Perhitungan curah hujan efektif dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai


berikut ini:

1. Menghitung R80 (untuk padi) dan R50 (untuk palawija)


- Data disusun dari nilai terbesar hingga terkecil
- Mencari probabilitas dengan menggunakan persamaan weibull:
𝑚
𝑝= 100%�
𝑛+1
Keterangan :
m : Nomor urut data
n : Jumlah data
- Dicari data yang memiliki probabilitas 80% (untuk padi) dan 50% (untuk
palawija). Perhitungan probabilitas ini dapat dilakukan dengan interpolasi.

48
Untuk lebih jelasnya, akan diberikan salah satu contoh perhitungan untuk
mencari R80 (untuk padi) dan R50 (untuk palawija).

- Data curah hujan yang telah didapat diurutkan dari data yang terbesar ke
data yang terkecil.
- Menghitung probabilitas, misalnya untuk data urutan ke-1

𝑚
𝑝= ∗ 7.69%
12 + 1

- R80 adalah data curah hujan yang memiliki probabilitas 80%, namun
berdasarkan data diatas, probabilitas 80% ada diantara probabilitas 72%
(data urutan ke-8)-81% (data urutan ke-9). Oleh karena itu untuk
mendapatkan R80 dilakukan interpolasi antara urutan ke-8 dan ke-9
- Lakukan hal yang sama untuk mencari R50

2. Menghitung angka pembanding


Perhitungan angka pembanding dapat dihitung dengan formulasi sebagai
berikut ini (untuk padi):
- Angka Pembanding Bulan ke-1
1
𝑅80�𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑘𝑒;𝑛 = (𝑅80�𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑘𝑒;𝑛 − 𝑅80�𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑘𝑒;𝑛;1 )
4
- Angka Pembanding Bulan ke-2
1
𝑅80�𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑘𝑒;𝑛 = (𝑅80�𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑘𝑒;𝑛 − 𝑅80�𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑘𝑒;𝑛:1 )
4
3. Menghitung Re persetengah bulanan
Perhitungan Re setengah bulanan dapat dihitung dengan formulasi:

𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎�𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔�1
𝑅𝑒1𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛�𝑘𝑒;1 (𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑛) = 𝑅
2 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙�𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎�𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑛 80�𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑛

𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎�𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔�2
𝑅𝑒1𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑎𝑛�𝑘𝑒;2 (𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑛) = 𝑅
2 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙�𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎�𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑛 80�𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛�𝑛

4. Menentukan faktor pengali


Faktor pengali dapat ditentukan berdasarkan Re persetengah bulanan
berdasarkan tabel di bawah ini:

49
- Padi
Tabel 4. 7 Faktor pengali untuk Padi

Sumber: Excel
- Palawija
Tabel 4. 8 Faktor pengali untuk Palawija

Sumber: Excel
5. Menghitung Curah Hujan Efektif
Perhitungan curah hujan efektif dapat dicari dengan formasi berikut:
- Untuk Padi
1
𝑅𝑒80 = 𝑅80 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 ∗ 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟�𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑖�𝑅𝑒
4
- Untuk Palawija
1
𝑅𝑒50 = 𝑅50 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 ∗ 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟�𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑖�𝑅𝑒
4

50
Tabel 4. 9 Perhitungan Curah Hujan Efektif Padi Tabel 4. 10 Perhitungan Curah Hujan Efektif Palawija

Sumber: Excel Sumber: Excel

Sumber: Excel
Gambar 4. 3 Grafik Curah Hujan Efektif Padi dan Palawija

4.3.5 Perhitngan WLR


Penggantian lapisan air sesuai dengan ketentuan KP01 irigasi adalah sebagai
berikut:

1. Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan


air menurut kebutuhan.

51
2. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2
kali setiap bulannya, masing-masing 50 mm setiap ½ bulannya (atau 3.3
mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah
transplantasi.

Tujuan penggantian lapisan air sawah (Water Level Replacement/WLR) adalah


untuk mencegah terjadi penumpukan garam akibat penggenangan air secara terus
menerus. Karena pada dasarnya air yang mengalir menuju sawah pasti
mengandung kadar garam, meskipun relatif kecil, sehingga apabila air hanya
dialirkan dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman tanpa dilakukan sirkulasi
keluar-masuk air, maka dikhawatirkan akan terjadi penumpukan garam berlebih
yang menyebabkan penurunan produktivitas tanaman pangan.
50 50
𝑊𝐿𝑅 = − = 3.3�𝑚𝑚/𝑕𝑎𝑟𝑖
1 15
2 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛

4.3.6 Perhitungan Koefisien Tanam


Koefisien tanaman digunakan untuk mengetahui banyaknya air yang
digunakan oleh tanaman untuk tumbuh, dan nantinya akan digunakan untuk
menghitung ETc dan kebutuhan air secara keseluruhan.

Tabel 4. 11 Koefisen Tanaman Untuk Padi dan Palawija

Sumber: Excel

Pada tugas besar ini, tanaman yang dipakai adalah padi FAO varietas biasa (warna
hijau) dan tanaman palawija (warna ungu ). Pola tanam yang digunakan adalah
Padi – Padi – Palawija.

52
Penentuan koefesien tanaman dilakukan setelah tahap LP (45 hari). Karena
perhitungan koefesien tanaman itu berdasarkan 3 alternatif pola tanam, maka
diambil nilai rata-ratanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4. 12 Koefisien Golongan A

Sumber: Excel

Tabel 4. 13 Koefisien Golongan B

Sumber: Excel

Tabel 4. 14 Koefisien Golongan C

Sumber: Excel

4.3.7 Perhitungan ETc, NFR dan DR


Perhitungan penguapan oleh tanaman pangan (ETc) dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
𝐸𝑇𝑐 = 𝐾𝑐 ∗ 𝐸𝑇𝑜
Keterangan:
𝐸𝑇𝑐 : Evaporasi Tanaman (mm/hari)
𝐾𝑐 : Koefisin Tanaman
𝐸𝑇𝑜 : Evapotranspirasi Acuan (mm/hari)

Menghitung kebutuhan air sawah yang diperlukan dari suplai saluran, karena
tidak dapat dipenuhi dari hujan efektif yang jatuh di sawah (NFR). Dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut ini:
𝑁𝐹𝑅 = 𝐸𝑇𝑐 + 𝑃 − 𝑅𝑒 + 𝑊𝐿𝑅
Keterangan:
𝐸𝑇𝑐 : Evaporasi Tanaman (mm/hari)
𝑃 : Kehilangan air akibat perkolasi (mm/hari)
𝑊𝐿𝑅 : Penggantian lapisan air (mm/hari)
𝑅𝑒 : Curah hujan efektif yang jatuh ke sawah (mm/hari)

Menghitung kebutuhan kapasitas saluran (Diversion Requirement/DR), dapat


dihitung menggunakan persamaan berikut :

53
𝑁𝐹𝑅
𝐷𝑅 =
𝜂 ∗ 8.64
Keterangan:
𝑁𝐹𝑅 : Kebutuhan air di sawah (mm/hari)
𝜂 : Efektivitas pengaliran melalu saluran gabungan
8.64 : koefisie konversi dari (mm/hari) ke (lt/detik/ha)
Catatan:
DR komposit merupakan pembagian antara DR dengan efisiensi saluran yang
diasumsikan jalur pengaliran adalah sebagai berikut :
1. Primer
Air diambil menggunakan saluran primer, dengan tingkat kehilangan air
10%, kemudian ditransmisikan ke saluran sekunder dengan tingkat
kehilangan air 10%, kemudian dialirkan ke saluran tersier dengan tingkat
kehilangan air 20%, baru sampai ke sawah. Sehingga kehilangan air
komposit sebesar 35.2% sepanjang penyaluran dari sumber air sampai ke
sawah.
2. Sekunder
Air diambil menggunakan saluran sekunder, dengan tingkat kehilangan air
10%, kemudian dialirkan ke saluran tersier dengan tingkat kehilangan air
20%, baru sampai ke sawah. Sehingga kehilangan air komposit sebesar
28% sepanjang penyaluran dari sumber air sampai ke sawah.
3. Tersier
Air diambil menggunakan saluran tersier, dengan tingkat kehilangan air
20% sampai ke sawah. Sehingga kehilangan air sebesar 20% sepanjang
penyaluran dari sumber air sampai ke sawah.

54
Tabel 4. 15 Kebutuhan Air Golongan A

Sumber: Excel

Tabel 4. 16 Kebutuhan Air Golongan B

Sumber: Excel

Tabel 4. 17 Kebutuhan Air Golongan C

Sumber: Excel

55
4.4 Evaluasi Keseimbangan Air Daerah Irigasi Sungai Ciwado
4.4.1 Luas Sawah Maksimum yang Dapat Dialiri
Untuk memperjelas perhitungan dari tabel di atas, akan diberikan contoh
perhitungan luas sawah rencana yang dapat diairi. Data yang dipakai sebagai
contoh perhitungan adalah data pola tanam C pada bulan awal Oktober yang dapat
dilihat dari tabel diatas.

Untuk merancang suatu jaringan air irigasi, maka diperlukan suatu analisis
terhadap ketersediaan air, sehingga jaringan irigasi yang sedang kita rencanakan
bisa optimal dalam mengairi sawah/lahan. Ketersediaan air juga menentukan
seberapa besar luas areal lahan yang dapat kita airi. Selanjutnya, akan dicari pola
tanam manakah yang akan memberikan luasan maksimum untuk penanaman,
berikut adalah hasil tabulasi dari pola tanam.

Keterangan:
1. Pola tanam merupakan tabel yang berisi kombinasi IR (Irrigation
Requirement) untuk masing-masing dan kombinasi pola tanam untuk
masing-masing periode ½ bulannya.
2. Luas layanan maksimum merupakan besaran luas lahan yang dapat diairi
pada suatu periode ½ bulan tertentu. Perhitungannya menggunakan debit
andalan 80% (Q80) yang dikonversi menjadi kubik kemudian dibagi
dengan IR (Irrigation Requirement) pada suatu periode masa tanam ½
bulanan yang akan ditinjau.

Tabel 4. 18 Perhitungan Alternatif IR dan luas Layanan

Sumber: Excel

56
4.4.2 Luas Sawah Rencana yang Dapat Dialiri
Luas sawah rencana yang dapat diairi dihitung berdasarkan alternatif pola tanam
yang telah dibuat. Alternatif tersebut dikelompokkan menurut nilai IR yang telah
dihitung berdasarkan pola tanam. Terdapat 6 alternatif yang akan dibuat, yaitu:
1. Alternatif 1 = Golongan A
2. Alternatif 2 = Golongan B
3. Alternatif 3 = Golongan C
4. Alternatif 4 = Golongan A + B
5. Alternatif 5 = Golongan B + C
6. Alternatif 6 = Golongan A + B + C

Setelah dibuat ke-6 alternatif bedasarkan nilai IR, dihitung luas layanan yang
dapat diairi oleh debit andalan yang ada. Luas layanan dapat dihitung dengan cara
membagikan nilai debit andalan (Q80 untuk padi dan Q50 untuk palawija) dengan
nilai IR.

Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan disajikan tabel mengenai ke-6 alternatif
yang disusun berdasarkan IR dan luas layanan masing-masing alternative.

Penting untuk dicatat bahwa tujuan dari perhitungan luas sawah rencana yang
dapat diairi menggunakan persamaan Q80 (debit andalan untuk padi yang
mengalir pada periode tertentu) dibagi dengan IR (Irrigation Requirement) dengan
satuan lt/dt/ha, sehingga didapatkan hasil dengan satuan hektar, yang menyatakan
luas sawah maksimal yang dapat dipenuhi kebutuhan airnya dalam satu periode
waktu tertentu.

Tabel 4. 19 Luas Maksimal Layanan, Maksimal DR, dan Golongan yang dipakai

Sumber: Excel

57
Adapun dari hasil perhitungan dan pemilihan alternatif, didapatkanlah bahwa
alternatif pola tanam C adalah yang terbaik, karena dapat memenuhi kebutuhan
sawah maksimum seluas 2322.18 hektar. Adapun kebutuhan air irigasi
maksimumnya sebesar 2.049 liter/detik/hektar.

4.4.3 Keseimbangan Air


Kebutuhan air dan ketersediaan air di lahan haruslah seimbang. Untuk
mengetahui hal tersebut maka dapat di gunakan neraca air. Neraca air merupakan
neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga
dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun
kekurangan (defisit).

Dalam perhitungan neraca air, debit kebutuhan pada suatu lahan akan
dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah bulan dan luas daerah
yang bisa diairi.

Apabila debit andalan lebih besar daripada debit kebutuhan, maka sepanjang
musim tanam, sawah akan cukup terairi dan tidak akan kekurangan air bisa juga
kelebihan air (surplus). Namun apabila debit andalan lebih kecil dari pada debit
kebutuhan maka selama musim tanam, sawah akan kekurangan air (defisit).

Berikut ini akan dijelaskan lebih dalam mengenai debit andalan dan debit
kebutuhan :

1. Debit Andalan (Q50 & Q80)


Debit andalan adalah debit yang tersedia sepanjang tahun dengan besarnya
resiko kegagalan tertentu menurut pengamatan dan pengalaman. Debit
andalan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut ini.
𝑄 =𝐶∗𝐼∗𝐴
Keterangan:
Q : Debit Rasional (m3/s)
C : Koefisien Runoff
I : Intensitas Hujan (mm/s)
A : Luas DAS (m2)

58
Dalam perhitungan tugas besar ini, ada 2 debit andalan yang digunakan
yaitu Q50 & Q80. Untuk masa tanam padi digunakan Q80. Sedangkan
untuk masa tanam palawija digunakan Q50.
Untuk memperjelas mengenai perhitungann debit andalan, akan diberikan
contoh perhitungan debit andalan (Q50) untuk palawija pada bulan
Oktober:
𝑄50𝑜𝑘𝑡𝑜𝑏𝑒𝑟 = 𝐶 ∗ 𝐼 ∗ 𝐴
𝑅50
𝑄50𝑜𝑘𝑡𝑜𝑏𝑒𝑟 = 𝐶 ∗ ∗𝐴
𝑡
𝑄50𝑜𝑘𝑡𝑜𝑏𝑒𝑟 = 2.92�𝑚3 /𝑠

2. Debit yang dibutuhkan


Debit kebutuhan adalah debit yang dibutuhkan untuk mengairi petak
sawah yang ada. Debit kebutuhan dapat dihitung dengan cara:
𝐼𝑅 ∗ 𝐴
𝑄𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ =
1000
Keterangan:
IR : Kebutuhan Irigasi (ha)
A : Luas layanan Total (ha)
Untuk memperjelas mengenai perhitungann debit kebutuhan, akan
diberikan contoh perhitungan debit kebutuhan untuk padi pada bulan
November awal:
0.72 ∗ 1000
𝑄𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ =
1000
𝑄𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ = 0.72�𝑚3 /𝑠

Agar terlihat jelas perbandingan antara Q kebutuhan dan Q andalan selama


1 tahun, akan disajikan grafik dan tabel yang ada di bawah ini. Dalam
grrafik Water Balance dibawah ini dapat terlihat bahwa nilai Q andalan
lebih besar daripada Q kebutuhan. Maka dari itu, Daerah Irigasi Sungai
Ciwado ini tidak akan kekurangan air.

59
Tabel 4. 20 Water Balance ke-1

Sumber: Excel

Tabel 4. 21 Water Balance ke-2

Sumber: Excel

Sumber: Excel
Gambar 4. 4 Grafik Q andalan dan Q kebutuhan

Kesimpulan untuk keseimbangan air:


Kesimpulan yang dapat diambil ialah dari grafik water balance bahwa
kebutuhan air belum bisa tercukupi untuk bulan juli awal hingga
pertengahan september, maka dari itu dibutuhkan bangunan untuk
menampung air sehingga pada musim kemarau atau sedang defisit air bisa
terpenuhi kebutuhannya.

60
BAB 5

PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN

5.1 Perencanaan Saluran Supply


Dimensi saluran dan bentuk saluran perlu diperhatikan agar didapatkan
saluran proporsional sesuai standar, sehingga stabil apabila digunakan untuk
mengalirkan air. Dalam melakukan perancangan, tahapan-tahapan yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Tampang Memanjang Saluran


Pada setiap saluran dibuat tampang memanjang yang digunakan untuk
mengetahui :
- Elevasi muka tanah asli yang diperoleh dari ketinggian garis kontur
pada peta cetak biru Daerah Irigasi Sungai Ciwado dengan skala
1:10000.
- Elevasi dasar saluran dengan memperhitungkan debit air saluran.
- Panjang saluran sesuai dengan jarak terjauh yang perlu diairi,
dihitung dari titik bendung dan ditarik mengikuti saluran sampai ke
titik terjauh.
- Elevasi saluran bergantung pada titik tertinggi dari masing-masing
saluran.
- Tinggi/dalamnya timbunan maupun galian maksimum.
- Tinggi muka air minimum sebagai kontrol.

2. Tampang Melintang Saluran


Dimensi saluran baik saluran primer maupun saluran sekunder ditentukan
berdasarkan kebutuhan air maksimum yang diperhatikan menurut luas
daerah yang dialiri, yaitu:
- Untuk masing-masing trase saluran, misalnya saluran primer,
berarti berdasarkan besarnya debit yang harus dialirkan melewati
trase saluran tersebut.

61
- Besarnya debit yang harus dialirkan dihitung dengan parameter
luas petak sawah yang harus diairi dan efisiensi saluran.
- Efisiensi saluran primer sebesar 90%, saluran sekunder 90%, dan
saluran tersier 80%; dengan efisiensi gabungan

5.1.1 Perencanaan Saluran Supply


Perencanaan saluran pada pelaksanaannya perlu ditinjau terlebih dahulu dari
beberapa tinjauan, seperti :

1. Ditinjau dari segi ekonomi, maka untuk saluran irigasi umumnya


dipergunakan saluran tanah meskipun demikian pada tempat-tempat
tertentu dimana tidak memungkinkan dipergunakan saluran tanah,
maka saluran tersebut dapat diproteksi dengan mortar, dengan teknik
pudel, blanket, atau diberi pasangan batu atau beton.
2. Penampang saluran biasanya berbentuk trapesium. Mengapa
trapesium? Karena dengan material tanah, bentuk trapesium adalah
bentuk paling stabil, dan bentuk persegi atau persegi panjang dengan
kemiringan dinding tegak hanya bisa dicapai apabila menggunakan
perkuatan batu atau beton pracetak.
3. Kecepatan aliran yang dipergunakan adalah 0.25−0.70 m/detik untuk
saluran tanah dan 𝑣�= 0.25−3.00 m/detik� untuk saluran pasangan.
Pembatasan ini diperlukan karena apabila terlalu cepat, menyebabkan
erosi di sepanjang saluran air sehingga struktur menjadi tidak stabil.
4. Lebar dasar minimum (b) = 0.1 meter.
5. Perbandingan antara lebar dasar saluran (b), dalamnya air (h),
kecepatan (v), minimum freeboard/walking (f), kemiringan talud
saluran, serta koefisien kekasaran saluran yang bergantung dari
besarnya debit yang dialirkan.
6. Lengkung saluran yang diperkenankan bergantung pada :
a) Ukuran dan kapasitas saluran
b) Jenis tanah
c) Kecepatan aliran.

62
Untuk saluran tanah, radius kelengkungan minimum diambil tujuh kali lebar
permukaan air rencana. Freeboard atau tinggi jagaan pada saluran harus
memperhitungkan tinggi tegak muka air rencana dihitung dari dasar saluran.
Pertimbangannya adalah agar saluran dapat mengalirkan air ketika banjir dan
tidak meluap.

Dalam tugas besar ini, bentuk penampang saluran yang digunakan adalah bentuk
trapesium. Pendimensian saluran supply yang akan dicari pada bagian ini adalah :

1. Efisiensi Saluran
2. 𝐼� atau slope, yang merupakan kemiringan saluran.
3. Debit yang akan dialirkan melalui trase saluran tertentu.
4. m,� besar bilangan pembanding kemiringan dinding saluran bidang
horizontal (dengan nilai sisi vertikalnya adalah 1).
5. n,�perbandingan antara lebar saluran di bagian dasar dengan kedalaman air
6. 𝑘�, merupakan koefisien strickler (kekasaran) yang nilainya bergantung
pada besarnya debit yang akan dialirkan dalam suatu saluran.
7. 𝑏�, merupakan lebar penampang di bagian dasar saluran.
8. ℎ, merupakan kedalaman aliran air.
9. 𝑓�, freeboard, merupakan tinggi jagaan.
10. 𝑑�, merupakan kedalaman air ditambah dengan tinggi jagaan.
11. 𝑃�, merupakan luas penampang saluran yang telah memperhitungkan
tinggi jagaan.
12. 𝑣�, merupakan kecepatan air yang mengalir pada saluran.

5.1.2 Pendimensian Saluran Supply


Dalam menentukan dimensi saluran pembawa, baik itu primer, sekunder, ataupun
tersier, diperlukan perhitungan dengan mengikuti langkah-langkah berikut :

1. Menentukan Daerah Layanan


Luas daerah layanan ditentukan dengan menghitung luas petak yang
dilayani tiap saluran. Untuk luas daerah aliran saluran tersier, didapat
dengan menghitung luas petak yang terdapat saluran tersier tersebut.
Untuk luas daerah layanan saluran sekunder, didapat dengan

63
menjumlahkan luas layanan saluran tersier yang mendapatkan air dari
saluran sekunder tersebut. Untuk luas daerah layanan saluran primer,
didapat dengan menjumlahkan luas layanan saluran sekunder yang
mendapatkan air dari saluran primer tersebut.

2. Menentukan Kemiringan Saluran


Kemiringan saluran rata-rata (i) metode dua titik dicari dengan mencari
beda elevasi antara titik bendung dengan elevasi titik sawah terendah;
kemudian dibagi dengan panjang saluran terjauh.
𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖�𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖�𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎𝑕
𝑖=
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔�𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛

3. Menentukan IR
Nilai IR diambil dari nilai IR maksimum dari ke-6 alternatif yang ada.
Berdasarkan perhitungan sebelumnya yang, nilai IR terbesar adalah 2.049
l/dt/ha.

4. Menghitung Debit Aliran


Nilai Q (m3/det) didapat dengan menggunakan parameter IR, luas daerah
layanan untuk masing-masing trase saluran, dan efisiensi gabungan yang
didapat dari jenis saluran terkait.
𝐿𝑢𝑎𝑠�𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎𝑕�𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛�𝑥�𝐼𝑅
𝑄=
𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖�(𝜇)

5. Menentukan nilai kemiringan talud (m), nilai koefisien n=b/h, dan


koefisien kekasaran strickler (k)
Ketiga koefisien diatas dapat dicari menggunakan parameter Q (debit
aliran rencana) bersamaan dengan tabel dibawah ini :

64
Tabel 5. 1 Nilai Kemiringan Talud, koefisien n=b/h dan Strikler

Sumber: Excel

6. Mengasumsikan lebar dasar saluran awal (b) adalah 1


Untuk menghitung lebar dasar saluran, lakukan asumsi terlebih dahulu.
Asumsikan b=1. Selanjutnya, akan kita analisa dari efisiensi saluran.
Efisiensi saluran dihitung dari perbandingan debit pengambilan (Q)
dengan debit di saluran(Q‟). Dalam perancangan ini diharapkan
efisiensinya baik, yaitu mendekati satu.

7. Menghitung kedalaman aliran air (h)


Kedalaman aliran (h) dapat dihitung melalui perbandingan lebar dasar
saluran (b) dengan nilai (n).

8. Menghitung luas penampang basah (A)


Luas penampang basah (A) dapat dicari menggunakan rumus :
𝐴 = 𝑏�𝑕 + 𝑚�𝑕2

9. Menghitung keliling basah (P)


Menghitung keliling basah dapat digunakan persamaan:

𝑃 = 𝑏 + 2𝑕√𝑚2 + 1

65
10. Menghitung jari-jari hidrolis (R)
Jari-jari hidrolis dapat dihitung menggunakan persamaan
𝑅� = �𝐴�𝑃�

11. Menghitung kecepatan aliran


Kecepatan aliran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan strickler
2 1
berikut : 𝑣 = 𝑘𝑅 3 𝑆 2

12. Menghitung nilai Q‟


Q‟merupakan debit dari parameter hasil dari proses “Goal Seek”, sehingga
nilainya mendekati nilai rencana. Namun karena merupakan hasil
pendekatan, dibutuhkan nilai Q baru yang merupakan hasil dari parameter
desain; dapat dicari menggunakan rumus : 𝑄′� = �𝐴� + �𝑣

13. Menghitung nilai Q/Q'


Nilai Q dan Q‟ pada perhitungan haruslah saling mendekati satu sama lain,
sehingga perbandingan antara keduanya haruslah mendekati 1.
𝑄
= 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛�𝑄�𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎�𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛�𝑄�𝑝𝑎𝑟𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟�𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛
𝑄′
14. Lakukan pembulatan pada nilai b dan h
Dalam prosesnya, nilai b dan h mengandung banyak angka penting,
sehingga dalam proses selanjutnya terkadang menyulitkan. Oleh sebab itu,
dibutuhkan proses pembulatan sehingga lebih sederhana. Pembulatan
harus ke atas, dan menggunakan formula Roundup pada excel.

15. Menghitung tinggi jagaan / freeboard (f)


Tinggi jagaan atau freeboard dihitung menggunakan rumus:

𝑓 = 0.676��√𝑕′
16. Menghitung tinggi saluran ditambah dengan freeboard (d)
Nilai d didapatkan dengan menjumlahkan tinggi saluran dengan freeboard:
𝑑 = 𝑕′ + 𝑓

66
17. Menghitung luas penampang (A‟)
Luas penampang basah dari saluran dihitung menggunakan rumus:
𝐴′ = 𝑏′�𝑕′ + 𝑚�𝑕′2
18. Menghitung kecepatan aliran (v‟)
Kecepatan aliran pada saluran hasil desain dihitung menggunakan rumus:
𝑄′
𝑣′ =
𝐴′
19. Menghitung kemiringan saluran (i)
Kemiringan saluran per trase salurannya dapat dihitung menggunakan
𝑣′2
rumus: 𝑖= 4
𝑘 2 𝑅3

5.1.3 Penentuan Tinggi Muka Air


Tinggi muka air memerlukan perhitungan tertentu karena prinsip utama dari
sistem irigasi ini adalah gravitasi. Apabila terdapat kesalahan dalam perhitungan
dan tinggi muka air tidak sesuai, dikhawatirkan air tidak dapat mengalir dan
jaringan irigasi tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya.

Adapun tinggi muka air minimum ditentukan / pemberi :


1. Tinggu petak sawah.
2. Tinggi ganangan.
3. Tinggi kehilangan tinggi box tersier / pemberi.

Tinggi muka air yang diperlukan dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi
muka air yang diperlukan oleh sawah yang akan diairi. Prosedurnya adalah
menhitungh tinggi muka air yang diperlukan di bangunan sadap yang mengairi
petak tersier. Ketinggian ini ditambah lagi dengan kehilangan tinggi energi
bangunan sadap tersier lantaran variasi tinggi muka air akibat eksploitasi jaringan
utama pada ketinggian muka air parsial.

Tinggi muka air dari tiap saluran dapat dihitung melalui langkah berikut:

1. Menentukan elevasi tertinggi dari tiap saluran


Untuk menentukan elevasi tertinggi pada tiap saluran, dilakukan dengan
melihat kontur sawah pada peta; apabila sawah memotong garis-garis
kontur tertentu, maka diambil garis kontur paling tingginya.

67
2. Menentukan panjang tiap saluran
Untuk menentukan panjang tiap saluran dapat dilakukan dengan mengukur
jarak real di peta, lalu dikonversi menjadi jarak sebenarnya menggunakan
skala.

3. Menghitung TMA pada sawah


Tinggi muka air di sawah dapat dihitung menggunakan rumus:
𝑇𝑀𝐴𝑠𝑎𝑤𝑎ℎ = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖�𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖�𝑠𝑎𝑤𝑎𝑕 + 0.15
Penambahan elevasi tertinggu sawah dengan 0.15 disebabkan karena
tinggi genangan maksimum di sawah (storage maksimal pada sawah)
sebesar 15cm.

4. Menentukan kemiringan saluran (I), debit (Q), dan lebar (b) setiap saluran
Kemiringan saluran (i), debit (Q), dan lebar (b) setiap saluran didapatkan
dari perhitungan dimensi saluran pembawa pada bagian sebelumnya.

5. Menentukan pertambahan TMA


Pertambahan tinggi muka air didapatkan dengan menggunakan rumus:
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎𝑕𝑎𝑛�𝑇𝑀𝐴 = 𝑖 ∗ 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘
6. Menentukan tipe pintu romijn yang digunakan setiap saluran
Untuk menentukan pintu romijin yang tepat, digunakan pendekatan dari
ketentuan yang diatur dalam Kriteria Perencanaan Irigasi dengan
menggunakan nilai Q sebagai patokan. Adapun ketentuannya dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 5. 2 Kriteria Perencanaan Pintu Romijn

Sumber: Excel
7. Menentukan Hmax, z, kapasitas, lebar pintu, dan jumlah pintu yang
digunakan

68
Nilai Hmax, kapasitas, lebar pintu, dan jumlah pintu ditentukan
menggunakan pendekatan dari data yang ada pada tabel di atas. Pintu
romijin dapat ditentukan berdasarkan rentang nilai berdasarkan data Q
yang dimiliki. Apabila debit yang akan dialirkan lebih besar dari kriteria
kapasitas maksimal dari pintu romijin yang ada, maka diambil kapasitas
terbesar yang tersedia; dan yang diubah adalah jumlah pintu yang harus
dipasang untuk mengakomodasi kebutuhan pengaliran debit dengan
jumlah tersebut.
𝑄
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕�𝑝𝑖𝑛𝑡𝑢 =
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
Nilai 𝑍�𝑚�𝑎�𝑥� (kenaikan air sebelum pintu akibat pemasangan pintu
romijin yang menyebabkan resistensi aliran air) dihitung dengan rumus
berikut:
𝐻𝑚𝑎𝑥
𝑍𝑚𝑎𝑥 =
3
8. Menentukan jumlah pintu yang digunakan
Jumlah pintu yang digunakan harus mengakomodasi debit yang akan
dialirkan melalui pintu romijin. Berdasarkan ketentuan yang menyatakan
bahwa kapasitas pintu romijin memiliki keterbatasan dalam hal debit yang
dialirkan, berarti harus dilakukan rekayasa dalam hal jumlah pintu
sehingga kapasitas pengaliran dapat mencukupi. Sehingga, jumlah pintu
yang harus digunakan dapat dihitung menggunakan formula:
𝑄
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕�𝑝𝑖𝑛𝑡𝑢 =
𝑄𝑚𝑎𝑥
9. Menghitung TMA dekat pintu ukur
Nilai tinggi muka air dekat pintu ukur dibagi menjadi 2 perhitungan, yaitu
pada hulu dan hilir. Nilai tinggi muka air dekat pintu ukur pada hilir dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
𝑇𝑀𝐴ℎ𝑖𝑙𝑖𝑟 = 𝑇𝑀𝐴𝑠𝑎𝑤𝑎ℎ + 𝑖 ∗ 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘
Sehingga, nilai tinggi muka air dekat pintu ukur pada hulu dapat dihitung
dengan rumus :
𝑇𝑀𝐴ℎ𝑢𝑙𝑢 = 𝑇𝑀𝐴ℎ𝑖𝑙𝑖𝑟 + 𝑍𝑚𝑎𝑥

69
10. Menghitung TMA ujung saluran
TMA di ujung saluran dapat dibagi menjadi 2, yaitu TMA di ujung saluran
pada hulu, dan TMA di ujung saluran pada hilir. Untuk TMA di ujung
saluran pada hilir dihitung menggunakan rumus berikut:
𝑇𝑀𝐴𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛�ℎ𝑖𝑙𝑖𝑟 = 𝑇𝑀𝐴𝑚𝑎𝑥 + 𝑍𝑚𝑎𝑥
Untuk TMA di ujung saluran pada hilir dihitung dengan menggunakan
rumus berikut:
𝑇𝑀𝐴𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛ℎ𝑢𝑙𝑢 = 𝑇𝑀𝐴ℎ𝑖𝑙𝑖𝑟 + 𝑍𝑚𝑎𝑥

5.1.4 Contoh Perhitungan Saluran Supply


Untuk memperjelas langkah-langkah perhitungan dimensi saluran, maka
akan diberikan contoh perhitungan mengenai dimensi dari saluran supply.

Pada contoh perhitungan kali ini, saluran yang akan dijadikan sebagai contoh
perhitungan adalah saluran Primer RR1. Berikut langkah-langkah dari contoh
perhitungan saluran supply primer RR1:
1. Menemtukan luas layanann saluran supply primer RR1
Untuk lebih jelasnya, cara menentukan luas layanan saluran sekunder
RCs1 dapat dilihat dari gambar di bawah ini:

Sumber: Excel
Gambar 5. 1 Saluran RR1

Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa luas yang dilayani RR1 didapat
dengan menjumlahkan petak tersier Ri.Ki1 (15.71 ha), petak tersier
R1.Ki1 (18.40 ha). saluran sekunder RM1 dengan luas layanan (296.80

70
ha), dan saluran primer RR2 dengan luas layanan (19.44 ha). Sehingga
luas layanan saluran supply RR1 adalah 350.35 ha.

2. Menentukan IR (kebutuhan irigasi)


Nilai IR yang digunakan adalah nilai IR maksimum. Langkah awal yang
harus dikerjakan adalah mengelompokan nilai IR yang sudah dihitung
yaitu, 2.049

3. Menentukan efisiensi saluran


Efesiensi untuk saluran sekunder adalah 65%

4. Menentukan kemiringan saluran


Kemiringan saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada
subbab 5.1.2 dengan menggunakan data-data tambahan yang sudah
diketahui:
- Elevasi tertinggi : 20
- Elevasi terendah :6
- Panjang saluran : 4384
𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖�𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖�𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎𝑕
𝑖=
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔�𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛
20 − 6
𝑖= = 0.0032
4384
5. Menghitung nilai Q
Dengan menggunakan rumus pada subbab 5.1.3 debit yang mengalir pada
saluran primer RR1 adalah:
𝐿𝑢𝑎𝑠�𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎𝑕�𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 ∗ 𝐼𝑅
𝑄=
𝜇 ∗ 1000
350.35 ∗ 2.05
𝑄= = 1.1048�𝑚3 /𝑠
0.65 ∗ 1000

71
6. Menentukan nilai m, n, dan k
Nilai m, n, k didapatkan berdasarkan Tabel 5.1. Nilai m, n ,dan k
didapatkan dengan cara menyesuaikan nilai debit yang telah didapat.
Untuk saluran primer RR1 yang mengalirkan debit sebesar 1.1048 m3/s,
didapatkan:
- m :1
- n : 1.58
- k : 40
7. Asumsi lebar dasar saluran awal (b) = 1
8. Menghitung nilai h
Ketinggian saluran pada saluran RR1 didapatkan dengan cara:
𝑏
𝑕=
𝑛
1
𝑕= = 0.631
1.58
9. Menghitung nilai A
Luas penampang saluran RR1 didapat dengan cara:
𝐴 = 𝑏𝑕 + 𝑚𝑕2
𝐴 = 1 ∗ 0.631 + 1 ∗ 0.6312 = 1.03
10. Menghitung nilai P
Keliling basah saluran RR1 didapat dengan cara:

𝑃 = 𝑏 + 2𝑕√𝑚2 + 1

𝑃 = 1 + 2 ∗ 0.631√12 + 1 = 2.78
11. Menghitung nilai R
Jari-jari hidraulik pada saluran RR1 didapat dengan cara:
𝐴
𝑅=
𝑃
1.033
𝑅= = 0.369
3.68
12. Menghitung nilai v
Kecepatan saluran RR1 didapat dengan cara:
2 1
𝑣 = 𝑘𝑅 3 𝑆 2
2 1
𝑣 = 40 ∗ 0.283 ∗ 0.0032 = 1.164

72
13. Menghitung nilai Q‟
𝑄′ = 𝐴 ∗ 𝑣
𝑄 ′ = 1.03 ∗ 1.164 = 1.199
14. Menghitung nilai Q/Q‟
Nilai Q dan Q‟ pada perhitungan haruslah sama, ini berarti perbandingan
antara Q/Q‟ haruslah 1. Karena nilai b dihasilkan dengan asumsi, mustahil
untuk menghaslkan nilai Q/Q‟ = 1. Maka dari itu digunakanlah fitur solver
pada Ms. Excel. Fitur ini berfungsi untuk menentukan nilai akhir dan
mencari nilai awalnya berdasarkan hasil akhir. Dalam hal ini hasil akhir
yang diinginkan adalah Q/Q‟ = 1, sehingga nilai b akan berubah untuk
mengimbangi nilai Q/Q‟ = 1.
Dikarenakan penulis tidak bisa menjalankan solver pada Ms. Excel,
pencarian nilai Q/Q‟ ini bisa dengan cara coba-coba dengan mengubah
nilai asumsi b = 1 sehingga didapat hasil Q/Q‟ = 1. Didapat nilai b yang
sesuai adalah b = 0.874

15. Menentukan perubahan dari nilai b, h, A, P, R, dan v


Dengan merubah nilai b =0.874, maka didapat nilai h, A, P, R, dan v juga
berubah. Perubahan nilai sebagai berikut:
b = 0.874
h = 0.551
A = 0.786
P = 2.434
R = 0.323
v = 1.064
16. Melakukan pembulatan pada b dan h
Pembulatan b dan h bisa dengan fitur Roundup(number,1) pada excel
b = 0.9
h = 0.6
17. Menghitung nilai f
Nilai f pada saluran RR1 didapat dengan cara:

𝑓 = 0.676√𝑕0.5 = 0.676√0.60.5 = 0.52


18. Menghitung nilai d
Nilai d pada saluran RR1 didapat dengan cara:

73
𝑑 = 𝑕 + 𝑓 = 0.6 + 0.52 = 1.12
19. Menghitung nilai A‟
Nilai A‟ pada saluran RR1 didapat dengan cara:
𝐴′ = 𝑏′𝑕′ + 𝑚𝑕′2
𝐴′ = 0.9 ∗ 0.6 + 1 ∗ 0.62 = 0.9
20. Menghitung nilai v‟
Nilai v‟ pada saluran RR1 didapat dengan cara:
𝑄 ′ 0.837
𝑣′ = = = 0.93
𝐴′ 0.9
21. Menghitung nilai i
Nilai i pada saluran RR1 didapat dengan cara:
𝑣′ 0.93
𝑖= 4 = 4 = 0.0024
𝑘 2𝑅3∗ 402 0.3233
Untuk lebih lengkapnya, berikut akan disajikan tabel dari hasil perhitungan
dimensi saluran supply:
Tabel 5. 3 Perhitungan Saluran Pembawa ke-1

Sumber: Excel

74
Tabel 5. 4 Perhitungan Saluran Pembawa ke-2

Sumber: Excel

5.1.5 Contoh perhitungan Tinggi Muka Air


Pada contoh perhitungan kali ini, saluran yang akan dijadikan sebagai
contoh perhitungan adalah saluran primer RR1. Berikut langkah-langkah dari
contoh perhitungan saluran supply primer RR1:
1. Menentukan elevasi tertinggi saluran
Dengan melihat peta, letak tertinggi muka air untuk saluran primer RR1
adalah sebesar 20 m.
2. Menentukan Tinggi Muka Air (TMA) pada sawah
TMA pada sawah untuk saluran primer RR1 dapat dihitung dengan cara:
𝑇𝑀𝐴𝑠𝑎𝑤𝑎ℎ = 𝑒𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖�𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖�𝑠𝑎𝑤𝑎𝑕 + 0.15
𝑇𝑀𝐴𝑠𝑎𝑤𝑎ℎ = 20 + 0.15 = 20.15
3. Menghitung Panjang saluran
Panjang saluran dihitung dari peta, setelah dikonversikan ke ukuran
sebenarnya, sehingga ukuran panjang sebenarnya adalah sebesar 557 m.
4. Menentukan i, Q, dan b setiap saluran
Nilai dari kemiringan (i), debit (Q) dan lebar (b) setiap saluran diambil
dari perhitungan sebelumnya. Berikut ini adalah nilai i, Q, b pada saluran
primer RR1:
i = 0.0024
Q = 0.837
b = 0.9

75
5. Menghitung pertambahan Tinggi Muka Air (TMA)
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎𝑕𝑎𝑛�𝑇𝑀𝐴 = 𝑖 ∗ 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎𝑕𝑎𝑛�𝑇𝑀𝐴 = 0.0024 ∗ 557 = 1.35
6. Menentukan tipe pintu romijn, H max, dan kapasitas pintu
Penentuan tipe pintu romijn dengan menyamakan kriteria debit dan tabel
pintu romijn pada Tabel 5.2, didapat kriteria untuk saluran primer RR1:
Tipe Pintu Romijn : Tipe VI
H max : 0.5 m
Kapasitas debit pintu : 0.9 m3/s
7. Menentukan Z Max
z max untuk saluran primer RR1 didapat dengan cara:
𝐻𝑚𝑎𝑥 0.5
𝑍𝑚𝑎𝑥 = = = 0.167�𝑚
3 3
8. Menentukan jumlah pintu yang digunakan
Jumlah pintu untuk saluran primer RR1 didapat dengan cara:
𝑄 0.8376
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕�𝑝𝑖𝑛𝑡𝑢 = = = 0.93
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 0.9
Dengan menggunakan fitur Roundup(number,0) pada Excel, didapay pintu
romijn yang dibutuhkan adalah 1.
9. Menghitung Tinggi Muka Air (TMA) dekat pintu ukur
Tinggi muka air di dekat pintu dihitung dalam 2 kondisi, yaitu kondisi
hulu dan kondisi hilir. Perhitungannya dilakukan dengan cara:
- TMA dekat pintu ukur pada hilir:
𝑇𝑀𝐴ℎ𝑖𝑙𝑖𝑟 = 𝑇𝑀𝐴𝑠𝑎𝑤𝑎ℎ + 𝑖 ∗ 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 = 20.15 + 1.36 = 21.51
- TMA dekat pintu ukur pada hulu:
𝑇𝑀𝐴ℎ𝑢𝑙𝑢 = 𝑇𝑀𝐴ℎ𝑖𝑙𝑖𝑟 + 𝑍𝑚𝑎𝑥 = 21.51 + 0.167 = 21.68

Setelah itu ditentukan nilai TMA maksimum dari kondisi hulu maupun
hilir, dari contoh diatas, didapatkan nilai TMA max adalah TMA pada
kondisi hulu yaitu 21.68 m.

10. Menghitung Tinggi Muka Air (TMA) di ujung saluran


Tinggi muka air di ujung saluran dihitung dalam 2 kondisi, yaitu kondisi
hulu dan kondisi hilir. Perhitungannya dilakukan dengan cara:

76
- TMA ujung saluran pada hilir:
𝑇𝑀𝐴ℎ𝑖𝑙𝑖𝑟 = 𝑇𝑀𝐴𝑚𝑎𝑥 + 𝑍𝑚𝑎𝑥 = 21.68 + 0.167 = 21.84
- TMA ujung saluran pada hulu:
𝑇𝑀𝐴ℎ𝑢𝑙𝑢 = 𝑇𝑀𝐴ℎ𝑖𝑙𝑖𝑟 + 𝑍𝑚𝑎𝑥 = 21.84 + 0.167 = 22.01

Berikut akan ditampilkan tabel perhitungan TMA untuk seluruh saluran


supply/pembawa.

Tabel 5. 5 Perhitungan Tinggi Muka Air ke-1

Sumber: Excel

Tabel 5. 6 Perhitungan Tinggi Muka Air ke-2

Sumber: Excel

77
5.2 Saluran Pembuang
5.2.1 Perencanaan Saluran Pembuang
Pada umumnya jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan
kelebihan air secara gravitasi. Pembuangan kelebihan air dengan pompa biasanya
tidak layak dari segi ekonomi.

Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pertimbangan biaya juga


pelaksanaan dan pemeliharaan yang terjangkau. Dengan adanya saluran
pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari sedimen. Saluran
pembuang direncanakan di tempat-tempat terendah dan melalui daerah-daerah
depresi. Kemiringan tanah menentukan kemiringan dari saluran pembuang
tersebut.

Oleh sebab itu, perencana harus mempertimbangan faktor tersebut dengan hati-
hati guna memperkecil dampak yang mungkin timbul.

5.2.2 Pendimensian Saluran Pembuang


Faktor yang mempengaruhi pendimensian saluran pembuangan, diantaranya:
1. Curah hujan selama periode tertentu
2. Pemberian air irigasi
3. Kebutuhan air tanaman
4. Perkolasi tanah
5. Tempungan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang
bersangkutan
6. Luasnya daerah
7. Sumber – sumber kebelihan air yang lain

Dalam penentuan dimensi saluran pembuang dilakukan perhitungan dengan


mengikuti langkah-langkah berikut :
1. Menentukan 𝑅� 20
2. Menentukan hujan periode ulang 5 tahunan
3. Menentukan Rn 3 Hari
4. Menentukan komponen dari limpasan pembuangan
5. Menentukan limmpasan pembuang (Dn)

78
6. Menentukan modulus pembuang (Dm)
7. Menghitung luas layanan setiap saluran
8. Menentukan debit rencana (Q)
9. Menentukan nilai kemiringan talud (m), koefisien strickler (k) dan n = b/h
10. Mengasumsikan lebar dasra saluran awal (b) adalah 1
11. Menghitung kedalaman aliran (h)
12. Menghitung luas penampang basah (A)
13. Menghitung keliling basah (P)
14. Menghitung jari-jari hidrolis (R)
15. Menghitung kecepatan aliran (v)
16. Menghitung nilai Q‟
17. Menghitung nilai Q/Q‟
18. Menentukan perubahan dari nilai b, h, A ,P, R, dan v
19. Lakukan pembulatan pada nilai b dan h
20. Menghitung nilai tinggi jagaan/freeboard (f)
21. Menghitung tinggi saluran ditambah dengan freeboard (d)
22. Menghitung nilai A‟
23. Menghitung kecepatan aliran v‟
24. Menghitung kemiringan saluran (i)

5.2.3 Contoh Perhitungan Saluran Pembuang


Untuk memperjelas langkah dalam perhitungan dimensi saluran pembuang, maka
akan diberikan contoh perhitungan mengenai dimensi dari saluran pembuang.
Pada contoh perhitungan kali ini, saluran yang akan dijadikan sebagai contoh
perhitungan adalah saluran pembuang D1. Berikut langkah-langkah dari contoh
perhitungan saluran pembuang D1.
Tabel 5. 7 Perhitungan R20

Sumber: Excel

79
1. Mencari Probabilitas menggunakan persamaan weibull
Misalkan data yang digunakan adalah urutan data ke-1
𝑚 1
𝑃= ∗ 100% = ∗ 100% = 7.69%
𝑛+1 12 + 1
2. Menghitung periode hujan 5 tahunan
100
𝑇= ; �𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛�𝑇 = 5
𝑃
100
Maka, dicari 𝑃 = = 20
5

3. Menentukan hujan periode 5 tahunan


Dicari data yang memiliki periode ulang 5 tahunan. Dari tabel diatas,
periode ulang 5 tahunan ada diantara periode ulang 7 tahunan dan 4
tahunan, maka dari itu perlu perhitungan interpolasi untuk mendapatkan
data periode ulang 5 tahunan. Didapat periode ulang 5 tahunan dengan
interpolasi untuk bulan Januari adalah 12.21 mm/hari.
Tabel 5. 8 Perhitungan Periode ulang 5 tahun

Sumber: Excel

4. Menentukan Rn 3 hari
Rn 3 hari dihitung dengan cara menjumlah nilai curah hujan 3 hari berturut
turut terbesar dengan periode ulang 5 tahunan
𝑅𝑛3 = 12.65 + 11.94 + 11.05 = 35.66
5. Menentukan komponen dari limpasan pembuangan
Nilai evapotranspirasi (ETo) dihitung dari rata-rata evapotranspirasi yang
memiliki nilai curah hujan 3 harian berturut-turut terbesar
4.8 + 4.5 + 4.43
𝐸𝑇𝑜 = = 4.58
3
6. Menentukan nilai perkolasi dan tampungan sawah (∆𝑆)
Nilai perkolasi yang digunakan adalah 2 mm/hari.
Tampungan di sawah (∆𝑆) dengan lapisan air maksimum 15 mm/hari.

80
7. Menentukan limpasan pembuang (Dn)
Limpasan pembuangan untuk saluran pembuang D1 dihitung dengan cara:
𝐷𝑛 = 𝑅𝑛3 + 𝑛(𝐼𝑅 − 𝐸𝑇𝑜 − 𝑃) − ∆𝑆
𝐷𝑛 = 35.66 + 3(0 − 4.58 − 2) − 15 = 0.917�𝑚𝑚/𝑕𝑎𝑟𝑖
8. Menentukan modulus pembuang (Dm)
Modulus pembuangan untuk saluran pembuang D1 dihitung dengan cara:
𝐷𝑛 0.917
𝐷𝑚 = = = 0.035
𝑛 ∗ 8.64 3 ∗ 8.64
9. Menghitung luas layanan setiap saluran
Luas layanan pada saluran pembuang mempunyai cara hitung yang sama
seperti luas layanan pada saluran supply. Pada saluran pembuang D1, luas
yang dilayaninya adalah seluas petak R1.Ki1 atau sebesar 15.40 ha.

10. Menentukan debit rencana (Q)


Debit rencana untuk saluran D1 dihitung dengan cara:
𝑄 = 1.62 ∗ 𝐷𝑚 ∗ 𝐴0.92 = 1.62 ∗ 0.035 ∗ 15.400.92 = 0.7222𝑙𝑡/𝑑𝑡
𝑄 = 0.00072�𝑚3 /𝑠
11. Menentukan nilai kemiringan talud (m), koefisien strickler (k) dan n = b/h
Nilai m, n, k didapatkan berdasarkan Tabel 5.1. Nilai m, n ,dan k
didapatkan dengan cara menyesuaikan nilai debit yang telah didapat.
Untuk saluran pembuang D1 yang mengalirkan debit sebesar 0.00072
m3/s, didapatkan:
- m :1
- n :1
- k : 35
12. Mengasumsikan lebar dasra saluran awal (b) adalah 1
13. Menghitung kedalaman aliran (h)
Kedalaman aliran (h) pada saluran pembuang D1 dapat dicari dengan:
𝑏 1
𝑕= = = 1�𝑚
𝑛 1
14. Menghitung luas penampang basah (A)
Luas penampang (A) pada saluran pembuang D1 dapat dicari dengan:
𝐴 = 𝑏𝑕 + 𝑚𝑕2 = (1 ∗ 1) + (1 ∗ 12 ) = 2

81
15. Menghitung keliling basah (P)
Keliling basah (P) pada saluran pembuang D1 dapat dicari dengan:

𝑃 = 𝑏 + 2𝑕√𝑚2 + 1 = 1 + 2 ∗ 1√12 + 1 = 3.82


16. Menghitung jari-jari hidraulis (R)
Jari-jari hidraulis (R) pada saluran pembuang D1 dapat dicari dengan:
𝐴 2
𝑅= = = 0.522
𝑃 3.82
17. Menghitung kecepatan aliran (v)
Kecepaan aliran (v) pada saluran pembuang D1 dapat dicari dengan:
2 1
𝑣 = 𝑘𝑅 3 𝑆 2
2 1
𝑣 = 35 ∗ 0.5223 ∗ 0.0032 = 1.282
18. Menghitung nilai Q‟
Nilai Q‟ pada saluran pembuang D1 dapat dicari dengan:
𝑄 ′ = 𝐴 ∗ 𝑣 = 15.40 ∗ 1.282 = 2.565
19. Menghitung nilai Q/Q‟
Nilai Q dan Q‟ pada perhitungan haruslah sama, ini berarti perbandingan
antara Q/Q‟ haruslah 1. Karena nilai b dihasilkan dengan asumsi, mustahil
untuk menghaslkan nilai Q/Q‟ = 1. Maka dari itu digunakanlah fitur solver
pada Ms. Excel. Fitur ini berfungsi untuk menentukan nilai akhir dan
mencari nilai awalnya berdasarkan hasil akhir. Dalam hal ini hasil akhir
yang diinginkan adalah Q/Q‟ = 1, sehingga nilai b akan berubah untuk
mengimbangi nilai Q/Q‟ = 1.

Dikarenakan penulis tidak bisa menjalankan solver pada Ms. Excel,


pencarian nilai Q/Q‟ ini bisa dengan cara coba-coba dengan mengubah
nilai asumsi b = 1 sehingga didapat hasil Q/Q‟ = 1. Didapat nilai b yang
sesuai adalah b = 0.046

20. Menentukan perubahan dari nilai b, h, A ,P, R, dan v


Dengan merubah nilai b =0.046, maka didapat nilai h, A, P, R, dan v juga
berubah. Perubahan nilai sebagai berikut:
b = 0.046

82
h = 0.046
A = 0.0042
P = 0.1761
R = 0.024
v = 0.164
21. Lakukan pembulatan pada nilai b dan h
22. Pembulatan b dan h bisa dengan fitur Roundup(number,1) pada excel
b = 0.1
h = 0.1
23. Menghitung nilai tinggi jagaan/freeboard (f)
Tinggi jagaan/freeboard pada saluran pembuangan D1 dapat dicari dengan:

𝑓 = 0.676√𝑕′ = 0.676 ∗ √0.1 = 0.2138�𝑚


24. Menghitung tinggi saluran ditambah dengan freeboard (d)
Nilai d pada saluran pembuangan D1 dapat dicari dengan:
𝑑 = 𝑕 + 𝑓 = 0.1 + 0.2138 = 0.3138�𝑚
25. Menghitung nilai A‟
Luas basah (A‟) pada saluran pembuangan D1 dapat dicari dengan:
𝐴′ = 𝑏′𝑕′ + 𝑚𝑕′2
𝐴 = 0.1 ∗ 0.1 + 1 ∗ 0.12 = 0.02�𝑚2
26. Menghitung kecepatan aliran v‟
Kecepatan aliran (v‟) pada saluran pembuangan D1 dapat dicari dengan:
𝑄 ′ 0.00069
𝑣′ = = = 0.034�𝑚/𝑠
𝐴′ 0.02
27. Menghitung kemiringan saluran (i)
Kemiringan saluran (i) pada saluran pembuangan D1 dapat dicari dengan:
𝑣′ 0.0034
𝑖= 4 = 4 = 0.000143
𝑘 2 𝑅3 ∗ 352 0.0243
Untuk lebih jelasnya, dalam perhitungan saluran pembuangan untuk semua
saluran diatas akan dilampirkan pada tabel di bawah ini:

83
Tabel 5. 9 Perhitungan Saluran Pembuang

Sumber: Excel

84
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Dari pengumpulan serta pengolahan data yang dilakukan untuk
merencanakan Daerah Irigasi Sungai Ciwado, dapat diperoleh beberapa hal
sebagai berikut:

1. Sistem irigasi yang direncanakan untuk Daerah Irigasi Sungai Ciwado


adalah sistem irigasi gravitasi. Dalam perencanaan sistem irigasi ini
dibutuhkan unit – unit pengelola, serta bangunan – bangunan air yang
dapat mengatur pembagian serta pengelolaan air irigasi di Daerah Irigasi
tersebut hingga semua sawah dapat terairi. Maka secara kelengkapan
infrastruktur, sistem irigasi di D.I Sungai Ciwado ini merupakan sistem
irigasi teknis.
2. Luas daerah irigasi yang diari di Daerah Irigasi Sungai Ciwado adalah
sebesar 350.35 ha. Perihal tugas Daerah Irigasi rencana adalah 1000 ha
tidak terpenuhi, dikarenakan skala daerah ciwado di dalam peta biru
adalah 1:10000 sehingga luas maksimal layanan hanya 350.35 ha,
sehingga mohon dimaklumi.
3. Petak sawah yang direncanakan adalah sebanyak 11 petak dengan luas tiap
petak berkisar 1-60 ha.
4. Perencanaan saluran irigasi meliputi 2 saluran primer, 6 saluran sekunder
dan 11 saluran tersier yang mengalir ke tiap-tiap petak sawah.
5. Kebutuhan air irigasi maksimum tiap petak adalah sekitar 2.049 lt/dt/ha
Nilai debit andalan tiap bulannya lebih besar daripada debit yang
dibutuhkan, akan tetapi ada beberapa bulan belum bisa tercukupi untuk
bulan juli awal hingga pertengahan september, maka dari itu dibutuhkan
bangunan untuk menampung air sehingga pada musim kemarau atau
sedang defisit air bisa terpenuhi sehingga Daerah Irigasi Sungai Ciwado
ini tidak kekurangan air.

85
Saran
Dalam pengerjaannya, adapun saran yang diberikan dalam pengerjaan Tugas
Besar Perencanaan Irigasi ini:

1. Data yang digunakan sebaiknya dari data-data yang aktual, lengkap, dan
terbaru, sehingga dapat memperkecil penyimpangan.
2. Dibutuhkannya asistensi setiap minggu secara rutin dan akan lebih baik
jika asistensi tersebut bisa dilaksanakan Bersama dosen sehingga materi
yang disampaikan bisa lebih lengkap dan jelas.
3. Sebaiknya ada evaluasi pengerjaan (progress) dalam setiap aspek
(AutoCAD, Ms. Excel, Laporan Ms. Word)

86

Anda mungkin juga menyukai