Anda di halaman 1dari 7

Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 191

RESEARCH ARTICLE

IMPLEMENTASI KEDAULATAN RAKYAT


DALAM PELAKSANAAN PEMILU DI
INDONESIA
Tasyah Meyliza1, Sunny Ummul Firdaus2
1Juncto, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
2Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

 tasyahmeyliza@student.uns.ac.id

ABSTRACT
In article 1 paragraph (2) which contains that sovereignty is in the hands of the people or in short regarding
the sovereignty of the Indonesian people. Sovereignty is the highest power in a country or entity that is not
under another power. What will be discussed in this paper is the election itself and the relationship and
implementation of popular sovereignty over the election. The purpose of this paper is to find out the form of
implementation of popular sovereignty in the election and to find out what are the relationships between
people's sovereignty and the election. The methodology used in this paper is a literature study and descriptive
method. Elections based on Article 22E of the 1945 Constitution were born or arise from changes to
Article 1 paragraph (2) of the 1945 Constitution which contains the sovereignty of the people. Elections as
a means of people's sovereignty to elect members of the People's Representative Council, Regional
Representative Council, Regional People's Representative Council, as well as the President and Vice
President are also very often fraudulent, as we all know. Fraud in the implementation of elections can
certainly make the loss or disappearance of the form of the implementation of the sovereignty of the people in
the implementation of the election.

Pada pasal 1 ayat (2) yang berisikan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat atau
singkatnya tentang kedaulatan rakyat Indonesia. Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi
dalam suatu negara atau kesatuan yang tidak terletak di bawah kekuasaan lain. Yang akan
dibahas pada penulisan ini ialah pemilu itu sendiri dan keterkaitan serta implementasi
kedaulatan rakyat terhadap pemilu. Tujuan dari penulisan ini ialah untuk mengetahui bentuk
implementasi kedaulatan rakyat yang ada pada pemilu serta mengetahui apa saja keterkaitan
antara kedaulatan rakyat dan pemilu tersebut. Metodologi yang dipakai pada penulisan ini
ialah metode studi pustaka dan juga deskriptif. Pemilu yang berlandaskan pada pasal 22E
UU5 1945 lahir atau timbul dari adanya perubahan pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berisikan
tentang kedaulatan rakyat. Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota
DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden juga kerap sekali terjadinya
kecurangan yang sebagaimana kita ketahui. Kecurangan pada pelaksanaan pemilu tentu

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
192 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022

dapat membuat hilangnya atau terhapusnya bentuk dari implementasi kedaulatan rakyat
yang ada pada pelaksanaan pemilu tersebut.
Keywords: population sovereignity; eletions; Indonesia

INTRODUCTION
Negara Indonesia ialah negara hukum. Hal tersebut berdasarkan pada pasal 1 ayat (3)
UUD 1945. Sebagai negara hukum Indonesia menjadikan UUD 1945 sebagai sumber
hukumnya. Selain itu, negara Indonesia juga merupakan negara yang berbentuk republik
yang mana pemerintahannya dipimpin oleh seorang presiden dan kedaulatannya berada
pada tangan rakyat. Kedaulatan rakyat ini dijelaskan pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Namun perlu diketahui bahwa pada awalnya mandat kedaulatan rakyat ini tidak dipegang
oleh rakyat itu sendiri, melainkan dipegang oleh MPR. Perubahan tersebut terjadi setelah
adanya perubahan UUD 1945 yang ketiga1. Sebelumnya, pasal 1 ayat (2) UUD 1945
berbunyi, “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”. Yang lalu berubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Dengan adanya perubahan pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 tersebut, MPR tidak lagi
memegang mandat pada kedaulatan rakyat. Dan sesuai dengan pasal 1 ayat (2) Undang-
Undang Dasar yang telah diamandemen, mandat tersebut dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang Dasar sehingga dapat dikatakan, rakyat memiliki kekuasaan tertinggi
dalam negara.
Perubahan pada pasal ini juga menurut Jimly Asshiddiqie ialah untuk mempertegas:
(1) Kedaulatan atau kekuasaan tertinggi itu berada dan berasal atau bersumber dari seluruh
rakyat Indonesia; (2) kedaulatan rakyat tersebut haruslah dilaksanakan menurut ketentuan
UUD sendiri; dan (3) organ pelaku atau pelaksanan pada prinsip kedaulatan rakyat itu tak
terbatas hanya MPR saja, melainkan semua lembaga negara.2
Supremus, demikianlah sebutan kedaukatan dalam bahasa latin. Dan sovereignity yang
berarti tinggi dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Arab, kedaulatan disebut daulah yang
artinya kekuasaan. Dari berbagai bahasa yang telah disebutkan, kedaulatan dapat diartikan
sebagai wewenang satu kesatuan politik. Sehingga bisa diambil pengertian bahwa kedaulatan
adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara atau kesatuan yang tidak terletak di
bawah kekuasaan lain. Kedaulatan rakyat menurut Setyo Nugroho, merupakan kedaulatan
yang menggambarkan suatu system kekuasaan dalam sebuah negara yang menghendaki
kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat.3
Tujuan negara ialah untuk menegakkan hukum serta mejamin kebebasan para warga
negaranya tanpa terkecuali. Kebebasan yang dimaksud ini ialah kebebasan dalam batas
undang-uandang. Dengan adanya pasal 1 ayat (2) UUD 1945 tersebut, dapat disimpulkan

1
Khairul Fahmi, “Prinsip Kedaulatan Rakyat Dalam Penentuan Sistem Pemilihan Umum Anggota Legislatif”,
Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 3 (Juni, 2010), hlm. 121
2
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 158.
3
Mohammad Faisal Ridho. “Kedaulatan rakyat sebagai Perwujudan Demokrasi Indonesia”. ‘Adalah: Buletin
Hukum dan Keadilan, Vol. 1 No. 8e (2017), hlm. 79

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 193

bahwa Indonesia yang menganut paham demokrasi dimana rakyatlah yang mewakili
kekuasaan tertinggi pada negara.4
Namun perlu diketahui bahwa meskipun rakyat memegang kekuasaan tertinggi, tidak
berarti setiap rakyat berhak untuk ikut andil dalam pemerintahan, peradilan serta dalam
pembentukan peraturan, melainkan kedaulatan rakyat yang menghendaki agar setiap
tindakan yang dilakukan pemerintah harus berdasarkan pada kemauan rakyat5. Hal ini
berkenaan dengan apa yang dijelaskan Sodikin pada jurnalnya yang dikutip dari (Ridho,
Moh. Faisal, 2017 : 80) bahwa ajaran kedaulatan rakyat ialah sebagai ajaran yang terakhir
dipraktekkan pada negara-negara modern mendapatkan nilai yang baik, karena ajaran
kedaulatan rakyat dapat dianggap sebagai ajaran yang terbaik selain ajaran kedaulatan yang
lainnya. Oleh karena rakyat berdaulat atau berkuasa, maka segala aturan dan kekuasaan yang
dijalankan oleh negara tidak boleh bertentangan dengan kehendak rakyat. Selain itu, Sodikin
juga menjelaskan pada jurnalnya bahwa konsep kedaulatan rakyat yang memiliki arti rakyat
mempunyai kedaulatan demikian itu tidak bersifat mutlak. Lantas, bagaimanakah
keterkaitan kedaulatan rakyat dengan pemilu? Apa implementasi kedaulatan rakyat pada
pelaksanaan pemilu?

METHOD
Metodologi yang digunakan pada penulisan ini ialah studi pustaka dan juga deskriptif.
Pada penulisan ini, penulis terlebih dahulu mencari literatur yang relevan terhadap topik
yang dibahas pada penulisan ini. Lalu penulis mendeskripsikan pembahasan yang didapat
dari literatur ke dalam penulisan artikel ini.

RESULTS & DISCUSSION


I. PEMILU

Indonesia sebagai negara hukum dan menganut paham demokrasi menyelenggarakan


pemilu sebagai alat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) sesuai dengan landasan dasarnya yakni pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Namun, apakah sebenarnya pengertian dari pemilu itu sendiri?
Pemilu menurut Morissan, merupakan cara atau sarana untuk mengetahui keinginan
rakyat mengenai arah dan kebijakan negara ke depan. Sedangkan menurut Suryo Untoro,
pemilu merupakan suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia yang
memiliki hak pilih untuk memilih wakil-wakil yang duduk dalam badan perwakilan rakyat.
Dari pengertian pemilu menurut dua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemilu adalah
sarana yang dipakai warga negara Indonesia untuk memilih wakil-wakil yang duduk dalam
badan perwakilan rakyat agar lebih mengetahui tentang proses kebijakan negara ke
depannya.

4
Ibid .
5
Ibid., hlm. 80.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
194 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022

Lalu setidaknya terdapat dua fungsi sistem pemilu menurut Ramlan Surbakti di dalam
pengantar buku Sistem Pemilu di Indonesia Antara Proporsional dan Mayoritarian6, yakni:
a) Sebagai prosedur dan mekanisme konversi suara pemilih (votes) menjadi kursi (seats)
penyelenggara negara lembaga legislatif dan/atau lembaga eksekutif baik pada tingkat
nasional maupun lokal.
b) Sebagai instrumen untuk membangun sistem politik demokrasi, yaitu melalui
konsekuensi setiap unsur sistem pemilihan umum terhadap berbagai aspek sistem
politik demokrasi.
Pemilu ini muncul akibat dari adanya perubahan UUD 1945 yang menyebabkan
terjadinya perubahan mandat, yang mana mandat tersebut rakyat berikan kepada DPR dan
DPD dengan dipilihnya DPR dan DPD melalui pemilihan umum (pemilu). Namun, pemilu
yang diselenggarkan pada awal penyelenggaraan atau tepat setelah adanya perubahan
mandat itu sistemnya berbeda dengan pemilu yang diselenggarakan pada saat ini.
Pada awal penyelenggaraannya, tahun 1999, pemilu dilaksanakan dengan menerapkan
sistem proporsional yang berdasarkan pada stelsel daftar. Pada 5 tahun berikutnya, pemilu
tahun 2004 masih menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Pada
tahun 2009, diterapkannya sistem yang berbeda lagi pada pemilu tahun ini. Sistem yang
diterapkan pada pemilu 2009 ialah sistem proporsional terbuka.7
Lalu, yang menjadi perbedaan antara sistem pada pemilu 2009 dengan pemilu yang
sebelumnya ialahdari tata cara penetapan calon terpilih. Berdasarlan UU No. 12 Tahun
2003, pada pemilu 2004 apabila tidak ada calon yang mencapai angka Bilangan Pembagi
Pemilih (BPP), maka penetapan calon terpilih dilakukan berdasarkan nomor urut.
Sedangkan pada pemilu tahun 2009, berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008, penetapan calon
terpilih dilakukan dengan perolehan suara terbanyak bagi calon yang memperoleh suara
lebih dari 30% BPP.
Akan tetapi sistem pada UU No. 10 Tahun 2008 ini tidak bertahan lama, bahkan tidak
sempat dipraktikkan pada pemilu 2009, sehingga pada tanggal 19 Desember 2008, sistem
pemilu 2009 kembali menerapkan sistem proporsional terbuka murni. Sistem proporsional
terbuka murni ini lahir berdasarkan putusan Mahkamah Konsitusi No. 22-24/PUU-
VI/2008 yang mana dalam perkara pemgujian UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Singkatnya, terdapat permohonan uji materiil terhadap
beberapa Pasal yang salah satunya ialah Pasal 214 yang mengatur tentang penetapan calon
terpilih dalam UU Pemilu telah melanggar hak konstitusional.
Dengan adanya putusan No. 22-24/PUU-VI/2008, MK menyatakan bahwa Pasal 214
tersebut memanglah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
mengikat. Sehingga MK dalam konklusinya menyatakan bahwa penetapan calon terpilih
anggota legislative ialah dengan berdasarkan suara terbanyak, sekaligus melalui putusan
tersebut, kedaulatan rakyat mesti diwujudkan melalui sarana pemilu yang menerapkan
sistem penetapan calon terpilih berdasarkan dengan suara terbanyak.

6
Indra Pahlevi, Sistem Pemilu di Indonesia antara Proporsional dan Mayoritarian (Jakarta Pusat: Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), 2015), hlm. Iii.
7
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRD, Pasal 1 angka 3,Pasal 5 ayat (1), Pasal 6

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 195

II. KEDAULATAN RAKYAT DAN PEMILU

Pada hakekatnya negara Indonesia yang bersistem demokrasi ini berprinsip dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hal tersebut sangat relevan dengan pelaksanaan
pemilu itu sendiri. Pelaksanaan pemilu yang diadakan adalah untuk rakyat, hasil dari pemilu
itu merupakan hasil dari rakyat dan yang mana hasil itu juga dipilih oleh rakyat. Hal itu juga
berkenaan dengan prinsip pada kedaulatan rakyat, yakni kebebasan, kesamaan/kesetaraan,
suara mayoritas, dan pertanggungjawaban.
Seperti yang dikemukakan oleh Morissan dalam tujuan pemilunya, bahwa pemilu
tersebut merupakan sarana dari kedaulatan rakyat itu sendiri. Hal ini juga didukung dengan
pernyataan Sodikin di jurnalnya, bahwa UUD 1945 setelah amandemen banyak
memberikan pengaturan mengenai pemilihan umum sebagai implementasi dari kedaulatan
rakyat (Sodikin, 2014: 102).
Pemilu yang sebagai sarana kedaulatan rakyat tersebut harus dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil pada setiap lima tahun sekali. Ada beberapa
alasan mengenai pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala lima tahun sekali. 8
Pertama, pendapat atau aspirasi dari rakyat tidak akan mungkin selalu sama pada jangka
waktu yang panjang dan memberi artian bahwa kondisi kehidupan rakyat itu bersifat
dinamis sehingga aspirasi mereka akan aspek kehidupan bersama juga akan berubah-ubah
seiring dengan waktu berjalan. Kedua, disamping dengan pendapat rakyat yang dapat
berubah-ubah seriring berjalannya waktu, kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat
bisa berubah juga. Ketiga, perubahan-perubahan pada aspirasi srakyat dapat pula disebabkan
oleh pertambahan jumlah penduduk dan rakyat yang dewasa. Dan yang terakhir keempat,
bahwasanya pemilu perlu diadakan secara teratur dengan maksud untuk menjamin
terjadinya kepemimpinan negara di cabang kekuasaan eksekutif maupun di cabang
kekuasaan legislatif.
Meski pemilu merupakan sarana dan bentuk implementasi dari kedaulatan rakyat itu
sendiri, yang memberikan harapan kepada rakyat akan lahirnya seorang pemimpin yang
dapat memberi mereka kesejahteraan. Akan tetapi, apakah pemilu sepenuhnya dilaksanakan
sesuai dengan kedaulatan rakyat?
Pada proses pelaksanaan pemilu, seringkali kita menjumpai kecurangan yang terjadi.
Kecurangan tersebut dilakukan oleh beberapa oknum dari para calon kandidat beserta tim
suksenya. Mereka menggunakan segala cara untuk memenangkan pemilu, seperti
kecurangan yang dilakukan pada pemilu 2019 lalu. Bentuk-bentuk kecurangan tersebut
berupa penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta
diskriminasi perlakuan dan penyalah gunaan penegakkan hukum.9
Namun dari segala bentuk kecurangan yang terjadi, kecurangan yang serungkali atau
kerap kita dengar ialah politik uang. Bentuk politik uang ini terjadi tak hanya pada pasangan
kandidat, melainkan pada masyarakat juga. Bentuk kecurangan ini terjadi dengan
memanfaatkan prinsip demokrasi dan keadilan dalam pemilu tersebut yang mana adanya
keterlibatan masyarakat ialah hal yang mutlak.
8
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, 2006, hlm. 171.
9
CNN Indonesia, BPN Adukan 5 Bentuk Kecurangan Pemilu, Buktinya Berita Online, diakses dari
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190527015637-32-398584/bpn-adukan-5-bentuk-kecurangan-
pemilu-buktinya-berita-online) pada 22 Mei 2022, pukul 21.39 WIB.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
196 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022

Kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan pemilu dapat merampas serta


menghilangkan adanya implementasi kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan pemilu.
Pemerintahan yang awalnya timbul dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat berubah
menjadi pemerintahan yang timbul dari serta untuk kepentingan kelompok tertentu.
Adanya kecurangan pada pelaksanaan pemilu yang berakibat pada kedaulatan rakyat
seperti politik uang ini menjadikan budaya politik uang tersebut marak terjadi dimana-mana.
Dengan praktik yang dilakukan partai dari beberapa oknum saat mencari dukungan
langsung dari rakyat dimana rakyat disuap ataupun dibayar agar memilih calon kandidat
tertentu. Hal tersebut menyebabkan rakyat tak lagi bebas dalam menentukan pemilihannya,
suara yang diberikan rakyat pun tak lagi berprinsip jujur dan adil. Maka dari itu, untuk
menjamin pelaksanaan pemilu yang sesuai dengan asas-asasnya, diperlukanklah suatu
pengawasan terhadap jalannya setiap tahap pada pemilu yang dilembagakan dengan adanya
lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

CONCLUSION
Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa dari adanya perubahan UUD
1945 yang ketiga pada pasal 1 ayat (2) membawa perubahan pada mandat kedaulatan rakyat
yang awalnya dipegang oleh MPR, menjadi rakyat yang memiliki kekuasaan tertinggi. Lalu
dari adanya perubahan pasal 1 ayat (2) UUD 1945 tersebut, lahirlah pemilu sebagai sarana
kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wakil
Presiden. Namun seperti yang kita ketahui, kerap sekali terjadinya kecurangan pada
pelaksanaan pemilu yang dapat menghapuskan ataupun menghilangkan bentuk dari
implementasi kedaulatan rakyat yang ada pada pelaksanaan pemilu tersebut. Maka dari itu,
diperlukan adanya lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar pelaksanaan pemilu
dapat berjalan sesuai dengan asasnya dan juga tak menghapus implementasi kedaulatan
rakyat yang di dalamnya.

REFERENCES
Jimmy Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
Khairul Fahmi, ‘Prinsip Kedaulatan Rakyat Dalam Penentuan Sistem Pemilihan Umum Anggota
Legislatif’, Jurnal Konstitusi, vol. 7, No. 3, hlm. 121, 2010.
Ni’matul Huda, 2014, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers.
CNN Indonesia, 2019, BPN adukan 5 bentuk kecurangan pemilu, buktinya berita online,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190527015637-32-398584/bpn-adukan-
5-bentuk-kecurangan-pemilu-buktinya-berita-online, diakses pada 22 Mei 2022.
Morissan, 2005, Hukum Tata Negara Ri Era Reformasi. Jakarta: Ramdina Prakarsa.
Latipah Nasution, ‘Pemilu dan kedaulatan Rakyat’, ‘adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, Vol.
1, No. 9b, hlm. 83—84), 2017.
Indra Pahlevi, 2015, Sistem Pemilu di Indonesia antara Proporsional dan Mayoritarian. Jakarta
Pusat: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI).

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 1, Year 2022 197

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota
DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 1 angka 3,Pasal 5 ayat (1), Pasal 6
Mohammad Faisal Ridho, ‘Kedaulatan rakyat sebagai Perwujudan Demokrasi Indonesia’, ‘Adalah:
Buletin Hukum dan Keadilan, vol 1, no. 8e, hlm. 79-80, 2017.
Sodikin, ‘Kedaulatan Rakyat dan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konteks Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945’, Jurnal Cita Hukum, Vol 2, No. 1, hlm. 102-107,
2014.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai