Anda di halaman 1dari 13

BAB 3

LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori yang digunakan dalam penyusunan dokumen Kajian pemanfaatan eks
Panti Paleremanan

III- 7
1.1 Teori Guna Lahan
1.1.1 Pengertian Guna Lahan
Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat. penting bagi kehidupan
manusia. Dikatakan sebagai sumber daya alam yang penting karena lahan tersebut
merupakan tempat manusia melakukan segala aktifitasnya.
Pengertian lahan dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi fisik geografi,
lahan adalah tempat dimana sebuah hunian mempunyai kualitas fisik yang penting dalam
penggunaannya. Sementara ditinjau dari segi ekonomi lahan adalah suatu sumber daya
alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi (Lichrield dan Drabkin, 1980).
Beberapa sifat atau karakteristik lahan yang dikemukakan oleh Sujarto (1985) dan Drabkin
(4980) adalah sebagai berikut:
1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi
oleh kemungkinan nilai dan harga, dan tidak terpengaruhi oleh waktu, Lahan juga
merupakan aset yang terbatas dan tidak bertambah besar kecuali melalui
reklamasi.
2. Perbedaan antara lahan tidak terbangun dan lahan terbangun adalah lahan
tidak terbangun tidak akan dipengarahi oleh kemungkinan penurunan nilai,
sedangkan lahan terbangun nilainya cenderung turun karena penurunan nilai
struktur bangunan yang ada di atasnya. Tetapi penurunan nilai struktur bangunan
juga dapat meningkatkan nilai lahannya karena adanya harapan
peningkatan fungsi penggunaan lahan tersebut selanjutnya.
3. Lahan tidak dapat dipindahkan tetapi sebagai substitusinya intensitas
penggunaan lahan dapat ditingkatkan. Sehingga faktor lokasi untuk setiap jenis
penggunaan lahan tidak sama.
4. Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai
investasi jangka panjang (long-ferm investment) atau tabungan. Keterbatasan
lahan dan sifatnya yang secara fisik tidak terdepresiasi membuat lahan
menguntungkan sebagai tabungan. Selain itu investasi lahan berbeda dengan
investasi barang ekonomi yang lain, dimana biaya perawatannya (maintenance
cost) hanya meliputi pajak dan interest charges. Biaya ini relatif jauh lebih kecil
dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan lahan
tersebut.
Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan
bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989) selain

III- 7
itu penggunaan lahan dapat diartikan pula suatu aktivitas manusia pada lahan yang
langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987). Penggunaan
lahan dapat diartikan juga sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan, pemanfaatan suatu
bidang tanah pada suatu waktu (Jayadinata, 1992).
1.1.2 Jenis Penggunaan Lahan
Lahan kota terbagi menjadi lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan
Terbangun terdiri dari dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran.
Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan
untuk aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak
terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan
penambangan sumber daya alam). Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu,
wilayah, maka perlu diketahui komponen komponen penggunaan lahannya. Berdasarkan
jenis pengguna lahan dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat
diketahui komponen-komponen pembentuk guna lahan (Chapin dan Kaiser, 1979). Menurut
Maurice Yeates, komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas (Yeates,
1980):
1. Permukiman
2. Industri
3. Komersial
4. Jalan
5. Tanah publik
6. Tanah kosong
Sedangkan menurut Hartshorne, komponen penggunaan lahan dapat dibedakan
menjadi (Hartshorne, 1980):
1. Private Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan
Lahan permukiman, komersial, dan industri.
2. Public Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan
lahan rekreasi dan pendidikan.
3. Jalan
Sedangkan menurut Lean dan Goodall, 1976), komponen penggunaan lahan
dibedakan menjadi :
1. Penggunaan lahan yang menguntungkan
Penggunaan lahan yang menguntungkan tergantung pada penggunaan lahan
yang tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan guna lahan yang tidak
menguntungkan tidak dapat bersaing secara bersamaan dengan lahan untuk fungsi

III- 7
yang menguntungkan. Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan
untuk pertokoan, perumahan, industri, kantor dan bisnis. Tetapi keberadaan. guna lahan
ini tidak lepas dari kelengkapan penggunaan lahan lainnya yang cenderung tidak
menguntungkan, yaitu penggunaan lahan untuk sekolah, rumah sakit, taman, tempat
pembuangan sampah, dan sarana prasarana. Pengadaan sarana dan prasarana yang
Iengkap merupakan suatu contoh bagaimana guna lahan yang menguntungkan dari
suatu lokasi dapat mempengaruhi guna lahan yang lain. Jika lahan digunakan untuk
suatu tujuan dengan membangun kelengkapan untuk guna.lahan di sekitarnya, maka
hal ini dapat meningkatkan nilai keuntungan secara umum, dan meningkatkan
nilai-lahan. Dengan demikian akan memungkinkan beberapa guna lahan bekerjasama
meningkatkan keuntungannya dengan berlokasi dekat pada salah satu guna lahan.
2. Penggunaan lahan yang tidak menguntungkan
Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk jalan, taman,
pendidikan dan kantor pemerintahan.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa guna lahan yang
menguntungkan mempunyai keterkaitan yang besar dengan guna lahan yang tidak
menguntungkan. Guna lahan utama yang dapat dikaitkan dengan fungsi perumahan adalah
guna lahan komersial, guna lahan industri, dan guna lahan publik maupun semi publik
(Chajin dan Kaiser,1979). Adapun penjelasan masing masing guna lahan tersebut adalah:
a. Guna lahan komersial
Fungsi komersial dapat dikombinasikan dengan perumahan melalui percampuran
secara vertikal. Guna lahan komersial yang harus dihindari dari perumahan adalah
perdagangan grosir dan perusahaan besar.
b. Guna lahan industri
Keberadaan industri tidak saja dapat memberikan kesempatan kerja namun juga
memberikan nilai tambah melalui landscape dan bangunan yang megah yang
ditampilkannya. Jenis industri yang harus dihindari dari perumahan adalah industri
pengolahan minyak, industri kimia, pabrik baja dan industri pengolahan hasil
tambang.
c. Guna lahan publik maupun semi publik
Guna lahan ini meliputi guna lahan untuk pemadam kebakaran, tempat ibadah,
sekolah, area rekreasi, kuburan, rumah sakit, terminal dan lain-lain.
1.1.3 Perubahan Pemanfataan Lahan
Perubahan mengandung arti berganti dari suatu guna ke guna lahan yang lain.
Suatu guna ke guna yang lain tentunya harus mempunyai arti atau pengertian yang
jelas terutama secara hukum (legal), sehingga jika dikatakan guna lahan ini untuk

III- 7
perumahan, maka jika dipakai untuk pertokoan berarti sudah berubah (Winarso,
1995).
Sedangkan menurut Wahyunto (2001), perubahan pemanfaatan lahan adalah
bertambahnya suatu pemanfaatan lahan dari satu sisi pemanfaatan ke pemanfaatan
yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe pemanfaatan lahan yang lain dari
suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun
waktu yang berbeda Winarso (1995) berpendapat bahwa perubahan guna lahan
yang sering terjadi terutama pada sektor swasta serta menyebabkan permintaan
lahan untuk keperluan komersial adalah fenomena yang umum terjadi di kota-kota
besar. Perubahan guna lahan komersial ini tidak hanya terjadi pada daerah- daerah
pinggiran yang berupa lahan pertanian tetapi juga pada lahan-lahan yang pada
mulanya adalah perumahan atau fasilitas umum yang menunjang perumahan.
Proses perubahan tersebut dapat berupa pembangunan kembali suatu
kawasan ataupun perubahan incremental (drastis) atau secara besar-besaran pada
jalan-jalan protokol. Ini mudah dipahami karena pada dasarnya fasilitas komersial
akan selalu mendekati konsumen yang tinggal di perumahan untuk membentuk
penghematan ekstern yang disebut agglomeration economies (Djojodipuro, 1992).
Terdapat empat proses utama yang menyebabkan terjadinya perubahan guna
lahan di perkotaan (Bourne, 1982), yaitu :
a. Perluasan batas kota;
b. Peremajaan di pusat kota;
c. Perluasan jaringan infrastruktur terutama jaringan transportasi; dan
d. Tumbuh dan hilangnya aktivitas tertentu, misalnya tumbuh aktivitas industri.
Menurut Yunus (2002) terdapat kaitan yang sangat erat antara nilai lahan dan
penggunaan lahan. Nilai lahan atau land value adalah suatu penilaian atas lahan
didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan
produktivitas dan strategi ekonominya. Berdasarkan konsep highest and best use,
maka tingginya harga lahan akan menyebabkan hanya kegiatan-kegiatan tertentu
saja (tingkat produktifitasnya tinggi) yang dilokasikan di lahan tersebut.
Lahan yang digunakan untuk kegiatan yang tingkat produktifitasnya tinggi akan
menyebabkan lahan tersebut mempunyai nilai yang semakin tinggi. Jadi, persaingan
dalam pengalokasian kegiatan pada suatu lahan akan menyebabkan perubahan
pemanfaatan lahan dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.

III- 7
Menurut Sanggono (1993) perubahan pemanfaatan lahan terjadi akibat
perubahan nilai lahan, sehingga guna lahan eksisiting mengalami penyesuaian.
Pertimbangan nilai lahan akan menentukan bahwa lahan tersebut lebih produktif
untuk kegiatan lain sehingga terbentuk guna lahan baru.

Gambar 1. 1 Proses Perubahan Lahan (Sumber: Sanggono, 1993)

1.2 Teori Ekonomi


1. Teori Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi lokal dapat diartikan sebagai “kemampuan ekonomi daerah lokal
yang bisa dan patut untuk dikembangkan dan terus menerus berkembang serta menjadi
sumber pencarian masyarakat sekitar bahkan dapat mempengaruhi peningkatan
perekonomian daerah seutuhnya untuk lebih berkembang”. Pembangunan sektor unggul
yang dimiliki daerah tersusun rapi pada visi dan misi daerah tersebut yang tercantum di
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Di dalam RPJPD dan RPJMD terlihat
beberapa bidang mengutamakan pada setiap program daerah kabupaten/kota untuk
memperkuat pengembangan sektor yang diunggulkan. Disamping itu, RPJPD dan RPJMD
diharapkan mencerminkan beberapa program dan tujuan-tujuan untuk pengembangan
sektor unggul daerah. Hal tersebut adalah salah satu cara pemerintah untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki daerah dengan tertulis di perencanaan pembangunan
daerah (Suparmoko, 2019)

2. Teori Ekonomi Wilayah

Menurut Sjafrizal (2015), ekonomi wilayah merupakan cabang ilmu yang


mengembangkan ilmu ekonomi terhadap aspek tertentu seperti lokasi dan tata ruang.
Secara umum ekonomi regional menganalisis bagaimana pengaruh dari sebuah ruang

III- 7
terhadap ekonomi dengan batasan terfokus pada suatu wilayah tertentu seperti provinsi,
kabupaten, ataupun perkotaan. Analisis yang dilakukan terhadap aspek lokasi dan tata
ruang dapat digunakan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh suatu
wilayah. Oleh karena permasalahan yang dihadapi suatu wilayah tidak dapat dipecahkan
dengan hanya satu disiplin ilmu saja, maka dari itu ilmu ekonomi wilayah memiliki sifat
multidisipliner. Multidisipliner artinya ilmu ekonomi wilayah dalam memecahkan suatu
masalah tidak hanya menggunakan pendekatan-pendekatan berbasis ekonomi saja,
melainkan juga memperhatikan unsur geografi, sosial, pertanian, planologi, hukum dan lain-
lain.

3. Teori ekonomi Masyarakat perkotaan


Masalah-masalah perkotaan yang ada seperti, ketidaklayakan pemukiman, kemiskinan,
kemacetan yang kian hari kian parah, tingkat kriminalitas yang tinggi, polusi dan lainnya, menuntut
para ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk memikirkan dan mencari solusi pemecahannya, tidak
ketinggalan dengan para ahli ekonomi. Faktor-faktor seperti, nilai sewa lahan, pengangguran,
kesenjangan pendapatan, harga perumahan, transportasi, lalu lintas transportasi, rangkaian
kebijakan pemerintah, perpajakan dan keuangan pemerintah daerah menimbulkan dampak pada
lingkungan di antaranya seperti kemacetan, perumahan kumuh, dan eksternalitas yang
menimbulkan polusi alam. Lebih jauh lagi faktor-faktor tersebut akan menimbulkan masalah
kemiskinan, kriminalitas, kesehatan, pendidikan di perkotaan (Prof. Sukanto Reksohadiprodjo,
Ekonomi Perkotaan)

4. Pertumbuhan ekonomi inklusif

Pertumbuhan ekonomi inklusif erat kaitannya dengan pertumbuhan pro-poor dimana


keduanya bermaksud menurunkan angka kemiskinan. Namun demikian, pertumbuhan inklusif
memiliki dimensi yang berbeda dalam hal kesetaraan pendapatan (Ranieri & Ramos, 2013). Pro-poor
lebih berfokus pada orang yang berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan pertumbuhan inklusif
berfokus pada penyetaraan di semua lapisan masyarakat, baik miskin, menengah, dan kaya. Hal
tersebut disebabkan pertumbuhan yang hanya berpihak pada kaum miskin akan berisiko
menurunkan pertumbuhan ekonomi (Klasen, 2010)

1.3 Teori Sosial


1. Teori perilaku social
a. Pengertian Perilaku Sosial

III- 7
Sebagai makhluk sosial, individu akan menampilkan perilaku tertentu antara
lain interaksi individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya.
Di dalam interaksi-interaksi sosial tersebut, akan terjadi peristiwa saling
mempengaruhi antara individu yang satu dengan yang lain. Hasil dari
peristiwa tersebut adalah perilaku sosial. Perilaku sosial merupakan perilaku
yang alami atau natural dan timbul secara spontan dalam interaksi
Sementara itu, Skinner sebagai Bapak Perilaku Sosial (Behaviorisme)
menyatakan bahwa perilaku sosial adalah perilaku yang dapat diamati dan
determinan dari lingkungannya.
Dari beberapa pengertian yang disampaikan oleh ahli di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa perilaku sosial merupakan suatu hubungan timbal balik
antara dua individu atau lebih akibat adanya stimulus atau pengaruh dari
lingkungan untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan lingkungan, di mana
melibatkan faktor kognisi untuk menentukan individu tersebut menerima atau
menolak pengaruh dari lingkungannya. Perilaku sosial anak dapat dilihat
dalam bentuk kerjasama, menghormati/menghargai, jujur, maupun dalam
situasi pertentangan.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial
Baron dan Byrne dalam Didin Budiman berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang
dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu :
1) Perilaku dan karakteristik orang lain
Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun,
ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang
berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan
orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu.
Pada aspek ini guru memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat
mempengaruhi pembentukan perilaku social siswa, karena ia akan member pengaruh
yang cukup besar dalam mengarahkan siswa untuk melakukan sesuatu perubahan.
2) Proses kognitif Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan
pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh
terhadap perilaku sosialnya.
3) Faktor lingkungan Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku social
seseorang. Misalnya orang yang berasal dari daerah pantai atau pegunungan yang
terbiasa berkata keras, maka perilaku sosialnya seolah keras pula ketika berada di
lingkungan masyarakat yang terbiasa lembut dan halus dalam bertutur kata.

III- 7
4) Latar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran social itu terjadi. Misalnya,
seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akan terasa berperilaku
sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau
berbeda. Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting adalah
untuk saling menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak.

c. Bentuk-bentuk dan Jenis Perilaku Sosial


Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter
atau ciri kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain.
Seperti dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku sosial seseorang yang
menjadi anggota kelompok akan akan terlihat jelas diantara anggota kelompok yang lainnya.
Menurut Didin Budiman, perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon antar
pribadi, yaitu :
1) Kecenderungan Perilaku Peran
a) Sifat pemberani dan pengecut
secara social Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial, biasanya dia suka
mempertahankan dan membela haknya, tidak malu-malu atau tidak segan
melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai norma di masyarakat dalam
mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga.
Sedangkan sifat pengecut menunjukkan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti
kurang suka mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat untuk
mengedepankan kepentingannya.
b) Sifat berkuasa dan sifat patuh
Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilaku sosial biasanya ditunjukkan
oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada kekuatan, percaya diri,
berkemauan keras, suka memberi perintah dan memimpin langsung. Sedangkan
sifat yang patuh atau penyerah menunjukkan perilaku sosial yang sebaliknya,
misalnya kurang tegas dalam bertindak, tidak suka memberi perintah dan tidak
berorientasi kepada kekuatan dan kekerasan.
c) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif
Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka mengorganisasi kelompok, tidak
suka mempersoalkan latar belakang, suka memberi masukan atau saran-saran
dalam berbagai pertemuan, dan biasanya suka mengambil alih kepemimpinan.
Sedangkan sifat orang yang pasif secara sosial ditunjukkan oleh perilaku yang
bertentangan dengan sifat orang yang aktif, misalnya perilakunya yang dominan
diam, kurang berinisiatif, tidak suka memberi saran atau masukan.
d) Sifat mandiri dan tergantung

III- 7
Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala sesuatunya dilakukan
oleh dirinya sendiri, seperti membuat rencana sendiri, melakukan sesuatu dengan
cara-cara sendiri, tidak suak berusaha mencari nasihat atau dukungan dari orang
lain, dan secara emosiaonal cukup stabil.
Sedangkan sifat orang yang ketergantungan cenderung menunjukkan perilaku sosial
sebaliknya dari sifat orang mandiri, misalnya membuat rencana dan melakukan
segala sesuatu harus selalu mendapat saran dan dukungan orang lain, dan keadaan
emosionalnya relatif labil.
2) Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial
a) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain
Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain biasanya tidak berprasangka
buruk terhadap orang lain, loyal, dipercaya, pemaaf dan tulus menghargai kelebihan
orang lain. Sementara sifat orang yang ditolak biasanya suka mencari kesalahan dan
tidak mengakui kelebihan orang lain.
b) Suka bergaul dan tidak suka bergaul
Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan sosial yang baik, senang
bersama dengan yang lain dan senang bepergian. Sedangkan orang yang tidak suka
bergaul menunjukkan sifat dan perilaku yang sebaliknya.
c) Sifat ramah dan tidak ramah
Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka, mudah didekati orang, dan
suka bersosialisasi. Sedang orang yang tidak ramah cenderung bersifat sebaliknya.
d). Simpatik atau tidak simpatik
Orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli terhadap perasaan dan keinginan
orang lain, murah hati dan suka membela orang tertindas. Sedangkan orang yang
tidak simpatik menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya.
3) Kecenderungan perilaku ekspresif
a) Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing (suka bekerja
sama)
Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan sosial sebagai
perlombaan, lawan adalah saingan yang harus dikalahkan, memperkaya diri sendiri.
Sedangkan orang yang tidak suka bersaing menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya
b) Sifat agresif dan tidak agresif
Orang yang agresif biasanya suka menyerang orang lain baik langsung ataupun
tidak langsung, pendendam, menentang atau tidak patuh pada penguasa, suka
bertengkar dan suka menyangkal. Sifat orang yang tidak agresif menunjukkan
perilaku yang sebaliknya.
c) Sifat kalem atau tenang secara sosial

III- 7
Orang yang kalem biasanya tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain,
mengalami kegugupan, malu, ragu-ragu, dan merasa terganggu jika ditonton orang.
d) Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
Orang yang suka pamer biasanya berperilaku berlebihan, suka mencari pengakuan,
berperilaku aneh untuk mencari perhatian orang lain.

2. Teori kampung kota


Salim (1997) dalam (Novrianti, 2019) mengungkapkan bahwa kampung kota memiliki
berbagai ciri-ciri diantaranya adalah:
a. Penghuni kampung kota mempunyai tingkat pendidikan serta
pendapatan relatif rendah. b. Penduduk kampung berusaha
berkembang dalam kehidupan ekonomi yang informal.
b. Lingkungan permukiman berkualitas rendah, padat, serta fasilitas
tidak tersedia dengan baik.
c. Bangunan bermukim umumnya sederhana dan terbuat dari bahan
semi permanen.
d. Peri kehidupan berdasarkan ikatan dengan sifat yang akrab

Pawitro (2012) menyatakan bahwa kampung kota yang berada di perkotaan besar di
Indonesia merupakan hal yang menarik untuk dibahas dan diteliti lebih mendalam
dikarenakan fenomena kampung kota berkaitan erat dengan aspek sosial budaya
yang berisi: pola perilaku, kebiasaan, ikatan sosial, dan adat istiadat yang tetap
dipertahankan dalam kehidupannya. Murray (1991) menjelaskan bahwa komunitas
pada kampung kota terbentuk dari beberapa kelompok kecil tetangga. Ikatan tempat
tinggal pada kampung kota terbentuk dari hubungan antar tetangga, jelas terlihat
dengan pola jendela rumah yang menghadap ke jalan yang sama agar interaksi
dapat terjadi dengan intens satu sama lain (Bremm, 1988). Kemudian Berner dan
Korff (1995) dalam (Widjaja, 2013) mengungkapkan bahwa hubungan interaksi pada
kampung kota masa kini tidak hanya berkaitan antara warga kampung, namun
berkaitan pula dengan warga pendatang.

3. Teori karakteristik masyarakat miskin


Karakteristik Kemiskinan Masyarakat miskin sesuai karakteristiknya menurut
Kartasasmita (1993:4), umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas
aksesnya pada kegiatan ekonomi, sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat
lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi.

III- 7
Sementara itu Soemardjan (dalam Sumodingrat 1999:81), mendeskripsikan berbagai
cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbeda-beda, dengan tetap
memperhatikan dua kategori tingkat kemiskinan, sebagai berikut:
Pertama, kemiskinan absolut adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan
seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan,
sandang, papan, kesehatan dan pedidikan;
Kedua, kemiskinan relatif adalah penghitungan kemisikinan berdasarkan proporsi
distribusi pendapatan dalam suatu daerah. Kemiskinan jenis ini dikatakan relatif
kerena berkaitan dengan distribusi pendapatan antar lapisan sosial.

Chamber (1983:109) mengemukakan lima karakteristik sebagai ketidak beruntungan


(disadventages) yang melingkupi orang miskin atau keluarga miskin antara lain:
(a) poverty
(b) physical weakness
(c) isolation
(d) powerlessness.

Moeljarto (1995:98) mengemukakan tentang Poverty Profile sebagaimana berikut:


Masalah kemiskinan bukan saja masalah welfare akan tetapi mengandung enam
buah alasan antara lain :
(a) Masalah kemiskinan adalah masalah kerentanan.
(b) Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja karena
hubungan produksi dalam masyarakat tidak memberi peluang kepada mereka untuk
berpartisipasi dalam proses produksi.
(c) Masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi, emosional dan sosial dalam
menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan menyangkut
dirinya tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, sehingga
membuatnya tidak berdaya.
(d) Kemiskinan juga berarti menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk
konsumsi pangan dalam kualitas dan kuantitas terbatas.
(e) Tingginya rasio ketergantungan, karena jumlah keluarga yang besar.
(f) Adanya kemiskinan yang diwariskan secara terus menerus.

Selanjutnya Supriatna (1997:82) mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin,


antara lain:
1.Tidak memiliki faktor produksi sendiri.

III- 7
2.Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan
sendiri.
3.Tingkat pendidikan pada umunya rendah.
4.Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas .
5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau
pendidikan yang memadai

III- 7

Anda mungkin juga menyukai