Anda di halaman 1dari 122

MODUL PRAKTIKUM

TEKNIK ANALISA MIKROORGANISME

Penyusun:

Sulistyo Emantoko Mangihot Tua Gultom Ernest Soerjadjaja

FAKULTAS TEKNOBIOLOGI UNIVERSITAS


SURABAYA
2016
Modul 1
IDENTIFIKASI GENUS KULTUR BAKTERI UNKNOWN

TUJUAN
Mahasiswa dapat menentukan genus kultur bakteri yang belum diketahui
menggunakan teknik pengkulturan dan uji biokimia
DASAR TEORI
Metode identifikasi secara umum dilakukan untuk mengetahui langkah awal
memulai identifikasi bakteri, berdasarkan informasi mengenai ukuran, bentuk,
reaksi pewarnaan gram, penampilan koloni bakteri dan uji biokimia. Dengan uji
dan pengamatan tersebut dimungkinkan untuk menentukan bagian atau famili
bahkan genus dengan tepat. Hal ini disebabkan karena setiap mikroorganisme
memiliki karakteristik metabolisme yang unik dan spesifik yang dapat dijadikan
dasar untuk identifikasi.

Pewarnaan Gram
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, karena
selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bekteri,
sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Oleh karena itu teknik
pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam
penelitian-penelitian mikrobiologi. Ada beberapa macam reaksi pewarnaan yang
sering digunakan yaitu pewarnaan Gram, acid-fast (tahan asam), pewarnaan
endospora, dan lain sebagainya.
Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen
selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen.
Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler
maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan
pewarna asam dan pewarna basa.
Pewarna asam dapat tejadi karena bila senyawa pewarna bermuatan negatif.
Dalam kondisi pH mendekati netral dinding sel bakteri cenderung bermuatan
negatif, sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan ditolak oleh
dinding sel, maka sel tidak berwarna. Pewarna asam ini disebut pewrna negatif.
Contoh pewarna asam misalnya : tinta cina, larutan Nigrosin, asam pikrat, eosin
dan lain-lain. Pewarnaan basa bisa terjadi biasenyawa pewarna bersifat positif,
sehingga akan diikat oleh dinding sel bakteri dan sel bakteri jadi terwarna dan
terlihat. Contoh dari pewarna basa misalnya metilin biru, kristal violet, safranin
dan lain-lain.

2
Teknik pewarnaan asam basa ini hanya menggunakan satu jenis senyawa
pewarna, teknik ini disebut pewarna sederhana. Pewarnaan sederhana ini
diperlukan untuk mengamati morfologi, baik bentuk maupun susunan sel. Teknik
pewarnaan yang lain adalah pewarnaan diferensial, yang menggunakan senyawa
pewarna yang lebih dari satu jenis. Diperlukan untuk mengelompokkan bakteri
misalnya, bakteri Gram positif dan Gram negatif atau bakteri tahan asam dan
tidak tahan asam. Juga diperlukan untuk mengamati struktur bakteri seperti
flagela, kapsula, spora dan nukleus.
Proses pewarnaan diferensial ini memerlukan 4 jenis reagen. Bakteri terbagi
atas dua kelompok berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri Gram positif yang
berwarna ungu dan Gram negatif yang berwarna merah. Perbedaan ini
berdasarkan perbedaan bandingan dinding sel bakteri. Bakteri Gram positif
membran selnya hanya terdiri dari lapisan peptidoglikan, sedangkan Gram negatif
memiliki lapisan peptidoglikan dan lapisan lipopolisakarida (LPS).
Reagen pertama disebut warna dasar, berupa pewarna basa, jadi pewarna ini
akan mewarnai dengan jelas. Pewarna ini akan menempel pada lapisan
peptidoglikan bakteri Gram positif dan lapisan LPS bakteri Gram negatif. Reagen
kedua berfungsi untuk memperkuat penempelan zat warna pada membran sel
bakteri. Sedangkan reagen III yaitu etanol absolut disebut bahan pencuci warna
(decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi
dinding sel, lapisan LPS pada bakteri Gram negatif akan ikut terlarut sehingga
pewarna Gram I akan ikut terbuang sedangkan membran sel bakteri Gram positif
tidak akan terlarut. Reagen terakhir adalah warna pembanding, bila warna tidak
tercuci maka warna pembanding tidak akan menempel, yang terlihat pada hasil
akhir tetap warna dasar. Pewarna ini akan masuk pada lapisan peptidoglikan
bakteri Gram negatif sehingga bakteri Gram negatif sekarang akan berwarna
merah. Pewarna Gram IV tidak akan masuk ke lapisan peptidoglikan bakteri
Gram positif sehingga bakteri Gram positif akan tetap berwarna ungu.
Hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan pewarnaan Gram adalah
fiksasi yang berfungsi untuk membunuh sel-sel bakteri dan untuk melekatkan sel-
sel bakteri pada kaca objek sehingga ketika ditambah dengan reagen pewarnaan
Gram, sel bakteri tidak ikut tergelontor. Setelah pewarnaan selesai dilakukan,
bakteri dapat diamati menggunakan mikroskop untuk melihat bentuk, ukuran, dan
jenis Gram bakteri.

3
Uji biokimia
Metabolisme merupakan reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada makhluk
hidup. Proses metabolisme dibedakan menjadi dua jenis yaitu anabolisme dan
katabolisme. Anabolisme (Biosintesis) yaitu reaksi biokimia yang merakit
molekul-molekul sederhana menjadi molekul-molekul yang lebih kompleks.
Misalnya pembentukkan protein dari asam amino. Secara umum proses anabolik
membutuhkan energi. Sedangkan katabolisme yaitu reaksi biokimia yang
memecah atau menguraikan molekul-molekul kompleks menjadi molekul-
molekul yang lebih sederhana. Proses katabolik melepaskan energi yang
dibutuhkan oleh sel.
Aktivitas metabolisme tidak terlepas dari adanya enzim. Berdasarkan tempat
bekerjanya, bakteri memiliki juga jenis enzim yaitu endoenzim dan eksoenzim.
Endoenzim yaitu enzim yang berkerja dalam sel. Sistem endoenzim selain
bersifat anabolik dapat juga bersifat katabolik. Sedangkan eksoenzim yaitu enzim
yang disekresikan ke luar sel dan berdifusi ke dalam media. Sebagian besar
eksoenzim bersifat hidroliktik, yang berarti bahwa eksoenzim menguraikan
molekul kompleks menjadi molekul yang molekul-molekul yang lebih sederhana.
Molekul-molekul yang lebih kecil ini kemudian dapat memasuki sel dan
digunakan untuk kepentingan sel.
Sifat metabolisme bakteri dalam uji biokimia biasanya dilihat dari interaksi
metabolit-metabolit yang dihasilkan dengan reagen-reagen kimia.
Selain itu dilihat kemampuannya menggunakan senyawa tertentu sebagai sumber
karbon dan sumber energi.
Berikut beberapa uji Biokimia yang digunakan untuk identifikasi bakteri
antara lain :
▪ Uji fermentasi karbohidrat pada media (laktosa, dekstrosa, sukrosa)
Penggunaan karbohidrat dari tiap-tiap bakteri bebeda-beda sesuai
dengan enzim yang dimilikinya. Ada yang mampu memfermentasi
karbohidrat secara anaerob sementara yang lain menggunakan jalur aerob.
Dalam fermentasi biasanya substrat berupa karbohidrat melalui serangakaian
reaksi dan menghasilkan asam organik (misalnya asam laktat, format atau
asetat) dan kadang-kadang dihasilkan gas sebagai tambahan dari produksi
asam. Gas yang terbentuk biasanya adalah gas hidrogen atau gas karbon
dioksida.

4
Karbohidrat yang digunakan oleh bakteri mulanya harus diubah
dahulu menjadi asam piruvat. Molekul asam piruvat inilah yang menjadi
nantinya akan diubah menjadi bermacam macam produk akhir metabolisme.
Proses pembentukan berbagai asam organik dari glukosa oleh bakteri terlihat
pada gambar di bawah ini.

Medium yang digunakan untuk uji fermentasi karbohidrat biasanya


berisi nutrien broth sebagai nutrisi tumbuh bakteri. Untuk mengetahui ada
tidaknya fermentasi terhadap gula tersebut, maka ke dalam medium tersebut
ditambahkan indikator yang dapat menunjukkan perubahan pH ke arah asam
atau basa. Indikator yang biasa digunakan yaitu phenol red yang mendeteksi
produksi asam. Hal ini ditandai dengan perubahan warna pada media yang
berubah dari warna merah menjadi kuning, artinya bakteri ini membentuk
asam dari fermentasi glukosa.
Ke dalam tabung-tabung dimasukkan pula tabung kecil yang letaknya
terbalik (tabung Durham) untuk mengetahui apakah dalam proses fermentasi
itu terbentuk gas atau tidak. Bila gas terbentuk, sebagian gas itu akan
berkumpul dalam tabung Durham, sehingga tampak seperti rongga kosong.

Uji positif
Uji negatif

5
Uji fermentasi karbohidrat

▪ Uji Indol
Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam proses
pertumbuhannya bakteri dapat membentuk indol dari degradasi asam amino
triptofan karena tidak semua bakteri mampu mendegradasi triptofan
membentuk indol. Konversi asam amino triptophan menjadi produk- produk
metabolit dilakukan oleh triptophanase.

Reaksi pelepasan gugus indol dari triptofan

Media yang digunakan pada uji ini adalah SIM Agar Deep Tube dan
adanya pembentukan indol dapat diketahui dengan penambahan reagens
Kovacs, yang mengakibatkan medium berwarna merah. Indol yang
dihasilkan diekstrak dari media oleh komponen butil alkohol yang telah
diasamkan dan kemudian indol tersebut akan membentuk kompleks dengan
p-dimethylaminobenzaldehyde. Uji negatif ditandai dengan tidak timbulnya
warna merah pada larutan. Bila jumlah indol sedikit dapat dikumpulkan ke
permukaan medium dan bereaksi dengan reagens di permukaan medium
berupa cincin merah.

Reaksi antara indol dengan reagen Kovac’s

Selain itu media ini juga dapat digunakan untuk uji produksi H 2S
dengan perubahan warna media menjadi warna hitam, yang berarti bakteri

6
ini menghasilkan Hidrogen Sulfit (H 2S). Media SIM mengandung peptone
dan sodium tiosulfat sebagai sumber sulfur. Indikator yang digunakan
adalah FeSO4 yang juga berfungsi untuk memadatkan media dan
meningkatkan respirasi anaerobik. Apabila bakteri menghasilkan gas H 2S,
maka inidikator FeSO4 akan bergabung dengan gas tersebut membentuk
presipitat yang berwarna hitam.
Pembentukan gas H2S oleh bakteri dapat dilakukan melalui dua
jalur. Melalui jalur pertama, gas H 2S dibentuk melalui reduksi
(hidrogenasi) komponen sulfur organik yang ada pada asam amino sistein.
Apabila bakteri memiliki enzim sistein desulfurase, maka asam amino
sistein akan kehilangan atom sulfurnya dan kemudian atom sulfur tersebut
akan direduksi oleh ion hidrogen yang bersumber dari air dan membentuk
gas H2S.

Pembentukan gas H2S dari asam amino sistein

Gas H2S juga dapat diproduksi dari reduksi komponen sulfur


inorganik seperti dari komponen tiosulfat (S 2O3-), sulfat (SO42-), dan sulfit
(SO32-).

3S23O 2- + 4H+ + 4e- → 2S O 2 23- + 2H S 2


Pembentukan H2S dari komponen tiosulfat

7
Uji pembentukan H2S

Uji lain dari agar SIM adalah uji motilitas. Uji motilitas positif
ditunjukan dengan adanya kekeruhan yang terjadi pada seluruh bagian agar
uji. Jika kekeruhan hanya ada di sekitar bekas tusukan pada media agar SIM
hal itu menandakan bahwa bakteri uji kita merupakan bakteri yang tidak
memiliki alat gerak. Uji SIM akan dibahas pada Modul 2
▪ Uji MR-VP
Pengujian dengan metil merah dilakukan untuk mengetahui apakah
bakteri dapat membentuk asam sedemikian banyaknya sehingga dapat
mengubah indikator metil merah menjadi merah. Beberapa jenis bakteri
dapat membentuk asam tetapi tidak cukup banyak untuk dapat mengubah
indikator dan penurunan pH sampai 5,0, pada umumnya sudah menghambat
kelanjutan hidup mikroorganisme. Sedang bakteri seperti Escherichia coli
dapat memberikan hasil pengujian positif karena dapat menurunkan hasil
pengujian positif dan dapat menurunkan pH sampai di bawah 4,5. Sebaliknya
Klebsiella aerogenes mengadakan dekarboksilasi dan kondensasi asam
piruvat untuk membentuk asetilmetilkarbinol, sehingga pH meningkat, dan
bila ditambahkan metil merah warnanya menjadi kuning, yang berarti hasil
pengujian negatif. Pengujian seharusnya jangan dilakukan sebelum biakan
berumur dua hari pada suhu 37ºC atau tiga hari pada suhu 30ºC. Reaksi ini
tidak dapat dipercepat dengan meningkatkan kadar glukosa dalam medium.
Menurut Voges-Proskauer pengujian yang dilakukannya adalah
untuk mengetahui apakah dalam proses pertumbuhan organisme terbentuk
asetilmetilkarbinol sebagai produk-antara (intermediate product) dari proses
metabolisme karbohidrat. Asetilmetilkarbinol dalam lingkungan yang

8
mengandung potasium hidroksida dan udara, teroksidasi menjadi senyawa
diasetil. Senyawa ini dengan alfa-naftol dan inti guanidin dari asam-
aminoorganina (dari pepton) menghasilkan warna merah. Reaksi ini harus
dilihat dalam waktu lebih dari empat jam setelah ditambah reagens.
Reagen yang digunakan dalam uji ini adalah Barrit’s A dan B.
Reagen ini mengandung α-naphtol alkoholik dan larutan KOH 40%. Deteksi
keberadaan asetil metil karbinol memerlukan oksidasi zat ini menjadi
komponen diasetil. Reaksi ini akan berjalan apabila ada α-naphtol yang
berfungsi sebagai katalis dan gugus guanidin yang terkandung pada pepton
dari medium MR-VP. Hasil positif ditunjukkan oleh munculnya warna
merah muda pada larutan.

Reaksi antara asetilmetil-karbinol dengan reagen Barrit’s

Hasil uji MR (kiri) dan VP (kanan)

▪ Simmons Citrate Agar Slant


Penanaman dalam medium pembiakan sitrat (Simmons Citrate
Medium) dimaksudkan untuk mengetahui apakah senyawa sitrat dapat
dipakai sebagai satu-satunya sumber karbon bagi organisme. Aktivitas ini

9
bergantung pada enzim citrate permease yang berfungsi untuk memfasilitasi
transpor sitrat ke dalam sel.
Dalam medium ini digunakan natriumsitrat sebagai sumber
karbon. Bila natriumsitrat ini dapat diuraikan maka amonium
hidrogenfosfat turut teruraikan dan akan melepaskan NH 3 sehingga
menyebabkan medium menjadi alkalis, dan indikator bromtimol biru berubah
dari hijau menjadi biru. Penanaman dilakukan dengan jarum; penanaman
berlebihan dapat menghasilkan positif palsu.

Reaksi dalam konsumsi sitrat oleh bakteri

Hasil uji positif utilisasi sitrat (kiri) dan hasil uji negatif (kanan)

▪ Uji Reduksi Nitrat


Dalam metabolisme mikroaerofilik, tidak ada molekul oksigen yang
biasanya berperan sebagai akseptor elektron terakhir. Oleh karena itu
beberapa bakteri menggunakan senyawa anorganik lain sebagai akseptor
elektronnya. Senyawa yang dapat digunakan sebagai akseptor elektron salah
satunya adalah senyawa nitrat dan sulfat. Apabila senyawa nitrat digunakan,
maka senyawa nitrat akan diubah menjadi nitrit. Enzim yang berperan dalam
proses ini adalah nitrate reductase

10
NO 3 - + 2H+ → NO 2- + H O2
Reduksi nitrat oleh nitrate reductase
Pada beberapa organisme, reaksi ini tidak hanya berhenti sampai di
sini. Nitrit dari reaksi di atas dapat direduksi lebih lanjut menjadi ammonia
atau nitrogen. Reaksinya :

NO2- → NH3+
atau

2NO3- + 12H+ + 10e- → N2 + 6H2O


Dalam uji ini digunakan media nitrate broth yang komposisi
utamanya adalah nutrien broth dan 0.1% KNO 3 sebagai sumber nitrat. Selain
itu juga ditambahkan agar sehingga medium ini menjadi semi-solid.
Penambahan agar berfungsi untuk menghalangi masuknya oksigen ke dalam
media sehingga kondisi yang anaerobik dapat tercipta.
Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah pada larutan
setelah ditambah dengan reagen larutan A yang mengandung asam
sulfanilat, dan larutan B yang mengandung α-naphtylamine.

Pembentukan warna merah pada uji nitrat

Namun jika setelah penambahan reagen warna larutan tidak berubah,


belum tentu bakteri tersebut tidak dapat mereduksi nitrat. Ada dua hal yang
menyebabkan warna larutan tidak berubah. Yang pertama adalah karena
memang nitrat tidak direduksi oleh bakteri, dan yang kedua adalah karena
nitrit yang terbentuk dari reduksi nitrat telah direduksi lebih lanjut menjadi
amonia atau bahkan molekular nitrogen. Sehingga apabila setelah
penambahan larutan A dan B tidak terbentuk warna merah, perlu dilakukan
analisa lebih lanjut untuk memastikan peristiwa mana yang terjadi.
Untuk memastikan hal tersebut, larutan diberi bubuk Zn yang dapat
berfungsi untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit dan membentuk warna
merah. Jadi apabila setelah ditambah dengan zinc warna larutan berubah

11
menjadi merah berarti nitrat di media tidak direduksi oleh bakteri dan
menandakan hasil uji negatif. Apabila tidak terbentuk warna merah, berarti
nitrat pada media telah direduksi oleh bakteri.

Uji reduksi nitrat

▪ Uji Katalase
Oksigen adalah akseptor elektron terakhir dalam proses respirasi
aerob. Di dalam proses respirasi aerob terjadi serangkai proses oksidasi
dan reduksi yang akan membentuk Hidrogen Peroksida (H 2O2) sebagai
produk sampingan. Hidrogen Peroksida merupakan zat superoksida yang
bersifat toksik dan akumulasi dari hidrogen peroksida dapat
mengakibatkan kematian organisme tersebut. Oleh karena itu
mikroorganisme memerlukan enzim katalase yang akan memecah H 2O2
menjadi H2O dan O2.

2 H2O2 → 2 H2O + O2↑


Penguraian hidrogen peroksida menjadi air dan gas karbondioksida

Untuk menguji produksi enzim katalase oleh suatu bakteri, maka


bakteri tersebut dapat ditumbuhkan pada media trypticase soy agar. Setelah
inkubasi dan koloni bakteri tumbuh pada media, maka dapat ditambahkan
hidrogen peroksida pada media. Apabila bakteri uji memproduksi enzim
katalase, maka akan timbul gelembung yang merupakan gas karbondioksida
hasil produksi dari penguraian hidrogen peroksida. Timbulnya gelembung
menandakan hasil uji positif. Apabila bakteri tidak memproduksi enzim

12
katalase, maka tidak akan timbul gelembung karbondioksida ketika
ditambahkan hidrogen peroksida.

Uji katalase, hasil positif setelah penambahan H2O2

▪ Uji Urease
Uji urease digunakan untuk mengatahui kemampuan mikroba untuk
melakuakan degradasi urea oleh urease. Enzim ini bekerja dengan memutus
ikatan antara atom karbon dan nitrogen yang ada pada urea. Hasil utama dari
pemotongan ini adalah amonia. Berikut ini adalah skema kerja pemecahan
urea oleh urease

Reaksi urease menghasilkan amonia

Uji aktivitas urease dapat dilakukan dengan menumbuhkan bakteri


uji pada media urea broth yang mengandung indikator pH phenol red.
Adanya amonia dalam media akan menyebabkan warna indikator berubah
menjadi pink tua yang menandakan bahwa bakteri uji memiliki enzim
urease. Reaksi ini merupakan hasil uji positif untuk uji urease. Hasil negatif
ditandai dengan tidak terbentuknya warna pink tua pada larutan.

13
- +

Uji urease

▪ Uji Litmus Milk


Uji ini digunakan untuk melihat kemampuan bakteri uji dalam
menggunakan komponen-komponen yang ada di dalam susu. Media yang
digunakan adalah media litmus milk yang didalamnya terdapat 2 komponen
utama yaitu susu dan litmus. Susu adalah zat yang sangat kompleks. Di
dalamnya terkandung gula susu (laktosa), protein susu (kasein), lacto-
albumin, dan lactoglobulin. Untuk mendeteksi perubahan dalam susu
digunakan indikator oksidasi-reduksi litmus. Reaksi yang dapat terjadi
yaitu : fermentasi laktosa, produksi gas, reduksi litmus, pembentukan curd,
proteolisis, reaksi alkaline.
Bakteri-bakteri yang mampu menggunakan lactose sebagai sumber
karbon, memiliki galaktosidase yang akan memecah molekul lactose
menjadi glukose. Proses selanjutnya adalah fermentasi karbohirat yang akan
menghasilkan asam sebagai produk akhirnya. Adanya asam sebagai produk
akhir fermentasi laktosa akan mengakibatkan perubahan warna litmus dari
ungu menjadi merah muda. Perubahan warna litmus ini akan terjadi di
sekitar pH 4.
Fermentasi laktosa biasanya diikuti juga dengan pembentukan gas.
Gas yang terbentuk biasanya adalah gas karbondioksida dan gas hidrogen.
Pembentukan gas mengakibatkan retakan pada curd yang terbentuk.
Selain itu Litmus milk ini juga dapat digunakan untuk menguji
apakah bakteri tersebut dapat mereduksi litmus. Litmus ini tereduksi akibat
adanya peranan litmus sebagai akseptor elektron dalam proses metabolisme
bakteri tersebut. Pereduksian litmus ini akan mengubah warna media dari
ungu menjadi putih susu

14
Aktivitas biokimiawi bakteri yang tumbuh pada media dapat
menghasilkan curd. Ada dua jenis curd yang dapat terbentuk, yaitu acid curd
dan rennet curd bergantung pada mekanisme pembentukannya. Acid curd
terbentuk karena adanya asam organik pada media. Asam laktat atau asam
organik lainnya dapat menyebabkan presipitasi berupa calcium caseinate
dari kasein susu membentuk gumpalan yang tidak dapat larut. Gumpalan
yang terbentuk keras dan tidak dapat berpindah dari dinding tabung
walaupun tabung dimiringkan.
Beberapa organisme mampu memproduksi renin, suatu enzim yang
bekerja pada kasein dan membentuk paracasein yang dengan keberadaan ion
kalsium akan diubah menjadi calcium paracaseinate dan membentuk
gumpalan. Berbeda dengan acid curd, gumpalan yang terbentuk tidak keras,
melainkan lembut dan bersifat semisolid. Apabila tabung digoyangkan,
maka gumpalan akan ikut bergerak.
Bagian lain dari susu yang dapat digunakan adalah protein susu.
Beberapa bakteri dapat menghasilkan enzim proteolisis yang akan memecah
protein menjadi asam amino. Pemecahan protein menjadi asam amino ini
akan mengakibatkan media menjadi jernih kecoklatan Proses pemecahan ini
akan mengakibatkan pelepasan amonia yang akan meningkatkan kebasaan
dari media. Naiknya nilai pH ini akan menimbulkan pita berwarna ungu tua
pada bagian atas media.
Selain itu, litmus milk juga dapat digunakan untuk menguji
kemampuan bakteri dalam mendegradasi casein. Degradasi dari casein
menjadi rantai polipeptida yang lebih pendek ini diikuti dengan pelepasan
produk akhir yang bersifat basa. Produk akhir yang bersifat basa inilah yang
mengakibatkan perubahan warna litmus dari ungu menjadi biru tua.

15
Uji Litmus Milk

▪ Uji Gelatinase
Zat yang memiliki massa molekul besar tidak dapat dimasukkan
langsung ke dalam sel. Karena itu beberapa bakteri menghasilkan enzim
ekstraseluler yang berfungsi untuk memecah molekul besar tersebut agar dapat
dimasukkan ke dalam sel dan kemudian dimanfaatkan oleh bakteri.
Salah satu enzim tersebut adalah gelatinase. Untuk menguji
keberadaan gelatinase kita menggunakan media gelatin. Gelatin ini
merupakan senyawa organik hasil hidrolisis dari kolagen. Kolagen dikenal
sebagai jaringan ikat dalam tubuh. Sehingga uji ini juga biasa digunakan
untuk uji patogenisitas dari suatu bakteri.
Beberapa mikroorganisme dapat mendegradasi gelatin menjadi asam
amino. Degradasi ini diatur oleh gelatinase. Hidrolisis gelatin ditandai oleh
suatu proses liquefication (pencairan). Pada suhu ruangan media gelatin
berbentuk cair. Namun apabila dibekukan (suhu 4º C) akan mengeras.
Apabila bakteri memiliki gelatinase, maka gelatin di dalam media akan
terhidrolisis dan media akan menjadi cair walaupun telah dibekukan. Namun
apabila bakteri tidak memiliki gelatinase, maka ketika media dibekukan akan
mengeras seperti asalnya.

Uji gelatinase

▪ Uji Amilase
Jenis enzim ekstraseluler lain yaitu enzim amilase yang berfungsi
untuk memecaha molekul pati. Untuk menguji keberadaan amilase dapat
digunakan media starch agar. Media starch agar ini tersusun dari nutrien agar

16
yang diperkaya dengan pati sebagai sumber polisakaridanya. Ukuran dari
molekul ini sangat besar sehingga tidak bisa secara langsung ditranspor
menuju ke dalam sel. Agar dapar ditranspor masuk ke dalam sel, molekul
pati itu perlu dihidrolisis menggunakan amylase.
Untuk mengetahui hasil uji dari starch agar, kita perlu menambahkan
iodine pada starch agar yang telah diinokulasi oleh bakteri uji. Uji positif
ditandai dengan munculnya daerah bening pada daerah starch agar saat
ditetesi menggunakan iodine. Uji negatif akan menghasilkan agar dengan
warna biru tua tanpa zona bening. Munculnya warna biru tua ini diakibatkan
oleh adanya reaksi antara pati dengan iodine menghasilkan kompleks biru

Uji negatif Uji Positif


Uji amilase
TABEL IDENTIFIKASI GENUS

Organisme Gram Agar Slant Litmus Fermenta


MR reaction

Urease activity

Starch hydrolysis
Catalase activity
Gelatin liquefication
Stain Cultural milk Si
reaction
Indole prod

VP reaction
Dextrose

Characteristic
Sucrose
Lactose

Citrate use
H2S prod
NO 3 red

Escherichia Rod Putih, basah, Asam, A A A - + + + - - - + - -


coli - berkilau curd±,
G G ±
gas±,
reduksi±

Enterobacter Rod Tebal, putih, Asam A A A - + - - + + - + - -


aerogenes - berkilau
G G G
Klebsiella Rod Berlendir, Asam, A A A - + - ± ± + - + - -
pneumoniae - putih, raised gas, curd G G G

17
Salmonella Rod Tipis, abu- Alkaline - A A + + - + - + - + - -
typhimurium - abu, merata G ±
±

Pseudomonas Rod Tipis, putih, Peptoni- - - - - + - - - + - + + -


aeruginosa - media menjadisasi
hijau

Staphylococcus Cocci Keruh, Asam, A A A - + - + ± - - + + -


aureus + keemasan reduksi

ALAT DAN BAHAN

Alat

➢ Pembakar Bunsen ➢ Kertas lensa


➢ Jarum ose ➢ Bibulous paper
➢ Staining tray ➢ Mikroskop
➢ Immersion oil ➢ Pensil penanda gelas

Bahan
- Kultur
Kultur yang digunakan berupa bakteri yang diberi kode dan merupakan
kultur murni yang ditumbuhkan pada trypticase soy agar slant.

- Media
➢ Trypticase soy agar slant ➢ Simmons citrate agar slant
➢ Phenol red sucrose broth ➢ Urea broth
➢ Phenol red lactose broth ➢ Litmus milk
➢ Phenol red dextrose broth ➢ Trypticase soy agar plate
18
➢ SIM agar deep tube ➢ Gelatin deep tube
➢ MR-VP broth ➢ Starch agar plate
➢ NB-KNO3 ➢ Tributyrin agar plate

- Reagen
➢ Kristal violet ➢ P-aminodimetilanilin oksalat
➢ Grams’s iodine
➢ Etanol 95%
➢ Safranin
➢ Metil merah
➢ Hydrogen peroksida 3%
➢ Reagen barrit’s
➢ Larutan A dan B
➢ Reagen kovac’s
➢ Serbuk Zn

19
Tahapan kerja
➢ Pewarnaan Gram
1. Siapkan kaca obyek bebas lemak, letakkan beberapa tetes NaCl pada kaca obyek
lalu dengan jarum ose ambil bakteri dari biakan padat, letakkan pada tetesan
NaCl dan suspensikan. Biarkan mengering diudara.
2. Lakukan fiksasi untuk melekatkan olesan bakteri pada kaca obyek dengan cara
melewatkan olesan yang telah kering di atas api spiritus beberapa kali (bagian
yang ada olesan bakteri menghadap atas).
3. Tetesi preparat olesan bakteri dengan beberapa tetes larutan karbol gentian violet
(Gram I), biarkan selama 3 menit. Bilas dengan air.
4. Tetesi preparat dengan larutan lugol (Gram II) beberapa tetes, biarkan selama 1
menit. Bilas dengan air.
5. cuci dengan larutan Gram III (alkohol 96%) dengan cara memiringkan preparat
kemudian tetesi pelan-pelan dengan Gram III hingga tidak ada pewarna yang
terlunturkan. Bilas dengan air.
6. Tetesi preparat dengan larutan fuchsin (Gram IV) beberapa tetes. Diamkan
selama 3 menit.
7. Bilas preparat dengan air dan keringkan di udara atau dengan menyerap
kelebihan air dengan tissue.
8. Amati preparat di mikroskop dengan perbesaran 1000 x.
9. Catat warna dan morfologi sel bakteri

➢ Uji Biokimia
1. Inokulasi sampel pada trypticase soy agar slant
2. Gunakan kultur yang didapat untuk berbagai uji biokimia.
• Phenol Red Sucrose Broth
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan inkubasi
pada suhu 37ºC selama 24-27 jam

• Phenol Red Lactose Broth


Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan inkubasi
pada suhu 37ºC selama 24-27 jam

• Phenol Red Dextrose Broth

20
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan inkubasi
pada suhu 37ºC selama 24-27 jam

• SIM Agar Deep Tube


- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
- Tambahkan reagen Kovac’s beberapa tetes dan amati.

• MR-VP broth
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
- Uji MR: Teteskan 3-5 tetes indikator metil merah ke dalam biakan dan
kocok, amati warna media.
- Uji VP: Teteskan 5-10 tetes larutan Barrit A dan B ke dalam biakan, kocok
dan amati warna media.

• NB-KNO3
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
- Tambahkan solution A dan B beberapa tetes dan amati. Bila media tidak
berubah warna menjadi merah, tambahkan serbuk Zn dan amati.

• Simmons Citrate Agar Slant


- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, gores zig-zag pada permukaan
media dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.

• Urea Broth
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.

• Litmus Milk
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.

• Trypticase Soy Agar Plate

21
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
- Tetesi biakan dengan hydrogen peroksida 3% dan amati adanya gelembung
udara.

• Gelatin Deep Tube


- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.

• Starch Agar Plate


- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada cawan petri dengan
menggoreskan ose secara zig-zag dan inkubasi pada suhu 37ºC selama
24-27 jam.
- Tambahkan gram’s iodine sebanyak beberapa tetes dan amati.
• Trybutyrin Agar Plate
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada cawan petri dengan
menggoreskan ose secara zig-zag dan inkubasi pada suhu 37ºC selama
24-27 jam.
TUGAS
Tentukan genus bakteri yang anda terima dan buatlah laporan praktikum

REFERENSI
1. Cappucino, J dan N. Sherman. Microbiology: A Lab Manual. 7th Eds.
Benjamin Cummings
2. Berbagai sumber dari internet

22
Modul 2
PENENTUAN SPESIES BAKTERI MENGGUNAKAN
KUNCI DIKOTOMUS

TUJUAN
Mahasiswa dapat menggunakan kunci dikotomus untuk menentukan
spesies kultur bakteri yang belum diketahui menggunakan teknik pengkulturan
dan uji biokimia

DASAR TEORI
Metode identifikasi juga dapat digunakan untuk menentukan spesies dari
suatu bakteri. Bahkan dengan menggunakan kunci dikotomi, kita tidak perlu
melakukan semua tes untuk dapat mengetahui spesies dari bakteri yang diuji.
Langkah awal yang perlu dilakukan untuk memulai pengujian adalah dengan
melakukan pewarnaan Gram untuk mengetahui jenis Gram dan bentuk morfologi
sel bakteri. Setelah mengetahui kedua hal tersebut, dapat dilakukan uji
selanjutnya menurut kunci dikotomi.

UJI BIOKIMIA
Selain uji-uji biokimia yang telah diterangkan pada Modul 1 (Identifikasi
Genus Bakteri Unknown), berikut beberapa uji biokimia yang digunakan untuk
identifikasi bakteri antara lain :
Uji motilitas. Uji motilitas positif ditunjukan dengan adanya
kekeruhan yang terjadi pada seluruh bagian agar uji. Jika kekeruhan hanya
ada di sekitar bekas tusukan pada media agar SIM hal itu menandakan bahwa
bakteri uji kita merupakan bakteri yang tidak memiliki alat gerak.

23
Motil
Non Motil

Uji motilitas

▪ Uji Hemolytic
Media yang digunakan pada uji ini adalah blood agar yaitu media
pertumbuhan padat yang mengandung sel darah merah. Media ini digunakan
untuk mendeteksi bakteri yang memproduksi enzim untuk menghancurkan
atau melisis sel darah. Proses ini biasa disebut hemolisis. Darah yang
digunakan dapat berasal dari darah kelinci atau domba. Darah kelinci dipilih
jika bakteri target diketahui sebagai grup Streptococcus, sedangkan darah
domba dipilih jika bakteri target adalah Haemophilus parahaemolyticus.
Hemolisis merupakan proses penghancuran membran sel darah
merah oleh protein bakteri yang dikenal sebagai hemolisin, yang
menyebabkan pelepasan hemoglobin dari sel darah merah.
Darah yang digunakan di agar ini sebelumnya memindahkan molekul
fibrin yang mempengaruhi pembekuan darah. Jika tidak ada molekul fibrin,
dapat dipastikan pembekuan darah tidak terjadi di agar.
Hal ini dapat mengganggu deteksi visual dari reaksi hemolisis.

Terdapat 3 tipe dari hemolisis, yaitu : o


Alpha Hemolisis
Tipe ini ditandai dengan munculnya zona berwarna hijau di sekeliling koloni
bakteri pada agar. Tipe ini menunjukkan dekomposisi parsial dari hemoglobin
pada sel darah merah. Alpha hemolisis merupakan karakteristik dari
Streptococcus pneumonia.
o Beta Hemolisis

24
Tipe ini menunjukkan kerusakan total dari hemoglobin pada sel darah
merah di sekitar koloni bakteri. Hal ini ditandai dengan zona bening pada
daerah sekitar koloni. Ada 2 jenis enzim yang berperan dalam proses ini
yaitu streptolysis O, yang labil erhadap pengaruh oksigen, dan
streptolysis S. Beta hemolisis merupakan karakteristik dari Streptococcus
pyogenes dan beberapa strain Staphylococcus aureus. o Gamma
Hemolisis
Pada tipe ketiga ini tidak terjadi hemolisis sama sekali atau biasa dikenal
dengan uji hemolisis negatif. Media blood agar yang digunakan akan
terlihat berwarna kecoklatan yang merupakan reaksi normal dari darah
pada kondisi pertumbuhan yang digunakan (37˚C dan adanya karbon
dioksida). Gamma hemolisis merupakan karakteristik dari Enterococcus
faecalis.

Beta Hemolisis
Alpha Hemolisis

Gamma Hemolisis

Tipe-tipe Hemolysis
▪ Bile Solubility
Uji ini digunakan untuk membedakan golongan bakteri alpha
hemolisis Streptococcus. Media yang digunakan untuk uji ini mengandung
bile atau bile salt, contohnya yaitu SDS (Sodium Dodecyl Sulphate). Jika
ditumbuhkan pada media ini, dinding sel bakteri Pneumococcus akan
mengalami lisis. Sedangkan kelompok alpha hemolitic Streptococcus yang
lain tidak mengalami lisis sehingga kelompok ini disebut dengan golongan
bile insoluble. Kultur dari bile soluble akan erlihat jernih sedangkan kultur
bile insoluble akan terlihat keruh.

25
▪ Uji Bile Esculine
Uji ini dilakukan dengan menggunakan Bile Esculin Agar (BEA)
dengan lama inkubasi 24-48 jam pada 37 0C. Uji digunakan untuk
mengisolasi dan identifikasi bakteri genus Enterococcus. Bakteri ini
menghidrolisis esculin menjadi glukosa dan esculetin.

H+
+

ESCULIN ESCULETIN
6, -Glucosido-7- 6, 7-dihydroxycoumarin -GLUCOSE

Hidrolisis Esculin Menjadi Asculetin dan Glukosa

Esculetin kemudian bereaksi dengan ferric citrate yang terdapat


pada medium untuk memproduksi iron salt dan menghasilkan warna hitam
pada medium.

Uji Negatif Uji Positif

Uji Bile Esculine

▪ Uji 6.5% Sodium Chloride Broth


Uji ini digunakan untuk membedakan bakteri Enterococcus dengan
bakteri Streptococcus. Perbedaan ini didasarkan pada kemampuan bakteri
untuk hidup di medium yang memiliki salinitas sangat tinggi. Uji positif
ditandai dengan media berubah menjadi keruh yang berarti bahwa bakteri
dapat tumbuh. Sedangkan jika media tetap jernih, menandakan bakteri tidak

26
tumbuh atau mati. Golongan dari Streptoccocus lebih tahan terhadap kondisi
salinitas yang tinggi.

▪ Uji Pigment
Beberapa jenis bakteri mampu memproduksi pigment yang
biasanya nampak saat bakteri membentuk koloni. Pigment bakteri dapat
digolongkan menjadi dua yaitu pigmen bakteri yang larut dalam air dan
yang larut di dalam minyak. Ada tidaknya pigment dapat digunakan untuk
mengidentifikasi suatu bakteri. Namun untuk warna dari pigment tidak
dapat dipastikan karena terkadang warna dari suatu koloni tergantung dari
kondisi dan lingkungan hidupnya.

SKEMA IDENTIFIKASI SPESIES

27
ALAT DAN BAHAN

Alat
➢ Spiritus ➢ Beaker Glass
➢ Jarum Ose ➢ Erlenmeyer
➢ Tabung Reaksi ➢ Cawan Petri
➢ Objek Glass ➢ Pengaduk

Bahan

- Kultur
Kultur yang digunakan berupa bakteri yang diberi kode dan merupakan kultur
murni yang ditumbuhkan pada trypticase soy agar slant.

- Media
➢ Trypticase Soy Agar (TSA) ➢ Simmons citrate agar
➢ Phenol red lactose broths ➢ SIM
➢ Phenol red glucose broths ➢ Urea broth
➢ Phenol red fructose broths ➢ Litmus Milk broth

28
➢ Phenol red mannitol broths ➢ NB-KNO3
➢ MR-VP broth ➢ H2O2 3%

- Reagen
➢ Crystal violet ➢ Methyl Red
➢ Gram’s iodine ➢ Barrit A dan B
➢ Ethanol 96% ➢ Reagen Kovacs
➢ Fuschin ➢ Solution A dan B
➢ Malachite green ➢ Bubuk Zn
➢ Safranin

Tahapan kerja
▪ Pewarnaan Gram
1. Siapkan kaca obyek bebas lemak, letakkan beberapa tetes NaCl pada kaca
obyek lalu dengan jarum ose ambil bakteri dari biakan padat, letakkan pada
tetesan NaCl dan suspensikan. Biarkan mengering diudara.
2. Lakukan fiksasi untuk melekatkan olesan bakteri pada kaca obyek dengan
cara melewatkan olesan yang telah kering di atas api spiritus beberapa kali
(bagian yang ada olesan bakteri menghadap atas).
3. Tetesi preparat olesan bakteri dengan beberapa tetes larutan karbol gentian
violet (Gram I), biarkan selama 3 menit. Bilas dengan air.
4. Tetesi preparat dengan larutan lugol (Gram II) beberapa tetes, biarkan selama
1 menit. Bilas dengan air.
5. cuci dengan larutan Gram III (alkohol 96%) dengan cara memiringkan
preparat kemudian tetesi pelan-pelan dengan Gram III hingga tidak ada
pewarna yang terlunturkan. Bilas dengan air.
6. Tetesi preparat dengan larutan fuchsin (Gram IV) beberapa tetes. Diamkan
selama 3 menit.
7. Bilas preparat dengan air dan keringkan di udara atau dengan menyerap
kelebihan air dengan tissue.
8. Amati preparat di mikroskop dengan perbesaran 1000 X.
9. Catat warna dan morfologi sel bakteri

▪ Pewarnaan spora

29
1. Siapkan kaca obyek bebas lemak, letakkan beberapa tetes NaCl pada
kaca obyek lalu dengan jarum ose ambil bakteri dari biakan padat,
letakkan pada tetesan NaCl dan suspensikan. Biarkan mengering
diudara.
2. Lakukan fiksasi untuk melekatkan olesan bakteri pada kaca obyek
dengan cara melewatkan olesan yang telah kering di atas api spiritus
beberapa kali (bagian yang ada olesan bakteri menghadap atas).
3. Tetesi dengan beberapa tetes larutan Malachite Green. Panaskan di
atas uap air selama 4-5 menit. Jaga jangan sampai larutan pewarna
mendidih atau mengering. Tambahkan lagi pewarna selama pemanasan
untuk mencegah pengeringan.
4. Dinginkan preparat, bilas dengan air hingga tidak ada pewarna yang
terlunturkan.
5. Tetesi dengan larutan fuchsin selama 1 menit
6. Bilas dengan air kemudian kering udarakan atau dikeringkan dengan
cara menyerap kelebihan air dengan tissue
7. Amati preparat di mikroskop dengan perbesaran 1000 X

▪ Uji Biokimia (Sesuaikan dengan Skema Identifikasi Spesies)


3. Inokulasi sampel pada trypticase soy agar slant
4. Gunakan kultur yang didapat untuk berbagai uji biokimia.
• Phenol Red Laktose Broth
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan inkubasi
pada suhu 37ºC selama 24-27 jam

• Phenol Red Mannitol Broth


Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan inkubasi
pada suhu 37ºC selama 24-27 jam

• Phenol Red Glucose Broth


Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan inkubasi
pada suhu 37ºC selama 24-27 jam

• Phenol Red Fruktose Broth

30
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan inkubasi
pada suhu 37ºC selama 24-27 jam

• SIM Agar Deep Tube


- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
- Tambahkan reagen Kovac’s beberapa tetes dan amati.
• MR-VP broth
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
- Uji MR: Teteskan 3-5 tetes indikator metil merah ke dalam biakan dan
kocok, amati warna media.
- Uji VP: Teteskan 5-10 tetes larutan Barrit A dan B ke dalam biakan, kocok
dan amati warna media.
• NB-KNO3
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
- Tambahkan solution A dan B beberapa tetes dan amati. Bila media tidak
berubah warna menjadi merah, tambahkan serbuk Zn dan amati.
• Simmons Citrate Agar Slant
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, gores zig-zag pada permukaan
media dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
• Urea Broth
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
• Litmus Milk
- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.

• Trypticase Soy Agar Plate


- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
- Tetesi biakan dengan hydrogen peroksida 3% dan amati adanya gelembung
udara.

TUGAS

31
Tentukan spesies bakteri yang anda dapatkan
REFERENSI
3. Cappucino, J dan N. Sherman. Microbiology: A Lab Manual. 7th Eds. Benjamin
Cummings
4. Berbagai sumber dari internet

32
Modul 3 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Salmonella
DARI BAHAN PANGAN
TUJUAN
Mahasiswa mampu mengisolasi dan mengidentifikasi Salmonella pada bahan
pangan menggunakan teknik pengkulturan dan uji biokimia

DASAR TEORI
Salmonella merupakan bakteri yang biasa ditemukan di dalam pencernaan
unggas. Ketika unggas bertelur, telur memiliki kemungkinan untuk terkontaminasi
Salmonella dari kotoran ayam. Namun bila Salmonella berada di cangkang,
sebenarnya kecil kemungkinan bakteri ini dapat masuk ke dalam telur. Hal ini
disebabkan karena cangkang telur merupakan pelindung yang baik. Bakteri
dapat masuk ke dalam telur bila cangkang mengalami keretakan atau pori-pori
cangkang diperlebar dengan bantuan panas atau zat kimia.
Namun apabila kontaminasi berasal dari kotoran ayam, maka bakteri akan
berada pada cangkang telur. Namun bakteri ini juga dapat menginfeksi ovarium
unggas betina. Apabila hal ini yang terjadi, maka Salmonella akan menginfeksi
telur jauh sebelum pembentukan cangkang sehingga bakteri akan berada di dalam
telur.
Salmonella dapat juga ditemukan pada tanah, air atau tanaman yang
mengalami kontak dengan kotoran dari hewan. Terutama dari hewan yang telah
mengalami infeksi Salmonella. Namun di habitat alam, Salmonella tidak dapat
berkembang biak pesat seperti di dalam usus. Meskipun demikian bakteri ini
dapat bertahan mingguan hingga tahunan jika kondisi lingkungan sesuai. Dan
kemampuan inilah yang mengakibatkan banyaknya kejadian infeksi Salmonella
baik pada manusia maupun hewan yang tinggal di daerah yang memiliki tingkat
sanitasi yang rendah.

33
Pewarnaan Gram Salmonella - Bentuk batang, Gram negatif

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang, tidak


memiliki spora, mempunyai flagel feritrik (fimbrae) dan tergolong dalam
golongan bakteri Enterobcteriaceae. Bakteri ini banyak mengandung spesies yang
patogen bagi manusia dan hewan. Bakteri ini motil dan berusaha menyerang
extraintestinal tissue dan menyebabkan demam-demam enterik. Selain demam
enterik ada lagi salmonelosis yang menyerang manusia yaitu septisemia dan
gastroenteritis.

Klasifikasi bakteri Salmonella

Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma probacteria
Order : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella enteritidis

Flagella pada sel Salmonella

34
Tahap Isolasi dan Identifikasi Salmonella
Isolasi dan identifikasi Salmonella
Pre-enrichment
Untuk mengisolasi Salmonella yang ada di sampel, pertama-tama yang
harus dilakukan adalah pre-enrichment bakteri yang ada di sampel
menggunakan media yang sesuai. Proses ini sangat penting karena pada proses
ini semua bakteri yang terdapat pada sampel dapat ikut teranalisa meskipun
jumlahnya sedikit. Media yang digunakan disini bergantung pada jenis bahan
pangan yang digunakan. Media yang digunakan untuk isolasi Salmonella
adalah Lactose Broth dan Trypticase Soy Broth.
Lactose broth digunakan dalam berbagai metode standar untuk menguji
bahan makanan, produk susu, dan berbagai bahan terhadap Enterobacteria dan
berbagai mikroorganisme gram negatif lainnya. Media ini juga digunakan secara
luas untuk mendeteksi Coliform pada air dan makanan. Pada isolasi Salmonella,

35
media ini digunakan sebagai media pre-enrichment yaitu media non selektif
yang memungkinkan perbaikan dari kerusakan sel. Media ini dapat meningkatkan
keberhasilan isolasi Salmonella dari bahan makanan. Hal ini disebabkan karena
prinsip bahwa bakteri lain selain Salmonella akan memfermentasi laktosa
sementara Salmonella tidak memfermentasi laktosa. Karena itu setelah laktosa
dimetabolisme, akan terjadi penurunan pH sehingga menyebabkan efek
bakteriosatik pada mikroorganisme yang berkompetisi. Salmonella dapat bertahan
pada pH rendah sehingga rasio Salmonella dapat lebih tinggi.
Sedangkan Trypticase Soy broth biasa digunakan untuk enrichment
berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob baik fakultatif maupun obligat.
Bahkan untuk beberapa golongan jamur juga dapat tumbuh dalam media ini.
Oleh karena kemampuannya yang sangat mendukung pembiakan inilah maka
kebanyakan proses pre-enrichment menggunakan media ini

Selective Enrichment
Setelah media ditanam di media pre-enrichment dan diinkubasi selama
±24 jam, dilakukan tahap seleksi awal sekaligus tahap enrichment bakteri
golongan Enterobacter. Media yang digunakan untuk proses ini yaitu media
Selenite Cystine (SC) dan TetraThionate (TT). SC broth mengandung sodium
acid selenite yang berfungsi sebagai agen penghambat kebanyakan genus
bakteri selain golongan Salmonella, Pseudomonas, dan Proteus yang dapat
resisten pada media ini. Natrium selenite menghambat pertumbuhan bakteri
gram positif dan menekan pertumbuhan bakteri gram negatif enterics selain
Salmonella. Sedangkan L-cystine berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan
dari Salmonella. Selenite dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri coliform
dan enterococci pada 6-12 jam saat awal inkubasi.

Awalnya SC broth berwarna kekuningan namun setelah inkubasi media


ini menjadi berwarna kemerahan. Komposisi dari media SC adalah : peptone,
laktosa, Natrium fosfat, Natrium selenite dan L-cystein. Peptone berfungsi
menyediakan asam amino dan substansi nitrogen lain. Laktosa berfungsi sebagai
sumber energi. Natrium fosfat berfungsi sebagai buffer sehingga pH media tetap
terjaga.

Tetrathionate (TT) broth mengandung selective agent tetrathionate yang


mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat toksik. Komposisi dari

36
media ini adalah polypeptone, garam bile, kalsium karbonat, dan natrium
thiosulfate.5H2O. Media ini tidak boleh di autoclave, harus berada pada suhu
kurang dari 45˚C dan memiliki pH 8.4 ± 0.2. Salmonella memiliki enzyme yang
dapat mendetoksifikasi racun dari media ini sehingga Salmonella dapat tetap
hidup.
Media ini mengandung pepton yang menjadi sumber asam amino dan
nitrogen yang penting bagi pertumbuhan bakteri. Kandungan oxgall dalam
media mencegah pertumbuhan bakteri gram positif. Penambahan larutan
iodineiodide akan mengakibatkan pembentukan tetrathionate dari thiosulfate.
Pembentukan tetrathionate akan menghambat pertumbuhan flora normal, namun
Salmonella dapat mereduksi tetrathionate sehingga akan berkembangbiak
dengan baik. Kalsium karbonat yang terkandung di dalam media ini akan
mengabsorbsi asam sulfat yang terbentuk ketika tetrathionate tereduksi. Asam
sulfat bersifat toksik dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Isolasi Salmonella
Untuk mengisolasi Salmonella dari kedua media enrichment tersebut,
digunakan beberapa media selektif-diferensial agar dapat diperoleh bakteri
Salmonella dalam bentuk koloni murni.
▪ Xylose-Lysine-Desoxycholate Agar
Media ini digunakan untuk isolasi Salmonella dan memilah
organisme lain dengan cara memfermentasi xylose, dekarboksilasi lysine dan
produksi H2S. Fermentasi xylose sangat lazim bagi kebanyakan organisme
enterik kecuali, Shigella, Providencia, Edwardsiella. Pada media ini,
Salmonella akan membentuk koloni merah dengan inti hitam, sedang
Pseudomonas dapat tumbuh dengan warna merah dan Eschericia berwarna
kuning. Mikroba lain yang dapat tumbuh pada media ini antara lain Arizona,
Proteus, Aerobacter, Klebsiella, Citrobacter. Begitu banyak mikroba yang
dapat tumbuh, sehingga media ini kurang dapat memilah Salmonella pada
tahap awal. Lebih baik digunakan untuk tahap konfirmasi kontaminan
Salmonella.

37
Koloni Salmonella pada XLD agar

Penampakan koloni Jenis Mikroorganisme


Koloni merah, beberapa dengan inti hitam Salmonella species: red colonies
Koloni merah Shigella species
Kuning-orange Coliforms
pink, rata Pseudomonas aeruginosa

Citrobacter
example coliform Salmonella Shigella
(typical)
amino acids
deaminated + + + +
(alkaline rx.)
xylose
fermented
(weak acidic
+ + + –
rx.)
lactose and/or
sucrose
+ – –
fermented –
(strong acidic
rx.)
lysine
decarboxylate
+
d – + –
(alkaline rx.) or –

thiosulfate
+
reduced to – (Low pH usually + –
inhibits
H2S (black formation of the
color) black compound,
FeS.)

38
alkaline (red
net pH acidic acidic alkaline
plus black center
reaction (yellow) (yellow) (red)
due to H2S)

Kenampakan

▪ Hectoen Enteric agar


Hectoen Enteric agar awalnya dikembangkan untuk meningkatkan
kemampuan isolasi Shigella dan Salmonella. Media ini bersifat selektif,
karena adanya bile salts pada formula media. Senyawa ini menghambat
pertumbuhan mikroba gram positif tetapi juga dapat bersifat toksik bagi
beberapa mikroba gram negatif. Media ini juga mengandung tiga macam
gula, yaitu laktosa, sukrosa, dan salicin untuk diferensiasi patogen enterik
dengan melihat warna koloni dan warna media di sekitar koloni.
Konsentrasi laktosa pada media ini lebih tinggi untuk mengoptimalkan
visualisasi patogen enterik dan meminimalkan masalah fermentasi laktosa yang
lambat. Ferric ammonium citrate dan natrium thiosulfate pada medium
memungkinkan deteksi produksi senyawa H2S, yang dapat membantu
diferensiasi karena timbulnya koloni yang berwarna hitam. Indikator media ini
adalah acid fuschin dan bromthymol blue, yang memiliki toksisitas yang rendah
dibanding media enterik lain, sehingga dapat diperoleh lebih banyak patogen
enterik dari media ini. Koloni Salmonella pada media ini akan tumbuh dengan
warna hijau kebiruan sampai biru dengan bagian tengah berwarna hitam.

Koloni Salmonella pada HE agar

39
Salmonella
example coliform Shigella
Citrobacter(typical)
amino acids
deaminated + + +
(alkaline rx.)
salicin
fermented
(weak acidic + or – – –
rx.)
lactose
and/or
sucrose + – –
fermented
(strong
acidic rx.)
thiosulfate
reduced to
H2S (black – – +
color)
net pH
acidic (yellow-orange) alkaline (blue-green) alkaline (blue-green)
reaction
Click on
image
for wider
view Image not yet available
in separate
window.

▪ Bismuth Sulfite Agar


BS agar merupakan media yang sangat spesifik untuk isolasi
Salmonella typhii dan spesies lain. Adanya bismuth sulfite dan brilliant
green dapat menghambat pertumbuhan gram positif dan coliform. Adanya S
dalam media akan diubah menjadi H2S yang berperanan mengendapkan besi,
sehingga koloni berwarna coklat-hitam dengan kilap logam, tampak seperti
mata kelinci.
Mikroba lain yang dapat tumbuh antara lain Pseudomonas,
Shigella dan Vibrionaceae. Media ini sangat baik digunakan pada tahap
awal untuk memilahkan Salmonella dari mikroba lain. Sedangkan mikroba
lain yang tumbuh terutama Pseudomonas dapat dipilah dengan media lain

40
Koloni Salmonella pada BS agar

Uji Biokimia
Selain uji-uji biokimia yang telah diterangkan pada Modul 1 (Identifikasi
Genus Bakteri Unknown) dan 2 (Penentuan Spesies Bakteri Menggunakan
Kunci Dikotomus), berikut uji biokimia yang digunakan untuk identifikasi Salmonella
antara lain :

▪ Triple Sugar Iron Agar


Media ini biasanya digunakan untuk konfirmasi pengujian E. coli
dan dapat digunakan untuk identifikasi bakteri gram negatif yang
memfermentasi dekstrosa/laktosa/sukrosa dan produksi H2S. Dari fungsi
tersebut media ini dapat diusulkan untuk konfirmasi Salmonella dan
memilahkan dari Pseudomonas yang tumbuh pada media lain BSA dan
BGA. Terjadinya fermentasi dekstrosa oleh Salmonella akan menurunkan
pH menjadi asam. Untuk diferensiasi pendahuluan jenis-jenis
Enterobacteriaceae, setelah dilakukan isolasi, sering digunakan triple
sugar iron. Koloni-koloni Salmonella dan Shigella dapat dikenal karena tidak
dapat mengfermentasi laktosa. Triple sugar iron agar mengandung glukosa,
laktosa, sakarosa, dan ferosulfat.
Media ini juga mengandung indikator phenol red sebagai
indikator asam-basa. Perubahan warna dari merah-oranye menjadi kuning
menandakan keberadaan asam. Konsentarasi dalam medium pembiakan
TSI agar adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa dan sakarosa. Konsentrasi yang
kecil ini dimaksudkan untuk mengetahui bila hanya glukosa saja yang
difermentasi, maka hasil fermentasi di bagian “slant” karena sedikit, segera
41
teroksidasi sehingga warna indikator tidak berubah. Bila slant nya berwarna
merah (alkaline) dan butt berwarna kuning (asam) menandakan hanya
glukosa yang difermentasi. Jika slant dan butt nya berwarna kuning (asam)
mengindikasikan bahwa laktosa dan/atau sukrosa difermentasikan. Jika tidak
terjadi perubahan warna, berarti fermentasi karbohidrat tidak terjadi.
TSIA juga mengandung senyawa natrium thiosulfat. Senyawa ini
dapat dimetabolisme dan menghasilkan dan ferrous sulfate. Setelah
inkubasi, hanya kultur bakteri yang mampu memproduksi H 2S yang akan
menunjukkan hasil butt yang menghitam secara luas, disebabkan oleh adanya
endapan ferrous sulfate yang tidak larut. Sedangkan Pseudomonas karena
tidak mampu memfermentasi dekstrosa, maka media akan tetap berwarna
merah. Dengan demikian media ini dapat dengan mudah memilah
Salmonella dari Pseudomonas
BACTERIUM SLANT BUTT H2S

Shigella dysenteriae R Y

Salmonella typhimurium R YG +

Salmonella typhi R Y +

Aerobacter aerogenes Y YG

Escherichia coli Y YG

Citrobacter freundii Y YG +

Proteus vulgaris Y YG +

Klebsiella pneumoniae Y R or YG

Pseudomonas aeruginosa R R

Alcaligenes faecalis R R

R : Merah ; Y : Kuning ; G : Gas ; + : menghasilkan gas H2S

Hasil Uji TSIA (kiri ke kanan)


(1) Uninoculated, (2) fermentasi glukosa dan sukrosa/laktosa, (3) fermentasi glukosa
dan sukrosa/laktosa dan CO2, (4) fermentasi glukosa pembentukan H2S,
42
(5) fermentasi glukosa tanpa pembentukan H2S

▪ Lysine Iron Agar


Media LIA ini digunakan untuk mendeteksi berbagai macam
reaksi, yaitu lysin dekarboksilasi, lysin deaminasi (ditandai dengan adanya
warna merah di atas medium) dan produksi H2S (adanya warna hitam).
Media ini terdiri atas Natrium thiosulfate, bromcresol purple, glukosa,
ekstrak yeast, peptone, L-Lysine hidroklorida. Pada media LIA,
Salmonella akan memproduksi alkaline (ungu) pada butt. Apabila butt
berwarna kuning (reaksinya berjalan secara asam) maka uji ini negatif
untuk salmonella. Kebanyakan salmonella memproduksi H2S pada media
LIA. Pada beberapa bakteri yang selain Salmonella dapat memberikan
warna merah bata pada media LIA.

Microorganisms Butt Slant surface H2S production


Arizona violet violet +
Salmonella * violet violet +
Proteus mirabilis kuning Merah-coklat +
Proteus vulgaris
Proteus morganii Kuning Merah-coklat -
Proteus rettgeri
Providencia Kuning Merah-coklat -
Citrobacter Kuning Violet +
Escherichia Kuning Violet -
Shigella kuning Violet -
Klebsiella violet Violet -

43
Hasil Uji TSIA (kiri ke kanan)
Uninoculated, deaminasi lisin (slant berwarna merah),
dekarboksilasi lisin (butt berwarna ungu)

Berikut ini adalah reaksi perubahan Lysine menjadi Cadaverine melalui proses lysine
decarboxylase:

H H H H H O H H H H H lysine

H2 N-C-C-C-C-C-C-OH decarboxylase H2 N-C-C-C-C-C-NH2 + CO2

H H H H NH 2 H H H H H
Lysine Cadaverine

Reaksi perubahan Lysine menjadi Cadaverine

Reaksi fermentasi xylose :

Reaksi Fermentasi Xylose

ALAT DAN BAHAN


Alat
➢ Spiritus
➢ Jarum Ose

44
➢ Tabung Reaksi
➢ Objek Glass
➢ Beaker Glass
➢ Erlenmeyer
➢ Cawan Petri
➢ Pengaduk

45
Bahan
- Sampel
➢ Telur Ayam

- Media
➢ Trypticase Soy Broth (TSB)
➢ Lactose Broth (LB)
➢ Selenite Cystine (SC) Broth
➢ Tetrathionate (TT) Broth
➢ Bismuth Sulfite (BS) Agar
➢ Xylose Desoxycholate (XLD) Agar
➢ Hektoen Enteric (HE) Agar
➢ Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
➢ Lysine Iron Agar (LIA)
➢ SIM Medium
➢ MRVP Broth
➢ Simmons citrate agar
- Reagen
➢ Methyl Red
➢ Reagen Kovac’s
➢ Barrit A dan Barrit B

Pembuatan Media
➢ MRVP Broth ( 17gr/liter) 4 tabung @ 5 ml
Timbang 0,34 gr MRVP broth
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan kedalam masing-masing tabung reaksi
Autoclave 15 menit

➢ Simmons Citrate Agar (SCA) → 22,5 gr/liter


4 tabung @ 5 ml
Timbang 0,45gr SCA

46
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi
Autoclave 15 menit
Miringkan menjadi media slant (agar miring)

➢ TSA slant
(40gr/liter) 4
tabung @ 5ml
Timbang 0,64gr TSA
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Autoclave 15 menit
Masukkan ke dalam cawan petri steril

➢ SIM medium
(30gr/liter) 4
tabung @ 5ml
Timbang 0,6 gr SIM medium
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi
Autoclave 15 menit

➢ Xylose
desoxycholate
(XLD) agar
1 petri @ 15 ml
Timbang 0,7125gr XLD
Larutkan dalam 15ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam cawan petri yang telah di autoclave

47
➢ Hektoen enterik
(HE) agar 1 petri
@ 15 ml
Timbang 1,125gr XLD
Larutkan dalam 15ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam cawan petri yang telah di autoclave

➢ Bismuth Sulfite
(BS) Agar 1 petri
@ 15 ml
Timbang 0,7125 gr BS
Larutkan dalam 15ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam cawan petri yang telah di autoclave

➢ Triple Sugar Iron


(TSI) agar
4 tabung @ 5 ml
Timbang 1,3gr TSI
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam tiap-tiap tabung reaksi
Autoclave 121˚C, 15 menit

➢ Lysine Iron Agar


(LIA) 4 tabung
@ 5 ml
Timbang 0,64gr LIA
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi

48
Masukkan ke dalam tiap-tiap tabung reaksi
Autoclave 121˚C, 15 menit

➢ Selenite Cystine
(SC) medium
( 23gr/L )
4 tabung @ 5 ml
Timbang 0,46 gr SC broth
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi
Autoclave 15 menit

➢ Tetrathionat ( TT
) medium
( 46gr/L )
4 tabung @ 5 ml
Timbang 0,92 gr TT broth
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi
Autoclave 15 menit

Cara kerja
▪ Penyiapan sample dan prapengayaan
➢ Memasukkan telur ayam ke dalam media TSB
secara steril dan dipecahkan. Setelah itu diaduk
dan dilonggarkan tutupnya sedikit dan diinkubasi
37˚C selama 24 jam

▪ Pengayaan selektif
➢ Mengaduk botol berisi media TSB yang telah
diinkubasi

49
➢ Memindahkan 1 ml TSB dari sampel ke 2 buah
tabung yang berisi 10 ml SC dan TT broth
➢ Menginkubasi 37˚C selama 24 jam

▪ Selective plating

50

Mengambil masing-masing 100 µL sampel dari SC dan TT dan
dipindahkan ke dalam media BS, XLD, dan HE. Kemudian digores
secara 4 kuadran.
➢ Menginkubasi 37˚C selama 24 jam

▪ Pengamatan cawan
➢ HE : Koloni umumnya berwarna biru kehijauan
hingga biru, dengan / tanpa bintik hitam. Terkadang
berwarna hitam dan mengkilap.
➢ BS : Koloni umumnya berwarna coklat, kelabu,
atau hitam dan terkadang mengkilap. Medium
disekitarnya awalnya akan berwarna coklat,
kemudian menghitam seiring waktu inkubasi.
Beberapa strain menghasilkan koloni hijau dengan /
tanpa warna gelap di sekelilingnya.
➢ XLD : Koloni umumnya berwarna merah muda,
dengan / tanpa bintik hitam. Ada juga yang
menghasilkan warna hitam dan mengkilap

▪ Melakukan enrichment koloni


➢ Mengambil masing-masing 2 koloni dari agar yang
berasal dari media SC dan TT
➢ Menginokulasi setiap koloni pada media TSA
➢ Menginkubasi 37˚C selama 24 jam

▪ Memastikan koloni
➢ Memastikan bahwa bakteri yang diinokulasi adalah
Salmonella dengan menumbuhkan pada media agar
BS, XLD dan HE.

▪ Inokulasi ke media uji metabolik

51

➢ Triple Sugar Iron (TSI) agar
Ambil 1 ose kultur secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose ke bagian bawah media kemudian menggores pada
permukaan media dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
Lysine Iron Agar (LIA)
Ambil 1 ose kultur secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose ke bagian bawah media kemudian menggores pada
permukaan media dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
➢ SIM Agar Deep Tube
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat
dengan menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
➢ MR-VP broth
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
➢ Simmons Citrate Agar Slant
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, gores zig-zag pada
permukaan media dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.

▪ Pengamatan uji metabolik


➢ Mengecek TSIA : Salmonella menghasilkan warna
merah (basa) dislant dan kuning (asam) pada butt,
dengan / tanpa warna hitam (H2S)
➢ Mengecek LIA : Pada slant dan butt akan berwarna
ungu (basa). Terkadang ada perubahan warna
sedikit dibutt. Kebanyakan Salmonella
menghasilkan H2S di LIA.
➢ Uji Indol : Meneteskan 3-5 tetes reagen kovac’s ke
SIM medium. Salmonella akan memberikan hasil
uji negatif (tidak terbentuk cincin merah)
➢ Uji MR : Meneteskan 3-5 tetes indikator metil red
ke media MRVP broth. Salmonella umumnya

52

memberikan hasil uji positif (warna menjadi
merah)
Uji VP : Meneteskan 5-10 tetes Barit A dan B ke MRVP broth, kemudian
dikocok. Salmonella umumnya memberikan hasil uji negatif
(tidak ada perubahan warna)
➢ Uji SCA : Samonella umumnya memberikan hasil
uji positif yang ditandai dengan perubahan warna
media dari hijau menjadi biru.

9. Pewarnaan Gram
10. Siapkan kaca obyek bebas lemak, letakkan beberapa tetes NaCl pada
kaca obyek lalu dengan jarum ose ambil bakteri dari biakan padat,
letakkan pada tetesan NaCl dan suspensikan. Biarkan mengering
diudara.
11. Lakukan fiksasi untuk melekatkan olesan bakteri pada kaca obyek
dengan cara melewatkan olesan yang telah kering di atas api spiritus
beberapa kali (bagian yang ada olesan bakteri menghadap atas).
12. Tetesi preparat olesan bakteri dengan beberapa tetes larutan karbol
gentian violet (Gram I), biarkan selama 3 menit. Bilas dengan air.
13. Tetesi preparat dengan larutan lugol (Gram II) beberapa tetes, biarkan
selama 1 menit. Bilas dengan air.
14. cuci dengan larutan Gram III (alkohol 96%) dengan cara memiringkan
preparat kemudian tetesi pelan-pelan dengan Gram III hingga tidak ada
pewarna yang terlunturkan. Bilas dengan air.
15. Tetesi preparat dengan larutan fuchsin (Gram IV) beberapa tetes.
Diamkan selama 3 menit.
16. Bilas preparat dengan air dan keringkan di udara atau dengan menyerap
kelebihan air dengan tissue.
17. Amati preparat di mikroskop dengan perbesaran 1000 X.
18. Catat warna dan morfologi sel bakteri

53

TUGAS
Tentukan ada/tidaknya Salmonella pada sampel anda. Isolasi Salmonella
tersebut jika ada.

54
REFERENSI
5. Cappucino, J dan N. Sherman. Microbiology: A Lab Manual. 7th Eds.
Benjamin Cummings
6. Berbagai sumber dari internet

55
Modul 4 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Vibrio
cholerae DALAM BAHAN PANGAN
TUJUAN
Mahasiswa mampu mengisolasi dan mengidentifikasi Vibrio cholreae
pada bahan pangan menggunakan teknik pengkulturan dan uji biokimia

DASAR TEORI
Vibrio cholerae adalah salah satu bakteri yang masuk dalam famili
Vibriocenaceae dan merupakan bagian dari genus Vibrio. Bakteri ini dapat
menimbulkan penyakit kolera. Vibrio cholerae banyak ditemui dipermukaan air
yang terkontaminasi dengan feces yang mengandung bakteri tersebut, oleh karena
itu penularan penyakit kolera ini dapat melalui air, makanan, dan sanitasi yang
buruk.

Vibrio cholerae

Vibrio cholerae merupakan bakteri fakultatif anaerobik sehingga dapat


tumbuh di tempat yang memiliki sedikit O 2. Bakteri ini merupakan bakteri gram
negatif berbentuk koma dengan flagella tunggal dan polar untuk alat geraknya.
Bakteri ini tidak menghasilkan spora. Karena mempunyai flagella maka Vibrio
cholerae merupakan bakteri yang motil. Vibrio cholerae memiliki lebar 1 µm dan
panjang 2-3 µm. Suhu optimum untuk petumbuhan bakteri ini adalah 18-370C.
Ada beberapa strain dari Vibrio cholerae, dimana dari semua strain itu ada
yang berbahaya dan ada juga yang tidak berbahaya. Strain dari Vibrio cholerae
yang paling tersebar luas ialah strain Vibrio cholerae serotipe O1 EI Tor N16961
yang menyebabkan penyakit kolera pandemik. Bakteri ini menginfeksi usus halus

56
dan meningkatkan produksi mukosa yang menyebabkan diare dan muntah-muntah
yang mengakibatkan dehidrasi ekstrim, bilamana tidak segera ditangani maka
akan menyebabkan kematian.
Strain lain dari Vibrio cholerae yaitu V. cholerae non-O1 yang hanya
menginfeksi manusia dan hewan primata lainnya. Organisme ini berkerabat
dengan V. cholerae O1, tetapi penyakit yang ditimbulkannya tidak separah kolera.
Strain patogenik dan non-patogenik dari organisme ini merupakan penghuni
normal di lingkungan air laut dan muara. Organisme ini pada masa lalu disebut
sebagai non-cholera vibrio (NCV) dan non-agglutinable vibrio (NAG).

Pre-enrichment
Untuk dapat memperoleh Vibrio, yang harus dilakukan pertama kali adalah
melakukan pre-enrichment bakteri yang ada di sampel dengan menggunakan
media yang sesuai. Tujuan dari sampel yang ditumbuhkan di media pre-
enrichment ialah untuk meningkatkan jumlah Vibrio cholerae yang ada pada
sampel. Media pre-enrichment yang biasa digunakan untuk mengisolasi Vibrio
cholera ialah Alkaline Peptone Water (APW). Media ini memang biasa digunakan
untuk memperbanyak jumlah Vibrio cholera dan bakteri enterosigenik lainnya.
Peptic digest of animal tissue dalam media APW menyediakan nitrogen,
karbon, dan berbagai nutrisi yang diperlukan Vibrio, serta tingginya konsentrasi
Sodium chloride juga akan memicu pertumbuhan Vibrio cholerae karena bakteri
ini banyak tumbuh di perairan laut. pH media ini tidak boleh terlalu rendah karena
Vibrio cholera sangat sensitif terhadap pH rendah di bawah 6. Sebaliknya Vibrio
cholera sangat toleran terhadap suasana basa. Setelah sampel dimasukkan ke
dalam medium, inkubasi selama 18-20 jam pada suhu 370C.
Berikut ini adalah tabel tingkat pertumbuhan Vibrio spp pada media APW:
Strains Growth
Vibrio vulnificus ATCC 33149 > 106 c.f.u./ml
Vibrio Choleraeee eltor Inaba CH 38 > 106 c.f.u./ml
Vibrio Choleraeee eltor Ogawa CH 60 > 106 c.f.u./ml
Vibrio parahaemolyticus ATCC 17802 > 106 c.f.u./ml

57
Selective enrichment
Setelah media ditanam di media pre-enrichment dan diinkubasi selama ±24
jam, dilakukan tahap seleksi awal. Media yang digunakan untuk proses ini yaitu
media Thiosulfate Citrate Bile Salt (TCBS). TCBS merupakan medium utama
yang universal digunakan untuk mengisolasi Vibrio sp. Kombinasi dari
penggunaan APW dilanjutkan dengan TCBS merupakan prosedur yang banyak
dilakukan untuk isolasi bakteri ini. Kandungan medium berupa campuran bile
salts dan sodium cholate berperan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri gram
positif, sedangkan konsentrasi yang tinggi dari sitrat dan thiosulfate serta sifat
alkalinitas dari medium ini mampu menghambat pertumbuhan
Enterobacteriaceae.
Ox bile dan cholate akan menghambat pertumbuhan enterococci. Bakteri
coliform, sekalipun tumbuh walaupun sedikit, tidak akan mampu memetabolisme
sukrosa. Indikator thymol blue-bromothymol blue akan mengubah warna media
menjadi kuning jika ada produk asam yang terbentuk.

Beberapa penampakan morfologi bakteri yang tumbuh pada media TCBS:


V. cholerae ................................... Besar, koloni berwarna kuning
V. parahaemolyticus ...................... Inti koloni berwarna biru kehijauan
V. alginolyticus............................. Besar, koloni berwarna kuning
Proteus/Enterococci ........................Pertumbuhan tidak sempurna, jika tumbuh
koloni berwarna kuning, kecil
Pseudomonas/Aeromonas............... Pertumbuhan tidak sempurna, jika tumbuh
koloni berwarna biru

58
Vibrio cholerae pada media TCBS

Pewarnaan Gram Vibrio cholerae


ALAT DAN BAHAN ➢ Jajanan pasar
Alat :
▪ Spiritus - Media
▪ Jarum ose ➢ Alkaline
▪ Tabung reaksi Peptone Water
▪ Objek glass (APW)
▪ Cawan petri Bahan : ➢ Thiosulfate Bile
- Sampel Citrate

59
Salt (TCBS) Agar
➢ Trypticase
Soy
(TSA)
➢ Lysine Iron Agar (LIA)
➢ Tryptone Salt Agar
▪ Pengaduk
▪ Blender
▪ Neraca
▪ Pisau / scalpel

➢ Phenol Red
Mannitol
Broth
➢ Phenol Red Lactose
Broth ➢ Phenol Red
Sucrose Broth
➢ Nutrient Gelatin
➢ Urea Broth
➢ SIM medium

60
- Reagen
➢ Hydrogen Peroksida (H2O2) 3 %

Pembuatan Media
➢ Alkaline Peptone Water (APW)
Komposisi (/liter) :
Peptone 10 g
NaCl 10 g
Aquades 1 liter
Larutkan semua bahan dalam aquades dan panaskan perlahan lahan. Sterilisasi
pada suhu 121°C selama 10 menit. Setelah sterilisasi, atur pH akhir 8,5 ± 0.2.

➢ Thiosulfate-Citrate-BileSalts-Sucrose (TCBS) Agar


Komposisi (/liter) :

Yeast extract 5g
Peptone 10 g
Sucrose 20 g
Sodiumthiosulfate 5 H2O 10 g
Sodiumcitrate 2H2O 10 g
Sodium cholate 3g
Oxgall 5g
Na Cl 10 g
Ferric citrate 1g
Bromthymol blue 0,04 g
Thymolblue 0,04 g
Agar 15 g
Aquades 1 liter
Siapkan labu Erlenmeyer larutkan seluruh bahan dalam aquades hangat dan
panaskan hingga larut. Setelah mendidih cepat angkat. Jangan di autoclave.
Dinginkan hingga suhu 50°Cdan tuang kedalam cawan petri steril.

Keringkan cawan petri tersebut selama1 malam atau pada suhu 37°C - 45°C
sebelum digunakan.

61
➢ TSA slant (40gr/liter) Komposisi:
Trypticase Peptone 15 g
Tryptone Peptone 5g
NaCl 5g
Agar 15 g
Aquades 1 liter

4 tabung @ 5ml

4
Perhitungan : x 40 x 4 = 0,64 gr / 20ml aquadest 1000
Timbang 0,64gr TSA
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Autocalve
Masukkan ke dalam cawan petri steril
Miringkan hingga memadat

➢ SIM medium (30gr/liter)


4 tabung @ 5ml

5
Perhitungan : x 30 x 4 = 0,6gr /20 ml aquadest
1000
Timbang 0,6 gr SIM medium
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan kedalam masing-masing tabung reaksi
Autocalve

➢ Lysine Iron Agar (LIA)


Mengandung (/liter) :
Gelysate atau Peptone 5g
Yeast extract 3g
Glucose 1g
L-lysine 5g
Bromcresol Purple 0,02 g

62
Aquades ` 1 liter

4 tabung @ 5 ml
20
Perhitungan : X 32 = 0,64gr/20ml aquadest 1000
Timbang 0,64gr LIA
Larutkan dalam 20ml aquadest
Homogenisasi
Masukkan ke dalam tiap-tiap tabung reaksi
Autoclave 121C, 15 menit

➢ Urea Broth
Mengandung (/liter) :
Urea 20 g
Yeast extract 0,1 g
Na2HPO4 9,5 g
K2HPO4 9,1 g
Phenol red 0,01 g
Aquades 1 liter
Larutkan semua bahan dalam 1 liter aquadest. Jangan dipanaskan. Sterilisasi
menggunakan membran filter 0,45 µm. Pindahkan 0,1 ml -3,0 ml ke dalam
tabung steril. pH akhir 6,8 ± 0,2.

Cara kerja
➢ Pengayaan dan plating

1. Sampel 22 gram beserta 200 mL APW dimasukkan ke dalam blender dan


diputar 2 menit.
2. Inkubasi APW 24 jam 37 ºC
3. Mengambil 1 mata ose APW yang telah diinkubasi dan menggoreskan ke
medium TCBS. Kita menggores sedemikian rupa sehingga kita
mendapatkan koloni tunggal.
4. Hasil yang didapat yaitu → koloni umumnya berwarna kuning, besar (2-

63
3 mm), agak datar, dan halus (smoth)
5. Menyimpan beberapa koloni tunggal pada medium Tryptone Salt Agar
Slant

➢ Pengamatan mikroskopi
1. Pewarnaan Gram
a. Siapkan kaca obyek bebas lemak, letakkan beberapa tetes NaCl pada
kaca obyek lalu dengan jarum ose ambil bakteri dari biakan padat,
letakkan pada tetesan NaCl dan suspensikan. Biarkan mengering
diudara.
b. Lakukan fiksasi untuk melekatkan olesan bakteri pada kaca obyek
dengan cara melewatkan olesan yang telah kering di atas api spiritus
beberapa kali (bagian yang ada olesan bakteri menghadap atas).
c. Tetesi preparat olesan bakteri dengan beberapa tetes larutan karbol
gentian violet (Gram I), biarkan selama 3 menit. Bilas dengan air.
d. Tetesi preparat dengan larutan lugol (Gram II) beberapa tetes,
biarkan selama 1 menit. Bilas dengan air.
e. cuci dengan larutan Gram III (alkohol 96%) dengan cara
memiringkan preparat kemudian tetesi pelan-pelan dengan gram III
hingga tidak ada pewarna yang terlunturkan. Bilas dengan air.
f. Tetesi preparat dengan larutan fuchsin (Gram IV) beberapa tetes.
Diamkan selama 3 menit.

g. Bilas preparat dengan air dan keringkan di udara atau dengan


menyerap kelebihan air dengan tissue.
h. Amati preparat di mikroskop dengan perbesaran 1000 X. Catat warna
dan morfologi sel bakteri

2. Uji motilitas
➢ SIM Agar Deep Tube
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat
dengan menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-
27 jam.

➢ Uji biokimia

64
1. Lysine Iron Agar (LIA)
Ambil 1 ose kultur secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose ke bagian bawah media kemudian menggores pada
permukaan media dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.
2. Phenol Red Laktose Broth
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam
3. Phenol Red Mannitol Broth
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam
4. Phenol Red Sucrose Broth
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam
5. Urea Broth
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media cair dan
inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.

6. Trypticase Soy Agar Plate


- Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat
dengan menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27
jam.
- Tetesi biakan dengan hydrogen peroksida 3% dan amati adanya
gelembung udara.
7. Gelatin Deep Tube
Ambil 1 ose kultur sampel secara aseptis, tanam pada media padat dengan
menusukkan ose dan inkubasi pada suhu 37ºC selama 24-27 jam.

TUGAS
Tentukan ada/tidaknya Vibrio cholerae pada sampel anda

65
REFERENSI
1. Cappucino, J dan N. Sherman. Microbiology: A Lab Manual.
7th Eds. Benjamin Cummings
2. Berbagai sumber dari internet

66
Modul 5
DETEKSI Vibrio cholerae ENTEROTOKSIGENIK
PADA PANGAN DENGAN METODE PCR

TUJUAN
Mendeteksi adanya Vibrio cholerae enterotoksigenik pada sampel
makanan dengan menggunakan metode PCR

DASAR TEORI
Vibrio sp merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam divisi
bakteri, klas Schizomicetes, ordo Eubacteriales, Famili Vibrionaceae. Bakteri ini
bersifat Gram negatif, fakultatif anaerobik, fermentatif, bentuk sel batang dengan
ukuran panjang antara 2-3 µm, menghasilkan katalase dan oksidase dan bergerak
dengan satu flagella pada ujung sel.
Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada
dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik
menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Vibrio yang
patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan
jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus dan
sebagainya. Dampak langsung bakteri patogen ini dapat menimbulkan penyakit,
parasit, rusaknya DNA oleh toksin yang dapat menyebabkan kematian biota yang
menghuni perairan tempat Vibrio terdapat.
Beberapa jenis Vibrio bersifat patogen dengan mengeluarkan toksin ganas
dan seringkali mengakibatkan kematian pada manusia dan hewan. Salah satu
jenis Vibrio yang dikenal berbahaya pada manusia adalah Vibrio cholerae
penyebab penyakit perut (gastroenteritis). Bakteri ini sebenarnya adalah penghuni
darat dan air tawar. Keberadaannya di laut disebabkan terbawa oleh aliran sungai
atau air buangan. Hal ini menyebabkan perairan pantai akan terkontaminasi oleh
V. cholera.

67
Sel Vibrio cholerae

Vibrio cholerae pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun
1884 dan sangat penting bagi dunia kedokteran karena menyebabkan penyakit
kolera. Vibrio cholerae banyak ditemui di permukaan air yang terkontaminasi
dengan feces yang mengandung kuman tersebut, oleh karena itu penularan
penyakit kolera ini dapat melalui air, makanan dan sanitasi yang buruk.

Siklus Hidup Vibrio cholerae

Vibrio cholerae merupakan bakteri fakultatif anaerobik sehingga dapat


tumbuh di tempat yang memiliki sedikit O 2. Bakteri ini merupakan bakteri Gram

68
negatif dengan flagella tunggal dan polar yang halus (monotrikh) untuk alat
geraknya. Vibrio cholerae memiliki bentuk batang bengkok seperti koma.
Pada isolasi, Koch menamakannya ’kommabacillus’, namun bila biakan
diperpanjang bakteri ini bisa berubah bentuk menjadi batang lurus yang mirip
dengan bakteri enteric Gram negatif. Bakteri ini tidak menghasilkan spora.
Karena mempunyai flagella maka Vibrio cholerae merupakan bakteri yang
motil. Vibrio cholerae memiliki lebar 1 µm dan panjang 2-3 µm.

Bentuk khas sel Vibrio cholerae

Pada kultur dijumpai koloni yang cembung (convex), halus dan bulat yang
keruh (opaque) dan bergranul bila disinari. Vibrio cholerae bersifat aerob atau
anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk petumbuhan bakteri ini adalah 18- 37 0C.
Vibrio cholerae dapat tumbuh pada berbagai jenis media, termasuk media tertentu
yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan
nitrogen. Bakteri ini tumbuh baik pada agar Thiosulfate Citrate Bile
Sucrose (TCBS) yang menghasilkan bakteri berwarna kuning dan pada media
Telurite Taurocholate Gelatin Agar (TTGA).

69
Vibrio cholerae di media TCBS

Ada beberapa strain Vibrio cholerae, dimana dari semua strain itu ada
yang berbahaya dan ada juga yang tidak berbahaya. Strain dari Vibrio cholerae
yang paling tersebar luas ialah strain Vibrio cholerae serotipe O1 EI Tor N16961
yang menyebabkan penyakit kolera pandemik. Bakteri ini menginfeksi usus halus
dan meningkatkan produksi mukosa yang menyebabkan diare dan muntah-muntah
yang mengakibatkan dehidrasi ekstrim, bilamana tidak segera ditangani maka
akan menyebabkan kematian.
Strain lain dari Vibrio cholerae yaitu V. cholerae non-O1 yang hanya
menginfeksi manusia dan hewan primata lainnya. Organisme ini berkerabat
dengan V. cholerae O1, tetapi penyakit yang ditimbulkannya tidak separah
kolera. Strain patogenik dan non-patogenik dari organisme ini merupakan
penghuni normal di lingkungan air laut dan muara. Organisme ini pada masa lalu
disebut sebagai non-cholera vibrio (NCV) dan nonagglutinable vibrio (NAG).

Patogenitas Vibrio cholerae


Pada strain Vibrio cholerae, terdapat gen ctx pada elemen genetik CTX
yang mengkode gen untuk dapat menghasilkan toksin kolera (cholera toxin =
CT) dan merupakan strain toksigenik. Strain toksigenik inilah yang

bertanggung jawab atas wabah kolera. Patogenitas V. cholera disebabkan dua


faktor utama yaitu toksin kolera (CT) dan TCP pili (toxin coregulated pilus),
yang bertanggung jawab terhadap kemampuan V. cholerae menempel pada sel
epitelium intestinal.

70
Toksin Kolera (CT)

Keberadaan gen ctx diatur oleh suatu sistem regulasi dimana suatu protein
regulator mengatur protein regulator lainnya. Sistem ini mempengaruhi ekspresi
struktur gen ctx, tcp (gen yang mengkodekan TCP) dan beberapa protein hasil
metabolit lainnya. Hasil ekspresi gen-gen ini merupakan faktor virulens yang
utama pada V. cholerae. Sistem regulasi tersebut adalah gen-gen tox yaitu toxR,
toxT dan toxS dimana akan menghasilkan protein ToxR, ToxT dan ToxS
sebagai protein regulator.
ToxR merupakan membran yang berperan sebagai aktivator transkripsi dan
protein ikatan DNA (DNA binding protein). ToxS merupakan sensor periplasma
”chaperone” yang berperan dalam dimerisasi protein ToxR. Sedangkan ToxT
merupakan protein sitoplasma dimana ekspresi gen toxT diinduksi oleh ToxR
untuk menghasilkan ToxT. ToxT mengaktifkan transkripsi ctx dan tcp operon
untuk menghasilkan CT dan toxin coregulated pilus (TCP) serta mengontrol 17
faktor virulens.
Toksin kolera atau Ctx adalah kompleks protein yang disekresikan V.
cholerae yang termasuk dalam golongan enterotoksin. Enterotoksin adalah suatu
protein,dengan berat molekul 84.000 dalton. Protein ini bersifat tahan

panas tetapi tidak tahan asam. Toksin ini memiliki sifat resisten terhadap tripsin
tetapi masih dapat didegradasi oleh protease. Toksin kolera mengandung dua sub
unit yaitu B (binding) dan A (active). Sub unit B mengandung lima polipeptida,
dimana masing-masing molekul memiliki aktivitas ADP ribosyltransferase dan
menyebabkan transfer ADP ribose dari NAD ke sebuah guanosine triphosphate.
CT dikodekan oleh gen ctxAB yang terdiri dari 1 subunit A dan 5 subunit

71
B. Subunit A terdiri dari A1 sebagai komponen aktif dan A2 sebagai jembatan
penghubung antara A1 dan subunit B. Subunit B berfungsi sebagai membran
untuk melekat pada permukaan sel inang dan melewatkan subunit A 1 ke dalam
sel inang. A1 dan A2 dihubungkan oleh ikatan disulfida. Subunit A dikodekan oleh
gen ctxA dan subunit B dikodekan oleh gen ctxB. Kedua gen ini merupakan
bagian dari operon yang sama yaitu ctx

Mekanisme Kerja Enterotoksin Kolera

Patogenitas Vibrio ditentukan oleh adanya kolera toksin. Beberapa strain


Vibrio cholerae menghasilkan kolera toksin. Kolera toksin ini dikode oleh 1
operon ctxAB (yang mengandung ctxA dan ctxB). Eksresi toksin ini
memerlukan TepG dan chaperone juga diperlukan dalam kerja Tcp fili. Produksi
fili dan toksin dikoregulasi oleh TCR. Ketika diproduksi, toksin subunit B terikat
pada permukaan mukosa dari sel inang dan banyak sel yang terdapat di G M1
gangliosida dan bagian sub unit A1 dibebaskan ke dalam sitoplasma. G M1
gangliosida merupakan asam sialat yang mengandung oligosakarida yang terikat

72
kovalen pada seramida lipid. Neuraminidase akan menghilangkan banyak reseptor
yang memungkinkan terikat pada toksin ini.
Toksin masuk ke sel inang melalui mekanisme translokasi yang unik dan
masih belum diketahui. Sub unit A1 G s membran protein berfungsi untuk
menghidrolisis GTP dan mengatur kerja dari enzim adenilat siklase dan juga
digunakan untuk menentukan cAMP secara hormonal. Hormon ini
mengakifkan pengikatan GTP pada protein G s dan meningkatkan aktivitas
adenilat siklase sehingga kadar cAMP meningkat. Inaktivasi pengikatan GDP
dalam Gs membuat adenilat siklase menjadi tak aktif dan mengakibatkan
produksi cAMP menurun sehingga menghambat absorpsi NaCl dan
merangsang ekskresi klorida, yang menyebabkan hilangnya air, NaCl, Kalium dan
Bikarbonat.
Kolera toksin diproduksi ketika operon ctxAB adalah TCR. TCR diaktivasi
oleh ToxS (memfasilitasi ToxR k bentuk dimernya) dan ToxR (bentuk dimer dri
ikatan operon dan inaktivasi ekspresi dari operon ctxAB.
ToxS dan ToxR diproduksi dengan kondisi stress seperti pH 6 atau lebih pH
8,5), asam amino (bentuk ToxS dan ToxR standard adalah 2 komponen sistem
pengatur dengan ToxS berfungsi sebagai sensor dari fosforilasi dan pengubah
ToxR ke bentuk ikatan denagn DNA), osmotis yang rendah (gen htpG yang
mengkode protein heat-shock protein yang dengan seketika ke bagian operon
upstream ToxR dan selama keadaan stress TCR menjadi promoter yang kuat),
suhu (melebihi suhu dari TCR 30oC atau 37oC)

Plasmid pRC1

Identifikasi Vibrio cholerae


Dalam melakukan identifikasi adanya Vibrio cholerae yang terdapat dalam
sampel dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
1. Teknik pengkulturan dan uji biokimia
2. Teknik imunologi
3. Uji Aglutinasi

73
4. Uji deteksi sekuens spesifik Vibrio cholerae dengan PCR
Metode PCR (polymerase chain reactions) merupakan metode untuk
menggandakan sekuens asam nukleat bakteri secara in vitro. Hasil ini dapat
divisualisasi dan ukurannya dapat diketahui jika terdapat segmen genom target.
Untuk identifikasi Vibrio cholerae kita menggunakan identifikasi
enterotoksigenik dari Vibrio cholerae. Dalam telah diketahui bahwa Vibrio
cholerae menyebabkan penyakit yaitu berasal kolera toksin yang dihasilkan
dari gen dengan urutan yang terdapat di operon ctxAB. Operon ini mengkode
untuk kolera toksin yang mana diketahui efeknya untuk enterotoksigenik. Pada
PCR ini menggunakan primer 5’-TGAAATAAA GCAGTCAGGTC3’ dan
5’GGTATTCTGCACACAAATCAG3’.
Sebelum melakukan PCR, dilakukan proses isolasi DNA Vibrio cholerae.
Proses isolasi ini dapat dilakukan menggunakan beberapa teknik standar, yaitu:
1. Boiling lysis
Sel bakteri di-treatment dengan lisosim kemudian dilisis dengan
pemanasan pada air mendidih di dalam water bath.
2. Lysis with detergent
Sel bakteri dilisis dengann treatment menggunakan deterjen ionik
(contoh : SDS) ataupun dengan deterjen non-ionik (contoh : Triton X-100)

3. Mechanical lysis
Sel bakteri dilisis dengan menggunakan mechanical disruption
seperti sonifikasi.
4. Alkaline lysis
Pelisisan sel bakteri dilakukan dalam kondisi basa dengan
menggunakan bantuan SDS.
5. Enzymatic digestion
Metode pelisisan sel yang menggunakan bantuan enzim seperti lisosim
yang membantu proses pelemahan (weakening) dinding sel

Metode PCR
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknik yang banyak dipakai
secara luas dalam bidang biologi molekuler. Metode ini dikembangkan pertama
kali pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan
CETUS Corporation. Namanya diambil dari komponen pentingnya yaitu DNA

74
polimerase yang digunakan untuk mengamplifikasi sejumlah kecil DNA melalui
in vitro enzymatic replication. PCR merupakan prosedur cepat untuk
menggandakan atau memperbanyak urutan basa DNA spesifik secara in vitro
sehingga dengan teknik ini memungkinkan analisis sampel dalam jumlah
banyak dengan waktu relatif singkat untuk mengetahui keberadaan gen yang
diintroduksi.
Selama proses PCR berjalan, DNA hasil yang diperbanyak selanjutnya
berperan sebagai template untuk siklus replikasi selanjutnya. Proses ini terjadi
membentuk siklus terus-menerus (chain reaction) di mana DNA template
diamplifikasi secara exponensial. Melalui PCR, sejumlah kecil DNA dapat
diperbanyak. PCR juga dapat digunakan dalam rekayasa genetik.
Komponen-komponen yang harus ditambahkan ke dalam tabung reaksi
untuk proses PCR adalah:
➢ DNA template yang mengandung DNA region atau target yang ingin
diamplifikasi. DNA template yang digunkan tidak boleh terlalu banyak dan
tidak boleh terlalu sedikit karena dapat menyebabkan terbentuknya produk
PCR yang tidak spesifik. Jika memang harus menggunakan DNA template
dalam jumlah besar, jumlah siklus PCR yang dilakukan yang direndahkan
agar jumlah produk PCR yang tepat meningkat. Tingkat kemurnian DNA
template juga mempengaruhi keberhasilan PCR karena sisa-sisa reagen pada
proses isolasi DNA dapat mengganggu kerja enzim Taq polimerase.
➢ Forward dan reverse primer yang saling berkomplementer pada daerah
ujung 5’ dan 3’ dari DNA. Primer ini berfungsi untuk mengawali replikasi
karena DNA polimerase tidak dapat menginisiasi proses replikasi. DNA
polimerase hanya dapat menambahkan nukleotida pada ujung hidroksil 3’
yang telah ada.
➢ Deoxynucleoside triphosphates (dNTPs) berfungsi sebagai sumber nukleotida
untuk pembentukan rantai baru.
➢ Buffer PCR berperan menciptakan kondisi yang optimum untuk aktivitas
dan stabilitas DNA polimerase.
➢ DNA polimerase (dalam hal ini yang dipakai adalah enzim taq polimerase).
Enzim ini memiliki suhu optimum 70oC.
➢ MgCl2 berfungsi menyumbangkan ion Mg2+ untuk membentuk kompleks
dengan dNTP. dNTP memiliki tingkat energi yang tinggi ketika
membentuk kompleks dengan Mg2+. Selain Mg2+, kation bivalen yang dapat

75
digunakan alah Mn2+. Namun, error sintesa DNA akan meningkat seiring pada
penggunaan konsentrasi Mn2+ yang lebih tinggi. Oleh karena itu Mn 2+
banyak digunakan pada proses PCR untuk mutagenesis, dan bukan pada
sintesa atau replikasi.

Empat komponen utama dalam PCR adalah (1) DNA cetakan (template),
yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer,
yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa) yang digunakan untuk
mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri
atas dATP, dGTP, dCTP, dTTP, dan (4) enzim DNA polimerase, yaitu enzim
yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga
penting adalah senyawa buffer dan koenzim. Berikut ini adalah tahapan yang
terjadi dalam proses PCR:
1. Denaturasi
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan
denaturasi DNA template sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan
terpisah menjadi rantai tunggal. Denaturasi DNA dilakuakn dengan
menggunakan panas (94-96oC) selama 20-30 detik.
2. Annealing
Kemudian suhu diturunkan menjadi 55oC (50-65oC) selama 20-40 detik
sehingga primer akan ”menempel” (annealing) pada cetakan yang telah
terpisah menjadi rantai tunggal. Biasanya, suhu annealing sekitar 3- 5 oC di
bawah suhu lebur primer yang digunakan. Primer akan membentuk jembatan
hidrogen dengan template pada daerah sekuen yang berkomplementer dengan
sekuen primer. Ikatan hidrogen yang stabil hanya akan terbentuk jika sekuen
primer sangat cocok dengan sekuen template. Suhu 55 oC yang digunakan
untuk penempelan primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi
akan lebih efisien jika dilakukan pada suhu yang lebih rendah (37 oC), tetapi
biasanya akan terjadi mispriming yaitu penempelan primer pada tempat
yang salah. Pada suhu yang lebih tinggi (55 oC), spesifikasi reaksi amplifikasi
akan mmeningkat, tetapi secara keseluruhan efisiensinya akan menurun.
Waktuyang berlebihan juga dapat menyebabkan mispriming.
Primer yang digunakan dalam PCR ada 2 yaitu oligonukleotida yang
mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA template

76
pada ujung 5’fosfat, dan oligonukleotida yang kedua identik dengan sekuen
pada ujung 3’OH rantai DNA template yang lain.
3. Ekstensi / elongasi
Setelah dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan DNA template, suhu
inkubasi dinaikkan menjadi 72oC (TaqPol) selama 1,5 menit. Sebenarnya, suhu
pada tahap ini bergantung pada DNA polimerase yang digunakan (tiap DNA
polimerase punya suhu optimum berbeda) dan panjang fragmen DNA yang
diamplifikasi. Pada suhu ini, DNA polimerase akan melakukan proses polimerasi
rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada pada DNA template. Hal
ini dilakukan dengan menambahkan dNTP yang berkomplementer dengan
template dengan arah
5’ ke 3’, mengkondensasi 5’-gugus fosfat dari dNTP dengan 3’-gugus
hidroksil pada ujung DNA yang diperpanjang. Setelah terjadi polimerasi,
rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA
template.
DNA rantai ganda yang terbentuk dengan adanya ikatan hidrogen
antara rantai DNA template dengan rantai DNA baru hasil polimerasi
selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu inkubasi
o
menjadi 95 C. Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan berfungsi
sebagai template bagi reaksi polimerasi selanjutnya.
Reaksi-reaksi seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulangi lagi
sampai 25-30 kali (siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan
molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru (hasil polimerasi) dalam
jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah DNA template
yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi bergantung pada konsentrasi
DNA target di dalam campuran reaksi. Paling tidak, diperlukan 25 siklus
untuk melipatgandakan satu kopi sekuen DNA target di dalam DNA genom
mamalia agar hasilnya dapat dilihat secara langsung, misalnya dengan
elektroforesis gel agarosa. Akan tetapi, pada umunya konsentrasi DNA
polimerase Taq menjadi terbatas setelah 25-30 siklus amplifikasi
(Sambrook et a., 1989).
4. Elongasi terakhir

77
Langkah ini dilakukan dalam suhu 70-74oC selama 5-15 menit setelah siklus
PCR terakhir untuk memastikan DNA untai tunggal apapun yang tersisa
benar-benar telah diperpanjang.

Tahapan PCR

Proses PCR dapat dibagi menjadi 3 tingkat o


Amplifikasi eksponensial
Pada setiap siklus, jumlah produknya berganda (asumsi efisiensi reaksi
100%). Reaksinya sangat spesifik dan tepat.
o Tahap mendatar / linier (vareabilitas tinggi)
Reaksi melambat seiring dengan hilangnya aktivitas DNA polimerase
dan konsumsi reagen seperti dNTP dan primer yang menyebabkan reaksi
menjadi terbatas, produksi produk mulai menurun.
o Plateau
Reaksi telah berhenti, tidak ada lagi produk yang terbentuk karena
tidak ada reagen dan enzim. Jika dibiarkan cukup lama, produk PCR akan
didegradasi.
Faktor yang Mempengaruhi PCR

78
Karena prinsip kerjanya yang demikian, hasil yang didapatkan dari teknik PCR
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti substansi yang digunakan serta pola gradien
dan siklus PCR. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, dibutuhkan konsentrasi
enzim Taq Polimerase sekitar 1 – 2.50 unit / 100 µl reaksi, dNTP dengan konsentrasi
10 mM, magnesium klorida dengan konsentrasi 1 – 10 mM, buffer TrisHCl
konsentrasi 10 – 50 mM pH 8.30 – 8.80. Disamping itu untuk mendapatkan hasil
PCR yang optimal, dibutuhkan primer yang spesifik sesuai kebutuhan dengan
konsentrasi 25 µM. Kemurnian DNA target juga mampu mempengaruhi hasil PCR,
sehingga untuk mendapatkan hasil PCR yang optimal diperlukan DNA target yang
murni dengan konsentrasi 500 ng. Pola gradien dan siklus PCR merupakan faktor
lain yang juga berpengaruh besar terhadap hasil PCR. Namun seringkali pola
gradien dan siklus PCR tidak dapat ditentukan dengan pasti. Hal ini dikarenakan
pola gradien dan siklus PCR dapat berbeda- beda menyesuaikan dengan substansi
yang digunakan, utamanya suhu annealing yang menyesuaikan dengan jenis primer
yang digunakan. Meski begitu, umumnya PCR dilakukan dengan pola gradien dan
siklus yang tidak berbeda jauh. Pola gradien yang umumnya digunakan adalah tahap
denaturasi pada suhu 90 – 97oC, tahap annealing pada suhu 50 – 65 oC, tahap
extension pada suhu 72 oC, serta siklus PCR sebanyak 25 – 35 siklus.

Kelebihan dan kelemahan metode PCR


PCR memiliki beberapa keunggulan, diantaranya dapat memperbanyak DNA pada
bagian yang spesifik sesuai yang diharapkan, memiliki sensitivitas tinggi, dapat
digunakan untuk melakukan pengujian hingga manipulasi DNA, mampu
memberikan hasil dalam waktu singkat, dapat digunakan untuk mendeteksi
sampel yang terkontaminasi maupun menyeleksi sampel negatif, dapat
mengidentifikasi organisme secara mendetail hingga tingkat spesies bahkan serotipe
yang bahkan tidak dapat dilakukan menggunakan sistem konvensional, dapat
bekerja pada materi genetik dari berbagai sel, serta dapat dilakukan pada sampel
yang berupa campuran kompleks. Namun meski begitu, PCR juga
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya DNA sel bakteri yang mati ikut
terdeteksi pula.

ALAT DAN BAHAN

Alat :
• Thermocycler automatis • UV transiluminator

79
• Perangkat elektroforesis horizontal + catu • Kamera
daya • Alat PCR
• Heating plate • Tabung reaksi
• Pipet mikro • Ose
• Tabung mikro • Eppendorf
• Sentrifuge mikro • Bekker glass

Bahan :
• APW (Alkaline Pepton Water)
• Cholera toxin primer (5'-TGAAATAAAGCAGTCAGGTG-3',
5'-GGTATTCTGCACACAAATCAG-3')
• PCR kit
• Akuades steril
• Buffer TAE
• Agarosa
• Ethidium bromida
• Master mix
• DNA molecular weight markers (100bp ladder)

Pembuatan Bahan
➢ Alkaline Peptone Water (APW)
Komposisi (/liter) :
Peptone 10 g
NaCl 10 g
Aquades 1 liter
Larutkan semua bahan dalam aquades dan panaskan perlahan lahan. Sterilisasi
pada suhu 121°C selama 10 menit. Setelah sterilisasi, atur pH akhir 8,5 ± 0.2.

➢ Larutan EDTA 0,5 M pH 8,0


EDTA 9,31 g
Aquades 40 ml (dilarutkan)
pH ad 8,0 (NaOH)
Aquades ad 50 ml

➢ Buffer TAE 50X Kuat

80
Tris Base 24,20 g
Asam Asetat Glasial 5,71 ml
Larutan EDTA 0,5 M pH 8,0 10,0 ml
Aquades 100 ml

➢ Buffer TAE 1X Kuat


Buffer TAE 50X kuat 10 ml

Aquades ad 500 ml

➢ Gel Agarosa
Agarosa 400 mg
Buffer TAE 1X kuat 40 ml

Cara kerja
➢ PCR dari proses pengayaan sampel atau dari kultur murni
1. Timbang sampel 25 g
2. Masukkan ke dalam blender yang berisi 225 ml APW. Putar 2 menit
dengan kecepatan penuh
3. Inkubasi APW pada suhu 37°C selama 6-8 jam.
4. Masukkan 1 ml APW ke tabung mikro dan rebus selama 5 menit pada air
mendidih
5. apabila menggunakan isolat murni, gunakan yang berumur 24-48 jam,
dengan teknik boiling lysis biakan direbus selama 10 menit pada air
mendidih
6. Sentrifuge 6000 rpm selama 5 menit
7. Supernatan digunakan sebagai template
8. Alternatif lain dengan teknik colony PCR, koloni berumur 24-48 jam
diambil menggunakan tusuk gigi sesedikit mungkin dan langsung
dimasukkan ke dalam tabung PCR berisi mastermix lalu langsung
dilakukan PCR

➢ PCR

81
1. Ke dalam tabung PCR, masukkan bahan-bahan sbb.: ddH2O steril
21.49µl; 10X buffer 1µl; primer forward 0.13µl; primer reverse 0.13µl;
dNTP 0.5µl; lisat/supernatan dari APW atau isolat murni 1.25 µl; dan
Taq polimerase 0.5µl
2. Siklus (35x): denaturasi 94°C 1’; primer annealing 55°C 1’; primer
extension 72°C 1’

➢ Analisis pada gel agarosa


1. Hasil PCR dimasukkan ke agarosa 1,5% yang terendam dalam TAE 1x
dan dijalankan pada beda potensial 5V/cm
2. Hasil yang diharapkan berupa pita berukuran 777 pb

TUGAS:
Deteksi keberadaan Vibrio pada sampel anda menggunakan PCR

REFERENSI

1. Austin B. dan D.A.Austin. 1993. Bacterial fish pathogens. Disease in farmed and
wild fish. Second edition. Ellis Horword limited. Chichester, England. 383 p.
2. Wagiyo C.E. 1975. Microbial and environment in L H.Stevenson and R.R
Colwell (eds) Estuaries Microbial Ecology. University of South Carolina
Press. Columbia.
3. Berbagai sumber dari internet

82
Modul 6 DETEKSI Salmonella spp PADA PANGAN
DENGAN METODE PCR

TUJUAN
Mendeteksi adanya Salmonella spp pada sampel makanan dengan
menggunakan metode PCR

DASAR TEORI
Salmonella adalah bakteri yang termasuk dalam golongan
Gammaproteobacteria, dan termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Seluruh
anggota genus Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, anaerob fakultatif,
dan berbentuk batang lurus berukuran 0.70 – 1.50 x 2.00 – 5.00 µm, serta tidak
memiliki kemampuan untuk membentuk spora (non-sporulating). Salmonella
sp. pada umumnya memiliki flagella tipe peritrichous sehingga memiliki
kemampuan motilitas sel (kecuali serotipe Gallinarum atau Pullorum), memiliki
fimbriae, membentuk koloni berdiameter antara 2-4 mm (kecuali serotipe
Abortusovis), bersifat patogen, dan mudah beradaptasi dengan inang (host).
Salmonella sp. dapat tumbuh optimal pada suhu 35 – 37oC, pH 6.50 – 7.50, dan
Aw antara 0.94 – 0.99. Karena karakteristiknya tersebut, mayoritas Salmonella
dapat dibunuh menggunakan perlakuan berupa pasteurisasi atau blansing
(pemanasan dengan suhu sekitar 80 – 100oC). Salmonella terdiri atas dua spesies,
yakni Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Spesies Salmonella enterica
sendiri terdiri atas enam subspesies, yaitu subspesies enterica, arizonae,
diarizonae, houtenae, indica, dan salamae, dimana subspesies tersebut terdiri
atas bermacam serotipe sedangkan Salmonella bongori merupakan spesies yang
berdiri tunggal tanpa memiliki subspesies dan serotipe
Salmonella dapat juga ditemukan pada tanah, air atau tanaman yang
mengalami kontak dengan kotoran dari hewan. Terutama dari hewan yang telah
mengalami infeksi Salmonella. Namun di habitat alam, Salmonella tidak dapat
berkembang biak pesat seperti di dalam usus. Meskipun demikian bakteri ini
dapat bertahan mingguan hingga tahunan jika kondisi lingkungan sesuai. Dan
kemampuan inilah yang mengakibatkan banyaknya kejadian infeksi Salmonella

83
baik pada manusia maupun hewan yang tinggal di daerah yang memiliki tingkat
sanitasi yang rendah.
Salmonella sp. seringkali bertindak sebagai penyebab utama infeksi pada
penyakit foodborne disease. Salmonella sp. dapat menyebabkan berbagai penyakit
seperti penyakit diare, salmonellosis, gastroenteritis, demam tifus, bacteremia
(sepsis), serta penyakit infeksi lokal lainnya. Salmonella sp. umumnya
dikelompokkan secara garis besar berdasarkan jenis penyakit yang diakibatkannya
menjadi dua golongan, yakni typhoid dan non-typhoid. Salmonella golongan non-
typhoid merupakan kelompok Salmonella yang dapat menyebabkan penyakit
tifus, yang termasuk dalam golongan typhoid ini adalah Salmonella Typhi dan
Salmonella Paratyphi (A, B, dan C). Sedangkan Salomonella golongan non-
typhoid merupakan kelompok Salmonella yang tidak dapat menyebabkan
penyakit tifus, yang termasuk dalam golongan non- typhoid ini adalah seluruh
anggota genus Salmonella lainnya.
Keberadaan bakteri patogen seperti Salmonella sp. dalam makanan tidak
dikehendaki sebab bakteri tersebut dapat menyebabkan foodborne disease, maka
dari itu keberadaan Salmonella sp. dalam makanan harus dideteksi. Pendeteksian
Salmonella sp. dapat dilakukan dengan berbagai cara, satu diantaranya adalah
dengan teknik Polymerase Chain Reaction. Polymerase Chain Reaction (PCR)
merupakan suatu metode molekuler yang bekerja dengan cara memperbanyak
potongan DNA yang dikehendaki dari suatu organisme. PCR mampu bekerja pada
substansi sampel yang sangat kompleks seperti makanan serta mampu bekerja
secara cepat dan spesifik. Karena kelebihannya tersebut, PCR sesuai digunakan
untuk mendeteksi keberadaan Salmonella sp. Pendeteksian Salmonella sp. pada
menggunakan PCR menyebabkan deteksi dapat dilakukan dalam waktu singkat
dengan keakurasian yang tinggi sehingga dapat dilakukan penanganan
infeksi/wabah dengan cepat.

Deteksi Salmonella typhimurium


Seperti halnya deteksi Vibrio (Modul 5), dalam mendeteksi adanya
Salmonella typhimurium yang terdapat dalam sampel dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya uji serologi (ELISA), uji biokimia, dan PCR
Metode PCR ini merupakan metode untuk menggandakan genome bakteri
secara in vitro. Hasil ini dapat divisualisasi dan ukurannya dapat diketahui jika

84
terdapat segmen genom target. Pada PCR ini digunakan primer S139 dan S141
(Rahn ef al.,1992) yang bersesuaian dengan gen invA dari Salmonella 5' - GTG
AAA TTA TCG CCA CGT TCG GGC AA - 3' dan 5' - TCA TCG CAC CGT
CAA AGG AAC C -3'. Amplifikasi sekuense nukleotida untuk gen invA
membuktikan bahwa bakteri uji adalah Salmonella spp. Gen invA ini berfungsi
sebagai gen pengkode protein pada bagian membran dalam sel bakteri
Salmonella spp. Protein ini berfungsi membantu proses ivasi ke dalam sel epitel
usus. Masuknya bakteri ini ke dalam peredaran darah inilah yang
mengakibatkan penyakit seperti demam Typhoid.
Proses invasi dapat dijabarkan menjadi 2 tahap. Awalnya, organisme harus
berdekatan dengan sel target, kemudian bakteri akan memicu sinyal intraseluler
untuk memicu internalisasi bakteri. Pada tahap ini terjadi perubahan pada
morfologi mikrovili sel epitel usus saat kontak dengan bakteri. Setelah
internalisasi, mikrovili akan kembali ke bentuknya semula. Segera setelah
infeksi, membrane sel akan membengkak dan menyebabkan bentuk mikrovili
berubah. Perubahan ini juga diikuti perubahan sitoskeleton yaitu penumpukan
polimer aktin dan komponen sitokeleton lainnya pada tempat masuknya bakteri.
Sebagai tambahan, ditemukan bahwa Ca 2+ bebas di dalam sel memiliki peran
dalam internalisasi bakteri. Ca 2+ dilepaskan dengan cepat saat terjadi infeksi
bakteri.

Proses Infeksi Salmonella typhi

85
Sebelum melakukan PCR, dilakukan proses isolasi DNA genom
Salmonella typhimurium. Proses isolasi ini dapat dapat dilakukan menggunakan
teknik:
6. Boiling lysis
Sel bakteri di-treatment dengan lisosim kemudian dilisis dengan
pemanasan pada air mendidih di dalam water bath.
7. Lysis with detergent
Sel bakteri dilisis dengann treatment menggunakan deterjen ionik
(contoh : SDS) ataupun dengan deterjen non-ionik (contoh : Triton X-100)
8. Mechanical lysis
Sel bakteri dilisis dengan menggunakan mechanical disruption seperti
sonifikasi.
9. Alkaline lysis
Pelisisan sel bakteri dilakukan dalam kondisi basa dengan
menggunakan bantuan SDS.
10. Enzymatic digestion
Metode pelisisan sel yang menggunakan bantuan enzim seperti lisosim
yang membantu proses pelemahan (weakening) dinding sel.

ALAT DAN BAHAN

Alat :
➢ Instrumen PCR ➢ Mikro pipet
➢ Perangkat gel elektroforesis ➢ Sentrifuge
➢ Heating plate ➢ UV transilluminator
➢ Tabung PCR ➢ Power supply

Bahan :

➢ Primer S139 (5’-GTGAAATTATCGCCACGTTCGGGCAA-3’) dan


S141 (5’-TCATCGCACCGTCAAAGGAACC-3’)
➢ Aquades steril
➢ Agarosa
➢ PCR kit : Taq pol, buffer+MgCl2, dNTP
➢ Ethidium bromide
➢ Buffer TAE
➢ Loading buffer

86
➢ DNA molecular weight marker (100 bp ladder)
Pembuatan Bahan
➢ Larutan EDTA 0,5 M pH 8,0
EDTA 9,31 g
Aquades 40 ml (dilarutkan)
pH ad 8,0 (NaOH)
Aquades ad 50 ml

➢ Buffer TAE 50X Kuat


Tris Base 24,20 g
Asam Asetat Glasial 5,71 ml
Larutan EDTA 0,5 M pH 8,0 10,0 ml
Aquades 100 ml

➢ Buffer TAE 1X Kuat


Buffer TAE 50X kuat 10 ml
Aquades ad 500 ml

➢ Gel Agarosa
Agarosa 400 mg
Buffer TAE 1X kuat 40 ml

CARA KERJA
➢ PCR dari proses pengayaan sampel atau dari kultur murni
1. Timbang sampel 25 g
2. Masukkan ke dalam blender yang berisi 225 ml Pepton Water (PW,
resepnya dapat di lihat di Modul 5). Putar 2 menit dengan kecepatan
penuh
3. Inkubasi PW pada suhu 37°C selama 6-8 jam.
4. Masukkan 1 ml PW ke tabung mikro dan rebus selama 5 menit pada air
mendidih
5. apabila menggunakan isolat murni, gunakan yang berumur 24-48 jam,
dengan teknik boiling lysis biakan direbus selama 10 menit pada air
mendidih
6. Sentrifuge 6000 rpm selama 5 menit

87
7. Supernatan digunakan sebagai template
8. Alternatif lain dengan teknik colony PCR, koloni berumur 24-48 jam
diambil menggunakan tusuk gigi sesedikit mungkin dan langsung
dimasukkan ke dalam tabung PCR berisi mastermix lalu langsung
dilakukan PCR
➢ PCR
3. Ke dalam tabung PCR, masukkan bahan-bahan sbb.: ddH2O steril 6,75 µl;
HF buffer 4 µl; primer forward 2 µl; primer reverse 2 µl; dNTP 2 µl;
lisat/supernatan dari APW atau isolat murni 1,25 µl; dan Taq polimerase
2 µl.
4. Siklus (25x) : inkubasi awal 95°C selama 1 menit; denaturasi 95°C
selama 1 menit; primer annealing 60°C selama 30 detik; primer
extension 72°C selama 30 detik; final extension 72°C selama 7 menit
➢ Analisis pada gel agarosa
1. Hasil PCR dimasukkan ke agarosa 1,5% yang terendam dalam TAE 1x
dan dijalankan pada beda potensial 5V/cm
2. Hasil yang diharapkan berupa pita berukuran 284 pb

TUGAS
Deteksi keberadaan Salmonella pada sample Anda denga PCR

88
REFERENSI

Austin B. dan D.A.Austin. 1993. Bacterial fish pathogens. Disease in farmed and
wild fish. Second edition. Ellis Horword limited. Chichester, England. 383 p.

Wagiyo C.E. 1975. Microbial and environment in L H.Stevenson and R.R Colwell
(eds) Estuaries Microbial Ecology. University of South Carolina Press. Columbia.

Berbagai sumber dari internet

89
Modul 7 Analisis Mikrobiologi Minuman Ringan
TUJUAN
Menganalisa beberapa indikator mikrobiologi dalam sampel minuman
ringan untuk mengetahui keamanan produk itu.

DASAR TEORI
Minuman ringan adalah sebutan untuk semua jenis minuman yang tidak
mengandung alkohol, baik berkarbonat maupun tidak berkarbonat. Minuman
ringan umumnya mengandung air 86% - 92%, pemanis 7% - 14%, zat pewangi,
pewarna, dan CO2 untuk minuman ringan berkarbonat. Minuman ringan
menunjukkan tidak adanya alkohol yang terkandung dalam minuman itu.
Minuman-minuman seperti es teh, cola, air lemon, squash, fruit punch merupakan
macam-macam minuman ringan, sedangkan coklat panas, teh panas, kopi, susu,
jus dan milkshake bukan termasuk macam-macam minuman ringan. [1]
Bakteri mesofilik, ragi, dan kapang mungkin bisa didapatkan dalam
minuman ringan. Minuman ringan karbonat yang mengandung sari buah
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan ragi. Sumber pencemaran dapat
berasal dari bahan baku yang kurang baik, bahan tambahan, alat-alat ataupun
wadah yang dipakai.
Pengendalian jumlah mikroba dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Minuman ringan tanpa karbonat boleh dipasteurisasi sebelum atau sesudah
dikemas, sedangkan minuman ringan berkarbonasi tidak boleh dipanaskan.
Pengawasan sanitasi yang baik juga akan mengurangi potensi pencemaran oleh
mikroba. Minuman ringan juga dapat ditambahkan pengawet (natrium benzoat).
Analisa mikrobiologi pada minuman dilakukan untuk mengetahui apakah produk
minuman itu aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Analisa ini akan

memberikan gambaran dari tipe-tipe mikroorganisme yang ditemukan pada


minuman ringan. Manfaat dari analisa ini anatara lain. [2]
➢ Mengetahui kekompleksan dari masalah yang dapat terjadi pada proses
pembuatan minuman ringan.
➢ Mengetahui ukuran pengontrolan minuman ringan yang ada.
➢ Berhati-hati dengan kelompok organisme yang seringkali menyebabkan
kerusakan pada minuman ringan.

90
➢ Menyadari bahwa perubahan formulasi pada minuman ringan dapat
menyebabkan terjadinya masalah dan bagaimana kita mengatasi masalah
ini.
➢ Mengetahui pentingnya kualitas komposisi bahan dan produksi yang higienis
dalam mengontrol masalah yang terjadi.
➢ Mengetahui bagaimana melakukan perbaikan sederhana saat terjadi
masalah.

Dalam suatu bahan pangan, mikroorganisme yang sering ditemukan


biasanya adalah bakteri, kapang, khamir, dan terkadang virus. Bakteri yang
terdapat dalam bahan pangan biasanya bermacam-macam jenisnya. Contoh
bakteri yang terdapat dalam bahan pangan yaitu : Salmonella (uraian dapat dilihat
pada Modul 3), Vibrio (uraian dapat dilihat pada Modul 4), Staphylococcus
aureus, kelompok koliform, serta kelompok bakteri aerob mesofil
➢ Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus bersifat Gram positif, tidak bergerak,
berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak membentuk spora, tidak
berkapsul, dan dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu
peptidoglikan dan asam teikhoat. Metabolisme dapat dilakukan secara aerob
dan anaerob. Staphylococcus adalah sel yang berbentuk bola dengan garis
tengah sekitar 1µm dan tersusun dalam kelompok tak beraturan.
Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase yaitu suatu protein mirip
enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat
dengan bantuan suatu faktor yang terdapat dalam banyak serum. Bakteri yang
membentuk koagulase dianggap mempunyai potensi menjadi patogen invasif

Staphylococcus aureus

91
S. aureus dapat ditemukan di kulit dan di hidung manusia. Hidung
biasanya dianggap tempat utama berkembangnya kolonisasi dan ada kalanya
dapat menyebabkan infeksi serta sakit parah. Pada osteomielitis, fokus primer
pertumbuhan S. aureus secara khas terjadi di pembuluh- pembuluh darah
terminal pada metafisis tulang panjang, yang mengakibatkan nekrosis tulang
dan penanahan menahun. Staphylococcus aureus juga penyebab intoksitasi
dan terjadinya berbagai macam infeksi seperti pada jerawat, bisul, juga
pneumonia, empiema, endokarditis, atau penanahan pada bagian tubuh mana
pun.
Kebanyakan orang mempunyai Staphylococcus pada kulit dan dalam
hidung atau tenggorokan. Infeksi ganda yang berat pada kulit misalnya
jerawat. Pada jerawat, lipase Staphylococcus melepaskan asam-asam lemak
dari lipid dan menyebabkan iritasi jaringan. Bahan makanan yang disiapkan
menggunakan tangan, seperti penyiapan sayuran mentah untuk salad, juga
berpotensi terkontaminasi S. aureus. Keracunan oleh S. aureus diakibatkan
oleh enterotoksin yang tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut.
Keracunan makanan staphylococcal (staphyloenterotoxicosis;
staphyloenterotoxemia) merupakan nama kondisi yang disebabkan oleh
enterotoxin yang diproduksi oleh beberapa strain S. aureus. Gejala penyakit
ini biasanya terjadi segera setelah infeksi, dan dalam banyak kasus bersifat
akut, tergantung pada kerentanan korban terhadap racun, jumlah makanan
terkontaminasi yang ditelan, dan kondisi kesehatan korban secara umum.
Gejala yang paling umum adalah mual, muntah, retching (seperti muntah
tetapi tidak mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas. Beberapa
orang mungkin tidak selalu menunjukkan semua gejala penyakit ini. Dalam
kasus-kasus yang lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, kram otot, dan
perubahan yang nyata pada tekanan darah serta denyut nadi. Proses
penyembuhan biasanya memerlukan waktu dua hari, namun, tidak menutup
kemungkinan penyembuhan secara total pada kasus-kasus yang parah
memerlukan waktu tiga hari atau kadang-kadang lebih. Dosis infektif-
toxin/racun sebanyak kurang dari 1.0 mikrogram dalam makanan yang
terkontaminasi dapat menimbuknan gejala keracunan staphylococcal.
Tingkat racun ini dicapai apabila populasi S. aureus lebih dari 100.000 per
gram.

92
➢ Koliform
Koliform adalah kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang
yang umumnya menghasilkan gas jika ditumbuhkan dalam medium laktosa.
Koliform merupakan kelompok bakteri yang secara umum ditemukan pada
tinja (faeses) manusia dan hewan berdarah panas. Kelompok dominan
koliform terdiri atas 4 genus, yaitu Escherichia, Enterobacter, Klebsiella dan
Citrobacter. Adanya koliform pada bahan makanan menunjukkan tingkat
sanitasi penanganan suatu produk, karena keberadaan koliform diartikan
sebagai adanya cemaran tinja (faeses). Kelompok koliform umumnya secara
internasional dipakai sebagai ukuran standart sanitasi bahan makanan baik
makanan segar maupun olahan yang berasal dari ikan, hewan ternak maupun
hasil pertanian. Jumlah cemaran koliform pada ikan segar yang masih
diperbolehkan secara International adalah sebesar 100 bakteri per gram
daging.
Bakteri yang paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi
adalah E. coli, karena bakteri ini merupakan bakteri pada usus manusia.
Escherichia coli merupakan bakteri yang hidup dalam saluran usus manusia
dan hewan berdarah panas tetapi tidak pada ikan. Beberapa penelitian
terdahulu menemukan bahwa 92,9% Escherichia coli yang mencemari bahan
makanan berasal dari tinja manusia. Sehingga keberadaannya pada bahan
makanan atau ikan segar menunjukkan adanya ancaman kesehatan pada
konsumen (manusia), sebab dapat diartikan bahwa bahan makanan atau ikan
telah tercemar oleh tinja manusia. Oleh karena itu, Escherichia coli dipakai
sebagai indikator cemaran yang berbahaya bagi manusia (Buckle, dkk. 1990,
dan Jay, 1990). Peraturan yang berlaku untuk jumlah cemaran Escherichia
coli pada makanan segar mentah termasuk ikan adalah 10 sel bakteri /gram
(Anonimus, 1995). Jumlah cemaran yang sangat tinggi dari Escherichia coli
akan menjadi ancaman yang dapat membahayakan kesehatan konsumen,
sebab beberapa strain Escherichia coli bersifat patogen yang dapat
menyerang manusia maupun hewan.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan Escherichia coli memproduksi
toxin yang dapat menyebabkan timbulnya gastro-enteritis pada manusia yang
ditandai dengan gejala diare, demam kadang disertai muntah bahkan
kematian. Masyarakat dengan kondisi sanitasi yang buruk umumnya sudah

93
mempunyai kekebalan yang cukup baik.sehingga secara normal kasus pada
masyarakat setempat kurang dapat terdeteksi secara jelas. Penyimpanan dalam
beberapa waktu akan memberikan kesempatan Escherichia coli
berkembangbiak dan menghasilkan toxin yang lebih banyak.

Sel Escherichia coli


➢ Bakteri aerob mesofil
Jumlah dari bakteri aerob mesofil yang mungkin mencemari suatu
produk, baik itu makanan-minuman, obat tradisional ataupun kosmetika dapat
ditentukan dengan menggunakan Uji Angka Lempeng Total (ALT). Salah satu
media yang digunakan untuk uji ALT adalah PCA (Plate Count Agar) yang
mengandung ekstrak khamir, kasein, glukosa, agar dan air suling sehingga
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri aerob mesofil. Masa
inkubasi dilakukan pada suhu 370C yang merupakan suhu optimum bagi
pertumbuhan bakteri aerob mesofil dengan membalik cawan petri yang berisi
biakan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari jatuhnya butiran air hasil
pengembunan disebabkan suhu inkubator. Apabila sampai terdapat air yang
jatuh maka akan merusak pembacaan angka lempeng total dari sampel yang
diuji.
Selain itu air adalah media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
sehingga akan menunjang pertumbuhan bakteri dan menyebabkan hasil
pengujian tidak lagi akurat. Cara inokulasi yang dipilih adalah cara tuang,
dimana hal ini dimaksudkan untuk melihat pertumbuhan bakteri aerob
mesofil, yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya, sehingga akan
teramati bahwa pertumbuhan bakteri aerob mesofil tersebut akan berada di
lempeng agar, karena pertumbuhannya yang mencari oksigen. Oleh karena
itu, pada pengamatan angka lempeng total ini, dicari koloni bakteri yang
tumbuh di lempeng agar.
Namun selain menggunakan media tersebut, dapat pula digunakan
petrifilm sebagai pengganti media. Petrifilm aerobic count plate dapat

94
diandalkan, selain itu petrifilm juga merupakan media siap pakai yang bisa
digunakan untuk menghitung total populasi bakteri aerobik.

➢ Kapang (Jamur, Molds, Filamentous Fungi)


Kapang atau jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang
umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan
organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan
reproduksinya. Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda
dengan organisme lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan.
Untuk memperoleh makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan
melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk
glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung
pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa
kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya.
Beberapa sifat dari jamur yaitu: a.
Parasit obligat
Jamur yang bersifat hanya dapat hidup pada inangnya, sedangkan
di luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia carinii (khamir
yang menginfeksi paru-paru penderita AIDS).
b. Parasit fakultatif
Jamur yang bersifat parasit jika mendapat inang yang sesuai, tetapi
bersifat saprofit jika mendapat inang yang cocok.
c. Saprofit
Jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang mati. Jamur
saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah mati seperti
kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur saprofit mengeluarkan
enzim hidrolase pada substrat makanan untuk mendekomposisi molekul
kompleks menjadi molekul sederhana sehinggamudah diserap oleh hifa.
Selain itu, hifa dapat juga langsung menyerap bahanbahan organik dalam
bentuk sederhana yang dikeluarkan oleh inangnya.
Kapang merupakan mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk
filamen, yaitu struktumya terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa.
Kumpulan dari banyak hifa membentuk kumpulan massa yang disebut
miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa menggunakan mikroskop.
Contoh miselium adalah serat putih seperti kapas yang tumbuh pada tempe.

95
Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada
umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang
sangat ringan dan mudah menyebar kemana-mana. Spora merupakan alat
perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi substrat dan lingkungan yang
baik spora dapat bergerminasi dan tumbuh menjadi struktur kapang yang
lengkap. Dari satu struktur kapang dapat dihasilkan beratus-ratus spora
yang mudah menyebar dan mencemari pangan, kemudian tumbuh menjadi
bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat dl bawah mikroskop, berbagai jenis
kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang berbeda- beda, dan
karakteristik struktur tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kapang.

Struktur Kapang (mold)

Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung


dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan
mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang
menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut sebagai bulukan.
Selain dapat menyebabkan kerusakan pangan, beberapa kapang tertentu juga
bermanfaat karena digunakan dalam proses fermentasi pangan. Beberapa
kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi racun yang berbahaya
yang disebut toksin (racun) kapang atau mikotoksin. Spesies kapang yang
memproduksi mikotoksin terutama adalah dari jenis Aspergillus, Penicillium
dan Fusarium. Beberapa contoh mikotoksin yang sering ditemukan pada
pangan misalnya aflatoksin yang diproduksi oleh Asperglllus flavus dan
okratoksin yang diproduksi oleh Aspergillus ochraceus.

➢ Khamir (Yeasts)

96
Khamir merupakan organisme bersel tunggal yang termasuk dalam
kelompok Fungi. Jika tumbuh pada pangan, kamir dapat menyebabkan
kerusakan, tetapi sebaliknya beberapa kamir juga digunakan dalam pembuatan
makanan fermentasi. Kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan kamir
ditandai dengan terbentuknya bau asam dan bau alkohol, serta terbentuknya
lapisan pada permukaan, misalnya kerusakan pada sari buah. Beberapa
contoh kamir yang digunakan dalam proses fermentasi misalnya
Saccharomyces cerevisiae untuk membuat roti, bir dan minuman anggur, dan
Candida utilis untuk membuat protein mikroba yang disebut protein sel
tunggal

Khamir (yeast)

Pada umumnya khamir berkembang biak dengan cara membentuk


tunas, meskipun beberapa jenis berkembang biak dengan cara membelah.
Tunas yang timbul pada salah satu sisi sel kamir akan membesar dan jika
ukurannya hampir menyamai induk selnya, maka tunas akan melepaskan
diri menjadi sel yang baru. Pada beberapa spesies, tunas tidak melepaskan
diri dari induknya sehingga semakin lama akan membentuk struktur yang
terdiri dari kumpulan sel berbentuk cabang-cabang seperti pohon kaktus
yang disebut pseudomiselium. Perkembangbiakan sel kamir semacam ini
disebut reproduksi aseksual. Selain dengan pertunasan, kamir juga
berkembang biak dengan cara reproduksi seksual, yaitu dengan membentuk
askospora. Dalam 1 sel dapat terbentuk 4-6 askospora. Askospora yang telah
masak dapat mengalami germinasi membentuk sel kamir, yang kemudian
dapat berkembang biak secara aseksual dengan pertunasan.

97
Uji Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus sangat mudah diserang untuk
menghancurkannya dengan pemberian panas dan senyawa-senyawa pensanitasi.
Oleh sebab itu, adanya bakteri atau enterotoksinnya dalam sampel minuman
mencerminkan buruknya proses sanitasi saat pembuatan minuman ringan.
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan keracunan makanan yang cukup
parah.
Untuk menguji bakteri ini digunakan media Baird Parker agar yang
diperkaya dengan larutan potasium telurit dan emulsi kuning telur steril. Warna
media ini ialah coklat kekuningan. Media ini merupakan media enrichment
selektif dan diferensial yang digunakan untuk mendeteksi dan mengenumerasi
Staphylococcus aureus dari makanan, kulit, tanah, udara, produk kosmetik dan
bahan-bahan lain. Cara kerja dari media ini yaitu enxymatic digest of casein
dan beef extract menyediakan karbon dan nitrrogen, sementara yeast extract
menyediakan vitamin B kompleks yang merangsang pertumbuhan bakteri. Glisin
dan sodium piruvat merangsang pertumbuhan Staphylococcus aureus, sedangkan
lithium chloride dan larutan potasium telurit menekan pertumbuhan organisme
selain Staphylococcus aureus. Telurit dan emulsi kuning telur menjadi penentu
diferensial dari media ini. S. aureus akan mereduksi telurit sehingga menyebabkan
timbulnya warna hitam pada koloninya. Dan aktivitas dari enzim lesitinase
menghasilkan zona bening di sekitar koloni. Aktivitas lipase mungkin
menghasilkan zona yang buram pada pengendapan Jenis
mikroba yang dapat tumbuh pada media ini antara lain Bacillus, Proteus, dan
yeast.
Reaksi antara kuning telur dan reduksi telurit biasanya ditemukan bersama
dengan reaksi positif dari koagulasi. STADHOUDERS et al. (1976)
merekomendasikan bahwa kuning telur harus diganti dengan plasma darah bila
Staphylococcus aureus dideteksi secara langsung. SMITH dan BAIRD PARKER
(1964) merekomendasikan penambahan sulfamethazine untuk menekan
pertumbuhan spesies Proteus. Berikut merupakan tabel penampakan koloni pada
media BPA.
Penampakan koloni Mikroorganisme
Hitam, mengkilat, koloni berbentuk cembung dengan diameter 1-5,
zona bening di sekelilingnya dengan luas 2-5 mm. Cincin buram di Staphylococcus
dalam zona bening setelah diinkubasi 48 jam. aureus

98
Hitam, mengkilat, bentuk tidak beraturan. Zona buram tampak di Staphylococcus
sekeliling koloni setelah 24 jam. epidermis

Terkadang tumbuh:
sangat kecil, coklat hingga hitam, hingga ada zona bening. Micrococci
Coklat tua, tumpul, zona bening kadang-kadang tampak setelah 48
jam. Bacillus species

Putih, tidak ada zona bening Yeasts

Penampakan Koloni pada Media Baird Parker Agar


Setelah memperoleh koloni berwarna hitam yang menandakan koloni
tersebut merupakan Staphylococcus, dapat dilakukan uji katalase untuk
meyakinkan bahwa koloni tersebut benar-benar Staphylococcus yaitu dengan
menetesikan H2O2 3% pada media.
Staphylococcus aureus memiliki enzim katalase sehingga hasil uji
katalasenya positif, yaitu terbentuk gelembung yang merupakan gas
karbondioksida hasil produksi dari penguraian hidrogen peroksida. H 2O2 ini
bersifat toksik bagi sel organisme oleh sebab itu H 2O2 yang dihasilkan selama
respirasi aerobik segera akan didegradasi dengan enzim katalase menjadi air dan
oksigen. Karena itu H2O2 ini hanya diproduksi oleh organisme aerob karena
organisme anaerob tidak mempunyai enzim katalase sehingga tidak bisa
mendegradasi H2O2 dengan cepat. Itulah sebabnya mengapa oksigen sangat
berbahaya untuk organisme anaerob.

99
2 H2O2 → 2 H2O + O2↑
Gambar 15 : Penguraian hidrogen peroksida menjadi air dan gas
karbondioksida

Uji Kapang - Kamir


Untuk uji ini digunakan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dengan
antibiotik yaitu chloramphenicol. Media ini khusus digunakan untuk isolasi,
diferensiasi dan fungi. Media ini memang banyak digunakan secara luas untuk
mengisolasi fungi. Medium selektif ini direkomendasikan untuk mengisolasi
khamir dan dermatofit dari sampel yang terkontaminasi. Penambahan
chloramphenicol ini berfungsi untuk menghambat bakteri kontaminan. Ketika
sampel yang dianalisa sangat terkontaminasi maka isolasi fungi dapat
diperbaiki dengan menambahkan antimikroba selektif, misalnya 0.5 mg
sikloheksamida, 20 unit penicillin, 40 mg streptomycin per ml media beberapa
menit sebelum digunakan untuk menghambat flora pengkontaminasi yang dapat
mengganggu pertumbuhan kultur fungi. Untuk mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme lain, beberapa inhibitor seperti telurit, bile salt dan pewarna bisa
ditambahkan ke dalam media[15].
Inkubasi media ini harus pada 25-35oC. Penambahan 0,1 gr trifenil
tetrazolium klorida (TTC) untuk setiap 100 ml medium bertujuan untuk
mengidentifikasi spesies yang berbeda dari genus Candida, karena khamir ini
menghasilkan koloni yang berbeda-beda warnanya seperti putih, merah tua, merah
dan ungu. Kita juga bisa mendapatkan SDA yang sangat diperkaya dengan
melarutkan media pada 1 liter Brain Heart Infusion. Jika diinginkan, senyawa
antimikroba dapat ditambahkan pada kombinasi media ini[15].
SDA ini sebenarnya merupakan modifikasi dari Dextrose Agar yang
dideskripsikan oleh Sabouraud. Konsentrasi dekstrosa yang tinggi dan pH yang
rendah dari formula pada media menyebabkan keselektifan dari fungi.
Enzymatic Digest of Casein dan Enzymatic Digest of Animal Tissue menyediakan
sumber nitrogen dan vitamin yang diperlukan oleh organisme yang tumbuh pada
SDA dengan chloramphenicol ini. Konsentrasi dekstrosa yang tinggi ini juga
sebagai sumber energi. Chloramphenicol ini merupakan antibiotik penghambat
broad-spectrum untuk bakteri gram positif dan negatif. Agar berguna untuk bahan
pensolid agar. Koloni khamir akan terlihat krem hingga putih sedangkan kapang

100
akan tumbuh sebagai koloni yang berfilamen dengan warna yang bermacam-
macam[16].

Kapang pada Media SDA


Uji Koliform
Uji koliform dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN).
Teknik ini tidak mengandalkan pada penaksiran kuantitatif dari sel secara
individual, melainkan pada sifat kualitatif dari mikroorganisme yang dihitung.
Aspek penting dari metodologi MPN ini ialah kemampuan untuk memperkirakan
ukuran populasi mikroba berdasarkan sifat yang terkait pada proses.
Teknik MPN memperkirakan ukuran populasi mikroba pada substrat
cair. Metodologi untuk teknik MPN ialah pengenceran dan inkubasi dari kultur-
kultur yang direplikasi melalui beberapa seri tahap pengenceran. Teknik ini
mengandalkan pada pola hasil uji positif dan negatif yang diikuti dengan inokulasi
pada medium uji yang cocok, biasanya dengan indikator pewarna pH yang sensitif
seperti tabung dan plate microwell.
Ada 4 macam langkah dari determinasi MPN yang harus dipilih sebelum
menggunakan prosedur MPN. Langkah pertama ialah memilih dasar
perbandingan pengenceran dan kemudian memilih jumlah unit dari tiap level
pengenceran. Dua langkah yang lain ialah menentukan volume pengenceran
awal dan nilainya untuk memilih volume inokulasi.
Setelah inkubasi, tiap tabung dilihat pertumbuhannya, apakah ada
pertumbuhan atau tidak. Secara teoritis jika paling tidak ada satu organisme yang
ada pada salah satu inokulum, pertumbuhannya dapat dilihat pada tabung tertentu.
Jika broth diinokulasi dari pengenceran 10-3 dan menunjukkan pertumbuhan tapi
broth dari pengenceran 10-4 tidak menunjukkan pertumbuhan, maka dapat

101
dikatakan bahwa ada 1x 103 organisme per ml sampel asli tapi kurang dari 1x 10 4
per ml. Untuk menambah keakuratan dari uji ini, lebih dari satu tabung broth
dapat diinokulasi dari tiap pengenceran. Prosedur standar MPN biasanya
memakai minimum 3, 5 atau 10 tabung tiap pengenceran. Variabilitas statistik
dari distribusi bakteri lebih baik diestimasi menggunakan sebanyak mungkin
tabung.
Proses MPN secara garis besar diawali dengan tahap perkiraan, dimana
pada tahap itu digunakan media Lactose Broth dengan konsentrasi 3x kuat dan
konsentrasi normal. Lalu pada masing-masing tabung dimasukkan sampel
masing-masing sebanyak 10 ml untuk LB 3x kuat, 1 ml dan 0,1 ml untuk LB
konsentrasi normal. Masing-masing tabung dengan konsentrasi yang berbeda ini
disiapkan sebanyak 3 tabung. Setelah tabung-tabung ini diinkubasi maka hasil
yang positif dicatat, dimana hasil positif ditunjukkan dengan adanya gelembung
yang terperangkap dalam tabung Durham.
Lactose broth digunakan untuk mendeteksi keberadaan koliform. Media
ini merupakan media alternatif untuk tahap perkiraan pada metode MPN selain
media Lauril Sulfat Broth. Pepton dan beef extract menyediakan nutrisi penting
untuk metabolisme bakteri. Laktosa menyediakan sumber karbohidrat yang
dapat difermentasi untuk koliform. Pertumbuhan dengan adanya gas merupakan
tahap perkiraan untuk koliform.
Selanjutnya dilakukan tahap penegasan pada media Brilliant Green Bile
Lactose Broth (BGLB). Ke dalam BGLB diinokulasikan 1 ose LB yang hasilnya
positif lalu diinkubasi sesuai keadaan pada tahap perkiraan. Selanjutnya setelah
diinkubasi dilihat tabung yang hasilnya positif yaitu yang ada gelembung pada
tabung durham dalam tabung uji.
BGLB ini digunakan untuk mendeteksi adanya bakteri coliform pada
air, makanan dan produk-produk harian. Enzymatic Digest of Gelatine adalah
sumber karbon dan nitrogen yang secara umum diperlukan untuk pertumbuhan
tersedia pada media ini. Ox-bile dan brilliant green menghambat bakteri Gram
positif dan banyak bakteri Gram negatif selain koliform. Laktosa merupakan
sumber karbohidrat. Bakteri yang memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan
gas dapat terdeteksi dengan media ini. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya
gelembung yang terbentuk pada tabung Durham. Lalu kombinasi tabung-tabung
dari tahap perkiraan dan penegasan yang positif dilihat pada tabel MPN dan
nilainya dihitung dengan rumus.

102
Uji bakteri aerob mesofil
Uji ini dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang dapat hidup
pada petrifilm. Petrifilm aerobic count plate mengandung nutrien metode
standar, yaitu senyawa yang berfungsi sebagai gel dan larut dalam air dingin,
indikator warna tetrazolium berguna untuk menghitung koloni bakteri yang
tumbuh. Koloni bakteri yang dihitung yaitu koloni bakteri berwarna merah.
Namun petrifilm aerobic count plate ini tidak cocok untuk penggunaan secara in
vitro.

3M Petrifilm Aerobic Count Plates

Area pertumbuhan sirkuler kira-kira seluas 20 cm 2. Perkiraan jumlah


koloni bisa dilakukan pada plate yang terdiri lebih dari 250 koloni dengan
menghitung jumlah koloni pada kotak yang mewakili jumlah semua koloni
pada plate dan kemudian mengalikannya dengan jumlah semua kotak yang
ditumbuhi koloni bakteri untuk mendapatkan jumlah perkiraan untuk total 20 cm 2
are pertumbuhan. Keberadaan koloni dengan konsentrasi yang tinggi akan
menyebabkan seluruh area pertumbuhan menjadi berwarna merah atau pink. Jika
hasilnya seperti ini maka jumlah koloni bakteri ditulis sebagai TNTC (too
numerous too count).
Seringkali, pada plate yang sangat dipenuhi oleh koloni, bagian tengah
plate mungkin akan tidak mempunyai koloni yang dapat dilihat tapi koloni- koloni
kecil akan terlihat di bagian tepi plate. Jika hal ini terjadi maka hasilnya juga
ditulis sebagai TNTC. Beberapa organisme dapat memadatkan gel, menyebabkan
mereka menyebar dan memicu adanya koloni lain. Bila ada bakteri pencair gel

103
yang berinterfernsi dengan perhitungan maka perkiraan perhitungan harus dibuat
dengan menghitung bagian yang tidak terpengaruh.

Cara menggunakan petrifilm aerobic count plate

ALAT DAN BAHAN

Alat :
▪ Thermocycler automatis ▪ Heating plate

▪ Pipet mikro ▪ UV transiluminator

104
Bahan:
▪ Primer S139 (5' - GTG AAA TTA TCG CCA CGT TCG GGC AA - 3' ) dan
S141 (5' - TCA TCG CAC CGT CAA AGG AAC C -3')

▪ Primer CTX1 (5'-TGAAATAAAGCAGTCAGGTG-3') dan CTX2 (5'-


GGTATTCTGCACACAAATCAG-3')
▪ Agarosa dan Perangkat Elektroforesis
▪ DNA molecular weight markers (100 bp ladder)
▪ Ethidium Bromida

Media dan Reagen


▪ Lactose Broth
▪ Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dengan chloramphenicol
▪ Baird Parker Agar
▪ Brilliant Green Bile Lactose Broth (BGLB)
▪ H2O2 3%
▪ PCR kit

Pembuatan Bahan
➢ Larutan EDTA 0,5 M pH 8,0
EDTA 9,31 g
Aquades 40 ml (dilarutkan)
pH ad 8,0 (NaOH)
Aquades ad 50 ml

➢ Buffer TAE 50X Kuat


Tris Base 24,20 g
Asam Asetat Glasial 5,71 ml
Larutan EDTA 0,5 M pH 8,0 10,0 ml
Aquades 100 ml
➢ Buffer TAE 1X Kuat
Buffer TAE 50X kuat 10 ml
Aquades ad 500 ml

105
➢ Gel Agarosa
Agarosa 400 mg
Buffer TAE 1X kuat 40 ml

Pembuatan media
➢ Lactose Broth

1. Menimbang media sesuai dengan yang diperlukan.

2. Melarutkan dalam aquades dan memasukkan ke dalam tabung uji.

3. Mensterilisasi selama 15 menit pada 121°C.

➢ Sabouraud Dextrose Agar

1. Menimbang media sesuai dengan yang diperlukan.

2. Melarutkan dalam aquades dan memasukkan ke dalam petridish.

3. Mensterilisasi selama 15 menit pada 121°C.

➢ Brilliant Green Bile Lactose Broth

1. Menimbang media sesuai dengan yang diperlukan.

2. Melarutkan dalam aquades dan memasukkan media ke dalam tabung uji.

3. Memberi tabung Durhamm pada tiap tabung uji.

4. Mensterilisasi selama 15 menit pada 121°C.


➢ Baird Parker Agar

1. Menimbang media yang diperlukan.

2. Melarutkan dalam aquades secukupnya.

3. Memasukkan dalam petridish.

106
4. Mensterilisasi selama 15 menit pada 121°C, lalu mendinginkan sampai
4050°C.

5. Mencampur dengan 50 ml kuning telur dan emulsi telurit serta 50 mg


sulphamethazine per liter media.

Cara kerja
➢ Uji Staphylococcus aureus
1. Inokulasi 1 ml sampel ke agar Baird Parker dengan metode pour plate;
inkubasi 35°C 45-48 jam
2. Koloni berwarna hitam mengkilat dengan lingkaran jernih di
sekelilingnya
3. Uji katalase (positif) → terbentuk gelembung saat ditetesi H2O2 3%)

➢ Uji PCR Salmonella


1. Penyiapan lisat
a. Merebus biakan selama 10 menit pada air mendidih
b. Mensentrifuge 6000 rpm selama 5 menit
c. Menggunakan supernatan sebagai template
2. PCR
a. Ke dalam tabung PCR, masukkan bahan-bahan sbb:ddH 2O steril 6,75µl;
HF buffer 4µl; Primer Forward 2µl; Primer Reverse 2µl; dNTP 2µL; DNA
template 1.25µl; dan Taq polimerase 2µl
b. Siklus (35x) : inkubasi awal 94°C selama 1 menit; denaturasi 94°C selama
1 menit; primer annealing 64°C selama 30 detik; primer extension 72°C
selama 30 detik; final extension 72°C selama 7 menit
3. Analisa pada gel agarosa
a. Memasukkan hasil PCR ke agarosa 1,5% yang terendam dalam TAE
1x dan dijalankan pada beda potensial 5V/cm
b. Hasil yang diharapkan berupa pita berukuran 284 bp

➢ Uji PCR Vibrio cholerae


1. Penyiapan lisat
➢ Merebus biakan selama 10 menit pada air mendidih

107
➢ Mensentrifuge 6000 rpm selama 5 menit
➢ Menggunakan supernatan sebagai template
2. PCR
➢ Ke dalam tabung PCR, masukkan bahan-bahan sbb.: ddH 2O steril
16,75µL; Primer Forward 1µL; Primer Reverse 1µL; dan DNA
template 1,25µL
➢ Siklus (35x): inkubasi awal 94°C selama 1 menit; denaturasi 94°C
selama 1 menit; primer annealing 55°C selama 1 menit; primer
extension 72°C selama 1 menit; final extension 72°C selama 7
menit
3. Analisa pada gel agarosa
➢ Memasukkan hasil PCR ke agarosa 1,5% yang terendam dalam
TAE 1x dan dijalankan pada beda potensial 5V/cm
➢ Hasil yang diharapkan berupa pita berukuran 777 bp

➢ Uji Kapang dan Khamir (yeast and mold)


1. Menuangkan sampel sebanyak 1 ml ke dalam SDA + chloramphenicol (pour
plate)
2. Menginkubasi pada 25°C selama 5 hari.
3. Mengamati koloni yang terbentuk dan mencatat hasilnya sebagai CFU/ml.
➢ Uji Koliform
1. Tahap Perkiraan

a) Menyiapkan 3 tabung reaksi berisi 5 ml Lactose broth 3x kuat, tiap


tabung diberi kode 10 ml.
b) Menyiapkan juga 6 tabung reaksi lain yang berisi 10 ml media LB
konsentarsi normal, 3 tabung masing-masing diberi kode 1ml dan 3
lainnya 0,1 ml. Di dalam tabung-tabung tersebut ditempatkan tabung
durham dalam posisi terbalik.

c) Mengisi tabung berisi media LB 3x kuat dengan sampel sebanyak


10 ml. Sedangkan tabung yang berkode 1ml dan 0,1 ml, masing-
masing diisi sampel dengan volume sesuai kode, yaitu 1 ml dan 0,1
ml.

108
d) Menginkubasi semua tabung pada suhu 35°C selama 24-48 jam.
Hasil positif ditandai dengan terbentuknya gas di dalam tabung
Durham pada tiap tabung peragian.

2. Tahap Penegasan

a) Menyiapkan tabung reaksi yang berisi media BGLB (brilliant green


bile lactose broth) sejumlah tabung-tabung positif pada tahap
perkiraan.

b) Memberi kode sesuai dengan tabung-tabung positif pada uji


perkiraan. Meletakkan juga tabung durham dalam posisi terbalik
dalam tabung media BGLB.

c) Memindahkan satu ose kultur dari tabung peragian yang


menunjukkan hasil positif pada tahap perkiraan dan menanamnya pada
media BGLB, kemudian menginkubasinya dengan kondisi yang
sama dengan di atas. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya gas
di dalam tabung Durhamm pada tiap tabung peragian di atas.

➢ Uji Bakteri Aerob Mesofil


1. Membuka bagian atas petrifilm secara perlahan
2. Menuangkan 1 ml sampel ke atas petrifilm yang bagian atasnya telah terbuka
3. Menutup petrifilm dengan menurunkan secara perlahan bagian atas petrifilm.
4. Meratakan sampel ke seluruh bagian petrifilm tapi sampel tidak boleh sampai
keluar dari petrifilm
5. Menunggu sekitar 1 menit untuk mengeraskan media pada petrifilm
6. Menginkubasi pada 37°C selama 24 jam.
7. Menghitung semua koloni yang berwarna pink baik yang kecil maupun yang
besar.

HASIL PENGAMATAN
Uji Hasil positif Hasil Sampel (foto)

109
Staphylococcus Tumbuh koloni berwarna Tumbuh koloni bening
aureus hitam mengkilat dengan tanpa zona bening di
sekelilingnya. Uji katalase
zona bening di sekelilingnya. positif
Uji katalase positif
Salmonella PCR Muncul band pada 284 bp Tidak muncul band
(negatif)
Vibrio cholerae PCR Muncul band pada 777 bp Tidak muncul band
(negatif)
Kapang dan Khamir Tumbuh kapang dan khamir Tumbuh kapang dan
pada media khamir pada media
Koliform Terbentuk gelembung pada Terbentuk gelembung
tabung durham pada tabung durham

Bakteri aerob mesofil Tumbuh koloni merah pada Tumbuh koloni merah
petrifilm pada petrifilm

TUGAS
Tentukan jenis sampel minuman ringan yang akan anda analisis dan lakukan
pengambilan sampel dengan teknik yang benar. Ujilah sampel anda sesuai
dengan parameter yang tercantum pada tabel di atas

REFERENSI

1. Austin B. dan D.A.Austin. 1993. Bacterial fish pathogens. Disease in farmed


and wild fish. Second edition. Ellis Horword limited. Chichester, England.
383p.
2. Wagiyo C.E. 1975. Microbial and environment in L H.Stevenson and R.R
Colwell (eds) Estuaries Microbial Ecology. University of South Carolina
Press. Columbia.

110
Modul 8
Deteksi Salmonella dengan metoda ELISA

DASAR TEORI
ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) merupakan uji imunologis
berdasarkan reaksi biokimia spesifik antara antibody dengan antigen, di mana dalam
hal ini antigennya adalah sel mikroba target. Uji ELISA merupakan teknik analisa
mikroba yang tingkat akurasinya tinggi dan tergolong dalam rapid test. Aplikasi dari
uji ini sangat luas terutama di bidang medis, pertanian, dan pangan, misalnya untuk
mendeteksi HIV pada pasien, mengidentifikasi berbagai penyakit tanaman yang
disebabkan oleh bakteri, cendawan ataupun virus, serta untuk menganalisis
kandungan mikrobiologis pangan/bahan pangan. Keunggulan metode ini:
1. Dapat mendeteksi kehadiran mikroba pada konsentrasi rendah (1 – 10 ng/ml sampel)
2. Penggunaan antibodi dalam jumlah sedikit
3. Pengujian dapat diaplikasikan pada sampel pengujian dalam jumlah besar
4. Memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara kuantitatif (nilai absorbansi)
disamping hasil kualitatif (hasil perubahan warna)

Pada ELISA, prinsip reaksi yang terjadi adalah pengikatan antigen pada sampel oleh
antibodi spesifik sehingga membentuk kompleks antigen-antibodi (Gambar di
bawah ini).
Struktur Antibodi

Heavy
chai n

Disulfide Light
bonds chain

Antigen

111
Sedangkan tahapan umum dalam melakukan uji ELISA biasanya adalah: 1.
menambahkan sampel (yang diduga mengandung mikroorganisme yang akan
dideteksi) ke dalam tabung reaksi ELISA yang sudah mengandung antibody spesifik,
2. pembentukan kompleks antigen-antibodi, 3. penambahan antibodi yang sama
tetapi terkonjugasi dengan peroksidase, dan yang terakhir adalah 4. penambahan
reagen warna tetrametilbenzidin (TMB). Perubahan warna yang terjadi apabila
reaksinya positif adalah karena oksidasi TMB oleh gugus peroksidase pada antibodi
yang ditambahkan sebelumnya, dan perubahan ini dapat diukur dengan
spektrofotometer. Perlu dicatat bahwa data kualitatif yang didapat adalah hasil uji
positif berupa perubahan warna dari colorless menjadi kuning (atau warna lainnya,
tergantung merek kit ELISA yang dipakai) tetapi data kuantitatif baru dapat
diperoleh apabila perubahan warna dibandingkan dengan
kurva standard (kurva standard yang sudah terekam di dalam spektrofotometer atau
kurva standard yang dibuat sendiri)

2.
1.

3.

112
4.

Aplikasi ELISA dibedakanmenjadi 4 macam :

1. Direct ELISA
ELISA tipe ini menggunakan sebuah multiwell plate yang telah dilapisi
dengan antigen tertentu dan dapat dideteksi oleh antibody yang secara
langsung berkonjugasi dengan enzim. Preparasi plate ini juga dapat terjadi
secara berkebalikan, yaitu plate dilapisi dengan antibody tertentu dan
antigen yang berlabel dapat digunakan untuk deteksi.Metode ini cepat dan
mudah, namun memiliki sensitivitas dan fleksibilitas yang lebih rendah
dibandingkan indirect ELISA.
2. Indirect ELISA
ELISA tipe ini menggunakan sebuah multiwell plate yang dideteks
imelalui 2 tahap.Tahap pertama menggunakan antibody primer tak
berlabel yang bersifat spesifik terhadap antigen tertentu.Tahap kedua
menggunakan antibody sekunder yang telah dilabel dengan sebuah enzim,
akan berikatan dengan antibody primer. Antibodi sekunder yang
digunakan pada umumnya sebuah antibody anti-spesies dan bersifat
poliklonal.Metode ini memiliki sensitivitas yang tinggi karena
menggunakan antibody primer dan sekunder.Selain itu metode ini juga
memiliki fleksibilitas yang tinggi karena berbagai antibody primer yang
berbeda dapat digunakan untuk satu antibody sekunder berlabel.

113
3. Sandwich ELISA
ELISA tipe ini digunakan untuk mendeteksi sampel antigen.Well dilapisi
dengan antibody tertentu. Selanjutnya larutan yang berisi antigen
ditambahkan, kemudian dilakukan pencucian.Deteksi dan kuantifikasi
antigen yang terikat dilakukan menggunakan direct atau indirect ELISA,
sehingga memiliki fleksibilitas dan sensitivitas yang tinggi. Metode ini
memiliki spesifisitas yang tinggi karena menggunakan 2 jenis antibody.
Selain itu metode ini cocok untuk sampe l kompleks karena dapat
langsung dideteksi tanpa melalui tahap purifikasi antigen.

4. Competitive/Inhibition ELISA
ELISA tipe ini merupakan metode ELISA yang paling kompleks dan
memiliki kemampuan untuk mengukur konsentrasi antigen melalui
pembacaan signal yang muncul. Metode ini menggunakan well yang telah
dilapisi dengan antigen. Antibodi tak berlabel diinkubasi dalam suatu
larutan yang mengandung antigen. Kompleks antigen-antibodi yang
terbentuk selanjutnya dimasukkan pada well yang telah dilapisi antigen,
kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kompleks antigen-
antibodi yang tidak terikat. Semakin banyak antigen dalam larutan, maka
antibody yang tersedia untuk berikatan dengan antigen pada well akan
semakin sedikit, oleh sebab itu disebut sebagai sebuah "kompetisi."
Semakin tinggi konsentrasi antigen, semakin lemah memunculkan signal.
Jika deteksi dengan metode ini menggunakan antibody berlabel, maka
disebut direct competitive ELISA. Namun apabila menggunakan antibody
tidak berlabel, maka disebut indirect competitive ELISA.

Dalam praktikum kali ini akan dilakukan teknik deteksi cepat (rapid test) pada
mikroorganisme, dalam hal ini Salmonellae, menggunakan metoda ELISA. Kit
yang digunakan yaitu: TRANSIA® PLATE Salmonella Gold

BAHAN DAN ALAT


Bahan
Sampel-sampel isolat mahasiswa yang diduga mengandung Salmonellae
Kit TRANSIA® PLATE Salmonella Gold (Catalog no: 0218-03101) yang terdiri dari:

114
- 1 microplate yang mengandung 96 tabung mikro (well) untuk tempat reaksi
- anti-Salmonellae terkonjugasi peroksidase dalam botol 16 ml
- substrat TMB dalam botol 57 ml
- Salmonellae kontrol positif (antigen lipopolisakarida) dalam botol 8 ml
- Salmonellae kontrol negatif dalam botol 10 ml
- stop solution (1 M asam sulfat) dalam botol 57 ml
- buffer pencuci 20x konsentrat dalam botol 60 ml
- reagen ekstraksi dalam botol 125 ml

Alat
ELISA Reader (spektrofotometer pembaca)
Waterbath dengan suhu 37 – 42oC
Mikropipet 10 – 100 uL dengan tipnya
Eppendorf secukupnya
Peralatan Glassware lain apabila diperlukan
Tahapan Kerja
1. Keluarkan reagen dari kulkas 1 jam sebelum digunakan
2. inokulasikan sebanyak 0,1 ml kultur Salmonella berusia 24 – 48 jam ke dalam 1
well pada microplate
3. masukkan 100 uL Salmonellae kontrol positif ke dalam 1 well
4. masukkan 100 uL Salmonellae kontrol negatif ke dalam 1 well
5. masukkan sampel 100 uL ke dalam 1 well
6. inkubasi well-well yang sudah terisi selama 60 menit pada suhu kamar
7. cuci 5 kali dengan washing buffer (20 x konsentrat) yang sudah diencerkan,
pada pencucian ke-2 biarkan washing buffer berkontak selama 1 menit
8. masukkan 100 ul konjugat anti-Salmonellae
9. inkubasi lagi well-well tersebut selama 30 menit pada suhu kamar
10. cuci 5 kali dengan washing buffer (20 x konsentrat) yang sudah diencerkan,
pada pencucian ke-2 biarkan washing buffer berkontak selama 1 menit
11. masukkan 100 ul reagen warna TMB
12. inkubasi lagi well-well tersebut selama 15 menit pada suhu kamar
13. masukkan 100 ul stop solution, homogenkan secara perlahan

115
14. amati perubahan warna yang terjadi secara visual den secara spektrofotometri
menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang
450 nm

116
Interpretasi Hasil

117
Secara visual reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning.
Kontrol negatif terkadang juga memberikan warna kekuningan (tapi cenderung
bening). Dengan menggunakan ELISA reader, apabila pembacaan absorbansi
menunjukkan angka 0.15 berarti sampel mengandung antigen Salmonellae, tetapi
apabila pembacaan menunjukkan angka kurang dari 0.15 berarti sampel
“mungkin” mengandung konsentrasi Salmonellae rendah (below detection limit)

TUGAS
Setelah anda melakukan uji biokimia dan PCR terhadap sampel isolat yang anda
punya, konfirmasikan apakah sampel isolat anda adalah Salmonella berdasarkan
uji ELISA

DAFTAR PUSTAKA
1. Protokol Kit TRANSIA® PLATE Salmonella Gold (Catalog no: 0218- 03101)
2. Berbagai sumber dari internet
Modul 9

DETEKSI Salmonella spp, Escherichia coli, dan


Pseudomonas spp DENGAN METODE
MULTIPLEX PCR
TUJUAN :
Mahasiswa mampu mendeteksi dan mengidentifikasi Salmonella. spp,
Escherichia coli, dan Pseudomonas. spp dengan metode multiplex PCR.

DASAR TEORI

Multiplex Polymerase Chain Reaction (Multiplex PCR) merupakan suatu


modifikasi dari reaksi PCR yang digunakan untuk mendeteksi secara cepat beberapa
sekuens asam nukleat yang berbeda secara simultan. Multiplex PCR merupakan
metode yang menggunakan multiple primers untuk suatu proses amplifikasi dari
multiple templates (targetnya lebih dari satu) dalam suatu single reaction (reaksi
tunggal). Hasil dari multiplex PCR ialah amplikon-amplikon dengan ukuran yang
bervariasi dan spesifik terhadap sekuens DNA yang berbeda. Multiplex PCR

118
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 sebagai metode untuk deteksi delesi
pada gen dystrofin, dan sampai saat ini masih mengalami pengembangan
(Chamberlain, et al., 1988). Dengan menggunakan multiplex PCR untuk
menganalisa mikroba patogen, kita dapat mendiagnosa mikroba berbeda yang
menyebabkan suatu penyakit secara bersamaan, sambil menghemat waktu serta
bahan percobaannya. Secara umum, multiplex PCR berguna untuk keperluan
diagnosa, memiliki kemampuan untuk mendeteksi lebih dari satu agen infeksi dalam
satu uji (Pestana, et al., 2010).
Dengan menjadikan beberapa gen sebagai target sekaligus dalam satu reaksi,
informasi yang diperoleh juga dapat lebih banyak. Namun, dibandingkan dengan
teknik single-target PCR (PCR biasa), konstruksi teknik ini untuk suatu uji lebih
rumit karena membutuhkan primer lebih dari satu macam. Primer yang bervariasi
dapat berkompetisi satu sama lain, karena bagaimanapun mereka harus ditempatkan
dalam campuran reaksi yang sama dari suatu reaksi PCR. Suhu annealing dari
masing-masing set primer harus dioptimasi agar reaksi berjalan dengan baik dan
benar. Untuk ukuran amplikon, seperti panjang pasangan basa, harus cukup berbeda
agar band-band yang terbentuk dapat terlihat jelas perbedaannya dan saling terpisah
satu sama lain ketika divisualisasi dengan gel elektroforesis. Oleh karena itu teknik
ini membutuhkan pengembangan lebih lanjut yang dapat membutuhkan waktu
lama dan biaya tinggi, dengan kemungkinan sukses yang tidak pasti (Pestana, et al.,
2010).
Pada multiplex PCR, primer-primer dipilih berdasarkan sekuen DNA spesifik
pada masing-masing bakteri yang diduga berada pada sampel yang akan diuji. Suhu
annealing masing-masing pasangan primer harus cukup dekat. Selain itu, primer
yang dipilih pun berdasarkan ukuran hasil aplifikasi yang dapat dibedakan ketika
dielektroforesis, band yang terbentuk tidak ada yang overlapping dan tidak
membentuk hairpin (Karanam, et al., 2008; Hwang et al., 2010). Primer yang dipilih
pun harus memenuhi syarat, antara lain tidak boleh mengandung urutan basa yang
komplemen dengan pasangan primernya sendiri atau dengan primer lainnya, tidak
boleh memiliki suhu annealing yang berbeda terlalu jauh dengan primer lainnya dan
tentunya harus spesifik menempel pada gen targetnya.
Penggunaan multiplex PCR ini memeiliki beberapa kelebihan, diantaranya
adalah tidak memakan waktu inkubasi yang banyak dan juga tidak memerlukan

119
berbagai jenis media untuk mengkonfirmasi jenis bakteri yang mengkontaminasi
sampel uji seperti yang dilakukan bila melalui jalur deteksi metabolism dan biokimia
bakteri. Selain dapat digunakan untuk deteksi beberapa bakteri sekaligus dalam satu
kali reaksi, multiplex PCR ini juga sudah teruji lebih sensitif daripada metode
konvensional.
Dalam penelitian ini, dilakukan amplifikasi gen yang berbeda dan spesifik
dari tiga target bakteri yaitu Salmonella sp., Pseudomonas aeruginosa dan
Escherichia coli. Primer-primer dipilih berdasarkan sekuen gen target untuk
bakteri tersebut. Selain itu primer yang dipilih pun berdasarkan ukuran hasil
amplikon yang dapat dibedakan ketika dielektroforesis, pita yang terbentuk tidak ada
yang overlapping dan tidak membentuk hairpin (Karanam et al.,2008).
Panjang amplikon dalam multiplex PCR harus berbeda agar dapat dibedakan antar
produk dari gen target yang berhasil diamplifikasi. Berikut merupakan jenis
primer yang digunakan dalam percobaan ini untuk amplifikasi gen target spesifik
dari bakteri tersebut :
Tabel 1. Bakteri target, gen target amplifikasi, nama primer, sekuens primer, dan
hasil ukuran amplikon gen target inv A, oprL, dan 16srRNA

Bakteri Gen Nama Sekuen Primer Ukuran


amplikon
Target Target Primer
Salmonella sp. inv A SalF 5’-ATCGCCACGTTCGGGCAATTC-3’ 275 bp
SalR 5’-ATCGCACCGTCAAAGGAACCGT -3’

P. aeruginosa oprL PaF 5’-GGAGTTACATGATGGAAATGCTG-3’ 565 bp


PaR 5’-GCGCGAGGAACGTCAGGACAC-3’

E. coli 16S EcF 5’-GCTAATACCGCATAACGTCG-3’ 840 bp


rDNA EcR 5’-CTTCCGTGGATGTCAAGA-3’

120
SKEMA KERJA

Catatan: Setting program PCR sudah tersedia di dalam memori instrumen PCR nya
TUGAS

Deteksi keberadaan Salmonella, Escherichia, dan Pseudomonas pada sampel anda


menggunakan multiplex PCR

121
REFERENSI
Karanam, V.R; Reddy, P.; Raju, B.V.S; Rao, J.C.; Kavikishore, P.B.;
Vijayalakshmi, M. (2008)“Detection of indicator pathogens from
pharmaceutical finished products and raw materials using multiplex
PCR and comparison with conventional microbiological methods”. J
Ind Microbiol Biotechnol 35:1007–1018.
Rahn K, De Grandis SA, Clarke RC, McEwen SA, Galan JE, Ginocchio C, Curtiss
R, Gyles CL (1992) “Amplification of an invA gene sequence of
Salmonella typhimurium by polymerase chain reaction as a specific
method of detection of Salmonella”. Mol Cell Probes6: 271–279
Itoh Y, Sugita-Konishi Y, Kasuga F, Iwaki M, Hara-Kudo Y, Saito N, Noguchi Y,
Konuma H, Kumagai S (1998) “Enterohemorrhagic Escherichia coli
O157:H7 present in radish sprouts”. Appl Environ Microbiol64: 1532–
1535.
De Vos D, Lim A Jr, Pirnay JP, Struelens M, Vandenvelde C, et al. (1997) “Direct
detection and identification of Pseudomonas aeruginosa in clinical
samples such as skin biopsy specimens and expectorations by multiplex
PCR based on two outer membrane lipoprotein genes, oprI and oprL”.
J Clin Microbiol 35: 1295–1299.

122

Anda mungkin juga menyukai