Anda di halaman 1dari 29

RINGKASAN MATERI

I. KEPERAWATAN ANAK
1. APGAR SCORE
 APPERANCE / WARNA KULIT
Nilai 2 : seluruh tubuh bayi kemerahan
Nilai 1 : pucat pada bagian ekstermitas
Nilai 0 : pucat seluruh tubuh / sianosis
 PULSE/ DENYUT JANTUNG
Nilai 2 : > 100 x/menit
Nilai 1 : < 100 x/menit
Nilai 0 : tidak ada denyut jantung
 GRIMACE / RESPON REFLEK
Nilai 2 : gerakan kuat
Nilai 1 : gerakan sedikit
Nilai 0 : tidak ada
 ACTIVITY / TONUS OTOT
Nilai 2 : gerakan aktif
Nilai 1 : ekstermitas ditekuk
Nilai 0 : bayi lahir dalam keadaan lunglai
 RESPIRATORY
Nilai 2 : menangis kuat
Nilai 1 : lemah / tidak teratur
Nilai 0 : bayi lahir tanpa menangis
2. Penatalaksanaan pada bayi baru lahir
 Asfiksia berat (jika nilai score APGAR 0-3) :
Kolaborasi dalam pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Berikan kehangatan pada bayi .
Observasi denyut jantung , warna kulit , respirasi
Berikan injeksi vit K , apabila ada indikasi perdarahan .

1
 Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) :
Kolaborasi dalam melakukan pemberian suction
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Observasi respirasi bayi .
Beri kehangatan kepada bayi .
 Bayi normal (jika nilai score APGAR 7-10) :
3. Rumus menghitung BBI anak
( 8 + ( 2xn) )
Keterangan
N : usia anak saat ini
4. Rumus menghitung usia anak
Contoh
Seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di antar ke poli tumbuh
kembang untuk melakukan pemeriksaan perkembangan dari hasil pengkajian
didapatkan anak lahir tanggal 25 oktober 2014, berapakah usia anak saat ini?
Tanggal lahir 25 10 2014
Tanggal kunjungan 15 06 2016
Maka tanggal 30 +15 – 25 = 20 hari
Bulan 12 + 5 – 10 = 7 bulan
Tahun 2015 – 2014 = 1 tahun
5. Imunisasi
 BCG Babicille calmette guerin
imunisasi BCG adalah imunisasi untuk mencegah penyakit TB
(tuberculosis). Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali ,
Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan kanan atas pada
insersio musculus deltoideus
 CAMPAK
Vaksin campak diberikan secara subcutan atau Intramuscular di
lengan atas dengan dosis 0.5 ml. Vaksin campak diberikan pada
bayi berusia 9 bulan.

2
 POLIO
Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah anak
terjangkit penyakit polio yang dapat menyebabkan anak
menderita kelumpuhan pada kedua kakinya dan otot-otot wajah.
Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes. Diberikan 4 x dengan
interval waktu minimal 4 minggu
 DPT
Vaksin DPT diberikan secara Intramuscular pada paha kanan
atau kiri dengan
dosis 0.5 ml. jumlah suntikan 3 kali.
 HEPATITS B
Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x Dosis pertama
diberikan pada usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval
waktu minimal 4 minggu.
II. GADAR
1. START model korban dibagi dalam 4 kelompok warna:
 Hitam/ Deceased : Korban meninggal atau tidak bernafas
meskipun jalan nafas sudah dibebaskan, korban meninngal
dibiarkan di tempat kejadian dan diangkat belakangan setelah
semuanya tertolong.
 Merah/ Immediate/ Prioritas 1 Evakuasi : Korban dengan luka
yang mengancam nyawa dan segera membutuhkan perawatan
lanjut atau tindakan operasi sesegera mungkin dibawah 1 jam
dari waktu kejadian.
 Kuning/ Delayed/ Prioritas 2 evakuasi : Korban dalam kondisi
stabil, tapi tetap memerlukan perawatan lebih lanjut
 Hijau/ Minor/ Prioritas 3 evakuasi :Pasien dengan luka yang
merlukan pertolongan dokter tapi bisa ditunda beberapa jam atau
hari.

3
2. Penanganan trauma
a. Danger
 Aman diri = APD
 Aman lingkungan
 Aman pasien
b. Respon
 Alert
 Verbal
 Pain
 Unrespon
3. Primary survey
A. Airway
a) Suction = Gargling, lama tindakan 10 – 15 detik.
 Soft tip
Untuk penghisapan caian
 Rigid tip
Untuk darah yang mengumpal
b) Snoring = pangkal lidah jatuh kebelakang
 OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar
 NPA, dilakukan pada pasien sadar dan ada
reflek muntah
c) NEEDLE CRICOTIROIDOTOMI
Dilakukan pada membrane kricotiroid, IV catheter no.
12/14 dengan spuit 10 cc
d) Fraktur fremur
Dilakukan logroll, 4 penolong
e) JAW THRUST
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical,
multiple trauma, jejas di atas clavicula, raccoon eye

4
f) NECK CHOLAR
Beathel sign, jejas muka, rinorhea
g) HEAD TILT CHIN LIFT
Dilakukan pada pasien non trauma

h) BACK BLOW untuk bayi atau anak


Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat.
Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5
kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

i) Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi


berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban,
lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong,
kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol
tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan
di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan
tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke

5
perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan
harus terpisah dan gerakan yang jelas.

B. Breathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
 Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit
 Saturasi oksigen 95 – 100 %
b) RM
 Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit
 Saturasi oksigen 90 – 94 %
 Tidak ada katub
c) NRM
 Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit
 Saturasi oksigen 85 %
 Ada katub

b. Masalah yang sering muncul


a) Open pneumothorax
 Nyeri pada lokasi yang cidera

6
 Napas pendek
 Terdengar suara bubbling
 Penutupan luka dilakukan dengan memakai
Kassa 3 sisi
b) Tension pneumothorax
 Trauma tembus atau benda tajam
 Dispnea
 Suara napas berkurang atau hilang pada sisi
yang cidera
 Distensi vena dan distensi trachea
 Penanganannya dengan needle
thorakosintesis mid II kavicula
c) Flail chest
 Perkembangan dada tidak simetris
 Fraktur iga 2 – 3
d) Hematothorax massif
 Adanya darah dalam rongga pleura
 Pekak
 Penanganannya WSD
e) Tamponade jantung
 Jvp melemah
 Bunyi jantung melemah
 Penanganannya Perikardiosintesis
C. Circulation
 Hentikan perdarahan external
Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10
Rumusnya : Hb normal – Hb sekarang x bb x 6 untuk
wbc x 4 untuk prc
 Pasang infuse 2 jalur

7
D. Disability
 Pupil
 GCS
 EYE
4 : buka mata spontan
3 : buka mata mengikuti perintah
2 : buka mata dengan rangsangan
nyeri
1 : tidak ada respon
 MOTORIK
6 : mengikuti perintah
5 : melokalisir nyeri
4 : menghindari nyeri
3 : fleksi abnormal
2 : extensi abnormal
1 : tidak ada respon
 VERBAL
5 : orientasi bagus
4 : disorientasi
3 : hanya bisa mengucapkan kata –
kata
2 : mengerang
1 : tidak ada respon
CKR GCS 15 – 14
CKS GCS 9 – 13
CKB GSC 3 – 8
1. Pasien henti napas henti jantung RJP dewasa 30 :
2, keceptan kompresi 100 – 120x/menit, RJP bayi
15 ; 1

8
2. Ada nadi tidak ada napas, rescued breathing /
napas buatan per 6 detik.
E. Exposure
 Gunting baju
 Hipotermi, selimuti
F. Folley catheter
 Pasang catheter urine
 Rumus output urine ½ - 1 cc/Kg BB/jam
 IWL = 10 x bb(kg) /24 jam, 15 x bb(kg)/24 jam
4. Secondary survey
 Anamnesa
 Alergi
 Medication
 Post illness
 Last meal
 Event
 Pemeriksaan fisik
 Head to toe
 vital sign
III. KMB
a. HT
a) Tanda gejala
 Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
 Sakit kepala
 Epistaksis
 Pusing / migraine
 Rasa berat ditengkuk
 Sukar tidur
 Mata berkunang kunang
 Lemah dan lelah

9
 Muka pucat
b) Klasifikasi HT
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK
Normal < 130 < 85
Tinggi Normal 130 – 139 85 – 89
Hipertensi 140 – 159 90 – 99
Stadium 1 (ringan) 160 – 179 100 – 109
Stadium 2 (Sedang) 180 – 209 110 – 119
Stadium 3 (berat) > 210 > 120
Stadium 4 (sangat berat)
c) Pemeriksaan penunjang
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan
factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.
 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)
dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan
disfungsi ginjal danada DM.
 CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
 EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.
 IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti :
Batu ginjal,perbaikan ginjal.
 Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area
katup,pembesaran jantung.

10
d) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis
 Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
 Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi
dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar
adosteron dalam plasma.
 Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan
kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau
berenang.
e) Diagnose keperawatan
 Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2.
 Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala )
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
 Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal,
jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
b. DM
a) Tanda gejala
 Poliuria (peningkatan volume urine)
 Polidipsia (peningkatan rasa haus)
 Polifagia (peningkatan rasa lapar).
 Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran
darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein

11
diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “
claw,callus “.
 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
 Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa selulitis.
 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
c) Penatalaksanaan
 Diet
Diet dan pengobatan adalah pelaksanaan dalam
pengontrolan gula darah pada penyakit Diabetes Mellitus.
 Intake kalori
Menentukan kebutuhan kalori dasar dengan
mempetimbangkan usia, jenis kelamin, BB, dan tingkat
aktivitas.
 Distribusi kalori
Dalam pengaturan jumlah kalori harian, perencanaan
pemberian makanan harus difokuskan.
d) Diagnose keperawatan
Tahap berikutnya dalam menentukan proses keperawatan adalah
menentukan hasil. Dalam menentukan hasil harus terdiri dari SMART
yaitu Spesifik, Measurable, Achivable, Reliable, Time.

12
1. Kekurangan volume cairan b/d diuresis osmotik
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidkseimbangan insulin, penurunan intake oral : mual, nyeri
abdomen
3. Resiko tinggi infeksi (sepsis) b/d kadar glukosa tinggi penurunan
fungsi leukosit
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual b/d
perubahan kimia endogen : ketidakseimbangan glukosa insulin
dan elektrolit
c. ASMA
a) Tanda gejala
 Terdengar suara napas wheezing atau mengi
 Sesak napas
 Batuk produktif sering terjadi pada malam hari
 Penggunaan otot bantu napas
b) Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan sputum:
 Pemeriksaan darah
Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)
Peningkatan kadar IgE pada asma alergi
AGD à hipoxi (serangan akut)
c) Diagnose keperawatan
 Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi
sekret.
 Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2
 Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri
b.d sesak dan kelemahan fisik.

13
 Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah
dan tidak nafsu makan.
 Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.
 Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru
selama serangan akut.
 Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama
(penurunan kerja silia dan menetapnya sekret)
 Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.
d. DHF
a) Tanda gejala
 Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari ( tanpa sebab
jelas )
 Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
 Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie,
echymosis, hematoma.
 Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
 Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
 Sakit kepala.
 Pembengkakan sekitar mata.
 Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
 Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin,
tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari
dua detik, nadi cepat dan lemah).
b) Faktor penyebab
 Virus dengue
 Vektor : nyamuk aedes aegypti
 Host : pembawa.
c) Penatalaksanaan
 Tirah baring

14
 Pemberian makanan lunak
 Pemberian cairan melalui infus
 Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
 Anti konvulsi jika terjadi kejang
 Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
 Monitor adanya tanda-tanda renjatan
 Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
 Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
d) Pemeriksaan
 Trombositopeni : < 100.000/mm3
 HB meningkat lebih 20 %
 HT meningkat lebih 20 %
 Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
 Protein darah rendah
 Ureum PH bisa meningkat
 NA dan CL rendah
 Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
 Rontgen thorax : Efusi pleura.
 Uji test tourniket (+)
e) Klasifikasi
Derajat (WHO 1997):
 Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
 Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan
dikulit atau perdarahan lain.
 Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai
dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
 Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur.

15
f) Diagonasa keperawatan
 peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peruses
ppenyakit
 kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan
berpindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
 resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia.
 Gangguan pemenuhan nurtisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual muntah, anoreksia
 Cemas berhubungan dengan danfak hospitalisasi
 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit,
perawatan dan pencegahan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
e. CHF
a) Tanda gejala
 Peningkatan volume intravaskular.
 Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung.
 Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena
pulmonalis yang menyebabkan cairan mengalir dari kapiler
paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan nafas
pendek.
 Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan,
intoleransi jantung terhadap latihan dan suhu panas,
ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari
jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
 Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta
peningkatan volume intravaskuler akibat tekanan perfusi
ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).

16
b) Klasifikasi
 kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa
keluhan
 kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih
berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
 kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-
hari tanpa keluhan.
 kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan
aktifitas apapun dan harus tirah baring.
c) Pemeriksaan penunjang
 EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat.
Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan
segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark
miokard menunjukkan adanya aneurisme ventricular.
 Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan
kontraktilitas ventricular.
 Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.
 Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan
indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi
kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi,
Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras
disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
d) Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis
 Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
 Oksigenasi

17
 Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah,
mengontrol atau menghilangkan oedema.
Terapi Farmakologis :
 Glikosida jantung. Digitalis, meningkatkan kekuatan
kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan
peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
 Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium
dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena
efek samping hiponatremia dan hipokalemia
 Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk
mengurangi impadasi tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
e) Diagnose keperawatan
 Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan
struktural,
 Intoleran aktivitas berhubungan dengan : Ketidak
seimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan umum, Tirah
baring lama
 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan :
menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)
 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan : perubahan membran kapiler-alveolus.

18
IV. ANALISA GAS DARAH
Nilai normal
Ph 7,35 – 7,45
Pco2 35 – 45 mmhg
Hco3 22 – 26 meq/ L
Cao2 16 – 22 m/o2/dl
1. Asidosis respiratory
Definisi
Ph < 7,35, Pco2 > 45mmhg
Tanda gejala
 Over dosis obat
 Trauma dada dan kepala
2. Asidosis respiratory terkompensasi
Ph < 7,35, PCO2 & HCO3 meningkat
3. Asidosis metabolic
Hco3 < 22 meq/L, Ph < 7,35
Tanda gejala
 Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat
( KUsmuul)
 Koma
4. Asidosis metabolic terkompensasi
Hco3 menurun, Pco2 menurun, Ph < 7,35
5. Alkalosis respiratory
Ph > 7,45, Pco2 < 35 mmhg, Tanda gejala: Hiperefleksi, Keringat dingin,
Cemas
6. Alkalosis respiratory terkompensasi
Pco2 & Hco3 turun

19
7. Alkalosis metabolic
Ph > 7,45, HCO3 > 26 meq /L
8. Alkalosis metabolic terkompensasi
HCO3, PCO2,PH meningkat
V. Ketrampilan Klinik tindakan keperawatan
A. Pemasangan infuse
a) Ukuran IV
 No. 18 : untuk transfuse
 No. 16 : untuk bedah mayor
 No. 20 : untuk dewasa
 No. 22 : untuk anak – anak & lansia
 No. 24 & no.26 : untuk pediatric & neonatus
b) Indikasi
 Pasien yang mendapat tranfusi darah
 Pasien yang mendapatkan terapi obat dalam dosis yang besar
c) Kontraindikasi
 Bengkak, nyeri, demam, pada lokasi pemasangan
 Pasien gagal ginjal lengan bawah
PROSEDUR
PERSIAPAN ALAT
1. Standar Infus.
2. Set infus.
3. Cairan sesuai program medic
4. Jarum infus dengan ukuran yang sesuai.
5. Pengalas.
6. Torniket.
7. Kapas alkohol.
8. Plester.
9. Gunting.
10. Kasa steril

20
11. Betadine
12. Sarung tangan
FASE KERJA
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Melakukan desinfeksi tutup botol cairan infuse
4. Klem selang infuse
5. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan ke bagian karet atau akses
selang ke botol infus.
6. Mengantungkan botol infuse pada standart infuse
7. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian
dan buka klem selang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang keluar.
8. Letakkan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan dilakukan penginfusan.
9. Lakukan pembendungan dengan torniket (karet pembendung) 10 – 12 cmdiatas
tempat penusukan dan anurkan pasien untuk menggemgam dengan gerakan sirkular
(bila sadar).
10. Gunakan sarung tangan steril.
11. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.
12. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari dibagian bawah vena dan
posisi jarum (abocath) mengarah ke atas.
13. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abocath/surflo) maka tarik keluar bagian
dalam (jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.
14. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan, tahan bagian atas vena
dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar. Kemudian
bagian infus dihubungkan/disambungkan dengan selang infus.
15. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang diberikan.
16. Lakukan fiksasi dengan kasa steril.
17. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum.
18. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
19. Catat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran dan tipe jarum infus.

21
B. Pemasangan Oksigenasi
PROSEDUR
FASE PERSIAPAN
Persiapan perawat
1. Mengkaji data-data mengenai kekurangan oksigen ( sesak nafas, nafas cuping
hitung, penggunaan otot pernafasan tambahan, takikardi, gelisah, bimbang dan
sianosis)
2. Perawat mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan
Persiapan alat
1. Tabung oksigen ( oksigen dinding ) berisi oksigen lengkap dengan flowmeter dan
humidifier yang berisi aquades sampai batas pengisian
2. Nasal kanul (pemilihan alat sesuai kebutuhan)
3. Plester (jika di butuhkan)
4. Gunting plester (jika di butuhkan)
5. Cotton budd
Persiapan pasien
1. Menyapa pasien (ucapkan salam)
2. Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Pasien diatur dalam posisi aman dan nyaman (semi fowler)
FASE KERJA
1. Siapkan nasal kanul 1 set tabung oksigen ( oksigen central )
2. Hubungkan nasal kanul dengan flowmeter pada tabung oksigen atau oksigen
dinding
3. Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien dengan cotton budd atau
tissu
4. Cek fungsi flowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen dan
mengamati adanya gelembung udara dalam humidifier

22
5. Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui nasal kanul
kepunggung tangan perawat
6. Pasang nasal kanul kelubang hidung pasien dengan tepat
7. Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau tidak
8. Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu
kendor
9. Pastikkan nasal kanul terpasang dengan aman
10. Atur aliran oksigen sesuai dengan program
11. Alat-alat dikembalikan di tempat semula
12. Perawat mencuci tangan setelah melakukan tindakan
13. Mengakhiri tindakan dengan mengucapkan salam

FASE TERMINASI
1. Respon pasien 15 menit setelah dilakukan tindakan
2. Dokumentasikan:
a. Waktu pelaksanaan
b. Respon pasien
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tindakan Keperawatan : Pemasangan Kateter Urine
Pengertian
Kateter adalah selang yang digunakan untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan.
Kateterisasi urinarius adalah memasukkan kateter melalui uretra ke dalam kandung
kemih dengan tujuan mengeluarkan urin. Kateterisasi urine sedapat mungkin tidak
dilakukan kecuali bila sangat diperlukan, karena dapat menyebablkan infeksi
nosokomial
Tujuan
1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi dengan
menghindari kontaminasi.

23
2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada
klien segera setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine yang
keluar.

Hal-hal yang harus diperhatikan


1. Observasi letak meatus uretra
2. Kaji adanya riwayat penyakit genetalia.
Pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindaka.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
Tahap Orientasi
1. Memperkenalkan diri
 Mengucapkan salam terapeutik dan memeprkenalkan diri
 Validasi data : nama klien dan data lain terikat
2. Meminta persetujuan tindakan
 Menyampaikan/menjelaskan tujuan tindakan
 Menyampaikan/menjelaskan langkah-langkah prosedur
3. Membuat kontrak dan kesepakatan untuk pelaksanaan tindakan
Tahap Interaksi

24
 Memberikan sampiran dan menjaga privacy
 Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent, pria:posisi
supine dan melepaskan pakaian bawah
 Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
 Menutup area pinggang dengan selimut pasien serta menutup bagian
ekstremitas bawah dengan selimut mandi sehingga hanya area perineal
yang terpajan
 Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
 Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
 Gunakan sarung tangan bersih
 Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic
 Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke kantong
plastic yang telah disediakan
 Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian simpan di
alas steril. Jika pemasangan kateter dilakukan sendiri, maka siapkan KY
jelly di dalam bak sterik. Jangan menyentuh area steril
 Gunakan sarung tangan steril
 Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan
jelly pada ujung kateter (dengan meminta bantuan atau dilakukan
sendiri) dengan tetap mempertahankan teknik steril
 Pada laki-laki, Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh pasien
 Pada wanita, Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk
atau telunjuk dengan jari tengah tangan tidak dominan
 Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter
perlahan-lahan hingga ujung kateter.
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter dimasukkan. Kaji
kelancaran pemasukan kateter jika ada hambatan berhenti sejenak
kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.

25
 Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar
urine tidak tumpah. Setelah urin mengalir, ambil specimen urin bila
diperlukan. Lalu segera sambungkan kateter dengan urine bag
 Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume
yang tertera pada label spesifikasi kateter yang dipakai
 Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon kateter
sudah terfiksasi dengan baik dalam vesika urinaria.
 Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
 Fiksasi kateter: Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada
abdomen, Pada pasien wanita kateter difiksasi dengan plester pada
pangkal paha
 Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah
dari kandung kemih
 Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat
 Lepaskan sarung tangan
 Rapihkan kembali pasien
LUKA BAKAR
A. PENYEBAB LUKA BAKAR
Luka bakar karena api
Luka bakar karena air panas
Luka bakar karena bahan kimia
B. DERAJAD KEDALAMAN LUKA BAKAR
a) Derajad I
 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
 Kulit kering, hiperemi berupa eritema
 Tidak dijumpai bulae
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b) Derajad II

26
 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
 Dijumpai bulae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak
lebih tinggi diatas kulit normal
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c) Derajad III
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
dalam. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Tidak dijumpai bulae. Kulit
yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya
lebih rendah dibanding kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa
nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung- ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian. Penyembuhan terjadi lama karena
tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
C. LUAS LUKA BAKAR
Kepala leher 9%
Thorax depan & belakang 18 %
Abdomen depan & belakang 18%

27
Paha kanan kiri 18%
Kaki kanan kiri 18%
Seluruh punggung 18%
Genetalia 1%

D. BERAT RINGANNYA LUKA BAKAR


Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10
%
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) atau trauma inhalasi

28
RUMUS BAXTER
LB% x BB x 4 ml
Hasil dari Rumus baxter dibagi dua untuk 8 jam pertama selanjutnya 16 jam

29

Anda mungkin juga menyukai