Anda di halaman 1dari 3

Artikels

MASYARAKAT 5.0 (SOCIETY 5.0)

NAMA : FERNIATI MISA


TEMPAT TANGGAL LAHIR : 29/08/2004
ALAMAT : JALAN SUTAN SYARIL
STATUS : MAHASISWA

2017 silam, Yuko Harayama, seorang Direktur Eksekutif yang bertangung jawab atas
urusan internasional, dan seorang mantan anggota eksekutif dewan sains, teknologi, dan
inovasi (CSTI) di kantor kabinet Jepang, sudah mulai berinovasi tentang kehidupan masyarakat
paska masifnya perubahan yang disebabkan oleh Revolusi Industri 4.0. Kemudian dalam World
Economic Forum 2019 di Swis, Sinzho Abe, perdana menteri Jepang pada saat itu,
menyampaikan terobosan tersebut. Dalam gagasan yang dicetus pertama kali di Jepang itu,
dijelaskan bahwa Society 5.0 hadir sebagai solusi dari potensi disrupsi umat manusia dan
karakter manusia yang diakibatkan oleh teknologi dalam era Revolusi Industri 4.0 ini. Society
5.0 bergerak dalam integrasi ruang maya dan ruang fisik yang menjadi satu – Cyber-Physical
System.

Pada mulanya, inovasi Society 5.0 didorong oleh kondisi aging population yang dihadapi
oleh masyarakat Jepang sampai dengan abad ini. Di mana angka harapan hidup mencapai 81,09
tahun untuk laki-laki dan 87,26 tahun untuk perempuan. Kondisi ini yang menjadi trigger factor
pencetusan konsep Society 5.0 di Jepang sebagai langkah-langkah menepis kekhawatir potensi
degradasi manusia ketika dihadapkan dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat.

Society 5.0 pada dasarnya tidak dibangun sebagai antitesis terhadap Revolusi Industri 4.0,
tetapi dimaksudkan sebagai jalan keluar dari kemungkinan terburuk yang akan terjadi di
kemudian hari. Sekali lagi, Society 5.0 digagas untuk mengantisipasi Revolusi Industri 4.0 yang
akan mendegradasi peran manusia. Yaitu konsep yang berpusat pada manusia dengan
menggunakan basis teknologi. Konsep ini dimaksudkan agar manusia tidak kehilangan
perannya dalam era digitalisasi. Manusia sebagai masyarakat tetap hidup sebagai pusat
peradaban. Karena pada era revolusi 4.0 banyak pekerjaan yang hilang sedangkan pekerjaan
baru yang muncul tidak beberapa. Menurut penelitian, saat kita masuk era Revolusi Industri 4.0
maka akan ada 3,7 juta pekerjaan baru yang muncul sebagai dampak ekonomi digital, dan 52,6
juta pekerjaan berpotensi hilang.

Lalu, sejauh mana urgensi atau sentralitas penerapan masyarakat 5.0 dalam trigger factor
bonus demografi seperti kondisi yang ada di Indonesia?
Sebagai gambaran pengantar, berikut merupakan pengulasan kembali perjalanan revolusi
Society 1.0 sampai dengan 5.0.
Society 1.0 (hunting and gathering) ditandai dengan kehidupan masyarakat yang
pemenuhan kebutuhan ekonominya dengan berburu dan berkumpul serta hidup berdampingan
dengan alam.
Society 2.0 (agricultural) ditandai dengan munculnya sekelompok orang yang bersosialisasi
dengan budidaya pertanian, peningkatan organisasi dan membangun jiwa kebangsaan.

Selanjutnya Society 3.0 (industrial) dengan ditandai masyarakat yang mempromosikan


industrilisasi sehingga terjadi urbanisasi secara besar-besaran. Dalam masyarakat ini pula, pada
abad ke-18, revolusi industry pertama mulai berlangsung dengan berkembangnya mekanisasi
terhadap industry tekstil, pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan penggunaan
batubara.

Revolusi industry tahap kedua ditandai dengan kemajuan teknologi dan ekonomi dengan
adanya pengembangan kapal tenaga uap, rel, dan diakhiri pada abad ke-19 adanya mesin
pembakaran dan tenaga pembangkit listrik.

Revolusi ketiga ditandai dengan adanya perkembangan elektronik dan ditemukannya


computer yang dapat mempermudah dalam menyelesaikan pekerjaan industry. Revolusi tahap
ketiga ini kemudian melahirkan Society 4.0 (information) di mana kegiatan masyarakat seperti
berkomunikasi sudah menggunakan teknologi untuk menghubungkan aset tidak berwujud dan
menggabungkannya membentuk jaringan informasi.

Dengan ditemukannya computer dan diikuti dengan teknologi internet. Revolusi industry
3.0 merupakan pondasi berlanjutnya revolusi 4.0 ditandai dengan segala teknologi informasi
yang berkembang dengan cepat dan serba terkoneksi. Era ini dikenal dengan IoT (Internet of
Thing) serta munculnya AI (Artificial Intelegence), Autonomous Vehicle, Big Data, 3D Printing,
Augmented Reality, dan teknologi pintar lainnya.

Dalam Society 5.0 (Super Smart Society), menawarkan konsep masyarakat yang berpusat
pada manusia yang membuat keseimbangan antara kemajuan ekonomi dengan penyelesaian
masalah social. Jika Society 4.0 memungkinkan kita untuk mengakses juga membagikan
informasi di internet, Society 5.0 adalah era di mana semua teknologi adalah bagian dari
manusia itu sendiri. Internet bukan hanya sebagai informasi melainkan untuk menjalani
kehidupan. Sehingga perkembangan teknologi dapat meminimalisir adanya kesenjangan
manusia dan masalah ekonomi di kemudian hari.

Dalam perkembangan sejarah peradaban manusia, perubahan menjadi suatu niscaya.


Dalam jabaran Yuval Noah Harari, bahwa gerak perubahan yang sedang dihadapi umat manusia
hari ini adalah menuju pada satu zaman baru dengan kemajuan di bidang genetika,
bioteknologi, dan kecerdasan buatan, yang merupakan fase selanjutnya bagi umat manusia
untuk menaiki tangga evolusi yang lebih tinggi.

Semua bangsa sedang menuju pada zaman baru tersebut. Lebih jauh, dalam penjabaran
yang sama, Yuval memberi penegasan bahwa setidaknya ada 3 (tiga) prasyarat yang harus
dipenuhi oleh masing-masing bangsa untuk menghadapinya, yakni; Hi-tech, identity, dan strong
and effective state.
Di Indonesia sendiri, secara historis, memiliki kondisi yang berbeda dengan Jepang,
Indonesia dalam kontradksinya, sedang menghadapi ledakan usia produktif atau yang biasa
dikenal dengan istilah bonus demografi. Ditambah lagi kompleksitas kontradiksi negara
kepulauan yang berkutat dalam lingkaran pemerataan dan distribusi kesejahteraan yang masih
terdapat banyak ketimpangan antar masing-masing daerah yang dikarenakan sentralisasi. Dan
kemudian menciptakan struktur masyarakat yang beragam. Bahkan dibeberapa wilayah masih
terdapat masyarakat dengan struktur pemenuhan ekonominya masih berburu maupun
bercocok tanam.

Dengan semua kompleksitas kontradiksi yang dihadapi, begitulah Indonesia menghadapi


tantangan perubahan zaman yang terus bergerak. Society 5.0 rasa-rasanya terbilang jauh dan
utopis untuk Indonesia sendiri. Namun, urgensi Society 5.0 dalam penerapannya adalah suatu
keharusan sejarah. Bangsa-bangsa di dunia akan tersingkir dalam irisan pergaulan
pekembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang terus bergerak maju jika saja bangsa-
bangsa itu tidak membuka diri dan bertransformasi menuju keharusan zaman tersebut.
Rovolusi industry 4.0 telah memberi gambaran yang jelas bahwa kekhawatiran yang dihadapi
umat manusia di tingkat perubahan selanjutnya adalah degradasi peran manusia itu sendiri
dalam peradaban.

Aset-aset agrikultur, keberagaman historical, dan juga bekal teknologi 4.0 yang dimiliki
bangsa Indonesia adalah instrumen yang cukup untuk sampai pada medium masyrakat 5.0.
Namun tantangan awalnya adalah tranformasi mental sebagai upaya pembangunan
sumberdaya manusia untuk menghadapi perubahan struktur masyarakat tersebut – Human
Capital.

Terlepas dari konteks Jepang yang sedang menghadapi kondisi aging population atau
Indonesia yang sedang ditabrakan dengan ledakan usia produktif (bonus demografi), Society
5.0 adalah arah gerak sejarah menuju level selanjutnya. Dalam artian lain, Society 5.0 bukan lagi
hadir sebagai alternatif pilihan, melainkan jadi satu keharusan sejarah paska degradasi yang
begitu masif terhadap peran umat manusia.

Tingkat paradigma suatu bangsa pada level yang lebih tinggi diukur dari bagaimana
kepentingan kesejahteraan manusia tidak hanya dilihat dari percepatan pertumbuhan ekonomi
dengan corak efektifitas serta praktis. Sebab, dalam perjalanan sejarah, arogansi kepentingan
ekonomi justru menciptakan kesenjangan sosial di tempat yang lain. Abstraksi kerja ekonomi
yang efektif dan efisien telah menciptakan dehumanisasi yang begitu besar dalam bentuk peran
manusia yang hanya sebatas konsumen dalam lingkup kerja ekonomi tersebut. Cara pandang ini
yang kemudian memungkinkan kita untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs)
pada tahun 2030 kedepan.

Anda mungkin juga menyukai