Anda di halaman 1dari 17

“KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN”

Diajukan kepada Dosen Pengampuh


dalam rangka Penyelesaian tugas pada mata kuliah
Isu-Isu Hukum Islam Kontemporer

IAIN PALOPO

Oleh:
Kamal Khatib
Nim : 2105030017

Dosen Pengampuh :
Dr. Hj. Andi Sukmawati Asaad, S.Ag., M.Pd

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM PASCASARJANA


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PALOPO 2022
ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

yang Berjudul “Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan” Makalah ini

disusun guna menambah wawasan pengetahuan dan disajikan sebagai bahan

materi pada mata kuliah Isu-Isu Hukum Islam Kontemporer di IAIN Palopo.

Kami menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh

dari kata sempurna, namun senantiasa ber-istiqamah dan mencoba

mengembangkan dari beberapa referensi mengenai muatan materi pada mata

kuliah tersebut.

Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik

dalam penulisan dan pembahasannya, maka kami sangat menyadari bahwa semua

itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Akhir kata, semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Amin.

Palopo, 10 November 2022

Kamal Khatib

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................

LATAR BELAKANG.................................................................................................

PENDAHULUAN........................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan masalah...............................................................................................
KAJIAN PUSTAKA....................................................................................................
1. Faktor penyebab perempuan menjadi objek kekerasan seksual.....................
2. Kebijakan yuridis normatif terhadap kekerasan seksual.................................
3. Upaya perlindungan kekerasan seksual terhadap perempuan.........................
PENUTUP..................................................................................................................
KESIMPULAN..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

ii
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tindak kekerasan seksual yang dialami oleh kaum perempuan di

Indonesia masih menunjukkan angka yang tinggi. Angka tersebut hanya

segelintir dari banyaknya kasus kekerasan seksual, sebab pada kenyataannya

masih banyak perempuan korban kekerasan seksual yang tidak melapor

kepada pihak kepolisian atau lembaga layanan seperti Komisi Nasional Anti

Kekerasan terhadap Perempuan.

Berbagai macam kejahatan terjadi di lingkungan masyarakat dari

kejahatan skala kecil sampai dengan kejahatan skala besar. Salah satu bentuk

kejahatan terhadap kemanusiaan berupa perkosaan, pelecehan seksual,

perbudakan seksual atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya yang

korbannya sering kali adalah perempuan. Dalam menangani kasus kekerasan

seksual bukan hanya mengandalkan peraturan pemerintah yang memberikan

hukuman berat untuk para pelaku tetapi juga peran masyarakat sekitar yang

peduli akan masalah sosial terutama lembaga-lembaga masyarakat. Peranan

lembaga sangat dibutuhkan dalam penanganan korban kekerasan seksual yang

menimbulkan dampak berat baik pada anak maupun pada orang dewasa

sebagai korban kekerasan seksual.1

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mencatat

bahwa ada 15 bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan, yaitu perkosaan,

1
Khusnul Fadillah, “Pemulihan Trauma Psikososial Pada Perempuan Korban Kekerasan
Seksual Di Yayasan Pulih”, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2018). Diaks
es Melalui, https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/41534

1
intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan, pelecehan

seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuktujuan seksual,

prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan (termasuk cerai

gantung), pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi

dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan

bernuansa seksual, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau

mendiskriminasi perempuan, dan kontrol seksual.2

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor dominan terjadinya

kekerasan seksual pada perempuan yaitu budaya patriarki, hak-hak istimewa

laki-laki, dan sikap permisif. Penyebab utama alasan perempuan korban

kekerasan seksual tidak melapor yaitu stigma buruk masyarakat akan korban

kekerasan seksual. Pelatihan asertif dapat membantu perempuan dan korban

kekerasan seksual untuk berani untuk menolak dan menyampaikan apa yang

dirasakannya dengan cara yang benar.3

Jumlah kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sepanjang tahun

2020 sebesar 299.911 kasus, terdiridari kasus yang ditangani oleh: Pengadilan

Negeri/Pengadilan Agama sejumlah 291.677 kasus. Lembaga layanan mitra

Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus. Unit Pelayanan dan Rujukan

(UPR) Komnas Perempuan sebanyak 2.389 kasus, dengan catatan 2.134 kasus

2
Muji Rahayu, “Representasi Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Situs Berita
Tirto.Id”, Jurnal Unpad, Vol. 2, No. 1 2018, h. 116.
3
Cecep, Sahadi Humaedi, “Mengatasi dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual pada
Perempuan dengan Pelatihan Asertif”, Jurnal Prosiding Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, Vol. 5, No. 1, 2018, h. 48

2
merupakan kasus berbasis genderdan 255 kasus di antaranya adalah kasus

tidak berbasis gender atau memberikan informasi.4

Melalui problem tersebut tentunya dibutuhkan pendekatan khusus

dalam menanggulangi kejadian kekerasan seksual, untuk itu dalam tugas

makalah yang berjudul Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan ini akan

menyajikan beberapa pandangan secara normatif yuridis.

2. Rumusan Masalah

Bagaimana upaya mengurangi angka kekerasan seksual terhadap

perempuan

3. Tujuan Masalah

Guna mengetahui kebijakan dalam penanganan kekerasan seksual

terhadap perempuan.

4
“Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber,
Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19”, (Jakarta : Catatan
Tahunan Komnas Perempuan, 2020), h. 1

3
B. KAJIAN PUSTAKA

1. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Perempuan Menjadi Korban

Kekerasan Seksual.

Kekerasan yang dialami perempuan dapat datang dari berbagai latar

belakang. Hal ini dapat kita lihat berbagai kekerasan perempuan antara lain

usia, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, agama, suku bangsa dan budaya,

relasi dalam pekerjaan, lingkup keluarga dan lainnya. Bahkan kekerasan

terhadap perempuan tidak hanya merupakan cerita sinetron ataupun karangan

fiksi namun hal itu nyata ada dikehidupan umat manusia. Tidak jarang

perempuan yang menjadi korban mengalami gangguan fisik maupun psikis.

Terjadinya tingkat kekerasan terhadap perempuan dapat juga

dikarenakan nilai budaya atau tata kehidupan dalam masyarakat dimana

perempuan merupakan kelas kedua dan dianggap merupakan kelompok yang

lemah atau rentan sebagai korban kejahatan khususnya seksual. Dalam pola

kehidupan sehari-hari kaum perempuan harus selalu tunduk dan patuh kepada

kaum lelaki. Bahkan tidak jarang bila kaum perempuan melakukan

perlawanan maka mereka diintimidasi atau mengalami kekerasan fisik seperti

pemukulan, penganiayaan. Selain itu banyak perempuan yang dijadikan

sekedar pemuas nafsu atau hasrat seksual pria, dan jika tidak dilakukan maka

tidak segan pihak pria melakukan kekerasan, dan banyak pula kasus dimana

perempuan dijadikan perdagangan atau eksploitasi seksual guna memberikan

keuntungan pada pelaku. Perempuan dalam hal ini harus tunduk jika tidak mau

mengalami kekerasan.

4
Munculnya kekerasan seksual terhadap perempuan :

a. Kurangnya edukasi mengenai seks dan etika pergaulan.

Disini sering terjadi sebab dalam kehidupan masyarakat masih ada rasa

tabu untuk melakukan pengenalan tentang seks kepada anak. Pemberian

Pendidikan seks sejakdini justru dapat mengurangi kekerasan seksual. Sebab

kepada kita diberikan Pendidikan hal apa saja yang dibolehkan dan hal yang

tidak dibolehkan untuk dapat disentuh pada bagian anggota tubuh.

b. Cara berpikir yang tidak seimbang atau setara.

Umumnya perempuan dijadikan obyek seksual dan sebagai korban

selalu disalahkan, selain itu posisi korban umumnya perempuan sering kali

berada dalam ancaman pelaku

c. Kurang perhatian penanganan dari pemerintah.

Selain korban kekerasan seksual akan mengalami pula dampak

psikologis seperti mental korban akan mengalami rasa trauma, hilangnya

peraya diri dan bahkan ketidakmampuan mereka menjalani kehidupan.5

2. Kebijakan Secara Yuridis Normatif Dalam Penanganan Kekerasan

Seksual

a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) menerjemahkan kekerasan

5
Vience Ratna Multiwijaya, “Kebijakan Hukum Pidana bagi Pelaku Kekerasan Seksual
Terhadap Perempuan”, (Jakarta Barat : Universitas Trisakti, 2022), Vol. 4, No. 2 2022, h. 27-28.
Diakses Melalui, https://www.trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/index.php/hpph/article/download/
14774/8467. Pada tanggal 28 Oktober 2022

5
seksual sebagai pemaksaan hubungan seksual, yang dilakukan terhadap

seseorang yang posisinya sebagai pasangan suami atau istri, atau seseorang

yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, atau terhadap salah

seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan

komersial dan/atau tujuan tertentu. Ketentuan ini pada dasarnya bisa

digunakan dalam kasus perkosaan dalam perkawinan, incest (hubungan

seksual dengan orang yang memiliki hubungan keturunan), ataupun

pemaksaan prostitusi. Walaupun demikian, UU PKDRT menegaskan, terhadap

seseorang yang posisinya sebagai pasangan suami atau istri maka kekerasan

seksual merupakan delik aduan.6

Tingginya angka kekerasan seksual dan kurang pastinya hukum

Indonesia membahas kekerasan seksual, dianggap sebagai sebuah urgensi

untuk membentuk Undang-Undang yang mengatur mengenai kekerasan

seksual secara lebih lanjut. Hal ini juga berkaitan dengan Hak asasi manusia

yang ditegaskan pada Pasal 28 D ayat (1) bahwasanya setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama dihadapan hukum. Terkait dengan kekerasan seksual

yang hingga saat ini belum memiliki pengaturan khusus, membuat peraturan

perundang-undangan terkait kekerasan seksual dianggap penting karenajuga

sebagai bentuk negara menjamin adanya kepastian hukum yang adil bagi

seluruh masyarakat Indonesia.7

6
Helen Intania Surayda, “Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan Seksual
dalam Kajian Hukum Islam”, Jurnal Ius Constituendum, Vol. 2, No. 1, 2017, h. 31-32. Diakses
Melalui, https://journals2.usm.ac.id/index.php/jic/article/view/543. Pada tanggal 28 Oktober.
7
Rosania Paradiaz, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual”, Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 4, No. 1 2022, h. 69

6
Lebih lanjutnya pada Pasal 5 UURI No. 23 Tahun 2004 (Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga) sebagai berikut :

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga

terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara ;

1) Kekerasan fisik

2) Kekerasan psikis

3) Kekerasan seksual

4) Penelantaran rumah tangga

b) UURI No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

(TPKS).

Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia,

kejahatan terhadap mastabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang

harus dihapuskan (Penjelasan UU No. 12 Tahun 2022). Merujuk pada Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 (UU TPKS), Tindak Pidana

Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak

pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan perbuatan

kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

sepanjang tidak ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Sebelumnya, di dalam Naskah Akademis (UUTPKS) definisi dari

kekerasan seksual memiliki tiga jenis kekerasan seksual yang ditemukan

normanya dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada, yaitu:

perkosaan, eksploitasi sesksual, dan perdagangan orang walaupun tidak

spesifik menyebutkan untuk tujuan seksual.

7
Adapun, dengan adanya UU TPKS ini, ia akan menjadi aturan khusus

yang utama dan pertama dalam menanggulangi Tindak Pidana

KekerasanSeksual, serta menjadi pelengkap bagi peraturan perundang-

undangan yang sebelumnya telah mengatur substansi tindak pidana kekerasan

seksual, seperti beberapa peraturan yang akan dijabarkan di bawah ini, yang

berkaitan dengan perbuatan kekerasan seksual.8

3. Upaya perlindungan korban kekerasan perempuan

Salah satu hakikat perlindungan hak asasi manusia adalah perwujudan

hak hidup, yakni hak bebas dari perbudakan dan menghamba. Universal dan

langgeng adalah sifat dari hak asasi, yang berlaku pada tiap manusia yang

tidak melihat dari mana, jenis kelamin, usia dan agama, ini artinya negara

bertanggung jawab atas tegaknya hak Asasi Manusia tanpa terkecuali. Upaya

pencegahan atas perdagangan manusia sebagai bentuk perlindungan

perempuan dan anak harus terus digalakan dan disosialisasikan sehingga

mampu menjaga kualitas dari manusia itu sendiri. Termasuk kualitas

perlindungan terhadap anak dan perempuan agar memiliki derajat yang sama

dengan laki-laki sebagai bagian dari persamaan kedudukan dimuka umum.

Upaya perlindungan hukum terhadap korban haruslah komprehensif

dan terintegrasi satu sama lain yaitu pemberian Pendidikan tentang kesehatan

reproduksi, nilai-nilai agama dan keksusilaan, korban mendapatkan

rehabilitasi sosial dilingkungannya termasuk mendapatkan fasilitas psiko

sosial dalam rangka mengobati serta memulihkan korban kejahatan seksual,


8
Eko Nurisman, “Risalah Tantangan Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekerasan
Seksual Pasca Lahirnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2022, Jurnal Pembangunan Hukum
Indonesia, Vol. 4, No. 2, 2022, (Pascasarjana Universitas Diponegoro), h. 173-174

8
termasuk memberikan perlindungan pada proses penegakan hukum kasusnya

tersebut disemua tingkatan pemeriksaan dari kepolisian, kejaksaan sampai

pengadilan. Upaya perlindungan ini haruslah betul-betul dilaksankan dengan

sebaik-baiknya, jangan sampai Negara tidak hadir dalam upaya perlindungan

korban kejahatan seksual. Negara tidak hanya mengatur upaya perlindungan

tersebut dalam undang-undang, namun betul-betul dilaksanakan oleh

perangkat negara serta turut serta peran masyarakat.9

Perlindungan korban kekerasan seksual sama halnya dengan

perlindungan hak asasi manusia, keduanya tidak dapat dipisahkan.

Perlindungan hukum korban kekerasan seksual tertuang secara mendalam

pada Pasal 5 UU Perlindungan Saksi dan Korban, yang memuat ketentuan

dasar untuk melindungi hak-hak saksi dan korban.

Pasal 5 menjelaskan saksi dan korban memiliki hak sebagai berikut :

1) Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta

bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian yang

akan, sedang atau telah diberikannya.

2) Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan

dukungan keamanan.

3) Memberikan keterangan tanpa tekanan

4) Mendapat penerjemah

5) Bebas dari pertanyaan yang menjerat

6) Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus

9
Ahmad Jamaluddin, “Perlindungan Hukum Anak Korban Kekerasan Seksual”, Jurnal
CIC Lembaga Riset dan Konsultan Sosial, Vol. 3, No. 2, September 2021, h. 6-7.

9
7) Memberikan keterangan tanpa tekanan

8) Bebas dari pertanyaan yang menjerat.

9) Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus.

10) Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan.

11) Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan.

12) Dirahasiakan identitasnya.

13) Mendapatkan identitas baru.

14) Mendapatkan tempat kediaman sementara.

15) Mendapat tempat kediaman baru.

16) Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan

17) Mendapat nasihat hukum,

18) Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu

perlindungan berakhir.

19) Mendapatkan pendampingan.

Selain itu, hadirnya Rumah Aman yang diresmikan Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang merupakan tanda

hadirnya negara dalam mendukung perlindungan penyintas kekerasan

khususnya anak dan perempuan.

Secara fungsi dari Rumah Aman ini ialah :

a. Memfasilitasi tempat tinggal yang aman terhadap korban

b. Pendampingan psikososial untuk memulihkan korban secara psikis

hingga dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat sekitar

c. Pelatihan sesuai minat dan bakat penyintas kekerasan.

10
Berdasarkan hal demikian dapat dinyatakan bahwa rumah aman

sebagai inovasi yang komperehensif dalam melindungi korban dapat

direplikasi oleh daerah dengan cara memetakan bangunan-bangunan yang

diperuntukkan kebutuhan darurat.10

10
Liputan6.com, “Pembangunan Rumah Aman Bentuk Perlindungan bagi Korban Kasus
Kekerasan”. Diakses melalui, https://id.berita.yahoo.com/pembangunan-rumah-aman-bentuk-
perlindungan-100000418.html. Pada tanggal 29 Oktober 2022

11
C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Jumlah kekerasan tehadap perempuan saat ini semakin meningkat

selain itu dengan perkembangan IPTEK jenis kekerasan seksual juga semakin

beragam. Penegakan hukum melalui regulasi yang ada saat ini belum mampu

mengakomodir dan menuntaskan masalah yang terjadi. Hal tersebut

disebabkan karena rumusan hukum yang ada saat ini belum mampu

mengakomodir permasalahan khususnya jenis kekerasan terhadap perempuan

dan instrument lain yangmeliputi Pencegahan, Pengembangan dan

Pelaksanaan Mekanisme Penangangan, Perlindungan dan Pemulihan yang

melibatkan berbagai stakeholder di masyarakat juga belumada. Lahirnya UU

Kekerasan Seksual akan menjamin terlaksananya kewajiban negara, peran

keluarga, partisipasi masyarakat, dan tanggungjawab korporasi dalam

mewujudka nlingkungan bebas kekerasan seksual.

12
DAFTAR PUSTAKA

“Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan


Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah C
ovid-19”, (Jakarta : Catatan Tahunan Komnas Perempuan, 2020)
Ahmad Jamaluddin, “Perlindungan Hukum Anak Korban Kekerasan Seksual”,
Jurnal CIC Lembaga Riset dan Konsultan Sosial, Vol. 3, No. 2,
September 2021
Cecep, Sahadi Humaedi, “Mengatasi dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual
pada Perempuan dengan Pelatihan Asertif”, Jurnal Prosiding
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 5, No. 1, 2018, h.
48
Eko Nurisman, “Risalah Tantangan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Kekerasan Seksual Pasca Lahirnya Undang-Undang No. 12 Tahun
2022, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 4, No. 2, 2022,
(Pascasarjana Universitas Diponegoro)
Helen Intania Surayda, “Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan
Seksual dalam Kajian Hukum Islam”, Jurnal Ius Constituendum, Vol.
2, No. 1, 2017. Diakses Melalui, https://journals2.usm.ac.id/index.php/
jic/article/view/543. Pada tanggal 28 Oktober.
Khusnul Fadillah, “Pemulihan trauma psikososial pada perempuan korban
kekerasan seksual di Yayasan Pulih”, (Jakarta: Universitas Islam Neg
eri Syarif Hidayatullah, 2018). Diakses Melalui, https://
repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/41534
Liputan6.com, “Pembangunan Rumah Aman Bentuk Perlindungan bagi Korban
Kasus Kekerasan”. Diakses melalui, https://id.berita.yahoo.com/pemba
ngunan-rumah-amanbentukperlindungan 100000418.html. Pada tanggal
29 Oktober 2022
Muji Rahayu, “Representasi Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Situs
Berita Tirto.Id”, Jurnal Unpad, Vol. 2, No. 1 2018.
Rosania Paradiaz, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual”,
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 4, No. 1 2022
Vience Ratna Multiwijaya, “Kebijakan Hukum Pidana bagi Pelaku Kekerasan
Seksual Terhadap Perempuan”, (Jakarta Barat: Universitas Trisakti,
2022), Vol. 4, No. 2 2022, Diakses Melalui, https://www.trijurnal.lemlit
.trisakti.ac.id/index.php/hpph/article/download/14774/8467. Pada tangg
al 28 Oktober 2022

13

Anda mungkin juga menyukai