Anda di halaman 1dari 36

TUGAS AKHIR SEMESTER

Diserahkan kepada:

Dosen pengampuh : Dr. Nixon Tampi, M .Th

Sebagai Bagian dalam Tugas Perkuliahan

SEJARAH GEREJA ASIA

Disusun oleh

Nama : Patrisia Angelin Namangge

NIM : 22.01.01.023

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA “MISSIO DEI” MANADO

Pineleng, Oktober 2023


BAB I
ARTI, MAKNA, PERBEDAAN, DAN PERIODISASI SEJARAH GEREJA ASIA
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa mampu:
 Merumuskan arti Sejarah Gereja Asia dari berbagai sudut pandang
 Merumuskan makna studi Sejarah Gereja Asia
 Menjelaskan perbedaan Sejarah Gereja Eropa dan Asia
 Menjelaskan periodisasi Sejarah Gereja Asia

A. Arti Sejarah Gereja Asia


Rumusan arti Sejarah Gereja Asia yang diuraikan di sini tidak berdasarkan studi
etimologi atau definisi kamus, tetapi dengan melakukan pendekatan secara filosofis
(definisi yang berkembang).
Definisi Umum, Sejarah Gereja Asia adalah orang-orang Asia yang dipanggil
oleh Allah melalui kabar baik (Injil Yesus Kristus) untuk menjadi pengikut Yesus
Kristus.
Definisi secara periodikal. Sejarah Gereja Asia Lama adalah orang-orang Asia di
luar pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi yang percaya kepada Yesus Kristus pada
periode abad pertama sampai abad empat belas. (Kesediaan orang Asia yang bermisi di
Asia di luar pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi terhadap Injil Yesus Kristus).
Sejarah Gereja Asia Modern adalah respon orang-orang Asia terhadap panggilan Allah
melalui berita Injil Yesus Kristus yang disampaikan para misionaris dari Gereja abad
XV-XVII, Sejarah Gereja Asia sejak tahun 1950 adalah kemampuan Gereja Asia
berteologi dalam konteks Asia.

B. Makna Studi Sejarah Gereja Asia


Ada banyak makna, tetapi dalam materi ini hanya dikemukakan 3 saja:
 Belajar Sejarah Gereja Asia menolong kita untuk memahami respon orang-orang
Asia maupun orang-orang Eropa terhadap panggilan Allah dalam Yesus Kristus
yang dinyatakan di Asia pada masa lampau.
 Belajar Sejarah Gereja Asia menolong kita untuk memahami karya Bapa, Anak,
dan Roh Kudus (Allah Tritunggal) dalam diri orang-orang percaya di Asia pada
masa lampau.
 Jadi, panggilan Allah dan respon terhadap panggilan itu akan terus dialami orang
percaya sepanjang zaman.
C. Perbedaan Sejarah Gereja Asia dan Eropa
Untuk mengerti Sejarah Gereja Asia secara umum perlu diinsafi hal berikut:
Perke- mbangan Gereja dalam wilayah kekaisaran Romawi yang dimulai dari
Yerusalem ke arah Barat sebelum tahun 313/380 mengalami berbagai hambatan atau
rintangan namun Gereja terus berkembang hingga diakui menjadi salah satu agama
yang sah (Edik Milano/313) dan menjadi agama negara (Edik Theodosius Agung/380)
di wilayah Kekaisaran Romawi,
Perkembangan Gereja mula-mula yang berbahasa Siria/Aram ke wilayah Timur
juga mengalami berbagai rintangan, bahkan tersebut jauh lebih besar dari rintangan
yang dialami Gereja di bagian Barat. Hal ini disebabkan oleh karena di Eropa bahkan di
Kekaisaran Romawi pun tidak ada agama negara, tetapi di Persia ada agama Zoroaster
yang pada tahun 226 telah dijadikan sebagai agama negara Persia sampai tahun 650.
Kemudian terdapat pula agama-agama yang lain seperti Islam, Hindu, Budha, Kong Hu
Cu. Agama-agama tersebut di beberapa wilayah Asia dijadikan sebagai agama tinggi
yang mempunyai daya tahan terhadap Agama Kristen, sedangkan di Eropa agama
agama yang ada adalah agama-agama suku (Van den End, 1981:3-4).
Jadi pada umumnya di Asia, agama, kebudayaan, dan negara merupakan
kesatuan yang sulit dipisahkan serta mempunyai kesadaran atau harga diri yang sangat
besar sehingga Gereja sulit menerobosnya (Muanley, 1997:1).
Akibat rintangan tersebut di atas, Gereja di Asia di luar wilayah Romawi,
menjadi agama golongan minoritas, kecuali di Mesopotamia Utara dan beberapa daerah
lainnya. Sedangkan Gereja dalam kekaisaran Romawi menjadi agama mayoritas setelah
tahun 313 dan 380. Kata kuncinya, perkembangan Gereja di wilayah Romawi seperti
Persia, Tiongkok, India, Arabia serta daerah Asia lainnya, agama Kristen menjadi
agama golongan minoritas. (Van den End, 1981:3-4).

D. Periodisasi Sejarah Gereja Asia


Zaman sejarah Gereja Asia Lama dapat dibagi dalam beberapa periode:
 Zaman Sejarah Gereja Asia Lama: Abad pertama - 1400/1500 Dibagi dalam dua
periode:
1) Sebelum kedatangan Islam (di bawah kekaisaran Romawi dan kerajaan Persia)
2) Zaman Gereja di bawah kekuasaan Islam

 Zaman Vasco da Gama: Periode PI oleh orang-orang Barat/Eropa: tahun 1500-


1947 Dibagi dalam dua periode: yaitu sebelum dan sesudah tahun 1800 (yang
menjadi garis pembagi dalam sejara Gereja Protestan ialah Pencerahan/pietisme
+ Kebangunan Rohani; dalam sejarah misi Gereja Katolik:
Pencerahan/kebangunan Gereja Katolik dalam abad ke-19) atau:
1) Tahun 1500-1800
2) Dan sesudah tahun 1800
BAB II
SEJARAH GEREJA ASIA LAMA
SAMPAI KEDATANGAN ISLAM ABADI - III
Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa mampu:
 Menjelaskan arti "lama" dalam istilah "Gereja Asia Lama"
 Menjelaskan pembagian periode sampai kedatangan Islam
 Menjelaskan perluasan Gereja Asia abad I-VII
 Menjelaskan metode PI ke wilayah Timur
 Menjelaskan perluasan dan pertumbuhan Gereja di Persia dan beberapa wilayah
Asia di luar kekaisaran Romawi
 Menjelaskan sejarah Gereja Nestorian di Persia Menggambarkan pertikaian
tentang Trinitas dan Kristologi (kemanusiaan dan keilahian Yesus)

A. Pengertian "Lama" dalam istilah "Gereja Asia Lama"
Pengertian "lama" dalam istilah "Gereja Asia Lama” dipakai sebagai istilah
tekhnis untuk:
 Membedakan Gereja di Asia pada zaman pertama (abad I-XIV) dengan Gereja
yang lahir sesudahnya sebagai hasil pekabaran Injil orang-orang Barat (zaman
Portugis, VOC, dan Belanda di beberapa wilayah Asia yang sempat
dikuasai/dijajah oleh Bangsa Eropa pada XV-XIX).
 Wilayah Asia di mana pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi (hellenistis)
tidaklah dominan atau wilayah-wilayah Asia yang tidak dipengaruhi kebudayaan
Hellenisme.
 Sedangkan dalam Sejarah Gereja Barat (yang lazimnya dipandang/disebut
sebagai sejarah Gereja am/umum, sebutan "lama" itu hanya dipakai untuk
mensifatkan periode sampai sekitar abad ke-6/590 atau sering disebut dengan
gereja mula-mula (gereja lama).
Zaman Gereja Asia Lama dihitung sampai sekitar tahun 1400/1500 Maschi, Karena
pada kurun waktu itu terdapat kontinuitas yang besar di Asia namun tidak berarti dalam
rangka perkembangan kebudayaan Asia, Kontinuitas itu barulah terputus, dan hanya
dari beberapa segi, dengan adanya bencana-bencana yang menimpa Gereja pada abad
ke-14, yang menjadikannya sebagai minoritas dan terbatas pada beberapa daerah saja
(Van den End, 1981:5).
Jadi, Sejarah Gereja Asia Lama adalah perluasan gereja melalui orang-orang Asia di
wilayah Asia di luar pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi sejak abad I-XIV. Dengan
kata lain "Gereja Asia Lama" ialah Gereja di Asia di luar wilayah pengaruh kebudayaan
hellenisme (pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi) sejak permulaan sampai sekitar
tahun 1400/1500 (Van den End, 1981:6).
B. Pembagian Periode sampai Kedatangan Islam
Van den End menyatakan: adalah agak sulit untuk membagi periode 1 - XIV
dengan cara yang memuaskan. Sebab periodisasi yang kita pakai tergantung dari sudut
pandang kita. Sudut pandang yang dimaksud itu macam-macam, yakni: perluasan
Gereja abad I-VII, perkembangan ajaran Gereja abad I-VII, hubungan Gereja dengan
negara abad I-VII, dan seterusnya. Dengan demikian maka pembahasan tentang
pembagian periode sampai kedatangan Islam didasarkan pada satu patokan dari sekian
patokan yang didasarkan pada sudut politis, yaitu Gereja di bawah kekuasaan kerajaan
Partia yang kemudian diganti menjadi Persia, Gereja di bawah kekuasaan khalifah-
khalifab Arab Islam dan Gereja di bawah kekuasaan kaisar kaisar Tiongkok (Van den
End, 1981:6).
Berikut ini akan diuraikan masing-masing pokok di atas (hanya pembahasan
yang berhubungan dengan pokok yang ditulis miring).

C. Perluasan Gereja Asia Abad I-VII


Bila ada perluasan pertumbuhan/perkembangan Gereja maka sebenarnya ada
awal berdirinya Gereja. Awal berdirinya Gereja harus kita mulai dari Yerusalem. Dari
Yerusalem Gereja mulai berkembang ke berbagai wilayah. Ada wilayah yang dikuasai
kekaisaran Romawi, ada pula wilayah yang dikuasai oleh kekaisaran Persia, Tiongkok,
dan seterusnya. Anne Ruck menyatakan: Kekristenan lahir di tempat perjumpaan antara
Timur dan Barat, yakni Yerusalem. Secara geografis kota Yerusalem terletak di wilayah
Asia Barat, tetapi dari segi politis Yerusalem pada waktu itu merupakan ibu kota suatu
propinsi kekaisaran Romawi yang berorientasi ke arah Eropa, Dari Yerusalem, Tuhan
Yesus mengurus murid-murid-Nya menjadi saksi ke Yudea, Samaria, sampai ke ujung
bumi. Akibat pemberitaan Injil itu maka kita menyaksikan dalam Kisah Para Rasul
bahwa banyak orang, baik Yahudi maupun orang- orang kafir percaya kepada Yesus
Kristus karena pekabaran Injil yang diperintahkan oleh Yesus Kristus di Yerusalem
sebelum la terangkat ke sorga. Akibat pemberitaan Injil tersebut mulailah Gereja di
Antiokhia. Gereja di Antiokhia kemudian menjadi Gereja misioner untuk bangsa-
bangsa-bangsa kafir di bagian Barat maupun Timur. Pada abad pertama, pusat
pekabaran Injil yang utama ialah kota Antiokhia (bnd. Kis. 11: 19-21, 14:26). Tetapi
riwayat PI dalam ayat-ayat ini lebih menunjuk ke arah Barat dari Antiokhia, dan tidak
menyinggung tentang PI ke arah Timur dan Selatan. Penulisan sejarah Gereja oleh
orang-orang Barat mengikuti corak itu saja (misalnya Berkhof dan Enklaar),
Riwayat PI ke arah Timur dapat kita telusuri dalam Kis, 2: 8-11. Dalam ayat ini ada
beberapa wilayah Timur disebutkan. Perluasan atau perkembangan Gereja Asia Barat
(tepatnya di wilayah Timur: Edesa, Nisibis, Baghdad, Seleucia, Ctesiphon, Persia,
Tiongkok, India) pada abad-abad pertama SM dipengaruhi oleh keadaan lingkungan,
seperti:
Politis: secara kekuasaan, wilayah Timur adalah bagian kekuasaan politik
kerajaan Persia. Kerajaan ini sering berperang dengan kekaisaran Romawi.
Kebudayaan: kebudayaan daerah Timur (Persia) berbeda dengan kebudayaan
dalam kekaisaran Romawi Timur. Pengaruh kebudayaan yang kuat di Persia
adalah kebudayaan Persia dan sisa-sisa kebudayaan Babilonia kuno yang kuat
menolak kebudayaan Hellenisme.
Bahasa: bahasa yang dipakai di wilayah Timur (Persia) berbeda dengan bahasa
yang dipakai di kekaisaraan Romawi Timur. Dengan kata lain wilayah Timur
tidak menggunakan bahasa Yunani sebagaimana yang digunakan Gereja dalam
kekaisaran Romawi Timur, Di daerah perbatasan antara Persia dan Palestina
serta Siria dipakai bahasa yang sama yaitu bahasa Aram/Siria.
Agama: di wilayah Timur terdapat banyak agama negeri, misalnya di Persia
tahun 226 agama Zoroaster dijadikan menjadi agama Negara Persia. Jadi,
perbedaan politik, kebudayaan, bahasa, dan agama di wilayah Timur dan Barat
menjadi kendala/rintangan Pl ke wilayah Timur (Van den End, 1981:7-8).

D. Metode PI ke Wilayah Timur


Gereja mengatasi empat rintangan tersebut di atas dengan beberapa cara atau metode,
yaitu :
+PI melalui jemaat Yahudi yang hidup berserakan (di Persia: keturunan orang
Yahudi yang dibuang Babel), Orang-orang Yahudi ini pada abad pertama
dijadikan sebagai batu loncatan atau jembatan pekabaran Injil di Persia. Orang-
orang Yahudi selalu memelihara hubungan persaudaraan yang erat dengan
sesama orang Yahudi tanpa memperhatikan batas-batas keberadaan mereka.
Contoh untuk hal ini dapat dilihat dalam diri orang-orang Tionghoa di luar
daerah Cina sekarang, misalnya orang Cina yang ada di Indonesia dan di tempat-
tempat lain, mereka saling menyatu dalam ras (Van den End, 1981: 7-8).
PI ke Persia dengan memakai bahasa Aram. Bahasa ini telah dipakai sebagai
bahasa sehari-hari di seluruh Mesopotamia, bahasa ini juga dipakai oleh orang
orang Yahudi. Bahkan bahasa Aram dipakai sebagai bahasa Gereja Asia Lama
(Anne Ruck, 2000:13), Daerah kafir di Irak Utara. Daerah itu memberi peluang
kepada orang-orang Kristen mula-mula di Antiokhia yang berbahasa Aram,
memberitakan Injil ke sana dan menjadikan daerah tersebut (Mesopotamia
Utara) sebagai pangkalan PI untukmenjangkau daerah Timur lainnya sejak abad
ke-2.
Melalui jalan laut ke Asia Selatan. PI ke Asia yaitu ke India dan Tiongkok
melalui jalan laut (Laut Merah) ke India, Pada waktu perdagangan ramai antara
Mesir dan India.

E. Perluasan dan Pertumbuhan Gereja di Persia dan Beberapa Wilayah Asia di


Luar Kekaisaran Romawi
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat bertanya bagaimana sejarah
perkembangan Gereja di wilayah Timur, khususnya wilayah kekaisaran Persia? Kita
mendapat jawaban mela- lui pemaparan berikut ini. Perluasan dan pertumbuhan Gereja
di Persia dapat terjadi melalui:
Orang-orang yang kembali ke Persia setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus
(Ruck, 2000:14).
Jemaat jemaat Yahudi yang dijadikan sebagai jembatan penginjilan untuk daerah
Timur Tengah termasuk Persia (Ruck, 2000:13).
Tradisi: Bartolomeus berPI ke Edessa (Van den End, 1981:10).
Seorang dari angkatan sesudah para Rasul, yaitu Addai menjadi "rasul"
Mesopotamia tahun 99 M (Van den End, 1981:10 dan Ruck, 2000:28).
Tahun 104 Addai mengangkat seorang di Arbil, yaitu Paquida, anak seorang
budak, milik imam Zoroaster. Paquida langsung percaya, dan melarikan diri dari
rumahnya supaya dibaptis menjadi Kristen. Pada tahun 104 Addai menahbiskan
Paquida menjadi uskup pertama di Adiabene (Van den End, 1981:10 dan Ruck,
2000:28).
Abad ke-2 Injil sudah disebarkan ke daerah-daerah Timur dan Selatan
Mesopotamia, menurut kesaksian Bardesanes dan dialog mengenai Tagdir
(Ibid.).
Sekitar tahun 225, Gereja Kristen sudah mempunyai pusat yang kuat di
Mesopotamia Utara dan terdapat pula jemaar-jemaat di Mesopotamia Selatan,
Arabia Timur Laut (Qatar) dan Selatan di seluruh Iran (Ibid).
Di wilayah-wilayah ini, jumlah orang Kristen bertumbuh secara berangsur-
angsur, sampai abad VII (Ibid).
Sekitar tahun 325 M, seorang uskup Basra yang bernama "Dudi" (Daud) pergi
ke India dan membaptis banyak orang (Ibid). Pada tahun 325 di Konsili Nicea
hadir seorang utusan yang bernama Yohanes dan yang memberi tanda tangan
sebagai "Uskup Persia dan India Raya" (Van den End, 1981:10).
Tawarikh Arbil: ditulis tahun 560 menceritakan sejarah berdirinya Gereja di
propinsi Adiane ibukotanya Arbela.
Pada tahun 600 Injil mulai dikabarkan di daerah orang-orang nomad di sebelah
Timur laut Iran. Dan pada akhir periode ini (635) sampailah utusan Injil ke
Tiongkok.
Pada tahun 120 M, penginjil Samsun diangkat menjadi uskup Adiabene. Samsun
menginjili orang-orang di desa-desa selama dua tahun dan membabtis sejumlah
orang percaya. Ia ditangkap dan disiksa oleh imam imam Magus dan dipenggal
kepalanya. Dan ia menjadi martir pertama di Persia (Ruck, 2000:28).
Ada juga kalangan bangsawan Persia yang bertobat menjadi Kristen. Kira-kira
tahun 140, Raqbkht gubernur Adiabene dibaptis oleh uskup Izhaq. Raqbkht
menyebarkan Injil ke desa-desa sehingga para imam Zoroaster marah (lihat
Ruck, hlm, 29),
Pada tahun 160 uskup Abraham pergi ke Ktesiphon, ibu kota Persia untuk
memohon agar Kaisar Persia mengeluarkan edik melarang penyiksaan Kristen
oleh imam-imam Zoroaster. Uskup Abraham tidak berhasil diterima karena
kaisar sedang mempersiap- kan perang terhadap Roma. Akibatnya orang Kristen
yang lemah imannya murtad karena penghambatan. Mereka melihat rumah-
rumahnya dirampas, anak-anaknya dirampas ataupun diculik, dan mereka sendiri
dipukuli (Ruck, 2000:29).
Meski Gereja dihambat di Persia, namun pada tahun 225 sudah ada lebih dari
dua puluh keuskupan di Persia (Ruck, 2000:29),
Masuknya kelompok Kristen wilayah Romawi Timur yang menjadi pengikut
uskup Nestorius (kelompok ini disebut Nestoria/Nestorian) setelah konsili
Efesus tahun 431 M.
Pada masa penghambatan di wilayah kekaisaran Romawi, banyak orang Kristen
mengungsi ke Persia dan disambut baik oleh pemerintah Persia karena
pemerintah Persia memiliki sikap tidak melindungi Gereja (Ruck, 2000:28),
Pemaparan di atas menunjukkan perkembangan Gereja di Persia. Seiring dengan
perkembangan tersebut, Gereja menghadapi tantangan-tantangan sebagai berikut:

1. Penghambatan di bawah kekaisaran Persia beragama Zoroaster


Tahun 225 M propinsi Persia memberontak melawan kekaisaran Partia dan
dalam tempo satu tahun seluruh wilayah Partia dikuasai oleh Persia. Dengan
kemenangan tersebut, Ardasyir dilantik menjadi raja Persia 1. Dengan kemenangan
propinsi Persia atas Partia maka mulailah zaman kekaisaran Persia yang ke-2. Tahun
226 agama Zoroaster dijadikan sebagai agama Negara Persia.
Pada mulanya Gereja tidak mengalami penghambatan, malahan berkembang.
Uskup Arbela berkunjung ke Seleukia-Ktesiphon, Pada tahun 285 jemaat di Seleukia-
Ktesiphon mendapat seorang uskup bernama Papa. Uskup ini menyatakan diri sebagai
kepala Gereja (karena ia uskup ibu kota). Pada tahun 327 Syim'un bar Saba' I diangkat
sebagai uskup Seleukia Ktesiphon.
Pada tahun 313 Kaisar Romawi musuh kekaisaran Persia menjadi Kristen dan
tahun 315 mengirim surat kepada Kaisar Persia supaya orang-orang Kristen dilindungi
oleh kaisar Persia, namun ditanggapi secara negatif oleh Persia, akibatnya orang Kristen
dianggap sebagai mata-mata Roma di Persia. Sejak saat itu posisi orang Kristen Persia
menjadi sulit. Orang-orang Kristen di Persia memiliki pemimpin. Salah satunya adalah
Syim'un bar Saba I. la dilantik menjadi di uskup Seleukia-Kresiphon (sekarang
Bahgdad) pada tahu 327.
Orang Kristen Persia menghadapi penganiayaan selama 40 tahun, yaitu mulai
tahun 339-379, Uskup Seleukia-Ktesiphon, yaitu Syim'un dipaksa menandatangani surat
yang me wajibkan orang Kristen membayar pajak dua kali lipat, tetapi dengan berani ia
berkata: "Aku bukan pemungut pajak, tetapi aku adalah gembala kawanan domba
Tuhan" (Ruck, 2000:32).
Pemerintah Persia memusnahkan seluruh gedung Gereja dan merampas harta
bendanya. Lima orang uskup dan seratus orang pastor dibunuh di depan Syim'un
pemimpin kaum Nasrani itu karena tidak mau menyembah matahari. Syim'un sendiri
kepalanya dipenggal oleh pemerintah Persia pada hari Jumat Agung, tahun 344.
Pada tahun 339 dan 379 orang Kristen di Persia menghadapi penghambatan
yang lebih dahsyat dan lebih sistematis. Sasaran penganiayaan ini adalah para pemimpin
Kristen. Dua orang pengganti Syim'un mati syahid karena kesaksian mereka. Akibatnya
jabatan uskup Seleukia-Kresiphon menjadi lowong. Menurut Sozomenos lebih dari
16.000 orang Kristen yang namanya telah diketahui, dengan banyak lagi nama yang
tidak diketahui, mati syahid dalam kekaisaran Persia antara tahun 339-379.
Pada tahun 363 Raja Persia, yaitu Raja Shapur II mengalahkan Kaisar Romawi
dan merebut kota Nisibis. Kemenangan ini menghasilkan 50 tahun Persia berdamai
dengan Roma, karena kedua negara mengahadapi musuh lain. Keadaan itu berdampak
positif bagi hubungan negara dan gereja di Persia. Penganiayaan terhadap gereja/umat
Kristen di Persia berkurang, bahkan sejumlah bangsawan masuk Kristen. (Ruck,
2000:33)

2. Pengakuan Negara (Persia) terhadap Gereja


Tuhan adalah pengatur sejarah. Dia mengizinkan Gereja di Persia mengalami
tantangan-tantangan dalam waktu yang relatif lama, yaitu selama 40 tahun, Dengan kata
lain Tuhan mengizinkan umat-Nya (gereja) di Persia mengalami masa-masa suram.
Pemerintah Persia menganiaya Gereja, namun kita meyakini bahwa tidak selama Tuhan
mengizinkan umat-Nya menderita, tetapi ada saatnya Tuhan mengizinkan umat-Nya
mengalami masa- masa kelegaan/kedamaian (penganiayaan dihentikan). Hal ini jelas
dalam pengakuan negara terhadap Gereja di Persia.
Pada tahun 410 Gereja diakui oleh pemerintah Persia sebagai persekutuan yang
sah (agama Kristen diberi status resmi) di samping agama Zoroaster. Orang Kristen
sejak saat itu mulai merasakan kebebasan beragama, namun masih terbatas. Orang
Kristen bebas ber- ibadah/berkumpul di wilayah kekaisaran Persia tetapi ada
pembatasan, yaitu Gereja/orang Kristen di Persia dilarang menginjili penganut
Zoroaster. Penganut Zoroaster yang masuk Kristen dihukum mati.
Kebebasan itu tidak berlangsung lama, 11 tahun kemudian terjadi perubahan
sikap pemerintah Persia di bawah kaisar Barham V yang memerintah antara 421-439.
Pada tahun 421-439 terjadi lagi penganiayaan di bawah pemerintah Barham. Benyamin
dihukum mati karena menginjili di desa-desa. Banyak orang Kristen dipukul, disiksa
atau pun dilemparkan ke dalam lubang penuh dengan tikus (Ruck, 2000: 34-35).

3. Usaha pemimpin gereja persia melepaskan diri dari kecurigaan negara (Persia)
terhadap posisi Gereja dalam hubungan dengan kekaisaran Romawi
Musuh pemerintahan Persia adalah kerajaan Romawi. Ada ketegangan yang
besar antara kedua kerajaan itu. Apalagi setelah kaisar Romawi, Konstantinus Agung
menjadi Kristen, Gereja awalnya lahir dan berkembang di wilayah kekaisaran Romawi.
Oleh karena iru, kehadiran Gereja di Persia sering dicurigai sebagai agen rahasia
kekaisaran Romawi. Kecurigaan itu berdampak pada sikap negara terhadap Gereja di
Persia. Dalam situasi seperti itu, para para pemimpin di Gereja Persia berupaya untuk
melepaskan diri dari kecurigaan negara. Pada tahun 424, Gereja Persia secara resmi
melepaskan diri dari Gereja Barat (keuskupan Antiokhia). Sinode Danyeshu di kota
Markabta, yang dihadiri 36 orang uskup, memutuskan bahwa Kataliksos Persia tidak
boleh diadili atau dipimpin oleh uskup agung yang lain, tetapi hanya oleh Tuhan Yesus
saja. Dengan pemutusan hubungan dengan Gereja Barat (Romawi) maka Gereja Persia
lebih mudah diterima oleh pemerintah Persia. Namun demikian umat Kristen di Persia
tetap merupakan kelompok minoritas, namun minoritas yang kuat.
Banyak orang dari golongan berjabatan tinggi, baik pegawai negeri maupun
pejabat istana, bahkan penganut Zoroaster masuk Kristen, bertobat menjadi Kristen,
meski para Magus menentangnya. Hukuman mati bagi orang yang beralih dari agama
Zoroaster masuk Kristen sering dikurangi menjadi hukuman penjara atau pembuangan.
Misalnya Katalikos Bobowai, Katalikos Mar Aba yang harus dihukum mati tetapi
akhirnya dipenjarakan 7 tahun. Bobowai kemudian dihukum mati pada tahun 484
karena pengkhianatan, oleh karena ia mengirim surat kepada uskup-uskup di Barat
untuk meminta dukungan dalam persidangan- nya dengan Barsauma, uskup Nisibis.
Meskipun Gereja dianiaya, tetapi Gereja terus berkembang. Perkembangan
Gereja di Persia paling berhasil di antara golongan masyarakat berbahasa Siria, terutama
pedagang dan orang yang mempunyai keterampilan, Pada tahun 484 Gereja Persia
berusaha melepaskan diri dari perangkap politis dengan cara menerima ajaran Nestorius
sebagai ajaran resmi Gereja Persia, sejak saat itu Gereja Persia disebut Gereja
Nestorian.
Pada abad ke-6 kebanyakan dokter di Persia adalah orang Kristen, termasuk
dokter pribadi raja. Pada abad ke-7 jumlah orang Kristen dan Yahudi di Persia
diperkirakan satu setengah juta. Pada tahun 650 Gereja Nestorian sudah mempunyai
struktur oraganisasi yang mantap dengan satu orang patriarkh, 9 metropolit, dan 96
uskup.

F. Sejarah Gereja Nestorian di Persia


Nestorius, seorang Siria, yang terkemuka di Gereja Antiokhia, diangkat menjadi
uskup Konstantinopel pada tahun 428. Perselisihan Nestorius dengan uskup Cyrillus
terkait dengan istilah "Theotokos" bagi Maria.
Pertikaian ini kemudian di bawa ke konsili Efesus untuk diputuskan, manakah
pendapat yang sah? Apakah Nestorus atau Cyrillus? Dalam konsili tersebut
pandapat/ajaran Nestorius dinyatakan sesat dan Nestorius dipecat dalam konsili Efesus
tahun 431. Kemudian hari Nestorius meninggal di Mesir. Para pengikutnya melarikan
diri ke Persia. Selanjutnya setelah keputusan Gereja Persia menerima ajaran Nestorius
menjadi ajaran sah Gereja Persia. Sejak itu Gereja Persia disebut Gereja Nestorian.
Pertikaian tentang Trinitas dan Kristologi (kemanusiaan dan keilahian Yesus)
Pemba- hasan ini bermaksud untuk menggambarkan situasi kehidupan Gereja di Asia
Barat sebelum kedatangan Islam (ekspansi Islam di bawah 4 khalifah). Pertikaian
tentang Trinitas dimulai di Alexandria Mesir antara Arius dan Alexander. Pokok ini
diselesaikan dalam konsili Nicea tahun 325. Pendapat Arius ditolak dan dinyatakan
sesat. Arius dan pengikutnya dikucilkan.
G. Pertikaian Teologis tentang Kristologi
Kristologi Antiokhia yang diwakili oleh Nestorius memiliki ciri tersendiri
dengan beberapa penekanan:
⇒ Menekankan tabiat kemanusiaan Yesus, namun keilahian Yesus tetap
dipertahankan.
⇒ Menafsirkan riwayat manusia Yesus dalam 4 Injil secara harfiah.
⇒ Corak tafsir Antiokhia adalah penafsiran literal.
⇒ Kesatuan kedua tabiat Kristus digambarkan sebagai "Sang Logos yang
berdiam dalam daging seperti Allah berdiam dalam Bait Allah".
⇒ Kelebihan Kristologi Antiokhia adalah perhatiannya pada kemanusiaan Yesus
Kristus.
⇒ Kekurangannya (menurut para ahli) adalah uraiannya tentang kesatuan dari
kedua tabiat Yesus itu.
⇒ Ajaran Nestorius menimbulkan kesan seolah-olah Yesus berkepribadian dua
(adanya dua Juruselamat).

Sementara Kristologi Alexandria yang diwakili oleh Cyrillus memiliki beberapa


penekanan:
⇒ Memberi lebih banyak perhatian dalam 4 Injil (kelaparan-Nya, menangis
Nya) dipahami secara Alegoris.
⇒ Corak tafsiran adalah penafsiran alegoris/alegorese.
⇒ Menegaskan keilahian Yesus Kristus sebagai dasar untuk keselamatan
manusia. Akibatnya perhatian terhadap kemanusiaan Yesus agak diabaikan.
⇒ Untuk menjelaskan bagaimana Yesus bertindak/berada sekaligus sebagai
manusia dan Allah, mereka menggunakan pemahaman communicatio idiomatum
(pertukaran sifat). Contoh: Kerika Yesus berkata, "Bapa dan Aku adalah satu".
Suara Yesus manusia yang mengucapkan itu, namun la mengucapkan
keberadaan-Nya yang bersifat ilahi.
⇒ Kelebihan Kristologi Alexandria adalah pertahanannya pada kesatuan dua
tabiat Kristus. Tetapi kesatuannya dijelaskannya sedemikian rupa sehingga
seolah-olah mengorbankan kemanusiaan Yesus.
⇒ Kristologi ini melahirkan kaum monofisir (Gereja Kopt, Yakobit, dan
Armenia).
Selanjutnya, pertikaian Nestorius dan Cyrillus beralih pada sebutan Theotokus
untuk Maria.Bagi Nestoruius, Theotokus seolah-olah membuat Maria ilahi. Lagi pula,
gelar ini katanya mengaburkan kemanusiaan Yesus. Lebih tepat menggunakan gelar
Kristotokos bagi Maria, kata Nestorius.
Bagi Cyrillus, gelar Theotokos mempertahankan keilahian Yesus Kristus serta
kesatuan kedua tabiat Kristus. Adalah salah, demikian kata Cyrillus mengatakan bahwa
Maria hanya ibunda manusia Kristus. Lantaran itu, Cyrillus, secara tak adil menuduh
Nestorius mengajarkan bahwa Yesus bukan ilahi. Pertikaian ini diselesaikan dalam
konsili Efesus tahun 431 dengan hasil Nestorius dinyatakan salah dan pandangan
Cyrillus dibenarkan. Akhirnya Nestorius dipecat dan dibuang, dan meninggal di Mesir,
sementara para pengikutnya mengungsi ke Persia.
Pelajaran-pelajaran dari pertikaian Kristologis di Asia Barat:
1) Pertikaian tersebut membuka jalan bagi agama Islam untuk menaklukan
Gereja di berbagai tempat di Timur Tengah.
2) Sulit menentukan Kristologi mana yang paling benar (apakah Kristologi
Antiokhia atau Alexandria).
Berdasarkan paparan di atas, kita berkesimpulan bahwa perluasan Gereja dari
Antiokhia ke beberapa wilayah Timur, khususnya wilayah Persia belumlah menjadi
mayoritas tetapi Gereja menjadi kelompok persekutuan yang sah dalam pemerintahan
Persia yang beragama Zoroaster.
Gereja Nestorian sebagaimana yang kita sebutkan di atas dan beberapa Gereja di
Asia Barat yang tidak menerima konsili Chalchedon disebut Gereja Monofisit sekarang
disebut sebagai Oriental Orthodox atau non Kaseldon, yaitu: 1) Gereja Koptik, 2)
Gereja Syria- Yakobit (Gereja Orthodox Syria) yaitu yang bertradisi Syria Barat, 3)
Gereja Ethiopia atau Abessynia, yaitu tempat di mana pernah orang-orang Islam
perdana mengungsi atas anjuran nabi Muhammad ketika mereka dianiaya oleh kaum
Quraish di Mekah, 4) dan Gereja Thomas di India, yang didirikan akibat karya
penginjilan langsung rasul Thomas pada abad pertama, yang mati sahid di daerah
Bombay.
Di samping itu Gereja Timur lainnya yang tadinya adalah bagian dari wilayah
Patriarkh Gereja Orthodox Antiokhia yang bertradisi Syiria Timur yaitu Gereja yang
disebut Nestorian (Gereja Timur Assyria), Gereja inilah yang pernah hadir pada abad
ketujuh di Indonesia di Pancur dan Barus, Sumatera Utara. Dikabarkan ada tiga
Episkop/Uskup etnis Syiria terkenal yang bertanggung jawab atas Gereja ini pada
zaman Sriwijaya dan Majapahit yaitu: Mar Abdisho, Mar Yabalaha, dan Mar Denha.
Dengan umat Kristen Syria Timur maupun Syiria Barat inilah Nabi Muhammad waktu
hidupnya banyak berinteraksi, di samping dengan umat Ethiopia atau Abessynia, dan
umat Koptik di mana salah satu isterinya: Marya al-Qybti adalah wanita Koptik,
maupun umat Orthodox Timur jalur utama lainnya.
Istilah "Orthodox" bukanlah nama aliran Gereja, karena sebenarnya Gereja
Orthodox tak mempunyai nama. Orthodox berasal dari dua kata Yunani "orthos" lurus,
benar dan "doxa" = pengajaran, pendapat, kemuliaan. Jadi "Orthodox" artinya adalah
"ajaran yang lurus", Untuk mengetahui Gereja Orthodox ini secara baik kita harus
melacak 2000 tahun sejarah Gereja itu sampai kini. Dengan demikian kita dapat
melokasikannya secara benar dalam spektrum Roma Katolik-Protestan itu.
Jadi, sebelum Islam hadir di Mekah dan berkembang ke wilayah-wilayah yang
lain, khususnya dacerah Asia Barat, Gereja atau kekristenan sudah berkembang di Asia
Barat, yaitu Palestina, Siria, Antiokhia, Persia, Armenia, dan lain-lain. Bahasan
selanjutnya berhubungan dengan lahir dan berkembangnya Islam.
BAB III
SEJARAH GEREJA ASIA BARAT SELAMA KEKUASAAN ISLAM
(ABAD VII-XV)

A. Sejarah Lahirnya Islam dan Ekspansi Islam


Data tanggal sejarah lahir dan perkembangan Islam:
Muhammad lahir tahun 570
⇒ Tahun 615 pengungsian kaum Muslimin I
→ Tahun 622 Muhammad mengungsi ke Yathrib/Madinah
⇒ Tahun 630 Muhammad kembali ke Mekah
→ Tahun 632 Muhammad wafat
⇒ Tahun 633 mulailah ekspansi Islam ke Siria, Persia, Palestina, Mesir dan daerah-
daerah lain di bawah khalifah sebagai berikut: Khalifah Abu Bakar (632-634)
→ Khalifah Umar Ibn Al Khattab (634-644)
⇒Khalifah Usman Ibn Affan (644-656)
⇒ Khalifah Ali Ibn Thalib (656-661)
⇒ Berakhir masa 4 khalifah pertama, Islam kemudian dikembangkan melalui:
⇒ Masa pemerintahan dinasti Ummayah (661-750)
⇒ Kemerosotan posisi orang-orang Kristen dalam pemerintahan Islam
⇒Perjanjian antara Islam dan Kristen

B. Sejarah Gereja Asia Selama Kekuasaan Islam


Keberadaan Gereja Asia di bawah khalifah-khalifah dan kerajaan Muslim.
Sebelum Muhammad lahir, Gereja telah berkembang di Yerusalem dan sekitarnya
(Palestina), Siria, Mesir, Afrika Utara, dan Partia/Persia. Ada kelompok minoritas
Kristen Nestorian. Bagaima- nakah kedudukan Gereja di daerah-daerah ini setelah para
Khalifah Islam menaklukan daerah-daerah tersebut dan berlangsungnya pemerintahan
Islam/dinasti-dinasti Islam?
Ekspansi Islam tahun 633: Siria dan Palestina dikuasai oleh orang-orang Arab
Islam. Kerajaan Persia dikuasai orang Arab Islam tahun 651. (Van den End, 1991:32)
Masa keempat Khalifah: Khalifah Abu Bakar (632-634), Khalifah Umar Ibn Al
Khattab (634-644), Khalifah Usman Ibn Affan (644-656), dan Khalifah Ali Ibn Abu
Thalib (656-661). Dalam masa khalifah khususnya khalifah I dan II banyak daerah yang
ditaklukan seperti Palestina, Syiria, Persia, Mesir, dan Afrika Utara (Muanley, 1997:9-
16). Pada khalifah yang ke-3 berhasil menguasai dari Maroko sampai Afganistan.
Di daerah para khalifah yaitu Arab dan wilayah-wilayah yang dikuasi Islam,
biasanya diberlakukan syariat Islam. Syariat ini hanya dapat diikuti oleh umat Muslim,
maka orang- orang non-Muslim seperti komunitas Gereja, Yahudi, dan Zoroaster
biasanya diberi suatu status otonomi yang dalam bahasa mereka disebut "Dhimmi. Para
anggota dhimmi bertanggung jawab kepada pemerintah Islam. Para anggota dhimmi
dilarang oleh pemerintah Islam untuk memberitakan Injil kepada orang Muslim di
wilayah kekuasaan Muslim.
Pada masa pemerintahan Islam, khususnya dinasti Ummayah, Gereja masih
dapar diperlakukan secara baik atau posisi orang Kristen masih baik karena para
khalifah bersikap toleran. Setelah berkuasanya dinasti Abbasyah maka posisi orang-
orang Kristen semakin bertambah buruk. Pada tahun 800 hubungan Islam dan non-
Muslim ditandai dengan suatu perjanjian yang jika dilanggar maka hukumannya adalah
hukuman mati.
Perjanjian itu:
1) Membayar pajak/jizyah.
2) Orang Kristen tidak boleh menyanggah agama Islam atau memperlihatkan
sikap kurang hormat terhadap kebiasaan-kebiasaan Muslim.
3) Orang Kristen tidak diperkenankan menghina nabi Muhammad dan Alquran.
4) Orang Kristen tidak diperkenankan merugikan hidup atau harta milik orang
Muslim dan tidak diperkenankan membujuk orang Islam meninggalkan
agamanya.
5) Orang Kristen tidak boleh menyokong musuh Islam (harbi) di rumahnya.
6) Orang Kristen tidak diperkenankan menikah atau bergaul dengan seorang
wanita Muslim (tapi boleh kawin dengan wanita Kristen atau Yahudi).
7) Orang Kristen boleh mengadakan hubungan dagang dengan orang Muslim,
tetapi tidak diperkenankan menjual anggur kepadanya atau mengambil riba
daripadanya, Orang Kristen tidak diperkenankan minum anggur atau makan
daging babi di depan umum.
8) Seorang Kristen wajib mengenakan pakaian khusus.
9) Orang Kristen tidak diperkenankan mengendarai/menunggang kuda atau
memegang senjata.
10) Orang Kristen tidak diperkenankan menunggang keledai atau bagal, yang
harus diberi tanda khusus, yaitu bola kayu pada pelananya.
11) Orang Kristen tidak diperkenankan membunyikan lonceng Gereja dengan
suara nyaring dan tidak boleh ibadah dengan suara nyaring.
12) Orang Kristen tidak diperkenankan menangisi orang yang sudah meninggal
dengan suara nyaring dan mereka wajib dikuburkan jauh dari perkampungan
orang-orang Muslim. (Van den End, Sejarah Perjumpaan Islam)..
Akibat kententuan-ketentuan ini, anggota Gereja atau orang Kristen yang
mulanya mayoritas menjadi minorits di Asia Barat, daerah khalifah bagian Barat
(Mesir). Di sini, salah satu sebab berkurangnya bahkan hilangnya kekristenan di daerah
para khalifah Islam adalah pemberlakuan syariat Islam atau perkembangan Islam
dengan segala larangannya.
BAB IV
SEJARAH GEREJA DI ASIA TIMUR DAN SELATAN SEBELUM TAHUN 1500

A. Sejarah Gereja Asia Timur (Tiongkok)


Pada tahun 635 sampailah seorang Uskup Gereja Persia di Tiongkok, namanya
Alopen. Pada waktu tiba di Tiongkok Alopen diterima oleh Kaisar Tiongkok Tai Tsung,
Sang kaisar menyuruh menerjemahkan isi kitab yang dibawa oleh Alopen. Setelah sang
kaisar memeriksanya di kamar dan setelah diyakininya bahwa ajaran itu benar maka
sang kaisar mengizinkan untuk disebarkan di Tiongkok.
Pada tahun 638, Kaisar Tai Sung mengumumkan edik mengenai kebaikan
agama dari Persia yang dibawa oleh Alopen. Alopen diizinkan untuk memberitakan
ajaran agama Kristen di seluruh propinsi Tiongkok, Dapat dikatakan bahwa sejak saat
itu kekristenan mendapat perlindungan dari negara. Pegawai-pegawai negeri disuruh
mendirikan sebuah biara di ibu kota untuk 21 biarawan. Dinding biara dihiasi potret
kaisar. Kaisar menjadi pelindung atau sponsor Gereja, meskipun kaisar tidak menganut
agama Kristen.
Pada tahun 649-683, Kaisar Kao Tsung anak dari Tai Tsung mengikuti
kebijakan ayahnya yaitu mengizinkan pemberitaan Injil di seluruh propinsi Tiongkok.
Sedikitnya 11 biara atau gedung gereja dibangun.
Pada tahun 636 bangsa Arab telah menguasai negeri Persia, akibatnya kaisar
Persia melarikan diri. Anaknya tiba di Tiongkok (Chang'an) tahun 677. Banyak orang
Kristen mengungsi dari Persia ke Tiongkok bersama orang-orang Persia yang beragama
Zoroaster.
Kao Tsung meninggal tahun 683. Isterinya Wo Hou merebut kekuasaan dan naik
tahta. Wu Hou adalah penganut Budha yang fanatik. Pada tahun 691 agama Budha
dinyatakan sebagai agama negara. Tokoh-tokoh Budha mengambil kesempatan untuk
mengahambat Gereja. Beberapa biara/gedung Gereja diserang, termasuk gedung gereja
di Lo-Yang ibu kota propinsi di Tiongkok Timur. Pada tahun 712, cucunya Hsuan
Tsung, naik tahta menggantikan Wu Hou, Kaisar Hsuan Tsung menyokong umat
Kristen. Ia menyuruh biara Kristen atau gedung Gereja di ibu kota Chang'an dibangun
kembali. Pada tahun 742, ia mengirim hadiah 400 gulung sutra, dengan lukisan Hsuan
Tsung sendiri dan lukisan-lukisan empat orang kaisar leluhur, untuk menghias dinding
biara, dengan syarat penghuni biara mendoakan kaisar. Ketika uskup dari Barat
berkunjung ke Tiongkok, ia disambut baik oleh Kaisar Hsuan Tsung dan diundang
memimpin kebaktian di istana bersama dengan tujuh orang rahib dari biara Chang'an.
Pada tahun 765 Cina menghadapi serangan dari sekutu-sekutu bangsa Uigur.
Dan akibat peperangan selama sepuluh tahun (756-766), jumlah penduduk Cina turun
dari 50 juta menjadi 20 juta. Pada masa kaisar Su Sung (756-762), ia menyuruh
membangun kembali banyak biara/gedung gereja yang telah dihancurkan oleh para
penganut Budha dalam masa perang saudara.
Gereja mencapai puncaknya di Tiongkok pada masa Kaisar The sung (780-805).
Waktu itu didirikan monumen Chang'an oleh uskup biarawan Adam (Ching-ching),
tokoh teologi terkemuka bahasa Cina. Dalam monumen tersebut memuji dinasti Tang
yang membuka jalan masuk ke Cina bagi agama Kristen. Umat Kristen pada waktu itu
merupakan kelompok minoritas yang terdiri dari para pedagang-pedagang atau
biarawan-biarawan yang kebanyakan orang asing.
Pada abad ke-9 Gereja menghadapi penghambatan dahsyat di Tiongkok. Kaisar
Wu Tsung pada tahun 845 mengeluarkan edik yang melarang segala agama asing atau
non-Cina. Segala biara ditutup, gedung-gedung ibadah, para biarawan dan biarawati
hidup di dunia ini seperti orang awam biasa (Ruck, 2000: 49-54).
Pada tahun 980 orang Kristen tinggal satu orang, selanjutnya tidak ada berita
lagi (Van den End, 1991:46).

B. Sejarah Gereja di Asia Selatan: Sejarah Gereja Marthoma di India


Sejarah Gereja di India sebelum tahun 1400/1500 dihubungkan dengan Gereja
Marthoma. Berdirinya Gereja tersebut berdasarkan kisah Rasul Thomas, setelah hari
Pencurahan Roh Kudus atau hari Pentakosta maka kedua belas rasul membuang undi
untuk menentukan ke mana setiap rasul itu diutus untuk memberitakan Injil. Rasul
Thomas mendapat tugas mengabarkan Injil ke India. Namun Thomas tidak bersedia ke
India sehingga Tuhan mengatur agar Thomas dijual sebagai budak kepada seorang
pedagang dari India, namanya Haban yang datang ke Yerusalem untuk mencari tukang
kayu.
Sesampainya di India Thomas disuruh membangun istana untuk raja Gudnaphar,
akan tetapi uang yang diberikan kepada Thomas untuk pembangunan tersebut diberikan
kepada orang miskin. Thomas menerangkan bahwa ia sedang membangun istana di
sorga bagi raja Gudnaphar. Akibatnya raja menjadi sangat marah dan memenjarakan
Thomas, namun karena beberapa tanda mukjizat, maka raja bersama adiknya Gad
menerima "tiga tanda meterai kesaksian" yaitu urapan minyak, baptisan dan Perjamuan
Kudus. Selanjutnya Thomas ditombak mati di India ketika ia memberitakan Injil di
salah satu wilayah di India. Jadi secara tradisi Gereja Marthoma di India selalu
dihubungkan dengan pemberitaan Injil yang dilakukan oleh Thomas (Ruck, 2003: 14-
15).
BAB V
MISI KATOLIK ROMA DI ASIA ABAD XVII-XVIII

Misi Gereja Katolik di Asia pada periode abad XVII-XVIII diupayakan melalui:

A. Ekspansi Kekuatan Ekonomi dan Politik Bangsa Portugal dan Spanyol


Bagian pertama ini hanya menelusuri Gereja Katolik di Asia pada abd XVII-
XVIII di sepanjang wilayah Asia yang pernah dijajah oleh Portugis dan terjangkau
dalam literatur Sejarah Gereja. Zaman perluasan kekuasaan Islam/agama Islam
merupakan kemunduran bagi ke-Kristenan di Asia/kemunduran Gereja Asia Lama di
Asia, Gereja-gereja Asia Lama yang bertahan di negara-negara Islam dengan susah
payah mempertahankan imannya. Gereja Nestorian misalnya, lama-kelamaan
kehilangan semangat mengabarkan Injil ke arah Timur.
Sampai pada abad pertengahan (590-1492) Gereja di Eropa tidak melaksanakan
visi dan misi pemberitaan Injil ke seluruh dunia ternyata dilupakan/diabaikan,
sementara di Asia sampai berkuasanya Islam di daerah-daerah Asia, Gereja Asia Lama
kehilangan semangat memberitakan Injil ke daerah yang jauh, sebagaimana yang telah
mereka lakukan sebelum kedatangan Islam seperti memberitakan Injil ke Tiongkok dan
daerah-daerah Asia lainnya. Jadi di Asia sampai abad ke-14/15 kegiatan misi Gereja
praktis lumpuh karena beberapa faktor, dan salah satu faktor yang dominan adalah
pembatasan yang dilakukan oleh kekuasaan Islam di daerah-daerah Asia yang mayoritas
Islam ataupun telah dijadikan sebagai agama negara. Peluang pemberitaan Injil di Asia
dan daerah-daerah lain terjadi pada abad ke-15. Pada abad ke-15 terjadi banyak
perubahan-perubahan, seperti pembaruan kebudayaan, kemajuan teknologi, dan
pembaruan rohani: Reformasi dan Kontra Reformasi.
Penemuan naskah-naskah kuno dari Yunani dan Roma menimbulkan semangat
besar untuk mempelajari sejarah dan sastra kuno dan untuk menciptakan sesuatu yang
baru. Penemuan yang sangat penting adalah percetakan, yang memberi peluang bagi
penyebar luasan ilmu komunikasi yang belum pernah terjadi seluas itu. Timbul juga
semangat penje- lajahan ke wilayah-wilayah baru/benua-benua baru. Orang-orang
Eropa mulai mengadakan perjalanan dengan kapal-kapal layar ke kerajaan-kerajaan
yang belum diketahuinya, sekaligus memperbesar wilayah kekuasaanya. Semangat
pembaruan rohani menimbulkan Reformasi Protestan: Martin Luther, Calvin, Swingli,
dan tokoh Protestan lainnya dan Kontra Reformasi melalui pendirian Serikat Yesus atau
pembaruan Gereja Roma Katolik yang dilakukan melalui Serikat Yesus.
Gabungan pembaruan pengetahuan, pembaruan penjelajahan dunia dan
pembaruan rohani menimbulkan semangat pemberitaan Injil ke seluruh pelosok dunia.
Namun pembe- ritaan Injil sering dikaitkan dengan perluasan wilayah jajahan, sehingga
tidak mengherankan kalau kemudian pekabaran Injil dianggap sama dengan
imperialisme.
Bangsa Spanyol dan Portugis berperang melawan Islam, bukan di Tanah Suci
seperti para pahlawan Perang Salib zaman dulu, melainkan bertahun-tahun berjuang di
Semenanjung Spanyol untuk mengusir penyerbu Islam, yaitu bangsa Moor berhasil
diusir dari Spanyol, kecuali sejumlah orang yang beralih agaman menjadi Kristen.
Pangeran Portugis, Henri "pelaut", meneruskan perang suci pribadi dengan
mengirim beberapa kapal layar ke arah Selatan melewati pantai Afrika mencari jalan
mengelilingi negara- negara Islam. Tujuannya adalah perdagangan, pekabaran Injil serta
menemukan sekutu- sekutu Kristen di Asia.
Pelayaran pelayaran penjelajahan dilanjutkan setelah kematian Henri. Pada 1487
Vasco da Gama tiba di India. Berhasil merebut kota pelabuhan Aden, Hormuz dan
Malaka, bangsa Portugis menantang kekuasaan Arab di Samudera India dan Lautan
Cina. Sementara itu Raja Spanyol mengutus Colombus berlayar ke arah barat, guna
mencari jalan lain ke India. Pada tahun 1492 Colombus tiba di benua Amerika.
Magellan, seorang berbangsa Portugis yang bekerja pada Raja Spanyol, berhasil
mengelilingi dunia pada tahun 1522.
Penemuan-penemuan tersebut membuka kesempatan untuk mengabarkan Injil
ke seluruh dunia. Paus Alexander VI takut kalau persaingan antara Spanyol dan
Portugis akan menghambat perluasan pekabaran Injil maka Paus Alexander VI
mengeluarkan bulla, yang kemudian ditetapkan dalam Perjanjian Tordesillas (1494),
yang menetapkan daerah kekuasaan atau membagi dunia bagi kedua negara. Bagian
Timur: Benua Asia dan Afrika (dikemudian hari ditambah Brazil) menjadi wilayah
tanggung jawab Portugal; bagian Barat: Benua Amerika yang kaya sumber alam
khususnya emas (ditambah Filipina) menjadi tanggung jawab Spanyol.
Kedua raja: Spanyol dan Portugis diberi tugas oleh Paus untuk "membawa
bangsa- bangsa yang berdiam di pulau-pulau dan negeri-negeri itu kepada Kristus... dan
mengutus ke pulau-pulau dan negeri tersebut, orang-orang baik dan bijaksana, tulus hati
serta salch, yang sanggup mengajarkan penduduk asli mengenai kesusilaan dan iman
Katolik". (A. Thomson, New Movements: Reform-Rationalism-Revolution, London,
SPCK, 1990, p.81 dikutip oleh Anne Ruck, 2000:85).
Wewenang yang diberi oleh uskup Roma (Paus) kepada raja Spanyol dan
Portugal untuk menguasai wilayah baru itu disebut "Hak Padroado", dalam hal
padroado itu raja Spanyol dan Portugal diberi kewajiban untuk: 1) Menyebarluaskan
agama Kristen. 2) Menanggung para misionaris baik secara material maupun finansial.
3) Menunjuk calon uskup yang akan diangkat oleh Paus. 4) Merawat serta memperbaiki
gedung Gereja, kapela, biara, dan tempat gerejani lainnya. 5) Menyediakan segala
keperluan lembaga Gereja serta segala kebutuhan untuk kebaktian. 6) Memberi nafkah
kepada semua petugas gerejani baik rohaniwan maupun awam. 7) Membangun Gereja
yang baru seperlunya. 8) Mengangkat rohaniwan secukupnya guna melaksanakan segala
tugas pelayanan yang suci.
Pembiayaan yang disyaratkan dalam padroado cukup membutuhkan modal yang
besar, untuk itu maka pemerintah Portugal/Spanyol harus mengusahakan dari penjualan
rempah-rempah serta barang lain, perdagangan budak-budak dan pajak persepuluhan
dari hasil penghasilan warga masyarakat yang harus diserahkan kepada negara (G. Van
Schie, 1994:38-39).
Salah satu dari poin ketiga dari hak Padroado, Raja Portugal Manuel I (1495-
1521) meminta Paus agar mengangkat misionaris yang telah ditunjuknya sebagi uskup
untuk wilayah pelayanan dari Tanjung Pengharapan sampai India (Ibid).
Kekristenan yang dibawa oleh Gereja Barat berhubungan dengan imperialisme.
Penjajah Barat sering membawa pedang di tangan kanan dan salib di tangan kiri.
Penduduk setempat dibaptis karena paksaan, sebagai tanda ketundukan kepada
pemerintah jajahan.
Raja-raja Spanyol dan Portugis mempunyai cita-cita yang idelis tentang
pekabaran Injil, tetapi mencari keuntungan ekonomi, sehingga penduduk asli
diperlakukan dengan kasar dan kejam. Para misionaris sering membela penduduk asli
atas perlakuan itu sehingga kadang para misionari bertentangan dengan orang
sebangsanya/Eropa. Tujuan Spanyol ketika ber- ada di wilayah-wilayah baru adalah
untuk berdagang dan bukan untuk menjajah. Untuk itu maka bangsa Portugis sering
mendirikan benteng-benteng sebagai pusat perdagangan (benteng Portugis terpenting di
Asia: Goa-India, Malaka-Malaysia dan Macao-Cina) di tempat-tempat strategis di
pantai negeri-negeri Asia, dan tinggal di perkampungan di sekitar benteng benteng,
tetapi tidak menguasai daerah luas. Negeri Potugal kecil, jumlah penduduk lebih kurang
1.000.000 orang, karena itu untuk mengurus dan mempertahankan benteng- benteng di
Asia cukup sulit bagi pemerintah Portugal, benteng-benteng tersebut sering diserang
raja-raja setempat atau oleh orang-orang Eropa (Anne Ruck, 2000:85).
Kelahiran Gereja Katolik Asia di Asia yang diusahakan dalam misi yang diatur
dalam sistem padroado abad 16-18 dapat digambarkan sebagai berikut (gambaran tidak
secara menyeluruh daerah Asia karena sumber untuk informasi ini sangat terbatas dalam
literatur yang tejangkau).

1. Misi Gereja Katolik di Goa, India


Pada tahun 1536 orang-orang Portugis yang telah berada di Goa, dihubungi oleh
orang-orang Parava. Mata pencaharian mereka adalah nelayan, mereka mempunyai
kasta tersendiri dalam sistem kasta Hindu. Penduduk ini tersebar di pantai selatan Goa,
Jumlah penduduknya adalah 10.000 orang. Orang-orang Parava sering diserang oleh
tetangga mereka yang beragama Islam, untuk itu mereka meminta bantuan kepada
orang-orang Portugis di Goa. Orang-orang Portugis memenuhi permintaan penduduk
Paraya tetapi dengan syarat bila tetangga tetangga orang-orang Parava itu dikalahkan
oleh orang-orang Portugis maka mereka harus bersedia dibaptis. Namun setelah
dibaptis, orang-orang Parava dibiarkan selama 6 tahun tanpa pelayanan pemeliharaan
rohani dari imam imam, tanpa ibadah, dan buku-buku Kristen atau tanpa pelayanan
sebagaimana yang diatur dalam "Hak Padroado". Orang yang dibaptis pada waktu itu
sebanyak 10.000 orang (Van den End, 1981:63).
Pada akhir abad 16 Gereja Katolik Roma di Goa, India telah kuat, Gereja
Katolik berkembang pesat di daerah-daerah pantai India, yaitu di wilayah jajahan
Portugis (Anne Ruck, 2000:111).

2. Misi Gereja Katolik Roma di Moghul, India


Pada waktu orang-orang Portugal membangun benteng benteng di daerah pantai,
orang-orang dari Afganistan menyerbu India, dan menaklukan bagian Utara dan Selatan
dan membentuk kekaisaran Moghul. Gereja Katolik berusaha menginjili bangsa
Moghul. Kaisar Akhbar mengajak para misionari dari serikat Yesus yang berkedudukan
di Goa untuk mengutus pekabar Injil untuk mengajarkan Injil di istana. Utusan Kristen
yang ke Istana pada waktu itu, tahun 1576, 1590, 1594 diterima kaisar dan kaisar
mengizinkan rakyatnya memeluk agama Kristen dan diizinkan membangun sebuah
bangunan Gereja di Lahore (Anne Ruck, 2000:111).

B. Melalui Kontra Reformasi/Serikat Jesus


Ordo serikat didirikan dan diresmikan tahun 1540. Pendiri Serikat Jesus adalah
Ignatius (1491-1556) dari Loyola, sementara peresmian Serikat Jesus oleh Paus Paulus
III (1534-1549). Tujuan pendirian Serikat Jesus:
1) Memperbaiki Gereja Katolik dari dalam, khususnya di bidang pendidikan
(membendung ajaran Reformasi Luther).
2) Menganjurkan penerimaan sakramen yang lebih sering.
3) Memberitakan Injil kepada orang-orang non-Kristen di wilayah yang baru
ditemukan oleh Colombus dan Vasco da Gama.
Yang diutamakan oleh Ignatius dan pengikutnya yang bergabung dalam Serikat
Jesus) diurus dimisikan oleh Paus atau atasan serikat. Sejak saat itu istilah misi sering
dipakai dalam arti menerima pesan atau pengutusan dan segala rugas yang dilaksanakan
atas perintah atasan. Anggota Serikat Yesus banyak yang diutus untuk menyampaikan
berita Injil kepada orang-
orang non-Kristen di luar Eropa atau Asia (G. Van Schie, 1998:80-81). Para
misionari Serikat Jesus yang melayani di Asia:
1. Franciscus Xaverius
la pernah melayani di beberapa tempat di Asia, sebelum akhirnya meninggal
dalam perjalanan dari Jepang ke Tiongkok. Pelayanannya di Indonesia tidak dapat
dikemuka kan di sini karena akan dibahas dalam Sejarah Gereja Indonesia. Yang
dibahas di sini adalah pelayanan Franciscus tiba di Goa, India dan melayani selama
beberapa bulan. Faranciscus melayani orang-orang Parava yang tinggal di pesisir pantai,
lalu ke Travancore dan Sri Lanka. Metode pelayanan Franciscus di India:
 Memakai juru bahasa untuk menerjemahkan 4 pokok iman Katolik:
 Doa Bapa Kami
 Pengakuan Iman Rasuli
 Sepuluh Hukum
 Ave Maria
Metode menghafal, yaitu keempat pokok tersebut diajarkan kepada anak-anak
yang telah ia kumpulkan di setiap kampung dan mengajarkan kepada mereka sampai
menghafalnya secara baik. Anak-anak itu kemudian disuruhnya untuk mengajarkan
kepada orangtua mereka. Dengan metode ini ia berhasil membaptis sebanyak 700.000
orang di India (Anne Ruck, 2000:98).
Pada akhir abad ke-16 seluruh kasta nelayan di Parava telah dikumpulkan orang
Yesuit mendiami daerah enambelas kampung, yang masing-masing mempunyai Gereja,
sekolah, yang diatur menurut hukum Gereja dengan disiplin yang sangat ketat. Pada
akhir abad yang sama juga seluruh penduduk di sekitar Goa telah memeluk Kristen,
didalamnya termasuk orang-orang campuran Portugis-India (Ibid, 98-99),
Pada tahun 1546 Xaverius pergi ke Malaka dan belajar bahasa Melayu dan
berkunjung ke beberapa daerah di Indonesia. Xaverius adalah misionari yang disukai
oleh orang-orang pribumi karena sikapnya yang begitu ramah dan perhatiaannya yang
tulus untuk menarik orang percaya kepada Yesus Kristus. Di Malaka ia bertemu dengan
seorang Jepang yang bernama Anjiro, selanjutnya bersamanya ke Jepang pada tahun
1549. Pada waktu sampai di Kogoshima, ibu kota propinsi Satsuma, mereka diterima
baik oleh daimyo setempat dan diberi izin berkorbah, dan Franciscus berhasil
melaksanakan tugas kotbah sehingga dalam waktu satu tahun orang Jepang yang
menjadi Kristen berjumlah seratus orang (Ibid, 100).
Di India Farnciscus melayani kasta yang paling rendah (kelompok nelayan di
Parava), tetapi di Jepang Franciscus melayani kasta yang tinggi dan terpelajar, yang
pada akhirnya mempengaruhi corak metode misinya yang terdahulu. Di Jepang
Franciscus harus membe ritakan Injil dengan memperhatikan latar belakang pendidikan
dan kebudayaan setempat. Farnciscus menyadari bahwa untuk memeberitakan Injil
secara efektif di Jepang harus melalui tingkat sosial yang tinggi yaitu melalui daimyo
atau daimyo sebagai srategis untuk mempengaruhi orang-orang yang ada di Jepang. Ia
berpakaian yang pantas diperhitungkan oleh kelompok daimyo yaitu memakai sutra
ketika mengunjungi daimyo yang terbesar, yaitu Ouchi Yoshika dari Yamaguchi;
Xaverius membawa kenang-kenangan yang indah dan menarik, termasuk didalamnya
sebuah jam besar dan kotak perhiasan yang dapat bermain musik. Xaverius diberi ijin
untuk berkotbah, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sampai malam. Pertanyaan-
pertanyaan itu menyangkut astronomi, geogarafi dan kekristenan. Hasil dari kegiatan
pelayanan itu, dalam dua bulan lima ratus orang yang minta dibaptis di Yamaguchi
(Ibid, 101),
Setelah melayani beberapa tahun di Jepang (1549-1552), ia kembali ke Goa pada
tahun 1552. Dari Goa, Franciscus ke Tiongkok, ia mendengar bahwa pengaruh
kebudayaan Cina sangat kuat di Jepang. Sehingga bila orang-orang Cina telah
dimenangkan maka bangsa Jepang mudah dimenangkan bagi Kristus. Dalam perjalanan
ke Cina, ia meninggal sebelum sampai di Cina dan dikuburkan dekat Macau (Ibid).
Pada tahun-tahun selanjutnya Kristen Katolik sangat berkembang pesat di
Jepang, misalnya pada tahun 1580 terdapat 150.000 orang Kristen Katolik, dengan
jumlah bangunan Gereja 200 gedung, 85 imam Yesuit berkebangsaan Portugis, 28
bruder awam atau yang belum ditahbiskan menjadi imam berbangsa Jepang. Orang-
orang ini adalah hasil pendekatan pelayanan terhadap kelompok daimyo, Omwa
Sumitada adalah daimyo pertama yang percaya kepada Yesus Kristus, dibaptis tahun
1563. Delapan tahun kemudian (1571) ada 5.000 orang di wilayah kekuasaan Sumitada
dibaptis, kemudian tahun 1577 orang Kristen bertambah menjadi 60.000.
Pada tahun 1573 seorang daimyo yaitu Arima Yoshisada dibaptis, akibatnya
orang Kristen di wilayah daimyo ini bertambah dari 3.000 menjadi 15.000. pengganti
daimyo yaitu Horunobu menganiaya Gereja, sehingga 7,000 orang Kristen menyangkal
imannya, tetapi kemudian hari sang penganiaya (Horunobu) bertobat menjadi Kristen
dan dibaptis tahun 1580, kemudian orang Kristen yang pernah menyangkal imannya
kembali lagi ke Gereja, ditambah empat ribu orang dari kelompok samurai atau
kelompok kesatria yang menjadi pelayan Horunobu ikut menjadi Kristen.
Pada tahun 1587 Hideyoshi mengeluarkan edik yang isinya melarang agama
Kristen. Edik ini dilaksanakan pada tahun 1597, dengan menyalibkan 26 orang Kristen:
enam orang Spanyol dan dua puluh orang Jepang, beberapa gedung Gereja dihancurkan,
para misionaris disuruh meninggalkan Jepang, namun banyak yang bersembunyi di
desa. Hideyoshi meninggal tahun 1598 dan diganti oleh Ieyasu, yang menjadi Shogun
(wakil kaisar) pada tahun 1603. Ia melarang pembaptisan para daimyo, karena mereka
menjadi sebab masyarakatnya menjadi Kristen. Pembatasan-pembatasan ini tidak
membuat Gereja mati tetapi justru terus mengalami perkembangan di Jepang, Dikatakan
selama sepuluh tahun pertama abad tujuh belas, setiap tahun kurang lebih lima ribu
orang Jepang dibaptis.
Penghambatan semakin meningkat, pada tahun 1604 dikeluarkan edik yang
menuduh orang Kristen merubah pemerintahan serta merebut kekuasaan negara.
Akibatnya semua pekabar Injil diusir keluar dari Jepang, gedung-gedung gereja
dimusnahkan, tokoh-tokoh Kristen Jepang yang berpengaruh dibuang ke Cina, Filipina
atau propinsi-propinsi Utara. Orang Kristen Jepang diwajibkan mendaftar di kuil Budha
terdekat dengan rumahnya, supaya imam Budha dapat mengawasi ibadah mereka.
Setelah kematian Ieyasu pada tahun 1616 Gereja mengalami hambatan yang
lebih dahsyat. Orang Kristen Jepang disuruh menyangkal imannya. Pada tahun 1619, 55
orang Kristen Jepang termasuk anak-anak dibakar hidup-hidup di Kyoto. Tahun 1614
dan 1643 hampir 5.000 orang Kristen mati syahid, termasuk 70 orang Eropa. Tujuh
puluh orang Kristen di pantai Yado disalibkan dalam posisi terbalik, dengan harapan
ketika terjadi air pasang mereka mati tenggelam.
Akibat dari siksaan ini maka orang-orang Kristen Katolik/para klerus menjadi
hilang di Jepang untuk beberapa waktu, namun Gereja Katolik di bawah tanah bertahan
selamabeberapa abad (Anne Ruck, 2000; 102-106).
2. Roberto De Nobili (1577-1656)
Ia melayani di Madurai, India Selatan dengan metode pelayanan seperti berikut:
 Menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat
 Menjauhkan diri dengan orang-orang sebangsanya (Portugis)
 Memilih tempat tinggal di Madurai, kota tempat kasta Brahmana
 Nobili juga tidak bergaul dengan orang-orang kulit putih lainnya (orang
Portugis)
 Menjauhkan diri dari hubungan-hubungan dengan Gereja yang ada di India
 Menyesuaikan diri terlalu jauh dengan kebiasaan-kebiasaan ritual kasta
Brahmana
 Orang kasta rendah (orang Parava) tidak boleh masuk Gereja yang dipimpin
Nobili (kasta tinggi)
 Memakai sumpitan untuk menjepit roti ekaristi ketika memimpin Misa di Gereja
kasta rendah.
 Hasil dari penggunaan metode Nobili: Kurang berhasil, karena sampai tahun
1609 jumlah orang yang bertobat sebanyak 63 orang.
Tujuan dari Nobili, yaitu untuk memenangkan orang-orang India yang berada pada
kasta tinggi (Brahmana) dan melalui orang-orang kasta tinggi maka rakyat jelata
juga dapat dimenangkan. Namun tujuan itu tidak tercapai.
BAB VI
ZENDING PROTESTAN DI ASIA ABAD XVII-XVIII

Lahirnya Gereja Protestan di Asia tidak dapat dipisahkan dari karya Roh Kudus
melalui para misionaris dari Eropa dan orang Kristen Asia yang telah memberi
respons terhadap Injil yang diwartakan. Misi Gereja Protestan yang mempengaruhi
Asia terdiri atas aliran Calvinis yang biasanya dikenal dengan sebutan
Reformed/Kongregasional dan Presbiterian, aliran Lutheran, Anabaptis, Gerakan
Pentakosta, dan lain-lain.
Perkembangan Gereja Prostestan yang akan dibahas di sini akan diuraikan dalam
masing-masing negara Asia sejauh yang terjangkau dalam literatur Sejarah Gereja
Asia. Perlu juga diutarakan di sini bahwa urutan negara Asia di sini tidak
berdasarkan urutan abjad atau alasan-alasan lain. Urutan negara Asia dimulai dari
negara-negara Asia yang telah mengenal Kristen dan selanjutnya negara-negara
Asia yang baru mengenal Kristen, dalam arti agama Kristen masuk di negara Asia
pada abad 18 ke atas.

A. Gereja Protestan di India


Kolonialisme atas India oleh bangsa Eropa dilakukan oleh Portugis yang
berkiblat kepada Gereja Katolik dan Inggris dengan Gereja Anglikan. Kekuasaan
Portugis di India diambil alih oleh Inggris setelah tentara Inggris menang tahun
1857-1858. Sejak saat itu India sepenuhnya dikuasai oleh Inggris.
Badan Misi Pekabaran Injil dari Inggris awalnya sulit untuk memasuki daerah
India, karena takut terganggu oleh kepentingan ekonomi. Namun setelah parlemen
Inggris di India didesak oleh kelompok-kelompok Kristen evangelical supaya
mendesak perusahaan Inggris di India yaitu East India Company (EIC) untuk
membuka pintu bagi masuknya misi ke India. Pemerintah Inggris tidak melarang
pekabaran Injil di India tetapi juga tidak mendukungnya. Ratusan pekabar Injil
berbondong-bondong memasuki India bersamaan dengan penjajahan Inggris,
sehingga keduanya dianggap satu oleh bangsa India. Ahli sejarah India, K.M.
Panikar, menyatakan imperialisme sebagai "penyokong dan sekutu Gereja (Ruck,
2005:120).
Para misionaris yang pergi ke India: Misionaris Protestan yang pergi ke India
antara lain William Carey (1761-1834) dari Gereja Anglikan. Ketika mendengar
kesaksian seorang temannya, anggota Gereja Baptis, ia tertarik dengan kesaksian
tersebut dan minta dibaptis ulang dan masuk Gereja Baptis, la ditahbiskan sebagai
pendeta Gereja Baptis tahun 1785. Beberapa tahun kemudian, yaitu tahun 1793
Carey diutus oleh Baptist Missionary Society.
Metode pelayanannya di India:
 Mempelajari bahasa Sanskrit dan bahasa Bengali.
 Menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Bengali.
 Bekerja dengan tenaga sendiri (mengajar dengan bahasa Bengali kepada
pegawai negeri berkebangsaan Inggris, tenaga East India Company) untuk
mencukupi biaya hidup dan pelayanan di India.
 Mengadakan penelitian agama dan kebudayaan India untuk tugas misi.
 Mengabarkan Injil seluas dan secepat mungkin.
 Secepat mungkin mendirikan Gereja India yang mandiri.
 Perlu didirikan sekolah dari TK-PT
 Secepat mungkin mengaderkan tenaga India sebagai pemimpin Gereja.

Pada tahun 1974 diperkirakan ada 14 juta orang Kristen di India, kurang lebih
2,5% penduduk: 5 juta merupakan orang Protestan sebanyak 16 juta orang. Pemeluk
Kristen yang paling banyak adalah India Selatan terutama di Kerela, negara bagian yang
sangat miskin, orang Kristen merupakan 1/3 jumlah penduduk. Selain itu di Goa dan
daereah Utara Timur, di antara suku-suku pegunungan Assam. Sedangkan di daerah-
daerah India lain, umat Kristen merupakan kelompok minoritas (Ruck, 2000:228).
Pada tahun 1981 di kota Madras, India Selatan jumlah orang Kristen dari
525 ber tambah menjadi 700 orang pada tahun 1986. Tahun 1991 berkembang
menjadi 1.400 orang Kristen (Ruck, 2000:256).
Denominasi Gereja Protestan di India: Gereja Anglikan, Gereja Methodis, Gereja
Reformed (Presbiterian dan Kongregasional), Gereja Baptis, Gereja Persaudaraan
(Brethren), Murid Kristus (Disciples of Christ) (Ruck, 2000:261).

B. Gereja Protestan di Pakistan


Mayoritas penduduk negera Pakistan beragama Islam (sekte Sunnil sekte
Islam Ortodoks dan sekte Abmadiyah).
Kemudian Islam dijadikan sebagai agama negara tahun 1956. Namun negara Pakistan
tetap memberi kebebasan beragama. Bendera Pakistan menggambarkan jaminan ini
kepada minoritas di negeri itu, Bidang hijau dengan bulan sabit dan bintang warna putih
merupakan simbol tradisional dari iman Islam, dan bintang putih yang luas di sebelah
kiri mewakili berbagai komunitas minoritas-orang Kristen, Hindu, Budha, dan lain-lain.
Karena putih adalah kombinasi semua warna dalam spektrum warna (Hoke, Vol. 2,
2002:179),
Sebelum Pakistan merdeka, penduduk India Barat Laut dan Delta Sungai
Gangga menganut agama Islam. Pada tahun 1947 wilayah India Barat Laut dan delta
Sungai Gangga disatukan menjadi negara Pakistan. Ribuan orang-orang Islam
mengungsi dari India ke Pakistan, sementara orang-orang Hindu dan orang Sikh
mengungsi dari Pakistan ke India. Pada tahun 1947 jumlah penduduk Pakistan
beragama Islam sebanyak 97 %. Enam tahun kemudian (1956) agama Islam dijadikan
agama negara Pakistan. Dengan penetapan ini dapat diperkirakan kedudukan minoritas
termasuk Gereja di Pakistan.
Pada tahun 1972 pemerintah Pakistan menasionalisasikan sejumlah besar
sekolah dan perguruan tinggi swasta, termasuk perguruan tinggi Kristen Protestan dan
Katolik sebanyak sembilan sekolah tinggi. Nasionalisasi sekolah Kristen oleh
pemerintah Pakistan menimbul kan protes keras dari masyarakat Kristen karena
merupakan ancaman terhadap keamanan pekerjaan atau masa depan dari komunitas
Kristen. Pada awalnya para staf pengajar masih dipekerjakan dalam sekolah tersebut
dengan gaji yang tinggi namun posisi-posisi penting dalam sekolah beralih kepada
tenaga pendidik atau staf dari kelompok mayoritas setelah staf dan tenaga pendidik
Kristen pensiun atau mengundurkan diri (Hoke, vol. 2, 2002:173).
Sering dalam pelaksanaan hukum syariah orang Kristen didiskriminasi. Umat
Kristen bebas melaksanakan keagamaannya. Orang Islam dilarang keras masuk Kristen.
Tahun 1974 orang Kristen merupakan kelompok minoritas di Pakisatan, dengan jumlah
1 % dari penduduk Pakistan di mana 97 % beragama Islam. Hampir semua orang
Kristen di Pakistan berasal dari kasta rendah Hindu yang menjadi Kristen sejak masa
gerakan pertobatan masal yang terjadi tahun 1880 dan mencapai puncaknya pada tahun
1830-an. Pekerjaan mereka adalah penyamak kulit, pekerja kuburan atau tukang sapu.
Namun pada abad ke-20, sebagai akibat pendidikan Kristen kasta rendah Hindu ini
mencapai taraf hidup yang cenderung kepada gaya hidup mewah. Penginjilan di
Pakistan sulit dilaksanakan karena adanya kekuatan ikatan kasta yang mengikat orang
Muslim dan non-Muslim. Akibatnya sejak kemerdekaan Pakistan pada tahun 1947
Gereja kurang berkembang di Pakistan. Pekabaran Inijil di Pakistan dilaksanakan
melalui traktat-traktar, kursus Alkitab dan surat menyurat, hasilnya sedikit orang Islam
yang menjadi Kristen.
Usaha pendidikan Barat diarahkan pada pelayanan medis, terdapat dua puluh
rumah sakit dan klinik Protestan yang berperan untuk kesehatan masyarakat dan
pendidikan (Hoke, Vol. 1, 2002:173).
Pada tahun 1954 didirikan Sekolah Tinggi Teologi Presbiterian di Gujranwala.
Tahun 1990 perkembangan sekolah mencapai dua belas Sekolah Teologi Protestan dan
enam Seminari Katolik Roma di Pakistan, Gereja-gereja Presbiterian berangsur-angsur
mencapai status mandiri. Pada tahun 1961 Gereja Presbiterian mempunyai sinode
sendiri di Pakistan, sinode ini diakui oleh Gereja Presbiterian Amerika. Gerakan
oikumenis berkembang di Pakistan. Pada tahun 1970 Gereja Anglikan, Gereja Merodis,
Gereja Lutheran dan Gereja Presbiterian dipersatukan menjadi Gereja Pakistan.
Sejak kemerdekaan Pakistan sampai pada tahun 1973 diperkirakan 545,501
orang Kristen Protestan di Pakistan atau 1,4 % dari jumlah penduduk Pakistan.
Kemudian tahun 1990 jumlah orang Kristen diperkirakan 1,7% dari jumlah penduduk
Pakistan (Anna Ruck, 2000: 256-267),
C. Gereja Protestan di Banglades
Tabun 1971 Banglades sebagai negara sekuler, kemudian tahun 1988 agama
Islam dijadikan sebagai
agama negara Banglades Pakistan Timur (Banglades) memisahkan diri dari
Pakistan pada tahun 1971 karena benci akan kebijakan pemerintah Pakistan dan
Banglades yang menganut negara sekuler. Namun pada tahun 1988 Islam dijadikan
sebagai agama Negara Banglades. Jumlah penduduk Banglades pada tahun 1984 yang
beragama Islam sebesar 87 %, sedangkan jumlah orang Kristen Protestan di Banglades
kurang dari 0,5% pada tahun 1990. Gereja Protestan terbesar di Banglades adalah
Gereja Persatuan Baptis Bangalore. Gereja Baptis di sana mempunyai lima denominasi.
Selain itu Gereja Lutheran yang berkembang di suku-suku pegunungan di Banglades.
Hasilnya tahun 1990 dilaporkan suku Garo di perbatasan Assam sebesar 95% beragama
Kristen, sedangkan suku Pankho di daerah pegunungan Chittagong hampir seluruhnya
Kristen.
Kondisi masyarakat di Banglades yang sangat miskin dan menderita menyambut
baik pelayanan kasih badan misi Kristen, misalnya Social World Vision dan TEAR
Fund. Melalui bantuan sosial tersebut orang Kristen yang sangat kecil jumlahnya di
Banglades berusaha menunjukkan kasih Kristus kepada masyarakat luar Banglades
(Ruck, 2000:267-268)
Jika dapat dikatakan bahwa ada kesulitan memberitakan Injil di wilayah yang
mayoritas Islam seperti Banglades, namun ketika terjadi bencana taufan (sekitar 1970-
1971) yang melanda Banglades serta diikuti perang saudara di Banglades yang
menyebabkan banyak rakyat menjadi korban. Untuk menolong masyarakat Banglades
dalam kesulitan yang ia hadapi maka masyarakat internasional termasuk badan misi-
badan misi Kristen bergerak ke Banglades, seperti: Evangelism Fellowship of India,
Kaum Mennonite, Bala Keselamatan, World Vision, World Relief Commission of
NAE, Medical Assitance Programs, Bible and Medical Missionary Fellowship, dan
German Liebenzwllwr Mission mengadakan pelayanan kasih di Bangladesh. Dengan
cara ini maka dimulailah pintu pekabaran Injil kepada orang - orang Muslim, Hindu,
dan Budha di Banglades dibandingkan dengan peluang memberitakan Injil sebelum
terjadi musibah di Banglades (Hoke, Vol. 1, 2002:103). Bandingkan dampak dari
gelombang Tsunami di Aceh (wilayah Indonesia yang telah memberlakukan syariat
Islam) dan peluang memberitakan kasih Kristus kepada orang Acch melalui pelayanan
relawan-relawan Kristen ke Aceh seperti kelompok Kristen dari Bandung,

D. Gereja Protestan di Sri Lanka


Agama Budha dijadikan sebagai agama negara tabun 1972, namun tetap diberi
kebebasan beragama yang diatur dalam UU Dasar Negara Sri Lanka, yaitu pasal 10.
Sri Lanka adalah suatu pulau besar yang berdekatan dengan India. Penduduknya
terdiri dari berbagai bangsa seperti bangsa Sinhala sebesar 74 % mayoritas beragama
Budha, sedangkan 18% dari bangsa Tamil yang beragama Hindu. Sistem kasta yang
telah berakar kuat di Sri Lanka merupakan rintangan pekabaran Injil.
Pada abad ke-6 Gereja Persia telah berada di Sri Lanka dan menjadi hilang
beberapa tahun kemudian. Perkembangan kekristenan di Sri Lanka berkaitan erat
dengan imperialisme Barat (telah dibahas dalam bab terdahulu, yang dibahas di sini
adalah perkembangan Kristen abad XVIII).
Inggris merebut daerah pesisir Sri Lanka pada tahun 1746, kemudian tahun 1815
menguasai kerajaan Kandy (tanah daratan India) akibatnya seluruh tanah Ceylon
dikuasai Inggris. Pada tahun 1845 diterapkan keuskupan di Gereja Anglikan mengubah
nama menjadi Gereja Ceylon dan terakhir diubah menjadi Gereja Sri Lanka. Misi
Protestan yang bekerja di Sri Lanka adalah misi Gereja Anglikan, Gereja Metodis, dan
Gereja Baptis.
Ketika Ceylon dinyatakan merdeka dari persemakmuran Inggris pada 1948
maka posisi orang-orang Kristen menjadi semakin sulit. Pada tahun 1960 pendidikan
dinasioanali sasikan, sekolah-sekolah Kristen diambil alih oleh pemerintah. Rumah
sakit misi dan yayasan medis misi diambil alih oleh pemerintah. Tahun 1964 semua
orang Kristen yang bekerja di rumah sakit negeri dipecat. Pada tahun 1967 kalender
resmi diubah, satu minggu terdiri dari 10 hari, dan akhir pecan poya setiap sepuluh hari
mengganti hari Minggu sebagai hari libur. Akibatnya kebaktian pada hari Minggu sulit
dijalankan oleh orang-orang Kristen. Perubahan ini bertentangan dengan perhubungan
luar negeri, maka tahun 1971 kembali ke kalender internasional.
Pada tahun 1921 jumlah orang Kristen diperkirakan 13 % dari jumlah penduduk.
Sensus tahun 1981 menemparkan agama Kristen dalam urutan ke-4 dari agama-agama
yang ada di Sri Lanka dengan jumlah 7,5% dari total agama Kristen penduduk, agama
Budha 69 %, Hindu 15,5%, dan Islam 7,6 %.
Kelompok Protestan yang ada di Sri Lanka: Gereja-gereja Pentakosta yang
masuk Sri Lanka tahun 1880-an yang cukup berkembang pesar di Sri Lanka mendirikan
misi Pentakosta tahun 1924, Gereja Sidang Jemaat Allah tahun 1928, dan Gereja
Metodis (Gereja di Sri Lanka, Ruck, 2000: 268-273).

E. Gereja Protestan di Cina/Tiongkok (Ruck, 2000: 277-289)


Perkembangan Gereja di Cina kembali dimulai tahun 1900 yaitu setelah masa
pemberontakan petinju (Baser Rebellion) kbusunya pada masa permulaan revolusi.
Pada tahun 1914 jumlah orang Kristen diperkirakan 500,000 orang. Tahun 1920
berkembang menjadi 800.000 orang, dan tahun 1949 mencapai 1,000,000 orang.
Anggota Gereja Ortodox berjumlah 300,000 orang.
Pada tahun 1949 Gereja Protestan di Cina adalah Gereja Kristus Cina. Didirikan
tahun 1927. Gereja ini adalah persatuan dari Gereja Presbiterian, Gereja
Kongregasional, Gereja Metodis, dan Gereja Yesus yang Benar (True Jesus Church =
Gereja pribumi yang didirikan oleh Paul Wei tahun 1917).
Pada masa Mao Zedong Gereja di Cina mengalami pergumulan yang berat yaitu
mendukung pemerintah yang komunis dan menolak segala campur tangan pemerintah
dalam Gereja. Gereja Protestan yang dipengaruhi dengan teologi liberal mendukung
pemerintah dengan membentuk Gerakan Tiga Swa Patritik (GTSP) sementara Gereja
aliran evangelikal menolak ikut dipersatukan dalam GTSP karena mereka menolak
segala campur tangan pemerintah komunis dalam Gereja atau menolak kekuasaan
negara atas Gereja. Salah satu tokoh yang terkenal adalah Wang,
Setelah Mao Zedong meninggal tahun 1976 dan kekuasaan diambil alih oleh
Deng Xioping maka situasi di Cina berubah, terutama pemberian kebebasan beragama.
Para pemimpin Gereja yang dipenjarakan pada masa Mao Zedong dibebaskan teramsuk
pembebasan Wang Mingdao bersama orang Kristen yang dipenjarakan. Rumah-rumah
Gereja dibuka kembali, sekolah-sekolah teologi dibuka kembali pada tahun 1980.
Tahun 1982 ibadah agama Kristen diizinkan asal di tempat yang ditunjuk oleh
GTSP. Pekabaran Injil tidak boleh dilakukan di luar GTSP.

F. Perkembangan Kristen di Cina


Tahun 1950 Gereja Protestan di Cina menghadapi suatu pergumulan yang berat
dengan pemerintah Cina yang komunis. Pada tahun itu perdana menteri Cina, Zhou
Enlai memanggil 40 tokoh Kristen untuk menyusun sebuah manifesto Kristen.
BAB VII
PERKEMBANGAN TEOLOGI DI ASIA SEJAK TAHUN 1950

Berteologi di Asia harus memperhatikan realitas-realitas di Asia, namun oleh


berbagai keterbatasan, maka hanya berbagai realitas yang diungkapkan dan diharapkan
untuk mencari pendekatan teologi yang tepat (teologi yang hidup) unuk Asia.
Realitas-realitas yang dimaksud antara lain, masalah kemiskinan di Asia. Asia
mende rita di bawah tumit kemiskinan yang dipaksakan. Kehidupan dicabik-cabik oleh
kolonialisme selama berabad-abad. Kebudayaan disepelekan, relasi sosial dibuat
menyimpang. Daerah- daerah kumuh yang menyedihkan di kota-kota membengkak
terus dengan datangnya petani. petani miskin yang terusir dari tanah garapannya. Hal ini
makin memperjelas gambaran kehidupan serba mewah di samping kemiskinan yang
papa, suatu gambaran yang sama telah terlihat di sebagian besar negara-negara di Asia.
Memahami konteks Asia dari segi realitas kemiskinan, maka konteks Asia yang
menyuarakan syarat-syarat teologi Asia terdiri atas perjuangan mencapai kemanusiaan
yang penuh di dalam aspek aspek sosial politik dan psikospiritual. Pembebasan umat
seluruh umat manusia bersifat sosial dan personal,
Jadi, mengusahakan teologi yang relevan atau teologi yang berkembang di Asia,
yaitu Teologi kontekstual Asia. Teologi kontekstual Asia ialah kemampuan memberikan
tanggapan yang bermakna terhadap Injil Yesus Kristus dalam kerangka situsi sendiri
(budaya setempat), sebab orang beriman (orang Kristen) itu menjelaskan/menyaksikan
imannya kepada sesama- nya dalam kaitan kenyataan hidup di suatu tempat atau
wilayah tertentu.
Berikut ini dipaparkan beberapa contoh teologi kontekstual yang dapat
dijangkau dalam beberapa literatur:

A. Teologi Kontekstual India (Teologi India)


Berdasarkan definisi konseptual dari teologi kontekstual Asia maka kemunculan
teologi India dapat dipahami dalam konteks bagaimana Gereja India berteologi dalam
konteks sesamanya yang mayoritas beragama Hindu. Dalam agama Hindu perakapan
teologi berkisar pada moka atau pembebasan. Agar memperoleh moksa, maka manusia
harus menempuh tiga cara atau tiga jalan, yaitu: 1) Jnana atau pengetahuan khusus, 2)
Bakhti atau darma bakti, 3) Karna atau perbuatan baik (Ruck, 2005:261).
Percakapan tema teologis Hindu seperti yang kita kenal di atas, dalam rangka
pendekatan teologi kontekstual India maka para teolog, seperti Appasamy berusaha
mewujudkan kebenaran Kristen dalam konsep-konsep Hindu ke dialog pluralis dan
suasana belajar-mengajar dengan warga India yang beragama Hindu (Ibid, 261). Sang
teolog India yang kita kenal di atas, menggambarkan ajaran tentang maksa dengan
menggunakan perkataan Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes 15:4, "Tinggalah di dalam
Aku". Melalui iman dan pengabdian kasih, kita dapat menjadi satu dengan Kristus oleh
rahmat Allah. Orang Kristen tidak meresapi keilahan, seperti dalam agama Hindu,
melainkan tetap mempertahankan kepribadian unik. Allah tidak sama dengan dunia dan
dunia jasmani tidak bersifat khayal saja. Di sini sang teolog menolak dua kepercayaan
dasar agama Hindu. Menurut sang teolog, Allah hadir dan bertindak di dunia sebagai
firman atau logos (ibid, 262).
Selain teolog India yang namanya disebut di atas, ada juga teolog India seperti
M.M. Thomas. Ia berteologi secara kontekstual India dengan cara menguraikan jalan
moksa ketiga, yaitu karma-marga sebagai teologi kesaksian sosial. Selanjutnya tentang
teologi kontekstual model M.M. Thomas dapat diperhatikan dalam pernyataan Ruck
berkut ini: Thomas menguraikan bagaimana rencana Pencipta diperlihatkan dalam
sejarah, Allah memakai penjajahan Inggris sebagai alat-Nya untuk mengubah dan
memajukan kehidupan bangsa India, lalu Allah memakai nasionalisme sebagai alat-Nya
untuk menggeser alat pengadilan-Nya yang menyeleweng. Pandangan sejarah Thomas
jauh berbeda dengan pandangan sikilas Hindu yang menganggap sejarah berputar terus
tanpa ada perkembangan. Thomas menekankan konsep Kristen mengenai nilai orang
perseorangan di mata Tuhan, bahwa Tuhan mengasihi seseorang secara pribadi,
sehingga kita juga mengasihi sesama manusia perseorangan... Cita-cita Thomas tidak
hanya dinyatakan dalam tulisannya tetapi juga diterapkannya pada hidup sehari-hari...
Pada masa darurat tahun 1975-1977, Thomas mencela sikap pemerintah India, dan ia
menghimpun dana untuk membantu keluarga orang yang dipenjarakan karena alasan
politik (Ruck, 2005:263).
Teolog India lainnya yang berteologi secara kontekstual adalah Devanandan. Inti
pemikiran teologis kentekstual dari Devanandan ialah menganjurkan kepada umat
Kristen India supaya keluar dari keadaan terpencil di dalam masyarakat Kristen dan
berkomunikasi dengan orang-orang bukan Kristen disekitarnya, Sang teolog India ini
terkenal dengan perjuangan dialog antar agama dan meneliti dimensi sosial pekabaran
Injil di India. Dapat juga disebut sebagai pejuang teologi pluralisme di Asia, khusunya
India (Ibid). Tokoh lain seperti Samartha dapat dibaca dalam buku Anne Ruck.

B. Teologi Kontekstual Jepang (Teologi Jepang)


Konteks Jepang yang olehnya mempengaruhi pemikiran Teologi Kristen di
Jepang adalah adalah perjuangan Jepang dari penderitaan tahun 1945 (bom di Hirosima
dan Nagasaki) menuju kepada kemajuan materi yang spektakuler,
Salah satu Teolog Jepang adalah Kitamori Kazoh, lahir tahun 1916. Sejak
jatuhnya bom di Hirosima dan Nagasaki, masyarakat Jepang (Hirosima dan Nagasaki)
berada dalam penderitaaan. Konteks ini kemudian mempengaruhi Kiramori dalam
berteologi. Teologi Kitamori adalah Teologi Penderitaan. Ia mengatakan bahwa
penderitaan adalah hakikat Allah, seperti digambarkan dalam Yesaya 63:15: Hari-Ku
yang tergerak dan kasih sayang. Penderitaan Allah hanya dapat dimengerti melalui
pengertian tentang penderitaan Tuhan Yesus atau salib Tuhan Yesus, disini Kitamori
memahami penderitaan dalam empat sebab, yaitu: 1) Penderitaan karena kasih-Nya dan
pengampunan terhadap orang berdosa. 2) Pende- ritaan Tuhan Yesus di kayu salib
(penderitaan jasmani, perasaan, dan rohani). 3) Penderitaan Bapa membiarkan anak-Nya
menderita. 4) Imanensi Allah dalam penderitaan manusia.
Jadi orang Kristen dipanggil untuk ikut serta dalam penderitaan sebagai lambang
penderitaan Allah. Ini berarti menurut Kitamori, penderitaan bangsa Jepang karena bom
tersebut melambangkan penderitaan Allah secara unik dan sangat mendalam.
Orang Jepang yang menjadi teolog Asia seperti Kosuke Koyama (menghabiskan
waktu pelayanannya di Thailand, di Singapura dan Selandia Baru, dan terakhir di
Amerika Serikat) mengembangkan teologi kontekstual Asia dengan model "Teologi
Kerbau" yang berbicara dalam bahasa konkrit akan kebutuhan rakyat. Koyama
memfokuskan perhatiannya pada aspek-aspek kebenaran Kristen yang dicerminkan
dalam agama-agama lain, sehingga aspek tersebut menjadi jembatan kesaksian. Oleh
karena itu maka Kosuke Koyama menekankan dua tema Kristen yaitu "penderitaan dan
pengorbanan". Pikiran Kristus yang disalibkanlah, bukan pikiran perang salib, yang
seharusnya menjadi dasar kehidupan, misi dan teologi Kristen (Ruck, 2005:305),
Isi teologi dari Kosuke Koyama bila diperhatikan maka sebenarnya ia sedang
berlawanan pemikiran teologis dengan seorang teolog India, yaitu M.M. Thomas yang
menganggap penjajahan India oleh Inggris adalah alat Tuhan untuk merubah dan
memajukan kehidupan bangsa India. Disini ada banyak pandangan di sekitar munculnya
misi Kristen yang berboncengan dengan penjajahan, sehingga agama Kristen sering
disebut agama penjajah atau agen kolonialisme. Pertentangan teologis tentang semua
yang terakhir, yaitu apakah penjajahan harus dipahami sebagai bagian dari kehendak
Tuhan? Jawabannya pasti beragam. Disini kami mempunyai pemikiran teologis untuk
hal itu, tetapi kami tidak mengemukakan ini, biarlah mahasiawa menenentukan posisi
sendiri. Prinsipnya Firman Tuhan tidak benabah, tetapi teologi dapat berubah.

C. Teologi dan Misi Kristen: Manusia Berdosa dan Manusia Sasaran Dosa
Pekabaran Injil yang dilaksanakan Gereja masa kini, tidak hanya melihat atau
membahas perihal manusia berdosa, tetapi harus melihat manusia sebagai sasaran dosa
(mangsa dosa orang lain). Dalam hal ini pekabaran atau pemberitaan Injil yang hanya
memperhatikan manusia berdosa menyampaikan terlalu banyak sikap merendahkan
sehingga kurang adil terhadap mereka yang menderita akibat penghinaan dan
ketidakadilan. (Elwood, 1996: 201-215: digumuli lebih lanjut dalam halaman tersebut)
Jadi seorang penginjil yang tidak sadar akan "sasaran dosa" tidak dapat
mengkomunikasikan kabar baik kepada mereka yang telah menjadi sasaran dosa (orang
lain). Oleh karena itu bila mana pekabaran Injil ingin menyapa batin manusia yang
terdalam melalui pemberitaan Injil, maka pekabar Injil harus menyadari serta
memahami kenyataan bahwa manusia menjadi obyek dan subyek dosa secara serempak
(Muanley, 1991: 31-31),
DAFTAR PUSTAKA

Sumber-sumber Sejarah Gereja Asia:

Den End, Van, Sejarah Gereja Asia, Yogyakarta: Duta Wacana, 1981 Den End, Van,
Harta dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989
Den End, Van, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, STT Jakarta Ruck, Anne, Sejarah
Gereja Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
Wetzel, Klaus, Kopendium Singkat Sejarah Gereja Asia, Malang: Gandum Mas, 2000
Hoke, Donald E. (Ed), Sejarab Gereja Asia Volume 1, Malang: Gandum Mas, 2000
Hoke, Donald E. (Ed), Sejarah Gereja Asia Volume 2, Malang: Gandum Mas, 2000
Schie, G. Van, Rangkuman Sejarah Gereja Kristiani dalam Konteks Sejarah Agama-
agama Lain, Jakarta: Obor, 1994
Elwood, Douglas J., Teologi Kristen Asia: Tema-tema yang Tampil ke Permukaan,
Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1996 Yewango, A.A., Teologi Crucis di Asia, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993
Kuhl, Dietrich, Gereja Katolik Roma-Sejarah Gereja Jilid 11, Yayasan Pekabaran Injil
Depertemen Literatur, 1997
Ihromi, M.A., S. Wismoady Wahono, Theodoran - Pemberian Allah, Kumpulan
karangan dalan rangka menghormati usia 75 tahun Krueger, Theodor Mueller, Jakarta:
Gunung Mulia, 1979
Hart, Michael H., Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta:
Pustaka Jaya,
1995
Culver, John, Diktat Sejarah Gereja, Bandung: Institut Alkitab Tiranus, 1991 Culver,
John, Diktat Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Bandung: Institut Alkitab Tiranus,
1991
Muanley, Yonas, Asia Rumah Tinggal Tuban di Bumi, Jakarta: Sekolah Tinggi
Theologia Injil Arastamar, 2005
Muanley, Yonas, Diktat Sejarah Gereja, Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injili
Arastamar,
1997
Sumber-sumber Perjumpaan Gereja dan Islam:
Husein, Hackal Muhammad, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Intermasa, 1996
Montgomery, Islam dan Peradaban Dunia, Jakarta: Gramedia, 1995
K., Ali, Sejarah Islam, Jakarta: Grafindo Persada Saleh, Nahdi, Jihad Fi-Sabilillah
Wessels, Anton, Arab Kristen: Gereja-gereja Kristen di Timur Tengah, Jakarta: BPK
Gunung
Mulia, 2004
Den End, Van, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam, STT Jakarta Lefebure, Leo D.,
Penyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003
Schumann, Olaf H., Menghadapi Tantangan, Memperjuangkan Kerukunan, Jakarta:
Gnung
Mulia, 2004
Culver, John, Dikat Sejarah Gereja, Bandung: Institut Alkitab Tiranus, 1991 Culver,
John, Diktat Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Bandung: Institut Alkitab Tiranus,
1991
Muanley, Yonas, Diktat Sejarah Gereja Asia, Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Injili
Arastamar, 1997

Anda mungkin juga menyukai