Analisa kasus dari hegemoni dapat dilihat dari beberapa tayangan televisi yang
memperlihatkan ideologi dominan yang berkembang di masyarakat saat ini. Salah satu
tayangan televisi yang menggambarkan dominasi dan menggambarkan sebuah hegemoni
adalah drama korea dengan judul “Boys Before Flower”. Drama ini bercerita tentang cerita
Cinderella masa kini, wanita yang berasal dari keluarga miskin hingga akhirnya mendapatkan
keberuntungan karena cinta. Meski sempat dipenuhi dengan intrik dan permasalahan yang
menderanya. Selain itu, karakter utamanya dianggap sebagai pejuang untuk bertahan hidup.
Nasib malang Geum Jan-di yang diperankan Ku Hye-sun, membuat penonton merasa iba.
Sedangkan aktor pria yang menjadi lawan mainnya adalah Lee Min-ho sebagai Goo Jun-pyo.
Dalam kisahnya, Goo Jun-pyo diceritakan sebagai pria tampan yang kaya raya, anak dari
pemilik sekolah, dan dapat membuat wanita jatuh hati kepadanya. Ia juga memiliki geng
yang beranggotakan 4 orang pria tampan dan juga kaya raya yang diberinama F4.
.
Adegan 1 Adegan 2
Pada adegan I memperlihatkan saat Goo Jun Pyo dan seluruh anggota F4 memasuki
sekolahnya, dan disambut oleh banyaknya siswa dan siswi yang terpesona dengan gaya dan
ketampanan mereka. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan sosial, dimana siapa pun yang
memiliki kekuasaan dapat membuat orang menjadi tunduk padanya. Pada adegan 2,
menceritakan bahwa terdapat seorang wanita yang mengidolakan Goo Jun Pyo hingga
memberanikan diri untuk membuatkan kue untuknya. Ini menjelaskan bahwa pria seperti Goo
Jun Pyo memiliki daya tarik sendiri untuk memikat hati wanita dengan segala kelebihannya.
Adegan 3 Adegan 4
Adegan 3 dan 4 menceritakan salah satu dari anggota F4, yang bernama So Yi Jung
yang tak kalah tampan dan juga kaya raya, memperlihatkan aksinya dengan menunjukkan
kemampuannya memainkan saksofon dan membuat para wanita terpesona oleh
penampilannya. Selain itu, digambarkan pula saat berada di tengah pesta So Yi Jung didekati
oleh banyak wanita karena tertarik oleh dirinya. Adegan-adegan ini ingin menjelaskan sosok
pria sejati yang diidolakan oleh para wanita salah satunya adalah pria yang tampan, kaya,
romantis, dsb. Secara tidak langsung, media ingin menyampaikan bahwa terdapat adanya
maskulinitas hegemonis. Hegemoni maskulinitas adalah pengaruh sosial dari model
maskulinitas yang sesuai dengan konstruksi sosial yang mendefinisikan sosok seorang laki-
laki, dimana interaksi laki-laki dan perempuan merupakan posisi terdepan dalam sebuah
media. Konstruksi sosial biasanya dihubungkan pada pengaruh sosial dalam pengalaman
hidup individu. Asumsi dasarnya pada “realitas adalah konstruksi sosial” dari Berger dan
Luckmann. Selanjutnya yang dikatakan bahwa konstruksi sosial memiliki berberapa
kekuatan. Pertama, peran sentral bahasa memberikan menkanisme konkret, dimana budaya
mempengaruhi pikiran dan tingkah laku individu. Kedua, konstruksi sosial dapat mewakili
kompleksitas dalam satu budaya tunggal dan tidak mengansumsikan keseragaman. Ketiga,
hal ini bersifat konsisten dengan masyarakat dan waktu (Ngangi, 2011: 1)
Adegan 5
Yang paling menonjol adalah maskulinitas yang bisa dipahami dari semangat hero
atau kepahlawanan. Artinya, dimungkinkan terjadi hegemoni dan dominasi nilai-nilai tertentu
ke dalam gaya hidup kita Misalnya, sosok pria digambarkan sebagai pelindung bagi wanita,
karena wanita merupakan sosok yang lemah dan wajib untuk dilindungi. Pada adegan ini,
ingin menjelaskan bahwa pria sebagai sosok pelindung merupakan salah satu kriteria pria
idaman bagi para wanita saat ini. Tipe ini pria dengan sifat seperti ini disebut dengan tipe
warrior masculinity menjelaskan bahwa laki-laki harus menjadi sosok yang heroik atau
gagah, dapat melindungi, dan mempunyai kekuatan (http://www.inside-man.co.uk).
Adegan 6 Adegan 7
Pada adegan 6 dan 7, menggambarkan bahwa sosok wanita yang melekat pada
konstruksi sosial di masyarakat adalah wanita ideal dengan tubuh langsing. Begitu pula Ibu
Geum Jan Di yang ingin melihat anaknya memiliki tubuh ideal agar bisa menarik hati para
pria. Hegemoni wanita dengan tubuh ideal tidak dapat dilepaskan dari bentuk tubuh yang
langsing dan ramping. Hal ini disetujui Baudrillard (2009:181) bahwa kecantikan wanita tak
dapat dipisahkan dengan kerampingan.
Susan Bordo juga mengatakan bahwa di antara representasi perempuan yang paling
kuat dan berpengaruh adalah bahwa kebudayaan barat mempromosikan “tubuh langsing”
sebagai norma kultural disipliner.(Barker, 2009;268) Dan Barker menjelaskan bahwa tubuh
yang langsing adalah tubuh yang tergenderkan karena tubuh yang langsing berarti
perempuan. Kelangsingan adalah kondisi ideal terkini bagi daya tarik perempuan sehingga
gadis-gadis dan perempuan secara kultural lebih menghindari salah makan ketimbang laki-
laki. (Barker,2009:268) .
Adegan 8
Adegan 9
Ashall, Wendy. 2004. Masculine Domination: Investing in Gender. Studies in Social and
Political Thought.
Strinati, Dominic. 2004. Popular Culture, Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Jakarta :
PT Bentang Pustaka,
West, Richard, Lynn H. Turner. 2013. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi.
Jakarta : Salemba Humanika
TUGAS PERTEKOM MASSA