Anda di halaman 1dari 2

Perempuan dimata Perfilman

Slide 1 :

Perfilman tidak hanya sekedar menjadi hiburan, namun terjadi pula proses konstruksi sosial oleh
pembuat film terhadap penonton yang dapat mempengaruhi realitas sosial di dalam kehidupan.
Film juga bisa menjadi media propaganda tanpa perspektif untuk melanggengkan hegemoni
patriarkhi dan tidak adanya kesetaraan gender.

Slide 2 :

Banyak film yang menempatkan perempuan hanya sebagai pelengkap atau pajangan saja, bahkan
tidak jarang sebagai objek seksualitas. Dobrakan dari banyak pihak dengan utamanya kaum
feminis pada sebuah film yang memuat nilai-nilai feminisme seperti perempuan yang juga dapat
berperan di ranah publik maupun masyarakat, menjadi pemimpin, dan lain lain. Tujuan dari
upaya tersebut untuk memperlihatkan memberikan visual bagaimana hegemoni dari nilai patriaki
tersebut yang selalu menempatkan perempuan berada pada posisi marginal, dieksploitasi dan
diobjekkan oleh laki-laki.

Slide 3 :

Di perfilman Indonesia masih sedikit film yang berani mendobrak tradisi atau yang bisa menjadi
panutan sebagai perempuan yang kuat, mandiri dan bisa menyelamatkan diri sendiri dan orang
lain. Namun, beberapa Tahun belakangan, mulai di produksinya film film yang mengangkat atau
merepresentasikan wanita yang di kontruksi dari kehidupan nyata ataupun realitas sosial yang
ada di masyarakat.

Source : https://www.kompasiana.com/poedjiatitan/5693ac060bb0bde1096fde91/perempuan-
pun-bisa-menjadi-super-hero

https://www.konde.co/2016/03/perempuan-dalam-film-kita.html/
Contoh Kasus :

Trailer : https://www.youtube.com/watch?v=YlYlbpXt6Bc

Representasi Perempuan pada Film Ayat Ayat Cinta

Ayat – Ayat Cinta merupakan sebuah film yang menggambarkan kisah dua orang yang menikah
didasari dengan perjodohan, dimana Aisyah dan Fahri menikah dilandasi dengan perjodohan
yang dimaknai sebagai transaksi sosial. Aisyah seolah ditampilkan dalam film tersebut sebagai
objek transaksi sosial yang sedang dilakukan oleh Fahri dengan penghulu. Artinya kondisi
transaksional ini merupakan representasi dari keberadaan nilai-nilai patriarki yang masuk dan
mempengaruhi masyarakat tanpa tekanan, bahkan dalam beberapa hal proses tersebut merupakan
proses yang dianggap natural, atau alamiah. Dimana dalam film tersebut Aisyah juga tidak
memiliki kuasa untuk mengutarakan perasaannya, namun berjalannya waktu ia juga
mendapatkan cinta dari Suaminya, hingga terjadilah klimaks bahwa suaminya mengajukan
poligami.

Penggambaran seorang perempuan atau istri penurut dalam mendapatkan perhatian dari
kalangan feminis yang menggugat posisi perempuan selalu dijadikan kelas kedua, dimarjinalkan,
dan menjadi objek pelengkap bagi kekuasaan laki laki maupun penderita dari seorang laki-laki
sebagai penguasa di era postcolonial. Terkait dengan kedudukan perempuan dalam adegan film
Ayat-Ayat Cinta mempertegaskan bahwa karakter perempuan tersebut memang dikehendaki
untuk dapat diterima oleh khalayak sebagai representasi sosok istri yang baik yaitu penurut dan
salihah namun tidak menutup kemungkinan dari karakter aisyah yang merasa ketidakdilan dalam
rumah tangganya yang tidak dapat diutarakan ketika sosok Maria yang mana digambarkan
merupakan representasi dari alasan yang digunakan sosok laki laki untuk menunjukkan
kekuasaannya yang tidak dapat dilakukan perempuan.

Anda mungkin juga menyukai