Anda di halaman 1dari 30

PELECEHA

N SEKSUAL
(Sexual
Harassment)

Oleh :
Ian
Anita
Dian
.Sexual
Harassment.

Apa Itu Pelecehan Seksual?


► perilaku yang
mengganggu
► dilakukan oleh seseorang
atau kelompok orang
terhadap pihak lain
► berkaitan langsung
dengan jenis kelamin
pihak yang diganggunya
► menurunkan martabat
dan harga diri orang
yang diganggunya
Pengertia
n

Pengertian Pelecehan Seksual


Sexual🡺 hal-hal yang menyangkut
seks/jenis kelamin
Harassment🡺 penggangguan
ketenangan yang sifatnya tidak
diundang oleh subject yang
diganggu
Leceh🡺 membuat kecil, mengejek,
merendahkan martabat
Pelecehan adalah tindakan
menurunkan martabat
Pengertia
n

menurut BKKBN
Sexual (Badan Kependudukan
Harassment (pelecehan
dan Keluarga
seksual) Berencana
menurut Nasional,
Advisory Commite Yale
2012)
College Grevance Board and New York adalah:
“semua
“pelecehan tingkah
seksual laku
adalah seksual
segala macamatau
bentuk
kecenderungan untuk bertingkah
perilaku yang berkonotasi laku seksual
atau mengarah kepada
yang tidak
hal-hal diinginkan
seksual oleh seseorang
yang dilakukan baik
secara sepihak
dan tidak
verbal diharapkan
(psikologis) oleh
atau orang
fisik yangyang menjadisi
menurut
sasaran sehingga tingkah
penerima menimbulkan
laku reaksi negatif
sebagai
seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan
merendahkan martabat, penghinaan,
sebagainya pada diri individu yang menjadi korban
intimidasi, atau
pelecehan paksaan. “
tersebut.”
Perlu diketahui…
Perempuan dan laki-laki sama-sama
mempunyai kebutuhan seksual.
Apabila pemenuhan kebutuhan tersebut
dilakukan atas dasar kesepakatan atau
kesukarelaan antara kedua belah pihak
(laki-laki dan perempuan), maka tidak akan
timbul permasalahan.
Akan tetapi, apabila tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan kebutuhan seksual tidak
dilakukan atas dasar kesukarelaan (misalkan
ada unsur pemaksaan atau kekerasan), maka
akan menimbulkan permasalahan dan
keresahan, salah satunya adalah PELECEHAN
SEKSUAL
macam” pelecehan
seksual
Berdasarkan pengertian, tingkat pelecehan seksual
dapat dibagi dalam tiga tingkatan:
Rentang pelecehan
Pertama, tingkatan ringanseksual ini
sangat
• godaanluas
nakal, ajakan
, yakni iseng, dan humor
meliputi:
porno.
main mata, siulan nakal, komentar
Kedua, tingkatan
berkonotasi sekssedang
atau gender, humor porno,
• cubitan,
memegang, menentuh,
colekan, tepukanmeraba bagian di
atau sentuhan
tubuh tertentu,
bagian hingga gerakan
tubuh tertentu, ajakan serius untuk
tertentu atau
“berkencan”.
isyarat yang bersifat seksual,
ajakan berkencan dengan iming-iming atau
Ketiga, tingkatan berat
ancaman, ajakan melakukan hubungan
• seksual
perbuatan terang-terangan
hingga perkosaan. dan memaksa,
penjamahan, pemaksaan kehendak, hingga
percobaan pemerkosaan.
Kategori Pelecehan
Seksual
Kategori pelecehan seksual menurut
Kategori
Nichaus: Pelecehan
• pelecehan seksual yang terjadi sangat
Blitz rape
Seksualcepat, sedangkan pelaku tidak saling kenal.
Confidenc
Quid pro• pelecehan
quo seksual dengan penipuan, hal
e rape ini jarang dilaporkan karena malu.
pelecehan seksual yang biasanya
dilakukan oleh seseorang
• pelecehan yang
seksual yang saling tidak mengenal,
Powermemilikipelaku bertindak cepat dan menguasai korban,
kekuasaan otoritas terhadap dan
rapekorbannya,
dilakukan oleh
yakindisertai
orang
korban akan
yang berpengalaman
iming-iming
menikmati.
pekerjaan atau kenaikan gaji atau
• pelecehan seksual dimana korban menjadi
promosi.
Anger rape marah dan balas dendam.
Hostile work environment
Sadistie
Pelecehan seksualseksual
• pelecehan yang terjadi
dengantanpa janji
ciri kekejaman
rapeatau iming-iming
atau sampai pembunuhan
maupun ancaman.
Kategori Pelecehan
Seksual
Secara luas, terdapat lima bentuk pelecehan seksual
menurut ILO (International Labour Organization)
yaitu:
1. Pelecehan fisik
mencium, menepuk, mencubit, melirik atau menatap
penuh nafsu.
2. Pelecehan lisan
komentar yang tentang bagian tubuh atau
penampilan seseorang, lelucon dan komentar
bernada seksual.
3. Pelecehan isyarat
bersiul yang dilakukan berulang-ulang, isyarat
dengan jari, dan menjilat bibir.
4. Pelecehan tertulis atau gambar
menampilkan bahan pornografi , pelecehan lewat
email dan moda komunikasi elektronik lainnya.
5. Pelecehan psikologis/emosional
penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.
Faktor yang
Mempengaruhi
Faktor-Faktor
Sedangkan yangyang
faktor-faktor Mempengaruhi
mempengaruhi
perilaku seksual, Pelecehan
Terjadinya menurut Purnawan (2004)
Seksual
Faktor Faktor
Internal
Faktor Eksternal
Faktor
Hubunga
Fisik
seksual n
(fisik/psikologis) Keluarga

Pengetahuan
kesehatan Pergaulan
Faktor
reproduksi Faktor
Gaya
Harga Diri
Hidup
Motivasi Media massa
Faktor yang
Mempengaruhi

Faktor penyebab
terjadinya pelecehan
seksual pada perempuan
menurut BKKBN, 2012
dapat dilihat dari:

Sudut Sudut
Lingkunga
Pandang Pandang
n
Pelaku Korban
Faktor yang
Mempengaruhi

Sudut Pandang Korban:


Pelaku:
Penyebab pelecehan seksual yang sering
terjadi
biasanyakarena adanya
dilakukan olehdaya tarik seksual
seseorang
atau rangsangan yang dialami dua jenis
pelaku
kelaminkarena memiliki kekuasaan atau
yang berbeda.
kekuatan terhadap
Ditambah lagi korbannya,
perempuan dengan
yang menjadi
korban
disertai tidak beranipekerjaan
iming-iming menolak atau perlakuan
karena
kenaikantakut kehilangan pekerjaan.
penghasilan.
Bidang pekerjaan bagi perempuan
Pada posisi terbatas,
umumnya seperti ini,tidak
laki-laki lebih
seluas laki-laki.
sering
Karenamemungkinkan
keterbatasan itu untuk
perempuan
menjadi susah untuk
memperkerjakan menghindari
perempuan, tindak
seperti:
pelecehan yang diterimanya.
memecat, mengawasi dan
mempromosikan perempuan.
Faktor yang
Mempengaruhi
Faktor Lingkungan
Eksternal korban
adanya anggapan perempuan sebagai jenis
kelamin yang lebih rendah dan kurang bernilai
dibandingkan laki-laki.
Ruangan
Jika terdapat ruangan agak tertutup
mempermudah terjadinya tindak pelecehan
seksual.
Interaksi
Penyebab terjadinya pelecehan seksual yang
dialami oleh perempuan di lingkungannya dapat
melalui tiga model teoritis, yaitu :
Biological Model (model biologis), Organization Model
(model organisasi), The Sosial Culture Model (model
sosial budaya)
Dampak Pelecehan
Seksual

Dampak Psikologis
• ”Sindrom Pelecehan Seksual” yang berhubungan dengan
gejala psikologi, mencakup depresi, rasa tidak berdaya,
merasa terasing (isolasi), mudah marah, takut, kecemasan,

Dampak
dan penyalahgunaan zat adiktif.

Dampak Fisik

Peleceha
• sakit kepala, gangguan makan, gangguan pencernaan
(perut), rasa mual, serta menurun atau bertambahnya berat
badan tanpa sebab yang jelas.

n
• Ini semua terjadi karena perbuatan tersebut menimbulkan
rasa bersalah pada diri sendiri yang amat sangat.

Dampak Sosial
Seksual
• Korban pelecehan seksual di tempat kerja juga dapat
memiliki komitmen yang rendah terhadap tempat kerjanya,
dan korban dengan tingkat frekuensi pelecehan yang tinggi
lebih memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaan
mereka
Hukum yang Mengatur
tentang Pelecehan Seksual
Bahwa pelecehan seksual
menyebabkan perampasan
pada sejumlah hak warga
negara menunjukkan bahwa
upaya pencegahan dan
penanganannya adalah
amanat Undang-Undang.
Negara adalah pihak
utama yang bertanggung
jawab untuk memenuhi
hak-hak konstitusional
berdasarkan
Undang-Undang itu.
Hak-Hak
Korban
Hak-Hak Korban Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual merupakan pelanggaran terhadap
hak asasi manusia yang telah dijamin dalam
konstitusi kita, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Secara khusus, tindak pelecehan seksual merampas
hak korban sebagai warga negara atas jaminan
perlindungan dan rasa aman yang telah dijamin di
dalam konstitusi pada Pasal 28G(1).
Karena seringkali lahir dari ketimpangan kekuasaan
antara laki-laki dan perempuan, pembiaran terhadap
terus berlanjutnya pelecehan seksual terhadap
perempuan merampas hak perempuan sebagai
warga negara untuk bebas dari perlakuan
diskriminatif dan untuk mendapatkan perlindungan
dari perlakuan diskriminatif itu (Pasal 28I(2)).
Hak-Hak
Korban

Akibat dari pelecehan seksual itu, korban dapat


kehilangan hak untuk hidup sejahtera lahir dan
batin (Pasal 28H(1))
Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan
yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal
28G(2))
dan bahkan mungkin kehilangan haknya untuk
hidup (Pasal 28A)
Banyak pula korban yang kehilangan haknya atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum (Pasal 27(1) dan Pasal 28D(1))
karena tidak dapat mengakses proses hukum
yang berkeadilan.
Undang-Undang tentang
Pelecehan Seksual
Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi
Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan
Undang-Undang No.5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi
Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang
Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat
Manusia
Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 285, Pasal 286,
Pasal 287, Pasal 289, Pasal 291, Pasal 294;
Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1365 tentang
Perbuatan Melawan Hukum
Yang Harus Dilakukan
Ketika Terjadi Pelecehan Seksual
pelecehan seksual
ringan (pelecehan
seksual bentuk visual
Lapor pihak yang
dan verbal serta
berwajib tergantung
beberapa bentuk fisik
masing-masing
yang ringan misalnya
individu
sentuhan,
menyenggol,
mendekatkan tubuh)

tahap awal dapat diadukan ke pihak yang


dapat melindungi korban, misalkan guru,
orang tua atau orang yang dipercaya oleh
korban.
Yang Harus Dilakukan
Ketika Terjadi Pelecehan Seksual

pelecehan Tidak
dilaporkan ke melenyapkan
seksual bentuk
pihak yang bukti
fisik yang lebih
berwajib kekerasan/
berat
pelecehan
korban
dipandu Polisi
menghubungi membuat
Pusat surat
Pelayanan permintaan Minta bantuan
Terpadu visum agar pihak yg dapat
Pemberdayaan korban dapat melindungi
Perempuan segera
dan Anak diperiksa
(P2TP2A)
Faktor Hambatan
Korban Pelecehan
Seksual dalam
Pemulihan dan
Keadilan
Korban kekerasan bisa menderita trauma mendalam
akibat pelecehan seksual yang ia alami.
Konsep moralitas dan aib mengakibatkan masyarakat
cenderung menyalahkan korban, meragukan kesaksian
korban atau mendesak korban untuk bungkam. Pada
sejumlah masyarakat, konsep aib juga dikaitkan dengan
konsep nasib sial dan karma.
Sekalipun ada penegasan pada hak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, berbagai jenis pelecehan
seksual belum dikenali oleh hukum Indonesia.
Unit dan prosedur khusus untuk menangani kasus
kekerasan terhadap perempuan, khususnya pelecehan
seksual belum tersedia di semua tingkat
penyelenggaraan hukum dan belum didukung dengan
fasilitas yang memadai.
Adanya penyelenggara hukum yang mengadopsi cara
pandang masyarakat tentang moralitas dan pelecehan
seksual.
Cara
Mencegah dan
Menangani
Pelecehan
Seksual
Bangun pemahaman tentang pelecehan seksual
Jangan tinggal diam bila mengetahui adanya tindak
pelecehan seksual. Segera laporkan pada pihak
berwajib
Temani korban pelecehan seksual, bangun
keyakinan korban untuk tidak menyalahkan dirinya
sendiri
Temani dan dukung korban bila ia hendak melapor.
Bila korban enggan melapor, jangan dihakimi
keputusannya itu.
Berikan informasi kepada korban hak-haknya dan
juga keberadaan lembaga-lembaga yang dapat ia
hubungi untuk memperoleh informasi lebih lanjut
ataupun masukan bagi upaya pencarian keadilan
dan pemulihan
Berikan informasi tentang pelecehan seksual
kepada anggota keluarga, teman,tetangga, teman
sekerja atau lainnya
Ajak mereka untuk ikut mendukung korban dengan
cara tidak menyalahkan korban, tidak menstigma,
tidak mengucilkan apalagi mengusir korban
Ikut serta dalam advokasi perubahan hukum untuk
kepentingan korban pelecehan, termasuk dengan
memantau jalannya proses penegakan hokum
Dukung kerja-kerja lembaga pengada layanan bagi
korban pelecehan dengan mengumpulkan
informasi tentang pelecehan seksual yang terjadi
disekelilingnya, memberikan dukungan, ikut serta
dalam kampanye atau dalam penggalangan dana
bagi penanganan korban.
Sedangkan usaha yang dapat dilakukan orang tua
kepada anaknya untuk menghindari terjadinya
pelecehan seksual adalah sebagai berikut:
Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara
sentuhan yang baik dengan sentuhan yang buruk
dari orang dewasa.
Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu yang
tak boleh disentuh oleh orang dewasa kecuali saat
mandi atau pemeriksaan fisik oleh dokter.
Ajarkan kepada anak untuk mengatakan ’tidak’ jika
merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang dewasa
dan menceritakan kejadian itu kepada orang dewasa
yang meraka percaya.
Ajarkan bahwa orang dewasa tidak selalu ’benar’, dan
semua orang mempunyai kontrol terhadap tubuh
mereka, sehingga ia dapat memutuskan siapa yang
boleh atau tidak boleh untuk memeluknya.
Jika terjadi pelecehan seksual pada
anak, beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Ciptakan kondisi sehingga anak merasa
leluasa dalam menceritakan tentang
bagian tubuhnya dan menggambarkan
kejadian dengan akurat.
Yakinkan anak bahwa orang dewasa yang
melakukannya adalah salah, sedangkan
anaknya sendiri adalah benar.Orang tua
harus bisa mengkontrol ekspresi
emosional didepan anak.
Tindakan Yang
Dapat
Dilakukan
Untuk
Menangani
Korban
Pelecehan
Seksual
1. Perlindungan dan penanganan secara
fisik (contohnya penyembuhan atau
terapi oleh dokter).
2. Perlindungan dan penanganan
kejiwaan (bisa dengan konsultasi, terapi
kejiwaan atau pendidikan mental
spiritual).
3. Secara sosial dengan memberi
dukungan sosial dan emosional,
menerima kehadirannya, membicarakan
sesuatu yang sesuai dengan
pemahamannya sehari-hari, serta
memberikan kesempatan untuk terlibat
aktif dalam berbagai kegiatan di
lingkungannya.
Daftar Pustaka
1. Asian Decent Work decade 2006-2015. Declaration on Fundamental
Principles and Rights at Work. ILO
2. BKKBN, 2013. Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan
Reproduksi Pelecehan Seksual. Jakarta: ISBN.
3. Department of Defense United State of America, 2015. Annual Report
on Sexual Harassment and Violence at the Military Service Academies.
USA: department of Defense USA
4. Dharma, Willieano Satya. 2008. Pelecehan Seksual Pada Wanita Di
Tempat Kerja. Universitas Gunadarma.
5. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011. Pedoman
Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Jakarta: Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
6. Kinasih, Sri Endah. 2007. Perlindungan dan Penegakan HAM
terhadap Pelecehan Seksual. Surabaya: Universitas Airlangga.
7. UNESCO, UNAIDS, UNFPA, UNICEF, WHO. 2009. International
Technical Guidance on Sexuality Education. Vol. II. Paris: UNESCO
Terima Kasih. ☺

Anda mungkin juga menyukai