Anda di halaman 1dari 4

PELECEHAN SEKSUAL

PELECEHAN SEKSUAL
Kekerasan seksual, merupakan istilah yang cakupannya lebih luas daripada pelecehan seksual
Komnas perempuan mengidentifikasikan pelecehan seksual termasuk bagian dari kekerasan
seksual, menyebutkan bahwa
Pelecehan seksual adalah Tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun nonfisik dengan
sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Tindakan yang di maksud termasuk juga
siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan
keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, dan Gerakan atau isyarat yang
bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa
direndahkan martabatnya dan mungkin sampai menyebabkan masalah Kesehatan dan
keselamatan.
Berdasarkan buku "Psikologi Keselamatan Kerja" (2008) yang ditulis Tulus Winarsunu,
pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang
dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuknya dapat berupa
ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan tindakan yang berkonotasi seksual.
pelaku kejahatan seksual tidak mengenal kelas atau starata social/ golongan ekonomi, semua bisa
menjadi pelaku
berdasarkan penelitian loreal paris Bersama IPSOS januari 2021, pelecehan seksual sering terjadi di
jalan umum, transportasi umum, sekolah dan kampus

Dalam riset yang yang dilakukan secara nasional oleh L’Oreal  Paris melalui IPSOS Indonesia,
ditemukan bahwa 82% perempuan Indonesia pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik
Berikut adalah bentuk pelecehan seksual di ruang publik, menurut hasil survey L’Oréal Paris
dan IPSOS, 2020

Pandangan, gestur, tatapan, atau lirikan seksual yang tidak senonoh dan tidak
59%
diinginkan yang membuat saya merasa tidak nyaman.
seorang yang secara berulang bersuit ke arah saya, mengejek, membuat suara
45%
ciuman, melolong, atau mendecakkan bibir dengan cara seksual.
Komentar atau lelucon yang sugestif atau agresif secara seksual tentang
45% penampilan saya, pakaian saya, anatomi, atau rupa saya yang membuat saya
merasa tidak nyaman.
Seseorang yang bersikap agresif dan bersikeras untuk mengetahui nama, nomor
42% telepon, atau informasi pribadi saya, atau mendesak untuk mendapatkan
kencan.
Seseorang yang menunjukkan kepada saya gambar yang eksplisit secara
41%
seksual yang membuat saya merasa tidak nyaman.
39% Sentuhan, pelukan, atau ciuman yang tidak diinginkan.
39% Pertanyaan agresif dan berulang tentang kehidupan pribadi atau seks sayayang
membuat saya merasa tidak nyaman.
Seseorang yang memaparkan dirinya kepada saya dengan cara seksual,
32%
menunjukkan organ seksual kepada saya, atau bermasturbasi di depan saya.
31% Seseorang yang berada di dekat saya atau mengikuti saya dengan niat seksual.

Seseorang yang secara tidak senonoh atau berulang menyebut saya sebagai
29% gadis, molek, boneka, sayang, atau cewek, menghina saya(anjing betina, jalang,
pelacur, dsb.).

Desakan yang tidak diinginkan dan berulang untuk bantuan seksual, seseorang
yang bersikeras agar saya memperlihatkan bagian tubuh saya
22%
yang tidak ingin saya perlihatkan.

Hukum di Indonesia blm mengenal kata pelecehan seksual, yang ada adalah cabul

MITOS SEPUTAR PELECEHAN SEKSUAL


1. Beberapa orang ada yang “Mengundang untuk di lecehkan”
2. Diam berarti ingin
3. Jangan pedulikan pelaku yang melakukan, diamkan maka akan berhenti dengan
sendiri
4. Korban pelecehan seksual hanya perempuan, semua pelaku adalah laki-laki
5. Menganggap itu sebagai sebuah bercandaan

BENTUK PELECEHAN SEKSUAL


1. Komentar, gurauan dan rayuan bernada seksual
2. Undangan untuk melakukan hubungan seks yang tidak diinginkan
3. Menunjukkan gambar gambar seksual secara eksplisit
4. Gerakan seksual yang tidak diinginkan seperti memeluk mencium secara paksa

CATCALLING
Siulan dan dipanggil dengan sebutan “sayang”, “mau ditemenin ga”, “Jangan cuek banget
nanti dicium loh”. Dan tatapan yang tajam oleh orang asing terhadap bentuk tubuh hingga
rabaan yang tidak diharapkan sehingga memunculkan rasa tidak aman dan nyaman sering kita
temui dalam kehidupan sehari-hari, dan hal tersebut dianggap lumrah.
Perbuatan seperti ini dikategorikan denga apa yang disebut “Street Harssament”
Adalah suatu Tindakan Tindakan seperti bersiul tindakan-tindakan seperti bersiul, menatap atau
melotot secara berkepanjangan, meraba-raba, mengikuti seseorang dan komentar verbal
yang mengganggu. Menurut laporan yang berjudul “Unsafe and Harassed in Public: A
National Street Harassment Report”, street harassment atau pelecehan jalan diartikan
merupakan suatu interaksi yang tidak diinginkan yang terjadi pada ruang publik yang
melibatkan dua pihak atau lebih yang tidak saling mengetahui satu sama lain dan biasanya
disebabkan oleh gender, orientasi seksual atau ekspresi gender, mengakibatkan korban
merasa kesal, marah, malu ataupun takut.

Mengapa perempuan lebih banyak tidak mengekspresikan diri Ketika menjadi korban?
Apakah mereka takut?bodoh? bukan
Hal ini disebabkan oleh struktur yang membuat mereka tidak memungkinkan menarasikan diri dan
permasalahannya.

Berdasarkan teori Symbolic Annhilation (anihilasi simbolis) yang dikembangkan oleh Gaye
Tuchman. Mulanya dikemukankan oleh George Gerbner ketika melihat kemunculan dan
ketidakmunculan kelompok tertentu di dalam media. menjelaskan tentang anihilasi simbolis
(symbolic annihilation) bahwa representasi perempuan oleh media yang terlalu rendah
(underrepresentation) termasuk stereotipe perempuan yang lemah, secara simbolis
menunjukkan posisi perempuan dalam masyarakat
Tuchman menjelaskan tiga hal yang mengindikasikan anihilasi simbolis yaitu penghilangan,
kealphaan atau tidak dicantumkannya perempuan dalam media (Omission), pengabaian
media terhadap perempuan atau perempuan dianggap tidak penting oleh media
(trivialization), dan penyalahan Media terhadap perempuan (condemnation).
1. Omission : berarti kealpaan/hilang menghilangkan kelompok/individu marjinal
2. Trivialization : pengabaian, penempatan mereka seminimal mungkin tapi
kemunculannya tidak penting/siginifikan
3. Condemnation : penyalahan/ penghukuman
Teori ini dikaitkan dengan konteks kekerasan seksual:
1. Ommision : Tabu membicarakan seksualitas, seperti menganggap pelecehan adalah
aib. Lalu hirarki kekuasaan seperti yang lebih senior yang bisa berbicara.
2. Trivialization : Subjek dibuat tidak penting, pengabaian terhadap korban pecelehan
seperti “Ah baru begitu doang” “Yan ama nya juga cowo”
3. Condemnation : Penyalahan seperti ketimpangan dalam memandang posisi laki-laki
dan perempuan seperti, sudah diperkosa malah disalahkan. perempuan korban
pemerkosaan disalahkan karena pakaian (Victim blaming)

SIAPA YANG BISA MENDOBRAK HAL TERSEBUT:


Subjek subjek yang memiliki keasadaran akan hal tersebut bahwa terdapat ketimpangan pada
hal tersebut yang dalam hal ini ketimpangan terhadap kasus kekerasan sekssual
Siapa? Individu, masyarakat, negara dll
Di tingkat kultur atau budaya hukum, masih terdapat aparatur penegak
hukum yang mengadopsi cara pandang masyarakat tentang moralitas dan
kekerasan seksual. Akibatnya, penyikapan terhadap kasus tidak
menunjukkan empati pada perempuan korban, bahkan cenderung ikut
menyalahkan korban. Pertanyaan seperti memakai baju apa, sedang berada
dimana, dengan siapa jam berapa, merupakan beberapa pertanyaan yang kerap ditanyakan
oleh aparat penegak hukum ketika menerima laporan kasus perkosaan. Pertanyaan semacam
itu tidak saja menunjukkan ketiadaan perspektif korban,tetapi juga merupakan bentuk
menghakimi korban dan membuat korban mengalami kekerasan kembali
Ketimpangan gender adalah salah satu penyebab terjadinya pelecehan seksual, kebanyakan
korban adalah perempuan. Tapi hal tersebut tidak membuat pria lepas dari pelecehan seksual.
Anggapan masyarakat yang mewajarkan perilaku pelecehan dan menganggap apa yang
terjadi pada korban adalah aib.

Anda mungkin juga menyukai