Anda di halaman 1dari 4

HASIL PENELITIAN

Seperti yang diketahui bahwa semenjak wabah Covid-19 mendunia,

Working from Home (WFH) menjadi satu hal yang pada akhirnya lazim dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat. Adapun penelitian ini bertujuan untuk melihat

bagaimana efek pengurangan paparan blue light terhadap ritme sirkadian

karyawan WFH, dengan menggunakan narrative review pada 10 jurnal penelitian

yang telah ditentukan sebelumnya.

Ritme sirkadian merupakan jam alami dalam tubuh manusia, adalah sistem

internal tubuh yang mengatur banyak hal terutama siklus tidur-bangun yang

berulang setiap 24 jam, dimana ritme ini dipengaruhi langsung oleh isyarat

lingkungan, terutama cahaya, yakni gelap dan terang (Guyton, 2020). Berdasarkan

definisi tersebut, diketahui bahwa ritme sirkadian sangat berhubungan dengan

kualitas tidur. Dalam sebuah penelitian terdahulu mengenai ritme sirkadian,

peneliti (Askandar, 2022), menyebutkan bahwa ritme sirkadian memiliki

hubungan yang signifikan dengan kualitas tidur. Lebih lanjut, dalam penelitian

tersebut bukan hanya ritme sirkadian yang menjadi pengaruh namun juga

penggunaan gadget, yang juga relevan dalam fenomena WFH ini. Adapun urgensi

kualitas tidur yang baik juga dijelaskan dalam penelitian (Stella dkk., 2022),

bahwa kualitas tidur yang baik (sehat) dapat berpengaruh terhadap kesehatan

manusia, dalam hal ini menurunkan resiko terjadinya hipertensi dan meningkatkan

kualitas hidup individu tersebut.

Selama ini diketahui bahwa paparan blue light dapat mempengaruhi

bagian tubuh atau sistem tubuh manusia. Salah satu peneliti (Zhao et. al., 2018),
menyebutkan bahwa paparan dari blue light salah satunya dapat berdampak secara

fisik yaitu pada kerusakan mata. Selain itu, menurut peneliti (Lubis & Zaini,

2022) ada hubungan yang signifikan antara paparan sinar biru pada perangkat

layar digital dengan kualitas tidur mahasiswa. Diketahui bahwa Dari 150 subjek

penelitian, terdapat 64% wanita, 36% pria. Usia, 1,3% berusia 19 tahun, 18,7%

berusia 20 tahun, 58% berusia 21 tahun, 20% berusia 22 tahun, 2% berusia 23

tahun. Eksposur cahaya biru, buruk 94%, bagus 6%. Kualitas tidur, buruk 87,3%,

baik 12,7%. Hubungan paparan sinar biru dengan kualitas tidur diperoleh nilai

p<0,001 dan koefisien r sebesar 0,663. Penelitian lain yang juga mendukung

temuan ini

Sebuah penelitian (Lawrenson et. al., 2017) sebenarnya berfokus untuk

melihat kelebihan dan kekurangan sebuah lensa di pasaran yang mengklaim dapat

menghalau paparan blue light saat menggunakan digital devices. Namun, apabila

dilihat lebih jauh, penelitian memperlihatkan bahwa ada pengaruh antara paparan

blue light dengan kesehatan mata dan kualitas tidur.

Seperti yang diketahui bahwa penelitian-penelitian terdahulu tersebut

menunjukkan bagaimana paparan blue light berpengaruh secara signifikan

terhadap kualitas tidur. Melalui hasil penelitian-penelitian tersebut diketahui

bahwa bahwa semakin tinggi paparan blue light, semakin rendah kualitas tidur,

dan begitu pula sebaliknya, dimana dimana kualitas tidur juga berkaitan erat

dengan ritme sirkadian. Sehingga, apabila dilakukan pengurangan paparan dari

blue light itu sendiri, diduga dapat mempengaruhi peningkatan kualitas tidur dan

ritme sirkadian. Dugaan ini dapat didukung dalam hasil penelitian (Saputra, dkk.,

2022) bahwa penggunaan gadget sebelum tidur salah satunya dapat menyebabkan
siklus tidur terganggu dan cara pemakaian yang terus menerus menjadi faktor

penting yang menyebabkan risiko tersebut menjadi lebih tinggi. Sehingga,

semakin memperkuat dugaan bahwa pengurangan paparan blue light seharusnya

bisa mengurangi resiko terganggunya siklus tidur atau ritme sirkadian. Kemudian

sebuah temuan penelitian (Guarana et. al., 2021) mendukung dugaan ini, dimana

dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa pengurangan paparan blue light

melalui penyaringan misalnya dengan kacamata, dapat menciptakan bentuk

kegelapan fisiologis, sehingga meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur. Lebih

lanjut dijelaskan bahwa dalam kajian khusus literatur menganai sirkadian, pada

dasarnya penelitian ini menduga bahwa tidur dengan hemat biaya (melalui

pengurangan paparan blue light), dapat meningkatkan berbagai hasil yang relevan

secara organisasi, dimana penelitian ini dilakukan terhadap pekerja kantoran. Hal

ini juga didukung oleh peneliti (Henriksen et. al., dkk) dimana pemblokiran

paparan blue light tidak hanya meningkatkan kualitas tidur tetapi bahkan

memperbaiki gejala pada pasien mania.

Kemudian didapati pula gap dalam penelitian ini dimana peneliti (Shechter

et. al., 2020) menemukan adanya inkonsistensi dalam pengaruh paparan blue light

terhadap kualitas tidur ataupun ritme sirkadian, dimana beberapa menunjukkan

manfaat dan yang lainnya tidak menunjukkan efek intervensi. Namun yang pasti

diketahui bahwa siklus tidur-bangun dan sirkadian dipengaruhi oleh cahaya,

khususnya pada bagian panjang gelombang pendek dari visible spectrum. Meski

demikian, yaiitu temuan menunjukkan hasil yang bercampur, namun secara umum

diketahui bahwa pengurangan paparan blue light dapat meningkatkan kualitas


tidur, khususnya pada individu dengan insomnia, gangguan bipolar, sindrom fase

tidur tertunda, atau gangguan hiperaktif defisit perhatian.

Anda mungkin juga menyukai