PENDAHULUAN
Sejarah adalah ilmu tentang asal usul dan perkembangan masyarakat dan bangsa
di masa lalu yang berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat dan bangsa di masa kini dan
masa yang akan datang. Pendidikan Sejarah merupakan suatu proses internalisasi nilai-
dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya
Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan kajian mengenai ilmu sejarah pada
jenjang pendidikan SMA/MA dan SMK/MAK tentang berbagai peristiwa sejarah dalam
masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa lampau, masyarakat dan bangsa lain di luar
Indonesia sejak zaman yang paling tua sampai zaman terkini. Oleh karena itu, Pendidikan
sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa,
kualitas manusia dan masyarakat Indonesia umumnya. Tetapi, pelajaran sejarah sering
dianggap sebagai pelajaran hafalan dan tidak menarik. Pembelajaran ini dianggap sebagai
rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap
kembali saat menjawab soal-soal ujian. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena masih
terjadi sampai sekarang. Pembelajaran sejarah di kelas kurang efektif sehingga banyak
siswa-siswi menganggap sejarah merupakan mata pelajaran yang membosankan. Hal ini
dikarenakan dalam suatu materi hanya mengungkapkan fakta-fakta sejarah berupa tahun
dan nama tokoh sejarah. Proses pembelajaran sejarah dapat dikatakan kurang kreatif, guru
metode-metode kreatif lainnya seperti metode Peta Konsep yang membangun pengetahuan
1
Sejarah sebagai salah satu ilmu dasar merupakan mata pelajaran yang wajib
diajarkan di semua level pendidikan. Mata pelajaran sejarah adalah pelajaran yang
mempunyai objek manusia dan memfokuskan pada aspek kehidupan di masa lampau.
materi sejarah, hal ini sesuai dengan tujuan dari pembelajaran sejarah yang termuat dalam
1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang
merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
2. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan
Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan
5. Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa
Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan
Berdasarkan tujuan pembelajaran sejarah yang termuat pada point dua, siswa
dituntut untuk berfikir historis (historical fhinking) yang menjadi dasar untuk kemampuan
berfikir logis, kreatif, insipratif, dan inovatif. Salah satu kemampuan sejarah yang dapat
mendukung pembelajaran sejarah ada kreativitas. Salah satu fungsi sejarah adalah
mengajarkan siswa kreatif dalam proses pembelajaran sejarah dan implikasinya di masa
2
"Fungsi sejarah pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan pengertian dan
pemahaman yang mendalam dan lebih baik tentang masa lampau dan juga masa sekarang
dalam interlasinya dengan masa datang. Sedangkan kegunaan atau manfaat sejarah ada
empat yakni bersifat edukatif bahwa pelajaran sejarah membawa kebijaksahaart dari
kearifan, kedua yarig bersifat insipratif artinya memberi ilham, ketiga bersifat instruktif,
bersifat rekreatif, yakni memberikan kesenangan estetis berupa kisah-kisah nyata yang
dialami manusia".
Berdosarkan pernyataan di atas maka guru harus dapat menjadikan peserta didik
aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Sementara itu kreativitas siswa terlihat rendah
ketika siswa tidak mampu mengaitkan konsep yang berkaitan dengan materi yang
didapatkannya melalui sumber buku atau dari penjelasan guru dengan kata-kata sendiri.
Selain itu kurangnya kreativitas dalam diri siswa juga dapat terlihat ketika proses
pembelajaran dimana banyak siswa hanya menjadi penerima ilmu dan menyimak apa yang
dijelaskan oleh guru. Interaksi antara siswa dan guru dalam proses belajar dan mengajar
Buku teks (tekstual) yang digunakan sebagai bahan ajar dalam menyampaikan informasi
kepada peserta didik belum mampu sepenuhnya menggali kemampuan siswa untuk
bereksplorasi baik melalui brainstorming maupun metode- metode kreatif lainnya. Oleh
karena itu penulis selaku guru Sejarah berupaya menerapkan metode Peta Konsep yang
siswa dapat diatasi dengan menggunakan metode yang dapat membantu guru dalam
3
menyederhanakan suatu materi pelajaran menjadi konsep-konsep yang saling
oleh siswa-siswa tertentu saja. Peran serta siswa belum menyeluruh, siswa yang aktif
dalam kegiatan pembelajaran cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali
informasi dari guru maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki
pencapaian kompetensi belajar yang lebih tinggi. Siswa yang kurang aktif cenderung pasif
dalam kegiatan pembelajaran, mereka hanya menerima pengetahuan yang datang padanya
sehingga memiliki pencapaian kompetensi yang lebih rendah. Selain itu materi pelajaran
sejarah Indonesia untuk kelas X relatif banyak dan jam mengajar yang terbatas. Hal ini
tentu sangat berpengaruh pada pencapaian prestasi belajarnya. Dari beberapa hasil evaluasi
masih rendah. Kemampuan siswa mengingat konsep dan melakukan analisis terhadap
fakta sejarah juga rendah. Sebagian kecil siswa yang lain kemampuan sejarahnya sudah
cukup baik yang ditandai dengan tingginya nilai ulangan ataupun tugas.
rendahnya hasil belajar siswa tentu akan menjadi hambatan yang besar. Atas dasar
kenyataan inilah, maka perlu dicari alternatif lainnya dengan melakukan inovasi
pendekatan pembelajaran, baik itu dalam penggunaan media ataupun metode penyampaian
sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan yang
pembelajaran yang mampu melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh sehingga
siswa dapat menyerap informasi dan materi sejarah secara maksimal, yaitu berupa konsep-
konsep maupun fakta-fakta penting yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Selain itu,
4
melalui pemilihan model pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi yang
diterima siswa tidak hanya dari guru melainkan juga dapat meningkatkan peran serta,
kreativitas dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama
penulis mengadakan analisis dan evaluasi sebagai upaya pemecahan masalah. Salah satu
model pembelajaran yang mampu untuk menyederhanakan suatu materi pelajaran dan
mampu membantu siswa untuk meningkatkan kreativitas dan minat adalah pembelajaran
menggunakan peta konsep. Fungsi utamanya adalah menyajikan konsep- konsep. agar
proses penyerderhanoan materi pelajaran tersebut berhasil maka perlu adanya pemahaman
akan konsep-konsep tersebut. Adapun jenis-jenis metode peta konsep yang akan
digunakan penulis adalah jenis peta konsep pohon jaringan, siklus dan rantai kejadian.
tersebut timbul karena kurangnya hasil belajar siswa pada pembelajaran sejarah.
"Bagaimana penerapan media peta konsep dalam meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di kelas X SMA NU Widasari)"
sebagai berikut:
peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran sejarah di kelas X
SMA NU Widasari?
5
b. Apa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan menggunakan media
peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran sejarah di kelas X
SMA NU Widasari?
c. Bagaimana cara guru mengatasi kendala yang dihadapi dalam menerapkan media peta
konsep untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah di Kelas
X SMA NU Widasari?
Untuk menghindari kesalahan maksud serta menjaga agar penelitian ini lebih
terarah dan dapat dikaji secara mendalam moka diperlukan pembatasan masalah. Masalah
yang hendak dikaji dalam penelitian ini hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan media peta konsep
untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah, namun secara khusus
3. Mengetahui efektivitas penerapan media peta konsep dalam meningkatkan hasil belajar
siswa
4. Memperoleh gambaran tentang cara guru mengatasi kendala yang dihadapi dalam
6
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan wawasan ilmu-ilmu
pendidikan yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi belajar siswa dan peran serta
siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan manfaat praktis yaitu memberikan referensi dan
informasi bagi guru untuk merancang strategi pembelajaran yang efektif dan inovatif sehingga
dapat meningkatkan kompetensi hasil belajar siswa dengan perbaikan pembelajaran dan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dalam pendidikan, adapun manfaatnya
yaitu:
1. Meningkatkan hasil belajar siswa dengan mengetahui konsep- konsep dari sutu materi
tertentu dan melatih menarik kesimpulan dari konsep- konsep yang telah diidentifikasi.
2. Menjadikan motivasi dalam mengembangkan media dalam pembelajaran sejarah dan bisa
pelajaran sejarah.
menggunakan media yang cocok untuk mengembangkan diri secara profesional termasuk
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS
segala upaya untuk membuat seseorang belajar dan bagaimana menghasilkan terjadinya
peristiwa belajar dalam diri orang tersebut. Pembelajaran adalah kegiatan yang di
mengatur serta memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar bisa belajar
instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan
potensi peserta didik menjadi kompetensi dan tidak berhasil tanpa adanya guru. Yaitu
guru yang mampu membuat peserta didik untuk belajar, sehingga terjadi perubahan
tingkah laku pada diri peserta didik dan melalui perubahan tersebut peserta didik
mendapatkan kemampuan yang baru untuk kehidupan yang akan dihadapi di masa yang
akan datang.
Pasal 1 ayat 20 yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik interaksi
secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung yaitu dengan
8
Sejarah adalah ilmu tentang asal usul dan perkembangan masyarakat dan bangsa
di masa lalu yang berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat dan bangsa di masa kini
dan masa yang akan datang. Pendidikan Sejarah merupakan suatu proses internalisasi
tentang berbagai peristiwa sejarah dalam masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa
lampau, masyarakat dan bangsa lain di luar Indonesia sejak zaman yang paling tua
sampai zaman terkini. Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pendidikan sejarah. Sejarah memiliki makna dan posisi yang strategis,
mengingat:
1. Manusia hidup masa kini sebagai kelanjutan dari masa lampau sehingga pelajaran
sejarah memberikan dasar pengetahuan untuk memahami kehidupan masa kini, dan
3. Pelajaran Sejarah adalah untuk membangun memori kolektif sebagai bangsa untuk
4. Sejarah Indonesia memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (Setianto, 2015:21).
Karena kesadaran sejarah dapat menumbuhkan rasa bangga dan cinta tanah air,
melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan dalam berbagai
9
bidang kehidupan masyarakat dan bangsa. Sejarah juga meningkatkan pemahaman
peserta didik terhadap diri sendiri, masyarakat. Karena proses terbentuknya bangsa
Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa
mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral yang mencerminkan
karakter diri, masyarakat, dan bangsa, yang sadar akan pentingnya konsep waktu dan
(historical thinking) yang menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif,
dalam kelas agar terjadi interaksi kegiatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa
untuk belajar dengan baik. Salah satu keberhasilan belajar tergantung pada metode
pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Menurut gunawan (2014:61)
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
pola pilihan, artinya guru boleh memilih metode pembelajaran yang sesuai untuk
10
Agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien serta tujuan belajar dapat
strategi pembelajaran adalah suatu perencanaan proses suatu kegiatan yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan
efisien.
dalam pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator. Guru selain itu juga
sehingga menjadi lebih bermakna bagi siswa. Salah satu strategi untuk melibatkan
kooperatif merupakan pembelajaran yang banyak melibatkan siswa secara aktif dalam
kelompok- kelompok belajar yang terdiri dari siswa dengan kemampuan yang beragam
untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Nur M dan Wikandari (1999)
kooperatif dapat berjalan secara efektif, maka perlu ditanamkan pada diri siswa unsur-
unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut (Ibrahim dkk. 2000:6):
11
a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup semati".
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya seperti milik
mereka sendiri.
d. Para siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara
anggota kelompoknya.
e. Para siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga
belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
12
c. Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis
kelamin berbeda-beda.
pembelajaran yang lain yaitu menekankan adanya kerjasama antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain. Dimana antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda
belajar saat ini. Teori- teori tersebut umumnya menampilkan satu perspektif tertentu
yang dalam pembelajaran kooperatif telah menjadi suatu paradigma tersendiri. Ada
diterapkan dengan tepat dapat menciptokan suatu kondisi yang di dalamnya setiap
kelompoknya hanya jika teman-teman satu kelompoknya yang lain juga sukses
terhadap prestasi belajar siswa jika dalam kelompok kooperatif terjalin suatu
13
di mana setiap anggota kelompok saling membantu satu sama lain karena mereka
merasa peduli pada yang lain dan ingin sama- sama sukses.
prestasi belajar mereka selama mereka mampu memproses informasi secara mental
Perspektif perkembangan berasal dari pemikiran Jean Piaget dan Lev Vyogotsky
yang menegaskan bahwa ketika siswa bekerja sama, konflik sosio-kognitif akan
Perspektif yang dikembangkan oleh O'Donnel dan O'Kelly (1994) ini menegaskan
restrukturisasi informasi yang sudah ada. Elaborasi yang paling efektif adalah
menjelaskan materi pelajaran pada orang lain. Namun penjelasan yang diberikan
14
2.1.5 Tujuan pembelajaran kooperatif
Ada tiga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan dikembangkannya model
sulit serta memberikan keuntungan bagi siswa kelompok bawah maupun kelompok
atas yang saling bekerja sama dalam menuntaskan materi. Sehingga kemampuan
akademik yang diperoleh siswa yang berkemampuan lebih tinggi akan lebih
berkembang.
penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas
berbagai latar belakang dan kondisi yang beragam memiliki peluang untuk saling
struktur penghargaan kooperatif, siswa belajar untuk menghargai satu sama lain.
Sehingga dengan belajar kooperatif, tidak akan ada gap atau jarak diantara siswa di
dalam kelas.
Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim dkk (2000:9)
yang amat penting untuk dimiliki dalam hidup bermasyarakat. Dengan saling
15
bekerja sama, kemahiran siswa dalam bergaul dibina dan kesadaran kemasyarakat
proses belajar mengajar, tujuan pembelajaran kooperatif ini yaitu membantu siswa
akademis saja melainkan juga membantu siswa dalam mengembangkan tingkah laku
dan hubungan sosial yang lebih baik. Sehingga siswa berkembang menjadi anggota
masyarakat yang pandai bergaul, baik dengan orang- orang maupun dengan harta
budaya masyarakat.
Ausubel (dalam Dahar, 1989) ‘'belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi".
Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan
kepada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.
16
Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang
telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi
dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang
menyajikan informasi itu dalam bentuk final maupun dengan bentuk belajar penemuan
yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan
diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu
pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain- lain) yang telah dimilikinya.
Belajar secara hafalan terjadi jika siswa mempelajari konsep-konsep baru secara
yang telah diketahuinya. Sedangkan belajar bermakna adalah pengetahuan atau konsep
baru yang diperoleh segera dikaitkan dengan konsep- konsep yang sudah ada dalam
struktur kognitif siswa. Hasil paduan ini adalah informasi atau konsep baru. Hasil
belaiar bermakna adalah informasi yang telah dipelajari akan relatif bertahan lebih lama
dalam ingatan.
"Peta konsep adalah suatu alat yang digunakan untuk menyatakan hubungan
proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata
dalam suatu unit semantik" (Dahar. 1989:122}. Dalam bentuknya yang paling
sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu
kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Dalam peta konsep dapat diamati
bagaimana konsep yang satu berkaitan dengan konsep yang lain. Ausubel (1968} dalam
apabila konsep baru yang lebih khusus dikaitkan dengan konsep lama yang lebih umum
17
Dalam peta konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti,
bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
Konsep yang paling inklusif (konsep fokus atau konsep utama) terletak di puncak dan
menjadi lebih khusus. Ada kalanya konsep-konsep yang sama, oleh orang lain
menghasilkan peta konsep yang berbeda, sebab untuk orang itu kaitan konsep yang
yang bermakna bagi orang yang menyusunnya. Di sinilah kita lihat perbedaan-
perbedaan individual yang ada pada siswa. Dengan kata lain hubungan antara konsep-
konsep bagi seseorang itu adalah idiosinkratik. Ini berarti bahwa kebermaknaan
konsep-konsep itu khas bagi setiap orang, sehingga peta konsep yang dibuat oleh
mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki ketika pelajaran baru akan
atau konsep-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru
bermakna. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan ialah dengan memilih satu
konsep utama dari pokok bahasan yang akan dibahas, kemudian menyuruh siswa
18
untuk menyusun peta konsep dengan menghubungkan konsep-konsep itu.
konsep-konsep itu hingga mambentuk proposisi yang bermakna. Dari peta konsep-
peta konsep yang dihasilkan oleh siswa, guru dapat mengetahui sejauh mana
Bila seseorang dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran, ia tidak akan begitu
saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep
dari isi bab itu, ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang
dibacanya, meletakkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta konsep yang
terjadi. Konsep salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep- konsep
d. Alat Evaluasi
Selama ini alat-alat evaluasi yang digunakan guru berupa tes subyektif atau tes esai.
evaluasi yang kita hadapi selama ini. Salah satu terobosannya yakni dengan
diajarkan.
19
2.1.9 Cara Membuat Peta Konsep
Pembuatan suatu peta konsep secara umum dapat dirumuskan ke dalam enam langkah
3) Mengurutkan konsep-konsep dari mulai yang paling inklusif sampai yang paling
tidak inklusif.
Novok dan Gowin (dalam Haris, 2005:18) mengemukakan kelebihan peta konsep bagi
guru dan siswa. Kelebihan peta konsep bagi guru adalah sebagai berikut:
2) Peta konsep merupakan cara terbaik menyajikan pembelajaran karena tidak bersifat
verbal. Siswa dengan mudah melihat, membaca, dan mengerti makna yang
diberikan.
3) Peta konsep membantu guru menyajikan pembelajaran secara runtut dan sistematis.
20
Sedangkan kelebihan peta konsep bagi siswa adalah sebagai berikut:
Adapun kelemahan penggunaan peta konsep menurut Haris Sumadiria (2005, hlm. 20),
antara lain:
yang sama dapat menghasilkan peta konsep yang berbeda-beda. Setiap peta konsep
Dengan kata lain, hubungan konsep-konsep bagi seseorang bersifat idiosentrik yang
berarti kebermaknaan konsep-konsep itu khas bagi setiap individu, sehingga peta
menyeluruh dalam satu halaman. Model ini memanfaatkan keseluruhan otak siswa
untuk kreatif dalam memetakan pikirannya dalam menghadapi berbagai materi yang
diterima. Terkait fakta-fakta yang ada akan lebih mudah diterima bila dipetakan
menjadi konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain. Pembuatan peta
21
menghasilkan konstruksi pengetahuan yang lebih kuat, yaitu dengan mengingat
konsep dalam kelompok menjadi kegiatan mencatat kreatif. Karena dalam prosesnya
akan meningkatkan daya belajar visual yang memadukan dan mengembangkan potensi
problem. Problem dalam berbagai bidang kepada siswa untuk dipecahkan dengan cara
meletakkan problem pada konteks yang relevan. Dengan kata lain mengajar adalah
lesson featned. Pusat Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army's Centef)
keuntungan bagi yang lain (Suyono & Hariyanto. 2014:15). Dengan saling berbagi
bermakna. Mengacu konsep pendidikan Islam, lesson learned pada hakikatnya adalah
ibrah yang diperoleh dari mempelajari ayat-ayat Tuhan yang terserok di alam dan
kehidupan.
dan nilai. Kapabilitas tersebut timbul dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan
proses kognitif yang dilakukan pebelajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009:10). Dengan
22
demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi
Acara Pembelajaran
STIMULASI DARI LINGKUNGAN
Bagan 2.1. Komponen Esensial Belajar dan Pembelajaran (Bell Gredler, 1991 dalam
1. Belajar merupakan interaksi antara "keadaan internal dan proses kognitif siswa”
2. Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut
23
6. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan
dapat memahami dan mengerti tentang suatu kemampuan sehingga kecakapan dan
kepandaian yang dimiliki dapat ditingkatkan. Sebagai individu yang sedang belajar
perubahan perilaku yang diperoleh setelah mengalami aktifitas. Berhasil atau tidaknya
suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar seseorang
dapat dilihat ditunjukkan dari nilai, perilaku dan prestasi yang dicapainya.
Hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang terjadi pada individu
menggunakan suatu alat penilaian yang disusun oleh guru.seperti tes. Evaluasi menurut
24
2005:8). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami
dan mengerti pelajaran yang diberikan. Hasil belajar juga merupokan prestasi yang
dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu. Untuk memperolehnya menggunakan
standar sebagai pengukuran keberhasilan seseorang. Kriteria hasil belajar pada siswa
yang lazim digunakan adalah nilai rata-rata yang didapat melalui proses belajar.
atau seluruh kompetensi tertentu. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki berupa
bertindak dan berpikir setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau sub aspek mata
pelajaran tertentu. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka
studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor .
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual, taksonomi Bloom yang telah direvisi
Krathwohl salah satu penggagas taknomi tujuan belajar, agar lebih cocok dengan
istilah yang sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar. Kita sering
mengenalnya dengan Cl s.d. C6. Pada revisi ini. jika dibandingkan dengan
taksonomi sebelumnya, ada pertukaran pada posisi C5 dan C6 dan perubahan nama.
Istilah sintesis dihilangkan dan diganting dengan Create. Berikut ini Struktur dari
1) Recognizing (mengenali)
25
b. Understand (Memahami), yaitu menentukan makna dari pesan dalam pelajaran-
3) Interpreting (menginterpretasi)
4) Exemplifying (mencontohkan)
5) Classifying (mengklasifikasi)
6) Summarizing (merangkum)
7) Infemng (menyimpulkan)
8) Comparing (membandingkan)
9) Explaining (menjelaskan)
1) Executing (mengeksekusi)
2) fmpfemenffng (mengimplementasi)
lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang berhubungan satu sama lain menuju
1) Differentianting (membedakan)
2) Organizing (mengelola)
3) Attributing (menghubungkan)
dan standar.
1) Checking (memeriksa)
2) Crifiguing (mengkritisi)
26
1) Generating (menghasilkan)
2) Planning (merencanakan)
g. Producing (memproduksi)
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan
yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan
3. Ranah Psikomotor
2009:26-29),
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena
lebih menonjol. Namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi
bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Sehingga hasil
Metode peta konsep dijadikan salah satu metode pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa karena metode ini dinyakini dapat
membuat siswa mudah memahami materi dengan konsep-konsep yang tersusun dan
berkesinambungan. Ketika siswa aktif dan paham maka hasil belajar siswa pun menjadi
lebih baik. Dengan metode ini dapat membuat skema atau rancangan cara belajar yang
27
BAB III
METODE PENELITIAN
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA NU Widasari tahun ajaran
2022-2023. Pengambilan subjek penelitian ini didasarkan pada kondisi kelas yang
mampu semua siswa kelas X secara keseluruhan. Kelas ini dipilih sebagai objek
penelitian dikarenakan penulis ingin mencari suatu model pembelajaran efektif untuk
Indonesia.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga bulan Mei, dari mulai
kegiatan persiapan hingga pelaksanaan tindakan serta penelitian, dengan rincian sebagai
berikut:
1. Refleksi awal dari hasil investigasi terhadap kelas yang menjadi subyek penelitian.
Kegiatan ini penulis laksanakan melalui studi dokumentasi dan wawancara yang
pertemuan pertama, tanggal 11 pertemuan kedua dan post tes siklus 1. Pertemuan
3. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 2-9 Mei 2023 dengan rincian: tanggal 2 Mei
pertemuan pertama, tanggal 9 Mei pertemuan kedua dan post tes siklus II.
4. Analisis data dan pelaporan dilaksanakan mulai tanggal 10-31 Mei 2023.
28
4.3 Tempat Penelitian
pelajaran 2022/2023.
Pelaksanaan prosedur penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Refleksi Awal
Kegiatan ini dilaksanakan melalui wawancara yang diberikan kepada siswa kelas
untuk belajar sejarah. Namun banyak siswa yang kurang mengerti konsep-konsep
Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama dua siklus, mulai dari tanggal 4
April sampai dengan 9 Mei 2023. Hasil refleksi siklus l digunakan sebagai acuan
dalam menentukan perbaikan tindakan pada siklus II. Sedangkan hasil refleksi
29
siklus II nantinya digunakan sebagai acuan untuk rencana tindak lanjut pada
pembelajaran selanjutnya.
1) Siklus I:
adalah:
orang siswa dengan penyebaran jumlah siswa aktif dan tidak aktif yang
seimbang.
30
mengenai pengumpulan data maupun kegiatan lainnya. Kegiatan
pembelajaran.
diskusi.
mengerjakan tugas.
(i) Penulis memberikan evaluasi (soal post test kepada siswa untuk
Paleolitikum.
31
c) Tahap observasi tindakan
Penulis mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat
d) Tahap refleksi
2) Siklus II:
dilakukan adalah:
siklus I.
kelompok.
32
(3) Mengarahkan dan mendorong siswa dalam setiap kelompok untuk lebih
(5) Pembahasan mengenai kesulitan yang terdapat pada materi ajar dan
(7) Penulis memberikan evaluasi (soal post tes) kepada siswa untuk
Indonesia.
d) Tahap refleksi
33
4.5 Data dan Sumber Data
Dalam penelitian tindakan kelas ini, data yang diperlukan adalah data yang
berkaitan dengan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Yaitu
data yang sesuai dengan indikator pada standar kompetensi yang telah ditetapkan pada
Data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis peroleh dari observasi terhadap
aktivitas diskusi, presentasi dan tes tertulis tentang kehidupan manusia purba Indonesia.
Analisis data dilakukan terhadap data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif
berupa hasil belajar kognitif. Data yang diperoleh melalui hasil observasi selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan mean atau
siswa yang dikelompokkan ke dalam dua kategori tuntas dan tidak tuntas, dengan kriteria
sebagai berikut:
Data kualitatif berupa data hasil observasi aktifitas siswa dan aktifitas guru dalam
pembelajaran Sejarah melalui model pembelajaran peta konsep, hasil catatan lapangan
dan wawancara dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Data kualitatif dipaparkan
Untuk memperoleh data kuantitatif dan data kualitatif tersebut maka digunakan
34
Lembar Observasi dan Tes Formatif berupa soal pilihan ganda yang berjumlah 10 soal
Pembelajaran dengan model peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran Sejarah pada siswa kelas X SMA NU Widasari dengan indikator
sebagai berikut:
1) Keterampilan guru dalam pembelajaran Sejarah dengan model peta konsep pada materi
2) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran Sejarah dengan model peta konsep meningkat
3) 75% siswa kelas X secara klasikal mengalami ketuntasan belajar individual sebesar ≥
35
BAB IV
Berikut disajikan analisis data dan interpretasinya dari penelitian yang dilakukan pada
manusia purba dan asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia (Melanesoid. Proto, dan
Deutero Melayu).
Pembelajaran siklus 1 dilakukan selama dua kali pertemuan. Tiap Pertemuan dengan
alokasi waktu 2x45 menit. Pada siklus I guru menyampaikan informasi tentang zaman
Paleolitikum dan atau kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana. Siklus II juga dilaksanakan selama dua kali pertemuan
dengan alokasi waktu 2x45 menit. Pada siklus II guru menyampaikan materi tentang
zaman Mesolitikum atau kehidupan manusia purba pada masa berburu dan
peta konsep. Dari hasil diskusi kelompok yang elaboratif, secara bersama-sama siswa
diperoleh dituangkan pada peta konsep dan selanjutnya dapat dikomunikasikan pada
36
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus I
Hasil kinerja siswa dalam diskusi kelompok pada siklus I dapat dilihat pada Tabel
berikut:
pencapaian setiap indikator pada observasi keaktifan belajar siswa dari pertemuan 1
dan 2 pada tahap siklus I. Namun, perilaku percaya diri dalam kegiatan pembelajaran
37
mengalami penurunan dari 55.56% menjadi 52,78% dengan rata-rata 54,17. Hal ini
dikarenakan siswa belum percaya diri dan terbiasa melakukan presentasi dengan
menggunakan peta konsep. Peta konsep mengharuskan siswa untuk berfikir lebih
makalah. Sehingga presentasi dengan menggunakan peta konsep merupakan hal baru
dan menjadi tantangan tersendiri bagi siswa, karena siswa harus dapat mengemukakan
materi yang dikuasainya berbekal peta konsep yang telah disusun dalam diskusi
kelompok. Dengan demikian, secara keseluruhan hasil yang diperoleh pada tahap siklus
Hasil kegiatan setiap indikator pada observasi keaktifan belajar sejarah pada
Gambar 4.1 Grafik hasil capaian setiap indikator pada observasi keaktifan belajar siswa
siklus I
38
2. Penilaian hasil belajar siswa
Data hasil observasi pada siklus I menggambarkan bahwa siswa sudah mulai
Tabel 4.2
Hasil diskusi kelompok siklus I dalam membuat peta konsep
setiap kelompok dalam menyelesaikan tugas peta konsep yang diberikan. Bagi
kelompok yang bekerja dengan baik, saling mendukung dan kompak, maka
kelompok ini menghasilkan peta konsep yang sangat memuaskan. Peta konsep yang
didesain dengan baik okan memudahkan bagi seluruh anggota kelompok untuk
Sebaliknya bagi kelompok yang tidak bekerja sama dengan baik dan bekerja
memuaskan.
didiskusikan pada siklus I, pada akhir pertemuan siswa mengerjakan soal evoluasi.
Pada post tes yang diberikan setelah dikoreksi oleh penulis didapatkan hasil sebagai
berikut:
39
Tabel 4.3
Analisis Nilai Tes siklus I
akhir pada materi Zaman Paleolitikum terdapat 10 siswa yang memperoleh nilai
kurang dari KKM. Hasil belajar siklus I memiliki nilai rata-rata sebesar 66,11
ketuntasan belajar 72.22% dengan 26 orang siswa yang mendapat nilai tuntas.
dilihat titik kelemahan yang terjadi pada sebagian kecil siswa. Siswa yang
dengan kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat sederhana.
siklus ini. terdapat peningkatan pada partisipasi siswa. Akan tetapi masih perlu
diberikan motivasi agar siswa yang tidak aktif dapat melahirkan konsep-konsep dan
a. Beberapa siswa masih terlihat bekerja sendiri meskipun berada dalam kelompok
lain dalam kelompoknya sedang berdiskusi. Namun demikian jika ditanya atau
40
b. Kemampuan siswa dalam bertanya dan menjawab masih belum merata.
bekerja secara kelompok belum optimal. Dengan demikian peta konsep yang
yang memuat tulisan secara keseluruhan apa yang harus disampaikan di depan
kelas. Sedangkan peta konsep hanya memuat kalimat-kalimat inti dan kata-kata
kunci yang penting saja yang menuntut siswa untuk kreatif mengembangkan
seluruh siswa aktif dalam kelompoknya. Selain itu memotivasi seluruh anggota
kelompok untuk dapat bekerja sama sebagai sebuah tim yang solid dalam
b. Memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih berperan aktif dalam bertanya,
presentasi. Tak lupa pula guru menyampaikan bahwa siswa yang melakukan
hal-hal tersebut akan mendapat nilai tersendiri sebagai siswa yang aktif di kelas.
41
c. Memberikan motivasi kepada siswa untuk menambah rasa memiliki terhadap
kelompok. Guru meyakinkan siswa bahwa mereka adalah satu tim yang harus
saling mendukung dan bahu membahu dalam bekerja sama. Dengan demikian
d. Meningkatkan kemampuan siswa agar dapat berfikir kritis dan sistematis dalam
Zaman Mesolitikum yang sedang dipelajari. Sementara siswa terlihat lebih antusias
observasi guru dapat ditampilkan nilai kinerja siswa dalam diskusi kelompok pada
42
Tabel 4.4. Persentase Pencapaian Kegiatan Setiap Indikator pada Observasi
Keaktifan Belajar Siswa Tahap Siklus II
Pertemuan
No. Perilaku Yang Diamati
1 2
1 Memperhatikan penjelasan guru atau teman 88,89 97,22
2 Membaca buku atau mencari referensi lain 66,67 91,67
A
dari internet yang berkaitan dengan materi
yang ditugaskan guru
3 Membahas materi yang ditugaskan guru 75,00 86,11
bersama anggota kelompok yang memiliki
tugas yang sama
4 Menjelaskan kepada anggota kelompok 47,22 80,56
mengenai materi yang dikuasai
B 5 Bertanya jika ada materi yang belum 38,89 75,00
dipahami
6 Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh 72,22 77,78
guru atau teman
7 Mengemukakan pendapat tentang materi yang 61,11 83,33
sedang dibahas
C 8 Mendengarkan penjelasan guru atau teman 83,33 100,00
9 Membuat rangkuman atau catatan hasil 66,67 72,22
D
diskusi bersama kelompok
10 Membuat peta konsep sesuai dengan materi
E 0,00 91,67
yang telah didiskusikan
11 Hadir dan mengikuti pembagian kelompok
100,00 100,00
siswa
F
12 Melaksanakan tugas presentasi hasil diskusi
0,00 86,11
dengan materi yang dikuasai
G 13 Memecahkan masalah yang diberikan guru 77,78 83,33
14 Percaya diri dalam kegiatan pembelajaran 69,44 83,33
F
15 Terlibat aktif selama kegiatan pembelajaran 72,22 83,33
Jumlah 919,44 129,67
Rata-rata per pertemuan 70,73 86,11
Rata-rata siklus 1 78,42 %
pencapaian setiap indikator pada obsenvasi keaktifan belajar siswa dari pertemuan
1 dan 2 pada tahap siklus II. Setiap indikator menunjukkan perbandingan perubahan
perilaku siswa yang sangat signifikan. Dari rata-rata persentase per pertemuan,
secara keseluruhan hasil yang diperoleh pada tahap siklus II ini adalah 78,42%.
Dengan demikian, hasil akhir yang diperoleh telah memenuhi target keberhasilan
pembelajaran.
43
Hasil kegiatan setiap indikator pada observasi keaktifan belajar sejarah pada
Gambar 4.2. Grafik hasil capaian setiap indikator pada observasi keaktifan
Pada akhir siklus II guru membagikan angket kepada seluruh siswa untuk
model peta konsep dalam pembelajaran sejarah baik. Hasil angket siswa tersebut
Tabel 4.5. Rekapitulasi angket peserta didik terhadap penerapan model peta
konsep dalam pembelajaran sejarah
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya senang belajar sejarah menggunakan 55.56% 44.44%
model pembelajaran Peta Konsep
2 Model Pembelajaran Peta Konsep dapat 47.22% 52.78%
membuat materi pelajaran sejarah lebih
mudah dipahami
3 Saya berani bertanya apabila ada materi 36.11% 63.89%
yang kurang jelas
4 Saya lebih aktif berdiskusi dengan teman 38.89% 61.11%
saat belajar sejarah menggunakan model
pembelajaran Peta Konsep
44
No Pernyataan SS S TS STS
5 Model Pembelajaran Peta Konsep dapat 38.89% 61.11%
diterapkan pada materi pelajaran yang lain
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa respon siswa terhadap penerapan model peta
1) Model peta konsep dalam pembelajaran sejarah dapat diterapkan sebagai salah
respon siswa untuk aktif dalam berbagai kegiatan pembelajaran, baik bertanya,
3) Penerapan model peta konsep dapot meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
peserta didik dalam pembelajaran sejarah. Hal ini terlihat pada hasil observasi
dan peningkatan nilai tes yang diperoleh peserta didik di akhir setiap siklus.
Peta konsep yang disusun oleh setiap kelompok menunjukkan bahwa setiap
tugas yang telah diberikan oleh guru. Setiap anggota kelompok telah
memperlihatkan kerjasama yang baik. Oleh karena itu peta konsep yang
dirumuskan pada siklus II ini juga lebih baik dari pada siklus I. Berikut adalah
perolehan hasil diskusi tiap kelompok dalam membuat peta konsep pada siklus II.
45
Tabel 4.6.
Hasil diskusi kelompok siklus II dalam membuat peta konsep
Berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan pada akhir siklus II, diperoleh hasil
yang sesuai dengan indikator pencapaian hasil yang diharapkan. Hal ini
dikarenakan dari 36 siswa yang ada di kelas X tersebut hanya 2 siswa yang
mendapatkan nilai di bawah ketuntasan minimal (KKM), sehingga siswa yang telah
tuntas adalah 94,44% dari jumlah siswa keseluruhan. Data hasil evaluasi pada siklus
mengikuti tes akhir pada materi Mesolitikum secara klasikal memperoleh nilai baik
sekali. Hasil belajar siklus II memiliki nilai rata-rata sebesar 80.83 ketuntasan
belajar 94,44% dengan 2 siswa yang tidak mendapat nilai tuntas. Peningkatan hasil
belajar peserta didik terhadap penerapan model peta konsep dalam pembelajaran
46
Gambar 4.3. Grafik perbandingan hasil belajar siklus i dan Siklus II
Hasil interpretasi terhadap proses belajar mengajar pada siklus I dan siklus
Tabel 4.8.
Persentase peningkatan keaktifan berdasarkan observasi
tindakan pada siklus I dengan menerapkan model peta konsep pada pembelajaran
kooperatif keaktifan belajar siswa masih rendah dengan rata-rata perolehan hanya
50.71%. Namun setelah diberikan tindakan kembali pada siklus II keaktifan belajar
sejarah meningkat, hal ini dibuktikan dengan perolehan rata-rata yang meningkat
menjadi 78,41%.
47
Demikian juga dengan hasil belajar siswa yang memperlihatkan
Tabel 4.9. Persentase ketuntasan belajar sejarah setelah penerapan model peta
konsep
Siklus Jumlah Siswa Jumlah Siswa Nilai Rata-rata Persentase
Tuntas Tidak Tuntas Ketuntasan
Siklus I 26 siswa 10 siswa 66,11 72,22%
Siklus II 34 siswa 2 siswa 80,83 94,44%
Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa hasil belajar siswa pada siklus
dengan nilai rata-rata 60,11 dan persentase ketuntasan hanya 72,22%. Sedangkan
pada siklus II rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 80,83 dan persentase
ketuntasan mencapai 94,44%. Peningkatan hasil belajar siswa ini dapat dilihat pada
grafik berikut:
4.2 Pembahasan
tanggung jawab individu pada diri siswa sehingga siswa tidak selalu tergantung pada
guru. Berdasarkan pelaksanaan tindakan dan obsenvasi yang dilakukan pada siklus I
peningkatan. Hal ini karena siswa dilibatkan secara mandiri dalam pemecahan masalah.
48
berfikir kreatif. Dengan peta konsep siswa belajar menemukan gagasan, ide kreatif,
pokok pikiran dan fakta berkenaan dengan materi yang sedang dipelajari. Peta konsep
berkelompok akan berlangsung lebih kondusif. Keterlibatan siswa secara aktif dapat
masih cukup rendah. Hal ini dikarenakan siswa masih belum terbiasa berfikir untuk
pada siklus I dengan keaktifan belajar dikategorikan kurang. Sedangkan pada siklus II
memiliki informasi verbal dan keterampilan intelektual. Hal ini sesuai dengan pendapat
Dimyati dan Mudjiono (2009:12) bahwa Informasi verbal dan keterampilan intelektual,
siswa mampu mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
konsep dan lambang. Dengan demikian, siswa akan mampu menyalurkan dan
masalah.
Peningkatan aktivitas siswa pada penelitian ini didukung oleh penelitian yang
siswa memahami konsep-konsep yang sulit serta memberikan keuntungan bagi siswa
49
kelompok bawah maupun kelompok atas yang saling bekerja sama dalam menuntaskan
seluruh siswa dalam kelompok kecilnya memiliki rasa saling ketergantungan positif,
lebih memahami aturan main dan juga penghargaan merupakan faktor-faktor penting
dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa. Dalam hal ini guru memberikan predikat
kelompok terbaik kepada kelompok yang paling aktif dalam diskusi. Pemberian
penghargaan merupakan salah satu bentuk penguatan atas keberhasilan yang diperoleh
kelompok. Sehingga melalui pemberian penghargaan tersebut siswa lebih antusias dan
Penilaian keaktifan ini selain dinilai dari aktivitas siswa secara umum di kelas
selama pemberian tindakan, juga dilihat dari keaktifan siswa pada aspek afektif. Siswa
tugas sesuai dengan bagian dan tugasnya, menghargai pendapat saat diskusi kelas
dengan kelompok lain, tidak mendominasi dan aktif dalam diskusi kelompok. Secara
keseluruhan siswa teriihat senang terhadap materi yang diberikan. Dengan peta konsep
siswa juga lebih leluasa menyampaikan argument dan opini karena dipandu oleh
konsep-konsep yang telah dirumuskan. Hal ini karena siswa ingin lebih memberikan
kontribusi untuk kelompoknya agar kelompoknya dapat lebih aktif lagi dalam diskusi
dan presentasi.
Keaktifan juga disebabkan oleh sikap dan tanggung jawab siswa yang
tetapi mau menghargai pendapat orang lain pada saat pleno diskusi berlangsung. Hal
ini ditandai dengan indikator para siswa yang cenderung pandai di kelas sudah tidak
50
mendominasi lagi dalam diskusi kelompok. Hal ini karena mereka ingin memberikan
kesempatan kepada teman kelompoknya agar ikut aktif dalam diskusi kelompok.
Berdasarkan paparan di atas, untuk aspek afektif pada tiap siklus mengalami
peningkatan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan yang berkaitan
dengan sikap dan nilai pada tiap siklusnya. Perubahan-perubahan yang terjadi antara
lain: antusiasme, menanggapi pendapat saat diskusi kelas, mengerjakan tugas sesuai
bagian yang didapatnya, menghargai pendapat saat diskusi kelas, tidak mendominasi
peningkatan. Suasana belajar gotong royong menghasilkan prestasi belajar yang tinggi,
hubungan yang positif dan penyesuaian psikologi yang lebih baik daripada suasana
dalam menyusun dan merumuskan konsep- konsep melatih kemampuan siswa untuk
berfikir kritis, analisis, sintesis dan menjadi problem solver dalam diskusi
kelompoknya. Suasana ini terjadi saat seluruh anggota dalam kelompok tidak lagi
memandang perbedaan- perbedaan individual yang ada, akan tetapi melihat hubungan
Hasil belajar siswa dalam hal ini dilihat dari hasil posi tes tiap siklus. Penilaian
hasil belajar siswa atau aspek kognitif ini diperoleh melalui pembelajaran dengan tes
formatif. Berdasarkan analisis hasil belajar pada siklus I, siswa yang mencapai
ketuntasan belajar pada siklus I sebanyak 26 siswa (72,22%) dan yang belum tuntas
51
karena belum memenuhi standar ketuntasan minimal adalah sebanyak 10 siswa. Cukup
rendahnya nilai belajar siswa pada aspek kognitif tersebut disebabkan oleh ketelitian
siswa yang kurang baik dan kurangnya kemampuan menganalisa soal tes yang
diberikan.
dapat menentukan apakah peningkatan ketuntasan belajar siswa masih dapat terjadi
pada siklus II. Data hasil belajar siswa pada siklus ini menunjukkan antara lain, untuk
siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada siklus II pada aspek kognitif sebanyak 34
siswa (94,44%) dan yang belum tuntas karena belum memenuhi kriteria ketuntasan
Hasil belajar siswa yang tuntas mengalami kenaikan yang sangat memuaskan
dapat dilihat pada presentase dari siklus I dan siklus II. Peta konsep mengembangkan
yang berupa strategi kognitif dan keterampilan intelektual setelah proses belajar
sejarah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik pada aspek kognitif
maupun afektif.
Peningkatan keaktifan siswa dan hasil belajar peserta didik dengan diterapkan
metode yang digunakan. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I terjadi permasalahan
pada beberapa indikator yang menunjukkan keaktifan belajar. Akan tetapi pada siklus
II masalah-masalah tersebut telah mendapat perbaikan dan hasil yang diharapkan telah
Sejarah adalah ilmu humaniora yang didalamnya kaya akan konsep-konsep dan
istilah-istilah yang khas dan unik. Pembelajaran dengan peta konsep menjadi salah satu
52
strategi bagi siswa untuk dapat belajar menerima dan menemukan, terutama mengenai
telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi
dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang
menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan
yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan
diajarkan. Pada tingkat kedua. siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu
sepenuhnya, dapat dipelajari dengan mudah. Karena peta konsep dapat menjadikan
materi tersebut menjadi sederhana bagi siswa. Materi yang awalnya susah dipahami
dapat dengan mudah dimengerti jika dihadirkan dalam bentuk konsep-konsep yang
dirumuskan sendiri oleh siswa. Selain itu proses menemukan konsep dalam kelompok
membuat konsep dan fakta yang ditemukan lebih mudah untuk dipelajari dan diingat
oleh siswa. Hal ini karena siswa menghubungkan informasi yang diterimanya dengan
struktur pengetahuan yang telah lama dimilikinya. Informasi yang ada menjadi berarti
karena telah dikonstruksi menjadi sebuah pengetahuan tersendiri dalam alam pikiran
siswa.
“Peta konsep adalah suatu alat yang digunakan untuk menyatakan hubungan
proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata
dalam suatu unit semantik” (Dahar. 1989:122). Dalam bentuknya yang paling
sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu
kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Dalam peta konsep dapat diamati
53
bagaimana konsep yang satu berkaitan dengan konsep yang lain. Ausubel (1968) dalam
apabila konsep baru yang lebih khusus dikaitkan dengan konsep lama yang lebih umum
Peta konsep juga membuat belajar menjadi runtut, bermakna dan sistematis.
Proses belajar dengan peta konsep adalah sebuah rangkaian aktivitas yang bermakna.
Sedangkan belajar bermakna adalah pengetahuan atau konsep baru yang diperoleh
segera dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.
Hasil paduan ini adalah informasi atau konsep baru. Hasil belajar bermakna adalah
informasi yang telah dipelajari akan relatif bertahan lebih lama dalam ingatan.
54
BAB V
5.1 Kesimpulan
sejarah materi Zaman Paleolitikum dan Zaman Mesolitikum Pada Siswa Kelas X SMA
NU Widasari telah berlangsung secara efektif. Hal tersebut teriihat dari tercapainya semua
indikator penilaian yang telah ditetapkan dalam penilaian keaktifan siswa baik dari aspek
aktivitas siswa selama pemberian tindakan maupun pada aspek keaktifan siswa ranah
afektif.
Penerapan peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar sejarah materi Zaman
Peningkatan hasil belajar siswa tersebut terjadi pada ranah kognitif dan afektif siklus l
meningkat pada siklus II dengan peningkatan hasil belajar yang sangat baik.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka saran yang dapat diberikan sebagai
berikut:
1) Bagi peserta didik hendaknya dapat memberikan respon yang lebih baik terhadap guru
2) Guru hendaknya dapat menyajikan model pembelajaran peta konsep dengan lebih baik
melalui penggunaan bahan ajar yang lebih menarik, sehingga dapat meningkatkan
55
3) Pembelajaran kooperatif model peta konsep dapat diterapkan sebagai alternative model
56
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.
Gunawan. Rudi. 2014. Pengembangan Kompetensi Guru IPS. Alfa beta: Bandung.
Surabaya.
Imas Kurniasih dan Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran.
Jakarta:Depdiknas.
Suyono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. PT. Remaja Rosda Karya:
Bandung
Setianto. Yudi. 2015. Materi Pelatihan Guru Implementasi kurikulum 2013. Badan
Jakarta.
Palembang.
57
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmatNya
kami dapat menyelesaikan tugas akhir. Tugas akhir ini merupakan hasil penelitian tentang
penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep untuk meningkatkan hasil belajar sejarah di kelas
X SMA NU Widasari”.
Penelitian ini sebagai salah satu syarat memenuhi gelar sarjana pendidikan sejarah.
pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran dan agar lebih kreatif dan
Penulis sangat berterima kasih atas bantuan dan arahan dari berbagai pihak hingga tugas
akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga kebaikan yang telah diberikan semua pihak
terkait dalam penelitian ini akan mendapatkan imbalan dari Allah Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan saran dari berbagai pihak yang membangun penelitian yang
akan datang.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan literasi yang memberikan
58
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Lembar Persetujuan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS 8
2.1 Kajian Pustaka 8
2.1.1 Pembelajaran Sejarah 8
2.1.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif 10
2.1.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif 12
2.1.4 Perspektif-Perspektif Pembelajaran Kooperatif 13
2.1.5 Tujuan Pembelajaran Kooperatif 15
2.1.6 Manfaat Pembelajaran Kooperatif 16
2.1.7 Pembelajaran Kooperatif Model Peta Konsep 16
2.1.8 Fungsi Peta Konsep 18
2.1.9 Cara Membuat Peta Konsep 20
2.1.10 Keunggulan dan Kelemahan Peta Konsep 20
2.1.11 Hasil Belajar 22
2.2 Kerangka Teoritis 27
BAB III METODE PENELITIAN 28
3.1 Subyek Penelitian 28
3.2 Waktu Penelitian 28
3.3 Tempat Penelitian 29
3.4 Prosedur Penelitian 29
3.5 Data dan Sumber Data 34
3.6 Teknik Analisis Data 34
3.7 Indikator Keberhasilan 35
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36
4.1 Hasil Penelitian 36
4.2 Gambaran Umum 36
4.3 Hasil Penelitian Siklus 37
4.4 Hasil Penelitian Siklus 42
4.5 Pembahasan 48
4.6 Belajar Aktif dan Mandiri dengan Peta Konsep 48
4.7 Hasil Belajar Siswa 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 55
5.1 Kesimpulan 55
5.2 Saran 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
59
DAFTAR TABEL
60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Grafik hasil capaian setiap indikator pada observasi keaktifan belajar 38
siswa siklus I
Gambar 4.2. Grafik hasil capaian setiap indikator pada observasi keaktifan belajar 44
siswa siklus II
Gambar 4.3. Grafik perbandingan hasil belajar siklus I dan Siklus II 47
Gambar 4.4. Grafik Persentase Ketuntasan Hasil Belajar 48
61