Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sejarah adalah ilmu tentang asal usul dan perkembangan masyarakat dan bangsa

di masa lalu yang berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat dan bangsa di masa kini dan

masa yang akan datang. Pendidikan Sejarah merupakan suatu proses internalisasi nilai-

nilai, pengetahuan dan keterampilan kesejarahan dari serangkaian peristiwa yang

dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya

proses belajar peserta didik.

Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan kajian mengenai ilmu sejarah pada

jenjang pendidikan SMA/MA dan SMK/MAK tentang berbagai peristiwa sejarah dalam

masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa lampau, masyarakat dan bangsa lain di luar

Indonesia sejak zaman yang paling tua sampai zaman terkini. Oleh karena itu, Pendidikan

sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa,

kualitas manusia dan masyarakat Indonesia umumnya. Tetapi, pelajaran sejarah sering

dianggap sebagai pelajaran hafalan dan tidak menarik. Pembelajaran ini dianggap sebagai

rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap

kembali saat menjawab soal-soal ujian. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena masih

terjadi sampai sekarang. Pembelajaran sejarah di kelas kurang efektif sehingga banyak

siswa-siswi menganggap sejarah merupakan mata pelajaran yang membosankan. Hal ini

dikarenakan dalam suatu materi hanya mengungkapkan fakta-fakta sejarah berupa tahun

dan nama tokoh sejarah. Proses pembelajaran sejarah dapat dikatakan kurang kreatif, guru

kurang menggali kemampuan bereksplorasi siswa, baik melalui brainstorming maupun

metode-metode kreatif lainnya seperti metode Peta Konsep yang membangun pengetahuan

siswa dalam belajar secara sistematis.

1
Sejarah sebagai salah satu ilmu dasar merupakan mata pelajaran yang wajib

diajarkan di semua level pendidikan. Mata pelajaran sejarah adalah pelajaran yang

mempunyai objek manusia dan memfokuskan pada aspek kehidupan di masa lampau.

Pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA) memerlukan pemahaman terhadap

materi sejarah, hal ini sesuai dengan tujuan dari pembelajaran sejarah yang termuat dalam

Standar Kompetensi mata pelajaran sejarah SMA dan MA yang berisi:

1. Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang

merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.

2. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan

didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.

3. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah

sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau.

4. Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa

Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan

masa yang akan datang.

5. Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa

Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan

dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.

Berdasarkan tujuan pembelajaran sejarah yang termuat pada point dua, siswa

dituntut untuk berfikir historis (historical fhinking) yang menjadi dasar untuk kemampuan

berfikir logis, kreatif, insipratif, dan inovatif. Salah satu kemampuan sejarah yang dapat

mendukung pembelajaran sejarah ada kreativitas. Salah satu fungsi sejarah adalah

mengajarkan siswa kreatif dalam proses pembelajaran sejarah dan implikasinya di masa

sekarang. Fungsi sejarah menurut Wiyanarti, yaitu :

2
"Fungsi sejarah pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan pengertian dan

pemahaman yang mendalam dan lebih baik tentang masa lampau dan juga masa sekarang

dalam interlasinya dengan masa datang. Sedangkan kegunaan atau manfaat sejarah ada

empat yakni bersifat edukatif bahwa pelajaran sejarah membawa kebijaksahaart dari

kearifan, kedua yarig bersifat insipratif artinya memberi ilham, ketiga bersifat instruktif,

yaitu membantu kegiatan menyampaikan pengetahuan atau keterampilan, dan keempat

bersifat rekreatif, yakni memberikan kesenangan estetis berupa kisah-kisah nyata yang

dialami manusia".

Berdosarkan pernyataan di atas maka guru harus dapat menjadikan peserta didik

aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Sementara itu kreativitas siswa terlihat rendah

ketika siswa tidak mampu mengaitkan konsep yang berkaitan dengan materi yang

didapatkannya melalui sumber buku atau dari penjelasan guru dengan kata-kata sendiri.

Selain itu kurangnya kreativitas dalam diri siswa juga dapat terlihat ketika proses

pembelajaran dimana banyak siswa hanya menjadi penerima ilmu dan menyimak apa yang

dijelaskan oleh guru. Interaksi antara siswa dan guru dalam proses belajar dan mengajar

hanya terlihat pada beberapa siswa yang aktif saja.

Hasil pengamatan yang penulis lakukan terhadap proses pembelajaran sejarah di

kelas X SMA NU Widasari menggambarkan pembelajaran sejarah yang kurang kreatif.

Buku teks (tekstual) yang digunakan sebagai bahan ajar dalam menyampaikan informasi

kepada peserta didik belum mampu sepenuhnya menggali kemampuan siswa untuk

bereksplorasi baik melalui brainstorming maupun metode- metode kreatif lainnya. Oleh

karena itu penulis selaku guru Sejarah berupaya menerapkan metode Peta Konsep yang

membangun pengetahuan siswa dalam belajar secara sistematis. Rendahnya kreativitas

siswa dapat diatasi dengan menggunakan metode yang dapat membantu guru dalam

3
menyederhanakan suatu materi pelajaran menjadi konsep-konsep yang saling

berhubungan sehingga siswa menjadi lebih kreatif.

Pembelajaran sejarah yang berlangsung di SMA NU Widasari lebih didominasi

oleh siswa-siswa tertentu saja. Peran serta siswa belum menyeluruh, siswa yang aktif

dalam kegiatan pembelajaran cenderung lebih aktif dalam bertanya dan menggali

informasi dari guru maupun sumber belajar yang lain sehingga cenderung memiliki

pencapaian kompetensi belajar yang lebih tinggi. Siswa yang kurang aktif cenderung pasif

dalam kegiatan pembelajaran, mereka hanya menerima pengetahuan yang datang padanya

sehingga memiliki pencapaian kompetensi yang lebih rendah. Selain itu materi pelajaran

sejarah Indonesia untuk kelas X relatif banyak dan jam mengajar yang terbatas. Hal ini

tentu sangat berpengaruh pada pencapaian prestasi belajarnya. Dari beberapa hasil evaluasi

pembelajaran diketahui bahwa kemampuan/prestasi sejarah sebagian besar siswa kelas X

masih rendah. Kemampuan siswa mengingat konsep dan melakukan analisis terhadap

fakta sejarah juga rendah. Sebagian kecil siswa yang lain kemampuan sejarahnya sudah

cukup baik yang ditandai dengan tingginya nilai ulangan ataupun tugas.

Mengingat pelajaran sejarah sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa,

rendahnya hasil belajar siswa tentu akan menjadi hambatan yang besar. Atas dasar

kenyataan inilah, maka perlu dicari alternatif lainnya dengan melakukan inovasi

pendekatan pembelajaran, baik itu dalam penggunaan media ataupun metode penyampaian

sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan yang

berujung pada meningkatnya hasil belajar siswa.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dikembangkan suatu model

pembelajaran yang mampu melibatkan peran serta siswa secara menyeluruh sehingga

siswa dapat menyerap informasi dan materi sejarah secara maksimal, yaitu berupa konsep-

konsep maupun fakta-fakta penting yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Selain itu,

4
melalui pemilihan model pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi yang

diterima siswa tidak hanya dari guru melainkan juga dapat meningkatkan peran serta,

kreativitas dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu yang ada terutama

mata pelajaran sejarah.

Berdasarkan permasalahan, penyebab, dampak dan akibat nyata tersebut diatas

penulis mengadakan analisis dan evaluasi sebagai upaya pemecahan masalah. Salah satu

model pembelajaran yang mampu untuk menyederhanakan suatu materi pelajaran dan

mampu membantu siswa untuk meningkatkan kreativitas dan minat adalah pembelajaran

menggunakan peta konsep. Fungsi utamanya adalah menyajikan konsep- konsep. agar

proses penyerderhanoan materi pelajaran tersebut berhasil maka perlu adanya pemahaman

akan konsep-konsep tersebut. Adapun jenis-jenis metode peta konsep yang akan

digunakan penulis adalah jenis peta konsep pohon jaringan, siklus dan rantai kejadian.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, peneliti mengidentifikasi bahwa masalah- masalah

tersebut timbul karena kurangnya hasil belajar siswa pada pembelajaran sejarah.

Berdasarkan hal tersebut pula peneliti merumuskannya sebagai berikut, yaitu:

"Bagaimana penerapan media peta konsep dalam meningkatkan hasil belajar siswa

pada mata pelajaran sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di kelas X SMA NU Widasari)"

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka pertanyaan penelitiannya adalah

sebagai berikut:

a. Bagaimana mendesain perencanaan pembelajaran sejarah dengan menggunakan media

peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran sejarah di kelas X

SMA NU Widasari?

5
b. Apa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan menggunakan media

peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran sejarah di kelas X

SMA NU Widasari?

c. Bagaimana cara guru mengatasi kendala yang dihadapi dalam menerapkan media peta

konsep untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah di Kelas

X SMA NU Widasari?

Untuk menghindari kesalahan maksud serta menjaga agar penelitian ini lebih

terarah dan dapat dikaji secara mendalam moka diperlukan pembatasan masalah. Masalah

yang hendak dikaji dalam penelitian ini hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah

kelas X Tahun Pelajaran 2022/2023 pada Materi Paleolietikum dan Mesolitikum.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan media peta konsep

untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah, namun secara khusus

tujuan penelitian dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan desain perencanaan pembelajaran sejarah dengan menggunakan

media peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar siswa

2. Menemukan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan menggunakan

media peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar siswa

3. Mengetahui efektivitas penerapan media peta konsep dalam meningkatkan hasil belajar

siswa

4. Memperoleh gambaran tentang cara guru mengatasi kendala yang dihadapi dalam

menerapkan media peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

6
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan wawasan ilmu-ilmu

pendidikan yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi belajar siswa dan peran serta

siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan manfaat praktis yaitu memberikan referensi dan

informasi bagi guru untuk merancang strategi pembelajaran yang efektif dan inovatif sehingga

dapat meningkatkan kompetensi hasil belajar siswa dengan perbaikan pembelajaran dan

peningkatan mutu proses hasil belajar.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dalam pendidikan, adapun manfaatnya

yaitu:

1. Meningkatkan hasil belajar siswa dengan mengetahui konsep- konsep dari sutu materi

tertentu dan melatih menarik kesimpulan dari konsep- konsep yang telah diidentifikasi.

2. Menjadikan motivasi dalam mengembangkan media dalam pembelajaran sejarah dan bisa

meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran di sekolah.

3. Sebagai wawasan untuk mengambil kebijakan dalam pelaksanaan pembelajaran mata

pelajaran sejarah.

4. Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam menanyakan pembelajaran dengan

menggunakan media yang cocok untuk mengembangkan diri secara profesional termasuk

mampu menilai dan memperbaiki kinerja sendiri.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pembelajaran Sejarah

Pembelajaran merupakan perbuatan membelajarkan yang berarti mengacu ke

segala upaya untuk membuat seseorang belajar dan bagaimana menghasilkan terjadinya

peristiwa belajar dalam diri orang tersebut. Pembelajaran adalah kegiatan yang di

dalamnya terdapat proses mengajar, membimbing, melatih, memberi contoh dan

mengatur serta memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar bisa belajar

sehingga tercapai tujuan pendidikan (Gunawan. 2014: 47)

Pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam disain

instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan

sumber belajar (Dimyati&Mudjiono. 2009:17). Sehingga pembelajaran merupakan

potensi peserta didik menjadi kompetensi dan tidak berhasil tanpa adanya guru. Yaitu

guru yang mampu membuat peserta didik untuk belajar, sehingga terjadi perubahan

tingkah laku pada diri peserta didik dan melalui perubahan tersebut peserta didik

mendapatkan kemampuan yang baru untuk kehidupan yang akan dihadapi di masa yang

akan datang.

Dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 1 ayat 20 yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik interaksi

secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung yaitu dengan

menggunakan berbagai media pembelajaran.

8
Sejarah adalah ilmu tentang asal usul dan perkembangan masyarakat dan bangsa

di masa lalu yang berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat dan bangsa di masa kini

dan masa yang akan datang. Pendidikan Sejarah merupakan suatu proses internalisasi

nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan kesejarahan dari serangkaian peristiwa yang

dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung

terjadinya proses belajar peserta didik (Setianto, 2015:20).

Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan kajian mengenai ilmu sejarah

tentang berbagai peristiwa sejarah dalam masyarakat dan bangsa Indonesia pada masa

lampau, masyarakat dan bangsa lain di luar Indonesia sejak zaman yang paling tua

sampai zaman terkini. Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pendidikan sejarah. Sejarah memiliki makna dan posisi yang strategis,

mengingat:

1. Manusia hidup masa kini sebagai kelanjutan dari masa lampau sehingga pelajaran

sejarah memberikan dasar pengetahuan untuk memahami kehidupan masa kini, dan

membangun kehidupan masa depan.

2. Sejarah mengandung peristiwa kehidupan manusia di masa lampau untuk dijadikan

guru kehidupan: Historia Magistra Vitae.

3. Pelajaran Sejarah adalah untuk membangun memori kolektif sebagai bangsa untuk

mengenal bangsanya dan membangun rasa persatuan dan kesatuan.

4. Sejarah Indonesia memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban

bangsa Indonesia yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia

yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (Setianto, 2015:21).

Dengan demikian pembelajaran sejarah merupakan proses yang sangat penting.

Karena kesadaran sejarah dapat menumbuhkan rasa bangga dan cinta tanah air,

melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan dalam berbagai

9
bidang kehidupan masyarakat dan bangsa. Sejarah juga meningkatkan pemahaman

peserta didik terhadap diri sendiri, masyarakat. Karena proses terbentuknya bangsa

Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa

yang akan datang.

Dalam perkembangannya, pembelajaran sejarah yang kondusif dapat

mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral yang mencerminkan

karakter diri, masyarakat, dan bangsa, yang sadar akan pentingnya konsep waktu dan

tempat/ruang dalam rangka memahami perubahan dan keberlanjutan dalam kehidupan

bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia.

Pembelajaran sejarah yang bermakna dapat menumbuhkan apresiasi dan

penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban

bangsa Indonesia di masa lampau dan mengembangkan kemampuan berpikir historis

(historical thinking) yang menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif,

inspiratif, dan inovatif.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Tugas utama guru adalah menciptakan suasana proses belajar mengajar di

dalam kelas agar terjadi interaksi kegiatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa

untuk belajar dengan baik. Salah satu keberhasilan belajar tergantung pada metode

pembelajaran yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Menurut gunawan (2014:61)

metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan

praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran dapat dijadikan

pola pilihan, artinya guru boleh memilih metode pembelajaran yang sesuai untuk

mencapai tujuan pendidikan.

10
Agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien serta tujuan belajar dapat

tercapai, guru harus memiliki strategi pembelajaran. Gunawan (2014:60) mengatakan,

strategi pembelajaran adalah suatu perencanaan proses suatu kegiatan yang harus

dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan

efisien.

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang melibatkan siswa aktif

dalam pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator. Guru selain itu juga

mempunyai peranan sebagai organisator pembelajaran, yang merancang pembelajaran

sehingga menjadi lebih bermakna bagi siswa. Salah satu strategi untuk melibatkan

siswa secara aktif adalah melalui pembelajaran kooperatif.

Roger, dkk (1992) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa

pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara

kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung

jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran

anggota- anggota yang lain (Huda. 2015:29). Dengan demikian, pembelajaran

kooperatif merupakan pembelajaran yang banyak melibatkan siswa secara aktif dalam

kelompok- kelompok belajar yang terdiri dari siswa dengan kemampuan yang beragam

untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Nur M dan Wikandari (1999)

menyatakan pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa

bekerja dalam kelompok yang berbeda-beda kemampuannya. Agar pembelajaran

kooperatif dapat berjalan secara efektif, maka perlu ditanamkan pada diri siswa unsur-

unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut (Ibrahim dkk. 2000:6):

11
a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup semati".

b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya seperti milik

mereka sendiri.

c. Para siswa haruslah beranggapan bahwa semua anggota didalam kelompoknya

memuliki tujuan yang sama.

d. Para siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara

anggota kelompoknya.

e. Para siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga

akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya.

f. Para siswa berbagi kepemimpinannya dan mereka membutuhkan keterampilan

untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi yang

ditangani dalam kelompok kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif ini menekankan adanya kerjasama saling

ketergantungan dan menghormati pendapat orang lain dalam menyelesaikan tugas

untuk mencapai tujuan pembelajaran dan satu penghargaan bersama.

2.1.3 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai

berikut (Ibrahim dkk. 2000:6)

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan

rendah.

12
c. Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis

kelamin berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Pembelajaran kooperatif ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan

pembelajaran yang lain yaitu menekankan adanya kerjasama antara siswa yang satu

dengan siswa yang lain. Dimana antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda

dalam hal kemampuannya sehingga akan muncul ketergantungan diantara mereka

untuk mencapai keberhasilan dan penghargaan yang akan diperoleh merupakan

penghargaan bersama serta mereka akan saling berbagi penghargaan tersebut.

2.1.4 Perspekttf-perspektlf pembelajaran kooperatif

Dasar-dasar pembelajaran kooperatif sudah banyak tertanam dalam teori-teori

belajar saat ini. Teori- teori tersebut umumnya menampilkan satu perspektif tertentu

yang dalam pembelajaran kooperatif telah menjadi suatu paradigma tersendiri. Ada

lima perspektif teoritis yang mendasari pembelajaran kooperatif, antara lain:

a. Perspektif motivasional (motivational perspektif)

Menurut perspektif motivasional, aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif jika

diterapkan dengan tepat dapat menciptokan suatu kondisi yang di dalamnya setiap

anggota kelompok berkeyakinan bahwa mereka bisa sukses mencapai tujuan

kelompoknya hanya jika teman-teman satu kelompoknya yang lain juga sukses

mencapai tujuan tersebut.

b. Perspektif kohesi sosial (soda/ cohesion perspektif)

Perspektif ini menegaskan bahwa pembelajaran kooperatif hanya akan berpengaruh

terhadap prestasi belajar siswa jika dalam kelompok kooperatif terjalin suatu

kohesivitas antar anggota di dalamnya. Kohesivitas dimaknai sebagai suatu kondisi

13
di mana setiap anggota kelompok saling membantu satu sama lain karena mereka

merasa peduli pada yang lain dan ingin sama- sama sukses.

c. Perspektif kognitif (cogniffve perspektif)

Perspektif kognitif berpandangan bahwa interaksi antarsiswa akan meningkatkan

prestasi belajar mereka selama mereka mampu memproses informasi secara mental

daripada secara motivasional.

d. Perspektif perkembangan (deve/opmental perspektif)

Perspektif perkembangan berasal dari pemikiran Jean Piaget dan Lev Vyogotsky

yang menegaskan bahwa ketika siswa bekerja sama, konflik sosio-kognitif akan

muncul dan melahirkan apa yang dikenal dengan ketidakseimbangan kognitif

(cognitive disepuilibrium). Ketidaksimbangan inilah yang meningkatkan

kemampuan berfikir, bernalar, dan berbicara

e. Perspektif elaborasi kognitif (cognitive elaboration perspektif)

Perspektif yang dikembangkan oleh O'Donnel dan O'Kelly (1994) ini menegaskan

bahwa elaborasi bisa menjadi latihan kognitif yang dapat meningkatkan

pembelajaran siswa. Elaborasi berperan dalam penambahan informasi baru dan

restrukturisasi informasi yang sudah ada. Elaborasi yang paling efektif adalah

menjelaskan materi pelajaran pada orang lain. Namun penjelasan yang diberikan

bersifat elaborative atau penjabaran (Huda. 2015:33-43).

14
2.1.5 Tujuan pembelajaran kooperatif

Ada tiga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan dikembangkannya model

pembelajaran kooperatif. Tiga tujuan pembelajaran kooperatif tersebut, antara lain:

a. Meningkatkan Hasil Belajar Akademik

Menurut Ibrahim, dkk (2000:7), pembelajaran kooperatif bertujuan untuk

meningkatkan kinerja siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.

Pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang

sulit serta memberikan keuntungan bagi siswa kelompok bawah maupun kelompok

atas yang saling bekerja sama dalam menuntaskan materi. Sehingga kemampuan

akademik yang diperoleh siswa yang berkemampuan lebih tinggi akan lebih

berkembang.

b. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu

Tujuan pembelajaran kooperatif ini menurut Ibrahim.dkk (2000:9} adalah

penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas

sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Goldonn Allport (Ibrahim

dkk.2000) menunjukkan bahwa didalam pembelajaran kooperatif, siswa dari

berbagai latar belakang dan kondisi yang beragam memiliki peluang untuk saling

bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik, dan melalui penggunaan

struktur penghargaan kooperatif, siswa belajar untuk menghargai satu sama lain.

Sehingga dengan belajar kooperatif, tidak akan ada gap atau jarak diantara siswa di

dalam kelas.

c. Pengembangan Keterampilan Sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim dkk (2000:9)

adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi

yang amat penting untuk dimiliki dalam hidup bermasyarakat. Dengan saling

15
bekerja sama, kemahiran siswa dalam bergaul dibina dan kesadaran kemasyarakat

dipupuk. Selain untuk membantu meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti

proses belajar mengajar, tujuan pembelajaran kooperatif ini yaitu membantu siswa

untuk memahami konsep-konsep yang sulit.

2.1.6 Manfaat pembelajaran kooperatif

Menurut Linda Lundgren (dalam Ibrahim dkk. 2000:18), manfaat pembelajaran

kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, yaitu :

a. meningkatkan pencurahan waktu pada tugas

b. rasa harga diri menjadi lebih tinggi

c. motivasi lebih besar

d. hasil belajar lebih tinggi

Jadi, pembelajaran kooperatif tidak hanya membantu siswa dalam masalah

akademis saja melainkan juga membantu siswa dalam mengembangkan tingkah laku

dan hubungan sosial yang lebih baik. Sehingga siswa berkembang menjadi anggota

masyarakat yang pandai bergaul, baik dengan orang- orang maupun dengan harta

budaya masyarakat.

2.1.7 Pembelajaran kooperatif model peta konsep

Pembelajaran sejarah menyajikan berbagai fakta mengenai peristiwa-peristiwa

di masa lampau yang didalamnya mencakup konsep-konsep yang saling berkaitan.

Ausubel (dalam Dahar, 1989) ‘'belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi".

Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan

kepada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara

bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.

16
Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang

telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi

dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang

menyajikan informasi itu dalam bentuk final maupun dengan bentuk belajar penemuan

yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan

diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu

pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain- lain) yang telah dimilikinya.

Belajar secara hafalan terjadi jika siswa mempelajari konsep-konsep baru secara

sembarangan, tanpa mau menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang relevan

yang telah diketahuinya. Sedangkan belajar bermakna adalah pengetahuan atau konsep

baru yang diperoleh segera dikaitkan dengan konsep- konsep yang sudah ada dalam

struktur kognitif siswa. Hasil paduan ini adalah informasi atau konsep baru. Hasil

belaiar bermakna adalah informasi yang telah dipelajari akan relatif bertahan lebih lama

dalam ingatan.

"Peta konsep adalah suatu alat yang digunakan untuk menyatakan hubungan

yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-

proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata

dalam suatu unit semantik" (Dahar. 1989:122}. Dalam bentuknya yang paling

sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu

kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Dalam peta konsep dapat diamati

bagaimana konsep yang satu berkaitan dengan konsep yang lain. Ausubel (1968} dalam

Dahar (1989:123) menyatakan bahwa belajar bermakna lebih mudah berlangsung

apabila konsep baru yang lebih khusus dikaitkan dengan konsep lama yang lebih umum

yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.

17
Dalam peta konsep, tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti,

bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.

Konsep yang paling inklusif (konsep fokus atau konsep utama) terletak di puncak dan

memberikan identitas peta konsep yang bersangkutan. Makin ke bawah konsep-konsep

menjadi lebih khusus. Ada kalanya konsep-konsep yang sama, oleh orang lain

menghasilkan peta konsep yang berbeda, sebab untuk orang itu kaitan konsep yang

demikinlah yang bermakna. Setiap peta konsep memperlihatkan kaitan-kaitan konsep

yang bermakna bagi orang yang menyusunnya. Di sinilah kita lihat perbedaan-

perbedaan individual yang ada pada siswa. Dengan kata lain hubungan antara konsep-

konsep bagi seseorang itu adalah idiosinkratik. Ini berarti bahwa kebermaknaan

konsep-konsep itu khas bagi setiap orang, sehingga peta konsep yang dibuat oleh

masing- masing orang akan berbeda.

2.1.8. Fungsi Peta Konsep

Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan.

Menurut Dahar (1989:129) menyatakan bahwa berdasarkan tujuannya, fungsi peta

konsep ada empat.

a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa.

Untuk memperlancar proses pembelajaran baik guru maupun siswa perlu

mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki ketika pelajaran baru akan

dimulai. Sedangkan siswa diharapkan dapat menunjukkan di mana mereka berada,

atau konsep-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru

itu. Dengan menggunakan peta konsep diharapkan akan mengalami belajar

bermakna. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan ialah dengan memilih satu

konsep utama dari pokok bahasan yang akan dibahas, kemudian menyuruh siswa

18
untuk menyusun peta konsep dengan menghubungkan konsep-konsep itu.

Selanjutnya siswa diminta untuk menambahkan konsep-konsep dan mengaitkan

konsep-konsep itu hingga mambentuk proposisi yang bermakna. Dari peta konsep-

peta konsep yang dihasilkan oleh siswa, guru dapat mengetahui sejauh mana

pengetahuan siswa tentang pokok bahasan yang akan diajarkan.

b. Mempelajari Cara Belajar

Bila seseorang dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran, ia tidak akan begitu

saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep

dari isi bab itu, ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang

dibacanya, meletakkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta konsep yang

dibuatnya, kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang kurang inklusif

pada konsep yang paling inklusif, demikian seterusnya.

c. Mengungkapkan konsepsi salah

Peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang

terjadi. Konsep salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep- konsep

yang mengakibatkan proposisi yang salah.

d. Alat Evaluasi

Selama ini alat-alat evaluasi yang digunakan guru berupa tes subyektif atau tes esai.

Teknik-teknik evaluasi baru perlu dipikirkan untuk memecahkan masalah- masalah

evaluasi yang kita hadapi selama ini. Salah satu terobosannya yakni dengan

menggunakan peta konsep. Pembuatan peta konsep oleh siswa dapat

menggambarkan sejauh mana siswa tersebut memahami suatu konsep yang

diajarkan.

19
2.1.9 Cara Membuat Peta Konsep

Pembuatan suatu peta konsep secara umum dapat dirumuskan ke dalam enam langkah

menurut Dahar (1989, hlm. 126) sebagai berikut:

1) Menentukan bahan bacaan.

2) Menentukan konsep-konsep yang relevan.

3) Mengurutkan konsep-konsep dari mulai yang paling inklusif sampai yang paling

tidak inklusif.

4) Menyusun konsep-konsep tersebut pada kertas.

5) Menghubungkan konsep-konsep yang berkaitan dengan garis-garis penghubung

dan memberi kata penghubung pada setiap garis penghubung tersebut.

6) Mengembangkan peta konsep.

7) Keunggulan dan Kelemahan Peta Konsep

2.1.10 Keunggulan Peta Konsep

Novok dan Gowin (dalam Haris, 2005:18) mengemukakan kelebihan peta konsep bagi

guru dan siswa. Kelebihan peta konsep bagi guru adalah sebagai berikut:

1) Peta konsep dapat membantu guru mengorganisir seperangkat pengalaman belajar

secara keseluruhan yang akan dipelajari.

2) Peta konsep merupakan cara terbaik menyajikan pembelajaran karena tidak bersifat

verbal. Siswa dengan mudah melihat, membaca, dan mengerti makna yang

diberikan.

3) Peta konsep membantu guru menyajikan pembelajaran secara runtut dan sistematis.

4) Peta konsep membantu efesiensi dan efektifitas pembelajaran.

20
Sedangkan kelebihan peta konsep bagi siswa adalah sebagai berikut:

1) Peta konsep mengembangkan proses belajar yang bermakna bagi siswa.

2) Meningkatkan keaktifan dan kreatifitas berfikir siswa.

3) Mengembangkan struktur kognitif siswa.

4) Membantu siswa melihat makna pembelajaran secara lebih komperhensif dari

setiap komponen konsep dan mengenali miskonsepsi.

Adapun kelemahan penggunaan peta konsep menurut Haris Sumadiria (2005, hlm. 20),

antara lain:

1) Memerlukan waktu yang relatif lama.

2) Sulit menentukan konsep-konsep yang relevan dengan materi pembelajaran.

3) Sulit menentukan kata-kata penghubung pada peta konsep.

Dengan demikian, peta konsep bersifat subjektif individual. Artinya, konsep

yang sama dapat menghasilkan peta konsep yang berbeda-beda. Setiap peta konsep

memperlihatkan kaitan-kaitan konsep yang bermakna bagi individu yang menyusun.

Dengan kata lain, hubungan konsep-konsep bagi seseorang bersifat idiosentrik yang

berarti kebermaknaan konsep-konsep itu khas bagi setiap individu, sehingga peta

konsep yang dibuat oleh masing-masing individu akan berbeda.

Model pembelajaran peta konsep merupakan metode mencatat secara

menyeluruh dalam satu halaman. Model ini memanfaatkan keseluruhan otak siswa

untuk kreatif dalam memetakan pikirannya dalam menghadapi berbagai materi yang

diterima. Terkait fakta-fakta yang ada akan lebih mudah diterima bila dipetakan

menjadi konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain. Pembuatan peta

konsep dilaksanakan dalam kelompok dengan mengutamakan pembelajaran kooperatif.

Dengan demikian akan muncul gagasan-gagasan dan ide-ide yang menjadikan

pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran yang bersifat elaboratif yang

21
menghasilkan konstruksi pengetahuan yang lebih kuat, yaitu dengan mengingat

konsep-konsep yang telah terpetakan. Dengan demikian aktivitas menciptakan peta

konsep dalam kelompok menjadi kegiatan mencatat kreatif. Karena dalam prosesnya

akan meningkatkan daya belajar visual yang memadukan dan mengembangkan potensi

kerja otak yang terdapat dalam pikiran siswa.

2.1.11 Hasil Belajar

Belajar adalah proses memecahkan problem yang dihadapi diletakkan dalam

suatu kontek, lalu ia menghubungkan problem tersebut dengan konteksnya sehingga

dapat terpecahkan. Sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai proses pemberian

problem. Problem dalam berbagai bidang kepada siswa untuk dipecahkan dengan cara

meletakkan problem pada konteks yang relevan. Dengan kata lain mengajar adalah

proses pemberian kemampuan memecahkan masalah kepada siswa.

Pada hakikatnya belajar bertujuan untuk memperoleh suatu hikmah belajar,

lesson featned. Pusat Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army's Centef)

mendefinisikan hikmah pembelajaran sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui

pengalaman yang dikembangkan melalui saling berbagi, sehingga memperoleh

keuntungan bagi yang lain (Suyono & Hariyanto. 2014:15). Dengan saling berbagi

diharapkan siswa memperoleh hikmah pembelajaran agar pembelajaran menjadi

bermakna. Mengacu konsep pendidikan Islam, lesson learned pada hakikatnya adalah

ibrah yang diperoleh dari mempelajari ayat-ayat Tuhan yang terserok di alam dan

kehidupan.

Menurut Gagne, belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar

berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap

dan nilai. Kapabilitas tersebut timbul dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan

proses kognitif yang dilakukan pebelajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009:10). Dengan

22
demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi

lingkungan, melewati pengolahan informasi dan menjadi kapabilitas baru.

Berikut adalah komponen esensial belajar dan pembelajaran:

Kondisi Internal Belajar Hasil Belajar

Keadaan Internal Informasi verbal


dan proses kognitif Keterampilan intelek
siswa Keterampilan intelek
Ketrampilan motorik
Sikap
Siasat kognitif
Interaksi dengan

Acara Pembelajaran
STIMULASI DARI LINGKUNGAN

Kondisi Eksternal Belajar

Bagan 2.1. Komponen Esensial Belajar dan Pembelajaran (Bell Gredler, 1991 dalam

Dimyati dan Mudjiono, 2009:11)

Bagan 2.1 melukiskan hal-hal berikut:

1. Belajar merupakan interaksi antara "keadaan internal dan proses kognitif siswa”

dengan "stimulus dari lingkungan”.

2. Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut

terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelektual keterampilan motorik, sikap,

dan siasat kognitif.

3. Kelimahasil belajar tersebut merupakan

4. kapabilitas siswa yang berupa:

5. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam

bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

23
6. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan

dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang.

7. Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri yaitu penggunaan konsep dan memecahkan masalah.

8. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani

dalam urusan dan koordinasi.

9. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian

terhadap objek tersebut (Dimyati dan Mudjiono. 2009:12).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka siswa harus memiliki lima kapabilitas

tersebut sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah

kapabilitas informasi verbal, keterampilan intelektual dan strategi kognitif lebih

ditekankan. Yang menjadikan siswa mampu untuk berperan dalam kehidupan,

mendeskripsikan konsep konkret, prinsip dan memecahkan masalah.

Belajar merupakan kebutuhan setiap orang. Sebab dengan belajar seseorang

dapat memahami dan mengerti tentang suatu kemampuan sehingga kecakapan dan

kepandaian yang dimiliki dapat ditingkatkan. Sebagai individu yang sedang belajar

mempunyai kepentingan agar berhasil dalam belajar. Hasil Belajar merupakan

perubahan perilaku yang diperoleh setelah mengalami aktifitas. Berhasil atau tidaknya

suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar seseorang

dapat dilihat ditunjukkan dari nilai, perilaku dan prestasi yang dicapainya.

Hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang terjadi pada individu

setelah mengalami proses belajar mengajar, dimana untuk mengungkapkannya

menggunakan suatu alat penilaian yang disusun oleh guru.seperti tes. Evaluasi menurut

Stufflebeam dan Shinkfield (1998) adalah proses menggambarkan, memperoleh dan

menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan (Sukarno,

24
2005:8). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami

dan mengerti pelajaran yang diberikan. Hasil belajar juga merupokan prestasi yang

dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu. Untuk memperolehnya menggunakan

standar sebagai pengukuran keberhasilan seseorang. Kriteria hasil belajar pada siswa

yang lazim digunakan adalah nilai rata-rata yang didapat melalui proses belajar.

Hasil belajar adalah pernyataan kemampuan siswa dalam menguasai sebagian

atau seluruh kompetensi tertentu. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki berupa

pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan

bertindak dan berpikir setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau sub aspek mata

pelajaran tertentu. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka

studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor .

Perinciannya adalah sebagai berikut:

1. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual, taksonomi Bloom yang telah direvisi

Krathwohl salah satu penggagas taknomi tujuan belajar, agar lebih cocok dengan

istilah yang sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar. Kita sering

mengenalnya dengan Cl s.d. C6. Pada revisi ini. jika dibandingkan dengan

taksonomi sebelumnya, ada pertukaran pada posisi C5 dan C6 dan perubahan nama.

Istilah sintesis dihilangkan dan diganting dengan Create. Berikut ini Struktur dari

Dimensi Proses Kognitif menurut Taksonomi yang telah direvisi:

a. Remember (Mengingat), yaitu mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan

dari memori jangka panjang.

1) Recognizing (mengenali)

2) Recalling (memanggilan/mengingat kembali)

25
b. Understand (Memahami), yaitu menentukan makna dari pesan dalam pelajaran-

pelajaran meliputi oral, tertulis ataupun grafik.

3) Interpreting (menginterpretasi)

4) Exemplifying (mencontohkan)

5) Classifying (mengklasifikasi)

6) Summarizing (merangkum)

7) Infemng (menyimpulkan)

8) Comparing (membandingkan)

9) Explaining (menjelaskan)

c. Apply (Menerapkan), yaitu mengambil atau menggunakan suatu prosedur

tertentu bergantung situasi yang dihadapi.

1) Executing (mengeksekusi)

2) fmpfemenffng (mengimplementasi)

d. Analyze (menganalisa), yaitu memecah-mecah materi hingga ke bagian yang

lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang berhubungan satu sama lain menuju

satu struktur atau maksud tertentu.

1) Differentianting (membedakan)

2) Organizing (mengelola)

3) Attributing (menghubungkan)

e. Evoluate (mengevaluasi), yaitu membuat pertimbangan berdasarkan kriteria

dan standar.

1) Checking (memeriksa)

2) Crifiguing (mengkritisi)

f. Create (mencintakan), yaitu menyusun elemen- elemen untuk membentuk

sesuatu yang berbeda atau mempuat produk original.

26
1) Generating (menghasilkan)

2) Planning (merencanakan)

g. Producing (memproduksi)

Proses kognitif meaningful learning atau yang melibatkan proses berpikir

kompleks bisa digambarkan dari struktur C2 hingga ke C5.

2. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan

yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan

suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda- benda, koordinasi

neuromuscular, yaitu menghubungkan dan mengamati Dimyati dan Mudjiono.

2009:26-29),

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena

lebih menonjol. Namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi

bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Sehingga hasil

belajar dapat dipandang sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

2.2 Kerangka Teoritis

Metode peta konsep dijadikan salah satu metode pembelajaran yang efektif untuk

meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa karena metode ini dinyakini dapat

membuat siswa mudah memahami materi dengan konsep-konsep yang tersusun dan

berkesinambungan. Ketika siswa aktif dan paham maka hasil belajar siswa pun menjadi

lebih baik. Dengan metode ini dapat membuat skema atau rancangan cara belajar yang

baru menurut masing-masing individu menurut kreativitasnya masing-masing.

27
BAB III

METODE PENELITIAN

4.1 Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA NU Widasari tahun ajaran

2022-2023. Pengambilan subjek penelitian ini didasarkan pada kondisi kelas yang

mampu semua siswa kelas X secara keseluruhan. Kelas ini dipilih sebagai objek

penelitian dikarenakan penulis ingin mencari suatu model pembelajaran efektif untuk

penguasaan kompetensi kehidupan manusia purba dan asal-usul nenek moyang

Indonesia.

4.2 Waktu Penettian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga bulan Mei, dari mulai

kegiatan persiapan hingga pelaksanaan tindakan serta penelitian, dengan rincian sebagai

berikut:

1. Refleksi awal dari hasil investigasi terhadap kelas yang menjadi subyek penelitian.

Kegiatan ini penulis laksanakan melalui studi dokumentasi dan wawancara yang

dilaksanakan mulai minggu kedua bulan Maret 2023.

2. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 - 11 April 2023 dengan rincian: tanggal 4

pertemuan pertama, tanggal 11 pertemuan kedua dan post tes siklus 1. Pertemuan

kedua dilaksanakan satu minggu berikutnya

3. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 2-9 Mei 2023 dengan rincian: tanggal 2 Mei

pertemuan pertama, tanggal 9 Mei pertemuan kedua dan post tes siklus II.

4. Analisis data dan pelaporan dilaksanakan mulai tanggal 10-31 Mei 2023.

28
4.3 Tempat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas X SMA NU Widasari tahun

pelajaran 2022/2023.

4.4 Prosedur Penelitian

Pelaksanaan prosedur penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Sebelum Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (Pra Penelitian)

a. Refleksi Awal

Berdasarkan refleksi dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran sejarah kurang

maksimal. Nilai yang diperoleh siswa kurang memuaskan.

b. Observasi untuk Mengidentifikasi Permasalahan di Kelas

Kegiatan ini dilaksanakan melalui wawancara yang diberikan kepada siswa kelas

X sebelum dilaksanakan Penelitian, yang berisi hal-hal berkaitan dengan

pembelajaran sejarah. Hasil observasi dapat disimpulkan bahwa siswa termotivasi

untuk belajar sejarah. Namun banyak siswa yang kurang mengerti konsep-konsep

sejarah yang sebenarnya, terutama pada materi kehidupan manusia purba

Indonesia. Sehingga perlu sebuah strategi pembelajaran yang dapat memudahkan

siswa untuk menerima, mengingat dan mengelaborasi materi tersebut agar

pembelajaran yang dilaksanakan bermakna.

2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

a. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian:

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama dua siklus, mulai dari tanggal 4

April sampai dengan 9 Mei 2023. Hasil refleksi siklus l digunakan sebagai acuan

dalam menentukan perbaikan tindakan pada siklus II. Sedangkan hasil refleksi

29
siklus II nantinya digunakan sebagai acuan untuk rencana tindak lanjut pada

pembelajaran selanjutnya.

b. Rincian Prosedur Penelitian :

1) Siklus I:

a) Tahap perencanaan tindakan

Pada tahap perencanaan tindakan siklus ini, kegiatan yang dilakukan

adalah:

1) Membentuk kelompok diskusi dengan anggota masing-masing kelompok 6

orang siswa dengan penyebaran jumlah siswa aktif dan tidak aktif yang

seimbang.

2) Menyusun rencana pembelajaran sesuai dengan strategi pembelajaran

dengan kegiatan mefiputi langkah-langkah sebagai berikut:

Menyusun rencana pembelajaran KD 3.3 untuk setiap pertemuan yang

didalamnya memuat skenario pembelajaran sesuai dengan strategi yang

dipilih yaitu model pembelajaran peta konsep melalui diskusi kelompok,

observasi di kelas dan presentasi hasil diskusi.

3) Merancang alat pengumpul data berupa tes dan digunakan untuk

mengetahui pemahaman kemampuan siswa yang berkaitan dengan materi

kehidupan manusia purba Indonesia.

4) Membuat alat evaluasi dan instrumen penelitian.

b) Tahap pelaksanaan tindakan

1) Pada siswa diberikan penjelasan umum tentang tujuan penelitian

tindakan kelas sesuai dengan rancangan yang telah direncanakan, baik

30
mengenai pengumpulan data maupun kegiatan lainnya. Kegiatan

dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi:

(a) Memberikan penjelasan secara umum tentang pokok bahasan yang

diajarkan dengan menerapkan model peta konsep.

(b) Mengarahkan siswa yang aktif untuk dapat membantu anggota

kelompoknya dalam proses pembelajaran.

(c) Mendorong siswa yang belum aktif untuk aktif dalam

pembelajaran.

(d) Memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk

berdiskusi dan menyajikan hasil diskusi.

(e) Mengamati dan mencatat siswa yang berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran, baik dalam diskusi maupun saat menyajikan hasil

diskusi.

(f) Mengumpulkan hasil pengujian yang diperoleh siswa dalam

mengerjakan tugas.

(g) Menganalisa tes yang diberikan setelah siswa diajar dengan

menerapkan pembelajaran model peta konsep.

(h) Penulis mengajar sesuai dengan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran yang telah dirancang dan mencatat kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh masing-masing peserta.

(i) Penulis memberikan evaluasi (soal post test kepada siswa untuk

mengetahui pemahaman siswa berkaitan dengan materi

Paleolitikum.

31
c) Tahap observasi tindakan

Penulis mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat

siswa mengikuti pembelajaran dan menanyakan kepada siswa yang kurang

aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.

d) Tahap refleksi

Penulis menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang

dilakukan pada siswa guna menentukan langkah berikutnya.

2) Siklus II:

a) Tahap perencanaan tindakan

Pada tahap perencanaan tindakan siklus ini, kegiatan yang

dilakukan adalah:

(1) Penulis membuat perencanaan tindakan berdasarkan hasil refleksi pada

siklus I.

(2) Membuat bahan ajar yang akan disampaikan kepada masing-masing

kelompok.

b) Tahap pelaksanaan tindakan

(1) Penulis memberikan penjelasan tentang pokok bahasan Zaman

Mesolitikum yang akan dipelajari. Penulis juga memaparkan kegiatan

yang akan dilaksanakan berkaitan dengan pembelajaran dalam teknik

yang menstimulir siswa untuk memahami konsep-konsep dan

menuliskannya pada peta konsep.

(2) Penulis memberikan bahan ajar yang berupa tugas memecahkan

masalah tindak lanjut dari siklus I.

32
(3) Mengarahkan dan mendorong siswa dalam setiap kelompok untuk lebih

aktif dalam pembelajaran.

(4) Memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk

berdiskusi, merumuskan dan menuliskan konsep pada peta konsep serta

menyajikan hasil diskusi.

(5) Pembahasan mengenai kesulitan yang terdapat pada materi ajar dan

belum dipahami siswa.

(6) Penulis mengajar sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah

dirancang dan mencatat kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh

masing- masing siswa.

(7) Penulis memberikan evaluasi (soal post tes) kepada siswa untuk

mengetahui pemahaman siswa berkaitan dengan materi Zaman

Mesolitikum dan hubungannya dengan kehidupan manusia purba

Indonesia.

c) Tahap observasi tindakan

Penulis mencatat hasil-hasil yang diperoleh peserta didik dan mencatat

kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam menyelesaikan tugas berkaitan

dengan bahan ajar yang diberikan.

d) Tahap refleksi

Penulis membuat inventarisasi kesulitan yang dilakukan siswa dalam

berdiskusi, menyajikan hasil diskusi dan menyelesaikan soal evaluasi

sehingga mampu mendapatkan nilai di atas standar ketuntasan minimal.

33
4.5 Data dan Sumber Data

Dalam penelitian tindakan kelas ini, data yang diperlukan adalah data yang

berkaitan dengan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Yaitu

data yang sesuai dengan indikator pada standar kompetensi yang telah ditetapkan pada

rencana pelaksanaan pembelajaran.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis peroleh dari observasi terhadap

aktivitas diskusi, presentasi dan tes tertulis tentang kehidupan manusia purba Indonesia.

4.6 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif

berupa hasil belajar kognitif. Data yang diperoleh melalui hasil observasi selanjutnya

dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan mean atau

rerata. Adapun penyajian data kuantitatif dipaparkan dalam bentuk persentase.

Hasil penghitungan kemudian dikonsultasikan dengan kriteria ketuntasan belajar

siswa yang dikelompokkan ke dalam dua kategori tuntas dan tidak tuntas, dengan kriteria

sebagai berikut:

Kriteria Ketuntasan Kualifikasi


≥ 70 Tuntas
< 70 Tidak Tuntas

Data kualitatif berupa data hasil observasi aktifitas siswa dan aktifitas guru dalam

pembelajaran Sejarah melalui model pembelajaran peta konsep, hasil catatan lapangan

dan wawancara dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Data kualitatif dipaparkan

dalam kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.

Untuk memperoleh data kuantitatif dan data kualitatif tersebut maka digunakan

beberapa instrument penelitian, antara lain: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

34
Lembar Observasi dan Tes Formatif berupa soal pilihan ganda yang berjumlah 10 soal

pada setiap post test.

4.7 Indikator Keberhasilan

Pembelajaran dengan model peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa

dalam pembelajaran Sejarah pada siswa kelas X SMA NU Widasari dengan indikator

sebagai berikut:

1) Keterampilan guru dalam pembelajaran Sejarah dengan model peta konsep pada materi

Paleolitikum dan Mesolitikum meningkat dengan kriteria sekurang- kurangnya baik.

2) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran Sejarah dengan model peta konsep meningkat

dengan kriteria sekurang-kurangnya baik,

3) 75% siswa kelas X secara klasikal mengalami ketuntasan belajar individual sebesar ≥

70 dalam pembelajaran Sejarah dengan model peta konsep.

35
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum

Berikut disajikan analisis data dan interpretasinya dari penelitian yang dilakukan pada

pembelajaran Sejarah Kelas X. Kompetensi Dasar 3.3. Menganalisis kehidupan

manusia purba dan asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia (Melanesoid. Proto, dan

Deutero Melayu).

Pembelajaran siklus 1 dilakukan selama dua kali pertemuan. Tiap Pertemuan dengan

alokasi waktu 2x45 menit. Pada siklus I guru menyampaikan informasi tentang zaman

Paleolitikum dan atau kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan

makanan tingkat sederhana. Siklus II juga dilaksanakan selama dua kali pertemuan

dengan alokasi waktu 2x45 menit. Pada siklus II guru menyampaikan materi tentang

zaman Mesolitikum atau kehidupan manusia purba pada masa berburu dan

mengumpulkan makanan tingkat lanjut.

Pada setiap siklus pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran

peta konsep. Dari hasil diskusi kelompok yang elaboratif, secara bersama-sama siswa

dapat menemukan konsep-konsep yang berkaitan dengan fakta-fakta sejarah dan

mengaitkan informasi tersebut dengan struktur kognitifnya. Konsep-konsep yang

diperoleh dituangkan pada peta konsep dan selanjutnya dapat dikomunikasikan pada

presentasi di depan kelas.

36
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus I

1. Penilaian Kinerja Siswa dalam Diskusi Kelompok

Hasil kinerja siswa dalam diskusi kelompok pada siklus I dapat dilihat pada Tabel

berikut:

Tabel 4.1. Persentase Pencapaian Kegiatan Setiap Indikator pada Observasi


Keaktifan Belajar Siswa Tahap Siklus I
Pertemuan
No. Perilaku Yang Diamati
1 2
1 Memperhatikan penjelasan guru atau teman 69,44 75,00
2 Membaca buku atau mencari referensi lain dari 50,00 63,89
A
internet yang berkaitan dengan materi yang
ditugaskan guru
3 Membahas materi yang ditugaskan guru 50,00 63,89
bersama anggota kelompok yang memiliki
tugas yang sama
4 Menjelaskan kepada anggota kelompok 16,66 33,33
mengenai materi yang dikuasai
B
5 Bertanya jika ada materi yang belum dipahami 16,66 36,11
6 Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru 13,88 38,89
atau teman
7 Mengemukakan pendapat tentang materi yang 19,44 52,78
sedang dibahas
C 8 Mendengarkan penjelasan guru atau teman 58,33 63,89
9 Membuat rangkuman atau catatan hasil diskusi 33,33 55,56
D
bersama kelompok
10 Membuat peta konsep sesuai dengan materi 0,00 77,78
E
yang telah didiskusikan
11 Hadir dan mengikuti pembagian kelompok 100,00 100,00
siswa
F
12 Melaksanakan tugas presentasi hasil diskusi 0,00 64,44
dengan materi yang dikuasai
G 13 Memecahkan masalah yang diberikan guru 27,78 55,56
14 Percaya diri dalam kegiatan pembelajaran 55,56 52,78
F
15 Terlibat aktif selama kegiatan pembelajaran 41,67 44,44
Jumlah 552,78 883,33
Rata-rata per pertemuan 42,52 58,89
Rata-rata siklus 1 50,71%

Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa terdapat peningkatan persentase

pencapaian setiap indikator pada observasi keaktifan belajar siswa dari pertemuan 1

dan 2 pada tahap siklus I. Namun, perilaku percaya diri dalam kegiatan pembelajaran

37
mengalami penurunan dari 55.56% menjadi 52,78% dengan rata-rata 54,17. Hal ini

dikarenakan siswa belum percaya diri dan terbiasa melakukan presentasi dengan

menggunakan peta konsep. Peta konsep mengharuskan siswa untuk berfikir lebih

sistematis dan detail dalam memaparkan materi di depan kelas. Siswa-siswa

sebelumnya terbiasa melakukan presentasi dengan menggunakan resume, outline dan

makalah. Sehingga presentasi dengan menggunakan peta konsep merupakan hal baru

dan menjadi tantangan tersendiri bagi siswa, karena siswa harus dapat mengemukakan

materi yang dikuasainya berbekal peta konsep yang telah disusun dalam diskusi

kelompok. Dengan demikian, secara keseluruhan hasil yang diperoleh pada tahap siklus

I ini adalah 50,71%.

Hasil kegiatan setiap indikator pada observasi keaktifan belajar sejarah pada

materi zaman Paleolitikum siklus I dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 4.1 Grafik hasil capaian setiap indikator pada observasi keaktifan belajar siswa

siklus I

38
2. Penilaian hasil belajar siswa

Data hasil observasi pada siklus I menggambarkan bahwa siswa sudah mulai

memahami model peta konsep yang diterapkan dalam pembelajaran kooperatif.

Berikut adalah hasil kelompok berdasarkan kriteria penilaian peta konsep.

Tabel 4.2
Hasil diskusi kelompok siklus I dalam membuat peta konsep

Nomor Kelompok Hasil Diskusi


1 65
2 68
3 80
4 85
5 78
6 65

Hasil dari diskusi kelompok menunjukkan bagaimanakah kinerja siswa pada

setiap kelompok dalam menyelesaikan tugas peta konsep yang diberikan. Bagi

kelompok yang bekerja dengan baik, saling mendukung dan kompak, maka

kelompok ini menghasilkan peta konsep yang sangat memuaskan. Peta konsep yang

didesain dengan baik okan memudahkan bagi seluruh anggota kelompok untuk

memahaminya dan menjabarkannya kembali saat presentasi di depan kelas.

Sebaliknya bagi kelompok yang tidak bekerja sama dengan baik dan bekerja

sendiri-sendiri, maka kelompok ini menghasilkan peta konsep yang kurang

memuaskan.

Untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi yang telah

didiskusikan pada siklus I, pada akhir pertemuan siswa mengerjakan soal evoluasi.

Pada post tes yang diberikan setelah dikoreksi oleh penulis didapatkan hasil sebagai

berikut:

39
Tabel 4.3
Analisis Nilai Tes siklus I

Nilai Nilai Jumlah Peserta Nilai Rata- Ketuntasan


Tertinggi Terendah Didik rata Belajar
80 40 36 66,11 72.22%

Tabulasi di atas menggambarkan bahwa dari 36 siswa yang mengikuti tes

akhir pada materi Zaman Paleolitikum terdapat 10 siswa yang memperoleh nilai

kurang dari KKM. Hasil belajar siklus I memiliki nilai rata-rata sebesar 66,11

ketuntasan belajar 72.22% dengan 26 orang siswa yang mendapat nilai tuntas.

Seteluh dilaksanakan pembelajaran pada tahap siklus 1 ini, maka perlu

dilihat titik kelemahan yang terjadi pada sebagian kecil siswa. Siswa yang

mengalami hambatan perlu diberikan penjelasan yang mendasar mengenai Zaman

Paleolitikum. Yaitu dengan menekankan konsep- konsep penting yang berkenaan

dengan kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan

tingkat sederhana.

Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran pada

siklus ini. terdapat peningkatan pada partisipasi siswa. Akan tetapi masih perlu

diberikan motivasi agar siswa yang tidak aktif dapat melahirkan konsep-konsep dan

ide-ide cemerlang dalam diskusi kelompoknya.

Berdasarkan pengamatan pada proses pembelajaran siklus I, terdapat

beberapa hal yang perlu diperbaiki, antara lain:

a. Beberapa siswa masih terlihat bekerja sendiri meskipun berada dalam kelompok

diskusi. Siswa tersebut terlihat dengan aktivitasnya sendiri, sementara teman

lain dalam kelompoknya sedang berdiskusi. Namun demikian jika ditanya atau

dimintai pendapat ia akan menyumbangkan idenya.

40
b. Kemampuan siswa dalam bertanya dan menjawab masih belum merata.

Beberapa siswa terlihat lebih menonjol dibandingkan siswa yang lain,

sementara mayoritas siswa lainnya hanya menjadi pendengar saja.

c. Kurangnya sense of belong terhadap kelompoknya. Rasa memiliki terhadap

kelompok belum sepenuhnya dimiliki oleh siswa. Sehingga totalitas dalam

bekerja secara kelompok belum optimal. Dengan demikian peta konsep yang

diciptakan oleh kelompok tersebut terlihat kurang memuaskan.

d. Kemampuan siswa dalam presentasi dengan menggunakan peta konsep belum

maksimal. Siswa terbiasa melakukan presentasi dengan makalah atau resume

yang memuat tulisan secara keseluruhan apa yang harus disampaikan di depan

kelas. Sedangkan peta konsep hanya memuat kalimat-kalimat inti dan kata-kata

kunci yang penting saja yang menuntut siswa untuk kreatif mengembangkan

pokok pikiran menjadi topik bahasan diskusi yang lebih menarik.

Hasil temuan tersebut di atas merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan

pada pelaksanaan penelitian ini. Sehingga pembelajaran pada siklus II harus

diberikan tindakan yang tepat antara lain:

a. Meningkatkan kemampuan dan keaktifan siswa dalam diskusi dengan

mengajukan beberapa pertanyaan yang sederhana yang dapat melibatkan

seluruh siswa aktif dalam kelompoknya. Selain itu memotivasi seluruh anggota

kelompok untuk dapat bekerja sama sebagai sebuah tim yang solid dalam

memecahkan masalah yang telah diberikan guru sebagai tugas kelompok.

b. Memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih berperan aktif dalam bertanya,

menjawab dan memberikan tanggapan kepada kelompok yang melaksanakan

presentasi. Tak lupa pula guru menyampaikan bahwa siswa yang melakukan

hal-hal tersebut akan mendapat nilai tersendiri sebagai siswa yang aktif di kelas.

41
c. Memberikan motivasi kepada siswa untuk menambah rasa memiliki terhadap

kelompok. Guru meyakinkan siswa bahwa mereka adalah satu tim yang harus

saling mendukung dan bahu membahu dalam bekerja sama. Dengan demikian

hasil kerja sama dalam kelompok akan memuaskan

d. Meningkatkan kemampuan siswa agar dapat berfikir kritis dan sistematis dalam

mengembangkan peta konsep sebagai acuan untuk memahami materi pelajaran

dan panduan yang praktis saat presentasi di depan kelas.

4.1.3 Hasil Penelitian Siklus II

1. Penilaian Kinerja Siswa dalam Diskusi Kelompok

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan guru pada siklus II ini,

diketahui bahwa keaktifan siswa sudah mulai mengalami peningkatan jika

dibandingkan dengan siklus I. Siswa sudah memahami bagaimana melaksanakan

diskusi kelompok untuk menemukan konsep-konsep dan fakta-fakta penting terkait

Zaman Mesolitikum yang sedang dipelajari. Sementara siswa terlihat lebih antusias

dalam kelompoknya, guru tetap melakukan pengamatan (observasi) proses

pelaksanaan diskusi dengan menggunakan instrumen observasi. Berdasarkan hasil

observasi guru dapat ditampilkan nilai kinerja siswa dalam diskusi kelompok pada

siklus II dapat dilihat pada Tabel berikut:

42
Tabel 4.4. Persentase Pencapaian Kegiatan Setiap Indikator pada Observasi
Keaktifan Belajar Siswa Tahap Siklus II

Pertemuan
No. Perilaku Yang Diamati
1 2
1 Memperhatikan penjelasan guru atau teman 88,89 97,22
2 Membaca buku atau mencari referensi lain 66,67 91,67
A
dari internet yang berkaitan dengan materi
yang ditugaskan guru
3 Membahas materi yang ditugaskan guru 75,00 86,11
bersama anggota kelompok yang memiliki
tugas yang sama
4 Menjelaskan kepada anggota kelompok 47,22 80,56
mengenai materi yang dikuasai
B 5 Bertanya jika ada materi yang belum 38,89 75,00
dipahami
6 Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh 72,22 77,78
guru atau teman
7 Mengemukakan pendapat tentang materi yang 61,11 83,33
sedang dibahas
C 8 Mendengarkan penjelasan guru atau teman 83,33 100,00
9 Membuat rangkuman atau catatan hasil 66,67 72,22
D
diskusi bersama kelompok
10 Membuat peta konsep sesuai dengan materi
E 0,00 91,67
yang telah didiskusikan
11 Hadir dan mengikuti pembagian kelompok
100,00 100,00
siswa
F
12 Melaksanakan tugas presentasi hasil diskusi
0,00 86,11
dengan materi yang dikuasai
G 13 Memecahkan masalah yang diberikan guru 77,78 83,33
14 Percaya diri dalam kegiatan pembelajaran 69,44 83,33
F
15 Terlibat aktif selama kegiatan pembelajaran 72,22 83,33
Jumlah 919,44 129,67
Rata-rata per pertemuan 70,73 86,11
Rata-rata siklus 1 78,42 %

Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa terdapat peningkatan persentase

pencapaian setiap indikator pada obsenvasi keaktifan belajar siswa dari pertemuan

1 dan 2 pada tahap siklus II. Setiap indikator menunjukkan perbandingan perubahan

perilaku siswa yang sangat signifikan. Dari rata-rata persentase per pertemuan,

secara keseluruhan hasil yang diperoleh pada tahap siklus II ini adalah 78,42%.

Dengan demikian, hasil akhir yang diperoleh telah memenuhi target keberhasilan

pembelajaran.

43
Hasil kegiatan setiap indikator pada observasi keaktifan belajar sejarah pada

materi Zaman Mesolitikum siklus II dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 4.2. Grafik hasil capaian setiap indikator pada observasi keaktifan

belajar siswa siklus II

Pada akhir siklus II guru membagikan angket kepada seluruh siswa untuk

mengetahui bagaimana respon, pendapat dan tanggapan siswa terhadap penerapan

model peta konsep dalam pembelajaran sejarah baik. Hasil angket siswa tersebut

dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.5. Rekapitulasi angket peserta didik terhadap penerapan model peta
konsep dalam pembelajaran sejarah
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya senang belajar sejarah menggunakan 55.56% 44.44%
model pembelajaran Peta Konsep
2 Model Pembelajaran Peta Konsep dapat 47.22% 52.78%
membuat materi pelajaran sejarah lebih
mudah dipahami
3 Saya berani bertanya apabila ada materi 36.11% 63.89%
yang kurang jelas
4 Saya lebih aktif berdiskusi dengan teman 38.89% 61.11%
saat belajar sejarah menggunakan model
pembelajaran Peta Konsep

44
No Pernyataan SS S TS STS
5 Model Pembelajaran Peta Konsep dapat 38.89% 61.11%
diterapkan pada materi pelajaran yang lain

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa respon siswa terhadap penerapan model peta

konsep dalam pembelajaran sejarah baik. Berdasarkan angket tersebut, didapatkan

hasil antara lain:

1) Model peta konsep dalam pembelajaran sejarah dapat diterapkan sebagai salah

satu model alternatif dalam pembelajaran kooperatif.

2) Penerapan model peta konsep dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan

respon siswa untuk aktif dalam berbagai kegiatan pembelajaran, baik bertanya,

menjawab, maupun menanggapi aktivitas diskusi kelompok.

3) Penerapan model peta konsep dapot meningkatkan keaktifan dan hasil belajar

peserta didik dalam pembelajaran sejarah. Hal ini terlihat pada hasil observasi

dan peningkatan nilai tes yang diperoleh peserta didik di akhir setiap siklus.

2. Penilaian hasil belajar siswa

Peta konsep yang disusun oleh setiap kelompok menunjukkan bahwa setiap

kelompok sudah saling mendukung dan bahu-membahu dalom menyelesaikan

tugas yang telah diberikan oleh guru. Setiap anggota kelompok telah

memperlihatkan kerjasama yang baik. Oleh karena itu peta konsep yang

dirumuskan pada siklus II ini juga lebih baik dari pada siklus I. Berikut adalah

perolehan hasil diskusi tiap kelompok dalam membuat peta konsep pada siklus II.

45
Tabel 4.6.
Hasil diskusi kelompok siklus II dalam membuat peta konsep

Nomor Kelompok Hasil Diskusi


1 80
2 78
3 85
4 82
5 85
6 75

Berdasarkan evaluasi yang dilaksanakan pada akhir siklus II, diperoleh hasil

yang sesuai dengan indikator pencapaian hasil yang diharapkan. Hal ini

dikarenakan dari 36 siswa yang ada di kelas X tersebut hanya 2 siswa yang

mendapatkan nilai di bawah ketuntasan minimal (KKM), sehingga siswa yang telah

tuntas adalah 94,44% dari jumlah siswa keseluruhan. Data hasil evaluasi pada siklus

ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7. Hasil evaluasi siklus II

Nilai Nilai Jumlah Peserta Nilai Ketuntasan


Tertinggi Terendah Didik Rata- rata Belajar
100 60 36 80,83 94,44%

Dari tabulasi di atas menggambarkan bahwa dari 36 orang siswa yang

mengikuti tes akhir pada materi Mesolitikum secara klasikal memperoleh nilai baik

sekali. Hasil belajar siklus II memiliki nilai rata-rata sebesar 80.83 ketuntasan

belajar 94,44% dengan 2 siswa yang tidak mendapat nilai tuntas. Peningkatan hasil

belajar peserta didik terhadap penerapan model peta konsep dalam pembelajaran

sejarah ini terlihat pada grafik di bawah ini:

46
Gambar 4.3. Grafik perbandingan hasil belajar siklus i dan Siklus II

Hasil interpretasi terhadap proses belajar mengajar pada siklus I dan siklus

ll menunjukkan peningkatan keaktifan pada setiap indikator yang mewakili

pencapaian setiap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan observasi yang dilakukan

selama proses pembelajaran untuk mengetahui keaktifan belajar sejarah diperoleh

hasil peningkatan keaktifan belajar berikut:

Tabel 4.8.
Persentase peningkatan keaktifan berdasarkan observasi

Rata-rata siklus I Rata-rata siklus II


50.71% 78.42%

Data pengamatan pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa setelah diberi

tindakan pada siklus I dengan menerapkan model peta konsep pada pembelajaran

kooperatif keaktifan belajar siswa masih rendah dengan rata-rata perolehan hanya

50.71%. Namun setelah diberikan tindakan kembali pada siklus II keaktifan belajar

sejarah meningkat, hal ini dibuktikan dengan perolehan rata-rata yang meningkat

menjadi 78,41%.

47
Demikian juga dengan hasil belajar siswa yang memperlihatkan

peningkatan ketuntasan seperti yang dijelaskan pada Tabel 4.10 berikut:

Tabel 4.9. Persentase ketuntasan belajar sejarah setelah penerapan model peta
konsep
Siklus Jumlah Siswa Jumlah Siswa Nilai Rata-rata Persentase
Tuntas Tidak Tuntas Ketuntasan
Siklus I 26 siswa 10 siswa 66,11 72,22%
Siklus II 34 siswa 2 siswa 80,83 94,44%

Berdasarkan Tabel di atas, diketahui bahwa hasil belajar siswa pada siklus

II meningkat. Pada siklus I terdapat 10 siswa yang tidak mencapai ketuntasan

dengan nilai rata-rata 60,11 dan persentase ketuntasan hanya 72,22%. Sedangkan

pada siklus II rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 80,83 dan persentase

ketuntasan mencapai 94,44%. Peningkatan hasil belajar siswa ini dapat dilihat pada

grafik berikut:

Gambar 4.4 Grafik Persentase Ketuntasan Hasil Belajar

4.2 Pembahasan

4.2.1 Belajar Aktif dan Mandiri dengan Peta Konsep

Model pembelajaran Peta Konsep mengajarkan kemandirian, bekerja sama dan

tanggung jawab individu pada diri siswa sehingga siswa tidak selalu tergantung pada

guru. Berdasarkan pelaksanaan tindakan dan obsenvasi yang dilakukan pada siklus I

dan siklus II menunjukkan bahwa model pembelajaran peta konsep mengalami

peningkatan. Hal ini karena siswa dilibatkan secara mandiri dalam pemecahan masalah.

Model pembelajaran peta konsep melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan

48
berfikir kreatif. Dengan peta konsep siswa belajar menemukan gagasan, ide kreatif,

pokok pikiran dan fakta berkenaan dengan materi yang sedang dipelajari. Peta konsep

yang diperoleh dalam kelompok menciptakan hubungan elaboratif dalam memahami

konsep-konsep dalam pembelajaran sejarah. Hubungan ini merupakan strategi

mencapai hasil belajar yang maksimal. Dengan demikian proses pembelajaran

berkelompok akan berlangsung lebih kondusif. Keterlibatan siswa secara aktif dapat

teriihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Secara keseluruhan pengamatan terhadap keaktifan belajar siswa menunjukkan

adanya peningkatan. Pada siklus I, keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran

masih cukup rendah. Hal ini dikarenakan siswa masih belum terbiasa berfikir untuk

menemukan konsep-konsep sejarah. Persentase rata-rata mencapai 50.71% (observasi)

pada siklus I dengan keaktifan belajar dikategorikan kurang. Sedangkan pada siklus II

mengalami peningkatan yang signifikan menjadi 78,42% yang menunjukkan aktivitas

belajar siswa yang semakin baik.

Setelah melewati siklus pembelajaran dengan peta konsep, siswa mulai

memiliki informasi verbal dan keterampilan intelektual. Hal ini sesuai dengan pendapat

Dimyati dan Mudjiono (2009:12) bahwa Informasi verbal dan keterampilan intelektual,

siswa mampu mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun

tertulis dan mampu berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan

konsep dan lambang. Dengan demikian, siswa akan mampu menyalurkan dan

mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri dalam penggunaan konsep dan pemecahan

masalah.

Peningkatan aktivitas siswa pada penelitian ini didukung oleh penelitian yang

dilaksanakan oleh Ibrahim, dkk (2007:7), Pembelajaran kooperatif dapat membantu

siswa memahami konsep-konsep yang sulit serta memberikan keuntungan bagi siswa

49
kelompok bawah maupun kelompok atas yang saling bekerja sama dalam menuntaskan

materi. Sehingga kemampuan akademik yang diperoleh siswa yang berkemampuan

lebih tinggi akan lebih berkembang.

Perubahan persentase keaktifan belajar siswa antar siklus disebabkan karena

seluruh siswa dalam kelompok kecilnya memiliki rasa saling ketergantungan positif,

lebih memahami aturan main dan juga penghargaan merupakan faktor-faktor penting

dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa. Dalam hal ini guru memberikan predikat

kelompok terbaik kepada kelompok yang paling aktif dalam diskusi. Pemberian

penghargaan merupakan salah satu bentuk penguatan atas keberhasilan yang diperoleh

kelompok. Sehingga melalui pemberian penghargaan tersebut siswa lebih antusias dan

aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Penilaian keaktifan ini selain dinilai dari aktivitas siswa secara umum di kelas

selama pemberian tindakan, juga dilihat dari keaktifan siswa pada aspek afektif. Siswa

terlihat antusias mengikuti pelajaran, menanggapi pendapat saat diskusi, mengerjakan

tugas sesuai dengan bagian dan tugasnya, menghargai pendapat saat diskusi kelas

dengan kelompok lain, tidak mendominasi dan aktif dalam diskusi kelompok. Secara

keseluruhan siswa teriihat senang terhadap materi yang diberikan. Dengan peta konsep

siswa juga lebih leluasa menyampaikan argument dan opini karena dipandu oleh

konsep-konsep yang telah dirumuskan. Hal ini karena siswa ingin lebih memberikan

kontribusi untuk kelompoknya agar kelompoknya dapat lebih aktif lagi dalam diskusi

dan presentasi.

Keaktifan juga disebabkan oleh sikap dan tanggung jawab siswa yang

mengalami peningkatan. Para siswa tidak lagi mementingkan pendapatnya sendiri,

tetapi mau menghargai pendapat orang lain pada saat pleno diskusi berlangsung. Hal

ini ditandai dengan indikator para siswa yang cenderung pandai di kelas sudah tidak

50
mendominasi lagi dalam diskusi kelompok. Hal ini karena mereka ingin memberikan

kesempatan kepada teman kelompoknya agar ikut aktif dalam diskusi kelompok.

Berdasarkan paparan di atas, untuk aspek afektif pada tiap siklus mengalami

peningkatan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan yang berkaitan

dengan sikap dan nilai pada tiap siklusnya. Perubahan-perubahan yang terjadi antara

lain: antusiasme, menanggapi pendapat saat diskusi kelas, mengerjakan tugas sesuai

bagian yang didapatnya, menghargai pendapat saat diskusi kelas, tidak mendominasi

dan aktif pada saat presentasi.

Hasil analisa juga menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa mengalami

peningkatan. Suasana belajar gotong royong menghasilkan prestasi belajar yang tinggi,

hubungan yang positif dan penyesuaian psikologi yang lebih baik daripada suasana

yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa. Aktivitas kelompok

dalam menyusun dan merumuskan konsep- konsep melatih kemampuan siswa untuk

berfikir kritis, analisis, sintesis dan menjadi problem solver dalam diskusi

kelompoknya. Suasana ini terjadi saat seluruh anggota dalam kelompok tidak lagi

memandang perbedaan- perbedaan individual yang ada, akan tetapi melihat hubungan

idiosentrik sebagai sebuah kekayaan makna. Karena semakin tinggi perbedaan

individual dalam kelompok, maka konsep-konsep pembelajaran yang tercipta dari

kelompok tersebut menjadi lebih bermakna dan berarti.

4.2.2 Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa dalam hal ini dilihat dari hasil posi tes tiap siklus. Penilaian

hasil belajar siswa atau aspek kognitif ini diperoleh melalui pembelajaran dengan tes

formatif. Berdasarkan analisis hasil belajar pada siklus I, siswa yang mencapai

ketuntasan belajar pada siklus I sebanyak 26 siswa (72,22%) dan yang belum tuntas

51
karena belum memenuhi standar ketuntasan minimal adalah sebanyak 10 siswa. Cukup

rendahnya nilai belajar siswa pada aspek kognitif tersebut disebabkan oleh ketelitian

siswa yang kurang baik dan kurangnya kemampuan menganalisa soal tes yang

diberikan.

Siklus II merupakan penyempurnaan dari siklus I yang dilakukan penulis untuk

dapat menentukan apakah peningkatan ketuntasan belajar siswa masih dapat terjadi

pada siklus II. Data hasil belajar siswa pada siklus ini menunjukkan antara lain, untuk

siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada siklus II pada aspek kognitif sebanyak 34

siswa (94,44%) dan yang belum tuntas karena belum memenuhi kriteria ketuntasan

minimal adalah sebanyak 2 orang.

Hasil belajar siswa yang tuntas mengalami kenaikan yang sangat memuaskan

dapat dilihat pada presentase dari siklus I dan siklus II. Peta konsep mengembangkan

keterampilan berfikir. bertanya dan menjawab. Yaitu dengan terbentuknya kapabilitas

yang berupa strategi kognitif dan keterampilan intelektual setelah proses belajar

berlangsung. Dengan demikian penerapan model peta konsep dalam pembelajaran

sejarah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik pada aspek kognitif

maupun afektif.

Peningkatan keaktifan siswa dan hasil belajar peserta didik dengan diterapkan

pembelajaran kooperatif model peta konsep telah menunjukkan keberhasilan dari

metode yang digunakan. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I terjadi permasalahan

pada beberapa indikator yang menunjukkan keaktifan belajar. Akan tetapi pada siklus

II masalah-masalah tersebut telah mendapat perbaikan dan hasil yang diharapkan telah

tercapai dengan baik.

Sejarah adalah ilmu humaniora yang didalamnya kaya akan konsep-konsep dan

istilah-istilah yang khas dan unik. Pembelajaran dengan peta konsep menjadi salah satu

52
strategi bagi siswa untuk dapat belajar menerima dan menemukan, terutama mengenai

fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut. Ausubel (dalam Dahar, 1989) mengatakan

struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep- konsep dan generalisasi-generalisasi yang

telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi

dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang

menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan

yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan

diajarkan. Pada tingkat kedua. siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu

pada pengetahuan yang telah dimilikinya.

Berdasarkan uraian di atas, materi sejarah yang awalnya belum dipahami

sepenuhnya, dapat dipelajari dengan mudah. Karena peta konsep dapat menjadikan

materi tersebut menjadi sederhana bagi siswa. Materi yang awalnya susah dipahami

dapat dengan mudah dimengerti jika dihadirkan dalam bentuk konsep-konsep yang

dirumuskan sendiri oleh siswa. Selain itu proses menemukan konsep dalam kelompok

membuat konsep dan fakta yang ditemukan lebih mudah untuk dipelajari dan diingat

oleh siswa. Hal ini karena siswa menghubungkan informasi yang diterimanya dengan

struktur pengetahuan yang telah lama dimilikinya. Informasi yang ada menjadi berarti

karena telah dikonstruksi menjadi sebuah pengetahuan tersendiri dalam alam pikiran

siswa.

“Peta konsep adalah suatu alat yang digunakan untuk menyatakan hubungan

yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-

proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata

dalam suatu unit semantik” (Dahar. 1989:122). Dalam bentuknya yang paling

sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu

kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Dalam peta konsep dapat diamati

53
bagaimana konsep yang satu berkaitan dengan konsep yang lain. Ausubel (1968) dalam

Dahar (1989:123) menyatakan bahwa belajar bermakna lebih mudah berlangsung

apabila konsep baru yang lebih khusus dikaitkan dengan konsep lama yang lebih umum

yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.

Peta konsep juga membuat belajar menjadi runtut, bermakna dan sistematis.

Proses belajar dengan peta konsep adalah sebuah rangkaian aktivitas yang bermakna.

Sedangkan belajar bermakna adalah pengetahuan atau konsep baru yang diperoleh

segera dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.

Hasil paduan ini adalah informasi atau konsep baru. Hasil belajar bermakna adalah

informasi yang telah dipelajari akan relatif bertahan lebih lama dalam ingatan.

54
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasannya, dapat disimpulkan

bahwa.penerapan model pembelajaran peta konsep untuk meningkatkan hasil belajar

sejarah materi Zaman Paleolitikum dan Zaman Mesolitikum Pada Siswa Kelas X SMA

NU Widasari telah berlangsung secara efektif. Hal tersebut teriihat dari tercapainya semua

indikator penilaian yang telah ditetapkan dalam penilaian keaktifan siswa baik dari aspek

aktivitas siswa selama pemberian tindakan maupun pada aspek keaktifan siswa ranah

afektif.

Penerapan peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar sejarah materi Zaman

Paleolitikum dan Zaman Mesolitikum Pada Siswa Kelas X SMA NU Widasari.

Peningkatan hasil belajar siswa tersebut terjadi pada ranah kognitif dan afektif siklus l

meningkat pada siklus II dengan peningkatan hasil belajar yang sangat baik.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka saran yang dapat diberikan sebagai

berikut:

1) Bagi peserta didik hendaknya dapat memberikan respon yang lebih baik terhadap guru

dalam menyajikan metode pembelajaran kooperatif dengan model peta konsep

sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

2) Guru hendaknya dapat menyajikan model pembelajaran peta konsep dengan lebih baik

melalui penggunaan bahan ajar yang lebih menarik, sehingga dapat meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar siswa.

55
3) Pembelajaran kooperatif model peta konsep dapat diterapkan sebagai alternative model

pembelajaran bagi mata pelajaran lain.

56
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.

Gunawan. Rudi. 2014. Pengembangan Kompetensi Guru IPS. Alfa beta: Bandung.

Sumadiria, H. (2005). Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Panduan

Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Huda, Miftohul. 2015. Cooperatif Learning. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Ibrahim. M., dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya:

Surabaya.

Imas Kurniasih dan Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran.

Kata Pena: Yogyakarta.

Pusat kurikulum, badan penelitian dan pengembangan departemen pendidikan nasional

(2006) .Standar kompetensi mata pelajaran sejarah SM A dan MA.

Jakarta:Depdiknas.

Suyono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. PT. Remaja Rosda Karya:

Bandung

Setianto. Yudi. 2015. Materi Pelatihan Guru Implementasi kurikulum 2013. Badan

Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan

Penjaminan Mutu Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:

Jakarta.

Sukarno. 2005. Evaluasi Pembelajaran. Dinas Pendidikan Nasional Kota Palembang:

Palembang.

57
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah dan rahmatNya

kami dapat menyelesaikan tugas akhir. Tugas akhir ini merupakan hasil penelitian tentang

penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep untuk meningkatkan hasil belajar sejarah di kelas

X SMA NU Widasari”.

Penelitian ini sebagai salah satu syarat memenuhi gelar sarjana pendidikan sejarah.

Penelitian ini dilaksanakan utamanya dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran

Sejarah. Penulis sangat menginginkan pembelajaran sejarah yang lebih bermakna,

pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran dan agar lebih kreatif dan

menyenangkan bagi siswa.

Penulis sangat berterima kasih atas bantuan dan arahan dari berbagai pihak hingga tugas

akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga kebaikan yang telah diberikan semua pihak

terkait dalam penelitian ini akan mendapatkan imbalan dari Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena

itu, penulis sangat mengharapkan saran dari berbagai pihak yang membangun penelitian yang

akan datang.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan literasi yang memberikan

berkah dan manfaat. Aamiin.

Indramayu, Juli 2023


Penulis

58
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Lembar Persetujuan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS 8
2.1 Kajian Pustaka 8
2.1.1 Pembelajaran Sejarah 8
2.1.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif 10
2.1.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif 12
2.1.4 Perspektif-Perspektif Pembelajaran Kooperatif 13
2.1.5 Tujuan Pembelajaran Kooperatif 15
2.1.6 Manfaat Pembelajaran Kooperatif 16
2.1.7 Pembelajaran Kooperatif Model Peta Konsep 16
2.1.8 Fungsi Peta Konsep 18
2.1.9 Cara Membuat Peta Konsep 20
2.1.10 Keunggulan dan Kelemahan Peta Konsep 20
2.1.11 Hasil Belajar 22
2.2 Kerangka Teoritis 27
BAB III METODE PENELITIAN 28
3.1 Subyek Penelitian 28
3.2 Waktu Penelitian 28
3.3 Tempat Penelitian 29
3.4 Prosedur Penelitian 29
3.5 Data dan Sumber Data 34
3.6 Teknik Analisis Data 34
3.7 Indikator Keberhasilan 35
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36
4.1 Hasil Penelitian 36
4.2 Gambaran Umum 36
4.3 Hasil Penelitian Siklus 37
4.4 Hasil Penelitian Siklus 42
4.5 Pembahasan 48
4.6 Belajar Aktif dan Mandiri dengan Peta Konsep 48
4.7 Hasil Belajar Siswa 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 55
5.1 Kesimpulan 55
5.2 Saran 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

59
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Persentase Pencapaian Kegiatan Setiap Indikator pada Observasi 37


Keaktifan Belajar Siswa Tahap Siklus I
Tabel 4.2. Hasil diskusi kelompok siklus dalam membuat peta konsep 39
Tabel 4.3. Analisis Nilai Tes siklus I 40
Tabel 4.4. Persentase Pencapaian Kegiatan Setiap Indikator pada Observasi 43
Keaktifan Belajar Siswa Tahap Siklus II
Tabel 4.5. Rekapitulasi angket peserta didik terhadap penerapan model peta 44
konsep dalam pembelajaran sejarah
Tabel 4.6. Hasil diskusi kelompok siklus II dalam membuat peta konsep 46
Tabel 4.7. Hasil evaluasi siklus II 46
Tabel 4.8. Persentase peningkatan keaktifan belajar sejarah berdasarkan 47
observasi
Tabel 4.9. Persentase ketuntasan belajar sejarah setelah penerapan model peta 48
konsep

60
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Grafik hasil capaian setiap indikator pada observasi keaktifan belajar 38
siswa siklus I
Gambar 4.2. Grafik hasil capaian setiap indikator pada observasi keaktifan belajar 44
siswa siklus II
Gambar 4.3. Grafik perbandingan hasil belajar siklus I dan Siklus II 47
Gambar 4.4. Grafik Persentase Ketuntasan Hasil Belajar 48

61

Anda mungkin juga menyukai