Jutaan peluh, puluhan lembar manuskrip dalam keluh
Angkara berjalan angkuh dalam ricuh desa sore itu Diantara garis masa, disisi sana ilmu bagai ranjau bergemuruh Saya berdiri resapi tiap jengkal kalimatnya Hidup dalam bahasa batin tanpa garis gahara
Satu kursi, puluhan perampoknya
Pencuri masa tentang bagaimana tata keadilan sebuah negara Hancur lebur tiap generasi pembangkang dirinya Rusak berserakan anala muda padanya Tak bernestapakah Tuan pada kisah yang sama dibergilirnga Sang Warsa?
Asa itu berdiri agung nan batu
Pada titian tetap yang semoga selalu tegap Wahai Tuan, tak mawas dirikah pada insinuasi berkepanjangan? Tolong, tolong sudahi penjatuhan untuk kami yang berjuang sendirian
Bukan tinta hitam untuknya pena
Hanyalah kapur pada putih kertas kata Bungkam sidang di atas coretan merdeka Runtuh sudah harapan bangsa satu-satunya
Pembagi wiyata itu terseok gundah
Pada sudut ruang bilik ketiga, dirinya berkeluh kesah Gulita malam dan temeramnya lampu gundam, Menemani juita mukia menatap kata dan angka dari rimpuh kota Lelah dirasa pada pundak, Namun kalah bukanlah akhir untuk aksara
Saya sudahi penghantar tidur kisah sendu sekuntum ilmu
Harap juangnya tak menghabur kan dibebaskan selalu Sampai bertemu para pendekar kecil sore itu Semoga patahmu terselamatkan oleh waktu