Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

PNEUMOTHORAX

Dibuat Oleh:

Emelia Sienly 112019057

Dokter Pembimbing :

dr. Faida Susantinah, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 9 AGUSTUS-11 SEPTEMBER 2021PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

Pneumotoraks adalah kumpulan udara abnormal di ruang pleura dan diklasifikasikan


sebagai spontan (primer atau sekunder) atau traumatis. Pneumotoraks spontan primer biasanya
terjadi tanpa adanya penyakit paru yang mendasari. Pasien klasik digambarkan sebagai pria
usia 20 sampai 40 tahun, yang merupakan perokok. Pneumotoraks sekunder terjadi karena
terdapat patologi sebelumnya, termasuk penyakit paru obstruktif kronis, kistik fibrosis,
tuberkulosis, asma, penyakit paru-paru interstisial, menstruasi, dan pneumonia Pneumocystis
jirovecii. Terjadi pneumotoraks traumatis karena trauma tumpul atau tembus, termasuk
penempatan jalur subklavia iatrogenic atau thoracentesis atau mengikuti biopsi pleura atau
paru. Tension pneumothorax adalah keadaan medis darurat dan terjadi di setting trauma
tembus, infeksi paru-paru, dan resusitasi kardiopulmoner atau tekanan ekspirasi positif.
Setelah pneumotoraks spontan, 30% pasien mengalami kekambuhan setelah observasi atau
perawatan torakotomi tabung. Diagnosis pneumothorax memerlukan rontgen dada atau CT-
scan.1
PEMBAHASAN
Definisi
Pneumothorax adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura. Rongga pleura
dalam keadaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairan yang berfungsi sebagai pelumas agar paru-
paru dapat bergerak dengan lancar saat bernapas. Dibawah ini merupakan representasi diagram
pneumotoraks kiri. Udara di rongga pleura ditunjukkan pada biru dan ruang pleura normal
ditunjukkan dengan warna hijau.2

Gambar 1. Gambaran pneumotoraks kiri2

Etiologi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini
dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis
dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan
udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan
pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik,
maupun untuk menilai permukaan paru.3, 4

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke


dalam tiga jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.5
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).3
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Setiap kondisi yang menyebabkan pneumotoraks berpotensi menyebabkan
tension pneumotoraks. Dalam sebuah pneumotoraks tanpa komplikasi, sejumlah kecil
udara bocor ke dalam rongga pleura dengan hilangnya normal tekanan negatif dan
dengan demikian paru-paru kolaps. Namun, dalam tension pneumotoraks, udara masuk
ke pleura ruang dengan setiap napas menyebabkan peningkatan tekanan positif. Saat
jumlah udara yang terperangkap meningkat, tekanan menumpuk di dada dan
menyebabkan paru-paru kolaps. Struktur penting di tengah dada (seperti jantung,
pembuluh darah utama, dan saluran udara) mungkin didorong ke sisi lain dada.
Pergeseran ini dapat menyebabkan paru-paru lain menjadi tertekan dan terbatas vena
pulmonalis kembali ke jantung mengakibatkan hipoksia, hipotensi, syok, dan kematian
cepat.2
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4)
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru
(< 50% volume paru).

Gambar 2. Pneumotoraks parsial5


2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).5

Gambar 3. Pneumotoraks totalis5


Diagnosis
Manifestasi Klinis
Pada pneumotoraks spontan, sebagai pencetus adalah batuk keras, bersin, mengangkat
barang berat, kencing atau mengejan. Keluhan sesak napas yang makin lama makin memberat
setelah mengalami hal tersebut di atas. Nyeri dada pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan
terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Keluhan pada pneumotoraks traumatik, iatrogenik
dapat ditanyakan setelah peristiwa tersebut.5
Pada pemeriksaan fisik umum tampak sesak ringan sampai berat tergantung kecepatan
udara yang masuk serta ada tidaknya klep. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek
dengan mulut terbuka. Sesak napas dengan atau tanpa sianosis. Tampak sakit mulai ringan
sampai berat. Badan tampak lemah dan dapat disertai syok. Nadi cepat dan pengisian masih
cukup baik bila sesak masih ringan tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi
menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.6
Pemeriksaan Fisik Toraks
a. Inspeksi : pencembungan pada sisi yang sakit, saat respirasi bagian yang sakit
gerakannya tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
b. Palpasi : pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar. Iktus jantung
terdorog ke sisi toraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi
yang sakit.
c. Perkusi : hipersonor pada sisi yang sakit, batas jantung terdorong kearah toraks yang
sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
d. Auskultasi : suara napas melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit, suara vokal
melemah.7
Gambaran Radiologi
• Foto toraks
Pneumotoraks biasanya mudah terlihat pada foto toraks PA. Pneumotoraks kecil
mungkin lebih mudah dilihat pada film karena berkurangnya volume paru-paru saat
ekspirasi membuat pneumotoraks terlihat relatif lebih besar. Gambaran radiologis
penting yang harus dicari adalah tepi paru yang dibatasi oleh udara di ruang pleura.
Sifat radiologis yang dapat dicari:
• Satu sisi lebih hitam (tidak ada paru-paru di dalamnya).
Udara di ruang pleura menyebabkan paru-paru mundur ke keadaan istirahat
karena tekanan negatif di pleura hilang. Celah kiri antara tepi paru dan pleura parietal
terisi udara dan tampak hitam rontgen dada.
• Tepi paru terlihat dan tidak ada tanda paru di luar tepi paru.
• Periksa pergeseran mediastinum.
Pergeseran mediastinum menjauh dari sisi pneumotoraks menunjukkan adanya
pneumotoraks tegangan.
• Tanda vaskular yang lebih menonjol di paru yang berlawanan.
Karena pneumotoraks menyebabkan paru-paru yang terkena kolaps, sebagian
besar keluaran ventrikel kanan dikeluarkan ke paru-paru yang berlawanan,
menyebabkan peningkatan tanda vaskular pada rontgen dada yang tegak.

Gambar 4. Dua gambar radiologi identic menunjukkan pneumothorax kiri. Tepi paru
terlihat dan tidak ada tanda paru di luar tepi paru. Tanda vaskuler lebih tampak pada paru yang
berlawanan. Gambar di sebelah kanan menunjukkan pneumothorax ditandai dengan warna
biru.2
Gambar 5. Dua gambar radiologi identic menunjukkan pneumothorax kanan. Tepi paru
terlihat dan tidak ada tanda paru di luar tepi paru. Tanda vaskuler lebih tampak pada paru yang
berlawanan. Gambar di sebelah kanan menunjukkan pneumothorax ditandai dengan warna
biru. Spakula kanan ditandai dengan garis hitam untuk menghindari kerancuan. Dapat dilihat
juga adanya elektroda pada zona kanan bawah. 2
Tension pneumothorax
Sifat radiologis yang dapat dicari:
• Hemitoraks yang menghitam dan hilangnya tanda paru karena udara di ruang
pleura.
• Peningkatan volume hemitoraks.
• Perpindahan mediastinum (dan trakea) dari pneumotoraks.
• Diafragma tertekan.

Gambar 6. Dua gambar radiografi dada identic menunjukkan tension pneumothorax


kiri. Tedapat penekanan hemidiafragma kiri, pergeseran mediastinum, deviasi trakea ke kanan
dan hilangnya tanda paru normal sebagaimana tension pneumothorax menempati seluruh
hemithorax. Gambar kanan menunjukkan pneumothorax ditandai dengan warna biru. 2
Gambar 7. Dua gambar radiografi dada identic menunjukkan tension pneumothorax
bilateral. Gambar kanan menunjukkan pneumothorax ditandai dengan warna biru.
Hemidiafragma tertekan secara bilateral dan tidak ada tanda paru pada rongga yang ditempati
oleh pneumothorax. Menariknya, tidak terdapat pergeseran mediastinum maupun devias trakea
karena disana terdapat tekanan yang sama pada kedua sisi paru-paru, menekan mediastinum di
tengah. Paru-paru tampak lebih padat sebagaimana mereka terkompresi menjadi lebih kecil.
Dapat dilihat juga endotracheal tube in situ dan kabel pacu jantung.2

• Ultrasonografi
Ultrasonografi jarang digunakan untuk pasien dengan pneumothorax, namun dapat
digunakan karena menunjukan hasil yang signifikan dan lebih cepat dibandingkan foto
X-Ray.9
• CT – Scan
CT - scan digunakan untuk kasus yang lebih kompleks dan dapat mendeteksi
pneumothorax kecil dan mengidentifikasi ukuran pneumothorax. Batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks
spontan primer dan sekunder.9

Gambar 8. CT – scan pneumothorax.9


Diagnosis Banding
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru, dan
pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika setelah difoto diketahui ada
pneumotoraks maka diagnosis umumnya menjurus ke pneumothoraks spontan primer.
Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang
terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla.8
Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang hiperlusen, dengan
dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa kasus, dimana bleb atau bulla
menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan gambaran radiologi yang mirip dengan
pneumotoraks. Untuk membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada
daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks daerah
hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular, sedangkan
pada bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang mengalami bleb atau
bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di sekitar bulla akan mengalami
pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut kepada jaringan paru. 8

Gambar 7. Bleb dan bulla paru.8


Gambar 8. Gambaran foto thoraks bulla paru.8
Komplikasi
Pada kebanyakan laporan, angka rekurensi pneumothorax spontan pada sisi yang sama
sebanyak 30%, sedangkan pada sisi kontralateral sekitar 10%. Komplikasi lain yang dapat
terjadi: bronchopleural fistula, hydropneumothorax (pneumothorax disertai efusi pleura),
pyopneumothorax (pneumothorax terjadi bersama terbentuknya nanah), hemopneumothorax
(pneumothorax terjadi bersama perdarahan akibat trauma) dan pneumopericardium. Selain itu
dapat terjadi emfisema subkutan dan pneumomediastinum (udara dari cavum pleura meluas ke
mediastinum) pada pneumothorax spontan. Bila terjadi pneumomediastinum maka harus
dianggap terjadi ruptur esofagus atau bronkus. 9
Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,
penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O 2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara
yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan
meningkat apabila diberikan tambahan O 2 . Observasi dilakukan dalam beberapa hari
dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.7 Tindakan ini terutama
ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka. 8
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya
>15%. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat
hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:7,8
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif
karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.7,8
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
- Menggunakan infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian
infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol
yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara
yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.8
- Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula.
Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai
menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini
kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.8
- Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-
4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula
melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura
dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal
di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada
di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.7,8
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif.
Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H 2O,
dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut
dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka
pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam
keadaan ekspirasi maksimal.8

Prognosis
Prognosis tergantung ada tingkat dan jenis pneumothorax. Pneumothorax spontan kecil
umumnya akan hilang sendirinya tanpa pengobatan. Sebuah pneumothorax sekunder yang
terkait dengan penyakit yang mendasarinya bahkan kecil jauh lebih serius dan membawa
kematian. Maka dari itu membutuhkan perawatan yang intensif. 9
KESIMPULAN
Pneumothorax merupakan kumpulan udara dan gas yang terdapat dalam rongga pleura.
Hal ini dapat terjadi akibat pecahnya permukaan paru-paru sehingga udara dapat keluar menuju
rongga pleura. Berdasarkan penyebabnya pneumothorax dapat dibagi menjadi pneumothorax
spontan, pneumothorax traumatik. Pneumothorax spontan dapat dikategorikan menjadi
pneumothorax primer yang terjadi akibat hubungan antara ruang alveolar dan pleura yang
masih belum jelas mekanismenya serta tanpa penyakit yang mendasari, sementara
pneumothorax sekunder disebabkan karena kelainan sistem saluran napas sebelumnya.
Penegakkan pneumothorax dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis dan dikonfirmasi oleh
pemeriksaan fisik, radiografi thorax serta pemeriksaan penunjang lainnya seperti radiografi
thorax dekubitus, radiografi posisi ekspirasi, dan CT-scan thorax. Gambaran yang dapat
ditemukan dengan foto thorax pada pneumothorax, seperti avaskular pada hemithorax,
gambaran lusen, biasa disertai dengan paru yang kolaps.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smith JS. Quick recertification series; pneumothorax. JAAPA. May 2013; 26(5): hal. 59.
2. Clarke C, Dux A. Chest x-ray for medical students. USA: A John Willey&Sons, Ltd,
Publication; 2011. hal. 49-52, 53-55
3. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. hal. 1063-1068.
4. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [26 September 2011]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
5. Alsagaff H, Pradjoko I. Pneumotoraks. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Editor:
Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD dr.
Soetomo, Surabaya, 2010. hal 180-197
6. Pudjo Astowo. Pneumotoraks. Dalam : Pulmonologi intervensi dan gawat darurat napas.
Editor: Swidarmoko B, Susanto AD. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi FK UI, Jakarta, 2010. hal 54-71.
7. Kurniyanto. First Aid In Life Threatening Pneumothorax. Editor: Suradi, Reviono.
Departemen Pulmonologi FK UNHAS, Makassar, 2015. hal 184-5.
8. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and bullae. Diakses pada [5
September 2021 2021]. Tautan dari
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01326-0101.pdf
9. Al Hameed FM. Pneumothorax imaging. Medscape. Aug 2013. hal. 2.

Anda mungkin juga menyukai