Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KESADARAN BERKONSTITUSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen pengampu : Bapak Taufiq Alamsyah, SH.,MH

Disusun oleh :

Malki Saepul Malik B1A220249


Maya Nur’azizah B1A220085
Risya Fierda Fhadilah B1A220115
Sapta Febian Mileniawan B1A220201

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya makalah kami yang berjudul “Kesadaran Berkonstitusi”. Makalah ini
telah kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah PKN. Semoga makalah ini dapat
menjadi pedoman dan acuan bagi para pembaca.
Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan pengetahuan dan informasi terkait
kesadaran berkonstitusi kepada para pembaca. Kami juga berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dalam banyak hal selain meningkatkan kesadaran dalam
berkonstitusi.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan karena kurangnya
pengalaman kami.. Maka dari itu demi sempurnanya makalah ini, kami mengharapkan saran
dan kritik yang dapat membuat kami lebih berkembang.

Bandung, Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................1
1.4 Manfaat........................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Pengertian Konstitusi...................................................................................................3
2.2 Arti Kesadaran Berkonstitusi......................................................................................4
2.3 Bentuk Kesadaran Konstitusi......................................................................................5
BAB III.......................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................9
3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pentingnya pendidikan pada era globalisasi ini, membuat bangsa kita cerdas secara
intelektual dan emosional. Saat menyadari konstitusi dari dalam diri kita sendiri, itu akan
meningkatkan rasa cinta tanah air. Maka dari itu pendidikan kewarganegaraan adalah
salah satu untuk meningkatkan kesadaran berkonstitusi.
Di setiap sekolah, wajib memiliki mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, agar
dapat meningkatkan karakter bangsa dan memberdayakan warga negara. Selain itu, mata
pelajaran ini juga mendidik warga negara yang baik, yaitu warga negara yang mampu
memenuhi hak dan kewajibannya dalam bernegara dan dalam kehidupan bernegara
menurut UUD 1945 Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan
merupakan cara yang paling strategis untuk meningkatkan kesadaran pelajar terhadap
konstitusi sebagai warga Negara. Artinya melalui program pendidikan kewarganegaraan,
setiap pelajar memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku berdasarkan nilai, norma, dan
moral konstitusi Negara. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan model pendidikan
kewarganegaraan yang efektif, model pendidikan yang dapat menumbuhkan kesadaran
seluruh pelajar bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban konstitusional yang harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apakah Konstitusi itu?
2) Apa arti dari kesadaran berkonstitusi?
3) Bentuk kesadaran berkonstitusi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
1) Memberikan informasi dan klarifikasi mengenai Konstitusi.
2) Memberikan inforrmasi tentang pentingnya kesadaran dalam berkonstitusi.
3) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran tentang konstitusi.

1
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah:
1) Dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian terhadap konstitusi yang ada dan
menumbuhkan rasa cinta tanah air.
2) Dapat meningkatkan kesadaran berkonstitusi.
3) Dapat menerapkan kesadaran berkonstitusi dalam kehidupan sehari-hari.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konstitusi


istilah konstitusi sangat beragam dalam setiap kosakata bahasa setiap negara, yakni;
constitution (Latin, Italia), constitution (Inggris), constitutie (Belanda), constitutionnel
(Perancis), Verfassung (Jerman), masyrutiyah (Arab). Istilah konstitusi yang berasal dari
bahasa Perancis yaitu constitutionnel, berarti membentuk. Istilah konstitusi digunakan
untuk membentuk suatu negara atau mengatur dan memproklamasikan suatu negara.
Secara etimologis, kata “konstitusi”, “konstitusional”, dan “konstitusionalisme”
memiliki arti yang sama, tetapi penggunaan dan penerapannya berbeda. Konstitusi
merupakan segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (Undang-undang
dasar,dsb.), atau Undang-undang dasar suatu negara. Dengan kata lain, suatu kebijakan
atau tindakan yang menyimpang adalah inkonstitusional atau tidak berkonstitusi jika
dilakukan oleh seseorang maupun penguasa.
Sederhananya, konstitusi diartikan sebagai serangkaian ketentuan yang dirancang
secara sistematis untuk mengatur struktur dan fungsi utama lembaga
negara/pemerintahan, termasuk batas-batas kewenangan dan kekuasaannya. Dalam arti
sempit, konstitusi diartikan “hanya” sebagai dokumen yang memuat ketentuan-ketentuan
tersebut.
Dengan demikian, konstitusi pada hakekatnya mengandung gagasan-gagasan dan
pengertian-pengertian utama yang menggambarkan kehendak yang menjadi tujuan dari
faktor kekuasaan yang nyata (de reele machtsfastoren) dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Dalam praktik kenegaraan, konsep konstitusi pada dasarnya memiliki 2 pengertian.
Pertama, pengertian konstitusi jauh lebih luas daripada undang-undang dasar. Konstitusi
meliputi konvensi (konstitusi tidak tertulis) dan undang-undang dasar (konstitusi tertulis).
Dengan demikian, undang-undang dasar termasuk ke dalam konstitusi. Kedua, baik
konstitusi maupun undang-undang dasar memiliki arti yang sama. Pengertian yang kedua
ini telah diterapkan dalam praktik kenegaraan Republik Indonesia dengan disebutnya
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat Tahun 1945 dengan istilah Konstitusi
Republik Indonesia Serikat 1949.
Sebagian ulama, (khususnya dari Eropa Kontinental), membedakan konsep
constitution atau verfassung dengan Undang-undang Dasar (grondwet). Pembedaan ini

3
karena pengaruh pemikiran yang terkodifikasi, yang menurutnya konstitusi yang
dikodifikkasikan itu disebut Undang-Undang Dasar, dan untuk kepentingan kesatuan
hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum, diperlukan semua hukum tertulis.

2.2 Arti Kesadaran Berkonstitusi


Kesadaran berkonstitusi secara konseptual diartikan sebagai kualitas pribadi
seseorang yang memancarkan wawasan, sikap, dan perilaku yang bermuatan cita-cita dan
komitmen luhur kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia (Winataputra, 2007 : 21).
Kesadaran berkonstitusi merupakan salah satu bentuk keinsyafan warga negara akan
pentingnya menerapkan nilai nilai konstitusi.
Kesadaran konstitusi merupakan bagian dari kesadaran moral. Sebagai bagian dari
kesadaran moral, kesadaran konstitusi memiliki tiga komponen utama yaitu:
1) Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan moral sesuai dengan
konstitusi negara, ada dan muncul di hati setiap warga negara, siapa pun, dimana
pun, dan kapan pun.
2) Rasional, kesadaran rasional dapat dikatakan rasional karena diterima secara
universal dan terbuka untuk pembenaran atau penyangkalan. Oleh karena itu, dapat
juga dikatakan bahwa kesadaran konstitusi adalah kesadaran yang rasional, objektif
dan dapat digenerelalisasikan, yaitu kompatibel untuk semua warga negara dimana
saja dan kapan saja;dan
3) Kebebasan, atas kesadaran moralnya, warga negara bebas untuk mentaati berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negaranya termasuk ketentuan
konstitusi negara (Magnis-Suseno, 1975:25).

Ada beberapa tingkat kesadaran berkonstitusi warga negara yang


menunjukkan sejauh mana setiap warga negara menegakkan ketentuan konstitusi
negara. Tingkatan-tingkatan tersebut jika dikaitkan dengan tingkatan kesadaran
menurut N.Y Bull (Djahiri,1985:24), terdiri dari:
1) Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu keadaran atau kepatuhan terhadap
ketentuan konstitusi negara yang tidak jelas dasar dan alasannya atau
orientasinya;
2) Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
ketentuan konstitusi negara yang berlandaskan dasar/orientasi motivasi yang

4
beraneka ragam atau berganti-ganti. Ini pun kurang mantap sebaba mudah
berubah oleh keadaan dan situasi;
3) Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan terhadap
ketentuan konstitusi negara yang berorientasikan pada kiprah umum atau
khalayak ramai; dan
4) Kesadaran yang bersifat autonomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan ketentuan
konstitusi negara yang didasari oleh konsep kesadaran yang ada dalam diri
seorang warga negara. Ini merupakan tingkatan kesadaran yang paling tinggi.

2.3 Bentuk Kesadaran Konstitusi


Warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi merupakan waega negara yang
memiliki kemelekkan terhadap konstitusi (constitutional literacy). Berkaitan dengan hal
tersebut, Toni Massarod, (1996:637) menyatakan bahwa kemelekkan terhadap konstitusi
akan mengarahkan warga negara untuk berpatisipasi melaksanakan kewajibannya sebagai
warga negara. Oleh sebab itu, Winataputra (2007:22-25) mengidentifikasi beberapa
bentuk kesadaran berkonstitusi bagi warga negara Indonesia yang meliputi:
1. Kesadaran dan kesediaan untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
Indonesia sebagai hak asasi bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: belajar/bekerja keras untuk menjadi manusia Indonesia yang berkualitas, siap
membela negara sesuai kapasitas pribadi masing-masing, dan rela berkorban untuk
Indonesia.
2. Kesadaran dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa sebagai
rahmat Alla Yang Maha Kuasa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: selalu bersyukur, tidak arogan, dan selalu berdoa kepada Allah Yang Maha
Kuasa.
3. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptic, dan adaptif
terhadap kebijakan publik perlindungan negara.
4. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
memajukan kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: bersikap kritis, skeptic, dan adaptif terhadap kebijakan publik perlindungan
negara.

5
5. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku seharihari antara
lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik pencerdasan
kehidupan bangsa
6. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik hubungan luar negeri
Indonesia.
7. Kemauan untuk selalu memperkuat keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menjalankan
ibadah ritual dan ibadah sosial menurut keyakinan agamanya masingmasing dalam
konteks toleransi antar umat beragama.
8. Kemauan untuk bersama-sama membangun persatuan dan kesatuan bangsa
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap tidak primordialistik,
berjiwa kemitraan pluralistik, dan bekerja sama secara profesional.
9. Kemauan untuk bersama-sama membangun jiwa kemanusiaan yang adil dan
beradab dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati orang
lain seperti menghormati diri sendiri, memperlakukan orang lain secara
proporsional, dan bersikap empatik pada orang lain.
10. Kesediaan untuk mewujudkan komitmen terhadap keadilan dan kesejahteraan
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: tidak bersikap mau menang
sendiri, tidak bersikap rakus dan korup, dan biasa berderma.
11. Kesediaan untuk mewujudkan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang bersifat final dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
tidak bersikap kesukuan, tidak bersikap kedaerahan, dan tidak berjiwa federalistik.
12. Kesadaran untuk menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan Negara dalam kerangka kabinet presidensil dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: menghormati orang yang memegang jabatan
Presiden dan Wakil Presiden, menghormati simbol-simbol kepresidenan, dan
menghormati mantan Presiden/Wakil Presiden secara proporsional dan elegan.
13. Kepekaan dan ketanggapan terhadap pembentukan Kementerian yang diatur
undang-undang dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap

6
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan Presiden dalam penyusunan
Kabinet.
14. Kesadaran dan kemampuan untuk melaksanakan Pemilu yang langsung, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menjadi pemilih resmi yang cerdas, menjadi konstituen Calon/pasangan calon/
Partai Politik yang cerdas dan menjadi pelaksana Pemilu yang professional.
15. Kesadaran akan kesejajaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dengan
perwujudan perilaku sehari- kontrol dan saling imbang (check and balance),
cerdas dalam bersikap terhadap DPR/DPRD dan Pemerintah/Pemerintah Daerah,
dan kritis terhadap DPR/DPRD dan Pemerintah/Pemerintah Daerah.
16. Kesadaran untuk mendukung pelaksanakan otonomi daerah pada tingkat
kabupaten/kota dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati
Pemerintah Daerah, menjalankan Peraturan Daerah yang relevan, dan
berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan daerah.
17. Kepekaan dan ketanggapan terhadap akuntabilitas publik keuangan negara dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif
terhadap kebijakan publik pengelolaan keuangan negara.
18. Kesadaran dan kemauan untuk menjaga wilayah negara dengan konsep wawasan
nusantara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: memahami dengan
baik konsep wawasan nusantara, memelihara lingkungan alam dengan baik, dan
mengelola kekayaan alam sesuai peraturan perundang-undangan.
19. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kedudukan kehakiman yang merdeka dalam
menegakkan hukum dan keadilan dengan perwujudan perilaku sehari-hariantara
lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik dalam bidang
peradilan.
20. Kesadaran dan kemauan untuk turut serta melakukan perlindungan dan pemajuan
hak azasi manusia (politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan agama)
dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: memahami hak dan kewajiban
warga negara dan hak azasi manusia secara utuh, bersikap kritis, skeptis, dan
adaptif terhadap kebijakan publik yang terkait langsung/tak langsung dengan
berbagai dimensi hak azasi manusia.
21. Kesadaran dan kesediaan untuk menghormati Sang Merah Putih sebagai Bendera
Negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menyimpan Sang
Merah Putih pada tempat yang tepat dan baik, memberi hormat pada saat Sang

7
Merah Putih sedang dinaikkan/diturunkan, dan tidak merusak Sang Merah Putih
dengan alasan apapun.
22. Kesadaran akan peran dan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Negara secara baik dan benar dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: menguasai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, menggunakan
Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dan berpartisipasi dalam memperkaya
dan mengembangkan Bahasa Indonesia.
23. Kesediaan untuk menghormati Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai Lambang Negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari.
24. Kesadaran akan makna dan kemampuan menyanyikan lagu Indonesia Raya
sebagai Lagu Kebangsaan dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
mampu menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan benar dan baik, dan tidak
memplesetkan katakata/nada dari Lagu Indonesia Raya untuk tujuan apapun.

Berbagai kesadaran berkonstitusi masyarakat sebagaimana diuraikan di atas


dapat diwujudkan dengan didukung oleh berbagai factor yang mendorong
terbentuknya warga negara yang memiliki kesadaran berkonstitusi yang tinggi, antara
lain pendidikan berkonstitusi melalui pendidikan kewarganegaraan. pendidikan
berkonstitusi merupakan hal terpenting yang perlu dioptimalkan untuk menghasilkan
warga negara yang sadar konstitusi.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Peningkatan kesadaran berkonstitusi di sekolah dilakukan secara lebih efektif selama
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dikarenakan siswa lebih fokus untuk
mendapatkannya karena guru membimbing mereka secara langsung. Selain itu, siswa
diharapkan secara sadar dan jujur membuat poster, ikrar/ janji melalui ungkapan
kesadaran berkonstitusi atau melalui praktik kewarganegaraan tertulis, yang kemudian
dipresentasikan langsung di depan kelas. Dan terjadi komunikasi langsung antar siswa,
sehingga proses pembelajaran menjadi aktif dan kreatif di bawah bimbingan dan
pengawasan bapak/ibu guru.
Sedangkan pembinaan memupuk kesadaran berkonstitusi di masyarakat, dapat
dilaksanakan melalui kegiatan gotong royong/ kerja bakti membersihkan lingkungan,
siskamling dan rapat rutin RT setempat. Pendidikan kesadaran berkonstitusi merupakan
hal terpenting yang perlu dioptimalkan untuk menghasilkan warga negara yang sadar
berkonstitusi. PKN memiliki peran strategis dalam pelaksanaan Pendidikan Kesadaran
Berkonstitusi. Hal ini karena salah satu misi PKN adalah untuk meningkatkan
pemahaman siswa tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara dan sebagai warga
masyarakat, termasuk didalamnya pemahaman konstitusi (melek konstitusi)

9
DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, Eko, dkk. (2010). Pancasila dalam Perspektif Kefilsafatan dan Praksis.
Jogyakarta:Ar-Ruzz Media

Gaffar,J.M.(2007). MengawalKonstitusi. [Online].


Tersedia: http://www.koransindo. com Html [25 Oktober 2007]

Republik Indonesia. (2002). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945. [Online]. Tersedia: http://www.dpr.go.id . html [4 Desember 2007]

Riyanto, A.(2000). Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo Solly Lubis, M.S. (1978). Asas-
asas Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni

Winataputra, U.S. (2007). Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi: Alternatif Model


PembelajaranKreatifDemokratisu ntukPendidikanKewarganegaraan . [Online].
Tersedia:http://www.depdiknas.g o.id . html [4 Desember 2007]

Magnis Suseno, (1975). Kesadaran Berkonstitusi [Online] Tersedia:


http://www.koransindo. com Html [25 Oktober 2007]

10

Anda mungkin juga menyukai