Anda di halaman 1dari 36

MOTIVASI RASUL PAULUS DALAM MEMBERITAKAN INJIL

DAN RELEVANSINYA BAGI HAMBA TUHAN MASA KINI

Budiman Halawa
Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar
(SETIA) Jakarta
Program Studi Teologi
2017202003
ABSTRAK

Berbicara mengenai penginjilan tidak hanya berbicara mengenai misi, misi adalah suatu
usaha untuk mewujudkan suatu visi yang telah dibuat. Penginjilan dalam konteks ini
yaitu memberitakan injil kepada semua orang yang belum percaya dengan mengikuti
teladan Rasul Paulus ketika memberitakan injil ke seluruh bumi. Memberitakan injil
adalah salah satu tugas yang paling utama bagi setiap orang percaya, penginjilan
menjadi prioritas baik secara personal, komunal maupun institusional. Motivasi dalam
hal apapun ini, bisa dipakai Tuhan dalam menyebar luaskan kerajaan-Nya. Tujuan
penelitian ini penulis mengajak setiap hamba Tuhan untuk termotivasi dari misi
pekabaran injil Rasul Paulus. Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini yaitu metode kualitatif.
Kata Kunci: Motivasi, injil, Relevansi

Dosen pembimbing : Dr. Yeremia Hia, M.Th.


Dosen pembaca : Nehemia Nome, M.Pd.K
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab penulis ini akan membahas: Latar Belakang Masalah Penelitian,
Identifikasi Masalah Penelitian, Pembatasan Masalah Penelitian, Rumusan Masalah
Penelitian, Tujuan Penelitian, Hipotesis, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan yang digunakan dalam penelitian.

A. Latar Belakang Masalah


Tidak bisa dipungkiri bahwa semua orang pasti memiliki impian dalam
hidupnya. Dalam mewujudkan mimpi tersebut, maka harus memiliki motivasi yang
kuat agar berhasil. Orang-orang yang berhasil adalah mereka yang memiliki
keinginan, tekad serta motivasi yang kuat. Motivasi merupakan dorongan untuk
bertindak, melakukan, dan mewujudkan suatu tindakan yang di lakukan. Seperti dalam
buku Jhon C. Maxwell mengatakan bahwa: “harus memiliki motivasi dan kegigihan
yang kuat agar bisa berhasil”.1 Tidak ada kesuksesan semata yang hanya diraih sesaat,
bahkan orang yang sukses pun pada awalnya adalah orang-orang yang gagal bahkan di
anggap tidak waras. Kedengarannya, ini terus menerus menekan kehidupan kita, tetapi
Firman Tuhan berkata: “Keinginan yang terlaksana menyenangkan hati, menghindari
kejahatan adalah kekejian bagi orang bebal” (Ams. 13:19). Tidak ada yang di
selesaikan tanpa motivasi.
Kata motivasi sering digunakan orang tanpa mengetahui arti yang sebenarnya.
Apa sebenarnya motivasi itu? Padahal kata ini sering digunakan oleh kalangan
masyarakat umum, khususnya pemimpin organisasi yang sering memotivasi
anggotanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, motivasi adalah: “dorongan yang
timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu; atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang di
kehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya”.2 Pengertian yang
diberikan dalam kamus ini cukup memadai untuk mendukung penulis dalam tulisan ini.
Dorongan/motivasi yang kuat dan tidak terbendung itu adalah modal utama bagi penulis
yang ingin berhasil untuk menuangkan buah pikirannya. Dorongan itu diperoleh
mungkin secara tiba-tiba, mungkin pula secara kebetulan karena terlibat dalam
percakapan, atau ketika membaca sebuah buku, atau mendengarkan sebuah kabar yang
menarik.
Almarhum Presiden Eisenhower, mengatakan: “Jika kita melihat bahwa
motivasi adalah pertukaran antara individu dan lingkungan sosialnya, kita mendapatkan
kunci untuk memahami arti dari motivasi dan organisasi”. 3 Setiap orang bermotivasi
melakukan segala sesuatu. Kuncinya ialah mempersatukan orang-orang yang
1
Jhon C. Maxwell, Talent Is Never Enough, ed. Esdinar Purba, 1st ed. (Jakarta: Immanuel, 2008).
144
2
team Kbbi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. Balai Pustaka, 3rd ed., 1990.
3
Ted W. Engstrom & Edward R. Dayton, Seni Manajemen Bagi Pemimpin Kristen, ed. Yahya
Ramali, 1st ed. (Michigan: Pyranee Book, 1998). 105
mempunyai motivasi di dalam dirinya untuk mencapai sasaran. Mengapa sasaran itu
sangat penting? Pertama-tama, hal itu memberi kita perasaan bahwa kita melakukan
hal-hal yang ingin kita lakukan; kedua, hal itu menolong kita untuk percaya bahwa kita
sedang mengerjakan sesuatu yang berharga.
Jika motivasinya bersifat religius, maka Injil yang di anggap kabar baik itu akan
mendesaknya untuk memberitakannya kepada orang lain yang belum pernah
mendengarnya. Ia tidak akan dapat tidur nyenyak sebelum memberitakan kabar baik itu
dalam hati dan pikirannya kepada orang lain. Dikarya ilmiah ini, penulis mempunyai
motivasi untuk menuliskan kabar Injil, sesuatu kabar baik yang mendatangkan
kebahagiaan kepada orang lain. Di mana harus memulai? Mulailah dengan maksud-
maksud dan sasaran-sasaran. Sebagai orang Kristen, harus menempatkan Tuhan di atas
segalanya. Hal ini berarti bahwa kita harus menyangkal diri kita sendiri. Hal ini tidak
akan terjadi secara alamiah dalam diri manusia (Luk. 9:23). Orang Kristen juga
memiliki sumber motivasi itu dan dalam kadar tertentu menjadi dorongan dalam hidup
mereka.
Tabel di bawah ini memuat beberapa hal yang memotivasi orang Kristen:4
Negatif Netral Positif
paksaan kebahagaian keilahian
kemarahan kehormatan kesucian
iri hati Eforia kebenaran
sakit hati Kepuasan kedamaian
rasa takut Kompromi Sukacita
Kesombongan Ketidaksetujuan kesopanan
Kemalasan Tekanan kebaikan
Kebencian Kebersihan kesetiaan
Keserakahan Keinginan kemurahan
Kesepian keadaan (kondisi) Pengharapan
maksud jahat maksud baik Kasih
perasaan tidak berdaya Moralitas penyangkalan diri
perasaan tidak aman perasaan aman takut akan Allah
rasa puas diri Persaingan Kesabaran
Kekhawatiran Semangat kelemahlembutan
rasa bersalah Kesukaan penguasaan diri
Tertipu Keberhasilan kasih karunia

Sebagai orang Kristen, kita harus memahami hal-hal yang memotivasi kita yang
lebih penting adalah mengetahui bagaimana supaya tetap sepenuh dapat melayani
Tuhan dengan efektif dan berbuah. Oleh karena itu tujuan dan makna hidup kita harus
berputar di sekitar Allah dan hubungan kita dengan Dia. Segala sesuatu yang kita
lakukan harus di dorong oleh karena Dia menghendakinya dan karena kita mengasihi
Dia. Apabila kita ingin memiliki motivasi tersebut, maka pertama-tama miliki terlebih
dahulu “kesediaan”. Motivasi di sini berarti dorongan yang melibatkan pikiran-pikiran
dan dan perasaan-perasaan yang menjadi penyebab seseorang untuk melakukan sesuatu
berdasarkan Alkitab.
Motivasi murni dibutuhkan ketika menjadi pelayan Tuhan, supaya hati dan jiwa
tetap terarah dan sesuai dengan kehendak Tuhan tanpa ada unsur-unsur lain yang
4
Bob Gordon, Motivasi Seorang Pemimpin, 1st ed. (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2001). 16
menggoda atau menghalangi pelayanan kita. Hal ini sangat penting, di sebabkan Allah
tidak ingin pelayanan yang motivasi berunsur lain/campuran.
Salah satu teladan Rasul yang memiliki motivasi mengkabarkan Injil bagi orang
Kristen adalah Rasul Paulus. Rasul Paulus mengembangkan kegiatan Missioner yang
bukan kepalang besarnya, di Asia Kecil, di Yunani dan akhirnya di Roma (melalui
Yerusalem). Membaca ketiga belas suratnya membuat kita yakin Paulus akan
sependapat dengan M. Scott Peck: “Hidup itu sulit.”5 Selain itu, perkara-perkara ini
jugalah yang secara langsung di bahas oleh Paulus dan yang mengenainya dia
menantang kita untuk “di baharui dalam roh dan pikiranmu” (Ef. 4:23). Semangat
Paulus dalam mengkabarkan Injil bersifat mendunia, setidak-tidaknya sehubungan
dengan dunia yang di kenal olehnya dan tentunya ia memiliki motivasi/dorongan dalam
mengkabarkan Injil sekaligus menaklukan tantangan-tantangan dalam pekabaran Injil.
Michael Green mengungkapkan bahwa ada tiga motif misi utama Paulus dalam
mengkabarkan Injil yaitu: rasa bersyukur, rasa tanggung jawab, dan rasa keprihatinan.6
Ketika Paulus menjadi Rasul, secara otomatis dia adalah pemimpin Kristen.
Maksud misi Paulus adalah memimpin orang pada keselamatan di dalam Kristus. Bagi
Paulus keselamatan adalah pengalaman pembebasan yang tidak selayaknya di dapatkan
melalui perjumpaan dengan Allah yang Esa dan Yesus Kristus. Ungkapan-ungkapan ini
menjadi dorongan Paulus dalam memberitakan Injil sekalian mengajar, mengajak, dan
memotivasi orang lain supaya memiliki tujuan dan sasaran yang sama.
Tetapi ada juga orang yang termotivasi dalam melakukan sesuatu karena uang,
nama, jabatan, tahta, dan lain sebagainya. Pengharapan yang diletakkanya didepan
ialah hal-hal tersebut. Dan umumnya, dorongan seperti ini tidak mendatangkan hasil
yang memuaskan. Ia cenderung melakukan sesuatu dengan cepat/instan hanya sekedar
memperoleh imbalan. Berbeda dengan dorongan Injil yang di katakan di atas, yang
membuat orang meletakkan pengharapan di depan, kepuasan batin karena orang lain
akan memperoleh berita keselamatan dan akan di selamatkan. Jika seseorang memiliki
motivasi yang murni, maka ia pasti memiliki jiwa yang lurus, baik antara Allah dan
manusia, maupun antara langit dan bumi. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki
motivasi yang murni, betapapun banyaknya bakat dan talenta yang ia miliki, ia tidak
akan mencapai hasil yang positif dan menyeluruh.
Dunia yang serba instan, tekanan tinggi, dan orientasi pada hasil kehidupan
manusia sedang memasuki gereja dan membawa segala permasalahannya. Kadang juga
keberhasilan yang mengikutinya. Anggota-anggota gereja kini juga jauh lebih
bergantung pada pemimpinnya dan apa yang diharapkan dari mereka. Dalam hal ini,
pemimpin-pemimpin gereja perlu pandai melakukan negosiasi dalam memilih semua
hal ini dan tetap termotivasi dalam pelayanan mereka kepada Tuhan. Motivasi dalam
kepemimpinan di maksudkan untuk memberikan dorongan bagi setiap anggota/jemaat
untuk bekerja aktif dengan sukacita, 7 sehingga membawa manfaat positif serta nilai
lebih bagi diri, pemimpin, dan yang lainnya. Untuk melakukan hal itu kita harus belajar
tentang diri kita sendiri dan siapa kita di dalam Tuhan. Karena, Allah menghendaki

5
J.Knox Chamblin, Paulus Dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi, ed. Jeane Ch. Obadja
(Baker Books, 2006). 1
6
David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen : Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan Berubah,
ed. BPK Gunung Mulia, 3rd ed. (Jakarta: Orbis Books, 2000). 209
7
Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, 1st ed. (Jakarta: YT Leadership Foundation,
1997). 216
para pemimpin memiliki motivasi yang tinggi sehingga mereka dapat berbuah dan
efektif untuk Dia dimana pun mereka tinggal dan apa pun yang mereka kerjakan.
Apa sebenarnya yang memotivasi manusia? Seperti apa orang yang sudah
memiliki motivasi murni? Bagaimana para hamba Tuhan memotivasi orang Kristen
untuk melayani dengan sepenuh hati? Bagaimana cara mempertahankan motivasi yang
murni dan sungguh-sungguh melayani Tuhan? Apakah tujuan dan sasaran saya?
Abraham Maslow berkata: “hanya dengan menentukan sasaran yang lebih tinggi dan
berusaha keras dan meraihnyalah kita bisa termotivasi”.8 Dengan kata lain, kita
menemukan hidup kita dalam berusaha dan bukan dalam keberhasilan mencapai sesuatu
(Motivation to Last a Lifetime).

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis
mengidentifikasikan beberapa masalah penelitian sebagai berikut :
1. Adanya motivasi yang salah yang di lakukan oleh Hamba Tuhan dalam
penginjilan
2. Kurangnya dorongan motivasi Penginjil dalam memberitakan Injil
3. Adanya motivasi lain Hamba Tuhan masa kini dalam memberitakan Injil

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka, penulis
merumuskan masalah penelitian Sebagai berikut :
1. Bagaimana menaklukan konfrontasi-konfrontasi Paulus dalam Pekabaran Injil?
2. Mengapa kurangnya motivasi Penginjil dalam memberitakan Injil?
3. Apa motivasi lain Hamba Tuhan masa kini dalam memberitakan Injil?

8
Ted W. Engstrom & Edward R. Dayton, Seni Manajemen Bagi Pemimpin Kristen. 110
BAB II
GAMBARAN UMUM PELAYANAN RASUL PAULUS
Dalam bab ini, penulis akan menguraikan gambaran pekerjaan atau perjalanan
Rasul Paulus yang mencangkup Perjalanan Misi Paulus yang Pertama, Kedua dan
Ketiga serta Metode yang dilakukan Paulus dalam menyebarluaskan Injil dan
dampaknya bagi kehidupan orang percaya.
A. Perjalanan Pekabaran Misi Rasul Paulus
Paulus yang dipilih oleh Yesus untuk menjadi Rasul yang gigih dan tidak kenal
lelah, memberitakan Injil bahkan menderita akan hal itu merupakan suatu gaya
kehidupan baru bagi Paulus setelah berjumpa dengan Kristus perjalanan ke Damsyik.
Paulus melakukan tiga perjalanan dalam bermisi yang ditemani oleh Barnabas,
walaupun mereka adalah orang Yahudi tetapi mereka telah pergi ke Siprus, Pafos,
Perga, Antiokhia di Pisidia, Ikonium, Listra, dan Derbe. Dalam surat Roma 11:13 Rasul
Paulus menyebut dirinya sebagai Rasul bagi bangsa non-Yahudi9, ini adalah salah satu
usaha Rasul Paulus dalam menyebut dirinya sebagai rasul dan sekaligus menunjukkan
bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus adalah bagi semua orang, bukan
hanya orang Yahudi. Hal ini, masalah besar muncul dalam kehidupan Paulus bermisi
bagi non-Yahudi yaitu banyaknya orang Kristen non-Yahudi yang berintegrasi ke dalam
jemaat Kristen Yahudi, termasuk mengenai sunat dan hukum Taurat. Dalam perjalanan
Rasul Paulus untuk memberitakan injil, Paulus dikenal sebagai seorang Santo atau
orang suci di berbagai kalangan gereja termasuk Katolik Roma, Ortodoks Timur,
Anglikan, dan juga dibeberapa denominasi Lutheran.
Tugas Paulus adalah untuk memperkenalkan dan memberitakan injil di rumah-
rumah ibadat bahwa Yesus adalah anak Allah juruselamat. Dalam suratnya kepada
jemaat yang ada di Galatia, Paulus memberikan kisah bagaimana ia dibantu dan
melarikan diri dari kota Damaskus pada zaman pemerintahan Aretas dari Nabataea (Gal.
1:17). Perjalanan Rasul Paulus untuk memberitakan Injil tentunya bukan hal yang
mudah, dimana masih ada kalangan Yahudi yang belum menerima kerasulannya dan
setelah ia memperkenalkan diri sebagai rasul orang Yahudi merundingkan suatu rencana
untuk membunuhnya.
Penderitaan merupakan pusat dari pergumulan Paulus. “Tiap-tiap hari aku
berhadapan dengan maut,” kata Paulus (1 Kor. 15:31). Sekalipun amat pribadi,
penderita Paulus tidak individualistis, melainkan sangat relasional. Paulus tidak sekedar
menanggung penderitaan, ia berharap untuk memperoleh persekutuan dalam
penderitaan (Flp. 3:10), dan memandang penderitaan tersebut sebagai anugerah
pemberian Allah (Flp. 1:29).
1. Perjalanan Paulus Yang Pertama (Kis.13:1-13)
Kisah Para Rasul menceritakan tentang perjalanan Paulus yang pertama
sekaligus menyusun perjalanan Paulus menjadi tiga perjalanan yang terpisah (Kis. 13-
14), perjalanan yang pertama. Yang awalnya dipimpin oleh Barnabas yang menjemput
Paulus dari Antiokhia ke Siprus dan kemudian ke Asia Kecil dan mereka kemudian
kembali lagi ke Antiokhia sekitar tahun 45 dan 49 M (Kis. 13:1-14:28). Di Sipruslah
nama Yahudi Saulus diganti menjadi Paulus 10. Dimana Kis. 13:8, Paulus memarahi
9
George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 2, 1st ed. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1999). 81
10
Howard M. Gering, Analisa Alkitab (Yayasan Pekabaran Injil “IMMANUEL,” n.d.). 56
seorang tukang sihir yang mengalang-halangi untuk menyampaikan ajaran-ajaran
tentang Kristus. Dalam catatan Kisah Para Rasul bahwa Antiokhia adalah sebagai pusat
kekristenan utama dari penginjilan Paulus11.
Kejadian yang terjadi di Antokhia adalah Paulus mengkritik langsung Petrus
atas ketidakpeduliannya terhadap orang Kristen Non-Yahudi yang ada di Antiokhia.
Hal ini di ceritakan dalam surat Galatia yang merupakan sumber utama dari kejadian di
Antiokhia, surat Gal. 2:11-14 Paulus mencatat perkataannya kepada Petrus “Jika engkau
seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara Yahudi”. Ketegasan Paulus ini
adalah menunjukkan kemarahannya kepada Petrus sekaligus mencatat bahwa
bagaimana saudara-saudara yang tidak bersunat hidup secara Yahudi dan bukan hanya
saja Petrus yang di sebutkan dalam hal ini, tetapi juga teman seperjalanan Paulus saat
itu adalah Barnabas. Ketika Paulus menegur Petrus, dia tidak berputus asa untuk
melakukan perjalanan misi berikutnya dari Antiokhia.
Perjalanan Paulus yang pertama ini, telah menjalani beberapa wilayah untuk
memberitakan Injil, dan beberapa yang terjadi pada dirinya dalam bermisi di antaranya:
a. Perjalanan awal Paulus di awali dari Antiokhia di Siria ke Saluki dengan kapal
ke salamis di Siprus (Kis. 13:1-5)
b. Dari Salamis (Kis. 13:5) ke Patos (Kis. 13:6-11) dan berawal dari sini nama
Saulus berubah menjadi Paulus (Kis. 13:9)
c. Dari Parpos di Siprus ke Perga di Pampilla (Kis. 13:13)
d. Dari Perga ke Pisidia Antiohia (Kis. 13:14) dan Rasul Paulus mengajar di Psidia
Antiokhia (Kis. 13:16-48)
e. Dari Antiokhia ke Ikonium (Kis. 13:50-51), dimana orang-orang Yahudi dan
pemimpin setempat berusaha menyiksa Rasul Paulus dan Barnabas dengan di
lempari batu (Kis. 14:8-19)
f. Dari Listra ke Derbe (Kis. 14:20), semangat Paulus bangkit kembali bersama
Barnabas untuk memberitakan Injil di dalam kota Derbe dan banyak orang yang
percaya (Kis. 14:20-21)
g. Paulus kembali melewati Listra, Ikonium, Antiokhia dan Perge bersama dengan
Barnabas sehingga mereka dapat mendirikan Gereja (Kis. 14:21-25).
h. Ketika Paulus dari Perge ke Antiokhia, ia memberitakan Injil dan melanjutkan
perjalananan ke Atalia di pantai (Kis. 14:25)
i. Dari Atalia ke Antiokhia di Siria, merupakan titik-titik terakhir pelayanan
perjalanan pertama mereka dan mereka mengumpulkan orang-orang percaya
kepada Yesus dan kemudian tinggal bersama-sama dengan mereka.
Perjalanan misi Paulus yang pertama cukup berhasil dan pewartaan Injil mereka
di terima dengan baik oleh jemaat setempat, walaupun banyak tantangan yang dihadapi
terutama dari orang-orang Yahudi yang tidak percaya terhadap pewartaan mereka. Dari
masalah yang mereka hadapi seperti sunat dan menaati hukum Taurat, akhirnya mereka
di bantu oleh pimpinan jemaat Yerusalem dengan pimpinan Roh Kudus, yang telah
memutuskan supaya jemaat Kristen yang berasal dari non-Yahudi tidak harus
sepenuhnya mengikuti aturan orang Yahudi.
2. Perjalanan Paulus Yang Kedua (Kis. 15:36-18:22)

11
Stephen L. Harris, Undertstanding The Bible, ed. Palo Alto, 8th ed. (London: McGraw-Hill
Education, 2010). 10-11
Pada tahun 49 M Paulus berangkat dari Antiokhia menuju Siria dan Kilkia dan
tiba di selatan di Galatia. Paulus melakukan perjalanan misi kedua yang di temani oleh
Silas setelah pertikaian dengan Barnabas karena persoalan Yohanes Markus, di
sebabkan Paulus keberatan jika Markus di ajak untuk melakukan penginjilan (Kis.
15:37-38). Markus adalah orang Yahudi yang tinggal dan memiliki rumah di
Yerusalem. Rumah Markus menjadi tempat para murid berdoa sewaktu Petrus
melarikan diri dari penjara (Kis. 12:12) dan Markus sekaligus menjadi saksi hidup
ketika para rasul memberitakan Injil setelah kematian Yesus di Yerusalem sampai-
sampai Petrus mendapat penglihatan di atas loteng untuk mengubah pandangannya
tentang Kristus. Hal ini juga di ungkap oleh NKJV (New King James Version)yang
mengatakan bahwa Markus sepertinya tidak menyukai misi pemberitaan Injil kepada
orang-orang asing.12
Dan barulah di Listra Timotius bergabung dengan mereka untuk menyeberangi
daerah Frigia dan perbatasan Misia dan disana Lukas di Troas bergabung dengan
mereka13 dan memutuskan untuk pergi ke Eropa dan di Makedonia untuk mendirikan
komunitas Kristen. Pertikaian antara Paulus dan Barnabas, memisahkan mereka berdua.
Paulus pergi mengelilingi Siria dan Kilikia dengan membawa Silas (Kis. 15:41) dan
Barnabas mengajak Markus berlayar ke Sirpus. Hal ini sangat berdampak sangat baik,
karena Injil semakin luas untuk di wartakan.
Saat berada di Listra, Paulus bertemu dengan Timotius yang mau bergabung
dengan Paulus. Untuk menghindari kritikan dari orang Yahudi, Paulus menyuruh
Timotius untuk di sunat karena sebelumnya Timotius adalah setengah orang Yahudi.
Ini adalah salah satu metode yang di laukan Paulus untuk memberitakan Injil. Kisa.
16:5 “Demikianlah jemaat-jemaat diteguhkan dalam iman dan makin lama makin
bertambah besar jumlahnya”. Oleh karena itu, Paulus merencanakan untuk pergi
kebagian lain di Asia, akan tetapi dalam hal ini Roh Kudus menuntunnya untuk tidak
pergi ke sana sehingga ia mengarahkan diri untuk berbelok ke utara menuju Firgia dan
Galatia dalam hal mengunjungi gereja-gereja di sana. Silas dan Timotius tiba di Troas
setelah melintasi Misia, akan tetapi di sini Paulus mendapat penglihatan untuk
melakukan perjalanan menyeberangi laut menuju benua Eropa.
Pada perjalanan misi Paulus yang kedua ini, telah menjalani atau berpergian ke
beberapa wilayah dalam memberitakan Injil, di antaranya:
a. Setelah pertikaian antara Paulus dan Barnabas, Paulus bertolak dari Antiokhia ke
Listra dan di situ ia bertemu dengan Timotius (Kis. 16:1-3)
b. Dari Listra ke Troas (Kis. 16:6-8). Di tempat ini Paulus mendapat penglihatan
bahwa ada orang di Makedonia yang memerintah Paulus untuk menyeberang
karena membutuhkan pertolongannya. (Kis. 16:9)
c. Dari Troas ke Filipi (Kis. 16:11-12). Di Troas Paulus bertemu dengan seorang
yang percaya kepada Tuhan yaitu Lidia, dan menahan Paulus untuk tinggal di
rumah bersama keluarganya (Kis. 16:13-15)
d. Dari Filipi ke Tesalonika (Kis. 16:40-17:1). Ketika Paulus berada di kediaman
Yason, orang-orang Yahudi membuat keributan karena iri hati terhadap Paulus
12
Radmacher Earl D, NKJV Study Bible, 14th ed. (Nashville, United States: Thomas Nelson
Publishers, 1997). 1849
13
Gering, Analisa Alkitab. 57
dan mereka hendak menangkap Paulus untuk di sidangkan di pengadilan rakyat
(Kis. 17:5)
e. Dari Tesalonika ke Berea (Kis. 17:10). Paulus berhasil membuat orang-orang
Berea percaya kepada Tuhan Yesus (Kis. 17:16)
f. Dari Berea ke Atena (Kis. 17:14-15). Di tempat ini Paulus mengalami
kegelisahan hati terhadap muridnya yakni Silas dan Timotius, di sebabkan di
Atena banyaknya patung-patung penyembahan berhala (KIs. 17:16)
g. Dari Atena ke Korintus (Kis. 18:1). Orang Yahudi menyerbu dan memukuli
Sostenes seorang kepala rumah ibadah di depan pengadilan, tetapi hakim
Bernama Galio tidak menghiraukan (Kis. 18:17)
h. Dari Korintus ke Efesus (Kis. 18:18-19). Ketika Paulus lagi berlayar ke Efesus,
ia di temani oleh dua orang yang berjumpa dengannya di Korintus yakni Akwila
dan Priskila, dan meninggalkan mereka di Efesus. Saat itu Paulus masuk ke
dalam rumah ibadah untuk berbicara kepada orang Yahudi (Kis. 18:19)
i. Dari Efesus ke Yerusalem (Kis. 18:21-22). Ia bertolak dari Efesus ke Kaisarea,
dan berlayar menuju Yerusalem
j. Dan dari Yerusalem ke Antiokhia, ia di sambut baik oleh jemaat dan ia memberi
salam kepada jemaat yang percaya kepada Tuhan. Ini adalah hasil dari
pelayanan Paulus yang sangat mencintai jiwa-jiwa dan mengasihi Tuhan dan
menghargai panggilan dari Tuhan (Kis. 18:22).

3. Perjalanan Paulus Yang Ketiga (Kis. 18:23-21:17)


Setelah Paulus tinggal di Antiokhia, Paulus melakukan perjalanan ke Galatia dan
Firgia untuk memberikan motivasi kepada gereja-gereja yang sudah ia dirikan pada
perjalanan sebelumnya (Kis. 18:23) dan kemudian Paulus berkeliling ke wilayah barat
Bitinia sehingga tiba di Efesus dengan melakukan perjalanan darat dan di sana Paulus
menulis surat pertamanya di Korintus pada tahun 54 M dan surat kedua pada tahun 57
M.
Ketika Paulus di Efesus selama tiga tahun kemudian ia mengunjungi Asia Kecil
dan Yunani, dan ia mendahului Lukas untuk berlayar ke Troas yang di temani oleh
beberapa murid-muridnya (Kis. 20:4), karena Paulus mengetahui bahwa orang-orang
Yahudi akan berencana membunuhnya dan pada akhirnya Paulus kembali ke Yerusalem
dan bertemu dengan Yakobus.
Perjalanan Paulus ketiga telah menjalani atau berpergian ke beberapa wilayah
atau daerah, di antaranya:
a. Perjalanan menuju Efesus (Kis. 18:23), Paulus meneguhkan orang percaya
kepada Tuhan yang berada di tanah Galatia dan Frigia
b. Paulus memulai misi ke Apolos di Efesus (Kis. 18:24-28), Apolos yang percaya
kepada Tuhan dan memiliki sifat keberanian untuk memberitakan Injil kepada
orang-orang Yahudi (Kis. 18:28)
c. Dari Galatia lewat Prigia, ke Efesus (Kis. 19:1), Paulus bertemu dengan
beberapa murid yang percaya kepada Tuhan dan terjadi pembakaran kitab-kitab
sihir (Kis. 19:19)
d. Dari Efesus ke Korintus (Kis. 20:1-21), Paulus melewati Makedonia ketika pergi
ke Korintus, dan di Korintus ada oknum-oknum tertentu melawan Paulus bahkan
ingin membunuhnya. Sehingga ia memutuskan untuk balik lagi ke Makedonia
(Kis. 20:3)
e. Dari Korintus ke Troas (Kis. 20:3-6), ada peristiwa yang aneh terjadi di Troas
ketika Paulus sedang berkhotbah yaitu Etikus jatuh dari jendela (Kis. 20:9)
f. Dari Troas ke Miletus (Kis. 20:13-15), di sini ia berpisah dengan para penatua
yang di Efesus
g. Dari Miletus ke Rode dan Patara, dan selanjutnya ke daerah Tire (Kis. 21:1-3),
sehingga ia kembali bertemu dengan muridnya di Tirus (Kis. 21:3-6)
h. Dari Tirus ke Yerusalem (Kis. 21:7-15), Kaisaria Agabus mengikat tangan dan
kakinya sendiri dengan menggunakan ikat pinggang Paulus, dan di sini Paulus
berjumpa dengan Rasul Yakobus (Kis. 21:10-11; 21:15-26).

B. Metode Misi Rasul Paulus


Memberitakan injil adalah pekerjaan yang sangat mulia dan penting. Dalam
mencapai sasaran yang tepat perlu adanya perencanaan dan metode yang tepat juga.
Penginjil tidak tergantung pada hebatnya metode, tetapi seberapa efektif metode
tersebut dalam memperkenalkan Kristus. Tentunya hal ini di lakukan oleh Paulus untuk
memberitakan Injil karena di setiap surat-surat Paulus sudah pasti ada penantang yang
tidak setuju dengan surat-suratnya dan juga kerasulannya seperti jemaat yang ada di
Galatia, Roma dan Efesus di mana di sana ada orang-orang Yahudi yang
memutarbalikan Injil sehingga sunat di jadikan sebagai syarat untuk di selamatkan.
Dalam memberitakan Injil, tentunya membutuhkan berbagai metode yang harus
di persiapkan dengan matang. Hal ini juga bukan saja Rasul Paulus, melainkan juga
kepada para Hamba Tuhan yang melayani di berbagai tempat. Metode adalah
cara/taktik untuk mempercepat penginjilan sehingga Injil dapat disampaikan kepada
orang-orang yang belum mengenal Kristus.
Paulus menggunakan pendekatan yang berbeda untuk pemberitaan misi pada
tahun awal dan terakhirnya. Terlepas dari pelayanan Paulus di Pisidia Antokhia,
Korintus, dan Efesus, yang sudah tercatat dalam Kisah Para Rasul, walaupun hanya
sedikit bukti mengenai pelayanan misinya di Arabia, Siria, dan Kilikia selama 12 tahun
antara 32/33-45 M. Tentunya Paulus sudah menggunakan banyak metode dalam
bermisi, di sebabkan ia memiliki pengalaman misi 12 tahun.
Metode pendekatan Paulus dalam pelaksanaan tugas misi adalah kontekstual.
Pendekatan dengan cara ini berperan sebagai dasar untuk menjalin hubungan antara
pemberita Injil dengan penerima Injil yang relevan dan produktif.

1. Roma
Perjalanan Paulus ke Roma dicatat dalam Kisah Para Rasul. Termasuk
perjumpaannya dengan Publius di Malta. Dalam Rom. 15:14-29 Paulus memberikan
informasi tentang keadaan dan perjalanannya. Ketika ia melakukan perjalanan ke
Yerusalem, dia merencanakan pergi ke Spanyol untuk memulai pekerjaan pemberitaan
Injil yang baru di sana. Dalam perjalannya ke Spanyol, Paulus merencanakan untuk
singgah di Roma. Di ceritakan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul bahwa Paulus
menulis surat Roma pada akhir perjalanannya yang ketiga ketika memberitakan Injil
selama tiga bulan di Yunani (Kis. 20:3-6), 14 dan merupakan salah satu surat yang baik
dan luas dari teologinya Paulus, di sebabkan keadaan dan situasi Paulus yang reflektif di
bandingkan suratnya yang diGalatia dan diKorintus.15 Kedatangan Paulus di Roma

14
Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison, The Wyclife Bible Comentary Vol. 3, 4th ed.
(Malang: Gandum Mas, 2013). 655
membawa pengaruh besar terhadap gereja dan juga membentuk ajaran Augustinus,
Luther, dan Calvin.
Paulus memutuskan untuk memberitakan Injil di Spanyol sebab “aku tidak lagi
mempunyai tempat kerja di daerah ini”, yaitu di sebelah Timur Laut Tengah (Rm.
15:23), ini merupakan harapan Paulus untuk datang ke Roma di sebabkan Paulus belum
pernah ke Roma, tetapi dia tetap menulis surat kepada jemaat di Roma melalui orang
yang tinggal di Roma, seperti Priskila, dan Akwila16. Bapa gereja abad ke-2 yaitu
Irenaeus, mencatat bahwa Paulus dan Petrus adalah tokoh utama Gereja di Roma
walalupun mereka bukan uskup bahkan juga perintis karena sudah ada orang-orang
Kristen di Roma ketika Paulus tiba (Kis. 28:14-15).
Beberapa tradisi kuno menyebut Petrus sebagai pendiri jemaat Roma, tetapi hal
ini tidak memungkinkan. Kemungkinan para peziarah Yahudi dari Roma, yang bertobat
karena pemberitaan Petrus pada hari pentakosta 17, menanamkan Injil di antara orang
Yahudi, penduduk ibu kota Roma yang jumlahnya cukup besar. Sejarawan Suetonius
mencatat bahwa Kaisar Roma, Klaudius, mengusir semua orang Yahudi di Roma karena
mereka terus-menerus membuat kerusuhan atas dorongan Krestus18. Hampir pasti
Suetonius mengacu pada perdebatan-perdebatan yang sengit di antara orang-orang
Yahudi tentang pernyataan Kristen bahwa Yesus adalah Kristus (Yunani: Khristos), di
sini di pelesetkan menjadi “Krestus”.
Surat Paulus di Roma menimbulkan pertanyaan tajam, yaitu: mengapa Paulus
menulis surat khusus ini kepada jemaat khusus tersebut? Paulus menulis surat ini
menjelaskan dan menasehati jemaat di Roma bagaimana bersikap mereka terhadap
gereja dan pemerintah, lebih jelas yaitu fokus pada situasi Paulus sendiri dan fokus pada
situasi orang Kristen Roma. Surat Paulus di jemaat Roma merupakan surat yang di
alamatkan kepada sekelompok orang percaya yang tinggal di Roma. Paulus
mengharapkan kepada jemaat di Roma untuk mendoakan dirinya, karena ia percaya
begitu banyak yang menghadang (Rm. 15:30-32). Kesatuan dan persatuan orang
percaya merupakan inti metode Paulus dalam memberitakan Injil di Roma.
Melihat metode Paulus, ia mengawali suratnya dengan ulasan pendahuluan
untuk mempersiapkan pembaca menerima segala hal yang ia hendak tulis (Rm. 1:1-17),
jadi dia menjalin suatu hubungan yang baik antara dirinya dengan para pembacanya.
Paulus kemudian mengemukakan pokok surat yakni pentingnya kebenaran di dalam
hubungan manusia dengan Allah (Rm. 1:18-8:39). Jadi, kelihatannya bahwa Paulus
menulis surat Roma dengan sejumlah maksud di dalam pikirannya, salah satunya adalah
memperkenalkan Injil dan dirinya kepada jemaat karena adanya berita-berita palsu
tentang pemberitaanya telah sampai di Roma 19. Paulus tidak habis-habisnya membahas
teologis yang sentral, inilah yang memberikan sifat universal yang khas pada surat
Roma.
Metode satu-satunya yang masih ada untuk menetapkan tujuan Paulus ialah
untuk mencocokkan isi surat dengan penyebabnya. Tetapi, motivasi-motivasi Paulus
15
John Drane, Memahami Perjanjian Baru, ed. E.J Barker dan F.B Indradi, 6th ed. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2005). 369-372
16
Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-Masalahnya,
ed. F.B Indradi, 6th ed. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005). 62
17
Pengantar Surat Roma, “Pengantar Surat Roma,” no. December (2012): 1–32.
18
Dkk D.A Casron, Tafsiran Alkitab Abad Ke -21: Vol. 3, ed. dkk H.A Oppusungu, 1st ed. (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih - YKBK, 2017). 315
19
Th. van den End, Surat Roma, ed. Th. van den End, 6th ed. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008).
56
dalam menulis yang akhirnya bisa mengarah pada kesimpulan tentang tujuan, ialah
penyebab khusus tersebut. Dimulai dengan pandangan yang mengkhususkan situasi
Paulus sendiri sebagai yang menentukan. Untuk mudahnya, ini mungkin di bagi
berdasarkan lokasi yang tampaknya menjadi pusat perhatian Paulus. Alasan utama
Rasul Paulus menulis surat Roma adalah untuk mempersiapkan misi ke Spanyol20.

2. Korintus
Korintus merupakan sebuah pusat perdagangan kaya yang terletak pada sebuah
tanah genting sempit yag menghubungkan daratan utama Yunani dengan kepulauan
Peloponesos21. Pentingnya kota ini telah mempengaruhi rasul Paulus di dalam
menyebarkan Injil. Sebagai pusat perdagangan dari utara ke selatan dan dari timur ke
barat serta berpenduduk campuran yakni Roma, Yunani, dan Asia – Korintus
merupakan pusat yang strategis. Ada beberapa informasi yang Paulus dengar mengenai
Korintus, di mana mereka telah menyimpang dan bahkan terjadi perpecahan. 22
Walaupun di Korintus mayoritas adalah orang Kristen, tetapi Paulus tidak menyebut
orang-orang percaya di Korintus benar-benar rohani, karena mereka tidak hidup sesuai
dengan panggilan mereka, melainkan mereka masih terpecah menjadi golongan-
golongan dengan afiliasi kepada pemimpin yang terkenal (1 Kor. 3:1-4).
Perpecahan jemaat di Korintus yang mendorong Paulus untuk bersaksi di kota
ini. Di samping tekanan di dalam dirinya yang berasal dari Tuhan dan dari Firman-Nya
mungkin ada tekanan dari luar – pintu yang terbuka di kota kosmopolitan tersebut.
Penafsir Skotlandia yang terkemuka, William Barclay, pernah mengatakan “Aelian,
penulis Yunani, menceritakan kepada kita bahwa jika ada orang Korintus yang di
tampilkan di panggung pertunjukkan Yunani, maka peran yang di berikan kepadanya
pastilah peran orang mabuk”23. Sehingga keadaan moral Korintus menjadikan kota itu
ladang yang subur untuk memberitakan kabar baik tentang Mesias.
Dalam menyelesaikan masalah yang ada di Korintus, Paulus menggunakan
metode penegasan dan mengingatkan jemaat untuk tetap dalam persekutuan (Koinonia),
sehati, sepikir, supaya tidak ada perpecahan. Dalam menjalankan metodenya, Paulus
mempunyai rencana untuk jemaat Korintus, yaitu ia bermaksud mengunjungi Korintus
dua kali. Pertama, saat perjalanan ke Makedonia dan kedua saat ia kembali dari sana,
bermaksud berlayar dari Korintus ke Yudea (2 Kor. 1:15-16). Ketika ia membuat
rencana ini, Paulus tampaknya tidak cukup mendesak untuk pergi ke Korintus.
Perspektif Paulus “kedatangan dengan cambuk” benar-benar merupakan kegagalan.
Alasan Paulus tidaklah jelas, di sebabkan salah satu penentang Paulus
menyerang dia dengan cara menusuk (2 Kor. 2:5-8); 10; 7:12). Namun ini tidak berarti
bahwa Paulus membiarkan tergelincir oleh situasi. Paulus beralih kepada pembelaan
dalam perencanaannya, ia menjelaskan mengapa ia mengubahnya: ia enggan untuk
membuat jemaat Korintus berdukacita lebih dari yang ia lihat dalam kunjungan
sebelumnya (1 Kor. 23-24).
3. Galatia
Dari Kisah Para Rasul 13-14 tertulis bahwa Paulus dan Barnabas mengabarkan
Injil ke bagian selatan provinsi Galatia. Jemaat-jemaat di Galatia didirikan sebagai hasil
20
D. A Carson & Douglas J. Moo, An Introduction To The New Testament (Malang: Gandum Mas,
n.d.). 465
21
Harrison, The Wyclife Bible Comentary Vol. 3. 775
22
Moo, An Introduction To The New Testament. 478
23
William Barclay, The Letters to the Corinthians, 3rd ed. (Westminster John Knox Press, 2002). 3
usaha pemberitaan Injil yang dilakukan Paulus; pertama-tama ia mengunjungi rumah
ibadah (sinagoga), tempat mereka memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi dan
bukan Yahudi yang takut akan Allah. Oleh karena itulah sang Rasul sangat bersusah
hati ketika para pengacau orang-orang Kristen Yahudi menyebar di antara orang-orang
non-Yahudi yang baru di menangkan itu. Melalui seruan emosioanl, Paulus
mengingatkan jemaat Galatia bahwa Roh Kudus telah diberikan kepada mereka, bukan
karena mereka taat terhadap Hukum Taurat, melainkan iman mereka kepada Kristus
(Gal. 3:1-5).
Tegasnya Paulus terhadap jemaat Galatia, di sebabkan masuknya ajaran-ajaran
sesat di dalam kehidupan orang percaya24. Orang-orang Galatia sebagaian besar adalah
orang-orang kafir yang telah mendengar berita Injil yang di bawa oleh Paulus, percaya
kepada Kristus untuk keselamatan, dengan lekas berpaling dari Tuhan (Gal. 1:6). Orang
percaya di Galatia dengan mudahnya menerima nasihat yang penuh tipu muslihat dari
beberapa guru Yahudi, yang mengajar mereka bahwa harus di sunat dan memelihara
torah Yahudi. Paulus merasa muak dengan pendapat semacam itu yang dapat
mengelabui mata mereka terhadap kebenaran terpenting daripada persediaan Kristus
untuk kesalamatan. Sebab itulah Paulus menulis surat ini untuk mencegah orang
percaya di Galatia yang sudah bertobat itu dari kecelakaan yang membawa kesesatan.
Dengan kata lain, Paulus menggambarkan kejatuhan orang-orang percaya
Galatia sebagai kambuhan. Sudah tentu hal ini harus diartikan dengan hati-hati. Ini
bukan semata-mata suatu kasus kambuhan kepada kekafiran, karena orang-orang
Galatia tidak menjadi politeis lagi yaitu keadaan mereka sebelumnya (Gal. 4:8). Paulus
menenkankan tentang dua hal kepada jemaat Galatia, yaitu: Salib dan Iman.25
Kristus mati untuk menyelematkan orang percaya dari kutuk torah Allah yang
sudah ditiadakan itu, dan semua orang orang yang berharap kepada-Nya untuk
keselamatan. Setelah orang percaya di baptis dengan Roh Allah dalam hatinya, Roh
Kudus tinggal dan berdiam (Kis. 2:1-4), membawa kembali kepada berkat dan
kebenaran Allah. Karena ini Paulus memperingatkan orang-orang Galtia untuk
membuang sama sekali segala kuk perhambaan torah yang sudah ditiadakan Kristus
(Gal. 5:1), dan apa yang sudah dimulai oleh Roh haruslah disudahi dengan Roh.
Artinya, mereka harus terus mengejar hal-hal rohani yang di sediakan bagi mereka di
dalam Kristus (Gal. 3:2-3).

4. Efesus
Surat Paulus di Efesus dan di Kolose hampir memiliki ciri khas yang sama.
Persamaan yang dekat yaitu, ketika Tikhikus di sebutkan sebagai pembawa surat itu
yang harus memberitahukan para penerimanya tentang keadaan Paulus dan menghibur
hati mereka26. Dapat di pastikan bahwa Paulus menulis surat untuk Efesus ketika
berada dalam penjara di Roma (Kis. 28:16, 28-31) pada tahun 60 M 27. Paulus tinggal di
Efesus selama tiga tahun (Kis. 19). Efesus merupakan ibukota Asia saat Paulus
melakukan perjalanan misi ketiga, dan di kota ini juga ia menetap tinggal paling lama
selama pemberitaan Injil28. Paulus membuat surat di Efesus untuk membentangkan

24
Gunning J. J. W, Tafsiran Alkitab : Surat Galatia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975). 17
25
Gering, Analisa Alkitab. 71
26
Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-Masalahnya. 227
27
Eckhard J. Schnabel, Rasul Paulus Sang Misionaris; Perjalanan, Strategi, Dan Metode Misi
Rasul Paulus (InterVarsity Press, USA, 2008). 146
28
Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2013). 360-365
keaslian dan perkembangan Gereja Kristus dan untuk memperhatikan kepada orang
Kristen persekutuan dan keindahan Kristus sendiri yang menjadi Batu Penjuru itu,
bersama orang-orang suci yang merupakan bangunannya itu.
Paulus menulis surat di Efesus di sebabkan karena keadaan jemaat Efesus pada
saat itu, di mana mereka masih menyembah patung berhala yaitu Dewa Yunani yang di
sebut Dewi Artemis sebagai Dewi kesuburan. Namun, ada beberapa pandangan yang
mengatakan bahwa, Rasul Paulus menyuratkan Efesus, tidak dapat diterima, sebab surat
ini juga ditujukan kepada sidang jemaat di Asia, dan bahkan naskah ini sudah menjalar
ke seluruh negeri Asia sampai hari ini.29 Namun, anggapan lain juga mengatakan bahwa
surat Paulus di Efesus bertujuan untuk menyatukan orang Kristen Yahudi dan orang
Kristen non-Yahudi.30 Surat Efesus di maksudkan untuk mengajar orang-orang bukan
Yahudi yang baru bertobat mengenai aspek-aspek penting iman baru mereka.
Surat Paulus di Efesus sudah pastinya berisikan nasehat, perintah dan himbauan
untuk jemaat di Efesus supaya hidup dalam persekutuan Kristus (Ef. 2:10). Hubungan
Paulus dengan jemaat Efesus sangat erat dan baik, sebagaimana tampak dari sapaan
Paulus kepada para penatua jemaat di sana (Kis. 20:17-38). Pokok terbesar surat ini
bersesuaian dengan asas pengajaran Kristiani, “Segala sesuatu di dalam Kristus”, atau
yang lebih tegas “mempersatukan segala sesuatu di dalam Kristus, baik barang yang di
Surga, baik barang yang di atas bumi” merupaka pusat utama surat Paulus di Efesus (Ef.
1:10). Inilah tujuan surat ini yaitu agar melalui segala zaman, rencana Allah
dinyatakan.
5. Tesalonika
Pada perjalanan yang kedua, Paulus datang dari Filipi ke Tesalonika (1 Tes. 2:2)
yang ada di provinsi Makedonia dan ia membuat surat untuk jemaat yag di sana. Paulus
sendiri merupakan pendiri jemaat Tesalonika (1 Tes. 1:5-6) 31, di mana pada saat itu
Tesalonika adalah sebuah kota perdagangan yang sibuk atau biasa di sebut “Kota
metropolis Makedonia”. Di sana, sekalipun berhadapan dengan perlawanan yang gigih,
mereka berhasil mendirikan gereja Eropa yang kedua. Karena diganggu terus-menerus
oleh orang-orang Yahudi yang ada di Tesalonika dan Berea (Kis. 17:10-15), Paulus
pergi ke Atena di mana keprihatinan ayas kesejahteraan rohani orang-orang percaya di
Tesalonika mendorongnya untuk dengan pengorbanan pribadi tertentu mengirimkan
Timotius untuk menunjangn jemaat dalam menghadapi berbagai penganiayaan (1 Tes.
3:1-3). Ketika Timotius kembali, ia menceritakan tentang keadaan jemaat di Tesalonika
yang bertumbuh dengan suburnya.
Berita yang di sampaikan oleh Timotius membuat hati Paulus sangat senang,
yang kemudian ia menulis surat I Tesalonika untuk memuji para saudara seiman yang
setia atas pengabdian kokh mereka kepada Kristus dan kepada sesame saudara seiman
serta untuk memberikan semangat kepada mereka agar terus bertumbuh di dalam kasih
dana kekudusan. Hal ini juga merupakan tujuan suratnya untuk Tesalonika, agar
mereka tetap tinggal pada jalan Tuhan yang benar.32
Kesetiaan jemaat Tesalonika kepada Tuhan, beberapa hal yang negatif
menyelinap ke dalam, yang membuah hati Paulus gelisah dan kuatir. Kali ini, ia
berhadapan dengan ‘bidah’ yang menyampaikan cerita jahat tentang tabiat Paulus dan
29
Gering, Analisa Alkitab. 75
30
Moo, An Introduction To The New Testament. 567
31
W. R. F Brown, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007). 447
32
Gering, Analisa Alkitab. 84
kedatangan hari Tuhan (2 Tes. 2:2). Menanggapi hal ini, Paulus menghadapi masalah
ini dengan berbagai nasehat untuk tetap bertekun dan denganngambaran dramatis
tentang peranan orang kudus yang masih dan yang sudah mati pada saat kedatangan
Kristus yang kedua kali. Ia menulis surat untuk jemaat supaya tetap menjalankan
kehidupan orang Kristen seperti biasanya tanpa melupakan persekutuan kepada Tuhan. 33
Surat Paulus di Tesalonika di akhiri dengan sebuah tantangan untuk selalu waspada dan
dengan beberapa nasehat praktis tentang berbagai sikap karunia rohani Kristen.
Dari berbagai wilayah tempat pelayanan Paulus di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa metode yang digunakan adalah metode kontekstualisasi 34 yang
tepat yaitu dengan cara menyatakan Allah yang tidak dikenal (Kis. 17:23), Allah yang
benar adalah Allah yang menyelamatkan (Kis.17:24-27), memahami bentuk interaksi
komunikasi Injil (Kis. 17:22-24), dan bertukar pikiran dengan orang-orang setempat
(Kis. 17:17).
Dengan menggunakan metode ini, Paulus memahami dan mengerti dengan
keadaan jemaat yang berada disetiap wilayah bahkan dengan cerdiknya Paulus mampu
memakai cara yang sangat kontekstual sehingga para pendengar Injil kala itu dapat dan
cepat dimengerti. Metode kontekstualisasi Paulus yang lebih tepat yaitu: menggunakan
dialog sebagai strategi pemberitaan Injil, menggunakan strategi common ground (kedua
pihak yang memiliki kesamaan untuk membangun rasa percaya) untuk dijadikan
jembatan Injil, dan menggunakan strategi komunikasi yang baik dan disesuaikan dengan
kondisi masyarakat yang diinjili.

BAB III
MOTIVASI RASUL PAULUS DALAM MEMBERITAKAN INJIL

A. MENUNAIKAN TUGAS PANGGILAN (KISAH PARA RASUL 9:1-9)


Di dalam Alkitab, Paulus diperkenalkan sebagai seorang Rasul yang dipanggil
secara khusus dan langsung oleh Yesus untuk memberitakan Injil kepada bangsa-
33
Dianne Bergant & Robert Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (Jogjakarta: Kanisius, 2002).
379
34
Doni Heryanto and Wempi Sawaki, Menerapkan Strategi Penginjilan Paulus Dalam Kisah Para
Rasul 17:16-34 Pada Penginjilian Suku Auri, Papua, Kurios: Jurnal Teologi Dna Pendidikan Agama Kristen,
vol. 6, 2020, http://ejournal.uki.ac.id/index.php/shan/article/view/1493. 326
bangsa, yaitu termasuk kepada orang-orang bukan Yahudi. Hal ini, dibuktikan dalam
Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus yang lainnya, bahkan ia merupakan pemikir
terbesar dalam Perjanjian Baru yang menafsirkan makna pribadi dan pekerjaan Yesus.
Paulus memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam konteks historisnya, disebabkan
ia adalah manusia dari 3 dunia, yaitu: Yahudi, Yunani, dan Kristen.
Walaupun ia lahir di Tarsus (Kis. 21:39; 22:3), sebuah kota di Yunani di Kilikia, ia
dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang sangat taat kepada adat-istiadat Yahudi yang
keras (Flp. 3:5) dan ia juga sangat membanggakan warisan Yahudinya (Rm. 9:3; 11:1).
Ia mengakui pernah hidup sebagai orang Farisi yang sangat patuh pada tradisi lisan
kaum Farisi melebihi rekan-rekannya yang lain (Gal. 1:14), atau ia hidup sebagai
seorang Farisi yang sangat keras memegang agama Yahudi.
Perjumpaan Paulus dengan Yesus menyadari Paulus akan panggilannya yang khusus
sebagai Rasul yang sejak semula telah ditetapkan Allah untuk memberitakan Injil ke
seluruh bangsa-bangsa (Rm. 1:1, 5). Panggilan Paulus ini menunjukkan kepercayaan
Tuhan kepadanya dalam memberitakan Injil, dari Yerusalem sampai ke ujung dunia.
a. Pertobatan dan Panggilan Paulus
Pada waktu Paulus bertemu dengan Yesus yang telah bangkit, dan bertobat di dekat
Damsyik, Tuhan menyatakan kepada Ananias bahwa Paulus adalah alat pilihan bagi-Ku
untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-
orang Israel (Kis. 9:15). Ketika Paulus menempuh perjalanan dari Yerusalem ke
Damsyik, ia ingin menangkap orang yang percaya kepada Yesus, pada waktu itu juga ia
bertemu dengan Yesus (1 Kor. 9:1) dengan berkata: “Pergilah, sebab Aku akan
mengutus engkau jauh dari sini kepada bangsa-bangsa lain”. Hal ini ia telah menerima
jabatan Rasul untuk memberitakan Injil dan menuntun semua bangsa, sehingga ia
menyebut dirinya “Rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi” (Rm. 15:16) atau
pengajar orang-orang bukan Yahudi (1 Tim. 2:7). Bahkan ketika Paulus di penjara
kasih anugerah tampak nyata dalam kehidupan Paulus, sebab kepada dia dianugerahkan
kasih karunia, untuk memberitakan Injil tentang Kristus yang tidak terduga itu
(Ef.3:8)35.
Meskipun para teolog percaya bahwa penjelasan mengenai pertobatan Paulus tak
lepas dari konfrontasinya dengan Yesus yang telah bangkit, bahkan tidak dapat
membatasi asal usul pemikiran Paulus pada Perjanjian Lama dan Yesus. Sebaliknya,
Paulus dipersiapkan untuk segala sesuatu dibawah pimpinan Roh Kudus khususnya
dalam membertikan Injil, maka Paulus menggunakan kesempatan/menikmati hak
istimewa yang luar biasa didapat langsung dari Tuhan, sebagai orang yang tinggal disisi
lain salib.
Pertobatan Paulus difrasekan sebagai “Anak yang lahir sebelum waktunya” 36 artinya
Paulus adalah Rasul yang dipanggil paling akhir dan menekankan bahwa ia bertobat
pada iman kepada Yesus bukan melalui perkembangan yang alamiah, melainkan secara
tak terduga, tanpa persiapan secara psikologis atau teologis untuk peristiwa ini. Melihat
latar belakang Paulus, Allah mempersiapkannya untuk berpengaruh terhadap
pemahaman serta kabar Kristus yang ia bawa. Paulus yang berasal dari orang Farisi
yang sangat keras dan dengan semangat membara membela kepercayaannya, berubah
drastis setelah berjumpa dengan Yesus, kenapa demikian? Tentunya melalui Paulus,

35
Jacob Van Bruggen, Tafsiran Perjanjian Baru: Paulus Pionir Bagi Mesias Israel, ed. Jaap Groen,
1st ed. (Jakarta: Momentum, 2001). 173
36
Schnabel, Rasul Paulus Sang Misionaris; Perjalanan, Strategi, Dan Metode Misi Rasul Paulus.
32
Allah mempersiapkan segala sesuatu dengan pemahaman yang solid dan diluar nalar
pikiran manusia.
Perjalanan Paulus ke Damsyik, menandakan juga terhadap panggilannya untuk
melayani sebagai misionaris dalam memberitakan Injil (Kis. 9:15). Paulus juga
menyadari perjalanan di Damsyik adalah misinya menyatakan tentang pembenaran
hanya melalui iman. Paulus adalah alat Tuhan untuk membawa berita dan kabar
keselamatan Allah ke seluruh dunia, hal ini mengakibatkan perubahan dalam pandangan
Paulus. Sangat jelas tentang misi kerasulannya: ia memberitakan Kristus yang dahulu
dianiayanya, ia yakin bahwa misinya adalah membawa Injil kepada bangsa bukan
Yahudi, dan ia memberitakan pembenaran oleh iman yang sama sekali terpisah dan
bertentangan dengan pekerjaan-pekerjaan hukum Taurat.
Tafsiran eksistensial menyamakan penampakan Kristus dengan pemahaman baru
tentang diri pribadi. “Pertobatan Paulus adalah tekad untuk menyerahkan seluruh
pemahaman dirinya pada masa yang lalu, yang telah digoyahkan oleh berita Kristen,
dan memahami keberadaanya secara baru”,37 menjadikannya seorang misionaris yang
teguh, dan ambisius memberitakan Injil. Tujuan utama panggilan misinya disusun
secara sederhana dalam penjelasan Paulus tentang dirinya sendiri disuratnya kepada
orang Kristen di Roma: “Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi
Rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah” (Rm. 1:1). Paulus memahami
tugas utamanya sebagai rasul yang telah dipanggil dan diutus Allah untuk
memberitakan Injil.
b. Hidup Baru Dalam Kristus
Paulus memberi laporan jelas mengenai kerasulannya kepada jemaat Galatia.
Dalam surat Galatia, Paulus berusaha menegaskan bahwa juga setelah pertobatannya,
Injil yang diberitakannya bukan berasal dari ajaran manusia. Ia tidak bertemu siapapun
setelah panggilannya (Gal. 1:11), ia juga tidak bertemu dengan para rasul di Yerusalem,
bahkan ia pergi memberitakan Injil di negeri Arab sebelum kembali ke Damsyik di
Syiria (Gal. 1:17).
Disimpulkan dalam pernyataan Paulus yang klasik, “Jadi siapa yang ada di dalam
Kristus, ia adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah
datang” (2 Kor. 5:17). Ciptaan baru adalah tujuan yang mulia dari wahyu tentang
keselamatan AllaH38. Pengutusan Paulus sebagai rasul menurut pandangannya
merupakan dasar kuat dari Injilnya, dan mudah bagi orang lain untuk menerimanya 39.
Kata-kata Paulus yang tepat adalah bahwa ia sampaikan apa yang ia sendiri telah terima
(1 Kor. 15:3), akhirnya Paulus mengacu pada pengalamannya sendiri dari Yesus yang
hidup sebagai unsur terakhir dalam daftar tradisional.
Pernyataan Paulus bahwa dalam kristus perkara-perkara yang lama telah berlalu dan
yang baru sudah datang adalah pernyataan eskatologis. Ciptaan baru jelas tidak
menunjukkan renovasi dunia jasmani, ciptaan baru ini menantikan penggenapan
eskatologis (Rm. 8:21). Perubahan dari yang lama menuju perubahan yang baru bukan
karena iman ataupun pertobatan tetapi karena terjadi seperti apa di dalam Kristus.
Inilah yang di rasakan Paulus setelah bertemu dengan Yesus. Seperti surat Roma
mengatakan: “manusia lama kita telah disalibkan” (Rm. 6:6), melalui kematian Yesus di
salib, manusia lama telah di hukum dan dimatikan.

37
George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 2. 90
38
George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 2. 247
39
Bruce Chilton, Studi Perjanjian Bagi Pemula, ed. Staf Redaksi BPK Gunung Mulia, 6th ed.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 59
Ada fakta tak terbantahkan bahwa bagi Paulus, dasar ultimat bagi mati, dikuburkan,
dan seterusnya; bersama dengan Kristus, tidak terletak pada upacara masuknya kita ke
dalam Gereja, tetapi karena kita telah tercakup dalam kematian dan kebangkitan historis
dari Kristus sendiri. Paulus menganggap bahwa persekutuan yang terdiri dari banyak
orang sebagai suatu tubuh dipersatukan dengan Kristus dalam kematian-Nya, dan
bahwa setiap orang percaya menjadi dipersatukan dengan persekutuan itu 40 Yang
khususnya penting di sini adalah 2 Korintus 5:14 yang secara jelas menunjukkan
pergeseran dari Kritus bagi kita menuju kita bersama dengan Kristus (di dalam Kristus).
Selain itu, semakin jelas bahwa rumusan ‘mati dan bangkit dengan Kristus’ tidak
berasal dari pengalaman mistis individual atau ritual penerimaan anggota baru dalam
agama misteri Helenistik. Telah banyak usaha untuk menjelaskan natur objektif dari
keberadaan kita dalam Kristus.41 Paulus melihat bagaimana milik Kristus dapat
berbagian di dalam karya penebusan Kristus. Seperti di dalam 1 Korintus 15:22: “…
sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua
orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”. Adam dan Kristus
mewakili dua dunia, yaitu ciptaan baru dan ciptaan lama, dan didalam tindakan dan
nasib mereka. Inilah maksudnya dengan rumusan “didalam Adam” dan “didalam
Kristus”.
Berlalunya perkara lama tidak berarti berakhirnya zaman yang lama, zaman lama itu
akan tetap utuh dalam keadaannya karena zaman yang lama tak akan tetap utuh dalam
keadaannya karena zaman yang baru telah menyusup masuk ke dalamnya. Proses
menjadi manusia baru harus dimulai dengan kelahiran baru di dalam Kristus, sebab
didalam Kristus manusia tak perlu lagi berkompromi dengan zaman yang lama (Rm.
12:2), dan didalam manusia baru perjanjian Allah telah hadir (1 Kor. 11:25).
c. Buah Dari Panggilannya
Membahas struktur fundamental pengajaran Paulus, menegaskan bahwa arti dari
matinya manusia lama dan bangkitnya manusia baru bersifat supraindividu dan tidak
Paulus pakai dalam pengertian dua segmen dari satu pertobatan. Perjumpaan Yesus
dengan Paulus tidak sia-sia. Melalui Paulus, pemberitaan Injil dapat tersebar luas
diseluruh bangsa. Tujuan pekerjaan misi Paulus adalah menghasilkan pertobatan orang
Yahudi dan non-Yahudi pada iman kepada Yesus Mesias, Juruselamat dan Tuhan;
mengubah pola tradisional keagamaan, sikap sosial, dan etis, serta melakukan integrasi
dengan komunitas orang percaya. Paulus telah mempertahankan berhadapan dengan
semua sanggahan, bahwa tidak ada yang benar, seorangpun tidak, dan bahwa seluruh
dunia jatuh ke bawah hukuman Allah (Rm. 1:18-3:20).
Paulus berpendapat bahwa ketika orang Yahudi berpaling kepada Tuhan, Allah
mengangkat selubung yang telah menutupi mata mereka dan menghalangi mereka
memahami Kitab Suci yang menunjukkan Yesus dari Nazaret sebagai Juruselamat yang
di janjikan (2 Kor. 3:16). Mereka perlu mengembangkan suatu sikap pikiran yang
didasarkan pada suatu peristiwa yang terjadi dalam sejarah penebusan. Mati terhadap
dosa berarti merampas otoritas dosa itu.
Hal yang sama dikatakan tentang dunia, karena Paulus juga berbicara tentang orang-
orang Kristen yang telah mati bersama-sama Kristus dan bebas dari roh-roh dunia.
Orang percaya dalam konkretnya harus terus-menerus mengenakan Tuhan Yesus

40
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2 : Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan Kristen, ed.
Hendry Kusumawijaya, 17th ed. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 300
41
Herman Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama Theologinya, ed. Steve Hendra, 4th ed.
(Surabaya: Momentum, 2015). 53
Kristus (Rm 3:14). Hidup baru tidak hanya berarti telah bangkit bersama Kristus dan
berada dibawah pengaturan baru, tetapi juga pembaruan dari hari ke hari (2 Kor. 4:16).
Pemberitaan Injil dilakukan oleh Paulus yang dibantu beberapa rekan temannya,
seperti Barnabas, Timotius, Rasul Petrus, dan lainnya menghasilkan transformasi
Kristen secara cepat dan meluas. Ada buah-buah pelayanan Paulus yang di hasilkan,
diantaranya:
1. Iman jemaat yang dia bina semakin teguh dan kuat, salah satunya di Tesalonika.
“Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, uaha kasihmu dan ketekunan
pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa
kita” (1 Tes. 1:3). Pemberitaan Firman yang dilakukan Paulus sangat diterima
oleh jemaat, sehingga kehidupan jemaat menjadi kesaksian yang baik bagi orang
lain.
2. Memulihkan kehidupan orang yang jauh dari Tuhan atau mengalami pertobatan
yang dinamis. Seperti yang dikatakan Paulus di 1 Tes. 1:9 “berbalik dari
berhala-hala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar”.
Melalui tuntunan Roh Kudus, Paulus bisa memberitakan Injil dengan
menghasilkan buah yang maksimal.
3. Mengubah pola pikir/konsep orang Kristen Yahudi tentang keselamatan yang
mengatakan bahwa keselamatan didapat melalui nomisme/hukum perjanjian(Ef.
2:15). Sebab keselamatan hanya di dalam Kristus, sedangkan hukum Taurat dan
perjanjian yang mendasarinya tidak dapat menjadi sarana keselamatan (Ef. 2:8).
4. Berdirinya Gereja-gereja/komunitas Kristen. Paulus menekankan supaya setiap
jemaat yang percaya terus berkumpul dan bersekutu bersama untuk mendapat
pengajaran dan melakukan penyembahan. Sebab di komunitas inilah, Yesus
menjanjikan kehadiran-Nya (Mat. 18:20).
Buah penting pelayanan Paulus adalah pertobatan, disebabkan membawa sukacita
yang luar biasa (1 Tes. 1:5-6), yang tidak bisa dilakukan oleh eksistensi manusia tanpa
pimpinan Roh Kudus. Buah sukacita ini adalah realitas yang merupakan pengalaman
baru bagi kehidupan orang Kristen terkhususnya kepada orang non-Yahudi pada saat itu
(1 Tes. 13:48-16:34).

B. MEMBAYAR UTANG KEPADA ORANG YUNANI DAN NON-YUNANI


(ROMA 1:14-15)
Perasaan berutang merupakan ciri khas orang Kristen yang sejati menuju
kesempurnaan. Dalam Alkitab, kita melihat bahwa sebagai orang percaya memiliki
utang yang kepada diri sendiri, sesama, dan Allah. Apa yang di maksudkan Alkitab
tentang utang itu? Seperti yang di katakan Paulus di jemaat Roma: “Aku berhutang
baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani, baik kepada orang
terpelajar, maupun kepada orang tidak terpelajar” (Rm. 1:14). Artinya bahwa, sebagai
orang percaya, kita memiliki utang kemuliaan kepada Allah, utang kasih kepada
sesama, dan terlebih-lebih utang untuk memberitakan Injil.
Ketika Paulus berada di Roma, ia memberikan penjelasan mengenai Injil secara
menyeluruh dan mendefenisikan Injil sebagai kekuatan Allah, demikian juga saat
Paulus memakai kata “aku berhutang” dalam bahasa Yunani όφειλέτης (opheiletēs)
yang artinya “kewajiban” atau “keharusan” layaknya seperti orang berhutang seperti
Paulus berkata kepada jemaat di Galatia untuk ‘wajib’ mengikuti seluruh hukum Taurat
(Gal. 5:3). Sehingga Paulus menggunakan istilah ini beberapa kali di Kitab Roma, di
antaranya:
1. Paulus berhutang untuk memberitakan Injil kepada semua orang
2. Paulus tidak berhutang pada “kedagingan”
3. Berkewajiban untuk membantu Gereja induk di Yerusalem
Paulus tidak berhutang kepada mereka karena oleh mereka meminjamkan sesuatu
kepadanya. Maksudnya ialah berkewajiban untuk melayani mereka, karena dia sudah
dipanggil oleh Tuhan Allah untuk menjadi rasul bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Yunani dan bukan Yunani membagi bangsa-bangsa non-Yahudi menjadi dua
golongan. Dalam golongan Yunani bukan hanya penduduk negeri Yunani yang
sebenarnya, jadi orang Atena, Korintus, dan termasuk juga semua penduduk kekaisaran
Romawi yang berbahasa Yunani dan yang dengan demikian telah menerima
kebudayaan Yunani (helenistis). Dalam hal ini, Paulus sendiri menggolongkan jemaat
di Roma, sebagai ‘orang-orang Yunani’; bahkan suratnya kepada mereka tertulis dalam
bahasa Yunani.
Paulus menyadari bahwa Injil tidak mengindahkan perbedaan dan pertentangan di
antara manusia, karena Injil hanya mengenal manusia yang terasing dari Tuhannya (1
Kor. 1:24-25), termasuk kemegahan golongan apapun tidak menjadi tempatnya di
hadapan Injil (1 Kor. 1:26-29). Namun, dalam hal penyampaian Injil, Paulus
menggunakan metode dan membedakan beberapa golongan sesuai dengan tingkat
pendengarnya, seperti orang yang terpelajar dan tidak terpelajar. Contoh pidatonya bagi
yang terpelajar di Areopagus (Kis. 17:28), sedangkan orang yang tidak terpelajar seperti
di dalam 1 Kor. 2:4.
Dengan perkataan lain, Paulus bersedia menjadi pembicara di kota besar, dan ia juga
bersedia melayani didesa terpencil yang berpenduduk petani bahkan yang buta aksara
sekalipun.
a. Yahudi dan Yunani
Surat-surat Paulus dan kerygma (berita orang Kristen mula-mula dan asas-asas dasar
untuk Teologi)42 sudah banyak yang di tafsirkan oleh religionsgeschichitliche43 sekitar
abad ke-19 atau awal abad ke-20. Jika sebelumnya, motif pengajaran Paulus beragam
dan dipahami secara literatur dan pemahaman dunia (seperti antithesis roh-daging),
menjadi berubah dari periode Helenistik, scara khususnya yaitu religi sinkretisme yang
muncul karena pengaruh religiositas timur dan barat.
Munculnnya agama-agama misteri ini kurang lebih diawal era Kristen, yang
mendominasikan pemikiran dan gagasan Timur bersifat mistik, transenden dengan
perpaduan religious Barat yang membuat agama ini membumi dan konkret. Pada saat
kehidupan religious Barat mulai melemah, gagasan dan pemikiran dari Timur
mempengaruhi zaman dengan strategi mencari kepuasan yang lebih dalam dan
kelepasan dari keterbatasan eksistensi manusia yang terikat oleh waktu.

42
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Lama 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika, ed. Staf Redaksi BPK
Gunung Mulia, 16th ed. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016). 388
43
Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. 11
Agama misteri ini memiliki mitos-kultus, yaitu mereka memiliki ilah tersendiri
untuk di sembah oleh kultus itu. Beragam mitos kultus yang kemudian bersatu dengan
yang lain dan kekuatan ini mereka manfaatkan untuk menyebarluaskan pelaksanaan
kultus tersebut. Tindakan sacramental, dan khususnya pendekatan mistis kepada Ilah
menjadi pusat agama misteri ini. Untuk hal ini, penulis mencoba mengaitkan sebagian
dengan apa yang khas dalam pengajaran dan agama Paulus yang di pakai untuk
menafsirkannya. Sering muncul konsep sakramen Paulus bersifat realistik, yang Paulus
ambil dari agama misteri, seperti halnya yang di tunjukkan dalam 1 Kor. 15:29 tentang
baptisan bagi orang mati.
Paulus sedang menyoroti praktek beberapa jemaat di Korintus yang memberi diri
untuk dibaptis bagi orang yang meninggal. Namun hal ini, Paulus menolak dan
membantah hal tersebut, karena setelah di tafsir lebih dalam lagi oleh para teolog 44
tentang hal itu menunjukkan bahwa teks dalam 1 Kor. 15:29 bukan sebagai baptisan
bagi orang yang sudah meninggal, tetapi untuk menggantikan orang yang meninggal.
Artinya, mereka dibaptis bukan demi kepentingan orang yang sudah meninggal, etapi
untuk menyaksikan iman orang percaya yang belum dibaptis (yang meninggal secara
mendadak), dengan tujuan sebagai menjadi saksi bagi iman orang percaya yang
bersangkutan pada waktu kebangkitan nanti.
Berdasarkan hal tersebut di atas, para teolog menelusuri sejarah agama yang
melatarbelakangi pengajaran Paulus dengan dimulai mencari wilayah atau tempat dari
awal mulanya agama misteri ini. Para teolog mencari dan mengkaitkan antara Paulus
dan Helenisme dalam sifat umum dan kehidupan religious saat ini, dan mereka melihat
Gnostisisme sebagai penentu utama bagi dunia gagasan ini. Gnostisisme merupakan
bidat yang muncul di abad ke-2 yang berakar dari gagasan Pra-Kristen, sebagian besar
berasal dari Yunani dan dunia Timur. Gnostisisme ini di anggap mempengaruhi
pemikiran Paulus secara umum dan pemikirannya tentang Kristologi secara khusus,
baik dalam pengertian positif dan negatif. 45 Ini yang menjadi dasar penulis untuk
mencari penjelasan unsur-unsur pengajaran Paulus yang tidak di temukan
kesejajarannya dengan tradisi gereja Palestina mula-mula.
Untuk menelusuri perkembangan pengajaran Paulus, terlebih dahulu kita harus
mengetahui metode penafsiran Injil yang di gunakan oleh Paulus yaitu metode
Eskatologis. Tanpa pengaruh radikalnya, seluruh sejarah yang mengikutinya, bahkan
metode interpretasi sejarah agama hari ini, tidak dapat di mengerti.
1. Yahudi
Bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan, umat Allah 46. Hukum Taurat dan sunat
merupakan tanda pemilihan itu. Pemilihan ini diawali dengan perjanjian Allah dan
Abraham yaitu keturunannya akan mewaisi tanah “dari sungai Efrat” (Kej. 15:18). Sifat
perjanjian Allah sedemikian rupa, sehingga mengundang kewajiban-kewajiban
disamping berkat-berkat. Khususnya sunat adalah cara yang ditentukan Allah agar tetap
berada di bawah perjanjian itu (Kej. 17:19; 14).
Yudaisme senantiasa di tandai dengan kewajiban-kewajiban dalam kehdiuoan
sehari-hari untuk memenuhi syarat-syarat yang tercakup dalam perjanjian Allah. Cerita
perjanjian Allah tidak hanya diperingati secara mental, orang-orang Yahudi juga ingat
syarat-syaratnya dan mereka mendapat bagian dalam berkat Allah yang akan datang.

44
Max Isaac Dimont, Yahudi, Tuhan, Dan Sejarah, ed. Muhammad Ali Fakih, 1st ed. (Jogjakarta:
IRCiSoD, 2018). 5
45
Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. 17
46
End, Surat Roma. 5
Inilah aksioma (kebenaran tanpa pembuktian) antara perjanjian Allah dengan ketaatan
bangsa Israel.47
Tetapi tampaknya bangsa Israel tidak kooperatif dan bahkan sering tidak merespon
dengan positif akan pemilihan tersebut48. Hal ini yang menjadi tujuan utama dan
keprihatinan Paulus terhadap bangsa Yahudi, tampak jelas dalam Roma 9-11 sebagai
penolakan Allah atas umat Yahudi yang bertentangan dengan janji-janji-Nya, di mana
umat Yahudi memilih jalan perbuatan daripada jalan iman. Itu adalah kesalahan bangsa
Israel sendiri.
Murka dan penolakan Allah kepada bangsa Israel tidaklah final, justru dibalik
penolakan orang Yahudi pada saat ini sebenarnya menjadi bagian rencana Allah agar
orang-orang dari semua bangsa akhirnya diselamatkan. Disebabkan Allah yang telah
memberikan janji itu kepada bangsa Israel, maka Allah pasti mewujudkannya atau tidak
memungkiri janji tersebut walaupun bangsa Israel menolak Kristus.
Allah mengutus Paulus untuk melanjutkan misi ke bangsa Yahudi yang masih
memegang erat Hukum Taurat dan menanti kedatangan mesias yang lain. Perdebatan
antara Paulus dan dengan orang Yahudi lebih mengarah kepada orang-orang kafir di
Gereja. Akan tetapi, hal demikian orang Yahudi menolak Paulus dengan berbagai
alasan49, yaitu:
a. Paulus mengabarkan berita keselamatan tanpa hukum Taurat (Rm. 3:21) yang
beranggapan bahwa kebenaran di luar hukum Musa bukanlah kebenaran sejati,
sebab tidak mengindahkan kebenaran perintah Tuhan
b. Kebenaran tanpa hukum Taurat membatalkan hukum Taurat, karena hal ini bisa
membuat janji Allah terlepas dari bangsa Israel. Orang Kristen anggota Gereja
tidak berhak menyebut diri anak-anak Abraham (Rm. 4:13), hanya orang
Yahudilah yang boleh di sebut anak-anak Abraham
c. Allah yang di beritakan Paulus, yaitu Allah yang menganugerahkan keselamatan
berdasarkan iman dan bukan berdasarkan hukum Taurat, adalah Allah lain dari
Dia yang telah mengikat perjanjian dengan Israel dan yang menjadikan Israel
sebagai umat-NYa. Allah-nya Paulus tidak dapat diandalkan, tidak setia, bahkan
allah yang sewenang-wenangnya, sebab ia menolak umat yang telah dipilihnya
sendiri. Alasan dan tuduhan ini dikemukakan dalam surat Roma 3:1-8; 31a; 6:1;
7:7; 9:6; 11; dan Gal. 2:17; 3:21.
Dengan keberadaan hukum Taurat, bangsa Israel tidak sampai pada kekudusan
Allah dan dalam kekerasan akal budi, mereka tidak sanggup lagi menemukan bahwa
untuk berelasi dengan Allah, mereka harus hidup dalam anugerah-Nya bukan dari
perbuatan (2 Kor. 3:12). Karena itu, pelaksanaan Taurat yang berlangsung di bawah
cahaya kemuliaan Allah menjadi pelaksanaan kematian dan penghukuman. Tekanan
bergeser terus sesuai dengan arah serangan atau pembelaan.
Dalam semua ini, Paulus tidak berdiri di luar Perjanjian Allah tetapi terus kembali
kepada hukum-Nya dan peraturan Allah, dan juga berdiri dalam tradisi sejarah dan
nubuatan perjanjian lama terhadap bangsa Yahudi. Saat Yudaisme terus mengacu
kepada hak istimewa yang Israel terima sebagai umat Allah melalui Taurat, Paulus tidak
membantah hal ini, tetapi meluruskan dan menegaskannya dalam berbagai cara (Rm.

47
Bruce Chilton, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula, ed. Staf Redaksi BPK Gunung Mulia, 6th ed.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012). 129
48
Institut Agama, Kristen Negeri, and Iakn Tarutung, “ISRAEL BARU ( Interpretasi Kritis Atas
Teologi Paulus Tentang Israel Di Dalam Roma 9 : 6-8 Dan 11 : 23-24 )” 3, no. 1 (2019): 673–687.
49
End, Surat Roma. 7
3:1; 9:4). Paulus menentang ketika hak istimewa dari perjanjian Allah dijadikan dasar
bagi kemegahan daging dan sarana untuk mendapatkan kebenaran di hadapan Allah.
Untuk melawan hal ini ia menyusun sejarah dan nubuat Israel dalam berbagai cara,
sehingga ia dapat menyatakan bahwa Taurat bukan menghidupkan tetapi menjadi
kematian bagi bangsa Israel.50 Motif sejati dan terdalam dari apa yang Paulus katakan
tentang Taurat dan pernyataan Allah dalam perjanjian Lama tidak mengizinkan umta-
Nya untuk menegaskan kontradiksi, melainkan keharmonisan Paulus juga mengerti
bahwa dirinya sepenuhnya konsisten terhadap
Taurat dan nabi-nabi dalam antitesisnya dengan Yudaisem, sehingga sampai pada
rumusan agung dan positif yaitu pernyataan kebenaran Allah oleh iman, di luar ketaatan
kepada Tuarat (Rm 1:17; 3:21).
2. Yunani
Paulus tiba di Athena setelah meninggalkan Berea (Kis. 17:14). Kota Athena
merupakan ibukota Yunani. Ketika Paulus sampai dan tiba di kota ini, hatinya sangat
sedih dan menangis karena di mana kota ini tempat budaya yang tertinggi sekarang
penuh dengan patung-patung berhala (Kis. 17:16). Di Athena, ada sebuah tempat
khusus untuk memuji dan menyembah para dewa dan mereka menyebutnya “allah yang
tidak dikenal”,51 inilah yang menyebabkan hati Paulus demikian sedih.
Paulus mengerti dan paham apa maksud Tuhan dalam dirinya untuk sampai di kota
Athena, dia tidak rela dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa Allah yang
memberikan anugerah dikhianati oleh manusia dan berpaling kepada ilah-ilah lain.
Itulah yang mendorong Paulus untuk berbicara, berdiskusi bahkan berdebat dengan
orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah di Agora (tempat
pertemuan)52. Di tempat ini Paulus berjumpa dan berdebat dengan beberapa ahli pikir
dari golongan Epikuros dan Stoa yang membahas tentang Injil dan kebangkitan (Kis.
17:18). Pada kesempatan saat itu, Paulus mendapat kesempatan untuk bebicara dan
menjelaskan tentang Injil di sidang Areopagus dan memenangkan beberapa orang di
kota Atena (Kis. 17: 19-34). Setelah itu Paulus meninggalkan kota Atena lalu pergi
menuju kota Korintus (18:1).
Paulus mengajar mereka mengatasnamakan Allah dan didasarkan dengan Alkitab,
berbeda dengan ajaran lain yang berada di kota Athena. Ada dua kelompok yang
pengajar populer pada saat itu yaitu, kelompok Epikuros dan Stoa (Stoisisme). 53
Mereka mengajari orang-orang Athena dengan berdiskusi, sama seperti yang Paulus
lakukan. Ajaran Epikuros tentang kenikmatan hidup, sedangkan Stoisisme mengajarkan
penguasaan diri, mengalahkan emosi, dan tunduk pada akal sehat. 54 Walaupun mereka
sudah menanamkan ajaran mereka kepada orang Athena, Paulus tidak tinggal diam. Dia
berusaha untuk mengembalikan keadaan dan ingin orang-orang Athena kembali ke jalan
yang benar. Areopagus adalah tempat orang-orang penting untuk berpidato atau
menyampaikan sesuatu, dan hal ini sudah lumrah di kota Athena.

50
Ridderbos, Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. 159
51
Heryanto and Sawaki, Menerapkan Strategi Penginjilan Paulus Dalam Kisah Para Rasul 17:16-
34 Pada Penginjilian Suku Auri, Papua, vol. 6, p. . 3
52
Bruce Chilton, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula. 137
53
Erwin Adi Putranto, Seri Peradaban Besar Dunia: Yunani Kuno, ed. Ade & Inung, 1st ed.
(Semarang: ALPRIN, 2008). 5
54
Ernest A Gardner, Agama Dan Seni Di Yunani Kuno, ed. Era Ari Astanto, 1st ed. (Yogyakarta:
BASABASI, 2021). 17-19
Orang-orang teolog Kristen meminta Paulus untuk berpidato di Areopagus (Kis.
17:19-20) bukan karena menjadi saingan atau mengajar yang paling populer pada waktu
itu yaitu ajaran Epikuros dan Stoisisme. Karena orang-orang percaya bahwa ajaran
Paulus berbeda, belum pernah di dengar dan berasal dari Allah, disebabkan dia dikenal
sebagai Rasul.
b. Memberitakan Injil Kepada Orang Yahudi Dan Non-Yahudi
Pembelajaran yang sangat berharga dari berbagai pengalaman pelayanan penginjilan
Rasul Paulus, di mana ia dapat membangun gereja di Galatia, Makedonia, Akhaya, dan
Asia selama sepuluh tahun. Rasul Paulus bersemangat dalam memberitakan Injil karena
ia beranggapan bahwa Injil itu adalah kekuatan Allah (Rm. 1:16). Artinya, ia percaya
bahwa ketika berita Injil di sampaikan, Injil itu tidak kembali dengan sia-sia. Karena
Injil itu adalah kekuatan Allah, Rasul Paulus tidak malu memberitakannya.
Paulus memberitakan kabar keselamatan tentang Yesus, Juruselamat kepada
pendengar Yahudi dan non-Yahudi (1 Kor. 9:19-23). Seperti halnya Tuhan berurusan
dengan orang Yahudi terlebih dahulu (Rm. 1:16; 2:9 – 10; 9-11), Paulus pun demikian.
Karena orang Yahudi dan Yunani berada di bawah kuasa dosa serta membutuhkan
pengampunan, keselamatan, dan pendamaian dengan Allah (Rm. 3:9) dan tidak ada
perbedaan antara orang Yahudi dan Yunani berkenaan dengan status mereka di hadapan
Allah yang adalah “Tuhan dari semua orang, murah hati bagi semua orang yang
berseru kepada-Nya” (Rm. 10:12), orang Yunani juga perlu mendengar kabar yang
menyelamatkan dari Yesus Kristus.
Memang Paulus sadar bahwa orang percaya selalu tergoda untuk merasa malu
terhadap Injil Kristus, sebab dari segi pandangan manusia, Injil Kristus tidak
membanggakan. Raja kita di bunuh dengan sebuah salib, suatu berita yang amat hina.
Memberitakan Allah, suatu berita yang mudah dicemooh. Tidak hanya di jaman
sekarang, tetapi masalah ini telah ada dan di hadapi dalam Markus 8:38; 1 Korintus
1:18, dan 2 Timotius 1:8.55
Dalam Roma 9:4-5 menggambarkan orang Yahudi (di sebut Israel) sebagai umat
yang di angkat anak oleh Allah. Mereka adalah umat yang telah melihat kemuliaan
Allah di Sinai, dan yang menerima perjanjian Allah secara berulang-ulang. Tetapi
Paulus menyatakan bahwa kebebasan Allah tidak mengurangi kesetiaan-Nya, terutama
kepada orang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.
Setelah Kristus datang kedunia, maka tanda pemisahan antara sunat dan hukum
Taurat di tiadakan, orang Yahudi dan non-Yahudi bersama-sama menjadi umat Allah,
yang di karuniai roh Allah dengan jati diri mereka di simbolkan dengan baptisan.
Keyakinan Paulus, kesatuan di dalam Tuhan terwujud dalam pemberitaan Injil dalam
lingkungan orang Yahudi mapun orang Kafir. Inilah yang menjadi sebab Paulus
terpanggil untuk menunanikan tugas pemberitaan Injil itu, khususnya bagi bangsa-
bangsa non-Yahudi.
Penjelasan Paulus tentang tugas misinya berfokus pada pemberitaan Injil sebagai
tujuan utama. Jika hal demikian, mengapa orang Yahudi menolak pemberitaan Injil
yang di lakukan oleh Paulus? Berikut beberapa alasan orang Yahudi dan kaum Yudais
menolak ajaran Paulus56, yaitu:
1. Paulus mengabarkan berita keselamatan tanpa hukum Taurat, orang Yahudi
beranggapan bahwa kebenaran di luar hukum Taurat bukanlah kebenaran sejati
sebab tidak mengindahkan perintah-perintah Tuhan
55
Dave Hegelbebrg, Tafsiran Roma Dari Bahasa Yunani (Bandung: Kalam Hidup, 1998). 25
56
End, Surat Roma. 7-8
2. Kebenaran tanpa hukum Taurat membatalkan hukum Taurat, Kitab Suci. Tanpa
hukum Taurat sama halnya Injil terlepas dari janji Allah kepada bangsa Israel.
3. Allah yang di beritakan Paulus, yaitu Allah yang menganugerahkan keselamatan
berdasarkan iman dan bukan berdasarkan hukum Taurat, adalah Allah yang lain
dari Dia yang telah mengikat perjanjian dengan Israel dan menjadikan Israel
sebagai umat-Nya. Allahnya Paulus itu tak dapat di andalkan, tidak setia,
bahkan adalah allah yang sewenang-wenang, sebab ia menolak umat yang telah
dipilihnya sebelumnya (Rm. 9:6, 14, 19). Tuduhan dan alasan ini di ungkapan
dalam Roma 3:1-8, 31a; 6:1; 7:7; 11:1a; Gal. 2:17; 3:21.

C. Menaklukan Bidat-Bidat Dalam Kalangan Orang Kristen


Melalui sejarah Gereja, kehidupan orang Kristen jelas menghadapi ancaman musuh
dari dua arah. Arah pertama adalah dari luar dan yang kedua adalah dari dalam.
Ancaman dari luar berbentuk nyata seperti penganiyaan, pembunuhan, penghancuran,
pengrusakan dan sebagainya terhadap orang Kristen dan gereja. Sedangkan ancaman
dari dalam adalah ancaman yang sulit di duga, karena ia di bagaikan musuh dalam
selimut yang tanpa di sadari akan membawa efek fatal bagi iman kepercayaan Kristen
Ortodoks. Ancaman ini berbentuk ajaran-ajaran (doktrin) yang menyesatkan atau bidat-
bidat yang menyelewengkan ajaran murni Alkitab.
1. Defenisi Alkitab Tentang Bidat Dan Asalnya
Bidat di dalam Gereja Kristen adalah mereka yang percaya kepada Yesus sebagai
Juruselamat mereka tetapi tidak kepada Firman Kebenaran di dalam Injil. 57 Bidat
(Bahasa Inggris: Heresy, Yunani: Hairesis) muncul 9 kali dalam Perjanjian Baru. 58
Menurut Louis Berkhof, bidat di tinjau dari sudut historis adalah persekutuan Kristen
(yang kecil) yang dengan sengaja memisahkan diri dari Gereja besar dan ajarannya
menekankan iman Kristen secara berat sebelah, sehingga teologi dan praktik
kesalehannya pada umumnya membengkokkan kebenaran Injil.59 Bagian kebenaran
yang mereka pegang di aduk dengan kesalahan, karena itu sangat berbahaya; bidat-bidat
sangat berhasil mengelabui banyak orang benar. Paulus berkata “Karena akan datang
waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat…” (2 Tim. 4:3). Di dalam
Yohanes 3:16 menyatakan kehendak Allah untuk percaya kepada Yesus Kristus
sepenuhnya membasuh segala dosa dunia dengan baptisan dan darah-Nya di Kayu Salib
untuk menjadikan manusia menjadi anak-anak Allah.
Apakah Yesus sungguh-sungguh menyelamatkan manusia dari dosa hanya melalui
Darah-Nya di Kayu Salib? Tetapi saat ini, kebanyakan orang Kristen percaya bahwa
mereka bisa di selamatkan hanya dengan percaya Kayu Salib Yesus, dan mengabaikan
baptisan-Nya. Saat orang Kristen berpikir seperti ini, roh jahat mengambil kesempatan
dan beperan dalam kehidupan orang Kristen untuk menyangkal Allah dan ini sudah ada
sejak Adam dan Hawa. Dengan cara yang sama roh jahat akan menggoda siapa saja
yang menerima dustanya sebagai kebenaran, dan menawan mereka dalam bidat dan
tidak menginjinkan mereka belajar kebenaran.
Ini sama seperti pekerjaan dosa dari Raja Yerobeam saat memerintah Kerajaan
Israel Utara, di mana Bait Allah di ubah tata cara pengorbanan yang di berikan kepada

57
Paul C. Jong, Kembali Kepada Injil Air Dan Roh, ed. Smashwords, 1st ed. (Seoul, Korea:
Hephzibah Publishing Houses, 2004). 4
58
https://id.scribd.com/document/343825014/Bidat di akses pada tanggal 16 Juni 2021
59
Louis Berkhof, Teologi Sistematika Vol 5: Doktrin Gereja, ed. Rudy Hartono & Hendry
Ongkowidjojo, 10th ed. (Surabaya: Momentum, 2014). 5
Allah bagi penebusan mereka. Ia membuat patung anak lembu emas dan memaksa
rakyatnya untuk memujanya, membawa kekristenan kepada agama Bidat. Ia
menyelenggarakan hari raya bagi bangsa Israel dengan tanggak yang di pilihnya sendiri,
seperti hari raya yang di Yehuda. Ini mulanya ajaran bidat masuk dalam kehidupan
orang Kristen.
Munculnya bidat di dalam kalangan orang Kristen di latarbelakangi adanya berbagai
aliran Gereja yang muncul karena beberapa aliran Gereja tidak mencerminkan sumber
kebenaran yang sesungguhnya.60 Penyebab beberapa aliran di gereja munculnya ajaran-
ajaran yang sesat di dalam Gereja, seperti penekanan terhadap doktrin tertentu
(khususnya Kristologi), pengaruh ajaran yang tidak Alkitabiah, dan lain sebagainya.
2. Bidat Dalam Perjalanan Misi Paulus
Pemikiran dan pemahaman Paulus tentang Teoogi sangat mendalam sekali, sehingga
teologinya Paulus berakar dan terus hidup sampai pada saat ini. Salah satu ajaran
Paulus yang selalu di tekankan adalah tentang pembenaran oleh iman 61 dan keteguhan
jemaat terhadap Kristus, agar tidak mudah digoyahkan oleh ajara-ajaran sesat. Salah
satu contoh ajaran sesat yang telah masuk kedalam kehidupan orang Kristen yaitu pada
saat Paulus menulis surat ke Jemaat Korintus yang di bantu oleh Timotius dan Titus,
ajaran sesat telah memasuki lingkungan jemaat yang menggoyangkan iman mereka.
Ada pertentangan antara dukungan satu pihak dan dukungan pada pihak lain bagi
Paulus sebagai penulis surat-surat pastoral, di tengah jemaat muncul teori sebagai
berikut: seorang tokoh gereja yang hidup pada awal abad ke-2 dan yang tidak diketahui
identitasnya, ingin menyempurnakan kedudukan gereja terhadap aliran sesat dan untuk
hal itu ia berusaha untuk menetapkan peraturan-peraturan gereja dengan wibawa rasul
Paulus62
Disetiap perjalanan misi Paulus, selalu diselingi dengan ajaran-ajaran sesat di
tengah-tengah jemaat, hal ini yang membuat Paulus kuatir dan bimbang terhadap iman
jemaat, sehingga ia mengirim surat dan bahkan langsung mengunjungi jemaat untuk
memperkokoh iman jemaat. Ajaran sesat sangat berbahaya, sebab menyimpang dari
kebenaran yang sebenarnya, seperti yang di katakan oleh Soerdamo bahwa: “Ajaran
sesat adalah pandangan atau cara berpikir yang bertentangan dengan ajaran-ajaran
Alkitab”63. Meski banyaknya ajaran-ajaran sesat di tengah-tengah jemaat, Paulus juga
tidak henti-hentinya untuk menekankan pemberitaan para rasul mengenai Yesus Kristus
yang telah bangkit.
Berikut ini beberapa ajaran sesat yang berada di tengah-tengah jemaat selama
Paulus melakukan penginjilan, di antaranya:
a. Di jemaat Kolose, Paulus mendapat informasi bahwa di jemaat ada guru-guru
Palsu yang mengajar ajaran-ajaran yang salah. Mereka mengajarkan kepada
jemaat bahwa untuk mengenal Tuhan dan di selamatkan dengan sempurna,
mereka di perintah untuk menyembah roh-roh yang menguasai dan memerintah
alam semesta ini64 dan menekankan supaya jemaat di Kolose untuk taat
menjalankan peraturan-peraturan sunat, pantangan dan lain sebagainya
60
J S Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja, ed. Staf Redaksi BPK Gunung
Mulia, 8th ed. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995). 2
61
Warseto Freddy Sihombing, “Sejarah Penafsiran Ajaran Paulus Mengenai Pembenaran Oleh
Iman,” Jurnal Teologi Cultivation 4, no. 1 (2020): 135–175. 1
62
R. Budiman, Tafsiran Alkitab: Surat-Surt Pastoral I & II Timotius Dan Titus, ed. Staf Redaksi
BPK Gunung Mulia, 10th ed. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008). 1
63
R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, ed. Staf Redaksi BPK Gunung Mulia, 15th ed. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009). 275
b. Di jemaat Tesalonika, khususnya surat Paulus yang kedua di jemaat Tesalonika
di mana ia berhadapan langsung dengan bidah (2 Tes. 2:2) yang menyampaikan
ajaran sesat. Ajaran tersebut mengajarkan tentang tidak memperhatikan
kesucian tubuh (sarx, “daging”) karena menganggap diri telah disempurnakan
dalam roh. Hal ini membuat jemaat senang dan kurang memperhatikan
ketertiban.
c. Di jemaat Galatia juga di kacaukan dengan ajaran sesat saa hangatnya
permasalahan orang Yahudi pada saat itu. Ajaran sesat di Galatia mengajarkan
jemaat bahwa untuk mendapatkan keselamatan harus dikerjakan dengan menaati
Hukum Taurat65, dan hal ini sengaja di lakukan oleh pengajar sesat tersebut
supaya jemaat di Galatia membenci Paulus dan menolak kerasulannya.
d. Jemaat di Korintus, khususnya surat Paulus yang kedua di Korintus. Di sini
terjadi pertikaian antara Paulus dan golongan orang yang memfitnahnya 66, dan
sekaligus mengajarkan dan memberitakan Yesus yang lain.
Ajaran-ajaran sesat di dalam Gereja sudah ada sejak zaman Paulus dan Yohanes,
setelah Kristus naik ke Surga dan akan terus berlangsung sampai pada akhir zaman.
Oleh karena itu, kita sebagai orang percaya tidak perlu kaget dan terkejut dengan
adanya pengajar-pengajar sesat berada di sekitar kita. Maka daripada itu, Firman Tuhan
selalu mengingatkan kita untuk waspada, memperkokoh iman dan selalu hidup dalam
persekutuan dengan Tuhan.
3. Strategi Paulus Menaklukan Bidat
Ajaran sesat ditengah-tengah orang percaya semakin meningkat dan tersebar luas,
hal ini sudah berlangsung sejak lama. Penyebaran bidat-bidat ini bukan hanya
dikalangan masyarakat umum, bahkan terjadi juga dikalangan pendidikan maupun
keagamaan. Tidak bisa dipungkiri jika ajaran sesat ini cepat menyebar, disebabkan
ajaran ini menyenangkan dan menuruti kedagingan manusia dan ajaran sesat ini hanya
akan membawa orang percaya untuk tidak mencapai tujuan iman yang sebenarnya yaitu
Yesus Kristus.
Sejak zaman para rasul, ajaran sesat sudah berupaya untuk menghancurkan dan
merusak kepercayaan orang Kristen dengan mengajarkan ajaran lain selain ajaran yang
berlandaskan Alkitab, dan para pengajar sesat mengatasnamakan diri mereka sebagai
utusan Allah (2 Kor. 2:17). Hal ini tidak bisa dibiarkan oleh Paulus yang merupakan
salah satu perintis gereja dan iman jemaat. Dengan berbagai cara dan strategi yang
Paulus lakukan untuk menaklukan bahkan menghapus ajaran-ajaran sesat/bidat ini
ditengah jemaat, salah satunya adalah ia memberi perintah kepada muridnya Timotius
supaya tetap berada ditengah-tengah jemaat Efesus demi menjaga kemurnian ajaran
yang ada di jemaat Efesus.
Kemiripan antara ajaran sesat dan ajaran sehat (berdasarkan Alkitab)
membingungkan anggota jemaat dalam menyikapi hadirnya bidat yang mengarah
kepada menurunnya iman. Untuk mencegah hal ini, hal dasar yang menjadi
pertanyaannya yaitu, bagaimana sikap sebagai orang percaya/Kristen mencegah dirinya
dari ajaran sesat? Upaya pencegahan ajaran sesat ini bukan hanya di lakukan pada
zaman sekarang tetapi sudah di upayakan sejak gereja mula-mula, termasuk Paulus yang

64
E. F. Scott, The Moffatt New Testament Commentary: The Epistle to The Colossians (London:
Hodder And Stoughton, 1930). 3
65
W. R. F Brwon, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002). 114
66
John Drane, Memahami Perjanjian Baru. 360
telah merancang sedemikian strategi untuk melenyapkan ajaran-ajaran palsu ditengah-
tengah jemaat.
Dalam hal ini Gereja tidak sekedar memberikan indikasi, tetapi harus menyatakan
hakikatnya yang penuh kuasa yang bersumber dari Kristus sebagai pusatnya. Artinya
bahwa mendorong jemaat untuk mengikuti pemimpin masing-masing seperti yang di
lakukan oleh Paulus dengan mengirim surat kepada jemaat melalui muridnya bahkan ia
mengunjungi langsung untuk memastikan keadaan dan iman jemaat yang sudah ia bina
untuk percaya kepada Kristus. Menyadari dirinya sebagai gereja dapat menandakan
dirinya sebagai kredibel67 dengan iman yang hidup.
Surat-surat Paulus berisikan ajaran, perintah, nasehat, dan himbauan untuk tetap
bersatu dan hidup dalam Kristus,68 Paulus memberikan sikap yang tegas dan jelas
terhadap segala penyelewengan dan penyimpangan dari ajaran yang benar. Upaya
selanjutnya untuk menaklukan bidat yaitu pengajaran “the rule of faith” tentang ajaran
yang langsung tertuju kepada Tuhan atau yang di anggap penting.
Pengajaran ini sangat efektif dan mudah menolak ajaran-ajaran sesat di tengah
jemaat dan mendefenisikan iman seperti pengakuan iman rasuli, pengakuan Nicea,
pengakuan Kalsedon, dan pengakuan Atanasius. Amanat Agung merupakan pokok
penting dalam penginjilan dan pemuridan, sehingga mendapat hasil dan dapat
memperoleh keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus (2 Kor. 3:18). Model misi ini
Paulus lakukan dari gaya dan bercemin dari cara Yesus penginjilan yang menembus
berbagai suku bangsa.69

BAB IV
RELEVANSI MOTIVASI PAULUS BAGI HAMBA TUHAN
MASA KINI

A. HAMBA TUHAN MENTUNAIKAN TUGAS PANGGILAN


Sebagai hamba Tuhan perlu memahami tentang nilai-nilai kebenaran dan cara
beretika yang baik sebelum melangkah lebih jauh. Hamba Tuhan yang memiliki
pemahaman secara benar dan mempraktekannya dengan baik dan berhasil maka akan
mencapai tujuannya dalam melayani70. Secara umum dalam kehidupan seorang hamba
Tuhan sering dijumpai pengakuan hamba-hamba Tuhan sebagai seorang yang takut
Tuhan, namun kenyataannya tidak menjadi suatu jaminan bahwa ia benar-benar sudah
67
Yakob Tomatala, Teologi Misi, ed. Gilbert P.I.T, 1st ed. (Jakarta: YT Leadership Foundation,
2003). 176
68
A. Simajuntak, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3: Matius-Wahyu, 2nd ed. (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1982). 597
69
Jonar Situmorang, Strategi Misi Paulus: Mengulas Kontekstualisasi Paulus Dalam Pelayanan
Lintas Budaya, ed. Tri Widyatmaka, 1st ed. (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2020). 29
70
Joko Sa ntoso, “Pelayanan Hamba Tuhan Dalam Tugas Penggembalaan Jemaat,” Teologi
(n.d.).2.
menguasai dirinya. Penguasaan diri seorang hamba Tuhan dapat dilihat dari gaya
kehidupannya sehari-hari, hal ini dapat disadari bahwa seorang hamba mempunyai
tugas dan tanggung jawab untuk menjadi teladan yang mencerminkan karakter Kristus71.
Sebagai seorang hamba Tuhan bukan hanya dituntut untuk dapat memenuhi
kebutuhan spritualitas jemaat tetapi juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan lain dari jemaatnya, hamba Tuhan hendaklah bersungguh-sungguh dalam
melayani jemaat, hamba Tuhan tidak boleh tawar hati dan mengambil keputusan untuk
mundur dan meninggalkan pelayanan. Tantangan yang dihadapi seorang hamba
tidaklah mudah yang dimana menghadapi situasi atau hal-hal yang akan menimbulkan
masalah, keterlambatan, atau tidak tercapainya sebuah tujuan72.
Kesuksesan pelayanan hamba Tuhan tidak didapat hanya melalui kualitas diri
dan hubungan sosial yang baik, sebab pelayanan yang baik, maju, dan berkembang
seharusnya memiliki mentor. Disebabkan tugas dan tanggung jawab seorang hamba
Tuhan tidaklah mudah, karena tugas mereka membawa dan membimbing orang-orang
datang kepada Kristus, Jesse Miranda mengatakan bahwa “tugas dan tanggung jawab
yang diberikan Kristus kepada gereja untuk membangun dirinya bukanlah tugas yang
mudah”73.
Kepribadian sebagai hamba Tuhan harus mencerminkan dan meneladani
kepribadian Yesus Kristus, berarti siap meninggalkan dunia lama dan kedagingannya.
Pertobatan adalah dasar yang paling utama sebgai hamba Tuhan dan menerima Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, itu adalah syarat mutlak dan tidak dapat
direduksi (tawar menawar), dan pengalaman lahir baru (Yoh.3:1-21) 74. Salah satu bukti
terpanggil menjadi hamba Tuhan, bisa dilihat dalam Perjanjian Lama yaitu Abraham. Ia
terpanggil menjadi hamba Tuhan ketika ia masih berada di Ur-Kasdim (Kej.11:31),
pengalaman Abraham terpanggil menjadi seorang hamba Tuhan ketika ia harus
meninggalkan tanah kelahirannya dan mengikuti perintah Tuhan untuk pergi ke tanah
Kanaan dan hal ini Abraham tidak mengetahui letak secara geografisnya (Kej.12:1-9).
Tugas dan tanggung jawab hamba Tuhan dalam menyelesaikan pelayanan
mencangkup beberapa bagian:
1. Mengajarkan Firman Tuhan
Pemberitaan injil memang poin utama dalam pekerjaan hamba Tuhan, seperti
Paulus ketika menasehatkan Timotius mengenai tugas pelayanan yaitu
memberitakan Firman (2 Tim.1:8).
2. Menyatakan apa yang salah
Menyatakan yang salah artinya membawa orang menemukan kebenaran dengan
membuktikan atau meyakinkan seseorang melakukan kesalahan yang tidak
sesuai dengan firman Tuhan.
3. Menegur dan menasehati

71
Trisno Kurniadi, “Penguasaan Diri Hamba Tuhan Dalam Pelayanan Kajian Eksegetikal 2
Timotius 4:1-8” (2017).133
72
Megawani Tonapa, “Gaya Hidup Hamba Tuhan (Pendeta) Dalam Menghadapi Tantangan
Pelayanan Di Dunia Teknologi Yang Semakin Maju” (n.d.)..2
73
Maria Wijiati, “Pentingnya Mentoring Dalam Penggembalaan Menurut Surat Timotius,”
Ilmiah Indonesia 4 (2019). 84
74
Bernike Sihombing, “Kepribadian Dan Kehidupan Hamba Tuhan Menurut 1 Timotius 3:1-13,”
Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen 2 (2014). 3
Menegur berarti mengajak bercakap-cakap, mencela, mengkritik, atau
memperingatkan. Barclay menyatakan bahwa ketika menegur teguran tidak
boleh membuat orang yang ditegur menjadi putus asa75.
Maka hamba Tuhan harus memiliki sikap dan karakter untuk mewujudkan pelayanan
yang baik dan hubungan yang baik kepada jemaat diantaranya: menyadari bahwa
hidupnya milik Kristus, memiliki komitmen kepada Kristus, memiliki ketaatan penuh
dan kerendahan hati, tidak egois, memiliki respon yang baik dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawab serta siap sedia dalam segala hal76.

B. MELAYANI SEMUA ORANG DENGAN LATAR BELAKANG YANG


BERBEDA-BEDA
Banyak orang Kristen yang tidak mengilhami panggilannya untuk menjadi
hamba Tuhan, mereka hanya berusaha untuk meningkatkan iman mereka secara rohani,
dengan demikian perubahan atau pertumbuhan rohani seperti moral atau etika dan
manusia batiniah tercermin dalam setiap perilakunya. Tugas panggilan yang
sesungguhnya adalah menagsihi Tuhan dan mengasihi sesamanya, karena tugas yang
dipercayakan kepada kita bukan semata-mata karena kehendak jemaat, tetaqpi anugrah
Tuhan yang perlu di syukuri77.
Tugas dan tanggung jawab Hamba Tuhan tidaklah mudah, di sebabkan Hamba Tuhan
harus bisa seperti atau mengikuti keteladananya yang di ajarkan oleh Yesus saat
pelayanan-Nya. Dalam menjalankan tugas seorang Hamba Tuhan, harus bisa mengatur
waktu dengan baik supaya bisa mengunjungi jemaat secara menyeluruh (secara merata).
Dalam melayani Tuhan (Hamba Tuhan), harus di dasari dengan nilai-nilai
kebenaran dan etika terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh, dan memiliki
pemahaman secara benar, sesuai dan tepat, serta mempraktekannya dengan baik dan
berhasil, sehingga dapat mencapai tujuan. Sebagaimana Yesus ajarkan, bahwa “sama
seperti Anak manusia dating bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” artinya bahwa Dia
menempatkan diri sebagai pelayan atau Hamba untuk melayani.
Pelayanan harus di dasari dengan kasih dan motivasi yang tulus, seperti Yesus
Kristus konsisten untuk menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan orang-orang
miskin, orang sakit, orang-orang yang berdosa, dan domba-domba yang hilang.
Memberitakan Injil tidak memandang latar belakang, pendidikan, sosial, dan ekonomi
seseorang, hal ini kita teladani dari Yesus yang pada saat itu pusat perhatian-Nya adalah
orang miskin, buta, lumpuh, pincang, kusta, lapar, sengsara, pendosa, pelacur,
pemungut cukai, kerasukan setan, teraniaya, tertindas, terpenjara, yang bebannya terlalu
berat, orang Farisi, orang banyak, masyarakat kecil, dan yang terakhir domba-domba
yang hilang.
Aspek spiritual hamba Tuhan untuk melayani di cerminkan dari beberapa segi
pelayanan berikut ini:
1. Melayani orang miskin
2. Melayani orang-orang berdosa
3. Mendoakan/mengunjungi orang kesusahan
75
Kejar Hidup Laia, “Memahami Tugas Utama Hamba Tuhan Berdasarkan Surat II Timotius
4:1-5 Dan Aplikasinya Pada Masa Kini,” Teologi Berita Hidup 2 (2020).116-118
76
Joseph Christ Santo Asih Rachmani Endang Sumiwi, “Menerapkan Konsep Pelayan Tuhan
Perjanjian Baru Pada Masa Kini,” Teologi Dan Pelayanan Kristiani 3 (2019).101
77
Wahyuni Daniel, “Memaknai Panggilan Sebagai Suatu Yang Diilhamkan Terhadap Pelayan
Tuhan Di Jemaat Ebenezer Mariri” (n.d.).
Seorang gembala harus lebih memahami firman Tuhan dengan benar, suapaya
pengajarannya tidak menjadi salah, kegemaran membaca firman Tuhan bagi seorang
hamba sangatlah penting sehingga perlu menyediakan waktu khusus untuk
membacanya. Dengan membaca firman secara rutin akan menambah pengetahuan akan
firman Tuhan dan bisa menjawab persoalan-persoalan yang dialami oleh jemaat78.

C. MENCEGAH PERKEMBANGAN AJARAN SESAT


Berjalannya penginjilan, tentu saja di selingi beberapa pertentangan dari
berbegai oknum dan ajaran sesat, seperti ilalang yang muncul di tengah gandum. Tidak
heran jika hal demikian terjadi karena Alkitab pun bernubuat akan hal itu, seperti dalam
Ayub 1:6 yang mengatakan bahwa di mana ada anak-anak Tuhan maka Iblis berada di
situ juga.
Keberadaan ajaran sesat adalah untuk melemahkan iman jemaat kepada ajaran
Alkitab, ada banyak ajaran-ajaran sesat yang masuk dalam ajaran jemaat di Efesus
karena dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani, dan kebiasaan masyarakat setempat
menyembah dewa-dewi. Para pembawa ajaran sesat seengaja memalsukan ajaran yang
sehat, mereka merubah hati nurani setiap orang yang mendengar, hati nuraninya tidak
murni lagi dan tidak berfungsi sebagai penyalur peringatan-peringatan Tuhan79.
Ajaran sesat merupakan salah satu fenomena sosial yang mewarnai kehidupan
umat beragama, keberadaanya telah menyita perhatian banyak orang dan tidak sedikit
pula yang mengundang perdebatan ditengah-tengah masyarakat. Ajaran sesat pada
hakikatnya dapat dikatakan sebagai ajaran atau aktivitas yang menyimpang dari norma-
norma agama80. Jika ajaran sesat dipaksakan masuk kedalam hak asasi manusia maka
penganut ajaran sesat itu telah melanggar hak asasi manusia, dan para penganut ajaran
yang benar lainnya81.
Pengajaran sesat adalah doktrin atau ajaran yang sudah menyimpang dari pada
kebenaran, menolak kebenaran Allah untuk mengajarkan yang salah dan memisahkan
diri dari gereja membentuk aliran baru. Menjadi teladan dalam tindakan merupakan
salah satu hal untuk mencegah adanya ajaran sesat, suatu ajaran dapat dikatakan sesat
jika menyimpang dari ajaran yang sehat. Rasul Paulus mengajarkan bahw apengajaran
sesat harus segera ditangani,karena dapat merusak iman percaya, orang percaya
menjaga kemurnian ajaran Kristen yaitu dengan memegang ajaran dasar gereja yang
benar dan menjunjung tinggi Alkitab sebagai sumber pengajaran yang benar82.
Pengajaran yang dikemukakan oleh ajaran-ajaran sesat sepertinya benar tetapi salah,
dan adakalanya tanpa sadar kita sudah terjerumus kedalamnya. Namun, jika orang
percaya mengetahui ciri-ciri bidat, maka dengan mudah kita dapat mengenal mereka
dan tidak mudah terpengaruh. Pada umumnya ciri-ciri bidat83 sebagai berikut:

78
Dwi Winarto, “Pemimpin Yang Melayani Menurut Kisah Para Rasul 6-13,” Teruna
Bhakti2019 2 (n.d.). 11
79
Juanda and Zevania venda, “Menghadapi Ajaran Sesat Studi Jemaat Efesus Menurut I
Timotius 4:6-16” (2019). 3
80
Yulkarnain Harahab & Supriyadi, “Aliran Sesat Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam Dan
Hukum Pidana Nasional” (n.d.).
81
Muchammad Ichsan & Nanik Prasetyoningsih, “Menyelesaikan Aliran Sesat Di Indonesia Dari
Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif” (n.d.). 178.
82
Delyana Lepong Parura, “Strategi Pelayanan Rasul Paulus Dalam Mengatasi Pengajaran Sesat
Menurut 1&2 Timotius” (n.d.).
83
Paulus Daun, Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa, ed. Dedy Wikarsa, 11th ed. (Manado: Yayasan
Daun family, 1999). 21-28
1. Mengemukakan kebenaran baru
Ajaran sesat selalu mengklaim dirinya telah mendapatkan ilham baru atau istimewa
dari Allah, biasanya kebenaran ilham yang diklaim mereka dianggap sebagai pengganti
atau bertentangan dengan kebenaran ilham sebelumnya
2. Mengemukakan penafsiran baru
Mereka mengakui bahwa mempunyai metode baru dalam menafsirkan rahasia
kebenaran yang terdapat dalam Alkitab, yang berlawanan dengan penafsiran kaum
Ortodoks
3. Mengemukakan sumber otoritas non-Alkitabiah
Bidat-bidat ini membuat buku yang mereka karang sendiri dan mencantumkan
ajaran mereka didalam buku tersebut, sehingga mereka menjadikan buku tersebut
sebagai sumber otoritas untuk menggantikan Alkitab
4. Mengemukakan Yesus yang lain
Di sini mereka ajarkan doktrin palsu tentang pribadi Yesus Kristus. Yesus yang
mereka kemukakan bukan Yesus Kristus yang terdapat dalam Alkitab, dan salah satu
ajaran yang mengklaim ini adalah ajaran Arianisme
5. Mengemukakan doktrin non-Ortodoks
Keyakinan Kristen Ortodoks berlandaskan Alkitb sebagai Firman Allah, tetapi para
bidat menolak keyakinan ini. Misalnya kaum Ortodoks percaya kepada Tritunggal,
tetapi bidat Saksi Yehova tidak menerima keyakinan ini dan mengatakan kalau
pengajaran Tritunggal berasal dari setan.
6. Mengemukakan kepalsuan
Para pengajar bidat selalu mengajari hal yang kelihatannya benar, tetapi sebenarnya
salah! Mereka menyatakan bahwa kedatangan Yesus yang kedua kali akan membuat
dunia rusak dan dunia akan segera kiamat sehingga untuk menunggu kedatangan
tersebut harus melakukan dengan cara bunuh diri.

7. Mengkultuskan pimpinan bidat


Mengkultuskan pimpinan mereka menjadi sama seperti Allah adalah ciri yang
paling khas dan yang tidak pernah ada dalam aliran-aliran Kristen yang benar. Para
pengajar ini mendekati orang percaya dengan sangat rendah hati, mengekang diri,
menuntut kehidupan yang bisa menjadi teladan bagi pengikutnya supaya dapat
mengelabui orang percaya
Jika kita melihat ajran-ajaran sesat di atas, maka hal itu sangat membahayakan
kehidupan orang percaya dan membutakan iman terhadap Yesus Kristus. Membangun
persekutuan yang intim dengan Tuhan merupakan salah satu stretegi yang mampu
menghindari ajaran sesat. Disebabkan ibadah/persekutuan adalah sama alamiahnya
dengan kebutuhan akan perlindungan dan kasih,84 tetapi apabila persekutuan itu didasari
dengan motivasi lain, maka secara tidak langsung kita telah menentang Allah dan
menjadi bidat itu sendiri. Seperti yang Dr. John Pao katakan: “Setiap organisasi
manapun yang mengaku percaya Alkitab, tetapi keyakinan atau pengakuannya tidak
sesuai dengan Alkitab, terserah apakah isi Alkitab dikurangi, ditambah atau saling
bertolak belakang patut di sebut sebagai bidat”.85

84
Clarence H.Benson, Keyakinan Yang Alkitabiah, 1st ed. (Lawang: Evangelical Training
Association, 2004). 62
85
Paulus Daun, Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa. 15
DAFTAR PUSTAKA

A. Simajuntak. Tafsiran Alkitab Masa Kini 3: Matius-Wahyu. 2nd ed. Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1982.
Agama, Institut, Kristen Negeri, and Iakn Tarutung. “ISRAEL BARU ( Interpretasi
Kritis Atas Teologi Paulus Tentang Israel Di Dalam Roma 9 : 6-8 Dan 11 : 23-
24 )” 3, no. 1 (2019): 673–687.
Aritonang, J S. Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja. Edited by Staf
Redaksi BPK Gunung Mulia. 8th ed. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.
Asih Rachmani Endang Sumiwi, Joseph Christ Santo. “Menerapkan Konsep Pelayan
Tuhan Perjanjian Baru Pada Masa Kini.” Teologi Dan Pelayanan Kristiani 3
(2019).
Barclay, William. The Letters to the Corinthians. 3rd ed. Westminster John Knox Press,
2002.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika Vol 5: Doktrin Gereja. Edited by Rudy Hartono &
Hendry Ongkowidjojo. 10th ed. Surabaya: Momentum, 2014.
Bernike Sihombing. “Kepribadian Dan Kehidupan Hamba Tuhan Menurut 1 Timotius
3:1-13.” Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen 2 (2014).
Bob Gordon. Motivasi Seorang Pemimpin. 1st ed. Jakarta: Nafiri Gabriel, 2001.
Brown, W. R. F. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Bruce Chilton. Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula. Edited by Staf Redaksi BPK
Gunung Mulia. 6th ed. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Bruggen, Jacob Van. Tafsiran Perjanjian Baru: Paulus Pionir Bagi Mesias Israel.
Edited by Jaap Groen. 1st ed. Jakarta: Momentum, 2001.
Chilton, Bruce. Studi Perjanjian Bagi Pemula. Edited by Staf Redaksi BPK Gunung
Mulia. 6th ed. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Clarence H.Benson. Keyakinan Yang Alkitabiah. 1st ed. Lawang: Evangelical Training
Association, 2004.
D.A Casron, Dkk. Tafsiran Alkitab Abad Ke -21: Vol. 3. Edited by dkk H.A
Oppusungu. 1st ed. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih - YKBK, 2017.
David J. Bosch. Transformasi Misi Kristen : Sejarah Teologi Misi Yang Mengubah Dan
Berubah. Edited by BPK Gunung Mulia. 3rd ed. Jakarta: Orbis Books, 2000.
Delyana Lepong Parura. “Strategi Pelayanan Rasul Paulus Dalam Mengatasi Pengajaran
Sesat Menurut 1&2 Timotius” (n.d.).
Donald Guthrie. Teologi Perjanjian Lama 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika. Edited by
Staf Redaksi BPK Gunung Mulia. 16th ed. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Dwi Winarto. “Pemimpin Yang Melayani Menurut Kisah Para Rasul 6-13.” Teruna
Bhakti2019 2 (n.d.).
E. F. Scott. The Moffatt New Testament Commentary: The Epistle to The Colossians.
London: Hodder And Stoughton, 1930.
Earl D, Radmacher. NKJV Study Bible. 14th ed. Nashville, United States: Thomas
Nelson Publishers, 1997.
End, Th. van den. Surat Roma. Edited by Th. van den End. 6th ed. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008.
Ernest A Gardner. Agama Dan Seni Di Yunani Kuno. Edited by Era Ari Astanto. 1st ed.
Yogyakarta: BASABASI, 2021.
Erwin Adi Putranto. Seri Peradaban Besar Dunia: Yunani Kuno. Edited by Ade &
Inung. 1st ed. Semarang: ALPRIN, 2008.
George Eldon Ladd. Teologi Perjanjian Baru Jilid 2. 1st ed. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 1999.
Gering, Howard M. Analisa Alkitab. Yayasan Pekabaran Injil “IMMANUEL,” n.d.
Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 2 : Misi Kristus, Roh Kudus, Kehidupan
Kristen. Edited by Hendry Kusumawijaya. 17th ed. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2016.
Harris, Stephen L. Undertstanding The Bible. Edited by Palo Alto. 8th ed. London:
McGraw-Hill Education, 2010.
Harrison, Charles F. Pfeiffer dan Everett F. The Wyclife Bible Comentary Vol. 3. 4th ed.
Malang: Gandum Mas, 2013.
Hegelbebrg, Dave. Tafsiran Roma Dari Bahasa Yunani. Bandung: Kalam Hidup, 1998.
Heryanto, Doni, and Wempi Sawaki. Menerapkan Strategi Penginjilan Paulus Dalam
Kisah Para Rasul 17:16-34 Pada Penginjilian Suku Auri, Papua. Kurios: Jurnal
Teologi Dna Pendidikan Agama Kristen. Vol. 6, 2020.
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/shan/article/view/1493.
J.Knox Chamblin. Paulus Dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi. Edited by
Jeane Ch. Obaja. Baker Books, 2006.
John Drane. Memahami Perjanjian Baru. Edited by E.J Barker dan F.B Indradi. 6th ed.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
John W. Creswell. Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif Dan
Computer. Keempat. Jakarta, 2016.
Joko Santoso. “Pelayanan Hamba Tuhan Dalam Tugas Penggembalaan Jemaat.”
Teologi (n.d.).
Jonar Situmorang. Strategi Misi Paulus: Mengulas Kontekstualisasi Paulus Dalam
Pelayanan Lintas Budaya. Edited by Tri Widyatmaka. 1st ed. Yogyakarta: PBMR
ANDI, 2020.
Jong, Paul C. Kembali Kepada Injil Air Dan Roh. Edited by Smashwords. 1st ed. Seoul,
Korea: Hephzibah Publishing Houses, 2004.
Juanda, and Zevania venda. “Menghadapi Ajaran Sesat Studi Jemaat Efesus Menurut I
Timotius 4:6-16” (2019).
Karris, Dianne Bergant & Robert. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Jogjakarta: Kanisius,
2002.
Kejar Hidup Laia. “Memahami Tugas Utama Hamba Tuhan Berdasarkan Surat II
Timotius 4:1-5 Dan Aplikasinya Pada Masa Kini.” Teologi Berita Hidup 2 (2020).
Maria Wijiati. “Pentingnya Mentoring Dalam Penggembalaan Menurut Surat
Timotius.” Ilmiah Indonesia 4 (2019).
Marxsen, Willi. Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-
Masalahnya. Edited by F.B Indradi. 6th ed. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Max Isaac Dimont. Yahudi, Tuhan, Dan Sejarah. Edited by Muhammad Ali Fakih. 1st
ed. Jogjakarta: IRCiSoD, 2018.
Maxwell, Jhon C. Talent Is Never Enough. Edited by Esdinar Purba. 1st ed. Jakarta:
Immanuel, 2008.
Megawani Tonapa. “Gaya Hidup Hamba Tuhan (Pendeta) Dalam Menghadapi
Tantangan Pelayanan Di Dunia Teknologi Yang Semakin Maju” (n.d.).
Moo, D. A Carson & Douglas J. An Introduction To The New Testament. Malang:
Gandum Mas, n.d.
muchammad Ichsan & Nanik Prasetyoningsih. “Menyelesaikan Aliran Sesat Di
Indonesia Dari Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif” (n.d.).
Paulus Daun. Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa. Edited by Dedy Wikarsa. 11th ed.
Manado: Yayasan Daun family, 1999.
R. Budiman. Tafsiran Alkitab: Surat-Surt Pastoral I & II Timotius Dan Titus. Edited by
Staf Redaksi BPK Gunung Mulia. 10th ed. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
R. Soedarmo. Ikhtisar Dogmatika. Edited by Staf Redaksi BPK Gunung Mulia. 15th ed.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Ridderbos, Herman. Paulus: Pemikiran Utama Theologinya. Edited by Steve Hendra.
4th ed. Surabaya: Momentum, 2015.
Roma, Pengantar Surat. “Pengantar Surat Roma,” no. December (2012): 1–32.
Schnabel, Eckhard J. Rasul Paulus Sang Misionaris; Perjalanan, Strategi, Dan Metode
Misi Rasul Paulus. InterVarsity Press, USA, 2008.
Sihombing, Warseto Freddy. “Sejarah Penafsiran Ajaran Paulus Mengenai Pembenaran
Oleh Iman.” Jurnal Teologi Cultivation 4, no. 1 (2020): 135–175.
team Kbbi. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edited by Balai Pustaka. 3rd ed., 1990.
Ted W. Engstrom & Edward R. Dayton. Seni Manajemen Bagi Pemimpin Kristen.
Edited by Yahya Ramali. 1st ed. Michigan: Pyranee Book, 1998.
Tenney, Merril C. Survei Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 2013.
Trisno Kurniadi. “Penguasaan Diri Hamba Tuhan Dalam Pelayanan Kajian Eksegetikal
2 Timotius 4:1-8” (2017).
W. R. F Brwon. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
W, Gunning J. J. Tafsiran Alkitab : Surat Galatia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975.
Wahyuni Daniel. “Memaknai Panggilan Sebagai Suatu Yang Diilhamkan Terhadap
Pelayan Tuhan Di Jemaat Ebenezer Mariri” (n.d.).
Yakob Tomatala. Kepemimpinan Yang Dinamis. 1st ed. Jakarta: YT Leadership
Foundation, 1997.
———. Teologi Misi. Edited by Gilbert P.I.T. 1st ed. Jakarta: YT Leadership
Foundation, 2003.
Yulkarnain Harahab & Supriyadi. “Aliran Sesat Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam
Dan Hukum Pidana Nasional” (n.d.).
Muchammad Ichsan & Nanik Prasetyoningsih, “Menyelesaikan Aliran Sesat Di
Indonesia Dari Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif” (n.d.).
Delyana Lepong Parura, “Strategi Pelayanan Rasul Paulus Dalam Mengatasi
Pengajaran Sesat Menurut 1&2 Timotius” (n.d.).

Paulus Daun, Bidat Kristen Dari Masa Ke Masa, ed. Dedy Wikarsa, 11th ed.
(Manado: Yayasan Daun family, 1999). 21-28

Anda mungkin juga menyukai