Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Anatomi Knee Joint

Secara anatomi knee joint dibentuk oleh 3 tulang cruris bagian

proximal, femur bagian distal dan patella. Knee Joint adalah sendi engsel

dibentuk oleh kedua kondilus femur yang bersendi dengan permukaan

superior kondilus-kondilus tibia. Tulang tibia punya dua permukaan

artikulasi,permukaan medial, oval, lebih dalam dan lebih concave

dibanding lateralnya. Kedua permukaan ini dipisahkan eminen

intercondylaris. Kemudian, Patela terletak di atas permukaan pateler yang

halus pada femur. Patela berada di depan bagian-bagian persendian

yang utama, tetapi tidak masuk ke dalam formasi knee joint (Pearce,

2016).

a. Tulang Pembentuk Knee Joint

Tulang pembentuk knee joint terdiri dari beberapa tulang.

beberapa tulang seperti tulang femur, tibia, patela dan fibula. Untuk

tulang femur, pada ujung distal terdiri atas dua kondilus besar, yakni

kondilus medial dan kondilus lateral. Untuk tulang femur, pada ujung

distal terdiri atas dua kondilus besar, yakni kondilus medial dan

kondilus lateral.

8
9

8
1
7

6 2

5
3

Gambar 1. Synovial joint of knee joint (Scanlon, 2015)


Keterangan gambar :
1. Bursa
2. Articular cartilage
3. Tendon
4. Tibia Bone
5. Joint cavity (synovial fluid)
6. Joint capsule
7. Synovial membrane
8. Femur Bone
Lekukan interkondilus memisahkan bagian posterior dari

kondilus medialis dan laterlis, serta pada bagian anterior, terdapat alur

patela sebagai tempat patela meluncur. Kedua kondilus tersebut

panjangnya tidak sama. Pada tampak depan, kondilus medial jauh lebih

panjang dari pada kondilus lateral, sehingga ketika berdiri dengan

permukaan kondilus femur dan tibia, akan terbentuk sudut valgus

sekitar 10°. Perbedaan panjang kedua kondilus tersebut berperan

dalam rotasi dan mekanisme penguncian lutut (Darlene, 2006).

Komponen knee joint besar karena menanggung tekanan beban yang

berat dan mempunyai regio of muscle yang luas.


10

7
8
1 9

2 10
11
3
12
4 13

5 14

15
6
16
Gambar 2. Struktur the uniaxial hinge joint dari knee
(Rizzo, 2015)
Keterangan gambar :
1. Fibular collateral ligament
2. Lateral condyle of femur
3. Lateral meniscus
4. Lateral condyle of tibia
5. Tibia
6. Fibula
7. Femur
8. Posterior cruciate ligament
9. Medial condyle of femur
10. Tibia collateral ligament
11. Anterior cruciate ligament
12. Medial meniscus
13. Medial condyle of tibia
14. Patella
15. Tendon of quadriceps femoris muscle
16. Patellar ligament
11

9 4

8 5

7 6

Gambar 3. Lateral view Knee joint (Rizzo, 2015)

Keterangan gambar :
1. Suprapatellar bursa
2. Tendon of quadriceps femoris
3. Patella
4. Subcutaneus prapatellar bursa
5. Fat pad
6. Deep intrapatellar bursa
7. Fibrous capsule
8. Posterior cruciate ligament
9. Anterior cruciate ligament
b. Ligamen Knee Joint

Ligamen Knee Joint mempunyai sifat extensibility dan tensile

strength berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilisator sendi.

Knee Joint memiliki beberapa ligamen, di antaranya (Anwar, 2012).:


12

1) Ligamen Intra Capsular

Ligamen intra capsular adalah gabungan dari dua ligamen

cruciata yang kuat saling menyilang didalam rongga sendi,

merupakan pengikat utama antara tibia dan femur. Ligamen

ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan anterior sesuai

dengan perlekatannya pada tibia (Fitriani, 2004)

a) Anterior Cruciate Ligament (ACL) yang berfungsi menahan

hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke depan.

b) Posterior Cruciate Ligament (PCL) yang berjalan dari lateral

kondilus medialis femoris menuju ke fossa intercondyloidea

tibia, berperan menahan bergesernya tibia ke arah belakang.

2) Ligamen Ekstracapsular

Ligamen Ekstracpsular terbagi menjadi 3 bagian, antara lain:

a) Ligamen kolateral fibular yang berjalan dari epicondylus

lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi menahan gerakkan

varus.

b) Ligamen kolateral tibia berjalan dari epicondylus medial ke

permukaan medial tibia (epicondylus medial tibia), berfungsi

menahan gerakan valgus. Namun secara bersamaan, fungsi-

fungsi ligamen kolateral menahan bergesernya tibia ke depan

pada posisi knee joint 90°.

c) Ligamen popliteum obliqum berasal dari kondilus lateral femur

menuju ke insertio musculus semi membranosus, melekat pada

fascia musculus popliteum.


13

d) Ligamen transversum sendi lutut membentang pada

permukaan anterior meniskus medial dan lateral

2
3

9 4

5
1
0 6
1
1 7
1
2 8

Gambar 4. Knee Joint kanan saat ekstensi: tampak posterior


(Netter, 2014)
Keterangan gambar:
1. Posterior Cruciate Ligament (PCL)
2. Anterior Cruciate Ligament (ACL)
3. Posterior Meniscofemoral Ligament
4. Lateral Condyle Of Femur
5. Tendon Popliteus
6. Fibula Collateral Ligament
7. Lateral Meniscus (LM)
8. Head Of Fibula
9. Medial Condyle Of Femur
10. Medial Meniscus(MM)
11. Tibia Collateral Ligament
12. Medial Condyle Of Tibia

c. Jaringan Lunak Sekitar Knee Joint

Berikut beberapa jaringan lunak di sekitar knee joint :

1) Meniskus

Meniskus Knee Joint berfungsi untuk memeratakan beban,

mempermudah rotasi dan translasi, mengurangi gerakan, dan


14

sebagai stabilisator pada tiap penekanan, yang kemudian akan

diserap dan diteruskan ke sebuah sendi (Anwar, 2012).

5
1

6 2

7 3

4
8

Gambar 5. Knee Joint tampak superior (Netter, 2014).


Keterangan gambar:
1. Posterior Cruciate Ligament (PCL)
2. Medial Meniscus (MM)
3. Superior Tibia Facial Articular (Medial Facial)
4. Anterior Cruciate Ligament (ACL)
5. Posterior Meniscofemoral Ligament
6. Lateral Meniscus (LM)
7. Superior Tibia Facial Articular (Lateral Facial)
8. Infrapatellar fat pad

2) Bursa

Bursa merupakan kantong berisi cairan yang memudahkan

terjadinya gesekan dan gerakan pada sendi. Memiliki dinding yang

tipis dan dibatasi oleh membran sinovium. Ada beberapa bursa

yang terdapat pada Knee Joint antara lain bursa popliteus, bursa

suprapatelaris, bursa infrapatelaris, bursa subcutaneaprepatelaris

dan bursa subpatelaris (Anwar, 2012).

a) Bursa Anterior

Bursa anterior terbagi menjadi :


15

1. Bursa supra patellaris terletak di bawah m. quadriceps

femoris, berhubungan erat dengan rongga sendi.

2. Bursa Prepatellaris terletak pada jaringan subcutan

diantara kulit dan bagian depan belahan bawah patella dan

bagian atas ligamen patellae.

3. Bursa infrapatellaris superficialis terletak pada jaringan

subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah

ligamen patellae

4. Bursa Infapatellaris Profunda terletak di antara permukaan

posterior dari ligamen patellae dan permukaan anterior tibia.

Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui jaringan lemak

dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.

b) Bursa Posterior (Fitriani, 2004)

Bagian bursa posterior adalah, sebagai berikut :

1. Recessus Subpopliteus ditemukan berhubungan dengan

rongga sendi.dan sehubungan dengan tendon m. Popliteus.

2. Bursa M. Semimembranosus ditemukan sering berhubungan

dengan rongga sendi dan sehubungan dengan insertio m.

Semimembranosus.

3. Empat bursa lainnya ditemukan sehubungan dengan :

a. tendon insertio m. biceps femoris.

b. tendon m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus

sewaktu berjalan ke insertionya pada tibia.

c. di bawah caput lateral origo m. Gastrocnemius.

d. di bawah caput medial origo m. Gastrocnemius.


16

Gambar 6. Anatomi Crossectional MRI Knee Joint potongan


mid sagital (Moller, 2007)

Keterangan gambar :

1. Femur (body shaft) 16. Tibial nerve


2. Vastus medialis muscle 17. Inferior lateral genicular
3. Quadriceps muscle artery and vein
4. Semimembranosus muscle 18. Posterior Cruciate Ligament
5. Suprapatellar bursa 19. Subcutaneous Infrapatellar
6. Popliteal artery bursa
7. Patellar anastomosis 20. Medial Intercondylar
8. Popliteal vein tubercle
9. Patella 21. Transverse ligament of
10. Joint capsule knee
11. Subcutaneous prepatellar 22. Plantaris muscle
bursa 23. Patellar ligament
12. Femur (Intercondylar part) 24. Gastrocnemius muscle
13. Anterior Cruciate Ligament (lateral head)
14. Oblique Popliteal Ligament 25. Head of tibia
15. Intrapatellar fat pad 26. Popliteus muscle
27. Deep intrapatellar bursa
28. Soleus muscle
17

e. Otot-otot Penggerak Knee Joint (Putz, 2007).

Otot otot penggerak pada Knee Joint terbagi menjadi 3, yaitu :

1) Bagian anterior adalah musculus rectus femoris, musculus

vastus lateral, musculus vastus medial dan musculus vastus

intermedial.

2) Bagian posterior adalah musculus biceps femoris, musculus

semitendinosus, musculus semimembranosa dan musculus

gastrocnemius.

3) Bagian medial adalah musculus sartorius, sedangkan bagian

lateral adalah musculus tensor fasciae latae

f. Cartilago Semilunaris (Meniskus)

Cartilago semilunaris adalah jaringan fibrocartilago

berbentuk C, berpasangan, dimana masing-masing berwarna

putih mengkilat, yang terdiri dari komponen seluler khususnya

molekul ekstraseluler matriks yang memiliki inervasi dan

vaskularisasi secara spesifik. (Hauser, et al 2010) (Markis, et

al, 2011) Fungsi meniskus tersebut adalah memperdalam

fascies articularis condylus tibialis dalam menerima condylus

femoris yang cekung, dan berperan sebagai landasan dan

bantalan ketika ada suatu impaksi kekuatan tulang pada knee

joint, memberikan labrikasi sendi, dan fungsi propioseptif

(Howel, 2014). Meniskus pada knee joint terbagi menjadi 2

yaitu :

1) Cartilago Semilunaris Medialis

2) Cartilago Semilunaris Lateralis


18

g. Capsula Articularis

Capsula articularis terletak pada permukaan posterior

dari tendon m. quadriceps femoris dan didepan menutupi

patella menuju permukan anterior dari femur diatas

tuberositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai

loose membran yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang

tebal dari ligamen patellae dan dari bagian tengah dari

retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniskus

dan ke bawah melekat pada ligamen cruciatum anterior.

(Fitriani, 2004)

h. Persarafan Knee Joint

Persarafan pada knee joint adalah mensarafi otot-

otot sekitar sendi dan berfungsi mengatur pergerakan

knee joint. Saraf – saraf pada knee joint (Fitriani, 2004) :

1) N. Femoralis

2) N. Obturatorius

3) N. Peroneus communis

4) N. Tibialis

i. Suplai Darah

Suplai darah pada knee joint berasal dari

anastomose pembuluh darah disekitar sendi ini. Dimana

knee joint menerima darah dari descending genicular arteri

femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan

cabang descending arteri circumflexia femoralis dan

cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena pada


19

knee joint mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian

akan memasuki vena femoralis (Fitriani, 2004).

j. Sistem Limfe

Sistem limfe pada knee joint terutama terdapat pada

perbatasan fascia subcutaneous. Kemudian selanjutnya

akan bergabung dengan lymph node sub inguinal

superficialis. Sebagian lagi aliran limfe ini akan memasuki

lymph node popliteal, dimana aliran limfe berjalan

sepanjang vena femoralis menuju deep inguinal lymph node

(Fitriani, 2004).

2. Fisiologi Knee Joint

Fisiologi knee joint sangat komplek, dimana knee joint

merupakan sendi terbesar pada pergelangan kaki. Pada bagian ligamen

knee joint, ada bagian yang dinamakan cruciate. Cruciate adalah

bagian yang penting dalam menyediakan pengekangan pasif

untuk anterior / posterior gerakan knee joint. Jika salah satu atau kedua

cruciates terganggu, biomekanik selama kegiatan jalan mungkin

terganggu. Fungsi utama dari ACL adalah untuk mencegah

translasi anterior dari tibia, dalam ekstensi penuh, ACL menyerap

75% muatan anterior dan 85% antara 30 dan 90 ° fleksi.

Selain itu, fungsi lain ACL termasuk melawan rotasi internal tibia

dan varus / valgus angulasi dari tibia dengan adanya cedera ligamen

kolateral, hilangnya ACL menyebabkan penurunan magnitude

pada coupled rotasi selama fleksi, dan knee joint yang tidak stabil.
20

Kekuatan tarik ACL sekitar 2200 N tetapi berubah dengan usia dan

beban berulang (Fitriani, 2004)

3. Patologi Knee Joint

Menurut Reimer (2010) dan Westbrook (2014) ada beberapa

patologi yang biasa terjadi pada knee joint, antara lain :

a. Meniscal tear

Meniscal tear terjadi karena adanya robekan pada bagian meniskus

knee joint. Untuk mengetahui abnormalitasnya dilakukan sistem

grading. Grade 1 tampilan pada bagian intrasubstansi tidak sampai

meluas pada permukaan. Grade 2 membentuk pola yang linier tapi

belum meluas sampai permukaa. Grade 3 sinyal abnormal meluas

pada bagian permukaan.

b. Trauma atau Cedera ligamen (ACL dan PCL)

Trauma atau cedera pada bagian ligamen baik Anterior Cruciate

Ligament maupun Posterior Cruciate Ligament. Cedera pada

ligamen ini dapat berupa cedera akut atau kronis. Cedera ini juga

diklasifikasi berdasar luasan daerah cedera antara lain complete

tear, parsial tear, dan micro tear.

c. Chondromalacia patella dan patella traking

Chondromalacia adalah suatu sindrom yang mengakibatkan

kerusakan pada kartilago tulang bagian bawah patella

d. Bone Marrow Edema (BME) dan Stress Fractures

BME ditandai dengan peningkatan cairan di ekstravaskular,

kompartemen interstitial dari sumsum tulang. Peningkatan


21

permeabilitas kapiler terlihat pada variabel kondisi, seperti

peradangan, terlalu sering digunakan aktifitas, trauma.

4. Prinsip Dasar MRI

a. Karakteristik Atom

Atom terdiri dari tiga partikel proton yang mempunyai muatan

positif, elektron mempunyai muatan negatif. dan neutron tidak

mempunyai muatan. Nukleus pada sebuah atom terdiri atas proton

dan neutron, sementara elektron terletak pada orbit yang

mengelilingi nukleus. Jumlah partikel yang dimiliki sangat

berpengaruh dari karateristik suatu atom. Untuk mengelompokkan

suatu atom, digunakan nomor atom dan massa atom. Nomor atom

adalah jumlah proton dalam nukleus dan nomor atom digunakan

untuk indeks utama memetakan atom. Nukleus secara konstan

berotasi pada sebuah sumbu dengan kecepatan konstan. Nukleus

yang berotasi dengan muatan positif memproduksi sebuah medan

magnet yang berorientasi paralel terhadap sumbu rotasi.

(Westbrook, 2014)

Gambar 7. Nukleus yang berotasi dengan muatan positif (Dale, 2015).


22

Nukleus yang tidak berinteraksi dengan medan magnet

eksternal (Bo) tidak dapat diteliti dengan MRI. Nukleus yang dapat

berinteraksi dengan MRI adalah nukleus yang mempunyai nomor

massa ganjil (Dale, 2015).

b. Spin

Spin (pergerakan yang berotasi pada sumbunya) dari suatu

partikel bermuatan proton akan menghasilkan magnetic moment

dipole yang disebut juga dengan spin. Atom yang banyak

mendominasi jaringan tubuh adalah atom hidrogen (1 proton tanpa

neutron). Atom hidrogen mempunyai magnetic moment dipole kuat

sehingga dapat menghasilkan konsentrasi yang besar dari kekuatan

kuat per atom. Hal inilah yang menyebabkan sinyal atom hidrogen

yang dihasilkan lebih besar, sehingga atom inilah yang digunakan

sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI (Westbrook, 2014).

c. Presesi

Tidak semua proton arahnya paralel dan anti paralel terhadap

medan magnet eksternal, bahkan mereka berputar dengan cara

tertentu, yang disebut dengan presesi (pressesion). Frekuensi presesi

adalah kecepatan angular dari presesi proton. Perputaran pada atom

yang berupa satu putaran dari suatu titik dan kembali ke titik yang

sama disebut frekuensi. Frekuensi presesi tidak konstan, tergantung

kekuatan medan magnet eksternal. Medan magnet eksternal semakin

kuat maka presesi semakin cepat dan frekuensi semakin tinggi

(Westbrook, 2014).
23

Dalam keadaan nomal, spinning proton atom hidrogen adalah

acak (random). Sehingga tidak menimbulkan magnetisasi

(magnetisasi sama dengan nol). Jika spinning proton diletakkan dalam

medan magnet eksternal yang sangat kuat maka akan mengalami

presesi, yaitu pergerakan spin proton yang unik seperti gangsing.

Kecepatan atau frekuensi presesi atom hidrogen tergantung pada kuat

medan magnet yang diberikan pada jaringan. Semakin besar kuat

medan magnet yang diberikan maka semakin cepat presesi proton.

Frekuensi presesi proton tergantung pada kuat medan magnet disebut

dengan frekuensi Larmor (Westbrook, 2014)

Gambar 8. Presesi atom hidrogen (Westbrook, 2014).

d. Interaksi Proton dalam Medan Magnet Eksternal

Proton adalah medan magnet kecil sehingga bila proton ada

disuatu medan magnet eksternal (Bo) yang berkekuatan besar maka

proton tersebut akan sejajar terhadap Bo tersebut. Proton yang


24

berada di dalam Bo tersebut arahnya dapat berlawanan dan searah

dengan kutub Bo (Westbrook, 2014).

Tidak adanya medan magnet, kumpulan proton akan memiliki

konfigurasi komponen z sama dalam energi sehingga tidak ada

keselarasan preferensial antara spin up dan spin down. Di hadapan

medan magnet, spin up (sejajar dengan Bo) adalah energi yang lebih

rendah dan konfigurasi berisi lebih proton dari pada energi yang lebih

tinggi adalah konfigurasi spin down. Perbedaan energi ∆E antara dua

tingkat sebanding dengan Bo (Dale dkk, 2015).

e. Resonansi

Resonansi terjadi apabila pada obyek diberikan gangguan berupa

gelombang radio yang mempunyai frekuensi yang sama dengan

frekuensi Larmor (ω) obyek. Dalam keperluan klinis, pembentukan

citra didasarkan pada pemanfaatan atom hidrogen dalam tubuh

dengan kata lain agar fenomena resonansi terjadi, RF yang diberikan

harus mempunyai frekuensi yang sama dengan ω hidrogen, yaitu

42,57 MHz / Tesla. Pengaplikasian gelombang RF yang menyebabkan

resonansi terjadi eksitasi sebagai hasil dari fenomena resonansi nett

magnetitation vector (NMV) menjadi terotasi dari bidang longitudinal

ke bidang transversal xy. Magnetisasi pada bidang ini dikenal dengan

magnetisasi transversal. Mxy sudut perotasi dikenal dengan flip angle

(Westbrook, 2014).
25

Gambar 9. Arah magnetisasi longitudinal dan transversal


(Westbrook, 2014).

Fenomena terpenting pada pencitraan MRI adalah peristiwa

resonansi magnetic dari suatu spinning proton yang mengalami

presesi ketika berada pada Bo yang sangat kuat. Syarat untuk

menimbulkan fenomena resonansi magnetik ini adalah dengan

menggunakan pulsa RF (yang dipancarkan oleh suatu koil transmitter)

yang sama dengan frekuensi yang dimiliki oleh proton atom hidrogen

dalam tubuh. Dari peristiwa resonansi magnetik ini akan didapatkan

sinyal yang dipancarkan oleh proton atom hidrogen tubuh yang

kemudian ditangkap oleh koil receiver dan selanjutnya sinyal ini akan

diolah oleh komputer menjadi sebuah citra (Westbrook, 2014).

f. Sinyal MRI

Pada saat terjadi magnetisasi transversal maka terjadi pula

keadaan in phase pada bidang transversal sehingga akan terjadi

induksi dari medan magnet terhadap koil penerima yang akan tercatat

sebagai sinyal. Kuat dan lemahnya magnetisasi pada bidang

transversal ini akan berpengaruh pada kekuatan signal MRI dan

berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI. Bila
26

signal MRI kuat maka akan memberikan gambaran citra yang terang

atau hiperintens, sedangkan apabila signal MRI lemah akan

memberikan citra MRI gelap atau hipointens (Westbrook, 2014).

Bila pulsa RF dihentikan, magnetik moment pada bidang

transversal yang dalam keadaan in phase akan mengalami dephase

kembali sehingga magnetisasi pada bidang transversal akan menurun,

akibatnya induksi pada koil penerima juga akan semakin melemah

yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay (FID) (Westbrook,

2014).

g. Waktu Relaksasi

T1 atau spin lattice relaxation adalah waktu yang diperlukan

kembalinya 63% magnetisasi longitudinal setelah pulsa 900. T2 atau

proses spin spin relaxation adalah waktu yang diperlukan oleh

magnetisasi transversal untuk decay hingga 37% dari nilai awalnya

(Westbrook, 2014).

Gambar 10. Kurva T1 recovery (Westbrook, 2014).


27

Gambar 11. Kurva T2 decay (Westbrook, 2014).

h. Mekanisme Kekontrasan Citra dan Parameter Waktu

Citra akan memiliki kontras apabila ada perbedaan intensitas

sinyal yang ditangkap. Sinyal tinggi memberikan gambaran yang

terang (hiperintense) sedangkan sinyal yang rendah menghasilkan

warna gelap (hipointense) dan beberapa tempat ada yang

intermediate (isointense). Jaringan tampak hiperintense jika memiliki

komponen magnetisasi transversal yang besar, sehingga amplitudo

sinyal yang diterima koil besar pula. Begitu juga sebaliknya dengan

jaringan yang memiliki komponen magnetsasi transversal yang kecil

tampak hipointense (Westbrook, 2014). Untuk menghasilkan suatu

citra dibutuhkan pembobotan, berikut in jenis pembobotan yang dapat

digunakan :

1) Pembobotan T1

Citra pembobotan T1 adalah citra yang kontrasnya

tergantung pada perbedaan T1 time. T1 time adalah waktu yang

diperlukan untuk recovery hingga 63% dan dikontrol oleh TR.


28

Karena TR mengontrol seberapa jauh vektor dapat recovery

sebelum aplikasi RF berikutnya, maka untuk mendapatkan

pembobotan T1, TR harus dibuat pendek sehingga baik lemak

maupun air tidak cukup waktu untuk kembali ke magetisasi

longitudinal, sehingga kontras lemak dan air dapat tervisualisasi

dengan baik. Jika TR panjang lemak dan air akan cukup waktu

untuk kembali ke magnetisasi longitudinal dan recovery

magnetisasi longitudinal secara penuh sehingga tidak dapat

memvisualisasikan keduanya (Westbrook, 2014).

2) Pembobotan T2

Citra pembobotan T2 adalah citra yang kontrasnya

tergantung perbedaan T2 time. T2 time adalah waktu yang

diperlukan untuk decay hingga 37% dan dikontrol oleh TE. Untuk

mendapatkan pembobotan T2, TE harus panjang untuk

memberikan kesempatan lemak dan air untuk decay, sehingga

kontras lemak dan air dapat tervisualisasi dengan baik. Jika TE

terlalu pendek maka baik lemak dan air tidak punya waktu untuk

decay sehingga keduanya tidak akan menghasilkan kontras citra

yang baik (Westbrook, 2014).

3) Pembobotan Proton Density

Citra pembobotan proton density adalah suatu keadaan saat

perbedaan jumlah proton hidrogen bergerak per satuan volume

pada pasien merupakan faktor penentu dalam pembentukan

kontras citra. Pembobotan proton density tampak pada batas

tertentu. Untuk mendapatkan pembobotan ini, pengaruh kontras


29

T1 dan T2 harus dikurangi sehingga pembobotan proton density

menjadi dominan. TR panjang menyebabkan lemak dan air untuk

recover penuh terhadap magnetisasi longitudinal sehingga

mengurangi pembobotan T1. TE pendek tidak memberi waktu

bagi lemak dan air untuk decay sehingga mengurangi

pembobotan T2 (Westbrook, 2014).

5. Anterior Cruciate Ligament (ACL)

a. Anatomi Anterior Cruciate Ligament (ACL)

ACL memanjang dari aspek posterior dan latera tulang femur.

Berorigin pada aspek medial dari condyles lateral femur dan

berinsersi pada area intercondylar tibia di sebelah belakang

meniskus medial. (Hewison, 2015). ACL memiliki panjang 38 mm

dan lebar 11 mm. Sudut normal sagital antara ACL dan tibia

tergantung pada usia dan jenis kelamin pasien. Sudut normal sagital

antara ACL dan tibia orang dewasa berkisar antara 54 ° dan 55,5 °

dengan batas sudut lebih kecil dari 45 ° menunjukkan robekan ACL

pada orang dewasa.

Ligamen adalah intraartikular dengan bagan ekstrasinovial yang

terlindungi oleh lipatan sinovium. Ligamen terdiri dari dua bundel

yang menempel pada bagian tibia: bundel anteromedial lebih kecil

dan bundel posterolateral lebih besar. Ligamen bundel

posterolateral lebih pendek (18,4 – 22,9 mm) dari bundel

anteromedial (34,1 - 39,7 mm). Bundel anteromedial membatasi

pergerakan anterior posterior, sedangkan posterolateral batas bundel

pergerakan tibialis anterior dan rotasi knee joint (Bolog, 2015)


30

Pada gambar MR, ACL terlihat sebagai band intensitas sinyal

rendah pada semua sekuen. Bundel anteromedial dapat dilihat pada

MRI potongan bidang sagital dan bidang koronal sebagai fiber

oblique yang diposisikan lebih ke bagian anterior berbatas dengan

ACL pada tibia dan aspek proksimal penyisipan femoralis pada

lateral femoralis kondilus. Bundel posterolateral diperlihatkan oleh

fiber oblique yang diposisikan lebih ke bagian posterior tibia pada

aspek distal femoralis penyisipan tepat di bawah bundel

anteromedial. Akibatnya, secara umum intensitas sinyal ACL rendah

dipisahkan oleh beberapa garis peningkatan intensitas sinyal pada

pembobotan T1 atau gambar dengan pembobotan sedang, paling

jelas dekat bagian tibia. Garis- garis ini konsisten dengan garis-garis

lemak dan sinovium dengan intensitas sinyal tinggi pada bagian

tibialis (Bolog, 2015).

ACL dipertimbangkan sebagai stabilisator utama knee joint,

karena berkontribusi terhadap 85% stabilitas knee joint,

memungkinkan gerakan fleksi dan rotasi knee joint yang halus. Dan

karena itu ACL menjadi ligament pada knee joint yang paling sering

cedera dan menjadi focus studi pada akhir-akhir ini (Abulhasan

&Grey, 2017). ACL berfungsi menahan hiperekstensi dan menahan

bergesernya tibia ke depan (Hewison, 2015).


31

(a)

(b)
Gambar 12.Anterior Cruciate Ligament. Garis merah menunjukkan
anteromedial bundle dan hijau menunjukkan posterolateral bundle
(a) Pada potongan sagital Knee Joint ACL tervisualisasi dengan
panjang Blumensaat line. (b) Pada potongan coronal ACL
tervisualisasi dengan sudut kurang dari 75 derajat dari tibial plane (M.
Padron, 2013)

b. Rupture Anterior Cruciate Ligament (ACL) Knee Joint

Ruptur adalah robeknya atau koyaknya jaringan yang di

akibatkan karena trauma (Dorland, 2002). Anterior Cruciate Ligament

(ACL) adalah salah satu dari 4 ligamen utama yang menstabilisasi

Knee Joint. Ligamen ini terdiri dari jaringan fibrosa yang menyerupai

tambang yang berkoneksi dengan tulang di persendian. ACL

mencegah tulang bagian bawah (tibia) dari pergeseran yang

berlebihan dan menstabilisasi knee joint untuk melakukan berbagai

aktivitas. Oleh karena itu, ruptur ACL dapat mengakibatkan Knee


32

Joint menjadi tidak stabil sehingga tulang tibia dapat bergerak secara

bebas (McMillan, 2013).

Ruptur Anterior Cruciate Ligament (ACL) sering terjadi pada

kegiatan olahraga yang pada dasarnya terdapat gerakan jongkok,

memutar, menghentikan gerakan, dan melompat. Berdasarkan

penelitian Kaiser (Hewet &Timoty , 2007) olahraga seperti football,

baseball, basket, dan sepak bola dan ski terdapat 78% cidera

ligamen cruciatum anterior menyertai dalam kegiatan olahraga.

Sebagian besar cedera ACL memerlukan tindakkan operasi. Standar

operasi rekonstruksi ACL yang biasa dipakai adalah teknik

arthroskopi (Edwards, 2010).

ACL mencegah translasi anterior tibia tehadap femur dan

berfungsi untuk meminimalisasi rotasi tibia. Fungsi sekunder ACL

adalah untuk mencegah posisi valgus dan falrus pada knee joint,

terutama saat ekstensi. Cedera ACL menyebabkan perubahan

kinematika knee joint. Terkait dengan patologi yang terjadi,

penundaan rekontruksi ACL dapat mengakibatkan terjadinya

Osteoarthitis. Sekitar 15% dari kasus rupture ACL menjalani Total

Knee Replacement (TKR) (Maguire et al., 2012).

ACL menerima suplai darah dari arteri middle genuelate,

sehingga jika terjadi rupture. ACL akan terjadi haemoarthrosis.

Namun, meskipun lokasinya intra-artikular, ACL adalah Ektrasinovial

karena tidak memiliki zat-zat penyembuh luka, maka jika terjadi

ruptur ACL akan sulit sembuh dengan sendirinya (Brukner & Khan,

2011). Tanda dan gejala ruptur ACL adalah penderita paska operasi
33

ruptur ACL kan di temui berbagai tanda dan gejala yaitu pasien nyeri

dibagian luar dan belakang knee joint, haemoarthrosis yang

disebabkan dari pendarahan ligamen, dan yang paling sering adalah

ada suara “pop” dari knee joint dan knee joint terasa longgar/tidak

stabil. Kelainan pada ACL biasanya berupa akut atau kronis, trauma

yang terjadi dapat berupa trauma menyeluruh atau trauma sebagian

(Reimer, 2010).

Kelainan pada ACL dapat terjadi secara akut dan kronis.

Pada kasus kronis, ACL ditandai dengan tidak adanya gambaran

jelas dari serat ACL dan perubahan sinyal dari serat-serat ACL. Pada

kasus akut ruptur ACL dibagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu (Bolog

2015).

a. Complete tear

Terjadi pada banyak pasien, dengan ketidakstabilan yang sangat

bermakna pada knee joint

b. Parsial tear

Terjadi diikuti dengan perdarahan yang menyebaban penurunan

fungsi dan dapat menimbulkan gejala ketidakstabilan

c. Micro tear

Terjadi tanpa timbul adanya gejala ketidakstabilan dan dapat

kembali normal setelah masa penyembuhan.


34

a b

.
Gambar 13. Complete Tear ACL Pada gambar (a) menunjukkan
BME di bagian posterolateral tibia dan kondilus lateral femur Pada
gambar (b) menunjukkan secondary sign ruptur ACL pada
posterior tibia

(a) (b)

(c)
Gambar 14. Tanda panah menunjukkan ruptur kronis pada ACL dalam
beberapa potongan (a) Chronic distal tear potongan sagital PD FS, (b)
Coronal FSE (c) Axial PD Fat suppressed
35

c. Teknik Pemeriksaan MRI Muskuloskeletal

Dalam pemeriksaan MRI Musculoskeletal ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan, antara lain :

1) Persiapan pasien (Moeller, 2010)

a) Sebelum pemeriksaan, pasien dipersilahkan untuk ke kamar

mandi terlebih dahulu

b) Menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien

c) Memberikan earplug untuk pasien saat pemeriksaan, dan

menjelaskan fungsi earplug tersebut

d) Meminta pasien mengganti baju dengan baju pasien,

melepaskan logam – logam, , dan meminta pasien untuk

mengisi inform consent sebelum pemeriksaan MRI

2) Posisi pasien (Moeller, 2010)

a) Pasien supine diatas meja pemeriksaan (Feet first)

b) Beri bantal pada kepala pasien

c) Knee joint masuk pada genu coil, beri fiksasi sandbag atau

softbag untuk meminimalisir pergerakan knee

d) Atur 10 - 15 derajat posisi knee untuk eksternal rotasi agar

mendapat gambaran yang bagus (untuk ACL) dan 0 – 5

derajat internal rotasi posisi knee

e) Atur sentrasi pada apex patella, meniskus pada

pertengahan. (distal femur dan proksimal cruris tercover).

3) Sekuen yang digunakan dalam pemeriksaan MRI Knee Joint


36

Untuk scout digunakan 3 bidang (sagital, coronal, dan axial).

Pemeriksaan MRI Knee Joint menggunakan beberapa pulsa

sekuen (Moeller, 2010) :

a) TSE (Turbo Spin Echo)

Dalam sekuen TSE ini digunakan beberapa pembobotan,

yaitu pembobotan T1/T2/PD sagital, coronal axial,

dengan menggunakan fat suppressed dan tanpa.

Intensitas sinyal lemak terlalu terang pada T2W TSE,

patologi menjadi tersamar. Visualisasi anatomi baik

menggunakan t1. Dan visualisasi terbaik dari jaringan,

meniskus didapatkan dari sekuen ini dengan

pembobotan PD potongan sagital.

b) GRE (Gradient Recalled Echo)

GRE menampilkan gambaran fluid sama - sama terang,

untuk tampilan jaringan yang lain bisa jadi tidak sama

persis pada kedua sekuen tersebut. Kontras soft tissue

pada sekuen ini relatif rendah. GRE sensitif terhadap

susceptibility effect (adanya hilang sinyal pada area

berdekatan yang mempunyai perbedaan magnetik

properties, misalnya antara metal dan soft tissue). GRE

sensitive terhadap kasus pendarahan.

c) Inversion Recovery

IR menghasilkan image dengan intensitas sinyal lemak

turun, bila terdapat patologi edema dan fluid intensitas


37

sinyal meningkat, sekuen ini banyak dipakai pada soft

tissue dan bone marrow pathology

4) Parameter – parameter dalam MRI Knee Joint

a) Sinyal adalah jumlah informasi pada image. Ada

beberapa hal yang berpengaruh pada sinyal yaitu

voksel merepresentasikan slice thickness, FOV dan

imaging matrix, dan Jumlah sinyal average

b) Resolusi adalah kemampuan image untuk

membedakan obyek yang kecil.

c) Kontras jaringan dapat berbeda-beda tergantung dari

intensitas sinyal yang dihasilkan melalui berbagai

macam pulse sequence. Istilah “hiperintense” biasanya

dikaitkan dengan perbandingan dengan intensitas

sinyal pada muscle. Yang mempengaruhi kontras

jaringan adalah pulse sequence, fat saturation, dan

gadolinium

d. Pulsa Sekuen Turbo Spin Echo (TSE)

Pulsa sekuen adalah adalah rangkaian pulsa RF,

aplikasi gradien, dan intevensi interval waktu. Pulsa RF diterapkan

untuk tujuan eksitasi, dalam hal spin echo untuk tujuan rephasing.

Turbo spin echo (TSE) atau turbo spin echo (TSE) adalah pulsa

sekuen spin echo, tetapi dengan waktu scan yang lebih cepat

daripada CSE. TSE dilakukan untuk mempercepat waktu scanning,

dengan mengaplikasikan beberapa kali pulsa 180° rephrasing

dalam satu Time Repetition (TR). Pengaplikasian beberapa pulsa


38

180° dalam satu TR menghasilkan rangkaian echo yang disebut

dengan Echo Train Length (ETL). TSE banyak digunakan untuk

pembobotan T2 karena waktu dapat lebih singkat.

Keuntungan TSE adalah waktu scanning yang singkat, high

resolution matrix dan multiple Number of Exitation (NEX),

meningkatkan kulaitas gambar dan meningkatkan informasi T2.

Keterbatasan TSE adalah meningkatkan motion artefact dan Flow

Artifact, tidak kompatibel dengan beberapa opsi pencitraan, lemak

tampak terang pada pembobotan T2, image blurring dapat terjadi

karena koleksi data dilakukan dnegan TE yang berbeda-beda dan

mengurangi efek susceptibilility, tapi tidak sensitif untuk

pendarahan (Westbrook, 2014).

Gambar 15. Echo train TSE (Westbrook, 2014)

e. Kualitas Citra MRI

Menurut Westbrook (2014), ada hal-hal yang harus

diperhatikan sebagai akibat dari pengaturan beberapa parameter,

salah satunya Signal Noise to Ratio. Signal to Noise Ratio (SNR)

dalam radiologi, adalah ukuran sinyal sebenarnya (misalnya

mencerminkan anatomi aktual) terhadap kebisingan (misalnya

kuantum kuantum acak), SNR merupakan perbandingan antara

besarnya amplitudo sinyal dengan amplitudo noise. Rasio signal to


39

noise yang rendah umumnya menghasilkan tampilan kasar pada

gambar. Nilai SNR dipengaruhi oleh:

a. Penggunaan sekuen SE maupun TSE, akan meningkatkan nilai SNR.

b. Densitas proton daerah yang diperiksa, yaitu semakin tinggi densitas

proton maka semakin tinggi nilai SNR.

c. Voxel volume, yaitu semakin besar ukuran ketebalan potongan maka

semakin tinggi pula nilai SNR.

d. Time repetition, time echo dan flip angle.

1) Flip angle (FA) yang besar semakin meningkatkan SNR.

2) Time repetition (TR) yang panjang akan meningkatkan SNR,

sedangkan TR yang pendek menurunkan SNR.

3) Sebaliknya, time echo (TE) yang panjang akan menurunkan SNR

dan TE yang pendek akan meningkatkan SNR.

e. Number of exitation (NEX) ganda berarti jumlah data yang tersimpan

pada K space juga ganda. Namun karena noise acak yaitu dimana

saja data dicatat, sedangkan sinyalnya tetap maka NEX ganda hanya

meningkatkan SNR sebesar 1,4.

f. Bandwidth, semakin kecil bandwidth maka noise semakin turun dan

SNR yang dihasilkan semakin naik.

g. Penggunaan koil yang dipasang sedekat mungkin dengan obyek.

Dalam pencitraan Knee joint dilakukan pengukuran SNR dan CNR

dengan persamaan :

1) Persamaan nilai SNR diperoleh dari :


𝑺(𝒔𝒊𝒈𝒏𝒂𝒍)
𝑺𝑵𝑹 = 𝑵(𝒏𝒐𝒊𝒔𝒆)
(Westbrook, 2014)

Keterangan :
40

𝑆 = Sinyal jaringan hasil ROI

𝑁 = Noise background image hasil dari ROI

2) Persamaan nilai CNR diperoleh dari :

𝑺(𝒔𝒊𝒈𝒏𝒂𝒍) 𝒂 −𝑺(𝒔𝒊𝒈𝒏𝒂𝒍)𝒃
𝑪𝑵𝑹 = 𝑵(𝒏𝒐𝒊𝒔𝒆)
(Westbrook, 2014)

Keterangan :

𝑆𝑎 − 𝑆𝑏 = Sinyal jaringan hasil ROI jaringan a dengan jaringan b

𝑁 = Noise background image hasil dari ROI

Tabel 1. Parameter yang dipengaruhi oleh SNR (MRI At Glance, 2010)

Faktor
Parameter yang Konsekuensi/ Efek
Pengoptimalan
diatur
gambar
Meningkatkan SNR Meningkatkan scan time
Menurunkan Menurunkan scan time
Matriks Menurunkan spasial
resolusi
Meningkatkan slice Menurunkan spasial
thickness resolusi
Menurunkan Meningkatkan TE
Maksimum SNR bandwith Meningkatkan chemical
Meningkatkan FOV shift
Menurunkan spasial
Meningkatkan TR resolusi
Menurunkan TE Menurunkan T1
Meningkatkan banyak slice
Menurunkan T2

Maksimum spasial Slice thickness SNR menurun


resolusi menurun
(diasumsikan Matriks meningkat SNR menurun
dengan persegi Scan time meningkat
FOV) FOV menurun SNR menurun

TR berkurang SNR turun


Banyak slice berkurang
Phase encoding Spasial resolusi menurun
turun SNR meningkat
Mengurangi scan
Artefak karena pergerakan
time
NEX meningkat meningkat
Banyak slice pada SNR menurun
volume imaging
turun
41

f. Optimalisasi Citra

Dalam parameter MRI, dikenal Time Echo dan Time Repetition.

TE dapat mempengaruhi sinyal yang ditangkap oleh otot dalam

pencitraan musculoskeletal. TE yang sangat panjang menghasilkan

gambar dimana otot mengalami hipointens. Karena itu SNR berkurang

tetapi deteksi cairan ditingkatkan. Fat saturation juga dapat digunakan

untuk meningkatkan sinyal dari caira. Voxel yang lebih besar

diperlukan untuk mengimbangi penurunan SNR dengan penggunaan

TE panjang. Dengan memilih TE yang sedang, otot masih

mempertahankan sinyal (intensitas tingkat abu-abu) dengan

pembobotan Proton Density. SNR lebih tinggi dan resolusi spasial bisa

lebih baik daripada Gambar T2-weighted. Kontras digunakan untuk

mendeteksi cairan dan mempertahankan gambar anatomi. Teknik fat

saturation dianjurkan (Westbrook, 2014).

Tabel 2. Parameter yang berpengaruh terhadap TR, TE, NEX, dan slice
thickness (MRI At Glance, 2010)
Parameter Keuntungan Keterbatasan/ Efek
TR meningkat SNR meningkat Scan time meningkat
Banyak slice meningkat Mengurangi nilai T1
TR berkurang Mengurangi scan time Menurunkan SNR
Meningkatkan T1 Menurunkan banyak
slice
TE meningkat Meningkatkan T2 Mengurangi SNR
TE berkurang Meningkatkan SNR Mengurangi T2
NEX Meningkatkan SNR Proporsi lterbatas
meningkat Lebih banyak sinyal Scan time meningkat
NEX Proporsi terbatas SNR turun
berkurang Scan time berkurang berkurang sinyal
Slice Meningkatkan SNR Spasial resolusi
thickness Anatomi yang tercover menurun
meningkat bertambah Parsial volume
meningkat
Slice Spasial resolusi SNR berkurang
thickness meningkat
berkurang Parsial volume Anatomi yang tercover
berkurang berkurang
42

Pembobotan PD membantu untuk memperlihatkan kondisi

persendian (genu) lebih baik. Pada potongan sagital dan coronal hasil

ACL maupun PCL lebih mendukung, sedangkan untuk potongan axial,

hasil meniskus akan tampak lebih jelas. Dengan menggunakan koil

genu semua bagian dapat tercover

tanpa ada missing informasi. Sangat di rekomendasikan untuk

anatomi tersebut karena dengan koil Knee Joint coil bervolume hasil

sinyal lebih merata. Bila tidak menggunakan koil volume hasil lebih

kasar. Selain itu, otot, cairan dan lemak komponen knee joint

memberikan kontras yang baik (Westbrook, 2014)

Resolusi spasial yang sangat baik biasanya diperlukan,

terutama ketika dicurigai kelainan pada bagian meniscal. Oleh karena

itu, irisan tipis / celah dan matriks halus diperlukan. Untuk penilaian

dari wilayah retropatellar, surface coil ditempatkan secara langsung di

atas patela sehingga SNR yang sangat bagus dan memungkinkan

resolusi tinggi pencitraan. Ketika memanfaatkan teknik fat saturation,

bandwidth berkurang SNR meningkatkan jauh dan karenanya harus

digunakan jika memungkinkan.. PD memberikan demonstrasi yang

baik dari kartilago artikular dan agunan ligamen, dan mungkin cukup

memvisualisasikan meniscal air cell (tergantung pada kapasitas

sistem gradien untuk memberikan jarak gema pendek) (Moeller,

2010). Potongan sagital oblique sangat membantu dalam klinis ini,

dimana potongan diatur dengan mengikuti kemiringan dari bentuk

ACL. Sehingga mampu menampakkan hasil ACL yang sangat baik

(Alex, 2011).
43

(a) (b) (c)

Gambar 16. (a) Topogram axial, (b) topogram coronal untuk mendapatkan
ACL dengan potongan sagital oblique (c) topogram sagital membantu
menentukan apakah objek sudah tercover secara menyeluruh dalam
topogram axial dan coronal
44

B. Kerangka Teori
Ruptur ACL

Magnetic Resonance Imaging (MRI) KNEE JOINT

Pulse Sekuen MRI

Gradient Recalled Turbo Spin Echo Inversin


Echo

T1WI PDWI T2WI

Axial Coronal
Sagital

True Sagital Sagital Oblique

TE SNR

Slice

CNR
TR

FOV Scan
Time
Flip
Spasial
NEX
Resolusi

Matrix
INFORMASI
Kualitas ANATOMI MRI
KNEE
Gambar 17. Kerangka Teori
45

Keterangan :
1. Garis hitam menunjukkan adanya hubungan antara kolom satu dengan
lainnya
2. Garis biru menunjukkan bahwa faktor – faktor tersebut mempengaruhi
hasil SNR dan CNR
3. Garis merah menunjukkan bahwa faktor – faktor tersebut mempengaruhi
spasial resolusi
4. Garis ungu menunjukkan bahwa faktor – faktor tersebut mempengaruhi
scan time
5. Kolom tebal menunjukkan hal – hal yang akan dibahas lebih lanjut dalam
penelitian ini
46

C. Hipotesis

Ho1 : Tidak ada pengaruh variasi slice thickness terhadap informasi

anatomi MRI Knee Joint potongan sagital oblique sekuen PD TSE

klinis ruptur ACL.

Ha1 : Ada pengaruh variasi slice thickness terhadap informasi anatomi

MRI Knee Joint potongan sagital oblique sekuen PD TSE klinis

ruptur ACL.

Ho2 : Tidak ada pengaruh variasi slice thickness terhadap kualitas citra

MRI Knee Joint potongan sagital oblique sekuen PD TSE klinis

ruptur ACL.

Ha2 : Ada pengaruh variasi slice thickness terhadap kualitas citra MRI

Knee Joint potongan sagital oblique sekuen PD TSE klinis ruptur

ACL.

Anda mungkin juga menyukai