Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Frozen Shoulder

1. Definisi frozen shoulder

Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan

lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu (Hudaya, 2015). Lebih lanjut Hudaya

menjelaskan kondisi ini ditemukan kapsulitis, disertai sedikit atau tanpa synovitis,

tetapi tidak ditemukan arthritis. Dapat ditemukan fibrosis jaringan perikapsuler.

Menurut AAOS (2000), frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan

gejala khas berupa nyeri bahu dan pembatasan lingkup gerak sendi bahu yang

dapat mengakibatkan gangguan aktivitas kerja sehari-hari.

2. Anatomi fungsional sendi bahu

Rotator cuff complex merupakan sendi yang paling kompleks pada tubuh

manusia. Dibentuk oleh tulang-tulang scapula, clavicula, sternum dan humerus.

Dari keempat tulang ini membentuk sendi-sendi: (1) sternoclavicula; dibentuk

oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis sterni. Menurut

bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea.

Diantara kedua facies articularisnya dan sebagai cavum articulare. Capsula

articularis luas, sehingga kemungkinan gerakan luas, (2) acromioclaviculare;

5
6

merupakan sendi synovial (kecil) berupa hubungan antara clavicula dengan

acromion. Sendi ini diperkuat oleh fibrous capsule yang tertutup oleh ligamentum

acromioclaviculare superior dan inferior, conoid dan trapezoid, (3)

glenohumerale; dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas

glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi

meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya

labrum glenoidale (Snell, 2000), dan scapulothoracic; sendi scapulathorax bukan

sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan scapula terhadap dinding thorax

(Yusi, A,. 2013).

Gambar 2.1

Sendi bahu (Harry, 2014)

a. Biomekanik Bahu

Ditinjau dari aspek gerak maka sendi bahu dibagi menjadi dua yaitu

osteokinematika dan arthrokinematika.


7

1) Gerakan osteokinematika

Adalah gerakan yang terjadi diantara kedua tulang seperti

a) Gerak fleksi, penggeraknya adalah serabut otot deltoideus anterior.

b) Gerak ekstensi, penggeraknya adalah otot latissimus dorsi dan teres

mayor. Sedangkan pada gerakan hiperekstensi teres mayor tidak

berfungsi lagi, hanya 90º dan digantikan fungsinya oleh deltoid

posterior.

c) Gerak abduksi, penggeraknya adalah otot supra spinatus dibantu oleh

otot deltoideus.

d) Gerak adduksi, penggeraknya adalah otot pectoralis mayor dibantu

oleh otot latissimus dorsi, teres mayor serta otot sub scapulari.

e) Gerak abduksi horizontal, gerakan lengan yang mendekati tubuh dalam

posisi abduksi lengan 90º dan mencapai jarak gerak sendi 45º yang

dimulai posisi anatomis.

f) Gerak adduksi horizontal, gerakan lengan yang menjauhi tubuh dalam

posisi lengan 90º dan mencapai jarak gerak sendi 145º yang dimulai

dari posisi anatomis.

g) Gerak internal rotasi, penggeraknya adalah otot sub scapular.

h) Gerak eksternal rotasi, penggeraknya adalah otot infra spinatus.

2) Gerak arthrokinematika

Adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi yang meliputi roll dan

slide. Menurut Khuluqi, R (2012), gerakan arthrokinematika pada sendi

glenohumeral yaitu : (1) gerakan fleksi terjadi rolling caput humeri ke anterior,
8

sliding ke posterior,(2) gerakan abduksi terjadi rolling caput humeri ke cranio

posterior, sliding ke caudo ventral, (3) gerakan eksternal rotasi terjadi roling

caput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial, (4) gerakan internal

rotasi terjadi rolling caput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral.

b. Kapsul sendi

Kapsul sendi glenohumerale adalah pembungkus sendi yang terdiri dari

dua lapisan yaitu stratum synovial dan stratum fibrosum. Menurut Pubzt dan Pabst

(2000), stratum synovial merupakan lapisan dalam sendi yang memproduksi

cairan synovial yang memberi nutrisi kepada cartilago sendi. Stratum fibrosum

merupakan lapisan luar yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa dan berfungsi

membantu memperkuat persendian.

c. Sistem otot

Otot merupakan sebuah jaringan dalam tubuh yang berfungsi sebagai alat

penggerak aktif yang menggerakkan tulang. Otot bahu selain berfungsi sebagai

stabilisator dan pengontrol hubungan antara scapula dan humerus. Otot-otot bahu

terbagi menjadi (1) otot superficial, yaitu : m.trapezius dan m. latissimus dorsi,

otot tersebut sebagai otot pelindung dari otot-otot lain yang berada di bawahnya,

(2) otot ektrinsik dalam, yaitu : m. levator scapulae, m. rhomboideus minor¸m.

rhomboideus major, m. serratus anterior,(3) otot intrinsik, terdiri : m. deltoideus,

m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres major, m. teres minor, m.

subscapularis. (Hollinshead,1974).

Otot trapezius membantu gerakan rotator cuff girdle untuk gerakan fleksi,

ekstensi, abduksi tangan, dan rotasi upward scapula. Sedangkan otot latissimus
9

dorsi aktif pada gerakan ekstensi, adduksi, dan endorotasi lengan atas. Otot

levator scapulae juga bekerja bersama dengan otot rhomboideus untuk

mengontrol gerakan scapula dan menstabilkan posisi scapula. Otot levator

scapulae juga bekerja dengan 2 otot sekaligus yaitu : m.rhomboideus dan

m.pectoralis minor untuk bergerak rotasi downward dan depresi pada scapula.

Otot trapezius juga bekerja dengan otot levator scapulae sehingga menghasilkan

gerakan elevasi scapula (Donatelli, 2012).


10

1
2
14
3
15 4 5
16 7
6
17 8
9
10
11

18 19 12

13
20

Gambar 2.2
Otot-otot bahu dilihat dari posterior (Donatelli, 2012)
11

1
9 2
10 3
11
4
12 5
6
13
14 7
15
8
16

17
18

19

Gambar 2.3

Otot-otot bahu dilihat dari anterior (Donatelli, 2012).


12

3. Patologi frozen shoulder

Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul artikularis

glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior

mengalami synovitis, kontraktur ligamen coracohumeral, dan penebalan pada

ligamen superior glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior inferior

mengalami penebalan pada ligamen inferior glenohumeral dan perlengketan pada

ressesus axilaris, sedangkan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur,

sehingga khas pada kasus ini rotasi internal paling bebas, abduksi terbatas dan

rotasi eksternal paling terbatas atau biasa disebut pola kapsuler. Perubahan

patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal berupa

inflamasi pada membran synovial dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat

formasi adhesive (Emirza, 2013).

Proses terjadinya kondisi frozen shoulder diawali dengan adanya tendinitis

kronis tetapi kemudian mengalami perubahan-perubahan peradangan yang

menyebar melibatkan cuff dan kapsul yang mendasari sehingga terjadi

perlengketan (Appley dan Solomon, 2010). Ketika adhesiva capsulitis (frozen

shoulder) terjadi, perlengketan antara permukaan kapsul sendi menyebabkan

pergerakan bahu berkurang. Pembungkus capsul akan lebih dulu melekat pada

bagian inferior capsul (William, 2009).

a. Etiologi frozen shoulder

Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun

faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma,

over use, cidera atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit


13

kardiovaskuler, clinical depression dan Parkinson (AAOS, 2000, dikutip oleh

Emirza, 2013). Menurut American Academy Of Orthopedic Surgeon (2000), teori

yang mendasari terjadinya frozen shoulder adalah sebagai berikut : (i) teori

hormonal, pada umunya frozen shoulder terjadi 60 % pada wanita bersamaan

dengan datangnya menopause, (2) teori genetik, beberapa studi mempunyai

komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana

kembar identik pasti menderita pada saat yang sama, (3) teori auto immun, diduga

penyakit ini merupakan respon auto immun terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan

lokal, (4) teori postur, banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan

postur tegap menyebabkan pemendekkan pada salah satu ligamen bahu.

Walaupun banyak peneliti sependapat bahwa immobilisasi merupakan

faktor penting dari penyebab frozen shoulder sendi glenohumeral. Ada beberapa

kondisi predisposisi yang lain, pertama usia pasien. Capsulitis adhesiva tidak

terjadi pada usia muda, tetapi sering pada usia pertengahan. Kedua, refleks

spasme otot penting dalam perubahan fibrotic primer.

b. Tanda dan gejala frozen shoulder

1) Nyeri

Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali

ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur

bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah

beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terajdi,

berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-
14

angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal (Appley dan

Solomon, 2010).

Rasa nyeri dapat menjalar ke leher lengan atas bagian ventral, scapula dan

lengan bawah. Kadang-kadang rasa nyeri dapat mengganggu tidur pada malam

hari dan tidur ke sisi bahu yang terkena akan menimbulkan rasa nyeri juga. Rasa

nyeri juga akan timbul apabila ada upaya menggerakkan bahu, baik aktif maupun

pasif. Terdapat nyeri tekan difus yang lebih jelas di bagian anterior (Hudaya,

2015).

2) Keterbatasan lingkup gerak sendi

Frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva ditandai dengan adanya

keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata. Keterbatasan gerak ini

terjadi ke segala arah baik pada gerakan aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya

(abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya

(srugging) (Emirza, 2013).

Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari

sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya

kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita

akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging) (Emirza, 2013).

3) Penurunan kekuatan otot dan atropi otot

Pada pemeriksaan fisik didapat adanya kesukaran penderita dalam

mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri

dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering
15

mengganggu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita

dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan

dengan mengangkat bahunya (srunging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu

(dalam berbagai tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam

batas normal. (Emirza, 2013).

4) Gangguan aktifitas fungsional

Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada

penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri,

keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara langsung

akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya (Emirza,

2013).

Menurut Kisner (dikutip oleh Emirza, 2013) frozen shoulder dibagi dalam

3 tahap, yaitu:

a) Pain (Freezing):

Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerakan sendi

bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10-

36 minggu.

b) Stiffness (Frozen):

Ditandai dengan nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang

nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan

gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.


16

c) Recovery (Thawing):

Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis

tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini

berakhir 6-24 bulan atau lebih.

c. Prognosis frozen shoulder

Kondisi frozen shoulder mempunyai prognosis yang baik bila terapi yang

diberikan tepat dan adekuat. Latihan sedini mungkin mempengaruhi kesembuhan

pasien karena immobilisasi yang terlalu lama menimbulkan jaringan fibrous yang

akan membatasi gerak (Appley, 2010).

d. Diagnosa banding frozen shoulder

Kasus-kasus lain yang harus diperhatikan pada pasien sebagai diagnosis

banding dari frozen shoulder meliputi intra kapsuler dan ekstra kapsuler.

1) Intra kapsuler meliputi:

a) Osteoarthritis

Merupakan ganggguan cartilago articularis yang secara simultan

ditemukan perubahan cartilago hyalin, tulanh subchondral dan tulang disekitar

sendi. Penyakit ini tergolong penyakit sendi degeneratif yang bersifat progresif.

Osteoarthritis tidak disertai manifestasi sistemik, misalnya : demam, rasa lemah

badan dan lain-lain. Nyeri yang dirasakan biasanya dinyatakan sebagai linu dan

kaku (Hudaya, 2012).

b) Rheumatoid arthritis

Merupakan suatu penyakit sistemik yang bersifat progresif, yang mengenai

jaringan lunak (soft tissue) yang cenderung menjadi kronis. Gejala umumnya
17

berupa nyeri dan kaku pada sendi yang awitannya perlahan-lahan yang dimulai

dengan arthritis akut. Rasa kaku pada pagi hari yang menyeluruh (generalized

morning stiffness). Rheumatoid arthritis disertai manifestasi sistemik berupa

malaise, rasa lelah dan penurunan berat badan (Hudaya, 2015).

2) Ekstra kapsuler meliputi :

a) Tendinitis supraspinatus

Tendinitis supraspinatus terjadi karena adanya tendon supraspinatus yang

biasanya diakibatkan karena adanya gesekan dan penekanan yang berulang-ulang

serta dalam jangka waktu yang lama, oleh tendon otot bicep, ini akan

mengakibatkan kerusakan tendon otot supraspinatus dan berlanjut sebagai

tendinitis supraspinatus, keterbatasan gerak yang dialami kearah abduksi dan

eksorotasi.

b) Tendinitis bicipitalis

Tendinitis bicipitalis biasanya terjadi akibat adanya trauma akibat jatuh

atau dipukul pada bahu, dengan posisi lengan adduksi dan supinasi atau orang

yang bekerja berat dengan posisi seperti tersebut diatas secara berulang-ulang,

biasanya ditandai dengan adanya nyeri pada daerah anterior bahu, terdapat

keterbatasan gerak adduksi, terdapat nyeri tekan didepan caput humeri, tepatnya

pada sulkus bicipitalis humeri.

c) Bursitis subacromialis

Timbulnya penyakit ini hampir selalu sekunder akibat adanya tendinitis

atau lesi lain yang ada didekatnya atau akibat trauma langsung setempat. Foto

ronsen biasanya normal, tetapi pada kasus yang jarang, dapat tampak defosit
18

kalsium didalam atau dipermukaan tendon. Dapat pula yang timbul pada

Rhematoid arthritis atau akibat infeksi dan dapat pula tanpa sebab yang jelas.

Rasa nyeri saat dilakukan gerakan abduksi, karena pada saat gerakan abduksi itu

tuberositas mayus humeri berkontak dengan acromion, sehinga bursa tertekan.

Rasa nyeri pada umumnya mulai timbul bila lengan mendekati abduksi

90º dari tubuh (45º-125º). Tetapi bila lengan di elevasikan lebih lanjut, maka rasa

nyeri akan berkurang (Hudaya, 2015).

d) Ruptur rotator cuff

Otot-otot rotator cuff dapat robek akibat kecelakaan, penderita langsung

merasakan nyeri didaerah persendian bahu bagian atasnya, hal ini biasanya terjadi

pada anak-anak atau orang dewasa yang masih muda, sedangkan pada orang tua

ruptur terjadi hanya karena trauma ringan saja, hal ini terjadi karena adanya

degenerasi pada otot-otot rotator cuff, penderita mengalami kesulitan saat

melakukan gerakan abduksi lebih dari 90º atau melakukan gerakan abduksi

melawan tahanan

B. Problematika Fisioterapi Pada Frozen Shoulder

Problematika fisioterapi yang muncul pada kondisi frozen shoulder dapat

berupa impairment, finctional limitation, dan participation restriction. Rincian

peroblematika fisioterapi tersebut yaitu :

1. Impairment

Impairment adalah adanya kelemahan atau keadaan abnormal secara

fisiologi dan atau secara struktur dan fungsi anatominya. Impairment pada frozen
19

shoulder antara lain: adanya nyeri, keterbatasan gerak aktif maupun pasif, adanya

atrofi otot sekitar bahu misal pectoralis mayor, deltoideus dan otot rotator cuff

dan penurunan kekakuan otot (Hudaya, 2013).

a. Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial

(Smeltzer, 2001). Nyeri pada frozen shoulder bersifat tumpul, nyeri akan semakin

menjadi bila bahu digerakan dan lingkup gerak pun akan terbatas.

Pemeriksaan nyeri pada kasus frozen shoulder menggunakan visual analog

scale (VAS). VAS marupakan alat pengukuran intensitas nyeri efisien yang telah

digunakan secara luas dalam penelitian dan pengaturan klinis (Ivan, 2013). Garis

yang digambar sepanjang 10 cm, dimana bagian ujung kiri dari garis merupakan

pernyataan tidak ada nyeri sama sekali, kemudian semakin ke kanan nyeri

semakin bertambah hingga ujung bagian kanan garis merupakan nyeri yang sangat

hebat. Nyeri yang diperiksa dalam frozen shoulder yaitu nyeri saat diam, nyeri

saat gerak dan nyeri saat ditekan.

Tidak nyeri Nyeri


Tak tertahankan

Gambar 2.4
VAS (Visual Analog Scale)
20

b. Penurunan Lingkup Gerak Sendi

Timbulnya nyeri dan spasme otot menyebabkan pasien tidak banyak

bergerak dan cenderung inaktif, jika dibiarkan terlalu lama maka akan

menyebabkan penurunan LGS. Lingkup gerak sendi merupakan luas atau jarak

yang bisa dicapai oleh suatu persendian saat sendi tersebut bergerak. Baik secara

aktif maupun secara pasif. Salah satu teknik evaluasi yang paling sering

digunakan untuk mengukur LGS dengan alat ukur goniometer (Suhardi, 2014).

Pengukuran LGS bahu meliputi bidang sagital (S), frontal (F), tranversal (T), dan

rotasi (R). Hasil pengukuran pada gerak pasif lebih besar dari gerak aktif. Hasil

pengukuran harus dicatat berdasarkan International Standard Orthopaedic

Measurement (ISOM). Pada frozen shoulder keterbatasan pola kapsuler yaitu

gerakkan eksorotasi lebih terbatas daripada abduksi dan abduksi lebih terbatas

daripada endorotasi (Donatelli, 2012).

c. Penurunan kekuatan otot dan atrofi otot

Pada kondisi frozen shoulder sering didapati adanya kesukaran penderita

dalam mengangkat lengan (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri

dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering

mengganggu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita

dalam mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu

(dalam berbagai tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam

batas normal (Kuntono, 2004).

2. Functional limitation
21

Functional limitation yaitu gangguan dalam aktifitas fungsional yang tidak

dapat dilakukan sehari-hari akibat penyakit yang diderita. Masalah yang sering

ditemui pada kondisi frozen shoulder adalah keterbatasan gerak dan nyeri, oleh

karena itu sering ditemukan keluhan-keluhan berupa ketidakmampuan menggosok

punggung, menyisir rambut, ketidakmampuan menaruh atau mengambil sesuatu

dari saku belakang celana, ketidakmampuan untuk mengambil barang dari tempat

yang tinggi dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan bahu.

3. Participation restriction

Participation restriction yaitu ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas

dalam kegiatan bersosialisasi dengan masyarakat akan terganggu, sehingga dalam

hal ini menyebabkan penderita tersebut merasa tidak percaya diri dan kurang

berguna bagi masyarakat.

4. Pemeriksaan spesifik

a. Appley test

Appley adalah tes gerak aktif yang terdiri dari: (1) eksternal rotasi dan

abduksi, tangan bergerak ke atas lewat belakang kepala menyentuh sudut tengah

atas dari scapula yang berlawanan, (2) internal rotasi dan adduksi ke belakang,

tangan bergerak kebelakang menyilang punggung menyentuh sudut bawah dari

scapula lawannya.
22

Gambar 2.5
Appley test (www.aafp.org)

b. Yergason test

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya tendinitis bicipitalis.

Posisi pasien duduk, lengan pasien menempel sejajar dengan tubuh dan siku fleksi

90º dengan lengan bawah pronasi. Terapis duduk didepan pasien. Pasien diminta

menggerakkan tangannya kearah eksorotasi dan lengan bawah supinasi dengan

tahanan dari terapis (terapis menahan ke arah endorotasi). Jika terdapat nyari

gerak pada daerah sulkus bicipitalis, maka tes menunjukan hasil positif dimana ini

menunjukan adanya tendinitis bicipitalis.

Gambar 2.6
Yergason test (www.aafp.org)
23

5. Pemeriksaan kekuatan otot bahu

Pengukuran nilai kekuatan otot menggunakan Manual Muscle Testing

(MMT). MMT adalah suatu usaha untuk mengetahui kemampuan seseorang

dalam mengontraksikan otot / kelompok ototnya secara volunter (Mardiman,

2002). Pemeriksaan MMT bahu meliputi pemeriksaan otot fleksor, ekstensor,

abduktor, adduktor, eksorotator, endorotator bahu (Suhardi, 2014).

6. Pemeriksaan fungsional

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien dalam

melakukan aktifitas kesehariannya dan kemampuan fungsionalnya yang terganggu

akibat adanya keterbatasan lingkup gerak sendi dan nyeri yang dirasakan oleh

pasien. Pemeriksaan ini menggunakan alat ukur berupa Disability Index dari

Shoulder Pain and Disability Index (SPADI). Pada pemeriksaan ini pasien akan

diberi blanko yang di dalamnya berisi delapan aktivitas yang melibatkan sendi

bahu yang akan dinilai sesuai dengan tingkat kemampuan dan kesulitan yang

dimiliki pasien. Disini penilaiannya bersifat subjektif artinya pasien mengisi

blanko Disability yang diberikan terapis dan diisi sesuai dengan aktivitas apa yang

mampu dilakukan pasien itu sendiri. Jika dua atau lebih kemampuan fungsional

tidak mampu dijawab pasien maka pemeriksaan ini tidak bisa dilakukan (Roach et

al, 1991).

Nilai total dari pemeriksaan gangguan fungsional dengan menggunakan

indeks disability dari SPADI menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Jumlah nilai dibagi 80 dikali 100.


24

Semakin tinggi nilai total berarti semakin tinggi tingkat kesulitan pasien

begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilai total berarti semakin rendah tingkat

kesulitan pasien (Roach et al, 1991)

7. Pemeriksaan antopometri

Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan untuk

mengetahui ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan menggunakan alat ukur

tertentu, seperti timbangan dan pita pengukur (meteran).

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi Pada Frozen Shoulder

Pada frozen shoulder fisioterapi berperan untuk mengurangi nyeri,

meningkatkan lingkup gerak sendi, meningkatkan kekuatan otot. Untuk

menangani masalah tersebut penulis memilih modalitas yaitu :

1. Micro Wave Diathermy (MWD)

a. Pengertian MWD

MWD merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stresor fisis

berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik

frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm (Sujatno, 2002).

Teknik aplikasi ke jaringan melalui emitter yang berbentuk persegi panjang. Jarak

antara emitter dengan kulit 5-10 cm untuk emitter panjang, dosis mitis dan

comfortable, waktu yang digunakan 15 menit.

b. Efek fisiologis

Efek fisiologis dari pemberian MWD adalah: (1) meningkatkan

metabolisme sel-sel lokal kurang lebih 13% tiap kenaikan temperatur 1ºC, (2)
25

meningkatkan vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatik lokal dan

akhirnya terjadi vasodilatasi lokal, (3) meningkatkan elastisitas jaringan ikat

menjadi lebih baik seperti jaringan collagen kulit, otot, tendon, ligamen dan

kapsul sendi akibat menurunnya viskositas matrik jaringan tanpa menambah

panjang serabut kolagen, tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letak

kedalamannya kurang lebih 3cm, (4) meningkatkan elastisitas pembungkus

jaringan saraf.

c. Efek terapeutik

Efek terapeutik dari pemberian MWD adalah MWD dapat menghasilkan

gelombang elektromagnetik yang mempunyai efek terapeutik dan fisiologis

terhadap jaringan yaitu adanya panas dalam jaringan, maka jaringan akan teregang

dan akan membuat vasodilatasi dan sirkulasi darah menjadi lancar. Sirkulasi darah

yang lancar maka diharapkan substansi P (histamine, prostaglandin, bradikinin)

yang merupakan stimulus nyeri akan lebih cepat terbawa oleh aliran darah,

dengan demikian maka nyeri dapat berkurang (Michlovitz, 1996).

d. Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi penggunaan MWD antara lain: (1) kelainan-kelainan pada tulang,

sendi dan otot (misalnya RA, post traumatik), (2) kelainan-kelainan saraf perifer

seperti neuropati dan neuralgia, (3) cidera pada tendon (sprain) dan cidera pada

otot (strain).

Kontraindikasi penggunaan MWD antara lain: (1) logam dalam tubuh, (2)

alat-alat elektronis, (3) gangguan peredaran darah/pembuluh darah, (4) gangguan


26

sensibilitas, (5) perdarahan, (6) jaringan atau organ yang mempunyai banyak

cairan dan malignant tumor serta trombosis vena.

e. Dosis

Intensitas MWD pada beberapa alat intensitas maksimal yang

diperbolehkan mencapai 1000 watt. Lamanya terapi berlangsung selama 10-30

menit. Barth dan Kern menyatakan bahwa dengan menggunakan kumparan untuk

meningkatkan sirkulasi darah dalam otot diperlukan waktu ± 10 menit. Frekuensi

pengobatan biasa diberikan 2-3 kali perminggu atau 1 kali seminggu.

2. Terapi latihan

a. Pengertian terapi latihan

Terapi latihan merupakan salah satu tindakan yang dalam pelaksanaannya

menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif (Kisner dan Colby,

2007). Pada prinsipnya untuk meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS) harus

dilakukan penguluran struktur yang memendek serta mengembalikan elastisitas

jaringan lunak. Sedangkan kekuatan otot bahu dapat diperbaiki dengan terapi

latihan yang berulang- ulang.

b. Tujuan terapi latihan

Tujuan dari terapi latihan untuk mengulur jaringan lunak sekitar sendi

yang mengalami pemendekan serta meningkatkan lingkup gerak sendi dan

mengurangi nyeri sehingga dapat meningkatkan kemampuan fungsional

c. Indikasi dan kontraindikasi terapi latihan

Ada beberapa keadaan yang umumnya dapat diberikan intervensi terapi

latihan antara lain : (1) nyeri, (2) spasme, (3) kelemahan dan penurunan kekuatan
27

otot, (4) keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi), (5) hypermobile pada sendi, (6)

postur tubuh yang abnormal, (7) gangguan keseimbangan, stabilitas postur,

koordinasi, perkembangan dan tonus otot.

Kontraindikasi dalam terapi latihan antara lain : (1) latihan tidak boleh

dilakukan bila latihan tersebut mengganggu proses penyembuhan seperti pada

keadaan fraktur, (2) bila pasien merasakan nyeri yang sangat berat hentikan

latihan. Tanda-tanda latihan yang tidak tepat adalah timbulnya rasa nyeri dan

peradangan, (3) latihan harus di monitor dengan ketat terutama pada pasien

dengan gangguan jantung (Rendra, 2014).

d. Modalitas terapi latihan

Adapun tehnik terapi latihan dan gerakan yang dipergunakan dapat

digolongkan sebagai berikut; (1) Aktive movement; assisted active movement,

free active movement, assisted-resisted active movement, resisted active

movement, (2) Pasive movement; relaxed passive movement, forced passive

movement, manipulative passive movement (Subroto, 2010).

Alat bantu yang digunakan antara lain : shoulder whell, overhead pulley,

pendulum ( Codman’s ) exercises, dan fingger ladder (Laksono, 2009). Dari

beberapa tehnik terapi dan alat bantu yang dibahas diatas penulis menggunakan

tehnik free active movement / free active exercise dan alat bantu shoulder wheel.

1) Free active exercise

Posisi pasien berdiri, posisi terapis berdiri di samping pasien. Pelaksanaan

pasien diminta menggerakkan sendi bahu perlahan ke segala arah sampai batas

toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Gerakan ini bisa di sesuaikan dengan
28

dimodifikasi sesuai aktivitas keseharian yang sering dilakukan pasien. Setiap satu

arah gerakan dilakukan 8x pengulangan.

1. 2

3 4.

Gambar 2.7
Latihan gerakan free active exercise
Referensi gambar dari youtube.

2) Shoulder wheel

Latihan menggunakan shoulder wheel bertujuan untuk meningkatkan LGS

bahu pada gerakan fleksi, ekstensi, dan sirkumduksi. Cara pelaksanaan terapi

latihan dengan shoulder wheel adalah sebagai berikut :

a) Untuk meningkatkan LGS bahu pada gerakan fleksi dan ekstensi.

Pasien berdiri menyamping terhadap shoulder wheel, tangan yang akan

dilatih memegang pegangan. Terapis memberikan contoh dengan cara memutar

shoulder wheel ke atas untuk gerakan fleksi dan ke bawah untuk gerakan ekstensi.

Selanjutnya, pasien melakukan latihan dengan dipandu oleh terapis.


29

Gambar 2.8
Latihan gerak fleksi-ekstensi sendi bahu dengan shoulder wheel
Referensi gambar dari youtube.

b) Untuk meningkatkan LGS bahu pada gerakan sirkumduksi.

Terapis memberikan instruksi kepada pasien untuk berdiri menghadap

shoulder wheel, tangan yang akan dilatih memegang pegangan shoulder wheel.

Kemudian pasien diminta menggerakkannya dengan gerakan sirkumduksi ke arah

yang searah jarum jam kemudian dilanjutkan dengan gerakan yang berlawanan

arah dengan arah jarum jam.

Gambar 2.9
Latihan gerak sirkumduksi sendi bahu dengan shoulder wheel
Referensi gambar dari youtube.
Pada saat latihan terapis bertugas memeriksa gerakan yang dilakukan

pasien, agar tidak terjadi gerakan kompensasi trunk saat memutar shoulder wheel.

Dosis latihan : tiap gerakan dilakukan 2 x 8 hitungan.


30

Anda mungkin juga menyukai