Anda di halaman 1dari 3

Konsep Komunikasi Dalam Proposisi Ajining Dhiri ana ing Lathi, Salira ana ing Busana

Nama : Ikhtiar Azmi Larasati; Muhammad Fauzi Kusnaedi.


Email : ikhtiar.azmi@ui.ac.id; muhammad.fauzi87@ui.ac.id
Program Studi : Sastra Daerah untuk Sastra Jawa.

PENDAHULUAN
Kewibawaan memiliki kata dasar wibawa yang berarti pembawaan untuk dapat
menguasai, memengaruhi dan dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang
mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik. Individu yang berwibawa berarti memiliki
wibawa sehingga dipatuhi dan disegani orang lain secara ikhlas dan sadar tanpa paksaan
untuk menyeganinya. Seseorang yang berkata dengan tutur bahasa yang baik akan mampu
memberikan pemahaman terhadap orang lain sehingga orang tersebut percaya terhadap orang
yang memiliki kewibawaan. Kemudian, busana sebagai salah satu unsur penampilan sangat
mempengaruhi perspektif orang lain terhadap seseorang yang berbusana dengan baik. Busana
yang tepat, rapi, memberi keindahan, keserasian serta keselarasan memberikan citra diri
positif seseorang. Sebaliknya seseorang yang berbusana semrawut dengan aksesoris yang
berlebihan memberikan kesan citra negatif bagi pemakainya. Dalam masyarakat Jawa busana
sendiri penuh dengan piwulang yang sinandhi. Proposisi bahasa Jawa ajining dhiri ana ing
lathi, salira ana ing busana memiliki arti harga diri seseorang terletak pada tutur katanya,
sedangkan keberhargaan tubuh tampak dalam busana atau cara berpakaiannya. Latar
belakang dituliskannya penelitian ini yakni ketertarikan penulis terhadap proposisi bahasa
Jawa yang terkait dengan kewibawaan dalam pemakaian bahasa lisan dan praktik berbusana
sebagai daya keutamaan pribadi seorang individu yang dikaji secara semantik .

HASIL
Dari penelitian ini didapatkan temuan bahwa proposisi ajining dhiri ana ing lathi, salira
ana ing busana sesungguhnya memiliki dua unsur jenis komunikasi yakni komunikasi verbal
(lathi) atau apa yang tertulis maupun lisan dan komunikasi non verbal (busana). Dalam
sebuah percakapan, apabila busana dikombinasikan dengan pesan verbal sebagai salah satu
media atau lambang akan melengkapi sebuah jalinan komunikasi. Seorang individu yang
kewibawaan dirinya berpegang dari cara berbahasa (lathi) dan berpakaian (busana) akan
lebih dihargai oleh individu lain yang berinteraksi dengannya. Dengan demikian, bila
seseorang menerapkan proposisi ajining dhiri ana ing lathi, salira ana ing busana dalam
kehidupannya maka orang-orang akan lebih menyeganinya karena menciptakan kesan diri
yang positif dari kesantunan dalam komunikasi verbal maupun dalam mengenakan busana.
Di dalam berbusana manusia memiliki kebebasan dalam memilih ataupun menentukan
pakaian yang akan dikenakan akan tetapi dibatasi oleh kaidah sosial yaitu etika yang berlaku
di lingkungannya berada. Busana yang dipilih oleh setiap individu dewasa ini tentunya juga
berbeda-beda karena disesuaikan dengan kebutuhan dan bidang profesi yang berbeda-beda.
Sikap dalam berbusana tiap-tiap individu pun berbeda-beda perihal penentuan model, warna,
corak yang tepat dan baik sesuai dengan kesempatan, kondisi dan waktu.
Pakaian dan busana saling berkaitan jika dilihat dari filosofinya, salah satu contoh
aksesoris yang terdapat pada pakaian Jawa yang memiliki filosofi adalah iket-iket. Iket-iket
merupakan ikat kepala atau penutup kepala, memiliki arti bahwa orang yang memakainya
diharapkan memiliki pemikiran yang kuat dan tidak mudah terombang-ambing dalam
mempertimbangkan segala sesuatu yang akan dilakukan.

KESIMPULAN
Dari proposisi ajining dhiri ana ing lathi, salira ana ing busana mengindikasikan bahwa
masyarakat Jawa sangat menjunjung sebuah komunikasi verbal dan komunikasi non verbal,
terlihat dari bagaimana cara berbahasa dan cara berpakaian sebagai sarana menuju
kewibawaan ideal melalui dua indikator yakni lathi (berbahasa) dan busana (berpakaian).
Ajining dhiri ana ing lathi berarti seseorang dihargai karena caranya bertutur kata yang
sopan. Ajining salira ana ing busana berarti seseorang dihargai karena pakaian yang
dikenakannya. Busana atau pakaian yang melekat pada tubuh merupakan identitas bagi
pemakainya serta penunjukkan simbol identitas yang disampaikan oleh pemakainya, busana
bukan hanya sebagai penutup tubuh semata. Saat ini komunikasi yang baik merupakan
sebuah hal penting karena dengan berkembangnya zaman banyak individu yang tidak mampu
berbahasa atau berkomunikasi dengan individu lain secara benar. Penggunaan bahasa dengan
‘semaunya’ seperti sudah menjadi kebiasaan pada saat ini, maka dari itu penggunaan bahasa
yang baik sangat dibutuhkan. Selain penggunaan bahasa yang baik dan benar, penggunaan
pakaian yang sopan juga perlu diperhatikan. Dunia pekerjaan saat ini terlebih pada bidang
pelayanan publik maupun hospitality (seperti perhotelan, restoran, dan rumah sakit) menilai
kerapihan dalam hal berpakaian sebagai salah satu kunci utama dan mampu menunjukkan
kesan profesionalitas.
KATA KUNCI
proposisi, kewibawaan, busana, lisan

REFERENSI
V Naniek Risnawati. BUSANA MENCERMINKAN KEPRIBADIAN. Vol 6 No 1 (2014):
VOLUME 6 NOMOR 1 EDISI FEBRUARI 2014.

Elisatul Hawa. “Pengaruh Pengetahuan Busana dan Etika Berbusana Terhadap Penampilan di
Kampus Pada Mahasiswa Pkk S1 Tata Busana Angkatan 2011 Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang” FT Unnes, 2013.

Anda mungkin juga menyukai