Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Brand dalam dunia bisnis bukan hanya berdiri sebagai tanda, nama atau
simbol dari sebuah perusahaan saja, melainkan memiliki fungsi sebagai pengingat
untuk masyarakat akan suatu produk atau perusahaan yang memproduksinya dan
juga sebagai tolak ukur kualtias dari produk yang bersangkutan. Dalam
penggunaannya, kata brand dan branding memiliki makna yang berbeda, kata
brand berarti merek, sedangkan pengertian branding adalah berbagai kegiatan
komunikasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dengan tujuan untuk
membangun dan membesarkan sebuah brand atau merek (Freddy Rangkuti,
2000:14-15).

Brand merupakan sebuah nama atau simbol (seperti logo, merek dagang,
desain kemasan, tulisan dan sebagainya) yang dibuat untuk membedakan satu
produk dari produk pesaing. Selain itu, merek yang telah dipatenkan dapat
membuat produk tersebut menjadi lebih terlindungi dari upaya pemalsuan dan
pembajakan.

Peran brand menjadi sangat penting di era milenium dan globalisasi sekarang,
karena pembedaan satu produk dengan produk lainnya sangatlah tergantung pada
merek yang ditampilkan. Pembuatan brand yang tepat sangat memerlukan riset
pemasaran. Dengan adanya riset pemasaran ini kita dapat mengetahui dan
mengembangkan produk tersebut berdasarkan atribut produk yang unik, nama
yang unik, kemasan yang unik, serta didukung oleh strategi distribusi dan iklan
yang sesuai cenderung lebih cepat berhasil dibandingkan merek yang biasa-biasa
saja. Dasar pemikirannya adalah memposisikan suatu produk ke tingkat yang
lebih tinggi, yaitu dari produk sebagai sekedar komoditi, menjadi produk yang
memiliki brand value yang kuat, sehingga dapat mengurangi ketergantungan
produk tersebut pada pengaruh harga saat pengambilan keputusan pembelian.

Dalam membangun brand baru ini, PT Sinde Budi Sentosa juga harus
menentukan segmentasi target pasar mereka yang akan mereka tuju guna bisa
bersaing dengan kompetitor mereka, maka dari itu segmentasi, targeting dan
positioning (STP) cukup berperan penting dalam proses pembangunan brand baru
ini. Segmenting merupakan pembagian atau pengelompokan kondisi pasar yang
heterogen menjadi homogen dengan berbagai karakteristik. Menurut Griffin
(2006), segmentasi merupakan proses membagi pasar keseluruhan suatu produk
atau jasa kedalam beberapa segmen yang memiliki kesamaan dalam hal minat,
daya beli, geografi, perilaku pembelian maupun gaya hidup. Dengan melakukan
segmentasi pasar, pemasaran akan lebih terarah dan efektif sehingga dapat
memberikan kepuasan kepada konsumen. Lain halnya dengan targeting,
Targeting adalah mengevaluasi beragam segmen untuk memutuskan segmen
mana yang menjadi target market. Serangkaian program pemasaran yang
dilakukan harus sesuai dengan karakteristik pasar sasaran yang hendak dituju.

Selain segmentasi dan targeting, terakhir PT Sinde Budi Sentosa wajib


menentukan Positioning brand cap badak ini di tengah-tengah pasar, positioning
sendiri adalah bagaimana sebuah produk dimata konsumen yang membedakannya
dengan produk pesaing. Dengan upaya identifikasi, pengembangan, dan
komunikasi keunggulan yang bersifat khas serta competitive advantage. Dalam
hal ini termasuk brand image, manfaat yang dijanjikan serta competitive
advantage. Dengan begitu, produk dan jasa perusahaan dipersepsikan lebih
superior dan khusus dibandingkan dengan produk dan jasa pesaing dalam persepsi
konsumen.

PT. Sinde Budi Sentosa merupakan perusahaan farmasi yang bergerak dalam
produksi obat tradisional dan obat modern. Produk utama yang dihasilkan adalah
Larutan Penyegar yang termasuk dalam kategori cairan obat dalam. Perusahaan
ini didirikan pada tahun 1978 di daerah Bekasi dan mendapatkan hak untuk
pemakaian merek dan logo Cap Kaki Tiga dari Wen Ken Drugs Singapore Private
Limited.
Sejak tahun 2000, Wen Ken Drug Co Pte Ltd dan PT Sinde Budi Sentosa
berupaya untuk membahas masalah pembuatan suatu perjanjian lisensi.
Mengingat perundingan tidak mencapai titik temu. Lisensi dari Wen Ken Drug
Singapore tersebut diberikan kepada Kinocare Era Kosmetindo pada tanggal 28
April 2011 dan memberikan kewenangan kepada Kinocare Era Kosmetindo untuk
memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk di Indonesia.
Sementara, kerja sama Wen Ken Drug Singapore dengan perusahaan manufaktur
Indonesia yang lama (PT Sinde Budi Sentosa) telah berakhir pada tanggal 4
Februari 2008. Wen ken Drug akhirnya menunjuk pihak lain (PT. Kinocare Era
Kosmetindo) untuk memasarkan larutan penyegar cap Kaki Tiga, Kinocare Era
Kosmetindo mendaftarkan produknya dan menyatakan bahwa lukisan cap kaki
tiga adalah milik mereka, dan hasil pengadilan menyatakan bahwa merek dan
lukisan cap kaki tiga adalah milik Wen Ken Drug Co Pte Ltd, dan PT. Sinde Budi
Sentosa diminta melepaskan lukisan kaki tiga dari produknya, dan diminta
menarik seluruh produknya yang masih terdapat lukisan cap kaki tiga.

Terlepas dari itu maka PT. Sinde Budi Sentosa melakukan perbaikan Brand
produknya, tidak ada lagi brand kaki tiga pada label produk merek dan juga
mengganti nama produk menjadi larutan penyegar cap Badak. Karena telah
mendaftarken lukisan badak ke dirjen HAKI, PT. Sinde Budi Sentosa merasa,
lukisan badak dan tulisan larutan penyegar adalah milik mereka, maka mereka
menggugat ke pengadilan, jadilah mereka "berperang" kembali di pengadilan. dan
tampaknya Kinocare Era Kosmetindo kalah, akhirnya mereka harus
menghilangkan lukisan badak dan tulisan larutan penyegar (dalam huruf arab)
dari produk mereka. Sehingga saat ini di pasaran masyarakat dapat menjumpai
dua jenis kemasan larutan penyegar yaitu pertama larutan penyegar cap Badak
produksi PT Sinde Budi Sentosa dengan gambar lukisan badak pada kemasan dan
kedua larutan penyegar cap Kaki Tiga produksi PT Kinocare Era Kosmetindo
dengan gambar lukisan kaki tiga pada kemasan. Dengan adanya perubahan brand
milik PT. Sinde Budi Sentosa, maka sudah tentu menjadi pekerjaan yang berat
bagi pihak perusahaan untuk membangun brand cap badak di mata konsumennya.
Oleh karena itu penulis ingin melakukan penggalian informasi lebih lanjut
tentang “STRATEGI MEMBANGUN BRAND PRODUK CAP BADAK PT
SINDE BUDI SENTOSA.”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis buat maka penulis memberikan
identifikasi masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana cara PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand baru pasca
kasus perubahan merek dagang larutan penyegar cap badak?

2. Langkah apa saja yang dilakukan PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun
brand baru pasca kasus perubahan merek dagang larutan penyegar cap badak?

3. Bagaimana hambatan PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand baru


pasca kasus perubahan merek dagang larutan penyegar cap badak?

1.3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Strategi PT Sinde Budi
Sentosa dalam membangun brand baru pasca kasus perubahan merek dagang
larutan penyegar cap badak?

1.4. Tujuan penulisan

Dari rumusan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian yang
peneliti lakukan adalah :

1. Untuk mengetahui strategi PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand


baru pasca kasus perubahan merek produk Larutan Penyegar Cap Badak.

2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dialami perusahaan dalam


menjalankan strategi membentuk brand baru pasca perubahan merek dagang
Larutan Penyegar Cap Badak.
1.5 Manfaat penulisan

1. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam menjalankan strategi
membentuk dan membangun brand baru di bidang perubahan merek produk
perusahaan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat umum dan khususnya bagi
mahasiswa program studi ilmu komunikasi untuk mengetahui strategi
membentuk dan membangun brand baru khususnya pada merek produk
perusahaan.
Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih
masukan, pemikiran dan pertimbangan untuk memperkuat yang ada dalam
penelitian ini mengenai membangun brand baru sebuah perusahaan.
BAB II
TINJAUANPUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

2.1.1 Wahyu Eki Sepriansyah “Studi Membangun Citra Merek Dalam


Upaya Meningkatkan Kepercayaan Pelanggan (Studi Kasus Pada
Produk Indihome PT. Telkom Indonesia, Tbk)”.
Kepercayaan (trust) merupakan pondasi bisnis. Kualitas produk
terhadap suatu merek dalam sebuah produk akan sangat mempengaruhi
kepercayaan pelanggan terhadap produk. Sehingga kualitas produk yang
baik akan membuat citra merek dan kepercayaan pelanggan menjadi baik.
Kepercayaan (trust) ini tidak begitu saja dapat diakui oleh pihak lain/mitra
bisnis melainkan harus dibangun mulai dari awal dan dapat dibuktikan.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui strategi
perusahaan meningkatkan citra merek dalam upaya meningkatkan
kepercayaan pelanggan pada produk indihome PT. Telkom Indonesia, Tbk
(Persero). Penelitian ini menggunakan pendekatan kalitatif, data yang
dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal
dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo,
dan dokumen resmi lainnya.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa citra merek
memiliki faktor pendorong utama dalam upaya meningkatkan kepercayaan
pelanggan, karena kepercayaan pelanggan sangat bergantung pada citra
merek produk. Telkom melihat kepercayaan pelanggan sebagai asset
penting perusahaan untuk mencapai optimalisasi keberhasilan produk
indihome.
2.1.2 Nurul Khoirudin “Membangun Brand Image Dalam Upaya
Meningkatkan Daya Saing Madrasah (Studi Kasus di MI Masholihul Huda
Desa Krapyak Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran
2014/2015)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam
membangun brand image di MI Masholihul Huda Desa Krapyak Kecamatan
Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2014/2015, upaya yang
dilakukan dalam meningkatkan daya saing madrasah di MI Masholihul
Huda Desa Krapyak Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun
Pelajaran 2014/2015, serta faktor yang mendukung dan menghambat dalam
membangun brand image untuk meningkatkan daya saing madrasah di MI
Masholihul Huda Desa Krapyak Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara
Tahun 2014/2015.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dan pendekatan
kualitatif. Kemudian data yang telah terkumpul akan diadakan
penganalisaan dengan pendekatan kualitatif deskriptif untuk mengetahui
upaya membangun brand image dalam meningkatkan daya saing madrasah
di MI Masholihul Huda Desa Krapyak Kecamatan Tahunan Kabupaten
Jepara Tahun Pelajaran 2014/2015.
Hasil Penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa 1) Upaya yang
dilakukan dalam membangun brand image di MI Masholihul Huda Desa
Krapyak Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2014/2015
dilaksanakan dengan cara Penyampaian visi dan misi yang jelas dan
menciptakan citra positif madrasah dengan mendorong guru-guru untuk
meningkatkan professionalismenya, menciptakan lingkungan yang kondusif,
pembelajaran yang ramah siswa, membangun manajemen yang kuat,
menciptakan kurikulum yang luas tapi seimbang, penilaian dan pelaporan
prestasi siswa yang bermakna, serta pelibatan orang tua dan masyarakat.
2.1.3 Fadhlir Rahman dan M. Kholid Mawardi “Strategi UMKM Dalam
Membangun Brand Toko Online Di Marketplace (Studi pada komunitas
Tokopedia di Kota Bekasi).”
Penelitian ini membahas mengenai strategi yang digunakan UMKM
dalam membangun brand image perusahaan (toko online) di marketplace.
Tidak hanya itu penelitian ini juga memiliki tujuan untuk mengidentifikasi
faktor pendukung dan faktor penghambat umkm dalam membangun brand.
Beberapa teori yang mendasari penelitian ini yaitu penjelasan mengenai
umkm, e-Commerce dan strategi membangun brand image perusahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan
metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan
melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa strategi yang digunakan
umkm dirasa telah efektif karena telah memenuhi kriteria membangun brand
image perusahaan yaitu popularitas, kredibelitas, dan kemampuan untuk
disukai (corporate likeability). Tidak hanya itu umkm juga menggunakan
pertimbangan dalam membuat iklan di internet seperti menarik secara
visual, membidik kelompok tertentu, dan menekankan merek serta citra
perusahaan. Faktor pendukung UMKM dalam membangun brand terdiri
dari faktor kesadaran, faktor lingkungan kota bekasi, faktor marketplace,
fitur premium, dan komunitas. faktor penghambat umkm dalam membangun
brand adalah pelayanan marketplace yang kurang maksimal, adanya official
store, sulitnya memilih produk dan supplier, ekspektasi konsumen yang
berlebihan, dan man power (SDM).
2.1.4 Ahmad Elly Wibowo “Strategi Membangun Brand Image Dalam
Meningkatakan Daya Saing Lembaga Pendidikan Man 2 Ponorogo”.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh persaingan lembaga pendidikan yang
semakin ketat dan menuntut lembaga pendidikan untuk bersaing menjadi
lebih kompetitif. Sehingga strategi pemasaran untuk lembaga pendidikan
berperan penting di dalamnya. Strategi pemasaran berguna untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen, mendapatkan citra yang
baik dari konsumen dan meningkatkan daya saing lembaga pendidikan.
MAN 2 Ponorogo sebagai lembaga penyedia jasa pendidikan perlu belajar
dan memiliki inisiatif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan (siswa, wali
murid dan masyarakat). MAN 2 Ponorogo menerapkan strategi pemasaran
untuk membangun brand image lembaga untuk meningkatkan daya
saingnya.
Penelitian ini bertujuan: (1) untuk menganalisis strategi membangun
brand image dalam meningkatkan daya saing lembaga pendidikan MAN 2
Ponorogo, (2) untuk menganalisis faktor-faktor pembentuk brand image
dalam meningkatkan daya saing lembaga pendidikan MAN 2 Ponorogo, (3)
untuk mengetahui implikasi membangun brand image dalam meningkatkan
daya saing lembaga pendidikan MAN 2 Ponorogo.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian
adalah studi lapangan (field research). Dengan prosedur pengumpulan data
menggunakan: wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang
digunakan adalah analisis interaktif Miles dan Huberman, yang meliputi:
kegiatan reduksi data, display data, menarik kesimpulan atau verifikasi data.
Berdasarkan proses pengumpulan dan analisis data, hasil penelitian ini
adalah: (1) MAN 2 membangun brand image dalam meningkatakan daya
saing lembaga dengan melalui tiga strategi, yaitu positioning, differenting,
dan branding. (2) faktor-faktor membangun brand image dalam
meningkatkan daya saing lembaga MAN 2 Ponorogo adalah: a) akreditasi
kelembagaan, b) tingkah laku siswa, c) prestasi, d) kualitas lulusan, e)
kegiatan unggulan sekolah, dan f) hubungan alumni. (3) Implikasi
pembentukan brand image dalam meningkatkan daya saing sekolah, yakni:
a) kualitas pelayanan guru dan karyawan menjadi lebih baik, b) minat
masuk masyarakat terhadap sekolah meningkat, c) siswa memiliki akhlak
yang baik, d) kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap sekolah.

2.1.5 Agnesya Liberty “Strategi Public Relations Dalam Meningkatkan


Brand Image OMNI Hospital Alam Sutera”.
Merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dapat terus meningkatkan
image perusahaan di tengah persaingan yang cukup ketat di antara rumah
sakit di Jakarta dan sekitarnya. Sehingga untuk dapat terus eksis dan
bertahan di tengah persaingan yang cukup ketat, maka dibutuhkan strategi
Public Relations khusus.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik
pengumpulan data melalui wawancara semi-terstruktur, observasi
partisipatif, serta studi kepustakaan dari buku-buku yang berhubungan
dengan penelitian.
Berdasarkan teknik-teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan
selama penelitian, maka peneliti mendapatkan hasil bahwa strategi Public
Relations OMNI Hospitals Alam Sutera telah melaksanakan beberapa
program diantaranya publikasi, event, menciptakan berita, kepedulian
kepada komunitas, meraih citra, serta lobbying and negotiation. Strategi
Public Relations tersebut terbukti berhasil, hal ini bisa dilihat dari jumlah
customer yang terus meningkat, berbagai penhargaan yang diterima dengan
kategori tertentu, maupun event yang diadakan OMNI Hospitals Alam
Sutera terus bertambah. Hal tersebut menunjukkan bahwa OMNI Hospitals
Alam Sutera telah memiliki hasil untuk meningkatkan citra positif yang
hingga saat ini terus meningkat.
Untuk mempermudah memahami penelitian penulis dengan penelitian
terdahulu, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.Persamaan dan Perbedaan Rujukan Penelitian Terdahulu

Penelitian Terdahulu Persamaan Perbedaan


Wahyu Eki Sepriansyah Sama-sama meneliti Perbedaan nya penulis
“studi membangun citra tentang membangun menggunakan metode
merek dalam upaya citra merek kualitatif deskriptif dan
meningkatkan kepercayaan jurnal terdahulunya
pelanggan (Studi Kasus menggunakan metode
Pada Produk Indihome PT. analisis lapangan.
Telkom Indonesia, Tbk)”.
Nurul Khoirudin Sama sama meneliti Peneliti menggunan
“Membangun brand image perubahan logo metode kualitatif
dalam upaya meningkatkan terhadap citra merek. sedangkan peneliti
daya saing madrasah (Studi terdahulu menggunakan
Kasus di MI Masholihul kuantitatif.
Huda Desa Krapyak
Kecamatan Tahunan
Kabupaten Jepara Tahun
Pelajaran 2014/2015)”.

Fadhlir Rahman dan M. Sama sama meneliti Peneliti menggunakan


Kholid Mawardi “Strategi tentang rebranding metode kualitatif
umkm dalam membangun image perusahaan. sedangkan peneliti
brand toko online di terdahulu menggunakan
marketplace (Studi pada kuantitatif.
komunitas Tokopedia di
Kota Bekasi).”
Ahmad Elly Wibowo Sama sama Peneliti terdahulu meneliti
“strategi membangun menggunakan metode konsep rebranding nya
brand image dalam kualitatif. sedangkan penulis
meningkatkan daya saing meneliti brand produk
lembaga pendidikan man 2 perusahaan.
ponorogo”.
Agnesya Liberty “strategi Sama-sama Berbeda dalam memilih
public relations dalam menggunakan metode teori yang akan
meningkatkan brand image kualitatif. digunakan.
omni hospital alam sutera”.

2.2 Definisi Brand (Merek)


Menurut Agustinus Sri Wahyudi (1996:149), istilah brand sendiri berasal
dari kata brand yang berarti to brand, yaitu aktivitas yang kerap dilakukan oleh
para peternak sapi di Negara Amerika dengan memberi tanda pada ternak-
ternak mereka untuk memudahkan mengidentifikasi kepemilikan ternak-ternak
mereka sebelum dijual ke pasar.
Menurut Undang-undang Merek No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 dalam
Fandy Tjiptono (2015:3) bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama,
kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-
unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Merek atau brand merupakan konsep yang
menjadi salah satu poin penting dalam pemasaran sebuah produk, dimana kata
brand itu sendiri berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu
produk dan layanan yang diyakini tidak saja dapat memenuhi kebutuhan, akan
tetapi dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dan terjamin (Kairupan,
Dida dan Budiana, 2016:269).
Sedangkan menurut penuturan Aaker, brand adalah nama atau symbol
yang bersifat membedakan (seperti logo, cap, kemasan) yang berfungsi untuk
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual tertentu, serta
membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Pada
akhirnya, brand memberikan tanda mengenai sumber produk serta melindungi
konsumen maupun produsen dari pesaing yang berusaha memberikan produk-
produk yang tampak identik. (A.B. Susanto, Himawan Wijarnako, 2004:6)

2.2.1 Fungsi dan manfaat Branding


Setidaknya ada 9 fungsi dan manfaat branding, diantaranya adalah:
2.2.1.1 Sebagai Pembeda: produk yang sudah memiliki brand kuat akan mudah
dibedakan dengan brand merek lain.
2.2.1.2 Promosi dan Daya Tarik: produk yang punya brand kuat menjadi daya
tarik konsumen dan akan lebih mudah dipromosikan.
2.2.1.3 Membangun Citra, Keyakinan, Jaminan Kualitas, dan Prestise: fungsi
branding adalah untuk membentuk citra sehingga membuat sebuah
produk mudah diingat oleh orang lain.
2.2.1.4 Pengendali Pasar: brand yang kuat akan lebih mudah mengendalikan
pasar karena masyarakat telah mengenal, percaya, dan mengingat brand
tersebut.
2.2.1.5 Memberikan daya tarik tersendiri bagi para konsumen.
2.2.1.6 Lebih mudah mendapatkan loyalitas pelanggan terhadap produk/jasa
yang ditawarkan.
2.2.1.7 Membuka peluang perusahaan untuk menetapkan harga jual yang lebih
tinggi.
2.2.1.8 Peluang bagi pelaku usaha untuk melakukan diferensiasi produk.
2.2.1.9 Menjadi ciri tertentu yang membedakan produk perusahaan dengan
produk milik perusahaan pesaing.

2.2.2 Brand Image


Brand image atau citra merek merupakan serangkaian sifat tangible dan
intangible, seperti ide, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan, dan fitur yang
membuatnya menjadi unik (Hasan, 2013:210). Secara visual dan kolektif,
sebuah brand image harus mewakili semua karakteristik internal dan
eksternal yang mampu mempengaruhi bagaimana sebuah merek itu
dirasakan oleh target pasa atau pelanggan (Hasan, 2013:210). Citra merek
dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen
ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana
dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan
pada merek tertentu, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain.
Citra merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak
konsumen” (Rangkuti dalam Sangadji dan Sopiah, 2013: 327). Simamora
dalam Sangadji dan Sopiah (2013:327) mengemukakan bahwa “Citra merek
adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh
pemasar. Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa
yang dijanjikan kepada konsumen.
Menurut Sangadji dan Sopiah (2013:328) “Asosiasi merupakan atribut
yang ada di dalam merek dan akan lebih besar apabila pelanggan
mempunyai pengalaman berhubungan dengan merek tersebut. Berbagai
asosiasi yang diingat oleh konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk
citra merek (brand image).” Dari sebuah produk dapat lahir sebuah brand
jika produk itu menurut persepsi konsumen mempunyai keunggulan fungsi
(functional brand), menimbulkan asosiasi dan citra yang diinginkan
konsumen (image brand) dan membangkitkan pengalaman tertentu saat
konsumen berinteraksi dengannya (experiental brand).
Citra produk dan makna asosiasi brand dikomunikasikan oleh iklan dan
media promosi lainnya, termasuk public relation dan event sponsorship.
Iklan dianggap mempunyai peran terbesar dalam mengkomunikasikan citra
sebuah brand dan sebuah image brand juga dapat dibangun hanya
menggunakan iklan yang menciptakan asosiasi dan makna simbolik yang
bukan merupakan ekstensi dari fitur produk.
Penting untuk dicatat bahwa membangun sebuah brand tidak hanya
melibatkan penciptaan perceived difference melalui iklan. Sering terjadi
kesalahpahaman bahwa sebuah brand dibangun semata – mata
menggunakan strategi periklanan yang jitu untuk menciptakan citra dan
asosiasi produk yang diinginkan. Memang iklan berperan penting dalam
membangun banyak merek terutama yang memang dideferensiasikan atas
dasar citra produk akan tetapi, sebuah image brand sekalipun harus
didukung produk yang berkualitas, strategi penetapan harga yang tepat
untuk mendukung citra yang dikomunikasikan melalui iklan produk
tersebut.

2.2.3 Cara Membangun Citra Merek Yang Kuat


Rangkuti dalam Sangadji dan Sopiah (2013:326) mengemukakan
bahwa, membangun merek yang kuat tidak berbeda dengan membangun
sebuah rumah. Oleh karena itu, untuk membangun sebuah merek yang kuat
diperlukan juga sebuah fondasi yang kuat. Berikut adalah cara-cara yang
digunakan untuk membangun merek yang kuat :
2.2.3.1 Sebuah merek harus memiliki pemosisian yang tepat
Agar mempunyai pemosisian, merek harus ditempatkan secara spesifik
di benak pelanggan. Membangun pemosisian adalah menempatkan
semua aspek dari nilai merek (brand value) secara konsisten sehingga
produk selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan.
2.2.3.2 Memiliki nilai merek yang tepat
Merek akan semakin kompettif jika dapat diposisikan secara tepat. Oleh
karena itu, pemasar perlu mengetahui nilai merek. Nilai merek dapat
membentuk kepribadian merek (brand personality) yang mencerminkan
gejolak perubahan selera konsumen dalam pengonsumsian suatu produk.
2.2.3.3 Merek harus memilik konsep yang tepat
Konsep yang baik dapat mengkomunikasikan semua elemen nilai merek
dan pemosisian yang tepat sehingga citra merek (brand image) produk
dapat ditingkatkan.
2.3 Segmenting, Targeting, Positioning
2.3.1 Segmenting
Menurut Solomon dan Elnora (2003, p221), segmentasi adalah proses
membagi pasar yang lebih besar menjadi potongan-potongan yang lebih
kecil berdasarkan satu atau lebih karakteristik yang bermakna. Dengan
melaksanakan segmentasi pasar, kegiatan pemasaran dapat dilakukan
lebih terarah dan sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat digunakan
secara lebih efektif dan efisien dalam rangka memberikan kepuasan
bagi konsumen.

1. Demografis. Segmentasi ini dilakukan dengan membagi pasar ke


dalam kelompok-kelompok berdasarkan variabel demografis seperti:
Usia, jenis kelamin, besarnya keluarga, pendapatan, ras, pendidikan,
pekerjaan, geografis.
2. Psikografis. Segmentasi ini dilakukan dengan membagi pasar ke
dalam kelompok-kelompok yang berlainan menurut kelas sosial, gaya
hidup, kepribadian, dan lain-lain.
3. Perilaku. Segmentasi ini dilakukan dengan membagi konsumen ke
dalam segmen-segmen berdasarkan bagaimana tingkah laku, perasaan,
dan cara konsumen menggunakan barang/situasi pemakaian,
dan loyalitas merek. Cara untuk membuat segmen ini yaitu dengan
membagi pasar ke dalam pengguna dan non- pengguna produk.

2.3.2 Targeting
Menurut Solomon dan Elnora (2003, p232), target adalah kelompok
yang dipilih oleh perusahaan untuk dijadikan sebagai pelanggan sebagai
hasil dari segmentasi dan penargetan. Perusahaan dapat memilih dari
empat strategi meliputan pasar :
1. Undifferentiated targeting strategy, strategi ini menganggap
suatu pasar sebagai satu pasar besar dengan kebutuhan yang serupa,
sehingga hanya ada satu bauran pemasaran yang digunakan untuk
melayani semua pasar. Perusahaan mengandalkan produksi,
distribusi, dan periklanan massa guna menciptakan citra superior di
mata sebagian besar konsumen.
2. Differentiated targeting strategy, perusahaan menghasilkan beberapa
produk yang memiliki karakteritik yang berbeda. Konsumen
membutuhkan variasi dan perubahan sehingga perusahaan berusaha
untuk menawarkan berbagai macam produk yang bisa memenuhi
variasi kebutuhan tersebut.
3. Concentrated targeting strategy, perusahaan lebih memfokuskan
menawarkan beberapa produk pada satu segmen yang dianggap
paling potensial.
4. Custom targeting strategy, lebih mengarah kepada pendekatan
terhadap konsumen secara individual.

2.3.3 Positioning
Menurut Solomon, dan Elnora (2003, p235), adalah
mengembangkan strategi pemasaran yang bertujuan untuk mempengaruhi
bagaimana sebuah segmen pasar tertentu memandang sebuah barang atau
jasa dibandingkan dengan kompetisi. Penentuan posisi pasar menunjukkan
bagaimana suatu produk dapat dibedakan dari para pesaingnya. Ada
beberapa positioning yang dapat dilakukan :
1. Positioning berdasarkan perbedaan produk.
Pendekatan ini dapat dilakukan jika produk suatu perusahaan
mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan dengan pesaing
dan konsumen harus merasakan benar adanya perbedaan dan
manfaatnya.
2. Positioning berdasarkan atribut produk atau keuntungan dari produk
tersebut.
Pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan atribut apa yang dimiliki
suatu produk dan manfaat yang dirasakan oleh kosumen atas produk
tersebut.
3. Positioning berdasarkan pengguna produk.
Pendekatan ini hampir sama dengan targeting dimana lebih
menekankan pada siapa pengguna produk.
4. Positioning berdasarkan pemakaian produk.
Pendekatan ini digunakan dengan membedakan pada saat apa produk
tersebut dikonsumsi.
5. Positioning berdasarkan pesaing.
Pendekatan ini digunakan dengan membandingkan keunggulan-
keunggulan yang dimiliki oleh pesaing sehingga konsumen dapat
memilih produk mana yang lebih baik.
6. Positioning berdasarkan kategori produk.
Pendekatan ini digunakan untuk bersaing secara langsung dalam
kategori produk, terutama ditujukan untuk pemecahan masalah yang
sering dihadapi oleh pelanggan.
7. Positioning berdasarkan asosiasi.
Pendekatan ini mengasosiasikan produk yang dihasilkan dengan
asosiasi yang dimiliki oleh produk lain. Harapannya adalah sebagian
asosiasi tersebut dapat memberikan kesan positif terhadap produk
yang dihasilkan oleh perusahaan.
8. Positioning berdasarkan masalah.
Pendekatan ini digunakan untuk menunjukkan kepada konsumen
bahwa produk yang ditawarkan memiliki positioning untuk dapat
memecahkan masalah.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang dimakudkan adalah untuk menggambarkan
paradigma penelitian sebagai jawaban atas masalah yang peneliti angkat dalam
penelitian ini, yaitu MEMBANGUN BRAND PRODUK PERUSAHAAN PT
SINDE BUDI SENTOSA.
Brand yang diteliti penulis di sini adalah cara membangun brand perusahaan
PT Sinde Budi Sentosa pasca terjadinya kasus perebutan merek Cap Kaki Tiga
dengan PT Kinocare. PT Sinde sendiri terpaksa membangun brand baru yaitu
Cap Badak dikarenakan terjadinya masalah dengan pemegang hak merek
sebelumnya yang telah penulis bahas diatas. Setelah adanya permasalahan
tersebut PT Sinde akhirnya melakukan pembentukan brand image menggunakan
strategi-strategi membentuk brand image untuk mengembalikan kepercayaan
pelanggan dan juga untuk bisa memenangkan persaingan pasar, dan disini
penulis akan meneliti apakah cara PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun
brand baru menggunakan teori brand image dan juga bagaimana hambatan yang
terjadi saat PT Sinde Budi Sentosa membangun brand baru perusahaan tersebut.
Dari analisis seperti itulah penulis dapat mengetahui PT Sinde Budi Sentosa
menggunakan strategi atau teori seperti apa dalam membangun brand baru
perusahaan serta hambatan dalam melakukannya melalui evaluasi akhir tersebut.
Kerangka Pemikiran dalam penelitian ini tergambar dalam bagan di bawah
ini:

Strategi Membangun
Brand Produk Cap
Badak PT Sinde Budi
Sentosa

Cara membangun
citra
merek yang kuat

Posisi Merek Nilai Merek Konsep Merek

Evaluasi

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermakasud untuk memahami


fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010:6).
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
penelitian dengan desain penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di
dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan
menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi (Moleong, 2005 : 3).
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana
memperoleh informasi tentang bagaimana cara PT Sinde Budi Sentosa dalam
membangu brand perusahaan pada produk larutan penyegar cap badak. Penelitian
kualitatif dengan metode analisis deskriptif yang dilakukan oleh peneliti
bermaksud untuk meneliti sesuatu secara mendalam dari segi proses yang lebih
rinci, sehingga mampu mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan gambaran
secara utuh.

3.2 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau objek
yang memiliki karakter & kualitas tertentu yang ditetapkan oleh seorang peneliti
untuk dipelajari yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan. (Sugiyono, 2008).
Adapun populasi dalam peneltian ini adalah karyawan PT Sinde Budi Sentosa dan
masyarakat.

21
3.3 Sampel
Dalam melakukan penelitian, peneliti tidak harus mengamati seluruh objek
yang dijadikan sebagai pengamatan. Peneliti dapat mengamati, mempelajari dan
menjelaskan sifat-sifat dari objek penelitian dengan mengambil hanya sebagian
dari keseluruhan objek. Sebagian dari keseluruhan objek inilah yang disebut
sebagai sampel. Adapun teknik pengabilan sampel disebut dengan teknik
sampling. Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang
jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan digunakan sebagai sumber
data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar
diperoleh sampel yang represntatif.
Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah pusposive sampling yaitu
pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang sesuai dengan
karakteristik populasi. Oleh sebab itu, sampel dalam penelitian ini adalah
manajer marketing Larutan Penyegar Cap Badak.

3.4 Informan dan Key Informan


3.4.1 Key Informan
Key informan merupakan sumber informasi yang utama dalam
membantu peneliti untuk melakukan sebuah penelitan. Key informan ialah
orang yang memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan tetang objek
yang akan diteliti oleh peneliti.Informan kunci atau informan utama pada
penelitian ini adalah Manager Marketing PT. Sinde Budi Sentosa. alasan
saya memilih manajer marketing sebagai key informan dikarenakan
penelitian saya berfokus tentang rebranding perusahaan jadi menurut saya
beliau cukup berkompeten sebagai key informan.
3.4.2 Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan dalam memberikan
informasi, tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Kegunaan informan
dalam penelitian ialah membantu agar secepatnya dan tetap seteliti
mungkin dapat membenarkan diri dalam konteks setempat. Usaha untuk
menemukan informan dapat dilakukan dengan cara melalui keterangan
orang yang berwenang, baik secara formal maupun informal. Adapun
informan dalam penelitian ini adalah warga yg sering mengkonsumsi cap
badak Staff Marketing PT Sinde Budi Sentosa. Alasan saya memilih staf
marketing sebagai informan adalah karena beliau paham tentang
bagaimana proses rebranding perusahaan sinde.
Berdasarkan uraian di atas, maka informan ditentukan dengan teknik
purposive yaitu penentuan informan tidak didasarkan pedoman atau
berdasarkan perwakilan populasi, namun berdasarkan kedalaman informasi
yang dibutuhkan, yaitu dengan menemukan informan kunci yang kemudian
akan dilanjutkan dengan informan lainnya dengan tujuan mengembangkan
dan mencari informasi sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan
masalah penelitian.

3.5 Unit Analisis


Unit analisis yaitu unsur atau sekelompok unsur yang menjadi dasar untuk
diteliti. Unit analisis data dalam penelitian ini adalah PT Sinde Budi Sentosa.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data-data yang mendukung penelitian. Untuk
mencari informasi guna mendapatkan data-data yang diperlukan peneliti
menggunakan teknik:

3.6.1 Data Primer

Wawancara
Suatu cara mengumpulkan data-data atau informasi dengan cara langsung
bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data secara lengkap dan
mendalam. Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan wawancara
tak terstruktur. Wawancara tak terstruktur yaitu mengggunakan pertanyaan-
pertanyaan yang muncul secara spontan dan merupakan perkembangan dari
daftar pertanyaan yang ada, sifatnya informal tambahin observasi.

3.6.2 Data Sekunder


Peneliti mencari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian
ini. Dokumen itu dapat berupa dokumen publik atau dokumen privat.
Dokumen publik misalnya: laporan polisi, berita-berita surat kabar, traskrip
acara TV, dan lainnya. Sedangkan dokumen privat misalnya: memo, surat-
surat pribadi, catatan telepon, buku harian individu, dan lainnya. Dengan
teknik ini peneliti berusaha memperoleh data atau informasi dengan cara
menggali dan mempelajari dokumen-dokumen, arsip dan catatan yang
berhubungan dengan Rebranding produk PT. Sinde Budi Sentosa.

3.7 Teknik Analisis Data


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka data yang digunakan
adalah teknik analisis data kualitatif. Peneliti mengacu pada metode analisis data
yang digunakan adalah analisis mode Miles dan Huberman, yaitu:
1. Pengumpulan data, melalui wawancara, observasi dan dokumen. Pada
langkah ini peneliti mengumpulkan data dengan melakukan wawancara
terhadap informan Manager Marketing PT. Sinde Budi Sentosa.
2. Reduksi. Langkah ini adalah memilih informasi mana yang sesuai dan tidak
sesuai dengan masalah penelitian.
3. Penyajian. Setelah informasi dipilah maka disajikan, bisa dalam bentuk table
ataupun uraian penjelasan.
4. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan.

3.8 Definisi Konseptual


Definisi konseptual dimaksud untuk menghindari perbedaan dalam
menafsirkan yang berkaitan dengan istilah – istilah dalam judul skripsi ini.
Sesuai dengan judul penelitiannya “Strategi Rebranding Merek Perusahaan”
Maka definisi konseptual yang perlu dijelaskan yaitu :
1. Membangun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara atau langkah-
langkah perusahaan PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand
perusahaan yang baru pasca terjadinya kasus dengan PT Kinocare, dari situ
dapat diuraikan membangun tersebut secara ilmiah.
2. Brand yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wajah baru perusahaan
setelah adanya kasus dengan PT Kinocare, proses membangun brand baru
serta bagaimana cara perusahaan melakukan proses tersebut
3. Perusahaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah pabrik yang
memproduksi larutan penyegar cap badak yang sedang mengalami proses
rebranding merek produk.

3.9 Keabsahan Data


Metode yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data dalampenelitian
ini menggunakan metode triangulasi, dimana jawaban subjek nantinya akan
dianalisis dan diteliti kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya)
yang tersedia. Kemudian jawaban subjek akan di cross-check dengan dokumen
yang ada. Dalam menggunakan triangulasi data terdapat pemeriksaan keabsahan
data yang relevan, yaitu:

1. Triangulasi sumber

Membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan sutau infomrasi


yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Penulis membandingkan hasil
pengamatan pada objek penelitian.

2. Triangulasi waktu

Berkaitan dengan perubahan suatu proses dan perilaku manusia karena


perilaku manusia dapat berubah setiap waktu. Penulis melakukan pengamatan
berulang-ulang untuk melihat proses dan perubahan yang terjadi pada objek
penelitian, karenanya pengamatan dilakukan tidak cukup hanya dengan satu
kali pengamatan. Maka, penulis perlu melakukan pengamatan bekali-kali pada
objek penelitian agar mendapatkan data yang benar-benar akurat.

3. Triangulasi teori

Memanfaatkan dua atau lebih teori untuk diadu atau dipadu. Utuk itu
diperlukan rancangan riset, pengumpulan data, dana analisi data yang lengkap
suapaya hasilnya komprehensif. Penulis menggunakan berbagai macam
rujukan teori atau konsep yang digunakan dalam tinjauan pustaka untuk
dipadukan dalam penelitian agar mendapatkan hasil yang menyeluruh. Dalam
melakukan penelitian, penulis merancang apa yang diperlukan dalam riset,
seperti mengumpulkan data untuk kemudian dilakukan analisis data.

4. Triangulasi periset

Menggunakan lebih dari satu periset dalam mengadakan observasi atau


wawancara. Karena masing-masing periset mempunyai gaya, sikap dan
persepsi yang berbeda dalam mengamati fenomena maka hasil pengamatannya
bias berbeda meski fenomenanya sama.

5. Triangulasi metode

Triangulasi metode dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu


teknik pengumpulan data untuk mendapatkan yang sama. Dalam teknik
pengumpulan data, penulis menggunakan dua sumber data dalam
mengumpulkan data, yaitu data primer dan data sekunder. Kedua sumber data
tersebut diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi untuk
kemudian dilakukan analisis data dengan membandingkan ketiga sumber data
tersebut untuk mendapatkan hasil yang lengkap.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1Profil Perusahaan Sinde Budi Sentosa

Sejak didirikan pada tahun 1978, PT. Sinde Budi Sentosa telah
berkembang dari sebuah farmasi sederhana yang hanya mempunyai sebuah
pabrik di Bekasi, Jawa Barat. Menjadi sebuah perusahaan global dengan
network operasional dan distribusi di Indonesia, Belgia, Brunei Darussalam,
Cina, Hongkong, Malaysia, Nigeria, Saudi Arabia, Singapura, Korea
Selatan dan Timur Tengah.

PT. Sinde Budi Sentosa telah mengeluarkan 12 jenis produk yang


tergolong dalam pengobatan internal dan eksternal, serta diklasifikasikan
lebih lanjut dalam 9 (sembilan) kategori produk. Pengobatan internal
mencakupi Larutan Penyegar (Cap Badak dan Lasegar), Energy Drink
(Ena’O dan Enerbee), minuman kesehatan Sanzha Plum, Puyer Sakit
Kepala, Jamu Ginpasak, dan Chen Chu Liang Teh. Sementara pengobatan
eksternal berupa Balsem (Cap Badak dan Bapala), Obat Kurap dan Salep
Kulit.

Produk Utama PT. Sinde Budi Sentosa adalah Larutan Penyegar dalam
kategori minuman penyegar untuk pengobatan panas dalam di pasaran
Indonesia. Nama Larutan Penyegar pun telah menjadi istilah generik di
pasar lokal, dan merupakan jaminan mutu di lingkungan pasar tingkat
nasional. PT. Sinde Budi Sentosa juga merupakan agen dan distributor
tunggal di Indonesia untuk Sirup Obat Batuk Cap Ibu dan Anak (Nin Jiom-
Hongkong), Obat Sakit Perut Pil Chi Kit (Teck Aun-Malaysia), Minyak
Angin dan Inhaler (Siang Pure-Thailand) di Indonesia.

Kesuksesan itu tentu tidak membuat PT. Sinde Budi Sentosa berhenti
berinovasi. PT. Sinde Budi Sentosa tetap melakukan investasi strategis
dalam riset dan proses manufaktur terpadu untuk memastikan
memproduksi produk-produk terbaik bagi konsumen. Dengan menerapkan
proses-proses pengawasan mutu (Quality Control) yang ketat, dan
berpegang teguh pada Goog Manufacturing Practice (GMP) standard lewat
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB), kami menunjukan komitmen kami untuk
menyediakan obat yang aman dan efektif untuk kesehatan konsumen.

Salah satu bukti komitmen PT. Sinde Budi Sentosa dalam


menyediakan obat yang aman dan efektif adalah penghargaan ISO
22000:2005 yang diberikan kepada perusahaan kami sebagai pengakuan
akan sistem terpadu food safety, kualitas bahan, penyimpanan produk,
sampai dengan proses distribusi ke tangan konsumen, yang telah diterapkan
oleh perusahaan kami.

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan Sinde Budi Sentosa

Visi Perusahaan adalah menjadi salah satu perusahaan terbesar di


Indonesia, yang memproduksi obat-obatan tradisional dan moderen, makan
dan minuman kesehatan, serta produk kesehatan lainnya, dengan dukungan
teknologi canggih yang sesuai dengan standar GMP (Good Manufacturing
Practice).

Misi Perusahaan adalah memasarkan dan memproduksi produk


farmasi buatan sendiri maupun mitra bisnis dengan harga terjangkau, yang
dapat bersaing secara sehat, baik di pasar domestik maupun di pasar
ekspor, yang dapat memenuhi keinginan konsumen dan menguntungkan
semua pihak. Dengan motto Pembeli adalah Raja, Kepuasan Anda adalah
Kebahagian Kami, Produksi Kami adalah Untuk Melayani Masyarakat
Indonesia khususnya dan Masyarakat Dunia pada umumnya.
Persaingan industri air minum dalam kemasan, inovasi, kualitas,
atribut, citra merek, dan tingkat harga produk, menjadi hal-hal yang harus
diperhatikan oleh produsen agar tidak dikalahkan oleh pesaingnya. Salah
satu produk air minum dalam kemasan yang sudah lama dipasarkan di
Indonesia adalah larutan penyegar. Larutan penyegar cap Kaki Tiga sudah
dipercaya masyarakat Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Wen Ken
Drugs adalah perusahaan farmasi pemilik merek larutan penyegar cap
Kaki Tiga. Diproduksi sejak tahun 1937, larutan penyegar cap Kaki Tiga
telah hadir selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia.

Alkisah “Kaki Tiga” menjadi akrab di telinga tak bisa lepas dari peran
PT Sinde Budi Sentosa, sebuah perusahaan farmasi yang berdiri sejak
1978. Melalui produk larutan penyegar dalam botol, perusahaan yang
semula bermarkas di Tambun, Jawa Barat itu, pada tahun 1981 langsung
disukai konsumen. Maklum, larutan tersebut tanpa rasa, tanpa warna, tanpa
bahan pengawet dan murah. Merek “Kaki Tiga” memang hoki, karena
sejak itu PT Sinde Budi Sentosa langsung melakukan pengembangan
produk, di antaranya membuat tujuh rasa berbeda dalam kemasan kaleng
dan juga dalam bentuk kaleng yang beragam sebagai produk baru,
memperluas ragam produk dengan memproduksi versi baru dari Balsem
Pala (Bapala) dan sekaligus memperluas distribusinya dengan penambahan
gudang seluas 6.000 m2.

Tak cuma itu, pada 1995 PT Sinde Budi Sentosa memperoleh lisensi
Sirup Obat Batuk Nin Jiam Pei Pa Koa dari Hong Kong, dan Pil Chi Kit
Teck Aun dari Malaysia dan memindahkan kantor pusat ke Wisma SMR di
Jakarta Utara. Sementara pada tahun 2002, PT Sinde Budi Sentosa
memperkenalkan Ena’O, minuman energi, dan mendiversifikasikannya ke
dalam kemasan botol, kaleng dan sachet bubuk dan sachet cair. Diperoleh
informasi, perjanjian lisensi ternyata sudah dituangkan sejak 1978.
Perjanjian itu ditandatangani oleh Fu Weng Leng, Direktur Sinde Budi kala
itu. Isinya meminta Sinde Budi untuk memproduksi dan memasarkan
produk Cap Kaki Tiga di Indonesia. Sinde Budi juga diminta untuk
mendaftarkan merek dan produk Cap Kaki Tiga ke Direktorat Paten.
Namun, pada Februari 2008 lalu, kehandalan pengelola mengembangkan
menjadi perusahaan farmasi ternama tercoreng. Bahkan, sejak Maret 2008,
saat sejumlah Koran mengumumkan PT Sinde Budi Sentosa bukan
pemegang lisensi merek Cap Kaki Tiga. Sang induk pengumuman, Wen
Ken Drug Co Pte Ltd, perusahaan yang berkedudukan di Singapura,
mengungkapkan bahwa Wen Ken Drug adalah pemilik sah merek dagang
“Cap Kaki Tiga”, termasuk produk larutan penyegar cap Kaki Tiga.

Sejak 2000, menurut penggugat, Wen Ken Drug Co Pte Ltd dan PT
Sinde Budi Sentosa berupaya untuk membahas masalah pembuatan suatu
perjanjian lisensi. Mengingat perundingan tidak mencapai titik temu.
Lisensi dari Wen Ken Drug Singapore tersebut diberikan kepada Kinocare
Era Kosmetindo pada tanggal 28 April 2011 dan memberikan kewenangan
kepada Kinocare Era Kosmetindo untuk memproduksi, menjual,
memasarkan dan mendistribusikan produk di Indonesia. Sementara, kerja
sama Wen Ken Drug Singapore dengan perusahaan manufaktur Indonesia
yang lama (PT Sinde Budi Sentosa) telah berakhir pada tanggal 4 Februari
2008. Wen ken Drug akhirnya menunjuk pihak lain (PT. Kinocare Era
Kosmetindo) untuk memasarkan larutan penyegar cap Kaki Tiga, Kinocare
Era Kosmetindo mendaftarkan produknya dan menyatakan bahwa lukisan
cap kaki tiga adalah milik mereka, dan hasil pengadilan menyatakan bahw
merek dan lukisan cap kaki tiga adalah milik Wen Ken Drug Co Pte Ltd,
danPT. Sinde Budi diminta melepaskan lukisan kaki tiga dari produknya,
dan diminta menarik seluruh produknya yang masih terdapat lukisan cap
kaki tiga. Sehingga PT. Budi Sentosa melakukan perbaikan label
produknya, tidak ada lagi lukisan kaki tiga pada label produk merek dan
juga mengganti nama produk menjadi larutan penyegar cap Badak. Karena
telah mendaftarken lukisan badak ke dirjen HAKI, Sinde Budi merasa,
lukisan badak dan tulisan larutan penyegar adalah milik mereka, maka
mereka menggugat ke pengadilan, jadilah mereka "berperang" kembali di
pengadilan. dan tampaknya Kinocare Era Kosmetindo kalah, akhirnya
mereka harus menghilangkan lukisan badak dan tulisan larutan penyegar
(dalam huruf arab) dari produk mereka.

Sehingga saat ini di pasaran masyarakat dapat menjumpai dua jenis


kemasan larutan penyegar yaitu pertama larutan penyegar cap Badak
produksi PT Sinde Budi Sentosa dengan gambar lukisan badak pada
kemasan dan kedua larutan penyegar cap Kaki Tiga produksi PT Kinocare
Era Kosmetindo dengan gambar lukisan kaki tiga pada kemasan.
Berdasarkan ulasan diatas, maka penelitian ini akan membahas tentang
analisis brand awareness dan brand design awareness terhadap brand
loyalty.

Di Indonesia sendiri saat ini terdapat 3 merek untuk produk larutan


penyegar yaitu Kaki Tiga, Badak, Lasegar dan Adem Sari. Produk disebut
larutan penyegar karena bentuk sediaannya cair. Namun karena khasiatnya
untuk meredakan panas dalam, sebagian orang mengasosiasikan larutan
penyegar dengan semua produk yang mempunyai khasiat meredakan panas
dalam baik sediaan cair maupun sediaan lainnya.
4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Membangun brand baru produk larutan penyegar cap badak pada
PT Sinde Budi Sentosa

PT Sinde Budi Sentosa yang dulunya dikenal sebagai perusahaan


pembuat produk larutan penyegar cap kaki tiga sejak tahun 2011 harus
mengganti brand produknya menjadi cap badak dikarenakan masalah
berkepanjangan oleh Wen Ken Drugs selaku pemegang merek cap kaki
tiga. Oleh karena itu maka PT Sinde Budi Sentosa harus membangun
brand baru yaitu Cap Badak. Ada beberapa faktor eksternal yang
mempengaruhi perusahaan harus membangun brand cap badak yaitu:
1. Terjadinya permasalahan hukum mengenai merek cap kaki tiga (lihat
sub bab 4.1.1) sehingga diharuskannya PT Sinde Budi Sentosa
mengganti dan membangun ulang brand perusahaan.

2. Wen Ken Drugs selaku pemilik merek cap kaki tiga menawarkan
brand nya ke PT Kinocare sehingga keluarlah kompetitor baru yang
sama-sama memproduksi larutan penyegar dengan desain kaleng yang
hampir sama, hanya logo cap kaki tiga dan cap badak saja yang
berbeda, sehingga membuat bingung masyarakat awam mengenai
larutan penyegar ini.

Dalam melakukan proses membangun brand, PT Sinde Budi Sentosa


sama sekali tidak menggunakan tim Public Relations (PR) karena di PT
Sinde Budi Sentosa sendiri tidak ada PR. Pihak perusahaan sendiri
sebenarnya pernah menyewa jasa agensi Public Relations tapi hanya pada
saat acara tertentu saja seperti membuat media rilis, press release dan juga
media pitching pada saat terjadi kasus dengan merek cap kaki tiga
tersebut.
“Dalam proses membangun brand ini, kami tidak
pernah memakai public relations. Sempat beberapa
kali memakai mereka tapi hanya pada saat acara
tertentu saja, sebab kami tidak memakai jasa PR lagi
karena pada saat kami memakai mereka pun banyak
kerjaan mereka yang ujung-ujungnya di handle oleh
tim kami jadi kami putuskan dalam proses
membangun brand ini bahwa kami hanya
menggunakan tim marketing saja” (wawancara pak
joni, wakil presiden direktur PT Sinde Budi Sentosa)

Dalam membangun brand ini, pihak tim marketing perusahaan PT


Sinde Budi Sentosa terkesan membiarkan saja kebingungan yang terjadi di
masyarakat perihal cap badak atau cap kaki tiga. Saat masyarakat akan
membeli larutan di warung tetap larutan cap badak yang diberikan oleh
pemilik warung. Karena menurut PT Sinde Budi Sentosa merasa bahwa
masyarakat sendiri pun ketika membeli produk larutan sudah pasti yang
diberikan larutan cap badak, kecuali masyarakat tersebut sudah tahu
bahwa adanya perbedaan antara larutan cap kaki tiga dan larutan cap
badak.

“dari pihak marketing kami sendiri pada awalnya


banyak muncul banyak ide dari berbagai pihak
bagaimana cara kita untuk membat masyarakat lebih
mengetahui perbedaan dari cap kaki tiga dan cap
badak, tapi dari berbagai ide itu cenderung emosional
sehingga kami pikir pun sebaiknya kami tetap bertahan
saja dan jangan menyerang produk saingan, dari riset
yang kami lakukan di lapangan pun terlihat bahwa
masyarakat awam kalau misalkan belanja ke warung
membeli larutan penyegar rata-rata bilang nya beli
larutan penyegar cap kaki tiga tetapi mengambil
barangnya larutan penyegar cap badak. Dari factor
tersebut semakin memantapkan kita untuk tetap stay on
the line” (wawancara pak joni yuwono, wakil presiden
direktur PT Sinde Budi Sentosa).

Dari wawancara yang sudah diuraikan diatas, strategi membangun


brand yang dilakukan oleh PT Sinde Budi Sentosa bermaksud bahwa
melakukan strategi membangun brand yang terkesan membiarkan saja
kebingungan yang terjadi dikalangan masyarakat awam mengenai Larutan
penyegar cap badak dan cap kaki tiga, karena menurut riset terakhir yang
sudah dilakukan oleh tim marketing PT Sinde Budi Sentosa menemukan
bahwa masyarakat awam ketika membeli produk larutan penyegar tetap
memilih yang ada gambar badak di kemasan nya, tidak memperdulikan brand
cap badak ataupun cap kaki tiga.

Maksud stay on the line pada wawancara diatas adalah pihak


perusahaan tetap mempertahankan strategi dan konsep awal mereka dalam
membangun brand ini, tidak keluar jalur tetap sesuai pada koridor mereka
untuk tetap menjalankan strategi tersebut karena seperti yang sudah dijelaskan
pada paragraf pertama tentang kebimbangan pada masyarakat mengenai cap
kaki tiga dan cap badak.

Promotion yang dilakukan PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun


brand ini adalah dengan menggunakan iklan baik itu iklan di media cetak
maupun di media online. Periklanan sendiri telah menjadi salah satu hal yang
penting dalam proses mambangun merek/branding. Mengenalkan produk
kepada konsumen adalah salah satu tujuan dalam promosi. Periklanan adalah
permainan kalah atau menang dan jika dilakukan secara efektif akan
mengubah pengetahuan publik mengenai karakteristik dan ketersediaan
sebuah produk (product knowledge). Slogan juga dapat membantu mereknya,
seperti slogan Larutan penyegar cap badak “yang ada badaknya” atau
“khasiat di produk bukan di merek” yang konsisten menggunakan brand
ambassador mereka yaitu Desy Ratnasari dan Deddy Mizwar
merupakan tagline yang bisa diterima konsumen serta dapat memasuki top of
minds masyarakat bahwa larutan penyegar cap badak ini lebih unggul
dibanding kompetitornya.

Gambar 4.1 (www.sindebudi.com)

Gambar 4.2 (www.sindebudi.com)


4.2.2. Konsep PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand baru

Konsep yang digunakan PT Sinde Budi Sentosa untuk proses


membangun brand ini sebenarnya masih memakai konsep yang
sebelumnya karena brand yang sekarang pun masih sama hanya berubah
logo kaki tiga nya saja menjadi badak. Di kemasan produknya juga masih
sama baik itu warna nya, tulisannya, kalengnya, yang berbeda hanya
gambar badak dan kaki tiganya saja. Seperti dikutip dari wawancara
penulis dengan pak joni yang menjelaskan bahwa

“kalau bicara konsep sebenarnya kami masih menggunakan


konsep yang lama seperti warna nya masih sama, bentuk
kalengnya masih sama, tulisan nya sama yang membedakan
hanya gambar badak dan kaki tiga nya saja. Jadi kami
menggunakan konsep yang sudah ada karna seperti yang
tadi saya katakana sebelumnya bahwa masyarakat terserah
mau nyebutnya kaki tiga atau cap badak tetapi pasti tetap
mengambil produk yang ada badaknya, as simple as that.”

Gambar 4.3 (www.sindebudi.com)


Seperti yang terlihat dari gambar diatas bahwasanya terlihat jelas
perbedaan dari kemasan Cap badak dan Cap kaki tiga bahwa kemasan dari
cap badak tetap mempertahankan desain yang dari kemasan sebelumnya,
baik itu dari segi warnanya, gambar badaknya, tulisan nya, dan juga kaleng
nya. Tidak seperti produk cap kaki tiga buatan PT Kinocare yang kemasan
nya terlihat memakai desain baru tidak mengikuti yang lama.

4.2.3. Langkah-langkah yang dilakukan PT Sinde Budi Sentosa dalam


membangun brand baru
Dalam proses membangun brand baru tersebut, PT Sinde Budi Sentosa
melakukan beberapa kerjasama dengan berbagai lembaga salah satunya
dengan singkatannya WWF-Indonesia selaku lembaga yang melindungi
segala jenis keanekaragaman alam dan hayati di seluruh Indonesia. PT
Sinde Budi Sentosan melakukan kerjasama ini karena badak juga memiliki
nilai penting bagi PT. Sinde Budi Sentosa. Badak menjadi logo Larutan
Penyegar Cap Badak, produk jamu untuk menyembuhkan penyakit panas
dalam yang diproduksi perusahaan ini. Fakta yang menarik adalah seekor
badak Jawa bisa memakan lebih dari 200 jenis tumbuh-tumbuhan yang
kurang lebih 50% diantaranya adalah tanaman herbal yang berkhasiat. PT
Sinde mengadopsi kebiasaan badak tersebut dengan menggunakan tanaman-
tanaman herbal alami sebagai bahan baku produksi utama produk-produk
PT. Sinde Budi Sentosa.
Hasil adalah bahwa merek cap badak ini sudah memiliki konsep yang
baik dan dapat mengkomunikasikan semua elemen nilai merek dan
pemosisian yang tepat sehingga citra merek (brand image) produk dapat
ditingkatkan seperti yang dalam cara membangun brand yang kuat, karena
dengan PT Sinde Budi Sentosa yang melakukan kerjasama dengan WWF
selaku badan yang melindungi keanekaragaman hayati di Indonesia dalam
hal ini adalah badak yang merupakan hewan yang hampir punah dan
dilindungi sehingga berhasil memberi citra yang bagus dan menarik di
kalangan masyarakat awam kalau PT Sinde Budi Sentosa sendiri tidak asal
berburu dan mengambil hewan badak secara sembarangan dan ikut
melaksanakan serta melindungi hewan tersebut bersama WWF.
Selain melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, PT Sinde juga
melakukan langkah – langkah dalam menemukan tagline untuk brand baru
mereka munculah berbagai ide-ide emosional tentang kata-kata dalam
tagline tersebut. Pada akhirnya tagline pertama yang muncul adalah “Sejak
Tahun 1981” seiring berjalannya waktu pihak marketing perusahaan merasa
bahwa tagline tersebut kurang mengena di masyarakat, sehingga pada
akhirnya keluar tagline kedua yang berbunyi “tidak ada badak tidak bagus”
mengacu pada kemasan kaleng larutan penyegar cap badak yang ada gambar
badak nya dan larutan penyegar cap kaki tiga yang tidak ada badak nya dan
juga bermaksud sebagai perlindungan badak Indonesia yang hampir punah
jadi muncul tagline seperti tidak ada badak tidak bagus. Lagi-lagi pihak
marketing perusahaan merasa bahwa tagline tersebut kurang tepat karena
menurut mereka kata tidak pada tagline tersebut memiliki makna yang
negative dan jika dipakai terlalu lama tidak bagus juga, dan juga takut
terjadi kesalahpahaman di masyarakat bahwa pihak cap badak yang
memulai perseteruan dengan competitor mereka. Pada akhirnya munculah
tagline yang ketiga dan masih digunakan sampai saat ini yaitu “yang ada
badaknya”.
Dari penjelasan diatas menghasilkan bahwa PT Sinde berupaya untuk
menempatkan brand mereka yaitu Cap badak di top of minds nya
masyarakat untuk membuat masyarakat hanya focus di cap badaknya saja
tanpa memperdulikan antara persaingan PT Sinde Budi Sentosa dan PT
kinocare dalam hal ini sebagai pemilik cap kaki tiga.
Gambar 4.4 (www.sindebudi.com)

Pada gambar diatas terlihat PT Sinde Budi Sentosa mencoba


mengedukasi masyarakat dengan menempatkan posisi merek mereka di
benak masyarakat bahwa larutan penyegar cap badak ini adalah larutan yang
asli sama dengan yang dulu, dengan menempatkan kata-kata “khasiat dan
formula TETAP SAMA”.

4.2.4. Segmenting PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand baru

Segmenting yang dituju oleh PT Sinde Budi Sentosa dalam proses


membangun brand baru ini adalah Produk Larutan penyegar cap
badak ditujukan kepada para penduduk di negara maju maupun berkembang
yang membutuhkan minuman penyegar untuk menyegarkan badan,
meredakan tenggorokan kering, sariawan, dan membantu melancarkan
buang air besar. PT Sinde Budi Sentosa tidak menetapkan wilayah sasaran
geografik dan dapat melayani semua segmen pasar. Produk larutan penyegar
cap badak ini banyak dipasarkan di pasar modern, pasar tradisional, agen-
agen, dan warung-warung kecil. Seperti yang dikutip dari wawancara
penulis dengan joni yuwono selaku wakil presiden direktur PT Sinde Budi
Sentosa

“Segmentasi produk cap badak ini sendiri ditujukan ke


semua kalangan masyarakat baik itu di Negara maju maupun
berkembang ya, kami tidak menetapkan secara spesifik untuk
wilayah sasaran geografik karena produk cap badak ini
dipasarkan melalui agen-agen, pasar modern, pasar
tradisional dan warung-warung kecil”.

4.2.5. Targeting PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand baru


Targeting yang dilakukan oleh PT Sinde Budi Sentosa dalam proses
membangun brand baru ini adalah Sasaran dari produk Lasegar adalah pria
dan wanita dari seluruh kalangan masyarakat, baik dari kalangan bawah,
tengah, maupun atas. Dalam produk ini tidak ada informasi alergen
sehingga aman untuk dikonsumsi oleh semua usia kecuali anak di bawah
umur 5 tahun. PT Sinde Budi Sentosa juga mengeluarkan produk baru untuk
target pasar anak-anak dengan mengeluarkan larutan untuk anak-anak yang
desain produknya bergambar badak berbentuk kartun serta ukuran
kalengnya yang lebih ramping sehingga praktis untuk dibawa kemana-mana.
Seperti yang dikutip dari wawancara penulis dengan Joni Yuwono selaku
wakil presiden direktur PT Sinde Budi Sentosa

“targeting yang kita tuju dari produk larutan penyegar


cap badak ini sendiri adalah untuk semua umur dan
dari seluruh kalangan masyarakat, mau itu kalangan
bawah, tengah maupun atas. Karena di produk cap
badak ini tidak mengandung alergi sehingga aman
untuk dikonsumsi oleh semua umur kecuali anak
dibawah 5 tahun ya. Untuk target anak-anak sendiri
pun kita mengeluarkan produk larutan buat anak-anak
yang berdesain badak bergambar kartun dengan
kaleng yang lebih ramping sehingga gampang dibawa
kemana-mana oleh anak-anak ini”.

4.2.6. Positioning PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand baru


Larutan penyegar cap badak diproses dengan menggunakan teknologi
canggih dari jerman untuk menghasilkan produk yang memiliki banyak
khasiat tanpa warna keruh, bau menyengat dan rasa pahit. Selain
mengutamakan kualitas, larutan penyegar cap badak juga memposisikan
dirinya sebagai produk yang dipilih karena berjiwa sosial tinggi karena
kemasannya mencantumkan gambar badak yang diartikan sebagai bentuk
kepedulian terhadap hewan yang hampir punah. Hal ini membuat produk
cap badak cenderung lebih unggul dibandingkan produk sejenis pada unsur
rasa, kandungan, manfaat dan kontribusinya terhadap pelestarian badak
sehingga konsumen merespon secara positif dan tergiur untuk
mengkonsumsi produk. Konsumen berangaapan bahwa dengan
mengkonsumsi larutan penyegar cap badak dapat menyembuhkan panas
dalam dan dengan sengaja mendukung untuk melestarikan badak.

“Kalau bicara positioning kami menempatkan produk kami


sebagai produk yang berkualitas dengan khasiat alami yang
didukung dan diproses menggunakan teknologi canggih
buatan jerman yang dapat menghasilkan sebuah produk yang
memiliki banyak khasiat tidak disertai bau yang tidak sedap
dan juga rasa yang pahit. selain itu kami juga memposisikan
produk kami sebagai produk yang berjiwa social tinggi
dengan menyertakan gambar badak di kemasan yang
mengartikan bahwa produk kami ikut serta dalam pelestarian
badak juga dengan bekerja sama dengan wwf-indonesia
seperti yang saya bilang sebelumnya.”

4.2.7. Tanggapan masyarakat mengenai larutan penyegar cap badak


Dalam kasus membangun brand baru yang dilakukan oleh PT Sinde
Budi Sentosa, penulis juga terjun kelapangan untuk mencari tahu bahwa
fakta yang terjadi dilapangan seperti apa terkait dengan kebingungan yang
terjadi di masyarakat seperti yang dikatakan oleh pihak PT Sinde diatas, dan
untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai larutan cap badak ini.
Berikut adalah hasil wawancara dengan lima orang masyarakat yang telah
dipilih oleh penulis sebagai narasumber yaitu pedagang, agen, dan juga
konsumen

“Kita sebagai agen hanya mengikuti permintaan pedagang-


pedagang yang sudah langganan dengan kita, semenjak ada
larutan cap badak dan cap kaki tiga ini permintaan dari
pedagang cenderung lebih banyak ke cap kaki tiga sih, saya
kurang tau alasannya mungkin karena masyarakat lebih
mengenal produk cap kaki tiga sejak dahulu.” Wawancara
dengan agen distributor.

“kami sebagai pedagang hanya bisa mengikuti kemauan


pelanggan, sebenernya kalo diukur hasil penjualannya
hampir sama, ada yang sering beli cap badak, ada juga yang
cap kaki tiga. Tapi kadang beberapa masyarakat ada yang
misalnya ingin membeli cap badak tetapi stok lagi kosong,
terus saya tawarkan cap kaki tiga tetap mau juga.”
Wawancara dengan pedagang
“saya termasuk yang dari awal mengkonsumsi larutan cap
kaki tiga, tetapi yang ada gambar badaknya di kalengnya.
sejak ada dua menjadi cap badak dan cap kaki tiga, saya
tidak terlalu memperdulikan nya karna bagi saya sama saja,
sama-sama larutan penyegar panas dalam” wawancara
dengan masyarakat.

4.2.8. Hambatan PT Sinde Budi Sentosa dalam membangun brand baru


Hambatan yang dilalui PT Sinde Budi Sentosa dalam proses
membangun brand baru ini hanya terletak pada top of minds masyarakat
yang sudah tertanam di pikiran mereka bahwa larutan penyegar itu yang asli
adalah cap kaki tiga, seperti yang dikutip dari wawancara penulis dengan
joni yuwono selaku wakil presiden direktur PT Sinde Budi Sentosa

“hambatan yang kita miliki ya sudah jelas bahwa


kepercayaan pelanggan itu sendiri, karena brand yang sudah
kita bangun selama 30 tahun dan sudah tidak bekerja sama
lagi membuat masyarakat pasti di top of minds nya mereka
bahwa larutan itu ya cap kaki tiga dan itu menjadi tugas kita
sebagai marketing untuk mengedukasi masyarakat mengenai
brand ini”.

Dari hasil wawancara tersebut PT Sinde Budi Sentosa merasa bahwa


hambatan yang mereka alami dalam membangun brand Ini adalah mereka
merasa masih perlu untuk mengedukasi masyarakat mengenai perbedaan
cap badak dengan cap kaki tiga ini, karena merek cap kaki tiga pun sudah
begitu melekat di pikiran masyarakat awam sebagai pionir larutan penyegar,
padahal fakta yang terjadi adalah cap kaki tiga hanyalah sebuah merek yang
sekarang berganti kerjasama dengan PT Kinocare, sedangkan larutan
penyegar yang asli dan pertama kali tetap buatan PT Sinde Budi Sentosa
dengan brand baru nya yaitu cap badak.

4.3 Pembahasan
PT Sinde Budi Sentosa yang dulunya dikenal sebagai perusahaan pembuat
produk larutan penyegar cap kaki tiga sejak tahun 2011 harus mengganti brand
produknya menjadi cap badak dikarenakan masalah berkepanjangan oleh Wen
Ken Drugs selaku pemegang merek cap kaki tiga. Oleh karena itu maka PT Sinde
Budi Sentosa harus membangun brand baru yaitu Cap Badak. Dalam membangun
brand ini terdapat beberapa cara dalam membangun citra merek yang kuat
menurut Rangkuti dalam Sangadji dan Sopiah (2013:326) yaitu:
4.3.1. Posisi merek
Agar mempunyai pemosisian, merek harus ditempatkan secara spesifik
di benak pelanggan. Membangun pemosisian adalah menempatkan semua
aspek dari nilai merek (brand value) secara konsisten sehingga produk
selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan. Dalam hal ini PT Sinde
Budi Sentosa berupaya menempatkan posisi merek mereka di top of
minds masyarakat dengan menyertakan tagline mereka yaitu “yang ada
badaknya” karena badak merupakan salah satu ikon juga di larutan
penyegar buatan sinde dari pertama kali diproduksi pada tahun 1981 selalu
menempatkan gambar badak di kemasan kaleng mereka.
Gambar 4.5 (www.sindebudi.com)

Pada gambar diatas terlihat jelas bahwa PT Sinde Budi Sentosa


mencoba menempatkan brand cap badak ini di top of minds masyarakat
dengan memasang tagline “ingat yang ada badaknya” yang dimaksud dari
tagline tersebut adalah produk cap badak ini masih sama dengan larutan
penyegar sebelumnya dengan kemasan kaleng yang sama, warna, tulisan,
dan juga varian rasa nya. Selain itu PT Sinde Budi Sentosa mencoba
mengajak masyarakat untuk memilih produk cap badak dibanding cap
kaki tiga, karena produk cap kaki tiga sendiri merupakan produk yang
baru dengan kemasan kaleng yang berbeda, warna, tulisan, dan juga
formula yang berbeda dari larutan penyegar sebelumnya.

4.3.2. Nilai Merek


Merek akan semakin kompettif jika dapat diposisikan secara tepat.
Oleh karena itu, pemasar perlu mengetahui nilai merek. Nilai merek dapat
membentuk kepribadian merek (brand personality) yang mencerminkan
gejolak perubahan selera konsumen dalam pengonsumsian suatu produk.
Nilai merek yang dibangun PT Sinde Budi Sentosa setelah lepas dari Cap
Kaki Tiga sendiri adalah mereka mencoba membangun nilai merek bahwa
larutan penyegar cap badak ini mempunyai khasiat yang asli dan
terpercaya dalam mengobati penyakit panas dalam, sariawan, bibir pecah-
percah dan sebagainya. PT Sinde mencoba menempatkan nilai merek
mereka di tengah-tengah masyarakat bahwa Cap Badak ini adalah pionir
minuman larutan penyegar melalui tagline “Khasiat di produk bukan di
merek” dengan memakai brand ambassador mereka yaitu desy ratnasari

Gambar 4.6 (www.sindebudi.com)

Dari gambar diatas PT Sinde Budi Sentosa mencoba mengedukasi


masyarakat mengenai nilai produk mereka bahwa produk cap badak
mempunyai nilai di khasiat yang memakai formula asli sejak 1981, berbeda
dengan larutan cap kaki tiga yang memakai formula baru sudah tentu
berbeda dengan formula yang lama.

Selain itu juga PT Sinde Budi Sentosa mencoba menanamkan mindset


di masyarakat bahwa meskipun ramuan dari larutan penyegar ini
menggunakan salah satu bagian tubuh dari badak tetapi mereka tidak
melakukan perburuan badak ilegal atau hal-hal semacamnya yang dapat
merusak tatanan populasi badak di Indonesia. Sebagaimana yang kita
ketahui bahwa hewan badak ini adalah salah satu hewan yang dilindungi
dan terancam punah. Maka dari itu PT Sinde Budi Sentosa melakukan
kerjasama dengan WWF-Indonesia selaku lembaga yang melindungi segala
jenis keanekaragaman alam dan hayati di seluruh Indonesia, sebagai bukti
bahwa perusahaan tidak melakukan perburuan badak ilegal dan tetap
menjaga kelestarian ekosistem dari badak itu sendiri.

Gambar 4.7 (www.sindebudi.com)

Maksud dari kalimat 30 tahun bersama badak pada gambar diatas


adalah bahwa PT Sinde Budi Sentosa tetap konsisten menggunakan badak
sebagai maskot mereka (sekarang sudah menjadi brand) dan juga tetap
menjaga segala bentuk program-program yang dapat membuat punah
badak Indonesia dengan melakukan kerjasama dengan wwf-indonesia
tersebut.
Gambar 4.8 (www.sindebudi.com)

Dalam 1 tahun periode kerjasama ini, PT Sinde akan mendonasikan


sebesar Rp 100 juta dari penjualan Larutan Penyegar Cap Badak untuk
kepentingan pelestarian badak di Indonesia. Dana tersebut disalurkan
melalui WWF Indonesia, dan penggunaannya direncanakan bersama Balai
Taman Nasional Ujung Kulon untuk pelestarian badak Jawa. Anggaran
tersebut akan digunakan untuk kegiatan pengkayaan (enrichment) habitat
badak di Taman Nasional Ujung Kulon sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan kualitas tumbuhan pakan yang tersedia. Selain dihadiri oleh
perwakilan dari WWF Indonesia dan PT. Sinde Budi Sentosa,
penandatanganan nota kesepahaman ini juga disaksikan oleh Supporter
Kehormatan WWF Indonesia Anda Wardhana dan Duta Larutan Penyegar
Cap Badak Dessy Ratnasari (wwf.or.id).

4.3.3. Konsep Merek


Konsep yang baik dapat mengkomunikasikan semua elemen nilai
merek dan pemosisian yang tepat sehingga citra merek (brand image)
produk dapat ditingkatkan. Konsep yang dipilih oleh PT Sinde Budi
Sentosan dalam membangun brand Cap Badak ini adalah konsep yang
masih sama seperti sebelumnya ketika masih menggunakan merek cap
kaki tiga. Dari segi desain produk kemasan nya masih sama seperti warna,
bentuknya, tulisannya, yang berbeda hanya berganti menjadi gambar Cap
Badak saja yang tampak di produk Larutan penyegar setelah sebelumnya
gambar kaki tiga.

Gambar 4.9

Pada gambar diatas sudah terlihat jelas perbedaan dari konsep kedua
brand tersebut. Pada brand cap badak masih menggunakan konsep dan
formula yang sama sejak 1981, berbeda dengan brand cap kaki tiga yang
menggunakan konsep dan formula baru.
Gambar 4.10 (Youtube: Permana Cuy)

Alasan PT Sinde Budi Sentosa masih menggunakan konsep yang


adalah karena mereka tetap mempertahankan posisi mereka di top of minds
masyarakat dengan selalu menggunakan gambar badak di setiap produk
kemasan larutan penyegar yang sudah dibangun dari tahun 1981, karena
menurut survei internal yang dilakukan tim marketing PT Sinde Budi
Sentosa, konsumen memang teringat kata Cap Kaki Tiga, tapi secara visual
lebih teringat gambar badak.

Selain itu PT Sinde Budi Sentosa mencoba memakai konsep baru


untuk menyasar pasar anak-anak dengan mengeluarkan produk larutan
penyegar untuk anak-anak.
Gambar 4.11 (www.sindebudi.com)

Dengan memakai desain badak berbentuk kartun PT Sinde Budi


Sentosa berusaha untuk melebarkan sayap mereka agar larutan penyegar
tidak melulu dikonsumsi orang dewasa tetapi bisa juga di minum oleh
anak-anak. Karena kebanyakan anak-anak susah untuk minum obat karena
rasanya tidak enak atau kemasan nya yang kurang menarik, maka
sekarang para orang tua tidak perlu khawatir lagi jika ingin memberikan
Larutan Penyegar Cap Badak kepada anak-anak mereka. Varian rasanya
beragam, dari original hingga buah-buahan seperti jeruk, melon, dan
strawberry yang bakal jadi favorit para anak-anak. Panas dalam reda,
anak-anak pun senang karena rasa larutan penyegar yang mirip dengan
minuman favoritnya.

4.3.4. Segmentasi
Menurut Solomon dan Elnora (2003, p221), segmentasi adalah proses
membagi pasar yang lebih besar menjadi potongan-potongan yang lebih
kecil berdasarkan satu atau lebih karakteristik yang bermakna. Dengan
melaksanakan segmentasi pasar, kegiatan pemasaran dapat dilakukan
lebih terarah dan sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat digunakan
secara lebih efektif dan efisien dalam rangka memberikan kepuasan
bagi konsumen. Dari hasil wawancara mengenai segmentasi yang sudah
dijelaskan di atas bahwa segmentasi yang dituju oleh PT Sinde Budi
Sentosa adalah untuk semua masyarakat di Negara maju maupun
berkembang, PT Sinde Budi Sentosa tidak menetapkan wilayah sasaran
geografik secara spesifik karena menurut Bapak Joni Yuwono selaku
wakil presiden direktur PT Sinde Budi Sentosa mereka tidak perlu
menetapkan segmentasi secara spesifik karena larutan penyegar cap badak
sendiri dapat dinikmati oleh semua umur dan kalangan terlebih lagi
dengan adanya produk baru PT Sinde yaitu larutan penyegar buat anak-
anak.

4.3.5. Targeting
Menurut Solomon dan Elnora (2003, p232), target adalah kelompok
yang dipilih oleh perusahaan untuk dijadikan sebagai pelanggan sebagai
hasil dari segmentasi dan penargetan. Dalam hal ini seperti hasil penelitian
yang sudah dijelaskan diatas, bahwa PT Sinde Budi Sentosa menargetkan
sasaran dari produk cap badak ini kepada pria dan wanita dari seluruh
kalangan masyarakat baik itu kalangan bawah, menengah, ataupun atas
karena produk cap badak sendiri tidak mempunya penyebab alergi jadi
aman untuk dikonsumsi untuk semua umur kecuali anak dibawah umur 5
tahun. Kenapa bisa dikonsumsi oleh semua kalangan? Penulis mencoba
menganalisis dari segi harga, Harga Larutan cap badak kemasan
botol plastik 200 ml dan 500 ml dalam negeri berkisar antara Rp
3.500 dan Rp7.500. Harga Larutan penyegar cap badak kemasan kaleng
dalam negeri bekisar antara Rp5.500. dari segi harga masyarakat
menengah kebawah pun dapat membeli produk larutan cap badak ini
karna harga yang ditawarkan masih cukup terjangkau bagi mereka.
meskipun harga yang ditawarkan memang cukup mahal dibandingkan
pesaingnya (Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga), namun harga bukan
sebagai penentu dalam persaingan. Konsumen lah yang menentukan akan
membeli produk yang mana menurut kepercayaan top of minds mereka.
Selain dari segi harga, larutan penyegar cap badak ini banyak ditempatkan
di swalayan, pasar tradisinonal, warung, kantin, pedagang kaki
lima, dan toko kelontong. Hal tersebut dilakukan supaya seluruh kalangan
masyarakat dapat menjangkau produk tersebut.

4.3.6. Positioning
Menurut Solomon, dan Elnora (2003, p235), Positioning adalah
mengembangkan strategi pemasaran yang bertujuan untuk mempengaruhi
bagaimana sebuah segmen pasar tertentu memandang sebuah barang atau
jasa dibandingkan dengan kompetisi. Positioning yang dilakukan oleh PT
Sinde Budi Sentosa sendiri adalah larutan penyegar cap badak ini diproses
dengan menggunakan teknologi canggih dari Jerman untuk menghasilkan
produk yang memiliki banyak khasiat tanpa warna keruh, bau menyengat
dan rasa pahit, serta masih menggunakan formula yang sama sejak tahun
1981. Jadi pihak perusahaan mencoba menanamkan bahwa larutan
penyegar cap badak ini unggul secara kualitas dibanding kompetitor
mereka. Selain mengutamakan kualitas, Larutan penyegar cap badak juga
memposisikan dirinya sebagai produk yang dipilih karena berjiwa sosial
tinggi karena PT Sinde Budi sentosa sudah bekerja sama dengan wwf-
indonesia sebagai badan perlindungan keanekaragaman alam dan hayati di
Indonesia serta kemasannya mencantumkan gambar badak yang diartikan
sebagai bentuk kepedulian terhadap hewan yang hampir punah. Hal ini
membuat produk ini cenderung lebih unggul dibandingkan merek sejenis
pada unsur rasa, kandungan, manfaat, dan kontribusinya terhadap
pelestarian badak sehingga konsumen merespon secara positif dan tergiur
mengkonsumsi produk. Konsumen beranggapan bahwa dengan
mengkonsumsi produk Lasegar dapat menyembuhkan panas dalam dan
dengan mengkonsumsi produk tersebut sama saja melestarikan badak.

4.3.7. Tanggapan masyarakat mengenai larutan cap badak


Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan penulis kepada
masyarakat baik itu agen distributor, pedagang, hingga konsumen,
menghasilkan bahwa fakta yang terjadi dilapangan larutan penyegar cap
badak sendiri penjualan dari agen ke pedagang cenderung bahwa
pedagang meminta stok larutan cap kaki tiga lebih banyak dibanding
dengan larutan cap badak, agen distributor mengatakan
“Kita sebagai agen hanya mengikuti permintaan pedagang-
pedagang yang sudah langganan dengan kita, semenjak ada
larutan cap badak dan cap kaki tiga ini permintaan dari
pedagang cenderung lebih banyak ke cap kaki tiga sih, saya
kurang tau alasannya mungkin karena masyarakat lebih
mengenal produk cap kaki tiga sejak dahulu.” Wawancara
dengan agen distributor.

Dari hasil wawancara itu mengindikasikan bahwa rata-rata stok barang


yang dijual agen distributor ke pedagang adalah larutan cap kaki tiga lebih
laku dibanding larutan cap badak, hal ini sejalan dengan survey top brand
indeks dari tahun 2015-2018 yang menghasilkan data berikut ini
Gambar 4.12 (top brand index)

Dari data top brand index tersebut, cukup berbandig terbalik dengan
wawancara yang penulis lakukan dengan 2 pedagang larutan penyegar cap
badak maupun cap kaki tiga yang berada di tambun selatan, berikut adalah
petikan wawancaranya

“menurut saya sebagai pedagang yang konsisten menjual


larutan penyegar sejak 20 tahun yang lalu, konsumen saya
masih konsisten membeli larutan penyegar yang ada
gambar badak di kemasan nya meskipun sekarang sudah
ada larutan cap kaki tiga dengan gambar kaki tiga di
kemasan nya, tetapi dari hasil penjualan saya masih lakuan
larutan yang ada gambar badak nya, perbandingan nya
sekitar 7:3 dari skala 10” Wawancara dengan pedagang
larutan penyegar.

“kalo di dagangan saya masyarakat rata-rata membeli


larutan yang ada gambar badak di kalengnya, meskipun
tidak terlalu jauh perbedaan hasil penjualan nya dengan
larutan yang gambar kaki tiga, tetapi rata-rata masyarakat
meminta yang ada gambar badak nya” Wawancara dengan
pedagang larutan penyegar.

Dari hasil 2 wawancara tersebut, berbanding lurus dengan survey PT


Sinde Budi Sentosa yang dikatan oleh bapak Joni Yuwono bahwa
masyarakat tetap membeli produk yang ada gambar badak nya. Para
pedagang mengatakan masyarakat rata-rata masih meminta larutan
penyegar yang ada gambar badak di kemasan nya, meskipun ada
kompetitor baru yang memakai merek kaki tiga. Untuk mempertegas
kembali dengan apa yang dikatakan oleh bapak Joni Yuwono, penulis
melakukan wawancara dengan masyarakat. Berikut adalah hasil
wawancara nya:

“saya sebagai konsumen yang selalu minum larutan


penyegar khususnya yang botol plastic jika terkena panas
dalam atau sariawan lebih memilih larutan penyegar yang
ada gambar badak nya. Meskipun saya sempat bingung
karena ada larutan cap kaki tiga juga karena dari dulu
namanya kaki tiga jadi saya sempat bingung untuk
membeli kaki tiga apa cap badak, tapi akhirnya saya
kembali lagi mempercayai larutan yang ada bgambar badak
nya karena dari dulu kemasan larutan pasti bergambar
badak” Wawancara dengan masyarakat
“setau saya sebagai konsumen minuman larutan penyegar,
larutan cap kaki tiga ini sudah lepas dari pt sinde budi sentosa
dan sudah tidak dproduksi lagi oleh sinde, saya sempat ragu
untuk kembali mengkonsumsi larutan cap kaki tiga dengan
fakta tersebut. Tetapi keyakinan saya semakin kuat dengan
melihat iklan dedi miswar dan desy ratnasari yang
mengatakan bahwa ingat yang ada gambar badaknya
membuat saya semakin yakin untuk mengkonsumsi larutan
penyegar cap badak” Wawancara dengan masyarakat

Dari dua wawancara itu menghasilkan bahwa mereka lebih percaya dan
mengkonsumsi larutan penyegar cap badak karena mereka mempercayai
larutan yang ada gambar badak nya karena sejak dahulu larutan penyegar
selalu bergambar badak dan juga ditambah dengan melalui tagline dari
iklan di televisi maupun media cetak yaitu “yang ada badaknya” yang
dikatakan oleh brand ambassador PT Sinde Budi Sentosa yaitu Deddy
Mizwar dan Desy Ratnasari. Terlepas dari itu, wawancara terakhir yang
penulis lakukan dengan masyarakat menghasilkan bahwa dia lebih percaya
dan mengkonsumsi larutan penyegar cap kaki tiga.

“saya lebih percaya dan mengkonsumsi larutan cap kaki tiga


karena yang saya tau dan yang saya minum dari dulu adalah
larutan penyegar cap kaki tiga yang diproduksi oleh pt sinde
budi sentosa” Wawancara dengan masyarakat.

Dari hasil wawancara akhir ini, bahwa dia lebih mempercayai larutan
cap kaki tiga karena beliau merasa sejak dulu selalu mengkonsumsi larutan
penyegar cap kaki tiga buatan PT Sinde Budi Sentosa, beliau tidak
mengetahui bahwa nyatanya PT Sinde Budi Sentosa tidak lagi
memproduksi larutan penyegar cap kaki tiga, hanya memproduksi Larutan
penyegar cap badak saja.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan PT
Sinde Budi Sentosa membangun brand kembali yaitu Cap Badak adalah yang
pertama terjadinya masalah penggunaan merek Cap Kaki Tiga dengan Wen Ken
Drugs selaku pemegang Merek tersebut. Yang kedua adalah setelah Cap Kaki
Tiga lepas dari PT Sinde Budi Sentosa maka Wen Ken Drugs menawarkan merek
tersebut ke PT Kinocare untuk menjadi kompetitor baru dalam dunia minuman
larutan penyegar.

Untuk strategi membangun brand PT Sinde masih menggunakan konsep yang


sama dengan sebelumnya hanya mengganti gambar kaki tiga menjadi badak
dikemasan larutan penyegar cap badak tersebut karena dalam survei yang
dilakukan oleh tim marketing ditemukan bahwa konsumen memang teringat kata
Cap Kaki Tiga, tapi secara visual lebih teringat gambar badak. PT Sinde Budi
Sentosa juga telah mengeluarkan konsep produk baru yaitu larutan penyegar buat
anak-anak, mereka menyasar pangsa pasar anak-anak karena tim marketing
berfikir untuk adanya pembaharuan dalam segi kemasan produk yang menjadi
lebih langsing dan juga dalam bentuk segmentasi nya.

Dalam memposisikan merek mereka di masyarakat, PT Sinde Budi Sentosa


mencoba menempatkan brand cap badak ini di top of minds masyarakat dengan
mengeluarkan tagline yaitu “yang ada badaknya” dan tetap memakai gambar
badak di produk kemasan mereka.

Untuk menempatkan nilai merek mereka, PT Sinde Budi Sentosa membangun


nilai merek bahwa larutan penyegar cap badak ini mempunyai khasiat yang asli
dan terpercaya dalam mengobati penyakit panas dalam, sariawan, bibir pecah-
percah dan sebagainya. Juga menempatkan nilai merek mereka di tengah-tengah
masyarakat bahwa Cap Badak ini adalah pionir
minuman larutan penyegar melalui tagline “Khasiat di produk bukan di merek”
dengan memakai brand ambassador mereka yaitu desy ratnasari. Selain itu PT
Sinde Budi Sentosa melakukan kerjasama dengan WWF- Indonesia selaku
lembaga yang melindungi segala jenis keanekaragaman alam dan hayati di seluruh
Indonesia, sebagai bukti bahwa perusahaan tidak melakukan perburuan badak
ilegal dan tetap menjaga kelestarian ekosistem dari badak itu sendiri agar mindset
di masyarakat meskipun ramuan dari larutan penyegar ini menggunakan salah satu
bagian tubuh dari badak tetapi mereka tidak melakukan perburuan badak ilegal
atau hal-hal semacamnya yang dapat merusak tatanan populasi badak di Indonesia.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah diperoleh, maka
saran dan yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut:
5.2.1 Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan
bahwa strategi perusahaan dalam mebangun brand baru ini
dapati ditingkatkan kembali, Mengingat sudah semakin
banyaknya kompetitor-kompetitor baru maka PT Sinde Budi
Sentosa harus lebih gencar dalam mengedukasi masyarakat
tentang brand Cap Badak. Dalam mengedukasi masyarakat
pihak perusahaan dapat menggunakan social media dalam
memperkenalkan dan mempromosikan brand cap badak ini
baik itu dari Youtube, Instagram, maupun twitter karena dari
yang penulis perhatikan di sosial media pihak perusahaan
masih kurang gencar dalam melakukan hal tersebut dan
hanya aktif di website resmi PT Sinde Budi Sentosa saja. PT
Sinde Budi Sentosa juga dapat melakukan kegiatan-kegiatan
yang secara langsung dapat berinteraksi dengan masyarakat
seperti seminar dan kegiatan lainnya.
5.2.2 Untuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat
menambah variasi penelitian dengan mengembangkan
penelitian terhadap strategi
membangun brand perusahaan. Penelitian selanjutnya dapat
menambah faktor lain seperti brand ekuitas dan pengaruh
dari strategi komunikasi pemasaran dalam membangun
brand baru di media sosial, selain itu penelitian selanjutnya
dapat meneliti perusahaan lain yang melakukan
pembangunan brand baru tetapi dengan faktor yang lebih
menarik seperti terjadinya permasalahan yang memicu
pembangunan brand ulang.

Anda mungkin juga menyukai