INOVASI DAN
DESAIN PRODUK
PRODI S1 PENDIDIKAN
BISNIS - FE
Skor Nilai :
MINI RESEARCH
KELOMPOK 3
FAKULTAS EKONOMI
NOVEMBER 2023
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
Rahmatnya kami masih diberi kesempatan dan kesehatan untuk menyelesaikan Mini Riset ini.
Mini Riset ini kami perbuat guna memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah Inovasi dan
Desain Produk.
Dalam penulisan Mini Riset ini kami tentu saja tidak dapat meyelesaikannya sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
Dalam pembuatan Mini Riset ini kami menyadari banyak kekurangan serta jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kami dengan segala kerendahan hati meminta maaf serta berharap
menerima kritikan atau saran yang membangun guna perbaikan kedepannya.
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga Mini Riset ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan para pembacanya.
Penyusun
KELOMPOK 5
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................................................. 2
1.3 TUJUAN PENULISAN.............................................................................................................................. 2
1.4 MANFAAT PENELITIAN........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................................. 4
2.1 LANDASAN TEORITIS............................................................................................................................ 4
2.2 KERANGKA PEMIKIRAN....................................................................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................................................................... 11
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................................................................12
4.1 GAMBARAN UMUM DATA.................................................................................................................12
4.2 ANALISIS DAN PEMBAHASAN........................................................................................................13
Gambar 1.1............................................................................................................................................................ 14
Gambar 1.2............................................................................................................................................................ 14
Gambar 1.3............................................................................................................................................................ 15
Gambar 1.4............................................................................................................................................................ 15
BAB V PENUTUP...................................................................................................................................................... 17
5.1 KESIMPULAN.......................................................................................................................................... 17
5.2 SARAN........................................................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................................. 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Undang – Undang Menurut salah satu ahli hukum di bidang HAKI Indonesia,
definisi umum dari doktrin Passing Off adalah: a Common-law tort to enforce
unregistered trademark.
Menurut definisi tersebut, maka ada dua unsur dari Passing Off.
1. Passing Off merupakan tort (yang sering kali disandingkan dengan
perbuatan melawan hukum pada Pasal 1365 BW).
2. Passing Off merupakan upaya hukum yang dilakukan pemilik merek yang
belum didaftarkan untuk melindungi mereknya dari digunakan oleh pihak
lain.
1
Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek merupakan salah satu peraturan yang
mengatur tentang merek yang ada di Indonesia. Untuk mendapat perlindungan penuh dari
negara maka setiap merek harus didaftarkan. Permohonan pendaftaran merek akan
diterima apabila telah memenuhi persyaratan substantif dan adminitratif. erlindungan
terhadap Hak Kekayaan Intelektual membuat banyak pihak yang melakukan pelanggaran
dengan berbagai cara. Kasus – kasus mengenai Hak Kekayaan Intelektual terutama
Merek mulai banyak terjadi.
Salah satu Kasus mengenai Merek yang akan dibahas adalah Kasus merek Cap Kaki Tiga
dan Cap Badak . Dalam kasus ini, yang menjadi permasalahan antara kedua belah pihak
ialah adanya persamaan dalam penggunaan dari suatu merek dagang, yaitu persamaan
yang terdapat pada kemasan kaleng maupun botol diantara produk keduanya.
2. Untuk mengetahui tinjauan Hukum terhadap jenis merek terdaftar dari tindakan
Pelanggaran berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas pengetahuan
tentang Hak Kekayaan Intelektual khususnya merek yang terkait dengan pembatalan merek.
2
2. Manfaat teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu
pengetahuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual dan Hukum Acara Perdata.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah merek dapat ditelusuri bahkan mungkin berabad-abad sebelum masehi. Sejak
zaman kuno, misalnya Periode Minoan, Orang sudah memberikan tanda untuk barang-barang
miliknya, hewan bahkan manusia. Di era yang sama bangsa Mesir sudah menerakan namanya
untuk batu bata yang dibuat atas perintah raja. Perundang-undangan tentang merek dimulai dari
statute of parma yang sudah mulai memfungsikan merek sebagai pembeda untuk produk berupa
pisau, pedang, atau barang dari produk tembaga lainnya.[3]
Penggunaan merek dagang dalam pengertian saat ini dimulai tidak lama setelah Revolusi
Industri pada pertengahan abad XVIII. Bersamaan dengan berkembangnya industri, berkembang
pula penggunaan iklan untuk memperkenalkan produk. Sehingga penggunaan merek sebagai
tanda pengenal pun ikut berkembang. Merek memiliki fungsi sebagai tanda pengenal untuk asal
atau sumber produsen dari barang-barang yang diproduksi. Pada masa itu penggunaan istilah
merek dibagi menjadi Merek Perniagaan (marques de commerce, trademark, merk) dan Merek
Perusahaan (marques de fabrique, manufacturer’s mark, fabrieksmereken). Perbedaan pengunaan
istilah ini bermula karena pada masa itu, di Perancis merek dari pedagang sutra lebih penting
daripada merek yang berasal dari perusahaan kain sutranya, sehingga para pedagang sutra yang
bersangkutan merasa berkepentingan untuk dapat menggunakan atau melindungi merek mereka,
seperti halnya para pengusaha pabrik dengan merek perusahaannya. Pembedaan ini kemudian
4
diakui secara resmi dalam hukum Perancis pada tahun 1857. Pembedaan tersebut turut dianut
oleh banyak negara di dunia, diantaranya adalah Amerika Serikat pada tahun 1870, Belanda
sebagaimana tertuang dalam Merkenwet 1893, dan Inggris pada tahun 1962. [4]
Pada tahun 1997, kembali dilakukan perubahan atas undang-undang Merek dengan
diterbitkannya Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 (UU
14/1997) tentang Perubahan Undang-Undang Merek yang dimuat dalam Lembaran Negara
Nomor 31 Tahun 1997. Perumusan undang-undang ini disesuaikan dengan ketentuan dalam
TRIPs Agreement yang pada saat itu telah diratifikasi oleh Indonesia. Namun pengaturan beserta
penyempurnaan aturan dalam UU 14/1997 menjadi tidak praktis, sehingga kembali dilakukan
perubahan atas UU 14/1997 dengan diundangkannya UU Merek, yang dalam pertimbangannya
telah sesuai dengan seluruh konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Mengenai syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek di atur dalam Bab III
Undang- undang No. 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis tepatnya dalam pasal
4 sampai dengan pasal 8. Dalam undang-undang merek dan indikasi geografis yang berlaku saat
ini tetap menganut sistem konstitutif sesuai dengan pasal 3 yang berbunyi:“ Hak atas Merek di
peroleh setelah Merek tersebut terdaftar.“[5]
Sistem pendaftar konstitutif disebut juga first to file principle. Yang artinya, merek yang
didaftar adalah yang memenuhi syarat dan sebagai yang pertama. Tidak semua merek dapat
didaftarkan. Merek tidak bisa didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang
5
beretikad tidak baik. Pemohon beretikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan
mereknya secara tidak layak dan tidak jujur, ada niat tersembunyi misalnya “menunggangi”,
meniru, atau menjiplak popularitas menimbulkan kompetisi bisnis yang tidak sehat dan
“membuayai” atau menyesatkan konsumen. Yang dapat mendaftarkan merek adalah orang atau
badan hukum.[6]
Pendaftaran sebuah merek yang digunakan untuk mengidentifikasi barang dan/atau jasa
yang diproduksi atau yang didistribusi oleh sebuah perusahaan tertentu memberikan hak kepada
perusahaan tersebut untuk menggunakan secara eksklusif merek tersebut. Pemilik merek
terdaftar memiliki hak untuk mencegah pihak lain menggunakan mereknya tanpa izin, Merek
sering merupakan logo yang terkenal dan menjadi komoditi yang sangat bernilai. Membangun
hubungan antara produk dan usaha menciptakan reputasi yang bernilai atau “nama baik” (good
will) merupakan dasar dari kebanyakan perdagangan internasional.
Pelanggaran Merek
Gugatan atas merek dapat terjadi apabila ada pihak lain selain pemilik merek yang secara
tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
untuk barang atau jasa sejenis. Pihak yang berhak mengajukan gugatan atas merek adalah
pemilik merek dan penerima lisensi merek terdaftar. Penerima lisensi merek terdaftar dapat
mengajukan gugatan sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dengan pemilik merek yang
bersangkutan. Gugatan yang diajukan berupa :
Gugatan ganti kerugian dan / atau penghentian perbuatan yang berkaitan dengan
penggunaan merek secara tanpa hak tersebut memang sudah sewajarnya, karena tindakan
tersebut sangat merugikan pemilik merek yang sah. Kerugian yang secara langsung terasa adalah
kerugian ekonomi, tetapi selain itu juga dapat merusak reputasi merek tersebut terlebih apabila
barang atau jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak tersebut kualitasnya lebih rendah
daripada produk barang dan jasa pemilik merek yang sah. Gugatan merek diajukan ke
Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat. Tata cara gugatan
pada Pengadilan Niaga :
6
3. panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada ketua Pengadilan Niaga
dalam jangka waktu paling lama 2 ( dua ) hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan.
4. dalam jangka waktu paling lama 3 ( tiga ) hari terhitung sejak tanggal gugatan
pembatalan didaftarkan. Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan
menetapkan hari sidang. ( Pasal 80 UU Merek
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 80 ayat 6 dan 7 dalam jangka waktu paling lama
60 ( enam puluh ) hari setelah gugatan didaftarkan, sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan
diselenggarakan. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh jurusita paling lama 7 ( tujuh ) hari
setelah gugatan didaftarkan. Untuk mencegah kerugian yang lebih besar selama pemeriksaan
perkara, atas permohonan pemilik merek atau penerima lisensi selaku penggugat, hakim dapat
memerintahkan tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran dan / atau perdagangan barang
atau jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak. Dalam hal tergugat dituntut juga
menyerahkan barang yang menggunakan merek secara tanpa hak, hakim dapat memerintahkan
bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
( Pasal 78 ) Terhadap putusan Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan banding, melainkan
hanya dapat diajukan kasasi. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 82 yang menyatakan bahwa
terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat ( 8 ) hanya dapat
diajukan kasasi. Permohonan kasasi harus diajukan paling lama 14 hari setelah tanggal putusan
yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan
kepada panitera yang telah memutus gugatan tersebut. Selanjutnya dalam waktu 7 ( tujuh ) hari
sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan, pemohon kasasi sudah harus menyampaikan
memori kasasinya kepada panitera Pengadilan Niaga.
Permohonan kasasi dan memori kasasi wajib dikirimkan oleh panitera kepada pihak
termohon kasasi paling lama 2 ( dua ) hari setelah permohonan kasasi didaftarkan. Sejak tanggal
termohon kasasi menerima memori kasasi, paling lama 7 (tujuh) hari termohon kasasi dapat
mengajukan kontra memori kasasinya kepada panitera Pengadilan Niaga. Selanjutnya kontra
memori kasasi wajib disampaikan kepada pemohon kasasi paling lama 2 ( dua ) hari setelah
kontra memori kasasi diterima oleh panitera Pengadilan Niaga. Dalam waktu paling lama 7
( tujuh ) hari setelah lewat jangka waktu penyampaian kontra memori kasasi, panitera Pengadilan
Niaga berkewajiban menyampaikan berkas perkara kasasi kepada Mahkamah Agung. MA wajib
mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 2 ( dua) hari setelah
tanggal permohonan kasasi diterima oleh MA.
Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama 60 ( enam puluh )
hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima MA. Putusan atas permohonan kasasi harus
diucapkan paling lama 90 ( sembilan puluh ) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima
oleh MA dan memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut.
7
Putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Panitera MA wajib menyampaikan
isi putusan kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga paling lama 3 hari setelah tanggal putusan
atas permohonan kasasi diucapkan. Selanjutnya juru sita Pengadilan Niaga berkewajiban
menyampaikan isi putusan kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 ( dua )
hari setelah putusan kasasi diterima.[7]
Pelanggaran hak atas merek selain dapat diselesaikan melalui jalur hukum perdata yaitu
melalui gugatan perdata, dalam Undang-undang Merek 2001 diatur pula tentang penyelesaian
sengketa merek melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Cara penyelesaian
sengketa melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam Undang-undang No
30 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut dikenal beberapa cara penyelesaian sengketa
yaitu :
a. arbitrase
b. konsultasi
c. negosiasi
d. mediasi
e. konsiliasi
f. penilaian ahli
Larutan Cap Kaki Tiga adalah minuman larutan pereda panas dalam yang mengandung mineral
alami (gypsum fibrosum dan calcitum) yang dapat mencegah dan mengobati panas dalam.[8]
Sejak tahun 2011, PT. Kino Indonesia Tbk. memiliki izin dari Wen Ken Group Singapura untuk
memproduksi, mendistribusikan dan memasarkan secara resmi produk Cap Kaki Tiga di
Indonesia. Pada awalnya, Wen Ken Group menunjuk PT. Sinde Budi Sentosa (Sinde) untuk
memasarkan produk minuman penyegar Cap Kaki Tiga pada tahun 1978. Namun pada tanggal 4
Februari 2008 kemitraan antara Wen Ken Group dengan Sinde berakhir. Lisensi lalu dialihkan ke
PT. Kino Indonesia Tbk. Sejak 28 April 2011.[9] PT. Kino Indonesia Tbk. sendiri merupakan
salah satu perusahaan consumer goods (barang konsumen) yang telah mendapat pengakuan dari
masyarakat Indonesia serta mancanegara dengan jangkauan bisnis yang meliputi produk
makanan, perawatan tubuh, farmasi serta minuman. Hingga saat ini PT. Kino Indonesia Tbk.
telah memiliki 19 merek dengan 16 kategori produk.[10]
Produk larutan penyegar cap badak yang di produksi oleh PT. Sinde Budi Sentosa
menginformasikan larutan penyegar cap badak merupakan produk asli yang pertama kali
diproduksi di Indonesia. Larutan penyegar cap badak ditujukan untuk semua kalangan dari anak-
anak hingga orang tua. Larutan penyegar cap badak dipromosikan melalui iklan dan selebaran
8
dengan slogan "Yang ada badaknya" dengan interval yang sangat sering. Produk ini
dipromosikan akan mengkontribusikan hasil penjualannya kepada pelestarian dan perlindungan
terhadap badak. Produk ini dipasarkan di pasar modern, pasar tradisional, swalayan, agen-agen,
dan warung kecil.
PT. Sinde Budi Sentosa dengan produknya larutan penyegar cap badak melalui para agen,
sub-agen, grosir dan distributor yang selama ini bekerja sama mereka menginformasikan bahwa
larutan penyegar cap Badak merupakan produk asli yang pertama kali dipasarkan di Indonesia
oleh Sinde. PT. Sinde Budi Sentosa pada selembaran yang dibagikan kepada para agen
penjualnya yang berbunyi: “Manajemen PT. Sinde Budi Sentosa telah memutuskan untuk
mengganti merek cap Kaki Tiga menjadi merek cap Badak. Dengan demikian Larutan Penyegar
cap Badak adalah larutan penyegar yang sudah biasa di konsumsi, tetapi dengan merek yang
baru, yaitu cap Badak
Berangkat dari hukum dasar pelanggaran merek tersebut, bahwasanya merek yang sah
adalah merek yang sudah terdaftar dalam hokum. Sehingga peneliti memutuskan untuk
menganalisis kasus pelanggaran merek dagang yang dilakukan oleh PT. Sinde Budi Sentosa
sebagi produsen Larutan Penyegar Cap Badak yang mendesain Bentuk kemasan yang sama
seperti yang ada pada kemasan produk Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode berasal dari bahasa Yunani yakni methodos yang artinya cara atau jalan. Metode
merupakan cara teratur untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Sehubungan dengan upaya
ilmiah, metode menyangkut masalah cara-kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
ssasaran ilmu yang bersangkutan. Oleh sebab itu, metode dapat diartikan sebagai cara mendekati,
mengamati, dan menjelaskan suatu gejala dengan menggunakan landasan teori.
1. Jenis Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif yang sifatnya
penjelasan.
Penelitian ini merupakan penelitian analisis deskriptif dengan studi literature menggunakan data
sekunder pada tahun 2014 yang sudah dipublikasikan sebagai jurnal ilmiah baik nasional
maupun internasional terkait Analisis Pelanggaran Merek Dagang dalam Kasus Kemiripan
Kemasan Produk oleh PT. Sinde Budi Sentosa (Cap Badak) terhadap Wen Ken Drug CO (PTE)
LTD (Cap Kaki Tiga). Jurnal- jurnal tersebut diperoleh dengan mengakses secara online dari
jurnal yang telah dipublikasikan.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kepustakaan adalah mencari data dengan menggunakan
literatur yang berkaitan dengan kemasan produk serta perlindungan hukum mengenai merek dan
mengenai upaya penyelesaian hukum.
Metode ini awal dari awal dari analisis dengan mengelolah hasil yang didapat dari penelitian
yang didapat dari literatur dan sumber tertulis lainnya. Penelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif kuantitatif dengan cara menganalisis data yang diuraikan secara deskriptif.
4. Teknik Penulisan
10
Teknik penulisan mini riset ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Eknomi dan
Bisnis Universitas Padjajaran 2021.
11
BAB IV
2. Menyatakan batal sertifikat merek “ Cap Kaki Tiga+lukisan Badak atas nama tergugat
(WEN KEN DRUG CO (PTE) LTD) tertanggal 1 April 2009 dengan no: IDM000199185
dan mencoret dari Daftar Umum Merek Ditjen HKI dengan segala akibat hukumnya.
3. “Bahwa sekitar bulan Oktober 2011, Managemen PT. Sentosa Karya Gemilang (anak
perusahaan PT. Sinde Budi Sentosa) mendapatkan informasi dari PT. Mitra Sentosa
Puritama (Agen penjualan produk PT. Sinde Budi Sentosa) bahwa diwilayah jawa timur
telah beredar minuman merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga+Lukisan Badak dan
minuman Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang diduga hasil tindak pidana merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya8 Data kasus Unit I HKI
Subdit I Tipid Indagsi Ditreskrimsus Polda Jatim, diambil pada tanggal 28 Juni 2014, pukul
10.00 dengan merek Larutan Penyegar Badak yang terdaftar di Ditjen HKI Kementerian
Hukum dan HAM RI.”
5. Setelah adanya pembatalan Merek Cap Kaki Tiga+Lukisan Badak Daftar Nomor
IDM000199185, dan terdaftar di Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM RI, pada
tanggal 29 Pebruari 2012 pihak PT. Sentosa Karya Gemilang menemukan kegiatan
penjualan minuman Merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga+Lukisan Badak dan Merek
Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga.”
6. Dengan beredarnya minuman Merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga+Lukisan Badak
12
dan Merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang mempunyai kesamaan pada Merek
Larutan Penyegar Badak yang terdaftar di Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM RI,
PT. Sinde Budi Sentosa merasa dirugikan sehingga memberikan kuasa kepada pelapor
untuk melaporkan kejadian kepada pihak yang berwajib. merasa dirugikan sehingga
memberikan kuasa kepada pelapor untuk melaporkan kejadian kepada pihak yang
berwajib.”
Pada tahun 1978, PT. Sinde Budi Sentosa menerima lisensi untuk penggunaan merek
dagang Cap Kaki Tiga dari Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd di Singapura. Perjanjian lisensi itu
bersumber dari kesepakatan para pihak. Sejak 1978 hingga kini telah terjadi perikatan diam-diam
antara kedua perusahaan. Namun, faktanya Wen Ken memberi lisensi atas merek Cap Kaki Tiga
pada PT Sinde Budi untuk memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di Indonesia
(http:// www.hukumonline.com/berita/baca/hol22746/ perjanjian-lisensi-icap-kaki-tigai-tetap-
sah).
Cap Kaki Tiga yang merupakan merek dagang untuk minuman kesehatan berupa larutan
penyegar pertama kali diperkenalkan pada 1980 an. Larutan penyegar produksi PT. Sinde Budi
Sentosa muncul sebagai pioner obat panas dalam di pasar Indonesia. Selama puluhan tahun,
larutan penyegar yang terkenal dengan simbol badak ini mampu tumbuh dan berkembang hingga
menjadi produk andalan PT. Sinde Budi Sentosa. Perjanjian kerjasama yang sudah berjalan sejak
tahun 1978 mengalami perubahan yang dinilai PT. Sinde Budi Sentosa persayaratannya sangat
memberatkan dari segi hukum, maka manajemen PT. Sinde Budi Sentosa mengambil keputusan
untuk mengganti merek logo dari Cap Kaki Tiga menjadi Cap Badak. (http://info
fokus.blogspot.com/2011/12/perbedaan-larutan penyegar-cap-badak.html)
Sesuai dengan prinsip yang dianut dalam Undang-Undang Merek Indonesia, yakni first to
file principle, bukan first come, first out, pemegang merek baru akan diakui atas kepemilikan
mereknya kalau merek itu dilakukan pendaftaran. Berdasarkan kepada prinsip ini, maka
seseorang yang ingin memiliki hak atas merek dia harus melakukan pendaftaran atas merek yang
bersangkutan. Namun, dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dikatakan bahwa
merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut tidak memiliki daya pembeda.
Jika ditilik lebih lanjut, kemasan Larutan Cap Badak memiliki banyak kemiripan dengan
kemasan Larutan Cap Kaki tiga yang merupakan merek dagang dari Wen Ken Drug Co (Pte)
Ltd. Dalam hal ini, PT. Sinde Budi Sentosa semestinya tidak dapat mendaftarkan hak merek dari
produk yang dimilikinya karena memiliki kemiripan atau kesamaan dengan kemasan Larutan
Cap Kaki Tiga.
Adapun persamaan yang terdapat dalam kedua produk tersebut antara lain:
1. Bentuk botol
13
2. Tutup Botol warna biru
3. Warna kemasan
4. Tulisan arab;
5. Font tulisan;
6. Cara penempatan khasiat produk:
7. Cara menempatkan tulisan komposisi
8. Cara menempatkan gambar varian rasa;
9. Cara menempatkan logo dan tulisan "larutan penyegar" di tengah;
Gambar 1.1
Gambar 1.2
14
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Dalam hal ini, unsur merek yang diusung PT. Sinde Budi Sentosa secara tidak langsung
memiliki unsur yang sama dengan produk Larutan Cap Kaki Tiga. Namun, permohonan merek
dagang kepada Direkotorat Jenderal HAKI oleh PT. Sinde Budi Sentosa berhasil lolos pada
tahun 2004 dengan merek Larutan Penyegar Cap Badak untuk kelas 32 (minuman penyegar) dan
05 (minuman kesehatan) yang masing-masing terdaftar dengan nomor IDM000241894 dan
IDM000152059. PT. Sinde Budi Sentosa mendapat merek dagang dari Direktorat Jenderal HAKI
karena pada tahun 2004 Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd. belum mendaftarkan merek dagang
15
Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga ke Direktorat Jenderal HAKI, sehingga Larutan Penyegar Cap
Kaki Tiga belum tercatat secara hukum dalam Direktorat Jenderal HAKI Indonesia. Wen Ken
Drug Co (Pte) Ltd. baru mendaftarkan merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga kepada Direktorat
Jenderal HAKI pada tahun 2008.
Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd. di Singapura memutuskan perjanjian dengan PT. Sinde
Bude Sentosa secara sepihak dan memindahkan lisensi penggunaan merek dagang Cap Kaki
Tiga ke PT. Kinocare Era Kosmetindo pada tahun 2008. Pemindahaan lisensi ini diantaranya
karena PT. Sinde Budi Sentosa keberatan Sinde untuk membayar royalti 5-10 persen per tahun,
keengganan mereka untuk mencantumkan lisensi, dan pemeriksaan produksi.
Di tahun yang sama, PT. Sinde Budi Sentosa melakukan gugatan terhadap Wen Ken
Drug Co (Pte) Ltd. Gugatan dilayangkan lantaran Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd. telah
menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak terhitung 7 Februari 2008 dan berniat
mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga ke pihak lain, PT Sinde Budi menilai pengakhiran itu
tidak sah.
Sengketa merek antara PT. Sinde Budi Sentosa dengan Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd
berakhir di Pengadilan Niaga Jakarta. Majelis memenangkan mereka penggugat, PT Sinde Budi
Sentosa. Majelis berpendapat, minuman penyegar Cap Kaki Tiga memiliki persamaan pada
pokoknya dengan merek milik penggugat, PT Sinde Budi Sentosa. Majelis hakim menyatakan
bahwa pendaftaran merek Cap Kaki Tiga dengan No.IDM000241894 oleh Wen Ken Drug
dilakukan dengan itikad tidak baik. Karena dapat menyesatkan konsumen yang mengira produk
tergugat berasal dari penggugat.
Merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain ialah merek
yang digunakan dengan merek yang terdaftar sebagai milik orang lain tersebut ada kemiripan
karena adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang digunakan dengan merek yang
terdaftar sebagai milik orang lain. Keadaan tersebut dapat menimbulkan kesan adanya
persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara
unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam kedua kelompok tersebut
(Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Merek). Timbulnya kesan mengenai merek seolah-
olah merek yang sah untuk suatu jenis barang yang sama dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomi bagi si pemegang merek yang terdaftar untuk barang yang dilekati merek tersebut
(Adami Chazawi, 2007:151).
16
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Pada prinsipnya, unsur merek yang diusung PT. Sinde Budi Sentosa secara tidak
langsung memiliki unsur yang sama dengan produk Larutan Cap Kaki Tiga. Namun,
permohonan merek dagang kepada Direktorat Jenderal HAKI oleh PT. Sinde Budi Sentosa
berhasil lolos pada tahun 2004 dengan merek Larutan Penyegar Cap Badak. PT. Sinde Budi
Sentosa mendapat merek dagang dari Direktorat Jenderal HAKI karena pada tahun 2004 Wen
Ken Drug Co (Pte) Ltd. belum mendaftarkan merek dagang Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga ke
Direktorat Jenderal HAKI dan baru mendaftarkan merek dagangnya pada tahun 2008. Hal
tersebut sesuai dengan prinsip yang dianut dalam Undang-Undang Merek Indonesia, yakni first
to file principle, bukan first come, first out, pemegang merek baru akan diakui atas kepemilikan
mereknya jika merek itu dilakukan pendaftaran.
5.2 SARAN
Sebagai pemilik suatu merek atau usaha, sebaiknya segera mendaftarkan merek
dagangnya kepada Direktorat Jenderal HAKI supaya tidak terjadi hal yang merugikan
perusahaan dalam hal pencurian atau pelanggaran merek dagang.
17
DAFTAR PUSTAKA
[1] Pemerintah Pusat, “Undang-undang (UU) tentang Merek dan Indikasi Geografis,” Jdih
Bpk Ri, no. l, pp. 1–51, 2016, [Online]. Available:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37595/uu-no-20-tahun-2016
[2] A. R. Putri, “Pengaturan Sertifikat Hak Merek Yang Dibatalkan Akibat Pelanggaran
Persamaan Logo Merek Dagang (Analisis Kasus Persamaan Logo Cap Kaki Tiga Dengan
Lambang Negara Isle of Man),” 2018.
[3] A. Wicaksana, “済無 No Title No Title No Title,” Https://Medium.Com/, pp. 16–35, 2016,
[Online]. Available: https://medium.com/@arifwicaksanaa/pengertian-use-case-
a7e576e1b6bf
[4] R. Jened, “Konflik Yurisdiksi Dan Penegakan Hukum Kekayaan,” pp. 201–214, 2006.
[5] MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA and R. INDONESIA, “Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis (The Law Number 20 Year 2016 on Trademark and Geographical Indications),”
no. 10, pp. 1–54, 2016, [Online]. Available:
https://www.dgip.go.id/unduhan/download/uu-nomor-20-tahun-2016-tentang-merek-
32#:~:text=Pasal 1 Dalam Undang-Undang,lebih unsur tersebut untuk membedakan
[6] Y. Arafat, “Sistem Pendaftaran Merek Sebagai Upaya Menanggulangi Persamaan Merek
Yang Dapat Mengakibatkan Timbulnya Sengketa,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9,
pp. 1689–1699, 2019.
[7] O. E. Aryani, “Pelanggaran hak atas merek dan mekanisme penyelesaiannya di
indonesia,” Wacana Huk., vol. 10, no. 1, pp. 117–132, [Online]. Available:
http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Wacana/article/view/269%0Ahttp://
garuda.ristekdikti.go.id/journal/article/114773
[8] PT Kino Indonesia Tbk, “No Title,” http://www.kino.co.id/brands/beverages/cap-kaki-
tiga/, 2017.
[9] JPPN, “No Title,” https://www.jpnn.com/news/bpom-tarik-peredaran-larutan-cap-kaki-
tiga, 2017.
[10] PT. Kino Indonesia Tbk, “No Title,” http://www.kino.co.id/company/, 2016.
[11] Z. Arifin and M. Iqbal, “Legal Protection of Registered Marks,” J. Ius Const., vol. 5, no.
1, p. 47, 2020.
[12] Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI. 1997.
[13] S. Yuswanto, “Perlindungan Hukum Hak atas Merek Terhadap Tindakan Passing Off,”
http://eprints.undip.ac.id/13434/1/2002MH1780.pdf.
[14] Saidi, Aspek Hukum dan Kekayaaan Intelektual. 1995.
18
19