Anda di halaman 1dari 7

POLITIK DALAM PROSES PENGANGGARAN KESEHATAN

Permasalahan anggaran di sektor kesehatan saat ini masih menjadi


permasalahan yang krusial baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Ketidak
cukupan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan dipengaruhi oleh banyak
faktor dan sangat kompleks. Salah satu faktor yang paling menonjol yang
berperan adalah adanya politik anggaran.

Politik anggaran merupakan suatu proses intervensi yang dilakukan oleh para
aktor untuk memengaruhi alokasi anggaran yang akan diperoleh, untuk
memenuhi preferensi kelompok atau individu dari para aktor tersebut. Dengan
kata lain merupakan tarik-menarik kekuatan politik dari para aktor dalam proses
anggaran dan penentuan alokasi anggaran untuk memenuhi preferensi para
aktor. Politik anggaran yang dimaksud disini adalah mulai dari proses
penganggaran sampai dengan alokasi dan distribusi anggaran.

Situasi Anggaran di Pusat


Politik anggaran di sektor kesehatan terjadi baik di lingkungan internal maupun
eksternal Kemenkes. Proses penganggaran APBN Kemenkes adalah sebagai
berikut: Pagu indikatif Kemenkes ditetapkan berdasarkan SE (Surat Edaran)
dari Kemenkeu dan Bappenas. Kemenkes membahas anggaran unit (Direktorat
Jenderal) pada saat Rakorpim. Unit membagi anggaran untuk subunit
(Direktorat) dan subunit membagi anggaran untuk masing-masing provinsi. Jika
tidak ada lagi perubahan anggaran yang akan diusulkan, maka Kemenkes
mengusulkan penetapan pagu sementara kepada Kemenkeu. Setelah
Kemenkeu menetapkan pagu sementara, maka anggaran diusulkan ke DPR
untuk dibahas oleh tim anggaran DPR dan Komisi IX. Jika tidak ada perubahan
maka DPR menetapkan menjadi pagu definitif anggaran Kemenkes. Dalam
penetapan anggaran ini proses politik terjadi baik di lingkungan Kemenkes
maupun di Kemenkeu dan DPR. Proses mekanisme anggaran saat ini masih
belum mengalami perubahan.
Pagu Indikatif Subunit membagi
Kemenkes anggaran Provinsi
ditetapkan
berdasarkan
SE Kemenkeu
Unit
dan Bappenas membagi
anggaran
subunit
Atas usulan
Kemenkes
Kemenkes
Kemenkes mengusulan pagu
membagi anggaran
anggaran Unit sementara kpd
pada saat Kemenkeu
Rakorpim

Kemenkeu
menetapkan
pagu sementara

Penetapan
pagu Pembahasan
definitif di anggaran di
DPR DPR

Proses Penganggaran Kemenkes

Politik anggaran yang terjadi di DPR pada umumnya berkaitan dengan program
yang bersifat fisik seperti pembangunan rumah sakit, baik melalui dana tugas
pembantuan maupun DAK. Penelitian yang dilakukan oleh Herawati mengatakan
bahwa pembagian anggaran rumah sakit yang disalurkan melalui dana tugas
pembantuan lebih banyak diatur oleh DPR. Pemegang program di Kemenkes
sering terkaget-kaget karena pagu definitif yang ditetapkan mengalami
perubahan yang sangat tajam (sekitar 90%) dibanding dengan pagu sementara
yang diusulkannya. Padahal pemegang program rumah sakit di Kemenkes
dalam membagi anggaran baik untuk rumah sakit vertikal maupun daerah
telah menggunakan formula. Namun ternyata formula anggaran yang telah
dibuat oleh pemegang program rumah sakit tidak dapat memengaruhi keputusan
politik DPR. Responden yang berasal dari DPR mengatakan sering terjadi konflik
internal di DPR, hal ini disebakan karena beberapa anggota banyak yang
merambah ke daerah yang bukan merupakan perwakilan konstituennya
Menkes menuturkan dalam tiga tahun terkahir, secara nominal anggaran
Kementerian Kesehatan mengalami penurunan, namun tidak mengurangi esensi
dan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Hal ini merupakan
cerminan anggaran tepat guna
APBN Kementerian Kesehatan tahun 2023 mencapai Rp85,5 triliun dari Rp.
178,7 Triliun total anggaran kesehatan, atau sebesar 47,8%. Di dalamnya
termasuk anggaran untuk pembayaran iuran JKN bagi 96,8 juta jiwa peserta PBI
sebesar Rp 46,5 triliun.
Rincian anggaran Kesehatan dimaksud meliputi:
Rp5,9 triliun (7,0%) untuk Transformasi Layanan Primer
Rp18,4 triliun (21,5%) untuk Transformasi Layanan Rujukan
Rp1,4 triliun (1,6%) untuk Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan
Rp46,6 triliun (54,5%) untuk Transformasi Pembiayaan Kesehatan
Rp3,8 triliun (4,4%) untuk Transformasi SDM Kesehatan
Rp0,5 triliun (0,5%) untuk Transformasi Teknologi Kesehatan
Rp8,9 triliun (10,4%) untuk kegiatan rutin dan dukungan manajemen.
Kementerian Kesehatan juga berperan dalam menentukan pemanfaatan Dana
Transfer ke Daerah (TKD) Bidang Kesehatan Tahun 2023 sesuai transformasi
kesehatan, dengan total anggaran Rp51,7 triliun, untuk Dana Alokasi Khusus
(DAK) Fisik, DAK Nonfisik, dan Specific Grant Dana Alokasi Umum Bidang
Kesehatan.
DAK Fisik sebesar Rp. 12,9 Triliun dialokasikan untuk pembangunan,
rehabilitasi, dan pemenuhan alat kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
primer dan rujukan. Sementara DAK Non Fisik sebesar Rp. 12,7 Triliun
dialokasikan untuk biaya operasional puskesmas, pemenuhan obat esensial dan
Bahan Medis Habis Pakai serta peningkatan kinerja tenaga kesehatan dan
kader. Sebanyak Rp. 26 Triliun dialokasikan untuk spesific grant Dana Alokasi
Umum yang diarahkan untuk prioritas pemenuhan layanan primer dan rujukan.

Dasar pembagian alokasi anggaran masing-masing unit baik untuk dana


dekonsentrasi maupun tugas pembantuan belum didasarkan pada kriteria yang
jelas. Apakah didasarkan pada fungsi atau pada beban permasalahan
kesehatan yang ada di Indonesia atau berdasar pada historical budget. Dasar
perolehan alokasi anggaran unit baik untuk dana dekonsentrasi maupun tugas
pembantuan menjadi banyak pertanyaan dari staf di lingkungan Kemenkes

Situasi Anggaran Daerah


Alokasi anggaran untuk sektor kesehatan di Daerah sangat bervariasi, ada yang
sudah mencapai 10% dan ada yang baru mencapai 2%. Pada prinsipnya
proses anggaran di Pusat sama dengan Daerah, dimana TAPD (Tim Anggaran
Pemerintah Daerah) menetapkan plafon anggaran indikatif untuk Dinas
Kesehatan, besarnya plafon anggaran pada umumnya jauh lebih kecil
dibanding dengan anggaran yang diusulkan. Kepala Dinas Kesehatan
melakukan penyesuaian terhadap plafon anggaran yang telah ditetapkan
bersama Kepala Bidang dan Seksi. Hasil penyesuaian anggaran diusulkan
kembali kepada TAPD, untuk dibahas di DPRD dan ditetapkan sebagai pagu
definitif.

Salah satu contoh model politik anggaran di Daerah seperti dibawah ini, sektor
kesehatan memang telah memperoleh anggaran 10% dari APBD, namun yang
dikelola oleh Dinas Kesehatan hanya 30%, sedang 70% dikelola oleh SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah)/ instansi lain termasuk Setda (Sekretariat
Daerah) dan Legislatif. Dari 30% yang dikelola Dinas Kesehatan, 70%
dibantukan ke daerah dalam bentuk Bantuan Keuangan Gubernur dan hanya
30% dikelola oleh Dinas Kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa Dinas
Kesehatan hanya mengelola 10% dari 10% APBD untuk sektor kesehatan
TAPD

Legislatif

Dinkes setda

SKPD
Lain MASYARAKAT
LSM
Kab/ kota

Gambar Model Politik Anggaran di Daerah

Banyak daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang rendah, tidak dapat memberikan
alokasi anggaran untuk sektor kesehatan yang memadai. Sebaliknya daerah dengan
kapasitas fiskal yang tinggipun ternyata tidak mengalokasikan anggaran untuk sektor
kesehatan yang memadai, karena komitmen terhadap sektor kesehatan rendah. Oleh
karena itu perjuangan para aktor kesehatan harus diberikan apresiasi yang tinggi,
karena dapat membawa policy problem tentang anggaran kesehatan dalam agenda
kebijakan. Agenda setting terjadi karena tercapai policy window, dimana politics stream,
policy stream dan problem stream dapat bertemu dalam satu titik.

Politik Dalam Proses Penganggaran


Dalam kebijakan anggaran kesehatan permasalahan yang muncul justru tidak adanya
komitmen politik dari pembuat UU dalam menjalankan amanah UU. Akibatnya
permasalahan ketidak cukupan anggaran kesehatan sampai saat ini masih menjadi
masalah krusial baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Kesehatan adalah politik, dalam
politik anggaran kesehatan terlihat bahwa Pemerintah tidak berpihak pada sektor
kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Rafei, yang mengatakan bahwa politik
kesehatan adalah merupakan keberpihakan pemerintah kepada pembangunan
kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin. Kebijakan tersebut harus didukung
oleh alokasi anggaran yang mencukupi

Proses penganggaran merupakan suatu proses yang paling pelik dan unik karena
penuh dengan konflik kepentingan, terjadi tarik- menarik dari para aktor untuk
memenuhi preferensi mereka. Konflik rebutan kekuasaan terjadi baik pada saat
penetapan pagu indikatif, pagu sementara maupun pagu definitif. Sektor kesehatan
pada umumnya tidak mempunyai kekekuatan untuk memperjuangkan anggaran yang
diusulkan, mereka hanya pasrah pada kekuatan para aktor di lingkungan makro
organisasi kesehatan seperti Kemenkeu dan DPR untuk Pusat, TAPD dan DPRD
untuk Daerah.
Aktor yang berada di DPR menggunakan kekuasaannya untuk melakukan perubahan
anggaran yang telah diusulkan oleh Kementerian Kesehatan. Pada umumnya mereka
berdalih memperjuangkan Daerah yang merupakan perwakilian konstituennya.
Meskipun pada ujung-ujungnya adalah untuk memenuhi preferensi kelompok atau
partainya. Konflik terjadi di lingkungan internal DPR karena beberapa diantaranya
merambah Daerah yang bukan merupakan kekuasaannya.

Proses penganggaran di Daerah sangat dipengaruhi oleh TAPD dan DPRD. Hal ini
disebabkan karena belum optimalnya komitmen dari para aktor pengambil kebijakan
baik di lingkungan eksekutif maupun legislatif. Keadaan tersebut diperkuat dengan
ketidak percayaan kepada sektor kesehatan apakah anggaran yang diusulkan
memang sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kani dkk. Selain itu, kemungkinan juga untuk
memenuhi preferensi politik dari aktor besar.
Proses penganggaran merupakan ’’black box” yang sesungguhnya sangat sulit untuk
diketahui secara detil. Easton dalam Buse et al mengatakan bagaimana terjadinya
perubahan dalam proses pembuatan kebijakan sehingga dianggap sebagai kotak
hitam atau “black box”.Dalam proses penetapan anggaran hal ini bisa diasumsikan
bahwa anggaran yang diusulkan oleh Kemenkes, ketika ditetapkan oleh DPR terjadi
perubahan anggaran.

Anda mungkin juga menyukai