Anda di halaman 1dari 3

Jiwa Yang Luluh Lantah

Pagi yang cerah nampaknya tidak berlaku untuk seorang anak kecil malang yang tergeletak di
teras rumahnya. Sosok wanita setengah paruh baya itu menatapnya dengan bengis sambil
berkata, “Jangan berani untuk mengikuti ku pergi apalagi mencari ku, aku tidak sudi merawat
anak dari tukang selingkuh!”. Wanita yang sering ia sebut sebagai mamah kini menatapnya
dengan nyalang, bentakan sang mamah tidak begitu menyakitkan dibandingkan tatapan benci
dan murka dari seorang perempuan yang telah melahirkannya itu.
Amy, sang gadis kecil itu menangis tersedu-sedu sambil terus memohon pada mamahnya. “Mah
aku mohon jangan tinggalin aku sama kakak” ucap Amy sambil memegang kaki sang mamah.
Namun dengan tanpa belas kasih, sang mamah menghempas tangan Amy sambil berkata “Peduli
setan! Aku muak dengan kalian semua!”. Begitulah ucapan terakhir sang mamah sebelum wanita
iti benar-benar mengangkat kakinya pergi dari rumah yang tidak pernah memiliki kehangatan
didalamnya.
Setelah hari itu, Amy pun tinggal bersama sang nenek dan 2 kakak laki-lakinya. Tidak terlewati
satu hari pun ia menangis merindukan kedua orang tua nya yang begitu abai pada putri bungsu
mereka. Padahal, kedua kakak laki-lakinya selalu mendapatkan uang saku dan terkadang
bertukar kabar dengan orang tua mereka. Amy begitu sedih dan hancur, ia tidak mengerti kenapa
ia diperlakukan secara tidak adil dengan orang tua kandungnya.

Pengungkapan Peristiwa.
Tahun demi tahun berlalu, Amy hidup bahagia ketika bertemu dengan seorang laki-laki yang
tepat. Ia selalu ditinggal mengingat sang pujaan hati adalah seorang tentara negara. Namun itu
tak membuat kebahagiaannya hilang begitu saja. Ia dikaruniai seorang anak yang telah tumbuh
menjadi anak yang menggemaskan dan pintar bernama Haikal.
Suatu ketika, ia dan sang anak sedang melakukan perjalanan dan melewati rumah yang dulu ia
tinggali sewaktu kecil. Mereka pun singgah sebentar di kedai kecil yang berada tepat di depan
rumah itu sambil memakan bekal yang telah Amy siapkan. Setelah selesai, Amy menatap rumah
kosong itu sambil tersenyum simpul. Haikal yang melihat mamahnya tersenyum pun sontak
bertanya, “Kenapa mah?”.
Amy menatap sang anak dengan lembut, “Rumah itu, adalah saksi bisu dan awal dari kehancuran
mamah”. Haikal tersentak dan menatap mamahnya dengan khawatir, “Memangnya ada apa
mah?”. Amy menghela nafas sebentar sebelum bercerita. “Dulu, mamah ditinggalkan oleh kedua
orang tua mamah. Mereka berpisah secara tidak baik karena keegoisan mereka sendiri. Tapi
anehnya,
mereka terus menumpahkan rasa benci dan menyalahkan mamah atas semua hal yang sudah
terjadi.” Ucap Amy sambil terkekeh.
“Mamah begitu miris, bahkan harus putus sekolah karena tidak ada yang membiayai mamah.
Bahkan dulu untuk peralatan sekolah, sebisa mungkin mamah berhemat dengan mencampur
materi seluruh mata pelajaran di satu buku. Mamah juga tidak mampu membeli pulpen dan
dengan tak tahu malu selalu meminjam pulpen teman. Kedua kakak mamah pun selalu
menyalahkan mamah dan turut meninggalkan rumah ini ketika sudah dewasa.” Wajah Amy
mulai memanas dan hatinya terasa sesak.
Haikal dengan sigap mengelus pundak Amy untuk menenangkannya sambil terus mendengar
cerita sang mamah. “Setelah nenek meninggal, mamah benar-benar sendirian. Bahkan mamah
pernah sakit parah dan hanya bisa mendekam sendirian di rumah. Mamah kira dulu itu adalah
saat-saat terakhir mamah.” Amy menunduk dan terisak. Haikal segera memeluk sang mamah
sambil berkata, “Makasih banyak udah bertahan sampai saat ini ya mah, aku bangga dan sangat
bersyukur bisa terlahir sebagai anak mamah. Aku gak nyangka aku lahir dari sosok perempuan
yang super kuat.” Ucap Haikal sambil menahan tangisnya, ia mengelus tangan sang mamah yang
gemetar.

Setelah menenangkan diri, Amy disuguhkan teh hangat oleh sang pemilik kedai. Amy pun
sontak berterimasih dan pemilik kedai pun tersenyum. Sambil menatap matahari yang mulai
tenggelam, tiba-tiba ia terkejut melihat sebua motor berhenti di depan rumah itu. Sosok laki-laki
itu membuka helm nya dan Amy tidak menyangka bahwa itu adalah kakak keduanya. Dengan
tergesa-gesa, Amy menghampiri kakaknya itu.
“Kakak? Ngapain kakak disini?!” Tanya Amy dengan wajah yang tegang. Sang kakak sama
terkejutnya dan berkata, “Lho Amy? Harusnya kakak yang tanya, kamu ngapain disini?”.
Melihat mamahnya berbicara dengan orang asing, sontak Haikal menyusul mamahnya. Sang
kakak melirik kearah Haikal dan bertanya, “Ini siapa?”. Amy hanya terdiam dengan tangan yang
kembali gemetar.
“Amy? Hei kamu kenapa?” Sang kakak berniat untuk memegang pundak Amy namun segera
ditepis oleh Amy. “Gausah pegang-pegang aku! Jangan sok peduli setelah kamu ngancurin aku!”
Amy berkata sambil menangis histeris. Haikal pun maju dan bertanya, “Maaf sebelumnya, om
siapa ya?”. Sang kakak hanya bisa menggaruk tengkuknya dengan wajah bersalah, “Saya
kakaknya Amy, tapi seperti yang kamu lihat, hubungan kami tidak baik”.
Amy berdecih dan berkata, “Hubungan? Emangnya dari dulu kamu nganggep aku sebagai adik?
Emangnya kamu pernah berperan sebagai kakak?”. Mendengar hal itu sang kakak menunduk dan
bersimpuh sambil berkata, “Tolong maafin kakak, aku bener-bener sadar aku gak pernah jadi
kakak yang baik dan ngelindungin kamu yang bahkan dulu masih sangat kecil. Maaf karena
kakak juga ikut andil atas kehancuran diri kamu dulu” Ucap kakak dengan tulus hingga
meneteskan air mata.

Setelah berdebat panjang, akhirnya Amy bersedia untuk singgah sebentar hingga pagi di rumah
kakaknya. Ketika memasuki rumah itu, memori buruk sontak kembali menggerogoti pikiran
Amy. Namun sang anak yang setia berada disampingnya segera mengelus tangan sang mamah
dan menenangkan dirinya. Amy pun tersenyum menatap sang anak dan duduk di sofa setelah
dipersilahkan oleh kakaknya.
“Jadi, aku belum di maafin nih My?” Tanya sang kakak sambil menyuguhkan beberapa makanan
ringan dan air putih. Amy menghela nafas dan mengangguk, “Aku udah maafin kakak dari dulu,
tapi aku gak bisa ngontrol kenangan buruk yang selalu muncul terutama ketika ngeliat kakak”.
Mendengar hal itu sang kakak mengangguk mengerti, “Gapapa, yang penting sekarang kita bisa
baikan”.
Sang kakak menatap Amy dengan tatapan bersalah, “Tapi kamu perlu tau kalau semua hal yang
terjadi dulu sama sekali bukan kesalahan kamu. Dan satu hal yang perlu kamu tau, kamu itu
berharga banget dan pantas untuk dikelilingi sama hal-hal baik”. Mata Amy berkaca-kaca dan
mengangguk dalam diam. Haikal senantiasa mengelus pundak sang mamah sambil berharap
dengan itu ia bisa memberi sang mamah kekuatan.
“Ngomong-ngomong, ini anak siapa? Kamu udah nikah?” Tanya sang kakak. Amy tersenyum
sambil merangkul Haikal, “Iya ini anak ku, dan aku juga sudah menikah kak”. Sontak sang
kakak berbinar dan berkata, “Wah, aku turut bahagia atas itu! Nyesel banget deh gak bisa dateng
ke acara pernikahan mu” Wajah sang kakak kini menjadi lesu. Amy terkekeh, “Gapapa lah kak,
yang penting kan sekarang kakak udah tau”.

Mereka pun kembali mengobrol dan bercerita tentang keluh kesah masing-masing. Haikal yang
hanya menyimak dan sesekali ikut mengobrol pun tersenyum melihat wajah sang mamah yang
berbinar. Haikal sangat berharap bahwa setelah semua perjuangan yang telah dilewati oleh
mamahnya, kebahagiaan akan selalu datang melimpah untuk sang mamah agar ia tidak melihat
wanita yang telah merawatnya dengan sepenuh hati kembali hancur.

Anda mungkin juga menyukai