Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 2:

Alya Syadira Yulianti (10523110)


Fatiyah Aisyah Rahmah (10523430)
Nabiila Voleta Banafsaj (10523765)
Putri Nur Fadhilah. I (10523946)
Wiwin Rahmana Ayu (11523229)

Kelas : 1PA07
Matkul : Pendidikan Kewarganegaraan

Demokrasi di Indonesia

1. Bagaimana dinamika demokrasi di Indonesia?


a. Demokrasi Parlementer atau Liberal (1950-1959)
Demokrasi parlementer atau liberal adalah sistem demokrasi yang menempatkan
parlemen sebagai bagian fundamental dalam pemerintahan. Parlemen memiliki
fungsi legislasi, pengawasan, dan pengangkatan kabinet. Pemerintah bertanggung
jawab kepada parlemen dan dapat diganti jika tidak mendapat dukungan
mayoritas. Demokrasi parlementer dianut oleh Indonesia setelah mengganti UUD
1945 dengan UUDS 1950 yang mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai
bentuk negara. UUDS 1950 juga mengatur penyelenggaraan pemilu pertama pada
tahun 1955 untuk memilih anggota DPR dan Konstituante.

Pemilu 1955 dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis dan jujur dalam
sejarah Indonesia. Pemilu ini melibatkan 29 partai politik dan empat golongan
karya (pekerja, petani, nelayan, dan buruh). Hasil pemilu menunjukkan bahwa
tidak ada satu partai pun yang mendapat mayoritas absolut. Empat partai terbesar
adalah PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Hal ini menyebabkan sulitnya pembentukan
kabinet yang stabil dan koalisi yang solid. Selain itu, Konstituante yang bertugas
menyusun UUD baru juga mengalami kebuntuan karena perbedaan pandangan
tentang dasar negara, yaitu antara Pancasila dan Islam. Demokrasi parlementer
berakhir ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
yang membubarkan parlemen dan Konstituante, serta mengembalikan UUD 1945
sebagai dasar negara.

b. Demokrasi Terpimpin (1959-1966)


Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi yang memberikan kekuasaan
penuh kepada presiden sebagai pemimpin tunggal bangsa. Presiden memiliki
fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, serta militer. Presiden juga dapat
membentuk lembaga-lembaga negara sesuai dengan kehendaknya tanpa melalui
proses demokratis. Demokrasi terpimpin dianut oleh Indonesia setelah Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan
parlemen dan Konstituante, serta mengembalikan UUD 1945 sebagai dasar
negara.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 juga mengatur pembentukan MPRS dan DPR-GR
sebagai lembaga perwakilan rakyat. MPRS adalah Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara yang berfungsi sebagai lembaga tertinggi negara yang dapat
mengangkat dan memberhentikan presiden. DPR-GR adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Gotong Royong yang berfungsi sebagai lembaga legislatif yang dapat
membuat undang-undang bersama presiden. Anggota MPRS dan DPR-GR tidak
dipilih melalui pemilu, melainkan diangkat oleh presiden dari berbagai unsur,
seperti partai politik, golongan karya, TNI, dan daerah.

Demokrasi terpimpin juga mengadopsi konsep Nasakom (Nasionalis, Agama,


Komunis) dalam politik. Nasakom adalah singkatan dari tiga aliran politik utama
di Indonesia, yaitu nasionalis, agama, dan komunis. Presiden Soekarno berusaha
menyatukan ketiga aliran ini dalam satu koalisi untuk menghadapi ancaman dari
luar, seperti neo-kolonialisme dan imperialisme. Namun, konsep Nasakom juga
menimbulkan konflik dan ketegangan antara aliran-aliran tersebut, terutama
antara agama dan komunis. Demokrasi terpimpin berakhir ketika MPRS
memberhentikan Presiden Soekarno pada tahun 1967 dan mengangkat Jenderal
Soeharto sebagai presiden definitif pada tahun 1968.

c. Demokrasi Pancasila atau Orde Baru (1966-1998)


Demokrasi pancasila atau orde baru adalah sistem demokrasi yang berdasarkan
pada ideologi pancasila sebagai dasar negara dan sumber hukum. Pancasila
memiliki lima sila, yaitu ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi pancasila dianut oleh Indonesia setelah
Jenderal Soeharto menggantikan Presiden Soekarno sebagai presiden definitif
pada tahun 1968.

Demokrasi pancasila juga mengatur penyelenggaraan pemilu lima tahun sekali


dengan sistem multipartai terbatas. Pemilu di era orde baru hanya melibatkan tiga
partai politik, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Golkar adalah Golongan Karya yang
merupakan wadah bagi para pendukung pemerintah, termasuk TNI, birokrat, dan
golongan profesional. PDI adalah Partai Demokrasi Indonesia yang merupakan
gabungan dari beberapa partai nasionalis dan Kristen. PPP adalah Partai Persatuan
Pembangunan yang merupakan gabungan dari beberapa partai Islam. Pemilu di
era orde baru selalu dimenangkan oleh Golkar dengan persentase yang sangat
tinggi, sementara PDI dan PPP hanya menjadi partai oposisi yang lemah. Pemilu
di era orde baru juga tidak demokratis karena adanya manipulasi, intimidasi, dan
kecurangan yang dilakukan oleh pemerintah dan aparatnya.

Demokrasi pancasila juga mengutamakan pembangunan ekonomi dan


pembangunan nasional di berbagai bidang, seperti infrastruktur, industri,
pertanian, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemerintah orde baru berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan dengan
mengandalkan bantuan asing, investasi asing, dan eksploitasi sumber daya alam.
Pemerintah orde baru juga berhasil mempertahankan stabilitas politik dan
keamanan nasional dengan menekan segala bentuk oposisi dan gerakan sosial
yang dianggap mengancam keutuhan negara. Demokrasi pancasila berakhir ketika
Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tahun 1998 setelah terjadi
gerakan reformasi yang dipicu oleh krisis ekonomi dan politik.

d. Demokrasi Transisi atau Reformasi (1998-kini)


Demokrasi transisi atau reformasi adalah sistem demokrasi yang berusaha
melakukan perubahan dari rezim otoriter ke rezim demokratis dengan melibatkan
partisipasi masyarakat sipil dan media massa. Demokrasi transisi dianut oleh
Indonesia setelah Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tahun
1998 setelah terjadi gerakan reformasi yang dipicu oleh krisis ekonomi dan
politik.

Demokrasi transisi juga mengatur penyelenggaraan pemilu bebas dan adil dengan
system multipartai terbuka. Pemilu di era reformasi melibatkan banyak partai
politik yang bermunculan setelah dibukanya ruang demokrasi. Pemilu di era
reformasi juga lebih transparan dan akuntabel karena adanya pengawasan dari
masyarakat sipil dan media massa. Pemilu di era reformasi juga lebih kompetitif
dan dinamis karena adanya pergantian kekuasaan antara partai-partai politik.

Demokrasi transisi juga mengadakan amandemen UUD 1945 yang memperkuat


lembaga-lembaga negara dan hak asasi manusia. Amandemen UUD 1945
dilakukan sebanyak empat kali antara tahun 1999 hingga 2002. Amandemen
UUD 1945 mengubah sistem pemerintahan dari presidensial menjadi semi-
presidensial dengan memisahkan fungsi eksekutif antara presiden sebagai kepala
negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

Amandemen UUD 1945 juga mengubah sistem pemilihan presiden dari pemilihan
oleh MPR menjadi pemilihan langsung oleh rakyat. Amandemen UUD 1945 juga
mengubah komposisi MPR dari gabungan DPR dan DPD menjadi lembaga
legislatif bikameral yang terdiri dari DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dan
DPD sebagai lembaga perwakilan daerah.

Amandemen UUD 1945 juga mengubah fungsi MA dari lembaga yudikatif


tunggal menjadi lembaga yudikatif tertinggi yang berada di bawah MK sebagai
lembaga konstitusional yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD.
Amandemen UUD 1945 juga menambahkan bab baru tentang hak asasi manusia
yang mengatur tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar setiap warga
negara.

Demokrasi transisi juga melakukan desentralisasi kekuasaan dari pusat ke daerah.


Desentralisasi kekuasaan dilakukan melalui undang-undang nomor 22 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Desentralisasi kekuasaan
memberikan otonomi yang lebih luas kepada daerah dalam hal penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik. Desentralisasi kekuasaan
juga memberikan kesempatan kepada masyarakat daerah untuk memilih kepala
daerah secara langsung.
Demokrasi transisi dapat dikatakan mengalami kemajuan dalam hal kehidupan
demokrasi, tetapi masih menghadapi tantangan dalam hal penegakan hukum,
pemberantasan korupsi, penyelesaian konflik, dan penguatan demokrasi lokal.
Demokrasi transisi masih memerlukan reformasi-reformasi lebih lanjut untuk
menciptakan demokrasi yang lebih berkualitas dan berkeadilan.

0. Masalah apa yang dihadapi dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia?

Pada Demokrasi Parlementer atau Liberal terjadinya pemberontakan regional dan


komunis yang ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia Serikat. Beberapa contoh
pemberontakan tersebut adalah PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi, DI/TII di Jawa
Barat dan Aceh, RMS di Maluku, dan PKI di Madiun.

Pada Demokrasi Terpimpin terjadinya krisis ekonomi, poilitik akibat G30SPKI dan
konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. G30S/PKI adalah Gerakan 30 September yang
dilakukan oleh PKI untuk melakukan kudeta terhadap pemerintahan Soekarno dengan
membunuh enam jenderal TNI. G30S/PKI gagal karena berhasil ditumpas oleh pasukan
loyalis yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. G30S/PKI menimbulkan trauma nasional
dan pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan PKI. Konfrontasi dengan
Malaysia adalah konflik bersenjata antara Indonesia dan Malaysia. Konfrontasi dengan
Malaysia berakhir dengan perjanjian damai di bawah tekanan internasional.

Pada Demokrasi Pancasila terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang berat, seperti


pembunuhan, penangkapan, penyiksaan, penghilangan paksa, pembredelan media,
pembubaran organisasi masyarakat, dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok
tertentu. Pemerintah melakukan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pemerintah juga
memberikan keistimewaan kepada keluarga, kerabat, dan kroni-kroni Soeharto dalam hal
bisnis, politik, dan militer. Pemerintah di orde baru menyalahgunakan kekuasaan untuk
memperkaya diri sendiri dan kelompoknya.

Pada Demokrasi Transisi atau Reformasi terjadinya pembatasan kebebasan sipil atau
lemahnya kebebasan sipil di Indonesia.

0. Apa saja yang menyebabkan terjadinya setiap masalah tersebut?


Latar belakang penyebab terjadinya berbagai macam masalah pada masa-masa tersebut,
yakni :

1) Demokrasi Parlementer atau Liberal


a. Sentimen Kedaerahan.
Salah satu faktor penyebab pemberontakan adalah sentimen kedaerahan.
Sentimen kedaerahan kemudian memicu munculnya negara boneka bentukan
Belanda, seperti Republik Maluku Selatan (RMS) dan Angkatan Perang Republik
Indonesia Serikat (APRIS) yang bertujuan melemahkan posisi NKRI.

b. Sistem Pemerintahan yang Tidak Stabil.


Diawali dengan terlalu sering melakukan pergantian kabinet karena pada masa itu
Indonesia menganut sistem multipartai, akibatnya partai politik saling beradu
kepentingan. Selain itu, persaingan antagolongan membuat mereka lebih
mementingkan kepentingan partai sendiri. Karena persaingan ini, banyak tuntutan
parlemen yang tidak tercapai. Dampak yang ditimbulkan dari seringnya terjadi
pergantian kabinet salah satunya adalah pemerintah daerah merasa tidak puas.
Pemerintah daerah merasa bahwa pusat hanya sibuk dengan pekerjaan
menggonta-ganti kabinet dan daerah menjadi terabaikan. Dari ketidakpuasan
tersebut, banyak daerah memberi tuntutan kepada pusat, tetapi tidak didengar.
Akibatnya, muncul sifat kedaerahan yang kemudian berkembang ke gerakan
separatis atau upaya pemisahan diri dari pusat.

c. Inflasi
Adanya sikap neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. yang menyebabkan
Indonesia kehilangan dukungan di bidang politik dan ekonomi dari luar negeri.
Bahkan, inflasi di Indonesia mencapai 600 persen pada tahun 1966. Kondisi
inflasi yang kian memburuk akhirnya membuat masyarakat berada dalam
kesulitan dan terdorong untuk mulai melancarkan pemberontakan.

2) Demokrasi Terpimpin
a. Tuntutan Pembubaran PKI
Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai dalang dari G30S. Oleh karena
itu, sentimen anti-PKI berkembang di Indonesia. Masyarakat menuntut Soekarno
untuk membubarkan PKI. Namun, Soekarno tidak berbuat banyak. Akibatnya
rakyat dan mahasiswa menggelar demonstrasi untuk menuntut 3 hal yakni
pembubaran PKI, pembersihan kabinet Dwikora dari unsur G30S, dan penurunan
harga.

b. Adanya Persengketaan Wilayah dan Penggabungan Wilayah. Indonesia


menentang rencana pembentukan Federasi Malaysia yang rencananya akan terdiri
dari Federasi Malaya, Sabah, Sarawak, Singapura dan Brunei. Indonesia
menentang karena Indonesia menganggap bahwa negara tersebut didirikan hanya
untuk melindungi kepentingan Inggris di Asia Tenggara.

3) Demokrasi Pancasila
a. Sistem Hukum yang Tidak Berjalan.
Penyebab dari pelanggaran HAM salah satunya karena tidak tegasnya aparat
penegak hukum kepada pelaku yang melanggar HAM.

b. Penyalahgunaan Kekuasaan
Banyaknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebabkan penyalahgunaan
kekuasaan. Penyalahgunaan kekuasaan sering dilakukan oleh elit politik demi
melindungi kepentingannya. Mereka menggunakan kesempatan tersebut untuk
melindungi dirinya, keluarga, dan kerabatnya.
4) Demokrasi Transisi atau Reformasi
a. Krisis Mata Uang

Anda mungkin juga menyukai