Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

HASIL OBSERVASI TERKAIT EVALUASI BIMBINGAN DAN KONSELING


SMK NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester

Disusun Oleh:
Amanda Nahdla Salsabilla
NPM: 2113052063

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
laporan ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Semoga laporan ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Penulis sangat berharap semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar laporan ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan laporan ini.

Banadar Lampung, 13 April 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evaluasi BK merupakan upaya untuk menentukan derajat kualitas pelaksanaan program
kegiatan bimbingan dan konseling. Evaluasi BK sangat penting, karena informasi hasil
evaluasinya dapat digunakan untuk menentukan dan Menyusun program baru,
mengetahui keefektifan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling serta memberikan
informasi pada guru mengenai keterampilan mengajar yang ia miliki, sehingga
selanjutnya guru bisa berintropeksi agar dapat membantu siswa mencapai perkembangan
belajarnya secara optimal. Dampak dari tidak adanya evaluasi bagi sekolah dan BK
adalah guru tidak punya target terhadap kualitas peserta didik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa sajakah 15 karakteristik pribadi koselor?
2. Apa sajakah 18 keterampilan yang harus dikuasai oleh konselor professional?
3. Apa urgensi dari perkuliahan Pengembangan Pribadi dan Profesi Konselor dalam
rangka membentuk diri konselor yang kompeten dan handal?

1.3 Tujuan Masalah


1. untuk mengetahui 15 karakteristik pribadi konselor.
2. Untuk mengetahui apa saja 18 keterampilan yang harus dikuasai oleh konselor
professional.
3. Untuk mengetahui urgensi dari perkuliahan Pengembangan Pribadi dan Profesi
Konselor dalam rangka membentuk diri konselor yang kompeten dan handal.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Pribadi Konselor


Ada sejumlah sifat diri yang menjadi ciri-ciri pribadi konselor, diantaranya sebagai
berikut:
1. Keberanian. Sifat ini ditunjukkan melalui kesedian konselor untuk mengakui
kesalahan yang dibuat, menghadapi permasalahan yang terjadi dalam konseling
dengan tidak memposisikan diri sebagai lawan konseli, bertindaklah sesuai dengan
keyakinan, memiliki ikatan emosional dengan konseli, introspeksi diri, bertindak
langsung dan jujur pada konseli dan menghormatinya. Contohnya misal, ketika
seorang konselor melakukan sebuah kesalahan dengan konseli, seperti tidak sengaja
menghakimi konselinya yang tentu saja hal tersebut tidak menunjukkan sebagai
seorang konselor professional. Namun konselor tersebut berani mengakuinya
kesalahan yang telah ia buat.
2. Kesedian menjadi model. Menjadi model dalam konseling merupakan satu cara
yang terbaik untuk mengubah perilaku konseli. Bertindaklah sesuai dengan harapan
sebagai konselor. Ciptakanlah suasana konseling dengan menunjukkan tindakan
keterbukaan, tujuan yang serius, mampu menerima keberadaan orang lain,
menghormati perbedaan, dan kemauan untuk mengambil resiko. Contohnya misal,
seorang konselor sedang menangani kasus korban bullying, konselor tersebut bersedia
untuk menjadi model korban bullying di depan konseli dengan tujuan untuk
membantu membuka pikiran konseli mengenai dampak yang terjadi kepada dirinya
dan faktor apa yang membuat ia menjadi korban bullying, sehingga dengan begitu ia
akan sadar faktor apa yang dia miliki sehingga ia menjadi korban bullying tersebut,
dengan harapan konseli dapat menjadi lebih kuat kedepannya untuk mengubah faktor
penyebab bullying.
3. Kehadiran. Kemampuan untuk hadir bersama konseli dalam konseling merupakan hal
penting. Konselor hendaknya menyadari bahwa kehadirannya berkaitan dengan rasa sedih,
pilu, perjuangan, kegembiraan orang lain. Meskipun demikian janganlah kehadiran
dikacaukan oleh perasaan sedih para anggota. Contohnya misal, ada seorang siswa/konseli
yang berbagi cerita sedih kepada seorang konselor bahw dirinya dinyatakan tidak lolos
SNMPTN sedangkan temannya yang lain merasakan Bahagia karna lolos pada jalur tersebut.
Ia merasa sedih, merasa gagal, dan bingung harus bahagia karna melihat teman-temannya
lolos atau tidak. Untuk menghadapi peristiwa ini, kehadiran konselor sangat dibutuhkan.
Pada keadaan seperti itu konselor harus berusaha hadir dalam perasaan konseli, namun
tidak boleh larut tetapi berikanlah sebuah motivasi dan semangat yang membuat perasaan
sedih konseli berubah menjadi sebuah semangat baru untuk berjuang ke langkah
selanjutnya.
4. Niat baik, tulus, dan peduli. Tugas utama konselor adalah membantu konseli
menjadi apa yang mereka kehendaki, bukan menemukan caranya. Kepedulian yang
dimaksud adalah menghormati, mempercayai, dan menghargai orang. Satu cara lain
untuk menyatakan kepedulian adalah dengan memberi kehangatan dan perhatian.
Contohnya misal, seorang konselor mendapatkan seorang konseli yang dituduh
mencuri, sebagai konselor kita tidak boleh menghakimi konseli tersebut, namun tugas
seorang konselor yang pertama adalah bertanya terlebih dahulu terkait kejadian lalu
biarkan dia berbicara mengeluarkan pembelaan diri yang dapat membuktikan bahwa
bukan ia yang mencuri. Sebagai seorang konselor kita harus menghormati,
mempercayai, dan menghargai pernyataan konseli, sambil menunggu atau
mengungkapkan kebenerannya.
5. Yakin akan manfaat proses konseling. Konselor harus yakin pada apa yang sedang
dilakukannya dan percaya akan proses terapiutik dalam konseling. Keyakinan akan
manfaat proses konseling merupakan faktor penting dalam menunju keberhasilan
kegiatan konseling. Contohnnya misal, seorang konseling yang sedang melakukan
terapi terhadap konseli harus yakin bahwa terapi yang ia lakukan akan berhasil. Jika
konselor melakukannya dengan ragu-ragu maka dapat membuat hasil yang tidak
maksimal.
6. Keterbukaan. Keterbukaan yang dimaksudkan adalah bagaimana konselor
memperkanankan konseli untuk berpartisipasi dalam konseling sebagai seorang
pribadi. Keterbukaan konselor akan membantu meningkatkan proses konseling jika
ditampakkan pada reaksi yang tepat. Keterbukaan konselor akan membuat konselinya
menjadi lebih terbuka dalam mengemukakan perasaan, keyakinannya, dan hal itu
akan menjamin kesetabilan proses kelompok.
7. Tidak bertahan dalam mengatasi kritik. Keterampilan ini berhubungan dengan
keterbukaan. Konselor itu secara mudah merasa terancam, sangat sensitive terhadap
perasaan negatife, dan sangat tergantung pada persetujuan konseli dalam menghadapi
permasalahan pokok ketika melakukan fungsi konselor. Contohnya misal, ada konseli
yang memberi pernyataan tentang orang lain dalam hal negative, dalam keadaan seperti itu
konselor tidak boleh bertahan dalam kritik tersebut hanya mendengarkan satu orang saja.
Sikap konselor harus memiliki keterbukaan agar tidak termakan oleh satu kritikan ssaja.
8. Sadar akan budaya sendiri. Mengetahui bagaimana budaya sendiri mempengaruhi
keputusan dan perilaku sehari-hari berarti telah menyiapkan kerangka acuan dalam
memahami pemikiran tentang adanya yang lain selain dirinya. Penghargaan secara
tulus seorang konselor terhadap perbedaan budaya yang dibawa oleh para anggota
kelompok merupakan akan membuka jalan bagi para anggota untuk tetap berakti-
vitas dan merasa nyaman dalam kelompok. Contoh misalnya, seorang konselor yang
asal budaya jawa akan berbeda pandangannya tentang perilaku sopan kepada seorang
yang lebih muda melewati orang dewasa harus membungkukan badannya dengan
budaya konseli nya yang berasal dari timor leste yang mempunyai kebiasaan menepuk
bahu yang dijumpainya sekalipun ia lebih tua darinya. Perbedaan seperti hal tersebut
harus di hargai secara tulus seorang konselor terhadap perbedaan budaya konseli nya
agar tetap dapat beraktivitas dan merasa nyaman dalam proses konseling.
9. Berkehendak mencari pengalaman yang baru. Berbagai pengalaman konselor
dalam hidupnya berkenaan dengan perasaan, berpikir, dan berbuat dapat berguna
dalam memacu konseli menjalani konseling. Jika pengalaman-pengalaman itu
disajikan dalam konseling secara tepat akan membantu upaya konseli mengatasi
masalah yang tengah mereka derita. Contoh misalnya, seorang konselor yang pernah
mengalami tuntutan dan larangan dari orang tuanya yang kebetulan masalah yang
dihadapi konseli memiliki kasus yang sama dengan pengalaman konselor. Dengan
demikian konselor dapat menyajikan pengalaman-pengalaman tersebut dalam
kegiatan konseling tentang bagaimana cara menyikapinya dan mengahadapinya
dengan begitu saya rasa cara tersebut dapat membantu serta dapat menyalurkan energi
positif pula terhadap konseli.
10. Kekuatan pribadi. Kekuatan pribadi meliputi kesadaran dan kepercayaan diri
konselor akan pengaruh dirinya terhadap orang lain. Kekuatan ini digunakan konselor
bukan untuk mendominasi dan memanfaatkan orang lain. Akan tetapi hendaknya itu
digunakan untuk mendorong konseli dalam menggunakan kekuatannya yang tak
tersalurkan dan melepaskan diri dari ketergantungan pada konselor.contohnya misal,
kekuatan pribadi konselor dapat menyalurkan energi positif pada konseli seperti
misalnya konseli yang memiliki ke tidak percaya dirian dapat didorong dan diberi
energi positif dari kekuatan konselor.
11. Stamina. Seorang konselor dituntut agar menyadari tingkat energinya sendiri dalam
membawa konseling dan mencarikan cara agar tetap prima. Kondisi ini baik untuk
memperkaya performansi konseling dan keber-hasilan prosesnya. Contohnya misal,
seorang konseli mungkin merasa bosan dengan kegiatannya dan mungkin pernah
merasakan lelah dengan kegiatannnya, untuk itu konselor dituntut dan harus mencari
letak dimana bisa mengambil staminanya sendiri dengan di seling melakukan
refreshing dengan kegiatan yang disuka mungkin dapat mengembalikan prima dalam
diri.
12. Kesadaran diri. Kesadaran diri merupakan titik pangkal dari kesediaan
menghadapkan diri dan mengevaluasi diri sendiri. Oleh karena itu, rangkaian-
rangkaian kerja konseling selalu mengarah kepada upaya penciptaan kondisi yang
dapat membawa konseli menyadari akan dirinya sendiri. Conrohnya, seorang konselor
harus melakukan evaluasi terhadap diri serta menyadari apa yang masih perlu
ditingkatkan lagi demi mencapai kegiatan konseling yang lebih baik dan maksimal.
13. Rasa humor. Kemampuan membuat tertawa dan melihat humor pada kelemahan
manusia sangat berguna dalam membantu konseli menjaga prespektif yang seimbang
dan menghindari kelelahan psikologis yang berlebihan. Contohnya berikan candaan
terhadap konseli agar suasana tidak terlalu tegang dan nyaman.
14. Daya temu. konselor ditantang untuk selalu menemukan cara yang baru dalam
melakukan pendekatan pada kegiatan konseling melalui percobaan yang muncul dari
interaksi “disini” dan “sekarang”. Bekerja dengan hal yang menarik merupakan suatu
cara lain untuk mempertahankan ide yang segar. Contohnya: setiap konseli tidak
memiliki permasalahan hidup yang sama untuk itu konselor ditantang untuk
menemukan ide-ide baru untuk memecahkannya.
15. Dedikasi dan komitmen pribadi. Dedikasi seorang konselor mempunyai aplikasi
langsung dalam proses konseling. Kemampuan ini akan tampak pada bagaimana
seorang konselor meyakini nilai dari proses konselingnya, memantapkan visi yang
mengarah pada pemberdayaan konseli, dan bagaimana juga ia menghindari perilaku
yang bersifat arogansi dalam menjalankan konseling. Contohnya: seorang konselor
yang memiliki dedikasi tinggi dan komitmen pribadi pasti akan menjalankan tugasnya
bagaimanapun itu permasalahannya dan sesulit apapun itu.

2.2 Keterampilan Konselor Profesional


Beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang konselor professional ada 18,
yaitu:
1. Aktif mendengarkan: Proses semacam ini bukan hanya mendengarkan kata-kata
semata, akan tetapi mencakup penyerapan isi, mencatat gerak-isyarat dan perubahan
dalam hal suara dan ekspresi. Contohnya: ani sedang bercerita tentang masalah
pribadinya kemudian konselor tersebut mendengarkan dan memperhatikan gerak
tubuhnya, nada berbicara hingga ekpresi.
2. Merefleksikan: Merefleksikan adalah kemampuan untuk menyampaikan inti dari apa
yang dikomunikasikan konseli sehingga jelas terlihat. Contohnya: klien: ibu guru saya
terus-menerus bertanya tentang kehidupan saya. Saya tidak ingin dia melakukan hal
itu.Konselor :Anda merasa jengkel karena dia tidak merespek privasi Anda.
3. Memperjelas: Keterampilan ini akan sangat berguna pada tahap-tahap awal
konseling, terutama untuk menegaskan isu pokok dan menghilangan perasaan konflik
dan membingungkan konseli. Contohnya: konseli bercerita kepada konselor, namun ia
sulit untuk mengungkapkan perasaannya, kemudian konselor memperjelas apa yang
di maksud atau yang dirasakan.
4. Merangkum: Ketika proses konseling menjadi terhenti atau terpotong, merangkum
selalu membantu dalam memutuskan dimana kegiatan akan dilanjutkan. Contohnya:
seorang konseli yang bercerita kepada konselor atas semua masalahnya kemudian
cerita tersebut dicatat dan dirangkum oleh konselor. Ketika konseli tersebut selesai
menceritakannya rangkuman tersebut sangat berguna untuk menentukan Langkah
selanjutnya.
5. Memudahkan: Tujuan yang sangat penting dari keterampilan ini adalah untuk
membantu konseli mencari tujuannya sediri. Secara esensial, keterampilan ini
membuka komunikasi antara konselor dan konseli dan membantunya meningkatkan
tanggung jawab guna pedoman proses konseling yang dimaksud . Contohnya: konseli
yang tadinya kesulitan menemukan jalan keluar tetapi berkat dorongan konselor,
konseli menjadi merasa dimudahkan.
6. Mengempati: Inti dari keterampilan ini adalah merasakan pengalaman orang lain dan
tetap menjaga keterpisahan seseorang. Contohnya: konseli menceritakan masalahnya
dengan orang tuanya kemudian konselor ikut merasakan sesuatu yang diceritakan
konseli.
7. Menafsirkan: Keterampilan ini menuntut konselor agar mampu memberikan
kemungkinan penjelasan atas perilaku, perasaan, dan pemikiran tertentu. Penafsiran
dapat dilakukan oleh konselor dengan mempertimbangkan konteks budaya yang
melatarbelakangi kehidupan konseli. Contohnya: konselor mencoba untuk
menjelaskan perasaan dan pemikiran konseli.
8. Menanyakan: Keterampilan bertanya merupakan kemampuan konselor untuk
mengarahkan konseli melakukan penjajakan diri secara lebih lanjut mengenai “apa”
dan ”bagaimana” ia harus bertindak. Keterampilan ini akan membantu mencari
penyebab perilaku, memeriksa informasi berkenaan dengan masalah yang tengah
dihadapi konseli. Contoh: konselor bertanya kepada konseli yang menjadi korban
bullying, “Bagaimana respon/tindakan kamu saat mereka membully?”
9. Menghubungkan: Keterampilan ini mempersilahkan pemahaman konselor dalam
menemukan cara-cara yang berhubungan dengan yang dilakukan dan dikatakan
seseorang atas perhatiannya pada pribadi yang lain. Contohnya: “apakah diantara
kalian ada yang merasakan seperti apa yang dirasakan oleh Feri?”
10. Mengonfrontasikan: Keterampilan ini merupakan kemampuan konselor
menghadapkan perbedaan antara ungkapan verbal dan pesan non verbal yang di-
nyatakan oleh konseli. Contohnya: melihat gaya bicara dan Gerakan tangan serta
gestur tubuh hingga ekspresi konseli ketika sedang berbicara.
11. Mendukung: keterampilan ini digunakan untuk mendukung perilaku positif konseli. .
Dukungan hendaknya diberikan pada saat yang pas, baik berkenaan dengan
perkembangan pikiran maupun perasaan. Contoh: klien: “iya bu, saya rasa saya
kurang semangat untuk belajar. Saya usaha kan bu kedepannya untuk lebih rajin lagi
belajarnya”. Konselor: “sip, mantap ibu dukung kamu terus untuk lebih giat lagi
belajanya”.
12. Membatasi: Konselor bertanggung jawab untuk membatasi kegiatan tertentu dari
konseli, seperti bertanya, menggali, menggunjing, melanggar rahasia orang lain,
membeberkan rahasia, dan lain-lain. Contohnya: konselor tersebut tidak
membeberkan masalah A ke B ataupun ke C.
13. Menilai: keterampilan ini mencakup kemampuan untuk melakukan penilaian masalah
perilaku tertentu dan memilih intervensi yang cocok. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran diri dan pemahaman atas kemajuan yang dicapai dalam
proses konseling. Contoh: seorang konselor melakukan penilaian terhdap kliennya
yang menjadi korban bullying dan ia menentukan salah satu model intervensi yang
dapat digunakan untuk pemulihan korban bullying adalah Citizen Responcibility
Program.
14. Modelling: Satu cara yang terbaik bagi seorang konselor, termasuk pemimpin
kelompok dalam mengajarkan prilaku yang dikehendaki adalah melalui keteladanan.
Khususnya contoh-contoh perilaku yang positif dan dapat meningkatkan hasrat
berkembangnya potensi konseli. Contohnya: mencontohkan bagaimana cara
menghargai seseorang, menolong, yang mana hal tersebut lebi menyenangkan
daripada membully.
15. Menyarankan: Saran-saran dapat berupa: pemberian informasi, meminta konseli
untuk mempertimbangkan tugas pekerjaan rumah yang khusus, meminta konseli
untuk meningkatkan pengalaman sendiri, dan membantu konseli dalam melihat
keadaan tentang tempat baru yang menguntungkan. Contoh: untuk mengatasi seorang
yang stress akan suatu hal, seorang konselor biasanya menyarankan kepada konseli
untuk memperbanyak kegiatan yang sekiranya membuat senang yang mana bila perlu
melakukan refreshing ke suatu tempat.
16. Berinisiatif: Keterampilan ini mencakup kemampuan koselor untuk mendapatkan
konseli agar tetap berpusat pada tujuan pribadinya. Coontohnya: membantu konseli
agar bekerja pada tempat yang membetahkan, membantu konseli mengidentifikasi dan
mengatasai konflik, dan membantu konseli mengasumsikan tanggung jawab bagi
arahan dirinya.
17. Mengevaluasi: Evaluasi dilakukan setelah setiap sesi dilaksanakan, baik berkenaan
dengan kejadian-kejadian pada individu konseli maupun berpikir mengenai cara
penanganan yang dapat digunakan selanjutnya dalam kelompok. Contohnya: seorang
konselor mengevaluasi perilaku Andi dari awal hingga tahap akhir yang sudah terlihat
banyak kemajuannya dari yang suka membully sekarang menjadi lebih kalem dan
menurut.
18. Mengakhiri: Konselor harus belajar kapan dan bagaimana mengakhiri kerja, baik
dengan individu maupun kelompok. Contohnya: memperkenankan konseli dengan
saran-saran agar mentransfer apa yang ia telah pelajari dalam konseling kepada
lingkungan asal mereka,

2.3 Urgensi dari perkuliahan Pengembangan Pribadi dan Profesi Konselor


dalam rangka membentuk diri konselor yang kompeten dan handal

Pengembangan pribadi dan profesi konselor dalam perkuliahan sangat penting


terutama pada prodi bimbingan dan konseling sendiri. Hal tersebut karena pada mata kuliah
ini mempelajari bagaimana menjadi seorang konselor yang berkompeten dan professional
dibidangnya. Sehingga nantinya ketika mahasiswa sudah lulus dari perkuliahan sudah
menguasai ilmu bagaimana menjadi seorang konselor professional.

BAB 3

KESIMPULAN

Untuk menjadi seorang konselor itu memiliki karakteristik pribadi konselor dan
keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai oleh konselor profesional. Masing masing
memiliki jumlah yang berbeda untuk pribadi konselor sendiri terdiri dari 15 karakteristik,
yang diantaranya sebagai berikut: keberanian, kesediaan menjadi model, kehadiran, niat baik
dan tulus serta peduli, yakin akan manfaat proses konseling, keterbukaan, tidak bertahan
didalam mengatasi kritik, sadar akan budaya sendiri, berkehendak mencari pengalamn baru,
kekuatan pribadi, stamina, kesadaran diri, rasa humor, daya temu, dan yang terakhir dedikasi
dan komitmen pribadi. Sedangkan untuk keterampilan yang harus dikuasai oleh konselor
professional ada 18, yang diantaranya adalah: aktif mendengarkan, merefleksikan,
memperjelas, merangkum, memudahkan, mengempati, menafsirkan, menanyakan,
menghubungkan, mengonfortasikan, mendukung, membatasi, menilai, modelling,
menyarankan, berinisiatif, mengevaluasi, dan mengakhiri. Untuk urgensi dari perkuliahan
pengembangan pribadi dan konselor sendiri sangat penting untuk melahirkan konselor-
konselor masa depan yang berkompeten dan handal. Yang mana pada mata kuliah ini sudah
mempelajari tentang bagaimana menjadi konselor yang berkompeten dan handal.

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Syarifuddin. 2014. Bimbingan dan Konseling di
sekolah: Konsep Dasar dan Landasan
Pelayanan. Yogya: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai