Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ETIKA BISNIS INTERNASIONAL


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis
Dosen Pengampuh : Ibu Hj. Dharliana, SE., SH. MM, MH.

Disusun Oleh :

 Lyla Petra Salsabila (120020023)


 Tegar Setiawan (120020024)

Kelas : 3A Manajemen

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
2022-2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan
dengan ijin serta ridho Allah sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini, yang berjudul
Etika Bisnis Internasional.
Terimakasih saya ucapkan kepada dosen Etika Bisnis kami yaitu Ibu Hj. Dharliana, SE., SH.
MM, MH. yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terimakasih juga
kepada teman-teman yang telah mendukung kami dalam proses pembuatan makalah ini, Se-
hingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa laporan Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar kami bias menjadi lebih baik lagi di masa mendatang dalam membuat laporan makalah.
Semoga laporan makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat un-
tuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Cirebon, Januari 2023


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1 Pengertian Etika Bisnis Internasional..........................................................................3
2.2 Norma-Norma Moral yang Umum Pada Taraf Internasional......................................4
2.3 Aspek-Aspek Etis Dari Korporasi Multinasional........................................................5
2.4 Masalah “Dumping” Dalam Bisnis Internasional.......................................................7
2.5 Masalah Korupsi dalam taraf Internasional.................................................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia bisnis enka memiliki peranan yang sangat penting ketika keuntungan
bukan lagi menjadi satu-satunya tujuan organisasi. Apabila moral merupakan sesuatu
yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu
(sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok.
Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan rambu-rambu)
yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-
rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan
anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu di-
patuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis dunia internasional sudah tentu harus dis-
epakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang
terkait lainnya.

Hubungan perdagangan dengan pengertian "asing" rupanya masih membekas dalam


bahasa Indonesia, karena salah satu arti "dagang" adalah "orang dari negeri asing". Den-
gan saran transportasi dan komunikasi yang kita miliki sekarang, bisnis internasional
bertambah penting lagi. Berulang kali dapat kita dengar bahwa kini kita hidup dalam era
globalisasi ekonomi: kegiatan ekonomi mencakup seluruh dunia, sehingga hampir semua
negara tercantum dalam "pasar sebagaimana dimengerti sekarang dan merasakan akibat
pasang surutnya pasar ekonomi. Gejala globalisasi ekonomi ini berakibat positif maupun
negatif. Intemasionalisasi bisnis yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga
aspek etis yang baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi
perhatian khusus kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam bab ini akan
membahas beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis pada taraf inter-
nasional.

Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak
mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari
etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis san-
gat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan
usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak
hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pema-
sok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.

1
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Bisnis Internasional?
2. Apa saja norma-norma moral yang umum pada taraf Internasional?
3. Apa saja aspek-aspek etis dari korporasi multinasional?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang Etika Bisnis Internasional
2. Mengetahui norma-norma moral yang umum pada taraf Internasional
3. Mengetahui aspek-aspek etis dari korporasi multinasional

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika Bisnis Internasional
Bisnis Internasional merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan melewati batas-batas
suatu Negara. Dalam hal ini suatu Negara dapat melakukan transaksi bisnis dengan Ne-
gara lain ataupun dengan perusahaan lain serta orang lain di Negara lain tersebut.
Transaksi bisnis seperti itu merupakan transaksi Bisnis Internasional. Kita dapat membe-
dakan adanya dua buah transaksi Bisnis Internasioanl yaitu, pertama: perdagangan inter-
nasional (International Trade) merupakan transaksi bisnis yang dilakukan oleh suatu Ne-
gara dengan negara lain. Kedua: Pemasaran Internasioanl (International Marketing)
merupakan transaksi bisnis yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara
dengan perusahaan lain atau orang/individu di Negara lain.
Suatu Negara ataupun suatu perusahaan melakukan transaksi bisnis internasioanl baik
dalam bentuk perdagangan internasional maupun dalam bentuk bisnis internasional pada
umumnya memiliki beberapa pertimbangan atau alasan. Pertimbangan tersebut meliputi
pertambangan ekonomis, politis maupun sosial budaya bahkan tidak jarang atas dasar
pertimbangan militer.
Bisnis Internasional memang tidak dapat dihindarkan karena sebenamya tidak ada
satu Negarapun di dunia ini yang dapat mencukupi seluruh kebutuhan negerinya atau
masyarakatnya dari barang-barang atau produk yang dihasilkan oleh Negara itu sendiri.
Ataupun kalau ada yang mampu melakukan swasembada justru secara ekonomis tidak
efisien. Hal ini disebabkan karena terjadinya penyebaran yang tidak merata dan sumber
daya baik sumber daya alam.modal maupun sumber daya manusia. Ketidakmerataan
sumber daya tersebut akan mengakibatkan adanya keunggulan tertentu bagi suatu Negara
tertentu yang memiliki suatu sumber daya tertentu pula. Keadaan inilah yang menuntut
dilaksanakannya bisnis ataupun perdagangan internasional.

3
2.2 Norma-Norma Moral yang Umum Pada Taraf Internasional
1. Menyesuaikan Diri
Seperti peribahasa Indonesia: "Dimana bumi berpijak, disana langit dijunjung.
Maksudnya adalah kalau sedang mengadakan kegiatan ditempat lain bisnis harus
menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di tempat itu. Diterapkan di
bidang moral, pandangan ini mengandung relativisme ekstrem. Misalnya, norma-
norma sopan santun dan bahkan norma noma hukum di semua tempat tidak sama.
Yang di satu tempat dituntut karena kesopanan, bisa saja di tempat lain dianggap san-
gat tidak sopan.
2. Rigorisme Moral
Pandangan kedua memilih arah terbalik. Pandangan ini dapat disebut “rig-
orisme moral”. Karena mau mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di
negerinya sendiri. Mereka mengatakan bahwa perusahaan di luar negeri hanya boleh
melakukan apa yang boleh dilakukan dinegaranya sendiri dan justru tidak boleh
menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain. Mereka berpenda-
pat bahwa apa yang dianggap baik di negerinya sendiri, tidak mungkin menjadi ku-
rang baik ditempat lain.
Kebenaran yang dapat ditemukan dalam pandangan rigorisme moral ini adalah
bahwa kita harus konsisten dalam perilaku moral kita. Norma-norma etis memang
bersifat umum. Yang buruk di satu tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di
tempat lain. Namun para penganut rigorisme moral kurang memperhatikan bahwa
situasi yang berbeda turut mempengaruhi keputusan etis.
3. Imoralisme Naif
Menurut pandangan ini dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang
pada norma- norma etika. Kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (dan
itupun hanya sejauh ketentuan itu ditegakkan di negara bersangkutan), tetapi selain
itu, kita tidak terikat norma- norma moral. Malah jika perusahaan terlalu memper-
hatikan etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya saingnya akan ter-
ganggu.

 Kasus: Bisnis dengan Afrika Selatan yang Rasistis


Dalam pandangan "menyesuaikan diri" dapat kita hargai perhatian untuk per-
anan situasi. Situasi yang berbeda-beda memang mempengaruhi kualitas etis suatu
perbuatan, tetapi tidak sampai menyingkirkan sifat umum dari norma-norma moral,

4
seperti dipikirkan pandangan pertama ini. Pandangan kedua. rigorisme moral, terlalu
ekstrem dalam menolak pengaruh situsi, sedangkan mereka benar dengan pendapat
bahwa kita tidak meninggalkan norma-noma monal di rumah, bila kita berangkat
berbisnis ke luar negeri. Norma-norma moral mempunyai sifat universal.
Dalam etika jarang prinsip-prinsip moral bisa diterapkan dengan mutlak,
karena kondisi konkret sering kali sangat kompleks. Hal ini dapat dilustrasikan pada
bisnis internasional dengan Afrika Selatan yang mempunyai sistem politik didasarkan
pada diskriminasi ras (Apartheid) bahkan sistem Apartheid ini didasarkan atas Un-
dang-undang Afrika Selatan sejak 1948. Kebijakan Apartheid Afrika Selatan menim-
bulkan kesulitan moral untuk perusahaan asing yang mengadakan bisnis di Afrika Se-
latan karena mereka wajib mengikuti sistem Apartheid Dalam mencari jalan keluar
dari dilema ini banyak perusahaan Barat memegang pada The Sullivan Principles
yang dirumuskan dan dipraktekkan oleh Leon Sullivan. Prinsip-prinsip Sullivan :
a. Leon Sullivan sebagai General Motors tidak akan menerapkan undang-undang
Apartheid.
b. Menghapus undang-undang Apartheid

2.3 Aspek-Aspek Etis Dari Korporasi Multinasional


Yang dimaksud dengan korporasi multinasional adalah perusahaan yang mempunyai
investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi perusahaan yang mempunyai hubungan
dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum mencapai status korporasi multinasional
(KMN), tetapi perusahaan yang memiliki pabrik di beberapa negara termasuk di dalamnya.
Kita semua mengenal KMN seperti Coca-Cola Johnson & Johnson, AT & T. General Motors
IBM. Mitsubishi, Toyota, Sony, Philips, Unilever yang mempunyai kegiatan di seluruh dunia
dan menguasai nasib jutaan orang KMN ini untuk pertama kali muncul sekitar tahun 1950-an
dan mengalami perkembangun pesat.
Karena memiliki kekuatan ekonomis yang sering kali sangat besar dan karena
beroperasi di berbagai tempat yang berbeda dan sebab itu mempunyai mobilitas tinggi, KMN
menimbulkan masalah-masalah etis sendiri. Di sini kita membatasi diri pada masalah-
masalah yang berkaitan dengan negara-negara berkembang. Tentu saja, negara-negara
berkembang sudah mengambil berbagi tindakan untuk melindungi diri. Misalnya, mereka
tidak mengijinkan masuk KMN yang bisa merusak atau melemahkan suatu industri dalam
negeri. Beberapa negara berkembang hanya mengijinkan KMN membuka suntu usaha di

5
wilayahnya, jika mayoritas saham (sekurang- kurangnya 50,1%) berada dalam tangan warga
negara setempat.

Kasena kekosongan hukum pada taraf internasional, kesadaran etis bagi KMN lebih
mendesak lagi. De George merumuskan sepuluh aturan etis yang dianggap paling mendesak
dalam konteks ini. Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN, sedangkan tiga aturan
terakhir terutama dirumuskan untuk industri berisiko khusus seperti pabrik kimia atau
instalasi nuklir. Sepuluh aturan itu adalah:
a. Korporasi Multinasional tidak boleh dengan segaja mengakibatkan kerugian
langsung
Dengan sengaja mengakibatkan kerugian bagi orang lain selalu merupakan tindakan
yang tidak etis. Norma pertama ini mengatakan bahwa suatu tindakan tidak etis, bila
KMN dengan tahu dan mau mengakibatkan kerugian bagi negara biarpun tidak
dengan sengaja atau langsung menurut keadilan kompensatoris ia wajib memberi
ganti rugi.
b. Korporasi Multinational harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada
kerugian bagi negara di mana mereka beroperasi.
Hampir semua kegiatan manusia mempunyai akibat jelek, bisnis tidak tekecuali.
Norma kedua menuntut secara menyeluruh akibat - akibat baik melebihi akibat -
akibat jelek. Norma ini tidak membatasi diri pada segi negatif, tapi memerintahkan
sesuatu yang positif dan ditegaskan lagi bahwa yang positif harus melebihi yang
negatif.
c. Dengan Kegiatannya, Korporasi Multinasional itu harus memberi kontribusi
kepada pembangunan negara di mana ia beroperasi.
KMN harus menyumbangkan juga pada pembangunan negara berkembang. KMN
harus bersedia melakukan alih teknologi dan alih keahlian.
d. Korporasi Multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua
karyawannya.
KMN harus memperhatikan tentang upah dan kondisi kerja di negara berkembang.
e. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggar norma-norma etis, Korporasi
Multinasional harus menghormati kebudayaan lokal in dan bekerja sama
dengannya, bukan menentangnya.

6
KMN akan merugikan negara dimana ia beroperasi, jika ia tidak menghormati
kebudayaan setempat. KMN harus menyesuaikan diri dengan nilai-nilai budaya
setempat dan tidak memaksakan nilai-nilainya sendiri.
f. Korporasi Multinasional harus mendayar pajak yang "fair"
Setiap perusahaan multinasional harus membayar pajak menurut tarif yang telah
ditentukan dalam suatu negara. KMN akan mendukung dibuatnya dan
dilaksanakannnya peraturan internasional untuk menentukan pembayaran pajak oleh
perusahaan-perusahaan internasional.
g. Korporasi Multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat
dalam mengembangkan dan menegakkan "background institutions" yang tepat.
Yang dimaksud "background institutions" adalah lembaga-lembaga yang mengatur
serta memperkuat kegiatan ekonomi dan industri suatu negara.
h. Negara yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul
tanggung jawab moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut.
Norma ini mengatakan bahwa tanggung jawab moral harus dipikul oleh pemilik
mayoritas saham.
i. Jika suatu Korporasi Multinasional membangun pabrik yang berisiko tinggi, ia
wajib menjaga supaya pabrik in coman dan dioperasikan dengan aman.
Yang membangun pabrik-pabrik berisiko tinggi harus juga merundingkan prosedur-
prosedur keamanan bagi mereka yang menjalankan pabrik tersebut KMN bertanggung
jawab untuk membangun pabrik yang aman dan melatih serta membina secara sebaik
mungkin mereka yang akan mengoperasikan pabrik itu.
j. Dalam mengalihkan teknologi berisiko tinggi kepada negara berkembang.
Korporasi Multinasional wajib merancang kembali sebuah teknologi demikian
rupa, sehingga dapat dipakai dengan aman dalan negara baru yang belum
berpengalaman.
Menurut norma ini prioritas harus diberikan kepada keamanan. Kalau mungkin,
teknologi harus dirancang sesuai dengan kebudayaan dan kondisi setempat, sehingga
terjamin keamanan optimal. Sepuluh norma tersebut bisa bermanfaat untuk
menciptakan suatu kerangka moral bagi kegiatan-kegiatan KMN

7
2.4 Masalah “Dumping” Dalam Bisnis Internasional
Salah satu topik yang jelas termasuk etika bisnis internasional adalah dumping pro-
duk, karena praktek kurang etis ini secara khusus berlangsung dalam hubungan dengan
negara lain. Ada dua jenis dumping. Dumping dapat terjadi ketika suatu perusahaan men-
jual barang-barangnya dalam pasar luar negeri dengan harga di bawah yang dikenakanya
dalam pasar Negara asalnya sendiri. Jenis dumping ini adalah bentuk deskriminasi harga
internasional. Jenis dumping yang kedua terjadi ketika perusahaan tersebut menjual
barang-barangnya dibawah biaya di pasar luar negeri, dan dalam kasus ini dumping
tersebut adalah bentuk predatory pricing. Yang menjadi masaah dengan predatory pric-
ing adalah bahwa suatu perusahaan asing mungkin akan menurunkan harganya dinegara
tujuan tersebut, menggusur perusahaan-perusahaan di negara tujuan tersebut keluar dari
pasar, dan kemudian dikenakan harga monopoli kepada konsumen Negara tujuan tadi be-
gitu para pesaing sudah tersisihkan.
Yang akan merasa keberatan terhadap praktik dumping ini bukannya para kon-
sumen, melainkan para produsen dari produk yang sama di negara di mana dumping di-
lakukan. Dumping produk bisa diadakan dengan banyak motif yang berbeda. Salah satu
motif adalah bahwa si penjual mempunyai persediaan terlalu besar, sehingga ia memu-
tuskan untuk menjual produk bersangkutan di bawah harga saja. Motif lebih jelek adalah
berusaha untuk merebut monopoli dengan membunting harga.
Praktek dumping produk itu tidak etis karena melanggar etika pasar bebas. Seba-
gaimana dumping dalam perlombaan olah raga harus dianggap kurang etis karena
merusak kompetisi yang fair, demikian juga praktek seperti dumping menghancurkan ke-
mungkinan bagi orang bisms untuk bersaing pada taraf yang sama. Kalau dilakukan den-
gan maksud merebut monopoli, dumping menjadi kurang etis juga karena merugikan
konsumen. Akan tetapi, tidak etis pula bila suatu negara menuduh negara lain memprak-
tekkan dumping, padahal maksudnya hanya melindungi pasar dalam negerinya. Jika ne-
gara lain bisa memproduksi sesuatu dengan harga lebih murah, karena cara produksinya
lebih efisien atau karena bisa menekan biaya produksi. kenyataan ini harus diterima oleh
negara lain. Misalnya jika negara berkembang sanggup memproduksi pakaian jadi den-
gan lebih murah karena biaya produksiya kurang dikarenakan upub karyawan yang telaut
kecil, hal itu tidak boleh dinilai sebagai dumping: Tidak ctis bila membuh dumping se-
mata amata menjadi kedik aunt menyingkirkan saingan dari pasar.

8
2.5 Masalah Korupsi dalam taraf Internasional
Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun perha-
tian yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis terutama di-
arahkan kepada konteks internasional Masalah korupsi dapat menimbulkan kesulitan
moral besar hagi bisnis internasional, karena di negara satu bisa saja dipraktekkan apa
yang tidak mungkin diterima di negara lain. Berdasarkan pemikiran De George, terdapat
empat alasan mengapa praktek suap harus dianggap tidak bermoral.
 Alasan pertama dan paling penting adalah bahwa praktek suap itu melanggar etiku
pasar Kalau kitu terjun dalam dunia bisnis yang didasarkan pada prinsip ekonomi
pasar, dengan sendirinya kita mengikat din untuk berpegang pada aturan-aturan main-
nya. Pasar ekonomi merupakan kancah kompetisi yang terbuka. Hal itu mengaki-
batkan antara lain bahwa harga produk merupakan buah hasil dari pertarungan daya-
daya pasar. Dengan praktek suap, daya-daya pasur dilumpuhkan dan para pesaing
mempunyai produk suma baik dengan harga lebih menguntungkan, tidak sedikit pun
dapat mempengaruhi proses penjualan. Karena itu baik yang memberi suap maupun
yang menerimanya berlaku kurang fair terhadap orang bisnis lain. Pasar yang didis-
torsi oleh praktek suap adalah pasar yang tidak efisien. Karena praktek suap itu, pasar
tidak berfungsi seperti semestinya.
 Alasan kedua adalah bahwa orang yang tidak berhak mendapatkan imbalan juga.
Dalam sistem ekonomi kita, mereka yang bekerja atau berjasa mendapat imbalan
 Alasan ketiga berlaku untuk banyak kasus saap di mana uang siap diberikan dalam
keadaan kelangkaan. Misalnya, dalam keadaan kekurangan kertas seorang penerbit
mendapatkan persediaan kertas baru dengan memberi uang suap. Pembagian barang
langka dengan menempuh praktek suap mengakibatkan bahwa barang itu diterima
oleh orang yang tidak berhak menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak men-
jadi tidak kebugan. Hal ini jelas bertentangan dengan asas keadilan.
 Alasan terakhir adalah bahwa praktek suap mengundang untuk melakukan perbuatan
tidak etis dan ilegal lainnya. Baik perusahaan yang memberi aang suap maupun orang
atau instansi yang menerimanya tidak bisa membukukan uang suap itu seperti
mestinya. Secara tidak langsung, orang yang terlibat dalam kasus suap akan terlibat
dalam perbuatan kurang etis lainnya karena terpaksa terus-menerus harus menyem-
bunyikan keterlibatannya.

9
10
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu masalah besar yang sudah lama disoroti serta didiskusikan dalam
eska filosofis adalah relatif tidaknya nomanoma moral Kami berpendapat bahwa
pandangan yang menganggap norma-norma moral relatif saja tidak bisa
dipertahankan. Namun demikian tidak berarti bahwa norma-norma moral bersifat
absolut. Pendangan - pendangan itu dibagi menjadi beberapa yaitu: Menyesuaikan
diri, Rigorisme moral Imoralisme naif.
Masalah "dumping" dalam bisnis international. Salah satu topik yang jelas
termasuk etika bisnis international adalah dumping produk karena praktek kurang
etis ini secara khusus berlangsung dalam hubungannya dengan negara lain,
Dumping produk bisa diadakan dengan banyak motif yang berbeda salah satu
motifnya adalah bahwa sipenjual mempunyai persediaan barang yang terlalu besar
sehingga ia memutuskan untuk menjual produk yang bersangkutan tersebut
dibawah harga saja daripada produknya sama sekali tidak terjual lebih baik
sekurang- kurangnya sebagian biaya produksi dikembalikan walaupun dengan
demikian dia tetap merugi.

11
Aspek-aspek etis dari korporasi multinasional. Fenomena yang agak baru diatas
panggung bisnis international adalah korporasi international yang disebut juga
korporasi transnasional. Yang dimaksudkan dengannya adalah perusahaan yang
mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih Sepuluh aturan etis
yang dianggap paling mendesak adalah Korporasi multinasional tidak boleh
dengan sengaja mengakibatkan kerugan langsung. Korporasi multinasional harus
menghasilkan lebih banyak manfaat dari pada kerugian bagi negara dimana mereka
beroperasi, Dengan kegiatannya komponisi multinasional itu harus memberikan
kontribusi kepada pembangunan negara dimana ia beroperasi, Korporasi
multinasional harus menghormati Hak Asasi Manusia dari semua keryawannya,
Korporasi multinasional harus membayar pajak dengan Fair, Korporasi
multinasional harus bekerja sama dengan pemerintah setempat dalam
mengembangkan dan menegakan " Background institutions yang tepat. Negara
yang memiliki mayoritas saham sebuah perusahaan harus memikul tanggung jawab
moral atas kegiatan dan kegagalan perusahaan tersebut. Jika suatu korporasi
multinational membangun pabrik yang beresiko tinggi ia wajib menjaga supaya
pabrik itu aman dan dioperasikan dengan aman Dalam mengalihkan teknologi
beresiko tinggi kepada Negara berkembang korporasi multinasional wajib
merancang kembali sebuah teknologi demikian rupa sehingga dapat dipakai dengan
aman dalam Negara baru yang belum berpengalaman

12
DAFTAR PUSTAKA
Gitosadarmo Indriyo. Pengantar Bisnis Yogyakarta. BPFE Yogyakarta, 1994. Pustay
Michael W. dan Ricky W. Griffin, Bisnis Internasional, Jakarta Kelompok GRAMEDIA
2005. Nopinn, Ekonomi Internasional, Yogyakarta BPFE Yogyakarta, 1991.

13

Anda mungkin juga menyukai