Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Empiris

Tinjauan empiris merupakan hasil dari penelitian terdahulu yang

mengemukakan beberapa konsep yang relevan dan terkait dengan penelitian yang

dilakukan. Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan pertimbangan serta

untuk menambah teori peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti

menggunakan lima penelitian terdahulu, dimana penelitian-penelitian tersebut

tidak lepas dari topik penelitian yang peneliti lakukan yang memiliki kaitan

dengan pengetahuan pajak, nasionalisme, religiusitas, persepsi korupsi.

Berdasarkan kelima penelitian tersebut, diketahui bahwa beberapa gap penelitian

yang membahas terkait kepatuhan wajib pajak hanya berfokus pada satu jenis

kepatuhan yakni kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunannya,

sementara kepatuhan wajib pajak memiliki cakupan yang luas seperti kepatuhan

wajib pajak kendaran bermotor, kepatuhan wajib pajak UMKM, dan lainnya.

Penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi tambahan teori

oleh peneliti telah diringkas menjadi lebih ringkas pada tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1 Penelitian Terdahulu

No Nama & Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
. Penelitian
Ivonne Adeline & Analisis Faktor-Faktor yang Variabel Independen: Kuisioner dan Moral Pajak,
Ria Karina (2022) Mempengaruhi Kepatuhan - Moral Pajak Metode Analisis Kompleksitas Pajak,
Pajak UMKM di Kota Batam - Keadilan Pajak Regresi Linear dan Informasi Pajak
- Kepercayaan pada Berganda berpengaruh
Pemerintah terhadap kepatuhan
- Kekuatan Otoritas wajib pajak.
- Kompeksitas Pajak
1 - Informasi Pajak Keadilan Pajak,
- Kesadaran Pajak Kepercayaan pada
Pemerintah,
Variabel Dependen: Kekuatan Otoritas,
- Kepatuhan Wajib Kesadaran Pajak
Pajak tidak berpengaruh
terhadap Kepatuhan
wajib pajak.
2 Ade Asriny Y Pengaruh Tax Awareness, Tax Variabel Independen: Kuisioner dan Tax Awareness, Tax
Tanggu, Sri Ayem, Morale, dan Sanksi - Tax Morale Analisis Regresi Morale, dan Sanksi
dan Teguh Erawati Perpajakan terhadap - Tax Awareness Linear Berganda perpajakan
(2021) Kepatuhan Wajib Pajak - Sanksi Pajak berpengaruh positif
UMKM di Kota Yogyakarta signifikan terhadap
Variabel Dependen: kepatuhan wajib
No Nama & Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
. Penelitian
- Kepatuhan Wajib pajak
Pajak
Rizki Fitri Amalia Analisis Pemahaman Pajak Variabel Independen: Analisis Regresi Pemahaman Pajak
(2020) dan Keadilan Pajak terhadap - Pemahaman Pajak Linear Berganda berpengaruh
Kepatuhan Wajib Pajak - Keadilan Pajak signifikan terhadap
Usaha Mikro dan Kecil di kepatuhan wajib
Kota Palembang pajak
3
Keadilan pajak tidak
berpengaruh
terhadap kepatuhan
wajib pajak
Ahmad Nurkhin, Ine The Influence of Tax Variabel Independen: Analisis Regresi Pemahaman Pajak,
Novianty, Muhsin, Understanding, Tax - Tax Understanding Linear Berganda Kesadaran Wajib
Sumiadji (2018) Awareness and Tax Amnesty - Tax Awareness Pajak, dan Persepsi
toward Taxpayer Compliance - Tax Amnesty Amnesti Pajak
4
berpengaruh
Variabel Dependen: signifikan terhadap
- Taxpayer Compliance Kepatuhan Wajib
Pajak
5 Asrinanda & Yossi The Effect of Tax Variabel Independen: Analisis Regresi Tax Knowledge,
Diantimala Knowledge, Self Assessment - Tax Knowledge Linear Berganda Self Assessment
System, and Tax Awareness - Self Assessment System, and Tax
on Taxpayer Compliance System Awareness
- Tax Awareness berpengaruh
terhadap Kepatuhan
No Nama & Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
. Penelitian
Variabel Dependen: Wajib Pajak
- Taxpayer Compliance
Heang Boong Taing Determinants of Tax Variabel Independen: Exploratory Tax Morale, Tax
& Yongjin Chang Compliance Intention: Focus - Tax Morale Research Fairness, dan Tax
on the Theory of Planned - Tax Fairness Complexity
Behavior - Trust in Government berpengaruh
- Power of Authority terhadap Tax
- Tax Complexity Compliance
- Tax Information Intention.
- Tax Awarness
6 Trust in
Variable Dependen: Government, Power
- Tax Compliance of Authority, Tax
Intention Information, dan
Tax Awareness tidak
berpengaruh
terhadap Tax
Compliance
Intention
2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Teori Perilaku Berencana (Theory of Planned Behavior)

Ajzen (1991) menjelaskan bahwa teori perilaku berencana ialah teori yang

memperkirakan niat dari seseorang untuk terlibat dalam perilaku pada waktu dan

tempat tertentu. Hal tersebut menjelaskan bahwa perilaku individu didorong oleh

niat dari perilaku. Teori perilaku berencana juga mendeskripsikan bahwa perilaku

yang diperlihatkan oleh seorang individu dapat muncul disebabkan adanya niat

untuk berperilaku (Indrawan & Binekas, 2018). Dalam teori perilaku berencana,

telah diberitahu unsur utama yang memberikan dampak timbulnya perilaku dari

seorang individu yakni niat untuk melakukan perilaku tersebut (Yasa, et al. 2019).

Teori perilaku berencana mengungkapkan tiga unsur yang diduga dapat

berpengaruh pada munculnya suatu niat, yang kemudian akan berkontribusi pada

terbentuknya perilaku seorang individu. Ketiga unsur tersebut yakni sikap

(attitude), norma subjektif (subjectives norms), dan kontrol perilaku yang

dirasakan (perceived behavioral control). Secara keseluruhan, niat dapat

memediasi hubungan antara ketiga unsur tersebut dengan perilaku individu (Yasa,

et al. 2019). Sikap terhadap perilaku ialah penilaian dari seorang individu pada

suatu perilaku sesuai dengan pertimbangan pengaruh positif maupun negatif yang

akan muncul pada perilaku yang akan dilakukan. Suatu niat akan muncul ketika

individu merasa bahwa perilaku yang akan dilaksanakan memberikan manfaat

ataupun keuntungan bagi dirinya sendiri. Adanya pandangan tersebut, dapat

menyebabkan seorang individu mewujudkan niatnya dengan perilaku yang nyata.


Sebaliknya, apabila perilaku yang akan dilaksanakan oleh individu dirasa

memberikan kerugian baginya, maka individu tersebut enggan untuk mewujudkan

niatnya. Apabila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak, maka wajib pajak akan

memiliki niat untuk membayar pajaknya apabila ia merasa bahwa dengan

membayar pajak akan memberikannya dampak positif, baik untuk dirinya ataupun

lingkungan sekitarnya dan sebaliknya. (Yasa, et al. 2019).

Norma subjektif ialah norma yang dianut oleh seseorang dengan merujuk

pada norma yang ada di lingkungan sekitarnya. Selain itu, norma subjektif

dipandang sebagai tekanan sosial yang dapat mempengaruhi seseorang dalam

melakukan suatu tindakan. Dampak dari adanya tekanan sosial dapat berpengaruh

pada pembuatan keputusan dari seorang individu seperti keputusan investasi,

edukasi, dan lainnya. apabila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak, maka dapat

dikatakan bahwa wajib pajak yang berada pada lingkungan yang patuh dalam

membayar pajak maka akan mengikuti perilaku dari lingkungan sekitarnya dan

sebaliknya (Yasa, et al. 2019).

Kontrol perilaku yang dirasakan merupakan persepsi atas kemampuan

seorang individu untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku yang

dirasakan juga dapat didefinisikan sebagai persepsi dari seseorang mengenai

tingkat kemudahan suatu perilaku. Apabila seseorang merasa jika dirinya dapat

melakukan suatu tindakan, maka persepsi tersebut dapat membentuk suatu niat

dalam dirinya dan individu tersebut akan mewujudkannya dengan perilaku nyata.

Sebaliknya, jika seseorang merasa jika tindakan sulit untuk dilakukan maka niat

untuk mewujudkan perilaku tersebut tidak akan muncul. Dengan kata lain,
persepsi individu terhadap kemampuan untuk mengontrol suatu tindakan dapat

berpengaruh pada niat serta perilaku dari individu tersebut sendiri. Apabila

dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak, wajib pajak tidak patuh dalam

membayar pajaknya disebabkan adanya rasa percaya diri bahwa ia dapat dengan

mudah untuk menghindari pajak. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan lemahnya

pengawasan dan proses hukum perpajakan yang dilakukan oleh otoritas pajak dan

sebaliknya (Yasa, et al. 2019).

2.2.2 Kepatuhan Wajib Pajak (Tax Compliance Intention)

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pajak ialah kontribusi

wajib dari wajib pajak ataupun badan (entitas) untuk negara yang terutang yang

pemungutannya bersifat memaksa serta tidak mendapatkan jasa timbal balik

secara langsung. Hasil dari pemungutan pajak akan digunakan untuk membiayai

kebutuhan negara serta kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Pajak juga

memiliki tujuan guna menyeimbangkan perekonomian serta pembangunan dari

suatu negara. Wajib pajak ialah orang pribadi ataupun badan (entitas) yang

meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, maupun pihak

yang mempunyai hak serta kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan (Pebrina & Hidayatulloh, 2020).

Pajak dijadikan sebagai salah satu elemen terpenting dalam menjalankan

aktivitas pemerintah dikarenakan pajak menjadi elemen yang utama dalam

sumber penerimaan negara. Penerimaan pajak akan dimanfaatkan untuk

kepentingan negara diantaranya untuk menjalankan program-program

pemerintahan yang memiliki tujuan agar dapat dinikmati oleh masyarakat ataupun
wajib pajak yang telah berkontribusi terhadap pajak tetapi masyarakat secara luas.

Maka dari itu, pemerintah lebih berfokus kepada pemaksimalan penerimaan

negara dari sektor pajak. Apabila sektor pajak tidak bisa maksimal maka dapat

dikatakan bahwa program-program yang telah direncanakan oleh pemerintah akan

mengalami kendala di bagian keuangan (Putra, 2020).

Indonesia menganut sistem self assessment system dimana pemerintah

memberikan kewenangan bagi wajib pajak untuk menghitung, membayar serta

melaporkan sendiri pajak terhutangnya dan pemerintah juga menuntut peran aktif

secara langsung dari masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya

supaya roda pemerintahan tetap berjalan. Kurangnya kesadaran dari wajib pajak

merupakan faktor dari melemahnya sistem yang dianut di Indonesia yang dapat

berdampak pada penurunan pajak. kesadaran dari wajib pajak untuk membayar

pajak merupakan hal yang penting dalam pemungutan pajak. Wajib pajak

seringkali tidak taat pada perpajakan disebabkan sulitnya proses pelaporan

maupun pembayaran. Namun, adanya perkembangan teknologi dapat menjawab

seluruh kesulitan yang dirasa oleh seluruh wajib pajak (Ersania & Merkusiwati,

2018).

Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai perilaku dari seorang wajib

pajak yang memathui seluruh kewajiban perpajakanya serta menggunakan seluruh

haknya dengan berpedoman pada peraturan perpajakan yang berlaku. Kepatuhan

perpajakan ialah sebuah kesediaan dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kepatuhan merupakan hal

yang penting bagi perpajakan dikarenakan ketidakpatuhan wajib pajak merupakan


salah satu upaya untuk menghindari membayar pajak. Pernyataan ini diperkuat

dengan adanya penelitian di Swiss yang memperoleh hasil bahwa tingginya

tingkat kepatuhan pajak secara aktif dapat mempengaruhi anggaran belanja negara

(Ersania & Merkusiwati, 2018).

2.2.3 Moral Pajak (Tax Morale)

Moral pajak ialah motivasi instrinsik untuk melunasi pajak yang muncul

dari suatu kewajiban, moral untuk membayar pajak ataupun kepercayaan dalam

memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan membayar pajaknya sehingga

berkontribusi secara sukarela (Asih & Adi, 2020). Moral pajak tidak mengukur

perilaku dari masing-masing individu, tetapi lebih kepada sikap serta pendirian

dari individu tersebut, selain itu moral pajak juga dipandang sebagai keyakinan

tentang kontribusi yang dapat dilakukan kepada lingkungan sosial dengan cara

membayar pajak. Moral pajak dimengerti sebagai prinsip-prinsip moral ataupun

nilai dari individu terhadap pembayaran pada pajak. Ikatan antara wajib pajak

dengan negara merupakan inti dari moral pajak individu dan memiliki dampak

yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Lailiyah & Andriani, 2023).

Moral pajak dapat membantu menjelaskan tingkat dari kepatuhan pajak

yang tinggi. Moral pajak mengatur perilaku dari setiap individu. Sistem pajak

yang berkelanjutan didasarkan pada sistem pajak yang adil dan pemerintah yang

netral. Hal tersebut dapat dicapai apabila ada hubungan yang kuat antara wajib

pajak dengan pemerintah. Selain itu, pandangan dari kepatuhan pajak cukup

sering dilandaskan pada pandangan mengenai penegakan hukum. Moral pajak

sangat penting untuk mengerti perilaku masyarakat dalam membayar pajaknya.


Kepatuhan pajak dapat dihitung dengan menganalisis biaya individu terhadap

keuntungan serta kerugian akan uang yang diinginkan dari kepatuhan dan

ketidakpatuhan (Tanggu, et al. 2021).

Moral pajak meliputi budaya ataupun norma sosial yang dapat

berpengaruh pada motivasi instrinsik, motivasi resiprokal dan sensitivitas dengan

rekan dalam membayar pajak. Seperti contoh, seorang individu memiliki motivasi

intrinsik untuk membayar pajak ataupun merasa bersalah jika tidak membayar

pajak. Selain itu, dapat juga kesediaan individu dalam membayar pajak

dipengaruhi dengan mengukur imbalan yang diberikan negara kepada individu

tersebut dibandingkan dengan keuntungan ketika individu tersebut tidak

membayar pajaknya. Hal lainnya yang juga dapat berpengaruh pada individu

dalam membayar pajaknya ialah perilaku dari orang-orang disekitarnya ataupun

pengakuan sosial dan sanksi dari sesama. Hal tersebut disebut sebagai mekanisme

dari moral perpajakan (Tanggu, et al. 2021).

2.2.4 Tax Fairness

Keadilan ialah asas yang menjadi substansi utama dalam perumusan

kebijakan. Prinsip dari keadilan yaitu sesuatu yang sangat abstrak dan subjektif

sehingga sangat sulit untuk menemukan formula yang dapat memenuhi seluruh

aspek dari keadilan. Keadilan pajak merupakan pajak yang dikenakan kepada

orang pribadi yang semestinya sesuai dengan kemampuan pribadi tersebut dalam

membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diterima (Averti & Suryaputri,

2018).
Keadilan dalam perpajakan didasarkan pada pengelolaan pengenaan pajak

untuk memenuhi belanja politik yang disesuaikan pada rasio kekayaan serta

pendapatan masyarakatnya. Prinsip tersebut dianut oleh seluruh negara dalam

rangka untuk memenuhi tuntutan keadilan dalam hukum. Berdasarkan logika,

keadilan dalam perpajakan mengacu kepada proses dari redistribusi kekayaan

masyarakat. Persepsi masyarakat tentang keadilan perpajakan yang berlaku di

suatu negara sangat mempengaruhi pada pelaksanaan pajak yang baik di negara

yang bersangkutan. Persepsi masyarakat ini akan mempengaruhi perilaku

kepatuhan pajak, masyarakat akan cenderung tidak patuh serta menghindari

kewajiban pajak apabila mereka merasa jika sistem pajak yang berlaku tidak adil.

Adil dalam perundang-undangan diantaranya adalah mengenakan pajak secara

umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing

wajib pajak. Sedangkan, adil dalam pelaksanaannya yakni berupa memberikan

hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam

pembayarannya (Averti & Suryaputri, 2018).

2.2.5 Trust in Governance

Kepercayaan terhadap pemerintah dapat diartikan sebagai kesediaan dari

seorang wajib pajak untuk tunduk pada tindakan pemerintah walaupun secara

aktif tidak mampu untuk mengendalikan pemerintah. Kepercayaan terhadap

pemerintah ialah konsekuensi dari keadilan suatu sistem serta bagaimana

masyarakat puas dengan layanan yang diberikan oleh pemerintah ataupun otoritas

pajak. Kepercayaan adalah hal penting bagi wajib pajak saat membayarkan
pajaknya. Wajib pajak yang percaya kepada pemerintah akan menunjukan respon

yang positif pada kepatuhan (Wiharsianti & Hidayatulloh, 2023).

Tingkat kepercayaan menjadi faktor yang berpengaruh dalam tingkat

kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Terselenggaranya kekuasaan-kekuasaan

negara demi memenuhi kepentingan negara didasari oleh kepercayaan pada sistem

pemerintah dan hukum perpajakan antar undang-undang yang berlaku. Timbulnya

rasa percaya pada pemerintah sebagai penggerak pembangunan disebabkan karena

adanya kepercayaan pada sistem pemerintahan dan hukum perpajakan. Rasa aman

juga akan tumbuh dengan adanya landasan hukum yang telah ditetapkan sehingga

wajib pajak akan merasa yakin akan tidak adanya penyalahgunaan dari

pembayaran pajak yang telah dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa

pandangan wajib pajak mengenai tingkat kepercayaan kepada pemerintah serta

hukum menjadi suatu perilaku yang berpengaruh pada pembuatan keputusan

dalam mematuhi kewajiban pajak (Dewi & Diatmika, 2020).

2.2.6 Power of Authority

Kekuatan otoritas pajak adalah pandangan dari wajib pajak terhadap

pemerintah pajak tentang potensi pemeriksaan untuk mendeteksi penghindaran

pajak secara ilegal. Peran dari pemerintah pajak sangat penting dalam

meminimumkan kesenjangan pajak dan meningkatkan kepatuhan secara sukarela.

Kekuatan otoritas memperlihatkan kemampuan pemerintah untuk menegakkan

kepatuhan pajak, yang bergantung pada bagaimana otoritas perpajakan

memperlakukan masyarakat menggunakan kekuasaan yang memaksa dan sah

(Adeline & Karina, 2022).


Kekuatan otoritas pajak mengacu pada suatu persepsi dari wajib pajak

bahwa otoritas pajak dapat mendeteksi dan menghukum pelanggaran pajak yang

ilegal melalui audit yang ketat untuk mendeteksi penghindaran dan kekuasaan

otoritas untuk mendenda para penghindar. Disaat kepercayaan pada otoritas tinggi

bahkan meskipun kekuasaan otoritas pajak lemah, wajib pajak masih bisa patuh.

Wajib pajak meyakini bahwa niat baik dari otoritas pajak dalam melaksanakan

tugasnya menghimpun dana untuk pembangunan negara (Vionita & Karina,

2022).

2.2.7 Tax Complexity

Kompleksitas pajak adalah suatu kondisi saat wajib pajak tidak memahami

isi, pengertian ataupun prosedur yang telah diatur dalam administrasi perpajakan.

Kompleksitas pajak dapat merujuk pada teks dalam undang-undang perpajakan

yang sulit untuk dipahami bahkan oleh penasihat pajak yang bersertifikat maupun

pakar keuangan. Selain itu, kompleksitas juga merujuk pada banyaknya lembaran

yang tersebar dalam undang-undang perpajakan serta pemeriksaan pajak yang

rumit. Dengan kompleksnya sistem perpajakan di suatu negara, mengakibatkan

penerimaan negara tidak maksimal dikarenakan kepatuhan wajib pajak dalam

memenuhi kewajiban pajaknya baik disengaja ataupun tidak sengaja (Viliona &

Kristanto, 2021).

Kompleksitas pajak awalnya muncul sebagai upaya untuk

menyempurnakan hukum dari pajak, dengan cara melakukan perubahan maupun

penambahan komponen-komponen dalam peraturan perpajakan, tetapi sayangnya

tindakan tersebut justru berdampak kepada peraturan pajak yang sangat sulit
untuk dipahami serta menyebabkan perbedaan penafsiran. Indonesia sendiri

termasuk sebagai negara yang memiliki tingkat kompleksitas pajak yang tinggi

(Khusnul & Prastiwi, 2019). Adanya kompleksitas perpajakan, diharapkan wajib

pajak mengetahui peraturan perpajakan dengan cara mempelajari peraturan

tersebut sehingga dengan bertambahnya pengetahuan wajib pajak maka akan

meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya tanpa

mengeluh kesulitan dalam memahami peraturan pajak (Dharmawan & Adi, 2021).

2.2.8 Tax Information

Informasi perpajakan ialah keterangan, pernyataan, gagasan, maupun

simbol-simbol yang memiliki nilai, makna, pesan baik data, fakta serta penjelasan

mengenai bidang perpajakan. Informasi yang diberikan tidak hanya sekedar hal-

hal yang memiliki kaitan dengan membayar pajak dan cara pengisian SPT namun

juga memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai pentingnya pajak bagi

pemerintah maupun masyarakat. Tanpa adanya pengetahuan pengetahuan tentang

pajak dan manfaatnya tidak mungkin masyarakat akan secara ikhlas membayar

pajak (Djaha & Pradnyani, 2019).

Informasi yang diperoleh masyarakat atau wajib pajak, apabila lengkap

serta sesuai dengan yang diperlukan akan semakin mempermudah pelaksanaan

kewajiban perpajakan dari wajib pajak dan hak-hak yang ada dalam perpajakan.

Teknologi dan informasi perpajakan merupakan teknologi serta informasi yang

dipergunakan oleh fiskus untuk membantu proses perpajakan. Modernisasi

layanan pajak yang dilakukan oleh pemerintahan diharapkan dapat membantu

meningkatkan kualitas layanan, sehingga diharapkan kepatuhan wajib pajak


dalam membayar pajak terhutangnya meningkat disebabkan dipermudahkannya

cara pembayaran dan pelaporan pajak (Djaha & Pradnyani, 2019).

2.2.9 Tax Awareness

Kesadaran wajib pajak (tax awareness) ialah tingkah laku dari wajib pajak

yang berupa suatu pandangan ataupun persepsi yang memperlibatkan suatu

keyakinan, pengetahuan, serta penalaran dan kecenderungan untuk melakukan

tindakan sesuai dengan stimulus yang diberikan oleh sistem serta peraturan pajak

yang berlaku. Kesadaran dari wajib pajak mampu diketahui dari kesungguhan dari

dalam diri wajib pajak dalam membayar pajak secara sukarela tanpa adanya

paksaan dari pihak manapun (Tanggu, et al. 2021).

Kesadaran wajib pajak ialah sikap wajib dalam menjalankan kewajiban

perpajakannya tanpa ada paksaan dengan kesadarannya sendiri bahwa membayar

pajak merupakan suatu kewajiban. Wajib pajak menganggap bahwa membayar

pajak adalah kewajiban bagi warga negara Indonesia dalam membangun negara.

Dengan kata lain, wajib pajak yang memahami benar peran pajak bagi

perekonomian suatu negara akan berusaha untuk memathui pajaknya dengan

membayar pajak dengan tepat waktu. (Ermawati, 2018).

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh Tax Morale terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Moral pajak ialah motivasi instrinsik untuk melunasi pajak yang muncul

dari suatu kewajiban, moral untuk membayar pajak ataupun kepercayaan dalam

memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan membayar pajaknya sehingga


berkontribusi secara sukarela (Asih & Adi, 2020). Moral pajak dimengerti sebagai

prinsip-prinsip moral ataupun nilai dari individu terhadap pembayaran pada pajak.

Ikatan antara wajib pajak dengan negara merupakan inti dari moral pajak individu

dan memiliki dampak yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak (Lailiyah &

Andriani, 2023).

Berdasarkan teori perilaku berencana tentang norma subjektif menjelaskan

bahwa keyakinan yang dipercaya oleh individu dapat berpengaruh terhadap

perilaku yang dilaksanakannya. Individu bertindak patuh kepada pemimpin

negara dan secara sukarela memenuhi kewajiban perpajakannya. Maka dari itu,

semakin patuh individu pada pemimpin negaranya, maka wajib pajak akan

semakin sukarela dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Moral pajak

tidak mengukur perilaku individu, tetapi lebih kepada sikap dan pendirian

individu tersebut, selain itu juga dipandang sebagai keyakinan mengenai

kontribusi yang dapat dilakukan kepada lingkungan sosial dengan membayar

pajak (Lailiyah & Andriani, 2023).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Taing & Chang (2020) menyatakan

bahwa moral pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian

tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tambun & Haryati (2022)

serta Lailyah & Andriani (2023) yang menyatakan bahwa moral pajak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak yang berarti semakin tinggi moral

pajak maka semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak. Namun, terdapat

perbedaan hasil penelitian seperti yang dilakukan oleh Hantono (2021) dan

Mursalin (2021) yang menyatakan bahwa moral pajak tidak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak. Maka dari itu, dapat diketahui hipotesis pertama dalam

penelitian ini yaitu:

H1: Tax Morale berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.3.2 Pengaruh Tax Fairness terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Keadilan pajak merupakan pajak yang dikenakan kepada orang pribadi

yang semestinya sesuai dengan kemampuan pribadi tersebut dalam membayar

pajak dan sesuai dengan manfaat yang diterima (Averti & Suryaputri, 2018).

Keadilan dalam perpajakan dilandaskan pada pengelolaan pengenaan pajak untuk

memenuhi belanja politik yang didasarkan pada rasio kekayaan serta pendapatan

masyarakatnya (Averti & Suryaputri, 2018).

Berdasarkan teori perilaku berencana, keadilan pajak memiliki hubungan

dengan sikap. Penilaian masyarakat terhadap adil atau tidaknya suatu sistem

perpajakan yang berlaku akan berpengaruh pada pelaksanaan perpajakannya di

negara tersebut. Masyarakat cenderung tidak patuh dan menghindari kewajiban

pajaknya jika merasa sistem perpajakan yang berlaku tidak adil dan merugikan.

Oleh karena itu, diperlukan kepastian bahwa seluruh masyarakat memperoleh

perlakuan yang adil dalam suatu sistem atau kebijakan pajak yang dibuat oleh

pemerintah (Darmawan & Pusposari, 2020).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Taing & Chang (2020) menyatakan

bahwa keadilan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil

penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2019)

serta Darmawan & Pusposari (2020) yang menyatakan bahwa keadilan pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun hasil penelitian tersebut

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2020) yang menyatakan

bahwa keadilan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Maka

dari itu diketahui hipotesis kedua dalam penelitian ini, yaitu:

H2: Tax Fairness berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

2.3.3 Pengaruh Trust in Government terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kepercayaan terhadap pemerintah dapat diartikan sebagai kesediaan dari

seorang wajib pajak untuk tunduk pada tindakan pemerintah walaupun secara

aktif tidak mampu untuk mengendalikan pemerintah. Kepercayaan terhadap

pemerintah ialah konsekuensi dari keadilan suatu sistem serta bagaimana

masyarakat puas dengan layanan yang diberikan oleh pemerintah ataupun otoritas

pajak. Kepercayaan adalah hal penting bagi wajib pajak saat membayarkan

pajaknya. Wajib pajak yang percaya kepada pemerintah akan menunjukan respon

yang positif pada kepatuhan (Wiharsianti & Hidayatulloh, 2023).

Sesuai dengan teori perilaku berencana, wajib pajak akan

mempertimbangkan tindakan yang akan diambil sesuai dengan pemikiran yang

logis serta rasional. Persepsi wajib pajak mengenai kepercayaan kepada

pemerintah serta hukum merupakan alasan dari saksi yang mampu untuk

mempengaruhi wajib pajak dalam membuat suatu keputusan mengenai kepatuhan

wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya (Ramdhani, 2020).

Tingkat kepercayaan menjadi faktor yang berpengaruh dalam tingkat kepatuhan

wajib pajak orang pribadi. Terselenggaranya kekuasaan-kekuasaan negara demi


memenuhi kepentingan negara didasari oleh kepercayaan pada sistem pemerintah

dan hukum perpajakan antar undang-undang yang berlaku (Dewi & Diatmika,

2020),

Hasil penelitian dari penelitian yang dilakukan oleh Yuliansyah, et al.

2019 yang menyatakan bahwa kepercayaan pada pemerintah berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Karwur, et al. (2020) serta Stevanny & Prayudi (2021) yang

menyatakan bahwa kepercayaan pada pemerintah berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak yang berarti semakin tinggi tingkat kepercayaan pada

pemerintah maka cenderung dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Hasil

tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain & Iskandar

(2019) serta Taing & Chang (2020) yang menyatakan bahwa kepercayaan kepada

pemerintah tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Maka dari itu,

diketahui hipotesis ketiga dalam penelitian ini yaitu:

H3: Kepercayaan pada pemerintah berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak.

2.3.4 Pengaruh Power of Authority terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kekuatan otoritas pajak adalah pandangan dari wajib pajak terhadap

pemerintah pajak tentang potensi pemeriksaan untuk mendeteksi penghindaran

pajak secara ilegal. Peran dari pemerintah pajak sangat penting dalam

meminimumkan kesenjangan pajak dan meningkatkan kepatuhan secara sukarela.

Kekuatan otoritas memperlihatkan kemampuan pemerintah untuk menegakkan


kepatuhan pajak, yang bergantung pada bagaimana otoritas perpajakan

memperlakukan masyarakat menggunakan kekuasaan yang memaksa dan sah

(Adeline & Karina, 2022).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Betu & Mulyani (2020) menyatakan

bahwa kekuatan otoritas berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun,

penelitian yang dilakukan oleh Taing & Chang (2020) menyatakan bahwa

kekuatan otoritas tidak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak. Maka dapat

diketahui hipotesis keempat dalam penelitian ini yaitu:

H4: Kekuatan otoritas berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak.

2.3.5 Pengaruh Tax Complexity terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kompleksitas pajak adalah suatu kondisi saat wajib pajak tidak memahami

isi, pengertian ataupun prosedur yang telah diatur dalam administrasi perpajakan.

Kompleksitas pajak dapat merujuk pada teks dalam undang-undang perpajakan

yang sulit untuk dipahami bahkan oleh penasihat pajak yang bersertifikat maupun

pakar keuangan. Selain itu, kompleksitas juga merujuk pada banyaknya lembaran

yang tersebar dalam undang-undang perpajakan serta pemeriksaan pajak yang

rumit. Dengan kompleksnya sistem perpajakan di suatu negara, mengakibatkan

penerimaan negara tidak maksimal dikarenakan kepatuhan wajib pajak dalam

memenuhi kewajiban pajaknya baik disengaja ataupun tidak sengaja (Viliona &

Kristanto, 2021).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Taing & Chang (2020) menyatakan

bahwa kompleksitas pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak. Hasil


penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2020)

serta Dharmawan & Adi (2021) yang menyatakan bahwa kompleksitas pajak

berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak yang berarti bahwa semakin kompleks

sistem dari perpajakan maka akan semakin menurunkan kepatuhan wajib pajak.

Namun, hasil penelitian berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Viliona &

Kristanto (2021) serta Syakura, et al. (2022) yang menyatakan bahwa

kompleksitas pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Maka dari

itu, dapat diketahui hipotesis kelima dalam penelitian ini yaitu:

H5: Kompleksitas Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

2.3.6 Pengaruh Tax Information terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Informasi perpajakan ialah keterangan, pernyataan, gagasan, maupun

simbol-simbol yang memiliki nilai, makna, pesan baik data, fakta serta penjelasan

mengenai bidang perpajakan. Informasi yang diberikan tidak hanya sekedar hal-

hal yang memiliki kaitan dengan membayar pajak dan cara pengisian SPT namun

juga memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai pentingnya pajak bagi

pemerintah maupun masyarakat. Tanpa adanya pengetahuan pengetahuan tentang

pajak dan manfaatnya tidak mungkin masyarakat akan secara ikhlas membayar

pajak (Djaha & Pradnyani, 2019).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2017) menyatakan bahwa

informasi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian

tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ermawati & Afifi (2018)

serta Indrawan & Binekas (2018) yang menyatakan bahwa informasi pajak
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun terdapat perbedaan hasil

penelitian seperti penelitian yang dilakukan oleh Taing & Chang (2020) serta

Nasiroh & Afiqoh (2022) yang menyatakan bahwa informasi pajak tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Maka dari itu, dapat diketahui

hipotesis ke-enam dalam penelitian ini yaitu:

H6: Informasi pajak berpengaruh terhadpa kepatuhan wajib pajak

2.3.7 Pengaruh Tax Awareness terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kesadaran wajib pajak merupakan suatu kondisi dimana wajib pajak dapat

untuk mengetahui tentang peran pajak dan begitu pentingnya pajak bagi negara

sehingga wajib pajak akan secara tulus menjalankan kewajiban perpajakannya.

Bagi wajib pajak yang sadar akan pentingnya peran pajak, maka wajib pajak akan

semakin mematuhi peraturan dari pajak (Ermawati, 2018).

Berdasarkan dengan teori perilaku berencana dimana terdapat kontrol

keperilakuan yang berhubungan pada kehendak seorang individu, apabila wajib

pajak memiliki kontrol keperilakuan yang tinggi akan kesadaran dalam membayar

pajak maka kehendak untuk melakukan perilaku patuh pajak pun akan tinggi.

Perilaku ataupun perasaan yang meliputi pengetahuan, keyakinan dan argumentasi

serta bertindak sesuai dengan peraturan perpajakan disebut dengan kesadaran

wajib pajak. kepatuhan wajib pajak dapat berhubungan langsung dapat dalam

dipengaruhi oleh kesadaran wajib pajak. ketika wajib pajak tidak percaya dengan

adanya perpajakan, maka timbul kesulitan untuk meningkatkn kesadaran wajib


pajak dan mengakibatkan harapan pemerintah tidak tercapai (Mianti &

Budiwitjaksono, 2021).

Penelitian yang dilakukan oleh Erawati (2018) menyatakan bahwa

kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil

penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salmah (2018)

dan Chandra & Sandra (2020) yang menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak yang berarti semakin tinggi

kesadaran wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya akan membuat tingkat

kepatuhan wajib pajak semakin tinggi disebabkan wajib pajak yang sadar akan

terdorong untuk patuh. Namun, hasil penelitian tersebut terdapat perbedaan hasil

seperti yang dilakukan oleh Taing & Chang (2020) serta Hanvansen & Wenny

(2022) yang menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak. Maka dapat diketahui hipotesis ketujuh dalam

penelitian ini yakni:

H7: Kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadpa kepatuhan wajib pajak

Anda mungkin juga menyukai