Terima kasih penulis ucapkan atas dukungan moral dan material yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan serta
berterima kasih kepada:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………………….... I
KATA PENGANTAR…………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN.……………………………………………... 1
1.1. Latar Belakang………………………………………….............................. 1
1.2. Rumus Masalah.……………....…………………………........................... 1
1.3. Tujuan Penulisan.................................……………….................................. 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………. 2
2.1. Sejarah Masjid.........……………………………..……................................ 2
2.2. Bagian-bagian masjid….……………………….....….................................. 3
2.3. Arsitektur masjid………………………………………............................... 6
2.4. Motif Dan Ornamen Hias Masjid……………………………...................... 13
2.5. Peninggalan Arkeologis ………………..............……………...................... 22
BAB III PENUTUP……………………………………………………. 30
3.1. Kesimpulan.……………………………………….…................................. 31
3.2. Saran……………………………………………………............................. 32
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………...... 31
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah dari masjid gedhe mataram kotagede
2. Untuk mengetahui bagian-bagian yang ada di masjid gedhe mataram kotagede
3. Untuk mengetahui arsitektur dari masjid gedhe mataram kotagede
4. Untuk mengetahui motif dan ornamen hias yang ada di masjid gedhe mataram
kotagede
1
5. Untuk memberikan informasi peninggalan yang ada di masjid gedhe mataram
kotagede
BAB II
PEMBAHASAN
Kawasan kotagede sendiri memiliki luas area 220 Ha yang memiliki aset
sejarah mengenai lahirnya mataram islam. Sejarah berdirinya Mataram Islam di Pulau
Jawa tidak lepas dari eksistensi Kasultanan Pajang setelah Kasultanan Demak hancur.
Sultan Hadiwijaya Menghadiahkan kepada Ki Ageng Pamanahan di Hutan Mentaok
dan Ki Penjawi di Pati sebagai tanah perdikan, karena jasanya menaklukkan Arya
Penangsang seorang Adipati Jipang Panolan. Ki Ageng Pemanahan mempunyai
seorang anak bernama Sutawijaya yang bergelar Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya
diangkat sebagai anak Oleh Sultan Hadiwijaya dan diberi gelar Senopati Ing Alaga
Sayidin Panatagama.
pembangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede kala itu banyak dibantu etnis
Hindu yang bertemu Ki Ageng Pamanahan, ayah Panembahan Senopati. Saat itu, ia
tengah hijrah menuju Hutan Mentaok. Pembangunan masjid kemudian banyak
dibantu Umat Hindu. Salah satu yang sangat terlihat adalah pintu masuk Masjid
Gedhe Mataram Kotagede yang berwujud Pura. Masjid Gedhe Mataram Kotagede
2
mulai dibangun pada tahun 1578 dan selesai pada tahun 1587 M di mana masjid ini di
bangun pada era panembahan senopati yang banyak melibatkan masyarakat yang saat
itu menganut agama hindu dan buddha. Pernyataan ini didasarkan pada prasasti di
masjid tersebut yang menggunakan huruf Arab dan berbahasa Jawa, menerangkan
bahwa masjid ini didirikan pada hari Ahad Kliwon tanggal 6 Rabiul Akhir 1188
Hijriah atau pada 27 Juni 1773 masehi. dan setelah itu Senopati menyuruh untuk
membangun Pemakaman di Kotagede. Selain itu terdapat sebuah prasasti yang
merupakan peringatan perbaikan tembok masjid karena gempa bumi. Yang terdapat
sengkalan yang berbunyi Ngrasa trus sabdeng nata yang berarti tahun 1796 jawa atau
1867 M.
3
1. Ruangan Utama (liwan) Masjid
Ukuran 13,70 m x 13,70 m dengan empat buah tiang utama berbahan
jati bulat diameter 29 cm dan tinggi 5,40 meter. Ruang ini memiliki enam
buah pintu. Tiga buah menghubungkan ruang serambi depan (pintu asli di
tengah) dua buah dengan serambi samping kanan (pintu asli di kanan atau
timur) dan satu buah pintu mengubungkan dengan pawestren (pintu baru).
Ruang utama ini memiliki tujuh buah jendela krapyak kayu baru.
Mihrab di dinding barat ruangan utama. Di kanan mihrab terdapat mimbar
berukir . Dinding ruang utama terbuat dari tembok bata tebal 70 cm, tinggi
2,53 meter berpori campuran semen merah, kapur, dan pasir serta diplester.
Perbaikan yang telah dilakukan:
a. lantai asli berupa plester jobin telah diganti lantai teraso 30 cm x 30 cm.
b. Atap dari sirap jati diganti dengan genteng press.
c. Kubah atau mustaka yang dahulu berbentuk seperti kuluk tinggi 1 meter
terbuat dari tembaga diganti dengan mustaka ukuran yang lebih pendek dan
kecil. Bentuk atap limasan dengan susun/tumpang dua.
Konstruksi atas bagian bawah terdiri dari susunan balok kayu jati,
konstruksi atap bagian atas terdiri dari usuk jati dan reng jati.
3. Serambi Masjid
Ruangan serambi terbagi menjadi tiga yaitu serambi depan, serambi
samping kanan dan emperan serambi. Serambi depan merupakan serambi yang
terletak disebelah timur/ depan ruang utama, yang mana untuk perluasan
serambi ini dilakukan oleh keraton surakarta pada tahun 1796 selain itu atap
serambi berbentuk limasan dan di sangga oleh beberapa tiang kayu dan
Sebuah bedug terletak di barat daya serambi ini. Setelah itu di bangunlah
emperan serambi oleh keraton surakarta pada tahun 1856 dimana letak
emperan ini berada di sekeliling serambi depan, dan di sanggah oleh tiang besi
selain itu tepi emperan ini terdapat suatu pagar yang dibuat dari bata merah
yang memiliki tebal 30 cm dan tinggi 80 cm. Selain itu terdapat juga serambi
4
samping kanan namun untu penjelasan serambi kanan ini kurang dimana
hanya menyelaskan yang mana hanya memberitahukan bagaimana atap dari
emperan ini yang memiliki atap kampung.
4. Tempat wudhu
Tempat wudhu dibagi menjadi dua yaitu tempat wudhu untuk wanita
dan tempat wudhu pria. Yang mana tempat wudhu wanita Terletak di sebelah
selatan masjid, Ada dua bak wudu serta sebuah toilet. Sedangkan tempat
wudhu pria Terletak di utara bangunan masjid, Bangunan ini baru dan
dilengkapi dengan gudang, dan toilet.
7. Bangsal Masjid
Bangsal masjid terbagi menjadi dua yaitu Bangsal Utara dan Bangsal
Selatan yang Terletak di depan kanan dan kiri bangunan masjid. Bangsal ini
tidak berdinding, atapnya disangga oleh empat tiang jati.
5
Buwono X. Tembok yang dibangun pada masa Sultan Agung berperekat air
aren yang dapat membatu sehingga lebih kuat.
Mihrab merupakan unsur Islam, hal ini berawal dari adanya perintah
dalam Al-Qur‟an tentang arah shalat yang menghadap ke kiblat. Mihrab
memiliki bentuk Yang beragam, mulai dari masjid pertama yaitu rumah Nabi
Muhammad Saw sampai Saat ini. Bentuk dan karakter mihrab berubah-ubah
seiring dengan kebudayaan serta Lingkungan yang ada. Mihrab yang ada di
Masjid Gedhe Mataram memiliki bentuk menyerupai Lengkungan pintu mati.
Mihrab Masjid Gedhe Mataram ini Dibangun sedikit menjorok pada area
makam, berbentuk ceruk dan diperindah dengan Tiang semu yang berada
dibagian atas serta kumpulan bingkai dan ukir-ukiran dengan Motif sulur daun
yang bentuknya tidak terlalu besar. Di depan Mihrab terdapat kaligrafi
bertuliskan lafad Allah dan Muhammad. Di atas Mihrab terdapat seni ukir
Yang rumit dengan warna putih terang dan bentuknya menunjukkan
kemewahan dan Kesakralan.
B. Saka Guru
6
Gambar 3. Saka Guru di Masjid Mataram Kotagede
(Sumber : Pribadi, 2020)
C. Mimbar
7
mihrab memiliki makna tentang Keutamaan yang kanan daripada yang kiri.
Kanan merupakan hal yang utama Dibandingakan yang kiri. Sedangkan khatib
adalah orang yang memberikan pesan Keagamaan kepada jama‟ah.
8
E. Prasasti huruf Arab dan Jawa pada pintu masuk ruang utama
9
Bagian puncak atap Masjid Gedhe Mataram dengan mahkota
menyerupai Lambang kerajaan yang disebut pataka. Atap bangunan Masjid
Besar Mataram ini Berundak, dengan atap tingkat bawah berbentuk limasan
yang terpotong atasnya. pada bagian Mustaka masjid ini berbeda dengan
Mustaka masjid pada Umumnya, karena mustaka masjid pada umumnya
adalah berbentuk kubah. Sedangkan pada masjid Gedhe Mataram-Kotagede
ini memiliki mustaka yang berbentuk Garda yang mengartikan Tuhan itu
hanya Satu yang berarti tauhid, tauhid Sendiri diambil dari kata Ahad yang
berarti satu yaitu Allah Swt. Pada Garda masjid Tersebut dikelilingi oleh
ornamen yang berbentuk daun kluwih dan daun pandan. Daun kluwih sendiri
merupakan dari kata linuwih yang diambil dari bahasa Jawa Yang memiliki
makna kelebihan, kelebihan diartikan orang yang dapat melaksanakan
Hukum-hukum Allah Swt, karena orang tersebut dapat menjalankan perintah-
Nya dan Menjauhi larangan-Nya sehingga menjadi orang yang luar biasa.
Sedangkan ornamen Daun pandan sendiri memiliki makna yang harum, karena
setiap orang yang selalu Menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya adalah ciri orang yang tauhid, Menebar keharuman bagi setiap umat
merupakan katagori orang yang luar biasa.Dalam terminologi Jawa, gada
adalah senjata pamungkas untuk mengalahkan Musuh. Dalam cerita
pewayangan semua kesatria selalu bersenjatakan gada ketika Senjatanya sudah
tidak berguna arusak. Gada yang ada pada mustaka Masjid Gedhe Mataram-
Kotagede ini merupakan simbolisasi kemahaesaan atau tauhid yang
Merupakan landasan utama ajaran agama Islam .
G. Gapura Paduraksa
10
masjid. Pada Gapura Paduraksa Dapat ditemukan hiasan kala yang banyak
ditemukan pada bangunan Hindu-Buddha.
H. Kelir
Gambar 9. Kelir
( Foto: Ties, 2022)
Pada bagian kelir yang mengelilingi masjid dengan ketinggian 2,5m ini
akan dijumpai dinding yang berbeda antara kiri dan kanannnya. Tembok
11
sebelah kiri tersusun dari batu bata merah yang ukurannya lebih besar dan
warnanya merah tua, dinding tersebut juga terdapat sebuah batu seperti
marmer yang permukaannya ditulis dengan aksara Jawa.
I. Kemuncak
12
dipatuhi. Pada kemuncak bagian tengah disimbolkan dengan Hakikat yang
memiliki arti kebenaran atau kenyataan. Hal ini dimaknai dengan Adanya
kemampuan seseorang dalam merasakan dan melihat kehadiran Allah Swt
Sehingga hakikat menjadi aspek yang sangat penting dalam setiap amal, inti
dan Rahasia. Sedangkan pada bagian kemuncak paling atas dan berbentuk
paling kecil Disimbolkan sebagai makrifat yang memiliki arti hasil dari sebuah
hakikat, yaitu hal-Hal yang dapat dirasakan secara istiqamah. Makrifat sendiri
adalah sebuah tahapan rohaniah yang paling tertinggi hingga dapat benar-
benar mengenal Allah Swtdan Rahasia-rahasia Nya.
J. Jagang (kolam)
Elemen air pada Masjid Gedhe Mataram dapat ditemukan pada sebuah
kolam Yang dipergunakan sebagai tempat mandi pada masa itu. Masjid pada
dasarnya Memiliki elemen air yang difungsikan sebagai tempat wudhu. Akan
tetapi pada Masjid Gedhe Mataram elemen air yang berupa kolam menjadi
unsur elemen yang besar pada bangunan. Penambahan kolam didasari atas
ajaran Hindu-Buddha yang Menggambarkan bahwa penempatan bangunan
suci haruslah berdektan dengan Sumber air seperti sungai, laut ataupun, danau,
jika tidak maka haruslah dibuat kolam Buatan. Oleh karena itu banyak
dijumpai unsur air pada Pura-pura Hindu Buddha.
13
Gambar 12. Ornamen Buah Sawo kecil
( Foto: Nimas Ayu Pramesti, 2019)
14
dengan sifat Keburukan akan melebur di dalam masjid karena masjid
adalah tempat manusia Berkomunikasi dengan Tuhan pencipta alam.
B. Ornamen Gurda
15
Ornamen dua dimensi dengan motif flora yang menghiasi
dinding halaman Masjid Gedhe Mataram-Kotagede ini berbentuk
bunga cengkih. Tanaman cengkih Sendiri memiliki banyak manfaat
untuk kehidupan manusia. Maka filosofi dari bunga Cengkih dapat di
ibaratkan bahwa orang akan mencapai cita-cita yang luhur , Wibawa,
derajat yang tinggi, harus melalui tahapan-tahapan yang yang tidak
mudah Dilalui. Jika ingin mencapainya harus melalui ujian berat dan
rumit sehingga besar Kemungkinnan tidak sembarang orang dapat
mencapainya., kontekstualitas penempatan Ornamen bunga cengkih
pada dinding halaman Masjid Gedhe Mataram-Kotagede ini
Dimaksudkan untuk mengingatkan ketika manusia telah melalui kerja
keras untuk Mencapai sesuatu yang diinginkan, maka harus diimbangi
dengan ikhtiar dengan cara Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
16
Selain itu jumlah blimbing wuluh yang ada pada ornamen mengisyaratkan
agar umat Muslim selalu menjalankan sholat lima waktu agar rukun Islam
tersebut dapat Terpenuhi.
17
Diciptakan Tuhan dengan tujuan untuk melengkapi kehidupan.
Laksana orang ibadah Shalat “untuk merapatkan barisan (shaf), agar
tidak diisi syetan”. Agar manusia dalam Menjalani hidup tidak ada
jarak antara satu dan yang lain, sehingga nafsu iri, dengki Tidak masuk
dalam kehidupan manusia. Waktu mekarnya teratai sangat singkat,
Mengingatkan kita bahwa manusia hidup didunia ini hanya sebentar.
Laksana turun Hanya untuk minum. Walaupun sebentar, manusia
diharapkan untuk menjadi rahmat Bagi semesta alam. Kontekstualitas
penempatan ornamen bunga teratai pada dinding halaman Masjid
Gedhe Mataram-Kotagede mengajarkan bahwa bunga teratai sering
Digunakan sebagai simbol ketidakterikatan. Bagaikan daun bunga
teratai yang berada di atas air dan tidak dibasahi oleh air, begitu pula ia
yang bekerja tanpa keterikatan Dan menganggapnya sebagai
persembahan, hidup tanpa noda dan tidak tercemari oleh Dunia ini. Ia
yang bijak melepaskan segala macam keterikatan dan bekerja dengan
Raga, pikiran, intelek serta panca inderanya, hanya untuk
membersihkan dirinya. Ia Yang bijak tidak mengharapkan sesuatu dari
pekerjaannya, demikian ia memperoleh Ketenangan jiwa. Sebaliknya
ia yang tidak bijak selalu mengharapkan hasil akhir dari Apa yang ia
lakukan, sehingga tetap saja terikat. Keterikatan membuat manusia
takut Menghadapi perubahan. Keterikatan membuat manusia ingin
mempertahankan Sesuatu yang pada dasarnya tidak abadi. Keterikatan
menimbulkan keinginan untuk memiliki dan mempertahankan Sesuatu,
keadaan maupun orang. Keinginan itu tidak selaras dengan alam. Alam
tidak Memiliki keinginan untuk mempertahankan sesuatu. Alam
membiarkan terjadinya Perubahan, bahkan malah memfasilitasinya dan
mendukungnya. Sesuatu yang terikat Dengan harta benda yang
terkumpul selama hidup, maka kematian menjadi sulit. Sementara itu,
alam tidak pernah sedih karena pergantian musim. Alam tidak pernah
Menolak perubahan yang terjadi setiap saat.
18
motif kembang sepatu pada dinding halaman Masjid Gedhe
Mataram-Kotagede ini memiliki tujuan untuk mengingatkan agar
Menjadi manusia yang selalu memberikan keindahan berupa sikap-
sikap terpuji. Ada Beberapa contoh sikap terpuji yang harus dimiliki
dan di amalkan oleh setiap orang, terutama bagi seorang muslim,
diantaranya amanah (dapat dipercaya) merupakan salah satu sifat
terpuji yang di miliki oleh Rasulullah Saw yang harus di contoh
olehsemua umat muslim. Sifat dapat dipercaya artinya menyampaikan
amanat kepada orang yang berhak menerimanya tanpa di lebih-
lebihkan atau dikurangi. Shidiq (benar) juga merupakan salah satu sifat
terpuji yang dimiliki Rasulullah Saw.
G. Ornamen Daun Pandan
19
2. Ornamen 3 Dimensi
A. Ornamen kala
B. Ornamen Lung-Lungan
20
Motif ornamentdi atas mimbar Masjid Gedhe Mataram-
Kotagede didominasi Dengan motif Lung-lungan. Lung-lungan adalah
motif ukir berupa tumbuh-tumbuhan Berujud sulur atau tumbuhan
yang menjalar dengan untaian daun dan pucuk batang Muda.
21
atau Membuat mahluk bernyawa sama artinya dengan melakukan
perbuatan syirik. Kontektualitas ornamen dengan wujud hewan yang
tidak teridentifikasi ini Mengajarkan untuk tidak melanggar apa yang
telah menjadi hukum dan ketetapan Yang telah berlaku, dengan cara
menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Berdasarkan
hasil pembahasan penelitian di atas maka kandungan nilai-nilai
Religius ornamen Masjid Gedhe Mataram-Kotagede relevan dengan
kehidupan Manusia, baik dari etika, moral, dan norma-norma sosial
yang ada pada kebudayaan. Ornamen-ornamen yang terdapat dalam
Masjid Gedhe Mataram-Kotagede secara Tidak tersirat melambangkan
dan memberikan pesan-pesan mengenai hubungan Manusia dengan
Tuhan Nya yang diaktualisasikan melalui karya seni visual alam
Sekitarnya. Dalam proses pembuatanya ada kecenderungan
merepresentasikan Mahluk hidup ciptaan Tuhan alam semesta yang
dibuat secara berbeda dengan wujud Aslinya.
22
berkaitan dengan persebaran Islam yang berkaitan dengan seorang tokoh yaitu
Panembahan Senapati yang nantinya bergelar Panembahan Senapati Ing Ngalogo
yang mulai memerintah sejak 1589 M. Panembahan Senapati adalah anak Ki Ageng
Pemanahan, ketika masih muda bernama Raden Srubut atau Sutawijaya yang
kemudian diangkat sebagai putera angkat Sultan Hadiwijaya di Pajang. Panembahan
Senapati wafat pada tahun 1601 M, dan dimakamkan di kompleks makam ini di
sebalah barat masjid. Penggantinya adalah puteranya yang bernama Pangeran Jolang
atau lebih dikenal dengan Panembahan Seda ing Krapyak, wafat pada tahun 1613 M
dan dimakamkan di samping ayahndanya. Penggantinya adalah Adipati Martapura,
tetapi karena sering sakit-sakitan maka digantikan oleh saudaranya bernama R
Rangsang yang kemudian lebih dikenal sebagai Sultan Agung. Sultan Agung
kemudian memindahkan kratonnya dari Kotagede ke Kerta dekat desa Plered
sekarang2 . Bangunan kompleks makam masjid Kotagede dibuat dari batu yang
diukir, terdapat banyak sekali unsur-unsur bangunan yang menunjukkan kedekatan
dengan bangunan-bangunan pra Islam. Pembagian kompleks makam menjadi
beberapa halaman, mengingatkan adanya punden berundak yang menempatkan
halaman paling suci di tingkatan paling dalam atau paling tinggi. Tata ruang yang
dibatasi dengan pagar-pagar keliling dan dihubungkan dengan gapura mengingatkan
adanya konsep sakral dan profan. Pemakaian unsur-unsur hiasan yang sarat dengan
perlambangan mengingatkan adanya fungsi simbol di dalam kehidupan masyarakat
23
Gambar 22. pohon Wringin Sepuh
( Foto : sumber pribadi )
Tidak jauh dari pohon Wringin Sepuh terdapat pintu gerbang ke dua yang
berbentuk paduraksa. Atap pintu gerbang ini berbentuk tumpang (bertingkat lima)
yang disusun dari batu bata seluruhnya (bangunan ini telah mengalami perbaikan).
Sungkup menggantung bertingkat-tingkat juga. Jenjang pintu gerbang agak tinggi
sedang pipi tangga berbentuk sederhana saja. Di sebelah barat pintu gerbang terdapat
kelir (disebut juga renteng atau wrana) yang dibuat dari batu bata. Kelir tersebut
dibuat di sisi selatan merapat pada tembok pagar (sehingga kelir berbentuk huruf L).
Pada kelir ini terdapat hiasan dalam pigura bujur sangkar dan pada sudut-sudut kelir
terdapat pigura berbentuk antefix
24
terbalik, sedang sudutsudutnya diberi antefix berhiaskan bentuk ikal. Atap bertingkat
sembilan yang di atasnya terdapat lis mahkota lagi. Di atas lis mahkota ini terapat
bentuk kubus. Pada keempat sisi kubus terdapat pigura yang berisi prasasti. Di atas
bentuk kubus terdapat lagi lis mahkota. Pada puncak terdapat hiasan mahkota raja
Mataram.
Dari tulisan tersebut di atas dapat diketahui bahwa Bangsal Duda dibangun
pada hari Sabtu Wage tanggal 21 (29?) tahun Ebe dengan sinengkalan hangga-hangga
tinulup nangisi putra (= 1566 AJ).
Bangsal dudo
26
“Manis dera ingkang amengeti den tumenggung Prawiranegara kaping pat ing panumpinge
rampung panggarapipun banon kelir srambining masjid bawah ing Surakarta kang rebah wit
lindu Slasa Pon ping trilikurnya Madilakir Ehe sengkalaning warsi ngrasa trus sabdeng nata”
Di sebelah barat bangsal Duda terdapat pintu gerbang kelima lengkap dengan
kelirnya. Regol ini disebut regol Srimanganti. Di regol ini terdapat sengkalan yang berbunyi
"sinengkalan muji nikmat sarining jalmi" (= 1867). Tahun tersebut memperingat perbaikan
makam Kotagede yang rusak karena gempa bumi. Di kelir gerbang ini terdapat sengkalan
memet berbentuk perisai di dalamnya terdapat gambar sebuah jambu mete, huruf la (huruf
Jawa) dan tulisan huruf Jawa yang dapat dibaca 2.4/4 dan kata sengkalan. Maksud gambar
tersebut di atas ialah 2.4 berarti tanggal 24, bulan 4, perisai =1, huruf la=7, gapura=9, jambu
mete (=rasa)= 6. Jadi merupakan angka tahun 1796.
27
Gambar 29. Prasasti
( Foto : sumber pribadi )
C. sendang
Sendang ialah sebuah tempat pemandian yang kini masih digunakan para
peziarah makam ataupun warga sekitar Kotagede. Sendang terbagi menjadi 2 yaitu :
sendang kakung
28
Gambar 31. Sendang putri
( Foto : sumber pribadi )
Sendang putri merupakan tempat pemandian wanita
Di dalam pelataran kompleks makam yang dikenal juga dengan nama Pasareyan Agung
terdapat tiga bangunan utama berupa cungkup makam:
29
berkedudukan sebagai menantu Panembahan Senopati sekaligus sebagai musuh kerajaan.
2. Cungkup Witana, berdenah persegi panjang dengan bentuk atap limasan, terdapat dinding
panel kayu di sisi timur, selatan dan barat sedangkan sisi utara terbuka terhubung dengan
bangunan Cungkup Tajug. Di dalam cungkup ini terdapat makam Ki Pemana han (Ki Gede
Mataram), Nyi Ageng Mataram, Nyi Ageng Pathi, Ki Ageng Juru Martani, Kangjeng
Panembahan Senopati, Kangjeng Ratu Retnodumilah (permaisuri Kangjeng Panembahan
Senopati), dan Sinuwun Seda Krapyak (putra Kangjeng Panembahan Senopati).
3. Cungkup Tajug, berdenah persegi dengan bentuk atap tajuk, terdapat dinding panel kayu di
sisi utara, barat, dan timur, sedang kan yang sisi selatan terbuka terhubung dengan bangunan
Bangsal Witana. Terdapat peninggian permukaan lantai berlantai marmer dengan tiga
makam: Nyai Ageng Nis, Pangeran Jaya prana, dan makam Sinuwun Datuk Palembang
(SultanPajang/Jaka Tingkir).
BAB lll
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Yogyakarta merupakan kota budaya yang mana hasil karya budayanya dapat
kita rasakan dan nikmati hingga kini. Salah satunya kawasan yang menjadi cagar
budaya yaitu kotagede yang daerahnya dianggap masih terjaga keasliannya dan relatif
baik. Kawasan kotagede sendiri memiliki aset sejarah mengenai lahirnya mataram
islam. Selain itu di kotagede terdapat bangunan masjid kuno yaitu masjid gedhe
mataram kotagede.
pembangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede kala itu banyak dibantu etnis
Hindu yang bertemu Ki Ageng Pamanahan, ayah Panembahan Senopati. Salah satu
yang sangat terlihat adalah pintu masuk Masjid Gedhe Mataram Kotagede
yang berwujud Pura. Masjid Gedhe Mataram Kotagede dibangun dan diselesaikan
pada tahun 1511 Jawa / 1589 M, dan setelah itu Senopati menyuruh untuk
membangun Pemakaman di Kotagede. Jadi masjid yang ada dijawa itu tidak terlepas
dengan makam yang ada di kawasan masjid tersebut.
30
fungsi dari mesjid ini baik pada masa lalu dan kini ialah sebagai sarana
pengembangan agama islam seperti tempat untuk ibadah.
3.2. Saran
Besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan
bagi penulis dan pembaca semua kalangan umumnya. Yang mana makalah ini
memberi informasi peninggalan sejarah yang penting tentang agama dan budaya yang
terjadi di sekitar daerah tersebut melalui eksistensi dari keberadaan suatu masjid
gedhe mataram kotagede tersebut. Kami selaku penulis juga berharap agar informasi
terkait masjid gedhe mataram kotagede dapat lebih dalam wawasannya.
Daftar pustaka
31