Anda di halaman 1dari 9

Nama : Azra Zahra Cintami

NIM : 2002056031
Kelas : Ilmu Komunikasi A 2020

Strategi Manajemen Krisis Public Relations PT. Angkasa Pura I Bandara Internasional
I Gusti Ngurah Rai Bali dalam Menghadapi Dampak Erupsi Gunung Agung 2017

Abstrak

Krisis merupakan kejadian yang tidak terduga dan merupakan dampak dari situasi
dramatis dalam suatu organisasi atau perusahaan tanpa adanya kendala waktu dan tujuan,
perusahaan pengelola jasa bandar udara PT. Angkasa Pura I Bandara International I Gusti
Ngurah Rai Bali sedang mengalami krisis akibat erupsi Gunung Agung pada tahun 2017 yang
mengakibatkan penutupan operasional bandara yang terjadi 27 November 2017 hingga 29
November 2017. Dampak dari adanya hal tersebut adalah penumpukan jumlah penumpang
sebanyak 59.000 dan 443 pembatalan. Humas Ngurah Rai berperan dalam situasi krisis
perusahaan dengan membentuk strategi manajemen krisis terkait melalui program kerja
humas. Strategi manajemen krisis kehumasan yang menjadi acuan dalam penelitian ini
didasarkan pada konsep yang diungkapkan oleh Rhenald Kasali dengan mempertimbangan
tahapan krisis yang terjadi di lapangan sesuai konsep Steven Fink. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada empat strategi manajemen krisis di PT. Bandara Internasional
Angkasa Pura I I Gusti Ngurah Rai Bali yaitu identifikasi dan analisis, pelaksanaan program,
dan program tata kelola strategi pemulihan, terdapat dalam empat tahapan krisis akibat
Gunung Agung 2017 bagi perusahaan yaitu pra siaga, tahap gangguan, tahap krisis, dan fase
pemulihan.
Kata Kunci: Krisis, Strategi Manajemen Krisis, Humas

Pendahuluan

Dalam berkembangnya sebuah perusahaan profit maupun non profit tentunya tidak
terlepas dari peran divisi Humas (Hubungan Masyarakat) ataupun Public Relations. Pada
hakikatnya, peran Humas ataupun PR adalah menjaga dan membangun hubungan baik dengan
publiknya, dengan tujuan terciptanya citra positif sebuah perusahaan. Menurut Cutlip, Center
and Broom (2009 : 5), Public Relations merupakan fungsi manajemen yang menjaga serta
membangun hubungan baik sebuah organisasi/perusahaan kepada publiknya yang dapat
menentukan sukses dan kacaunya sebuah organisasi/perusahaan. Maka dapat disimpulkan
peran PR adalah sebagai fasilitator terhadap seluruh permasalahan yang terjadi, termasuk
krisis.

Dalam krisis yang dialami oleh perusahaan pengelola jasa bandar udara (bandara)
dalam sejarahnya telah meraih penghargaan The 3 rd World Best Airport di tahun 2015, 2016,
dan 2017 untuk kategori Bandar Udara dengan 15-25 juta penumpang pertahun yang diadakan
oleh Airport Council International (ACI) pada program Branchmaking Global Airport
Service Quality (ASQ) serta pertumbuhan 5,3 persen kapasitas penumpang dan penerbangan
di setiap tahunnya sejak tahun 2016.

Kegiatan operasional bandara terganggu akibat adanya letusan freaktik ketiga yang
menimbulkan abu vulkanik tebal dengan ketinggian 30.000 kaki dengan 10-15 notes kea rah
selatan yang menyebabkan gangguan ruang lalu lintas penerbangan pada Bandara
Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Setelahnya, pihak pengelola bandara mengubah status
pemantauan menjadi tim krisis di tanggal 27 November 2017, tim krisis atau yang disebut
Emergency Operational Center (EOC) terdiri atas instansi eksternal yang mempunyai
wewenang dalam kondisi bahaya dan lalu lintas bandara.

Berdasarkan hasil pemantauan EOC, maka Kepala Otoritas Wilayah IV Bandara


Bersama General Manager sepakat menyatakan bahwa mulai pada tanggal 27 November
2017 Bandara I Gusti Ngurah Rai ditutup sementara. Penutupan kegiatan operasional bandara
berdampak pada penumpukan jumlah penumpang dengan jumlah 59.000 penumpang serta
443 jadwal penerbangan pada hari tersebut, hingga berdasarkan hasil evaluasi EOC setiap 6
jam mengenai keberlangsungan aktifnya kembali operasional bandara, situasi lalu lintas
penerbangan akhirnya berangsur membaik setelah dinyatakan aman lalu operasional bandara
kembali dibuka pada tanggal 29 November 2017 pukul 14:28 WITA.

Berdasarkan latar belakang diatas fenomena alam merupakan masalah yang tidak
dapat dihindari yang mengharuskan Public Relations Bandara I Gusti Ngurah Rai memiliki
dan mempersiapkan strategi dalam menghadapi situasi krisis yang terjadi. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk meneliti Strategi Manajemen Krisis Public Relations.
Kerangka Teori
Public Relations

Dalam menjalankan fungsi humas sehingga dapat terealisasikan dengan baik sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah organisasi/perusahaan tentunya tidak luput
dari kemampuan seorang Public Relations. Morissan (2010) berpendapat bahwa Public
Relations memiliki setidaknya empat hal utama yang dapat membuatnya diakui sebagai
bagian dari Ilmu Komunikasi, yakni :

1. Kemampuan dalam mengorganisasikan informasi diluar media, sehingga informasi


dapat dimanfaatkan masyarakat.
2. Kemampuan dalam mengorganisasikan informasi melalui media massa, sehingga
informasi dapat disebarluaskan kepada seluruh lapisan masyarakat.
3. Kemampuan dalam mengembangkan citra dalam aktivitas komunikasi guna
membangun reputasi yang diinginkan.
4. Kemampuan bernegosiasi terhadap pihak-pihak tertentu.

Kapasitas Public Relations tidak luput dari strategi yang matang dan terencana,
pengertian strategi Public Relations menurut Ahmad S. Adnanputra adalah alternatif optimal
yang ditentukan agar dapat mencapai tujuan dalam rencana Public Relations yang tertuang
dalam kerangka terencana. Dipilihnya sebuah strategi digunakan untuk mencapai hasil.
Menurut H. Fayol menyatakan sasaran kegiatan Public Relations yakni: (Nova, 2017:56)

1. Membangun identitas dan citra perusahaan (building corporate identity and image).
Membentuk identitas dan citra perusahan yang positif dan mendukung kegiatan
komunikasi dua arah dengan publiknya.
2. Menghadapi situasi krisis (facing of crisis). Menangani complain dan menghadapi
situasi krisis yang terjadi dengan merancang manajemen krisis dan Public Relations
recovery of image yang bertugas menanggulangi lost of image and damage.
3. Mempromosikan aspek kemasyarakatan (promotion public causes). Mempromosikan
kegiatan mengenai kepentingan publik dan Mendukung gerakan sosial.

Manajemen Krisis
Menurut G.Harison (2006:173) krisis adalah sebuah kondisi genting yang akan
berpengaruh negatif terhadap sebuah organisasi, sehingga strategi yang tepat sangat
dibutuhkan agar tidak memengaruhi keseluruhan organ organisasi.

Steven Fink mengungkapkan ada beberapa tahapan krisis, diantaranya;

1. Tahap Prodromal, di tahap ini adalah tahap warning stage, karena disinilah gejala
krisis yang harus diatasi segera akan muncul. Terdapat tiga bentuk tahap prodromal,
yakni: jelas sekali, samar-samar dan tidak terlihat sama sekali.
2. Tahap Acute Crisis, pada tahap ini media serta publik mulai mengetahui
permasalahan, disinilah terbentuknya situasi krisis, perusahaan sesegera mungkin
mulai membentuk tim krisis (Crisis Management Team) untuk dapat membuat strategi
serta menyelesaikan krisis dengan matang.
3. Tahap Kronik, pada tahap ini krisis disebut badai telah berlalu atau biasa disebut the
clean phase, serta beberapa kebijakan, struktur maupun sistem perusahaan dapat
berubah di tahap ini.
4. Tahap Resolusi, tahap ini adalah tahap dimana kondisi perusahaan kembali normal,
namun perusahaan harus tetap waspada karena krisis kapanpun dapat kembali kepada
tahap prodromal. Disinilah perusahaan perlu membentuk strategi pemulihan agar
mencegah krisis terulang kembali.

Murray (2001) mengungkapkan dalam penyelesaiannya, krisis haruslah diperhatikan


secara serius oleh manajemen perusahaan dengan merumuskan Crisis Management Plans
untuk menghindari meluasnya krisis serta penerapan strategi manajemen krisis yang tepat
agar resiko kesalahan dapat minimal.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan tipe penelitian deskriptif, dengan
tujuan untuk menggambarkan situasi yang terjadi secara sistematis dan mendalam
berdasarkan fakta yang terjadi. Penelitian ini menggunakan unit analisis humas PT. Angkasa
Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali dengan menggunakan teknik penentuan
informan secara purposive yakni melalui pertimbangan tertentu. Teknik pengumpulan data
yang digunakan berupa wawancara dan studi dokumentasi serta Teknik analisis data dengan
mereduksi data, menyajikan data dan penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menemukan penyebab krisis yang dialami oleh PT. Angkasa Pura I
Bandara I Gusti Ngurah Rai bali adalah terdapat bencana alam yakni dampak erupsi Gunung
Agung, damiana proses krisis terjadi sejak tanggal 27 November 2017 sampai dengan 29
November 2017 keputusan yang didasari atas notice to airmen (NOTAM) dalam pertemuan
EOC (Emergency Operational Center). Ketua Otoritas Bandara Wilayah IV bersama dengan
General Manager PT. Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali
memutuskan untuk menutup operasional bandara demi keselamatan penumpang.

Terdapat dua tim krisis diantaranya, tim krisis internal (Airport Disaster Management
Plan) dan tim krisis eksternal (Emergency Operational Center) yang dalam situasi krisis ini
akan melakukan koordinasi dengan diperantarai oleh pihak Humas Bandara I Gusti Ngurai
Rai untuk merumuskan strategi yang tertuang pada kebijakan sesuai analisis situasi.

Manajemen krisis yang dibentuk oleh tim krisis dengan komando Humas Bandara I
Gusti Ngurah Rai tentunya tidak terlepas dari tahapan krisis itu sendiri, hal tersebut berkaitan
karena strategi yang tertuang dalam program melalui tahapan krisis yang telah dipaparkan,
humas dapat menentukan manajemen krisis secara efektif dan efisien, seperti halnya konsep
yang dikemukakan oleh Steven Fink mengenai anatomi krisis, humas memadukan konsep
tersebut sebagai pertimbangan untuk membentuk manajemen krisis yang dikemukakan oleh
Rhenald Kasali sebagai berikut :

1. Identifikasi Krisis

Tim Humas Bandara Ngurah Rai pada saat awal mengetahui adanya suatu
permasalahan, mereka langsung melakukan identifikasi. Hal ini adalah salah satu langkah
pada tahapan pre alert. Menurut Steven Fink, tahap identifikasi atau peringatan disebut
sebagai tahap prodromal yang menandakan sebuah krisis akan mungkin terjadi pada suatu
perusahaan dan dapat menimbulkan kekacauan apabila penanganan yang dilakukan tidak
cepat dan tepat.

Pada tahap ini, Humas mulai membaca situasi mengenai apa yang menyebabkan krisis
terjadi, praktik kerjanya dengan melakukan koordinasi serta konfirmasi menyangkut
penyebab krisis dengan kepastian berupa data dan fakta yang ada di lapangan. Hal ini adalah
salah satu tugas humas dalam membantu manajemen untuk menanggapi pendapat publiknya,
disini humas bertindak sebagai suatu sistem untuk membantu perusahaan dalam berjaga-jaga
dalam menghadapi kemungkinan terburuk.

2. Analisa Krisis

Analisis terhadap hasil identifikasi yang dilakukan pada tahapan sebelumnya


diharapkan dapat memberikan pengembangan informasi melalui formula yang dijelaskan
oleh Rhenald Kasali bahwa penggunaan formula 5W+1H merupakan suatu cara agar dapat
mengungkapkan dan mengembangkan secara mendalam sistematis, informatif dan deskriptif
mengenai krisis yang terjadi. Formula tersebut direalisasikan dalam salah satu strategi
manajemen krisis yang dihadapi PT. Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah
Rai, pada tahap prodromal atau pre- alert analisis terhadap hasil temuan dapat direalisasikan.

Kegiatan analisa krisis pada perusahaan dalam menghadapi krisis akibat erupsi
Gunung Agung disatukan dalam kegiatan identifikasi krisis, karena humas beranggapan
bahwa analisa krisis merupakan satu kesatuan dari identifikasi, sehingga ketika mendapatkan
informasi atau data di lapangan pada kegiatan identifikasi maka akan langsung dilakukan
analisis. PT. Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai menggabungkan kegiatan analisa krisis
dengan identifikasi krisis dalam satu rangkaian pada manajemen krisis Gunung Agung.

3. Isolasi Krisis

Menurut hasil temuan penelitian Humas PT. Angkasa Pura I Bandara Internasional I
Gusti Ngurah Rai tidak melakukan tahap isolasi krisis terhadap situasi krisis dampak erupsi
Gunung Agung yang berdampak pada kegiatan operasional bandara I Gusti Ngurah Rai.

4. Strategi Pemulihan

Humas Bandara Ngurah Rai melakukan eksekusi program setelah melakukan analisa
terhadap situasi yang terjadi. Eksekusi yang dilakukan pada tahap gangguan sejak tanggal 21
November 2017 kemudian setelah dinyatakan penutupan operasional pada tanggal 27
November sampai dengan tanggal 29 November 2017 yang dinyatakan pada tahap krisis bagi
perusahaan, hingga dibukanya kembali operasional bandara pada tanggal 29 November 2017
merupakan fase yang dianggap rawan apabila tidak dilaksanakan dengan baik karena
eksekusi program yang telah direncanakan pada awal mengidentifikasi dan menganalisa
merupakan penentu keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menghadapi krisis.

5. Program Pengendali

Program yang dikatakan sebagai langkah penerapan pasca terjadinya krisis


merupakan suatu upaya pengendalian, dengan harapan daur hidup krisis tidak terjadi lagi.
Walaupun krisis yang disebebkan oleh bencana alam yang dalam hal ini ada erupsi yang
terjadi dari Gunung Agung tidak dapat dihindari, namun PT. Angkasa Pura I Bandara
Internasional I Gusti Ngurah Rai dapat lebih tanggap dan melakukan sesuatu. Humas Ngurah
Rai bersama dengan tim krisis memaknai program pengendali tidak jauh berbeda dengan
strategi pemulihan, kedua program yang dilakukan pada situasi krisis merupakan program
yang dilakukan pada saat krisis menghadapi tahap pemulihan.

Bagi perusahaan, keduanya memiliki tingkat kepentingan yang sama pasca terjadinya
krisis, hanya saja strategi pemulihan lebih bertujuan untuk memulihkan kembali keadaan
untuk beroperasi normal kembali dengan sasaran dari program ini adalah publik eksternal
yang berarti pengguna jasa Bandar udara Ngurah Rai (penumpang), dengan adanya berbagai
event yang digalakan serta berbagai interior pendukung di dalam bandara dapat membantu
mengalihkan ingatan penumpang atas terjadinya situasi krisis pada November 2017, sehingga
publik tetap merasa nyaman ketika mendarat maupun lepas landas melalui Bandara
Internasional I Gusti Ngurah Rai.

Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen krisis yang dilakukan oleh
humas PT. Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali bertujuan untuk
mengelola situasi krisis akibat erupsi Gunung Agung yang berdampak pada operasional
bandara. Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa humas memiliki empat strategi
manajemen krisis yang dituangkan dalam empat tahapan krisis, yakni identifikasi dan analisis
ada pada tahap pre-alert, eksekusi program pada tahap gangguan, strategi pemulihan ada pada
tahap krisis dan program pengendali.

Strategi yang dilakukan humas memiliki perbedaan dengan konsep strategi


manajemen krisis Rhenald Kasali mengenai isolasi krisis, dimana pihak humas belum
memahami adanya isolasi dalam situasi krisis. Strategi manajemen krisis humas Ngurah Rai
juga menekankan strategi adaptif dengan melakukan modifikasi operasional, kompromi dan
pengalihan fasilitas yang tertuang dalam program kerja humas, sehingga strategi yang
direalisasikan dalam menghadapi situasi krisis dirasa cukup efektif, karena berdasarkan data
yang diperoleh bahwa jumlah penumpang menglami pertumbuhan sebanyak 7% dari tahun
lalu dengan periode yang sama.

Daftar Pustaka

Cutlip, Scoot M, Center, Allen. H, & Broom, Glen. M. (2006) Effective Public Relations, 9 th
Edition. Jakarta: Kencana

Jefkins, Frank (2003). Public Relations, Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Kasali, R. (2000). Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.


Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

Nova, Firza. (2009). Crisis Public Relations. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ocha Witnesteka Putra. Manajemen Krisis PT. Lion Mentari Airlines dalam Menangani
Berita Negatif di Media Massa (Kasus : Maskaai Sring delayed dan Skandal Pilot Sabu).
2012. Skripsi (online) https://slidedokumen.com/universitas- indonesia-manajemen-krisis-pt-
lion- mentari_5a0d2b161723dda585d0a69d .html

Anda mungkin juga menyukai