Anda di halaman 1dari 52

ISSN No.

2303-3401

Volume 8 Nomor 1
Maret, 2019

Media untuk mempublikasikan


hasil-hasil penelitian seluruh
dosen dan mahasiswa Kimia
FMIPA Unand

Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Andalas
Tim Editorial Jurnal Kimia Unand
Emil Salim, M.Sc, M.Si
Dr. Syukri
Prof. Dr. Adlis Santoni
Prof. Dr. Rahmiana Zein
Prof. Dr. Syukri Arief
Dr. Mai Efdi

Alamat Sekretariat
Jurusan Kimia FMIPA Unand
Kampus Unand Limau Manis, Padang – 25163
PO. Box 143, Telp./Fax. : (0751) 71 681
Website Jurnal Kimia Unand: www.jurnalsain-unand.com
Corresponding E-mail: salim_emil17@yahoo.com
syukri@fmipa.unand.ac.id
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL ARTIKEL Halaman

1. PRODUKSI GLUKOSA SEBAGAI BAHAN BAKU 1-6


BIOETANOL DARI MIKROALGA Scenedesmus dimorphus
Yunita Ari Santi, Zulkarnain Chaidir, Elida Mardiah

2. PENGARUH FITOHORMON INDOLE-3-BUTYRIC ACID DAN 7-13


VITAMIN C TERHADAP KANDUNGAN LIPID MIKROALGA
Chlorella vulgaris UNTUK BAHAN BAKU BIODIESEL
Marniati Salim, Zulkarnain Chaidir, Hafizhatul Ilmi

3. ISOLASI DAN KARAKTERISASI TRITERPENOID DARI 14-18


EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN JARAK MERAH
(Jatropha gossypifolia Linn)
Norman Ferdinal, Bustanul Arifin, Nurjelita

4. FORMULA PEMBUATAN PRODUK PEMBERSIH BADAN 19-23


(BODY SCRUB) BERBASIS VCO DAN TEPUNG AMPAS
KELAPA
Sumaryati Syukur, Safni, Amrina Rasyada

5. PENENTUAN KUERSETIN PADA EKSTRAK ASETON DAUN 24-29


EKOR NAGA (Epipremnum pinnatum (L.) Engl) DENGAN
METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Refilda , Harits Hamman, Emil Salim

6. DETERMINATION OF TOTAL PHENOLIC CONTENT, 30-38


ANTIOXIDANT AND CYTOTOXIC ACTIVITIES OF
METHANOL EXTRACT AND FRACTION OF PINEAPPLE
PEEL EXTRACT (Ananas comosus L. Merr)
Sosna Sri Rahayu, Adlis Santoni, Mai Efdi

7. SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ETIL ASETAT 39-42


DAUN TUMBUHAN PEGAGAN (Centella asiatica (Linn)
Urban)
Suryati, Rahmi Vika Ulia, Emil Salim
8. VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA 43-49
TINGGI UNTUK ANALISIS ASAM GALAT, BENZOAT DAN
SALISILAT SECARA SERENTAK DALAM DAUN SIRIH
MERAH (Piper crocatum)
Refilda, Yulia Pratiwi, Indrawati

i
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

PRODUKSI GLUKOSA SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL DARI


MIKROALGA Scenedesmus dimorphus

Yunita Ari Santi*, Zulkarnain Chaidir, Elida Mardiah

Laboratorium Biokimia Universitas Andalas


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas,
Kampus Limau Manis, Padang, 25163 Indonesia
*Email : yunitaarisanti01@gmail.com

Abstrak: Mikroalga Scenedesmus dimorphus merupakan salah satu jenis mikroalga yang
memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat pada Scenedesmus dimorphus dapat
dihidrolisis menghasilkan glukosa yang merupakan bahan baku bioetanol. Scenedesmus
dimorphus dikultur dalam medium BBM dengan penambahan limbah cair tahu (LCT) dengan
berbagai variasi konsentrasi yaitu BBM + LCT 1,5%, BBM + LCT 2,5%, dan BBM + LCT 3%.
Biomassa kering mikroalga dihidrolisis dengan asam sulfat (H2SO4) dengan melakukan variasi
konsentrasi asam sulfat, waktu, dan suhu hidrolisis untuk mendapatkan kondisi optimum
yang menghasilkan kadar glukosa paling tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa medium
BBM + LCT mampu meningkatkan pertumbuhan mikroalga Scenedesmus dimorphus,
komposisi medium yang menunjukkan pertumbuhan paling baik adalah BBM + LCT 2,5%.
Kondisi hidrolisis terbaik adalah pada konsentrasi asam sulfat 5,4%, waktu 15 menit, dan
suhu 100oC dengan kadar glukosa 17,313 mg/gram biomassa mikroalga dengan efisiensi
hidrolisis 74%.

Kata kunci: Glukosa, Scenedesmus dimorphus, hidrolisis, limbah cair tahu


1. Pendahuluan
Pesatnya pertumbuhan populasi manusia kandungan karbohidrat masing-masing.
meningkatkan konsumsi energi sehingga
minyak bumi alami tidak dapat mengom Tabel 1.1 Kandungan karbohidrat mikroalga
pensasi laju konsumsi energi pada saat ini. Spesies Berat
Di sisi lain penggunaan energi fosil disadari Kering (%)
juga telah menjadi penyumbang emisi gas
Scenedesmus obliquus 10-17
rumah kaca yang menyebabkan pemanas
an global [1]. Oleh sebab itu penggunaan Scenedesmus 21-52
bioenegi akhir ini menjadi primadona, dimorphus
karena bioenergi berasal dari tumbuhan Chlorella vulgaris 12-17
sehingga dapat diperbaharui. Salah satu Chlorella pyrenoidosa 26
sumber energi yang mudah didapatkan Spirogyra sp. 33-64
dari tumbuhan yang mengandung pati dan Spirulina platensis 8-14
selulosa adalah bioethanol [2]. Sumber : Becker (2012)[5]
Mikroalga merupakan salah satu
Pada industri komersial panen biomassa
mikroorganisme yang dinilai ideal dan
yang terbaik dapat dicapai antara 0,3-0,5 g
potensial untuk dijadikan sebagai bahan
sel kering/L atau 5 g sel kering/L. Hal ini
baku biofuel. Berbagai penelitian telah
membuktikan bahwa menghasilkan
dilakukan untuk memanfaatkan mikroalga
biomassa mikroalga dalam jumlah besar
sebagai bahan baku biofuel salah satunya
sangat sulit, sehingga diperlukan upaya
yaitu pemanfaatan mikroalga sebagai
yang dapat meningkatkan produksi
sumber bioetanol, yang merupakan sumber
biomassa mikroalga. Upaya untuk
energi yang dapat diperbaharui dan ramah
meningkatkan produksi biomassa dapat
lingkungan serta memiliki nilai oktan yang
dilakukan dengan memanipulasi faktor
lebih tinggi daripada premium. Produksi
lingkungan seperti cahaya, kadar CO2,
bioetanol dari mikroalga membutuhkan
suhu, pH, salinitas, bentuk wadah kultur,
bahan baku glukosa yang diperolah dari
dan medium [6], salah satunya yaitu
hidrolisis karbohidrat dimana glukosa akan
melakukan variasi nutrisi pada medium
di fermentasi sehingga menghasilkan etanol
pertumbuhan mikroalga dengan menam
[3].
bahkan limbah cair tahu.
Salah satu mikroalga yang memiliki
Unsur hara yang dibutuhkan
kandungan karbohidrat yang tinggi adalah
mikroalga terdiri dari unsur makro (N, P, K,
Scenedesmus dimorphus dengan kadar
S, Fe, Mg, Si, dan Ca) dan unsur mikro
karbohidrat 21-52% [4]. Berikut ditampil
(Mn, Zn, Co, Bo, B, Cu, dll) [7]. Limbah cair
kan beberapa jenis mikroalga beserta

1
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

tahu mengandung posfor, nitrogen, Mekanisme reaksi hidrolisis dengan


ammonia, dan karbon yang dibutuhkan katalis asam dapat ditunjukkan seperti
untuk pertumbuhan mikroalga [8]. Limbah gambar berikut:
cair tahu juga mengandung bahan-bahan
organik kompleks yang tinggi terutama
protein dan asam-asam amino dalam
bentuk padatan tersuspensi maupun
terlarut. Adanya senyawa-senyawa organik
tersebut menyebabkan limbah cair industri
tahu mengandung BOD, COD dan TSS
yang tinggi, apabila dibuang kedalam
perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu
dapat menyebabkan pencemaran perairan.
Salah satu upaya untuk memanfaatkan
limbah cair tahu adalah dengan mengguna
kan limbah tersebut sebagai medium Gambar 1.1 Mekanisme reaksi hidrolisis
pertumbuhan mikroalga Scenedesmus ikatan glikosidik [11]
dimorphus [9].
Selain sedikitnya biomassa dihasil Glukosa yang dihasilkan dianalisis
kan, yang menjadi tantangan utama dalam dengan metode Nelson Somogy. Metode
produksi bioetanol dari mikroalga adalah Nelson-Somogy merupakan metode kimiawi
bagaimana memecah gula kompleks yang dapat digunakan untuk analisis
menjadi gula sederhana/ glukosa. Glukosa karbohidrat dengan menggunakan metode
diperoleh dengan cara hidrolisis asam yaitu oksidasi. Metode ini didasari dengan
menggunakan asam sulfat (H2SO4) untuk tereduksinya kupri oksida menjadi kupro
mendapatkan kadar glukosa yang maksi oksida karena adanya kandungan gula
mum dilakukan optimasi hidrolisis yaitu reduksi dalam sampel. Pada metode ini
dengan memvariasikan konsentrasi asam digunakan pereaksi fosfomolibdat sebagai
sulfat, suhu, dan waktu hidrolisis sehingga pengompleks. Reagen Nelson-Somogy
bisa didapatkan kondisi optimum untuk berfungsi sebagai oksidator antara kupri
hidrolisis asam [2]. oksida yang bereaksi dengan gula reduksi
Hidrolisis adalah reaksi kimia yang membentuk endapan merah bata. Dengan
memecah molekul air (H2O) menjadi kation membandingkan terhadap larutan standar,
hidrogen (H+) dan anion hidroksida (OH-) konsentrasi gula dalam sampel dapat
melalui suatu proses kimia. Hidrolisis pati ditentukan. Reaksi dengan pengompleks
merupakan proses pemecahan molekul fosfomolibdat menghasilkan warna biru,
amilum menjadi bagian-bagian penyusun dapat menentukan konsentrasi gula dalam
nya yang lebih sederhana seperti dekstrin, sampel dengan mengukur absorbannya
isomaltosa, maltosa, dan glukosa. Prinsip [12].
dasar hidrolisis adalah untuk memotong
ikatan α-1,4 glukosida dan ikatan α-1,6 2. Metodologi Penelitian
glukosida dari amilopektin sehingga 2.1 Alat
menghasilkan pati dalam ukuran yang Perlengkapan kultivasi (aerator, selang
lebih sederhana (glukosa). Secara umum akuarium, botol kaca 500 ml, karet,
reaksi hidrolisis dapat dituliskan sebagai plastik). Peralatan gelas (erlenmeyer, gelas
berikut: ukur, labu ukur, batang pengaduk, tabung
reaksi, pipet tetes). Botol vial,
(C6H10O5)n + n-1 H2O nC6H12O6 Spektrofotometer UV-Vis Thermo Scientific
Genesys 20, H-C-12 Centrifuge , oven,
Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara autoclave, freezer, mikroskop fluorescent,
enzimatis dan kimiawi. Hidrolisis secara hotplate, magnetik bar, neraca analitis,
enzimatis dilakukan dengan menggunakan aluminium foil, plastik wrap.
enzim selulase, sedangkan hidrolisis secara
kimiawi dapat dilakukan dengan mengguna 2.2 Bahan
kan asam dan basa. Asam yang umumnya Isolat mikroalga Scenedesmus dimorphus,
digunakan adalah asam sulfat atau asam NaNO3 (Merck), CaCl2.2H2O (Merck),
klorida 10. Penambahan asam dalam proses MgSO4.7H2O (Merck) , K2HPO4 (Merck),
hidrolisis adalah sebagai katalis untuk KH2PO4 (Merck), NaCl (Merck), EDTA
mempercepat pemutusan rantai poli (Merck), KOH (Merck), FeSO4.7H2O
sakarida menjadi glukosa karena hidrolisis (Merck), H2SO4 (Smart Lab), H3BO3,
alami menggunakan air berlangsung ZnSO4.7H2O (Merck), MnCl2.4H2O (Merck),
lambat dan sangat lama. MoO3 (Merck), Co(NO3)2.6H2O (Merck),

2
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

CuSO4.5H2O(Merck), limbah cair tahu,


reagen Nelson Somogy. 2.3.5 Hidrolisis Selulosa Menjadi Glukosa
Biomassa kering mikroalga ditimbang
2.3 Prosedur Penelitian sebanyak 0,1 g dimasukkan kedalam 6
2.3.1 Persiapan Medium Pertumbuhan botol vial, masing-masing botol
Scenedesmus dimorphus ditambahkan 10 mL H2SO4 dengan variasi
Kultivasi Scenedesmus dimorphus dilaku konsentrasi 2,7%, 5,4%, 8,1%, 10,8%,
kan dalam kombinasi medium BBM dengan 12,5%, dan 15,2%, hidrolisat yang
limbah cair tahu steril dan dicampurkan didapatkan diukur kadar glukosanya
kedalam botol 500 mL. Komposisi masing- dengan metode Nelson Somogy.
masing medium sebagai berikut: Selanjutnya dilakukan hidrolisis dengan
- Medium A: BBM 100% asam sulfat yang menghasilkan kadar
- Medium B: medium BBM + LCT 1,5% glukosa paling tinggi dengan memberikan
- Medium C: medium BBM + LCT 2,5 % perlakuan variasi suhu hidrolisis yaitu
- Medium D: medium BBM + LCT 3 % 90oC, 100oC, 110oC, 110oC, kadar glukosa
diukur dan yang menghasilkan kadar
2.3.2 Pengamatan Morfologi Mikroalga glukosa tertinggi selanjutnya digunakan
Kultur awal mikroalga didapatkan dari untuk hidrolisis dengan memvariasikan
Laboratorium Biokimia Universitas waktu hidrolisis yaitu 5 menit, 10 menit,
Andalas. Morfologi mikroalga Scenedesmus dan 15 menit dan diukur kadar glukosa
dimorphus diamati dengan menggunakan hidrolisatnya. Semua perlakuan yang
mikroskop flourescent pada perbesaan menghasilkan kadar glukosa tertinggi
1000 X. merupakan kondisi optimum hidrolisis
yang digunakan untuk mengkur kadar
2.3.3 Kultivasi Mikroalga Scenedesmus glukosa sampel.
dimorphus
Biakan Scenedesmus dimorphus dimasuk 3. Hasil dan Diskusi
kan kedalam medium pertumbuhan 3.1 Morfologi Mikroalga Scenedesmus
dengan perbandingan biakan dan medium dimorphus
yaitu 1:10 dalam botol kaca 300 mL,
masing-masing kultur dihubungkan
dengan aerator pada kondisi yang sama.
Dilakukan pengukuran absorban kultur
setiap satu kali dalam dua hari mengguna
kan spektrofotometer UV Vis Genesys 20
pada panjang gelombang 400 nm, nilai
OD yang diperoleh dicatat dan diplotkan ke
dalam kurva pertumbuhan mikroalga.
Setelah didapatkan kurva pertumbuhan
selanjutnya dilakukan perbanyakan biakan
pada medium yang menghasilkan kurva
Gambar 3.1 Morfologi mikroalga Scenedesmus
pertumbuhan tertinggi dan biakan dipanen
dimorphus hasil kultur
pada fasa eksponensial yang dapat dilihat
Pengamatan morfologi mikroalga dilakukan
pada kurva pertumbuhan, dipanen dengan
untuk memastikan bahwa mikroalga yang
metode sentrifugasi. Biomassa yang
akan dikultur tidak terkontaminasi dan
didapat dipisahkan kedalam cawan petri
merupakan spesies yang diinginkan.
kemudian dikering anginkan untuk
mendapatkan biomassa kering.
3.2 Pertumbuhan Mikroalga pada Medium
BBM yang dikombinasikan dengan Limbah
2.3.4 Pembuatan Kurva Standar Glukosa
Cair Tahu
Larutan standar glukosa dibuat dengan
Mikroalga yang dikultur selama 28 hari
beberapa variasi konsentrasi. Masing-
menghasilkan kurva pertumbuhan seperti
masing larutan dipipet sebanyak 1 mL
gambar berikut ini:
dimasukkan kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan dengan 1 mL
reagen Nelson, dipanaskan selama 20
menit dalam air mendidih setelah itu di
dinginkan sampai mencapai suhu ruang
selanjutnya ditambahkan 1 mL reagen
fosfomolibdat dan 7 mL akuades lalu
diukur absorbannya pada panjang
gelombang 540 nm.

3
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Widianingsih (2008) NH3 yang terlalu


banyak dalam medium kultur akan bersifat
racun dan mengakibatkan aktivitas sel
terhambat dalam proses metabolism [14].
Kepadatan sel untuk medium BBM + LCT
1,5% lebih rendah daripada medium BBM
+ LCT 2,5%, hal ini diduga terjadi karena
rendahnya nutrien yang terdapat dalam
medium, walaupun pada kondisi demikian
sel-sel mikroalga tetap tumbuh tetapi
proses pembelahannya akan terhambat.
Biomassa dari masing-masing
medium pada saat satu kali panen didalam
Gambar 3.2 Kurva pertumbuhan mikroalga kultur 500 mL dibandingkan dan
Scenedesmus dimorphus
didapatkan hasil sebagai berikut:
Dari gambar 3.2 dinyatakan bahwa
penambahan limbah cair tahu konsentrasi Tabel 3.1 Bobot biomassa dari medium yang
1,5%, 2,5%, 3% dapat meningkatkan divariasikan
absorban medium yang menunjukkan Medium Berat kering
meningkatnya pertumbuhan mikroalga mikroalga (g)
Scenedesmus dimorphus dibanding kan
dengan BBM. Pada semua perlakuan BBM 0,0641
penambahan LCT, fase lag (adaptasi) tidak
terlalu tampak karena jumlah BBM + LCT1,5 % 0,2116
pertumbuhan biomassa langsung
meningkat setelah hari ke-2. Hal ini dapat BBM + LCT 2,5 % 0,2740
terjadi karena fase lag berlangsung singkat
BBM + LCT 3 % 0,2314
sehingga tidak dapat diamati. Hal ini
membuktikan bahwa sel Scenedesmus Berdasarkan hasil yang didapatkan,
yang diinokulasikan kedalam medium biomassa paling banyak didapatkan dari
limbah cair tahu mampu beradaptasi medium BBM + LCT 2,5% dan biomassa
dengan lingkungan yang baru sehingga paling sedikit dari medium BBM. Hasil ini
mampu membelah sel dengan cepat. Fase berbanding lurus dengan kurva pertumbuh
lag bergantung pada jumlah dan umur an yang didapatkan, dimana medium yang
inokulum serta substrat yang digunakan menghasilkan kurva pertumbuhan tertinggi
sebagai medium [13]. menandakan kepadatan sel yang lebih
Produksi biomassa sangat dipenga besar sehingga jumlah biomassa yang
ruhi oleh kandungan nutrisi dalam didapatkan lebih banyak.
medium. Hal ini dapat dilihat dari mening
katnya nilai absorban dari medium yang
3.3 Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat
ditambahkan limbah cair tahu disbanding
terhadap Kadar Glukosa Mikroalga
kan dengan medium kontrol yaitu BBM
(Bold Bassal Medium) tanpa perlakuan.
Kepadatan sel tertinggi didapatkan pada
medium BBM + LCT 2,5%, ini disebabkan
karena tersedianya nutrien yang dibutuh
kan untuk pertumbuhan limbah cair tahu
dalam jumlah yang cukup seperti nitrogen,
dimana nitrogen merupakan bahan penting
untuk pembelahan sel. Faktor lain yang
mempengaruhi kepadatan sel mikroalga
adalah kandungan ammonia yang tinggi
pada LCT, ammonia terionisasi sehingga Gambar 3.3 Pengaruh konsentrasi asam sulfat
menghasilkan ammonium (NH4+) yang terhadap konsentrasi glukosa
merupakan sumber nutrien bagi mikroalga. Berdasarkan gambar 3.3 dapat
Pada penambahan LCT 3% terjadi dilihat bahwa kadar glukosa hasil hidrolisis
penurunan kepadatan sel, sesuai penelitian dengan menggunakan asam sulfat 5,4%
Dianursanti et al,(2014) bahwa konsentrasi memberikan hasil yang paling baik.
NH3 dalam medium yang melebihi batas Berdasarkan penelitian Osvaldo (2012)
maksimum akan menghambat pertumbuh peningkatan hasil glukosa dipengaruhi oleh
an sel sehingga terjadi penghambatan konsentrasi katalis asam, karena
proses biosintesis protein [8]. Menurut dipengaruhi oleh banyaknya ion H+ pada

4
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

asam dapat memutuskan ikatan glikosida memperpanjang kesempatan asam untuk


yang terdapat pada selulosa [15]. mendegradasi ikatan rantai lurus dan
Sedangkan untuk penggunaan kosentrasi panjang dari 1,4-beta-glukosa pada
asam sulfat yang lebih dari 5,4% selulosa sehingga semakin banyak rantai
mengalami penurunan kadar glukosa ini selulosa dan hemiselulosa yang terurai
disebabkan karena glukosa yang terbentuk menjadi glukosa. Namun pada waktu ke 20
akan terdegradasi lebih lanjut menjadi menit terjadi penurunan kadar glukosa, hal
senyawa turunan glukosa. Beberapa ini disebabkan karena ion H+ pada asam
senyawa yang dapat terbentuk selama telah mencapai titik optimumnya dalam
proses hidrolisis asam encer adalah asetat, melepaskan ikatan rantai glikosidik pada
asam format, formaldehida, fenol, selulosa [18].
hidroksimetilfulfural (HMF), dan senyawa Gambar 3.5 Pengaruh waktu hidrolisis terhadap
lain [16]. konsentrasi glukosa

3.4 Pengaruh Suhu Hidrolisis terhadap


Kadar Glukosa Mikroalga

3.6 Analisis Kadar Glukosa Mikroalga


Biomassa mikroalga paling banyak
Gambar 3.4 Pengaruh suhu hidrolisis terhadap didapatkan pada medium dengan
konsentrasi glukosa penambahan limbah cair tahu 2,5% yang
Hidrolisis selulosa dilakukan pada dipanen pada hari ke 30 (fase
konsentrasi asam 2N dan variasi suhu eksponensial). Biomassa kering dihidrolisis
90oC, 100 oC, 110 oC, 120oC. Gambar 3.4 dengan menggunakan asam sulfat 2N
menunjukkan bahwa suhu 100oC selama 15 menit dengan suhu 100oC,
merupakan suhu optimum hidrolisis kemudian dilakukan pengukuran kadar
mikroalga Scenedesmus dimorphus yang glukosa dengan menggunakan metode
dibuktikan dengan tingginya kadar glukosa Nelson-Somogy dan didapatkan kadar
yang dihasilkan. Wahyudi et al. (2011) glukosa mikroalga Scenedesmus dimorphus
menyatakan bahwa proses hidrolisis 17,313 mg/gram biomassa dengan efisiensi
merupakan reaksi endotermis yang hidrolisis yaitu 74%.
memerlukan panas untuk bereaksi, akan
tetapi apabila suhu terlalu tinggi maka E (%) = massa glukosa * fh * 100
katalis akan menguap yang mengakibatkan
melambatnya reaksi hidrolisis dan akan massa initial * yi
berakibat pada konsentrasi glukosa yang
diperoleh [17]. 4. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
3.5 Pengaruh Waktu Hidrolisis terhadap dilakukan terhadap medium pertumbuhan
Konsentrasi Glukosa Mikroalga mikroalga Scenedesmus dimorphus maka
Hidrolisis dilakukan dengan asam sulfat dapat disimpulkan bahwa medium BBM
konsentrasi 5,4, suhu 100oC, dan variasi yang ditambahkan dengan limbah cair tahu
waktu hidrolisis yaitu 5 menit, 10 menit, (LCT) efektif untuk meningkatkan
15 menit, 20 menit. Pada gambar 4.5 dapat pertumbuhan mikroalga Scenedesmus
dilihat bahwa hidrolisis selama 10 menit dimorphus. limbah cair tahu dengan
dan 15 menit menghasilkan kadar glukosa konsentrasi 2,5% mampu meningkatkan
yang tidak berbeda jauh sehingga untuk pertumbuhan mikroalga Scenedesmus
efisiensi waktu lebih baik menggunakan dimorphus lebih optimal dibandingkan
waktu hidrolisis 10 menit. Lamanya waktu dengan konsentrasi limbah cair tahu
hidrolisis mempengaruhi kadar glukosa lainnya. Kondisi optimum hidrolisis yang
yang dihasilkan ini disebabkan karena menghasilkan kadar karbohidrat tertinggi
semakin lama waktu hidrolisis akan didapatkan dengan menggunakan asam
sulfat konsentrasi 5,4% dengan suhu

5
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

100oC dan waktu hidrolisis 15 menit. [11]. Xiang, Q.et al. Heterogenous Aspect
Kadar glukosa optimum yang didapatkan of Acid Hydrolysis of Cellulose.
dari hasil hidrolisis adalah 17,313 Applied Biochemistry and
mg/gram biomassa kering mikroalga Biotechnology. 2003. 107. Hal 1-3
dengan efisiensi hidrolisis 74%. [12]. Al-Kayyis.; Hasanuk Kiyan.; Hari
Susanti.: Perbandingan Metode
Referensi Somogyi-Nelson dan Anthrone-Sulfat
[1]. Shuba, Eyasu Shumbulo.; Kifle.; pada Penetapan Kadar Gula
Demeke.: Microalgae To Biofuels: Pereduksi dalam Umbi Cilembu
‘Promising’ Alternative and Renewable (Ipomea Batatas L.). Jurnal Farmasi
Energy, Review. Renewable And Sains dan Komunitas. 2016. Hal. 81-
Sustainable Energy Reviews, 2018, 89
81, 743-755. [13]. Lutama, Dawud.; Sugeng Winarso.
[2]. Hyoung, kim kyong.: Bioethanol dkk: Uji Efektifitas Pertumbuhan
Production From Nutrient Stress Spirulina sp pada Limbah Cair Tahu
Induced Microalga Chlorella vulgaris yang Diperkaya Urea dan Super
by Enzymatic Hydrolysis and Phosfat 36 (SP 36). Berkala Ilmiah
Immbolized Yeast Fermentation. Pertanian. Hal. 10
Biortech, 2014.153(10): 47-54. [14]. Widianingsih et al.: Kandungan
[3]. Comparison of pretreatment techno Nutrisi Spirulina platensis yang
logies and fermentation processes of dikultur Pada Media yang Berbeda.
bioethanol from microalgae. Review. Ilmu Kelautan. 2008. Hal.169
Energy Coversation and Management. [15]. Osvaldo, Z. S. et al.: Pengaruh
2018. Halaman 81-94Kee, Phwan Konsentrasi Asam dan Waktu Pada
Chai.: Overview: Proses Hidrolisis dan Fermentasi
[4]. Chaidir, Zulkarnain.; Neri Fadjria.; Pembuatan Bioetanol dari Alang-
Armaini.; Rahadian Zainul.: Isolation alang. 2012. Jurnal Teknik Kimia .No.
and Molecular Identification of 2
Freshwater Microalgae in Maninjau [16]. Taherzadeh, M.; J, Karimi K.: Acid
Lake West Sumatra. Der Pharmacia Based Hydrolysis Processes for
Lettre 2016, 8:1 77- 1 87. Ethanol from Lignocellulosic
[5]. Becker EW.: Microalgae Biotechnology Materials: A Review. BioResources.
and Microbiology. Cambridge: 2007. Hal.472-499
University Press. 1994. Halaman 279. [17]. Wahyudi, et al.: Pengaruh Suhu
[6]. Brown, M.R, et al. Nutritional terhadap Kadar Glukosa dan
Properties Of Microalgae for Konstanta Kecepatan Reaksi pada
Marinculture. Aquaculture, .1997. Hidrolisis Kulit Pisang. Prosiding
151, hal.315-331. Seminar Nasional Teknik Kimia. 2011.
[7]. S.F. Hadiwigeno.; Cholik.; F. Hal.1-6
Sukardi.: Peranan bioteknologi [18]. Qaisum, Fajrina.: Hidrolisis Mikroalga
mikroalga dalam rangka menunjang Tetraselmis Chui Menjadi Glukosa
pengembangan industri perikanan. Menggunakan Solvent Asam Sulfat
Prosiding Seminar Nasional dengan Variasi Waktu Universitas
Bioteknologi Mikroalga.Bogor. 1995, Riau.2015. Hal. 87-91
7-17.
[8]. Dianursanti, Baharuddin Taufiq
Ryzkitana.; Moh. Teguh Gumelar.:
Industrial Tofu Wastewater as a
Cultivation Medium of Microalgae
Chlorella vulgaris .Energy Procedia.
2014. Hal. 56-61
[9]. W.S. Agustini, N.W.S.; D.
Susilaningsih.: Pertumbuhan
Mikroalga Scenedesmus sp. dalam
Limbah Cair Tahu dan Tapioka.
Prosiding Seminar Biologi XIV &
Kongres Nasional Biologi XI. Jakarta.
1997.Hal. 281-287
[10]. Handayani, Sri Seno et al. Fermentasi
Glukosa Hasil Hidrolisis Buah Kumbi
Untuk Bahan Baku Bioetanol. Jurnal
Pijar Kimia. 2016. Hal. 28-33

6
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

PENGARUH FITOHORMON INDOLE-3-BUTYRIC ACID DAN


VITAMIN C TERHADAP KANDUNGAN LIPID MIKROALGA
Chlorella vulgaris UNTUK BAHAN BAKU BIODIESEL
Marniati Salim*, Zulkarnain Chaidir, Hafizhatul Ilmi
Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang,
25163 Indonesia
*Author, Email: bundosalim@gmail.com

Abstrak: Mikroalga merupakan salah satu sumber bahan baku produksi biodisel yang sangat
potensial karena dapat menghasilkan lipid secara cepat. Mikroalga yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Chlorella vulgaris yang dikultur dengan variasi medium berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan biomassa dan kandungan lipid dari mikroalga
dengan penambahan fitohormon Indole-3-Butyric Acid (IBA) dan vitamin C. Mikroalga dikultur
dalam medium dengan penambahan variasi konsentrasi IBA yaitu (1,5 mg/L; 2 mg/L dan 2,5
mg/L) dan variasi penambahan vitamin C (4 mg/L, 6 mg/L dan 8 mg/L). Hasil penelitian
menunjukkan IBA dan vitamin C dapat meningkatkan pertumbuhan mikroalga Chlorella
vulgaris, yaitu pada medium D (BBM + IBA 2,5 mg/L) menghasilkan biomassa optimum
sebesar 0,1048 gram. Pada penambahan vitamin C, pertumbuhan optimum terdapat pada
medium G (BBM + Vitamin C 8 mg/L) yaitu sebesar 0,1553 gram. Persentase kandungan lipid
tertinggi pada variasi medium IBA dan vitamin C berturut-turut adalah 5,8 % (BBM + IBA 2,5
mg/L) dan 7,5% (BBM + Vitamin C 6 mg/L). Berdasarkan analisis FAME dengan GC-MS, jenis
asam lemak yang dominan adalah asam palmitat .

Kata Kunci: Biodiesel, Chlorella vulgaris, fitohormon, Indole-3-Butyric Acid, vitamin C.

1. Pendahuluan bersumber dari lipid nabati seperti minyak


Pertumbuhan penduduk yang pesat dan kelapa sawit dan minyak jarak yang dapat
kemajuan teknologi menyebabkan diolah menjadi biodiesel melalui proses
kebutuhan energi global semakin transesterifikasi 3.
meningkat. Hampir setiap sarana dan Konversi bahan pangan menjadi
prasarana penunjang kehidupan manusia biodiesel akan menimbulkan persaingan
digerakkan oleh energi. Meningkatnya bahan baku untuk konsumsi pangan
kebutuhan energi menyebabkan sumber sehari-hari dengan konsumsi biodiesel.
energi semakin berkurang, terutama Bahan Bahan pangan seperti kelapa sawit
Bakar Minyak (BBM). Sampai saat ini, membutuhkan area pertanian yang luas
energi sebagai penggerak roda sehingga biaya produksi mahal. Disisi lain,
perekonomian manusia masih berasal dari kebutuhan minyak diesel yang tinggi
energi fosil yang tidak dapat diperbaharui 1. otomatis membutuhkan bahan baku dalam
Proses pembakaran bahan bakar fosil jumlah yang besar pula sehingga biaya
menghasilkan efek yang kurang baik bagi produksi meningkat. Salah satu bahan
lingkungan dan kesehatan seperti efek baku yang berpotensi untuk menurunkan
green house, dikarenakan kandungan biaya produksi biodiesel adalah mikroalga,
karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO- karena memiliki kandungan lipid tinggi
2), dan oksida nitrogen (NOX) . Mengatasi
2 serta lebih mudah dikembangkan pada
permasalahan ini, perlu adanya sumber area yang lebih kecil 4,5.
energi alternatif yang dapat diperbaharui, Mikroalga merupakan sumber yang
ekonomis dan ramah lingkungan. dapat diperbaharui dan dapat mengurangi
Biofuel merupakan sumber alternatif emisi gas CO2 jika diolah sebagai bahan
yang bisa menggantikan sumber energi bakar2. Kandungan minyak mikroalga yang
fosil. Biofuel dapat dihasilkan dari cukup tinggi menjadi salah satu alasan
biomassa yang dapat dikonversi menjadi pengembangan biodiesel dari mikroalga 5.
bioetanol dan biodiesel. Biodiesel adalah Menurut Mata (2010) persentase
sejenis bahan bakar yang termasuk kandungan lipid mikroalga mulai dari 1,9%
kedalam kelompok bahan bakar nabati bahkan ada yang mencapai 75% dari berat
(BBN). Berbagai penelitian telah banyak kering biomassa. Salah satu mikroalga
melaporkan produksi biodiesel yang yang memiliki kandungan lipid yang tinggi

7
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

adalah Chlorella vulgaris, yaitu mencapai 5- Volume penggunaan untuk fitohormon ini
58 %. Namun, potensi mikroalga sebagai adalah 1 mL/L.
sumber biodiesel belum layak secara 2.3.3 Pembuatan Larutan Induk Vitamin C
ekonomi, karena rendahnya hasil biomassa Vitamin C ditimbang sebanyak 10 mg
dan lipid yang dihasilkan 5. kemudian dilarutkan dengan akuades steril
Beberapa penelitian telah dilakukan pada labu 100 mL menjadi konsentrasi 100
untuk meningkatkan biomassa dan mg/L. Kemudian dilakukan pengenceran
kandungan lipid mikroalga yaitu dengan menjadi untuk mendapatkan konsentrasi
penggunaan fitohormon dan antioksidan. 4;6;8 mg/L. Volume penggunaan
Berdasarkan penelitian Parsaemehr (2017) darivitamin C yaitu 1mL/L.
telah dilakukan induksi beberapa senyawa 2.3.4 Medium Pertumbuhan Mikroalga
fitohormon auksin dan sitokinin Chlorella vulgaris
(BAP,Kin,IBA, NAA, 2,4-D, MeJA, SA, dan
Eth) serta antioksidan (Cath, Vitamin C, Tabel 2.1 Komposisi medium yang
PG, dan BHA) untuk memanipulasi digunakan
pertumbuhan mikroalga Chlorella Medium Komposisi
protothecoides6. Pada penelitian ini A BBM
digunakan mikroalga Chlorella vulgaris B BBM + IBA 1,5 mg/L
karena Chlorella vulgaris memiliki potensi C BBM + IBA 2 mg/L
sebagai bahan baku biodiesel dengan D BBM + IBA 2,5 mg/L
kandungan lipid yang tinggi. Disamping E BBM + Vitamin C 4 mg/L
itu, belum ada laporan mengenai Chlorella F BBM + Vitamin C 6 mg/L
vulgaris yang ditambahkan fitohormon G BBM + Vitamin C 8 mg/L
Indole -3-Butyric Acid (IBA) dan antioksidan
vitamin C untuk mendapatkan biomassa 2.3.5 Kultivasi Mikroalga Chlorella vulgaris
dan kandungan lipid maksimum. Mikroalga Chlorella vulgaris dikultur pada
medium A, B, C, D, E, F, dan G dalam botol
2. Metodologi Penelitian kaca 500 mL pada kondisi yang sama. Bibit
2.1 Alat yang digunakan 1: 9 dari volume kultur.
Peralatan yang digunakan yaitu Setiap hari dilakukan sampling kultur
perlengkapan kultivasi (pompa akuarium, dengan mengukur nilai Optical Density
selang akuarium, botol kaca 500 mL, karet, (OD) menggunakan spektrofotometer UV-
plastik), peralatan gelas, botol vial, Vis pada panjang gelombang 450 nm.
spektrofotometer Visible, sentrifuge, oven, 2.3.6 Pemanenan dan Pengeringan
autoclave, freezer, mikroskop cahaya, Chlorella vulgaris dipanen pada akhir fase
hotplate, magnetik bar, neraca analitis, eksponensial dengan metoda sentrifuge.
aluminium foil, plastik wrap, GC-MS. Kultur BBM yang divariasikan dengan IBA
dipanen pada hari ke-6, sedangkan kultur
2.2 Bahan variasi dengan vitamin C dipanen pada hari
Bahan-bahan yang digunakan dalam ke-7.
penelitian ini yaitu isolat mikroalga 2.3.7 Ekstraksi Lipid
Chlorella vulgaris, medium BBM (NaNO3, Proses ekstraksi dilakukan dengan
CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, K2HPO4, menggunakan metode maserasi
KH2PO4, NaCl, EDTA, KOH, FeSO4.7H2O, menggunakan pelarut heksan dengan
H2SO4, H3BO2, ZnSO4.7H2O, MnCl2.4H2O, volume 10 ml untuk 0,1 g biomassa kering
MoO3, Co(NO3)2.6H2O, CuSO4.5H2O), lalu di shaker selama 24 jam. Biomassa
metanol, heksan, H2SO4, asam askorbat, dan supernatan dipisahkan dengan
IBA (Indole 3 Butyric Acid). sentrifuge pada kecepatan 3000 rpm
selama 20 menit. Pelarut diuapkan dan
2.3 Prosedur Penelitian didapatkan lipidnya. Proses ekstraksi
2.3.1 Pengamatan Sel Mikroalga Chlorella diulangi beberapa kali 7.
vulgaris 2.3.8 Proses transesterifikasi
Sel mikroalga Chlorella vulgaris diamati Proses transesterifikasi menggunakan
dengan menggunakan mikroskop cahaya methanol dan H2SO4 96% sebagai katalis
perbedsaran 400x. dengan perbandingan molar dari alkohol/
2.3.2 Pembuatan Larutan Induk IBA (Indole lipid yaitu 10:1. Reaksi dilakukan pada
3 Butyric Acid). suhu 60°C di bawah pengadukan konstan
Sebanyak 10 mg IBA ditimbang dan selama 1,5 jam 8.
dilarutkan dalam akuades sebanyak 100 2.3.9 Analisis Asam Lemak dan Metil Ester
mL menjadi konsentrasi 100 mg/L. Asam Lemak (FAME) dengan GC- MS
Kemudian dilakukan pengenceran untuk Metil ester kemudian di analisis
mendapatkan konsentrasi 1,5;2;2,5 mg/L. menggunakan GC-MS dengan kondisi

8
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

sebagai berikut: gas yang digunakan Kurva pertumbuhan menunjukkan,


sebagai fase gerak adalah gas helium. pada medium A, B, C dan D mikroalga
Kolom yang digunakan adalah kolom DB-5 tidak mengalami fase adaptasi. Pada hari
dengan aliran 2,03 mL/menit. Suhu oven ke-1 mikroalga langsung mengalami
kromatografi gas di program dari 50oC kenaikan nilai OD yang menandakan fase
dibiarkan konstan selama 2 menit, adaptasi mikroalga berlangsung cepat atau
kemudian dinaikkan hingga 250oC dengan kurang dari 24 jam, karena sel-sel yang
kecepatan 50oC setiap 5 menit. Suhu diinokulasikan berasal dari kultur yang
injektor diatur 250oC. Data dicatat dan berada dalam fase eksponensial. Akbar
dianalisis dengan perangkat lunak GC-MS (2008) mengemukakan bahwa fase adaptasi
Real Time Analysis 9. juga ditentukan oleh medium dan
lingkungan pertumbuhan. Sel yang
3. Hasil dan Diskusi ditempatkan dalam medium dan
3.1 Morfologi Mikroalga Chlorella vulgaris lingkungan pertumbuhan sama seperti
Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa medium dan lingkungan sebelumnya, tidak
mikroalga yang terdapat pada kultur tidak diperlukan waktu adaptasi yang lama 10.
terkontaminasi ditunjukkan dengan hanya Berdasarkan nilai absorban pada
terdapat 1 jenis spesies mikroalga pada masing-masing medium kultur, terjadi
kultur. serapan tertinggi pada hari ke-6.
Pertumbuhan dengan media BBM,
mengalami fase stationer sampai hari ke-7
setelah mencapai puncak serapan
tertinggi pada hari ke-6. Pada medium
pertumbuhan yang ditambahkan
fitohormon IBA, mikroalga tidak
mengalami fase stasioner setelah
mencapai fase eksponensial. Mikroalga
Gambar 3.1 Morfologi mikroalga Chlorella cenderung menuju fase kematian, hal ini
vulgaris pada kultur disebabkan mikroalga tidak tahan pada
kondisi kritis sehingga langsung
3.2 Kurva Pertumbuhan Mikroalga Pada mengalami penurunan absorban10.
Medium BBM + IBA Kondisi kritis pada kultur mikroalga
berkaitan dengan berkurangnya sejumlah
besar nutrisi dan akumulasi senyawa-
senyawa sisa metabolisme 11.
Kurva pertumbuhan mengalami
kenaikan dan penurunan absorban, hal ini
disebabkan karena cahaya yang digunakan
hanya cahaya ruang. Berdasarkan
penelitian Salim (2015) kultur dengan
penyinaran lampu 2500 lux memiliki laju
pertumbuhan lebih baik dibandingkan
cahaya matahari karena intensitas cahaya
lampu lebih besar dibandingkan cahaya
Gambar 3.2 Kurva pertumbuhan mikroalga
matahari yang berkisar dari 1500 lux –
Chlorella vulgaris pada medium yang 1800 lux12.
divariasikan dengan IBA. 3.3 Kurva Pertumbuhan Mikroalga Pada
Medium BBM + IBA
Berdasarkan kurva pertumbuhan di Kurva pertumbuhan pada Gambar 3.3
atas dinyatakan bahwa dengan menunjukkan bahwa pertumbuhan
penambahan fitohormon IBA pada medium mikroalga yang dikultivasi dengan
BBM dengan konsentrasi 1,5 mg/L, 2 penambahan vitamin C tidak mengalami
mg/L, 2,5 mg/L dapat meningkatkan fase adaptasi, sama hal nya dengan variasi
pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris. IBA bahwa fase adaptasi berlangsung
Medium D (BBM + IBA 2,5 mg/L) kurang dari 24 jam10.
menghasilkan nilai absorban paling tinggi
pada akhir fase eksponensial yaitu
mencapai nilai absorban (0,409). Hal ini
dipengaruhi oleh konsentrasi yang berbeda
dari fitohormon sehingga kinerja nitrogen
pada masing-masing medium juga berbeda.

9
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Berdasarkan diagram diatas, dapat


dinyatakan bahwa bobot biomassa
berbanding lurus dengan konsentrasi
fitohormon IBA yang ditambahkan.
Biomassa paling besar didapatkan pada
penambahan IBA konsentrasi 2,5 mg/L
sebesar 0,1048 gram. Semakin besar
konsentrasi IBA yang ditambahkan, maka
semakin banyak biomassa yang dihasilkan
karena adanya kandungan nitrogen
tambahan untuk mikroalga. Nitrogen
merupakan zat yang diperlukan untuk
Gambar 3.3 Kurva Pertumbuhan Mikroalga pembentukan klorofil yang dibutuhkan
Chlorella vulgaris pada medium yang dalam proses fotosintesis. Semakin banyak
divariasikan dengan vitamin C. proses fotosintesis, maka proses
Pada hari ke-0 sampai hari ke-3, pembelahan sel akan semakin cepat
mikroalga langsung mengalami fase sehingga biomassa juga akan semakin
eksponensial, kemudian mengalami banyak 13.
peningkatan absorban sampai hari ke-7. Induksi IBA dapat mengaktivasi
Hari ke-7 merupakan puncak serapan pompa proton (ion H+) yang terletak pada
tertinggi yang menandakan akhir fase membran plasma sehingga menyebabkan
eksponensial mikroalga Chlorella vulgaris. pH pada bagian dinding sel lebih rendah
Namun, pada fase ini mikroalga tidak dari biasanya. Aktifnya pompa proton
tahan pada kondisi kritis, sehingga tersebut dapat memutuskan ikatan
langsung mengalami penurunan absorban. hidrogen. Putusnya ikatan hidrogen
Mikroalga Chlorella vulgaris dipanen menyebabkan dinding sel mudah meregang
pada hari ke-7 untuk mendapat lipid yang yang mengakibatkan tekanan dinding sel
optimal. Pada fase ini mikroalga aktif akan menurun sehingga terjadilah proses
memperbanyak sel dan merupakan kondisi pelenturan sel. pH rendah juga dapat
optimum metabolit primer yang ada pada mengaktivasi enzim tertentu pada dinding
mikroalga, seperti karbohidrat, protein dan sel yang dapat mendegradasi bermacam-
lipid 1. macam protein yang menyebar pada
Pengaruh penambahan vitamin C pada dinding sel yang lunak dan lentur,
kultur memberikan peningkatan yang sehingga pembentangan dan pembesaran
paling besar pada medium G sel dapat terjadi yang diikuti oleh
(BBM+Vitamin C 8 mg/L), dibandingkan pembelahan sel mikroalga 14.
medium lainnya. Kurva tersebut Pengaruh konsentrasi IBA terhadap
menunjukkan bahwa vitamin C mampu kadar lipid mikroalga menunjukkan hasil
mempercepat pertumbuhan sehingga yang sebanding. Persentase lipid semakin
meningkatkan kepadatan sel mikroalga meningkat dengan adanya penambahan
Chlorella vulgaris karna adanya pengaruh fitohormon IBA. Persentase lipid paling
vitamin C yang membantu proses tinggi pada penambahan fitohormon IBA
fotosintesis 5. pada konsentrasi 2,5 mg/L sebesar 5,8%.
3.4 Pengaruh Konsentrasi Indole Butyric Hal ini disebabkan karena, hormon IBA
Acid (IBA) Terhadap Biomassa dan memiliki kandungan nitrogen yang
Kandungan Lipid berfungsi sebagai sumber produksi protein
yang akan diubah dalam bentuk asam
piruvat, kemudian dirubah menjadi asetil
KoA yang menjadi sumber biosintesis lipid
pada mikroalga. Bertambahnya komposisi
fitohormon IBA akan meningkatkan
persentase lipid pada mikroalga 13.
3.5 Pengaruh Konsentrasi Vitamin C
Terhadap Biomassa dan Kandungan
Lipid
Pada Gambar 3.5 menyatakan konsentrasi
vitamin C yang ditambahkan dapat
meningkatkan bobot biomassa pada
Gambar 3.4 Pengaruh Konsentrasi Indole konsentrasi tertentu. Kultur dengan
Butyric Acid (IBA) terhadap Biomassa dan BBM+vitamin C 8 mg/L menghasilkan
Kandungan Lipid. biomassa terbanyak yaitu sebesar 0,1553
gram. Semakin besar konsentrasi vitamin C
10
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

yang ditambahkan, maka biomassa yang kandungan lipid pada konsentrasi 8 mg/L
dihasilkan juga semakin banyak. Hal ini mengalami penurunan menjadi 6%. Hal
disebabkan karena vitamin C memiliki ini dimungkinkan adanya senyawa
sumber karbon yang dapat digunakan metabolit sekunder lain yang ikut larut
mikroalga sebagai sumber fotosintesis. dalam heksan, mengingat proses ekstraksi
Disamping nitrogen sebagai nutrisi lipid menggunakan metoda maserasi yang
tambahan, karbon juga dapat sederhana. Jika dibandingkan dengan
meningkatkan biomassa mikroalga. Dalam kurva pertumbuhan, medium G
proses fotosintesis, mikroalga (BBM+vitamin C 8 mg/L) optimum
menggunakan karbon sebagai sumber meningkatkan pertumbuhan mikroalga
untuk pertumbuhan. Semakin besar namun mengalami penurunan persentase
konsentrasi vitamin C, maka jumlah lipid. Hal ini disebabkan karna vitamin C
karbon tambahan untuk fotosintesis bersifat sebagai antioksidan, dengan
semakin banyak. Proses fotosintesis dapat penambahan vitamin C 8 mg/L mikroalga
berjalan cepat sehingga kepadatan sel juga mampu bertahan dari kondisi stress
meningkat 10. lingkungan sehingga pertumbuhannya
tidak terganggu.

3.6 Analisis Fatty Acid Metil Ester (FAME)


Chlorella vulgaris
Tabel 3.1. Profil Fatty Acid Methyl Ester
(FAME) dari lipid mikroalga Chlorella
vulgaris
No Metil ester Asam Lemak %
Area
1 Metil Asam laurat 0,10
dodekanoat (C12:0)
2 Metil Asam 0,44
pentadekanoat pentadekanoat
(C15:1)
3 Metil Asam palmitat 9,93
Gambar 3.5 Pengaruh Konsentrasi Vitamin heksadekanoat (C16:0)
C terhadap Biomassa dan Kandungan 4 Metil 9- Asam 2,52
Lipid. heksadekanoat palmitoleat
(C16:1)
Disamping itu, vitamin C juga dapat 5 Metil Asam stearat 1,60
membantu proses fotosintesis dengan oktadekanoat (18:0)
menyumbangkan elektron dan 6 Metil Asam oleat 1,60
meningkatkan kinerja fotosistem. Pada oktadekanoat (C18:1)
saat fotosistem tidak aktif bekerja pada 7 Metil 9,12- Asam linoleat 5,60
kondisi stress, vitamin C akan oktadekadieno (C18:2)
at
mendonorkan elektron sehingga mampu
8 Metil Asam behenik 0,19
mengembalikan fungsi dari fotosistem dan dokosanoat (C22:0)
menjaga agar proses aliran elektron tetap 9 Metil Asam 0,12
berlangsung 13. trikosanoat trikosilik
Selanjutnya dilakukan ekstraksi lipid (C23:0)
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi 10 Metil Asam 0,07
terhadap kandungan lipid mikroalga tetrakosenoat lignoserik
Chlorella vulgaris. Metode ekstraksi yang (C24:0)
digunakan adalah metode maserasi dengan
pelarut heksan. Selain itu, proses ekstraksi Profil asam lemak yang didapatkan
juga dibantu dengan sonikator untuk beragam, mulai dari SFA (Saturated Fatty
mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih Acid), MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid)
sempurna. Adanya gelombang ultrasonik dan PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid). SFA
yang dialirkan dapat merusak dan (Saturated Fatty Acid) dan MUFA (Mono
memecah dinding sel mikroalga sehingga Unsaturated Fatty Acid) merupakan asam
proses ekstraksi lebih cepat dan lemak yang cocok untuk produksi biodisel,
sempurna3. karena tidak menurunkan angka setana,
Pada Gambar 3,5, persentase sedangkan PUFA (Poly Unsaturated Fatty
kandungan lipid tertinggi yaitu pada Acid) dapat menyebabkan penurunan angka
medium F (BBM+Vitamin C 6 mg/L) setana karena memiliki ikatan rangkap
dengan persentase kandungan lipid pada rantai karbonnya16. Asam linoleat
sebesar 7,5 % sedangkan persentase (C18:2) adalah asam lemak omega-6 yang

11
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

termasuk asam lemak esensial untuk alpha-linolenic acid for biodiesel


manusia, sehingga berpotensi sebagai production. Algal Research 2017, 26,
makanan fungsional3. Tabel 3.1 312–322.
menunjukkan jenis asam lemak yang [7] Melanie, Susiana.; Diini Fithriani.:
dominan pada lipid Chlorella vulgaris adalah Rendemen Minyak dari
asam palmitat (C16:0), asam linoleat (C18:2) Mikroalga Spirulina Sp. dan Chlorella
dan asam palmitoleat (C16:1) Sp. dengan Teknik Pemecahan
Dinding Sel. Balai Besar Penelitian
4. Kesimpulan dan Pengembangan Pengolahan
Berdasarkan penelitian yang telah Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
dilakukan pada medium pertumbuhan Perikanan 2015, 1, 61-70.
mikroalga Chlorella vulgaris, dapat [8] Al-Iwayzy, S.; Yusaf,T.; Al-Juboori, R.:
disimpulkan bahwa penambahan Biofuels from The Fresh Water
fitohormon IBA dan vitamin C dapat Microalgae Chlorella vulgaris (FWM-
meningkatkan pertumbuhan biomassa CV) for Diesel Engines. Energies ISSN
dan kadar lipid pada konsentrasi tertentu. 2014, 4, 176-183.
Persentase lipid tertinggi didapatkan [9] Azka, Aulia; Nurjanah; Agoes M.J.:
dalam medium F (BBM + vitamin C 6 Profile of Fatty Acids,Amino
mg/L) yaitu sebesar 7,5% sedangkan Acids,Caretenoid Total, and α-
dengan penambahan IBA kandungan lipid Tocopherol from Flying Fish Eggs.
terbesar didapatkan pada konsentrasi 2,5 JPHPI 2015,18 (3), 252.
mg/L yaitu sebesar 5,8%. Berdasarkan [10] Akbar, T.M.: Pengaruh Cahaya
hasil analisa dengan GC-MS, jenis asam Terhadap Senyawa Antibakteri dari
lemak dominan pada mikroalga yang Chaetoceros gracils. Skripsi, Fakultas
dikultur pada medium F adalah asam Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB,
palmitat (C16:0) dan asam stearat (18:0) Bogor, 2008.
yang berpotensi sebagai biodiesel. [11] Chaidir, Z.; Elida Mardiah; Nasrul
Zuwardi: Isolasi Mikroalga dari
5. Ucapan Terima Kasih Perairan Air Tawar di Aliran Sungai
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Daerah Lubuk Minturun yang
analis dan rekan-rekan yang telah Berpotensi untuk Produksi Biodiesel.
membantu dalam pelaksanaan penelitian Jurnal Kimia Unand 2015, 4 (2): 36-
di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia 41.
Universitas Andalas. [12] Salim, Marniati; Zulkarnain Chaidir;
Rini Yulia Ekanastiti: Variasi
Referensi Penambahan Konsentrasi Nitrogen
Pada Produksi Lipid Dari Mikroalga
[1] Amini, Sri.; Rini, S.: Produksi Dunaliella Salina Untuk Bahan Baku
Biodiesel dari Mikroalga Botryococcus Biodiesel. Jurnal Kimia Unand 2015,
braunii. Squalen 2010, 5, 23-32. 4 (4): 53-59.
[2] Patil, V.; Tran, K.Q.; Giselrod, H.R.: [13] Bellou, S and G. Aggelis.: Biochemical
Towards sustainable production of Activities in Chlorella sp and
biodiesels from microalgae. Int. J. Mol. Nannochloropsis salina During Lipid
Sci 2008, 9, 1158–1195. and Sugar Synthesis in a Lab Scale
[3] M.H, Young.; H, Lee.; C, Lee.; J, Open Pound Simulating Reactor.
Kang.; et.al.: An intregative process Jurnal Biotechnology 2013, 1, 1-12.
for obtaining lipids and glucose from [14] Shofiana, Arini; Yuni, S.R.; Lukas,
Chlorella vulgaris biomass with single S.B.: Pengaruh Pemberian Berbagai
treatment of cell disruption. Algal Konsentrasi Hormon IBA (Indole
Research 2017, 27, 286-294. Butyyric Acid) terhadap Pertumbuhan
[4] Chisti, Y.; Biodiesel Form Akar pada Stek Batang Tanaman
Microalgae. Biotechnol Advances Buah Naga (Hylocereus undatus).
2007, 25, 294 –306. Lentera Biologi 2013, 2 (1), 101-105.
[5] Mata, T.M.; Anto´ nio A.; Martins, [15] Ivanov, B.N.: Role Of Ascorbic Acid in
Nidia.; S. Caetano.; 2010. Microalgae
Photosynthesis. Review Biokhimiya
for Biodiesel Production and Other
2014, 79, 282-289.
Applications: A review. Renewable
[16] Zahir, F.N.: Peningkatan Produksi
and Sustainable Energy Reviews
Biomassa Chlorella vulgaris dengan
2010, 14, 217-232.
Perlakuan Mikrofiltrasi Pada Sirkulasi
[6] Parsaeimehr, Ali, et.al.: A chemical
Aliran Medium Kultur Sebagai Bahan
approach to manipulate the algal
Baku Biodiesel. Skripsi, Fakultas
growth, lipid content and high value

12
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Teknik, Universitas Indonesia, 2011,


6-7.

13
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

ISOLASI DAN KARAKTERISASI TRITERPENOID DARI EKSTRAK


ETIL ASETAT DAUN JARAK MERAH
(Jatropha gossypifolia Linn)
Norman Ferdinal, Bustanul Arifin, Nurjelita*

Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas
*E-mail: nurjelita20@gmail.com

Abstrak: Isolation and purification of triterpenoid compound from jarak merah (Jatropha
gossypofilia Linn) leaves ethyl acetate extract was done by cromatography method. Isolation
was done by silica gel stationary as stationary phase and eluted with SGP (step gradient
polarity). The results of column chromatography separation in E fraction, positively contain
triterpenoid and giving single simple spot on thin layer chromatography plat so purification
was done with recrystallization. The isolation compound was white-solids melted at the
temperatures of 134°C-135°C, it yields triterpenoid compound to testify with Liebermann-
Burchard (LB) on the thin layer chromatography plate giving single stain purplish red spot. The
compound pure was characterized using spectroscopy method. The UV spectrum isolation
compound in methanol solvents showed the existance of maximum uptake of double bond at
λmax = 204 nm. The IR spectrum showed the existance of characteristics of triterpenoid
compounds was geminal dimethyl and also absorptions OH, C-H alifatik, C=C, dan C-O.

Kata Kunci: Jatropha gossypifolia Linn, triterpenoid, UV, IR

1. Pendahuluan Penelitian sebelumnya melaporkan


Jarak merah (Jatropha gossypifolia Linn) bahwa ekstrak etil asetat daun jarak merah
termasuk kedalam famili Euphorbiaceae, bagus sebagai antioksidan menggunakan
yang dapat tumbuh pada negara beriklim metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)
tropis [1]. Secara tradisional, tumbuhan ini dengan nilai IC50 sebesar 57,248 mg/L.
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai Dan juga bersifat toksik dengan nilai LC50
obat penurun panas, pencahar, diare, sebesar 123,310 mg/L menggunakan
rematik, penyakit kulit, keseleo, luka, metode Brine Shrimp Lethality Test [14].
kanker kulit, mimisan, dan sakit gusi [2-5]. Pada penelitian ini telah diisolasi
Tumbuhan jarak merah di Indonesia senyawa triterpenoid dari ekstrak etil asetat
tidak hanya sebagai obat tradisional, tapi daun jarak merah dan dikarakterisasi
juga dimanfaatkan sebagai bahan alternatif menggunakan UV serta IR.
dalam pengendalian keong Oncomelania
hupensis lindoensis yang menyebarkan 2. Metode Penelitian
penyakit schistosomiasis [6]. 2.1 Alat
Manfaat tumbuhan jarak merah Peralatan yang digunakan saat penelitian
dipengaruhi oleh kandungan senyawa adalah seperangkat alat distilasi, oven,
metabolit sekunder didalamnya, sehingga botol reagen gelap, kolom kromatografi,
penelitian sebelumnya melaporkan bahwa botol vial 10 mL dan 100 mL, spektroskopi
tumbuhan tersebut memiliki bioktivitas UV-Vis, spektroskopi FT-IR, neraca
sebagai antioksidan, anti-inflamasi, analitik, melting point apparatus, tabung
analgesik, antihipertensi, antiophidian, reaksi, rak tabung reaski, desikator,
antipiretik, antibiotik, antianemik, chamber, pipet tetes, spatula, pipa kapiler,
antidiabetik, antihemoragik dan antibakteri lampu UV (λ 254 nm dan 365 nm) sebagai
[7-11]. Adapun kandungan senyawa penampak noda, dan peralatan gelas
metabolit sekunder yang terdapat dalam lainnya yang umum digunakan di
jarak merah yang dilaporkan adalah Laboratorium.
alkaloid, kumarin, steroid, saponin, tanin,
flavonoid, fenolik, dan triterpenoid [10,12]. 2.2 Bahan
Menurut Tinto (1992), isolasi ekstrak Bahan yang digunakan dalam penelitian
etanol daun jarak merah mengandung dua adalah ekstrak etil asetat daun jarak merah
senyawa triterpenoid yaitu (2α,13α,14β, (Jatropha gossypifolia L.) yang digunakan
20S)-2,24,25-trihydroxylanost-7-en-(3-one) sebagai sampel diperoleh dari penelitian
dan (13α,14β,20S)-2,24,25-trihydroxylanost Yongki Vernando [14]. Pelarut organik yang
-1,7 -diene-(3-one) dengan titik lelehnya sudah didestilasi (n-heksana, EtAOc, dan
sebesar 118°C -120°C [13]. MeOH), akuades, HCl pekat, CHCl3,
kloroform-amoniak 0,05 M, H2SO4 2 N,

14
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

bubuk Mg dan pereaksi FeCl3. Anhidrida b) Uji Fenolik


asetat dan H2SO4 pekat untuk membuat Sampel ditambahkan pereaksi FeCl3 5%,
pereaksi Liebermann-Burchard (LB). apabila terbentuk warna larutan hijau
Sedangkan KI dan HgCl2 sebagai kehitaman positif mengandung fenolik.
pembuatan pereaksi Mayer. Fasa diam
yang digunakan untuk kolom kromatografi c) Uji Flavonoid
yaitu silika gel (0,063 - 0,200 mm). Pada Uji flavonoid dilakukan dengan sianidin
analisis kromatografi lapis tipis digunakan test, dimana sampel ditambahkan HCl
plat KLT (silika gel 60 F254) dan uap I2 pekat dan beberapa bubuk Mg. Apabila
untuk penampak noda. Bahan yang terbentuk warna merah-jingga, positif
digunakan sebagai penunjang percobaan, mengnadung flavonoid.
yaitu kapas dan aluminium voil.
d) Uji Saponin
2.3 Prosedur penelitian Uji saponin dilakukan dengan mengaduk
2.3.1 Persiapan reagen lapisan air dalam tabung reaksi bila busa
a) Pereaksi Liebermann-Burchard (LB) tidak hilang saat penambahan HCl pekat
Anhidrida asetat dan H2SO4 pekat maka sampel positif mengandung saponin.
dicampurkan secara perlahan-lahan
kedalam labu ukur 100 mL masing-masing e) Uji Alkaloid
sebanyak 5 mL, lalu diencerkan dengan Sampel ditambah 10 mL CHCl3 dan 10 mL
pelarut etanol hingga volume 100 mL. klorofrom-amoniak 0,05 M kemudian
diaduk. Campuran dimasukkan kedalam
b) Pereaksi FeCl3 5% tabung reaksi dan ditambahkan 1 mL
FeCl3 ditimbang sebanyak 5 gram dan H2SO4 2 N, lalu diaduk dan didiamkan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan
kemudian encerkan dengan akuades asam ditambahkan beberapa tetes pereaksi
hingga volume 100 mL. Mayer, apabila terbentuk endapan putih
maka positif mengandung alkaloid.
c) Pereaksi Mayer
HgCl2 ditimbang sebanyak 1,36 gram dan 2.3.3 Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder
diencerkan dengan akuades hingga tanda Senyawa metabolit sekunder dari ekstrak
batas dalam labu ukur 100 mL (larutan 1). etil asetat dipisahkan dengan kolom
Kemudian KI sebanyak 3 gram diencerkan kromatografi. Sebelum dipisahkan terlebih
sampai tanda batas dengan akuades dalam dahulu dilakukan uji kromatografi lapis
labu ukur 100 mL lainnya (larutan 2). tipis (KLT) dengan beberapa perbandingan
Selanjutnya larutan 1 dipipet 60 mL dan eluen untuk menentukan sistem elusi yang
dicampurkan dengan 10 mL larutan 2 digunakan dalam kromatografi kolom yaitu
kedalam labu ukur 100 mL baru step gradient polarity (SGP).
diencerkan dengan akuades hingga tanda Sampel dipreabsorbsi sebelum
batas. dimasukkan kedalam kolom kromatografi
dengan dicampurkan silika gel (1:1) hingga
d) H2SO4 2 N homogen dan berbentuk bubuk, kemudian
H2SO4 pekat sebanyak 13,9 mL dimasukkan dalam kromatografi kolom
dimasukkan ke dalam 100 mL gelas piala yang telah berisi silika. Selanjutnya dielusi
yang telah berisi akuades secara perlahan, menggunakan pelarut yang tingkat
kemudian diencerkan dalam labu ukur 250 kepolarannya berbeda yaitu n-heksan
mL hingga tanda batas. 100%, n-heksan : EtAOc, EtAOc 100%,
EtAOc : MeOH dan MeOH 100%.
2.3.2 Uji Skrining Fitokimia Hasil kromatografi kolom tersebut
Ekstrak etil asetat daun jarak merah diperoleh 16 fraksi (A-P), kemudian
diidentifikasi senyawa metabolit sekunder dilakukan pemurnian terhadap fraksi E
yang terkandung didalamnya dengan cara yang positif mengandung triterpenoid
uji skrining fitokimia. dengan metode rekristalisasi. Hasilnya
diperoleh padatan putih dan saat di KLT
a) Uji Triterpenoid dan Steroid terdapat noda tunggal warna merah
Uji triterpenoid dan steroid dilakukan keunguan setelah ditotolkan pereaksi
dengan cara sampel ditambahkan Liebermann-Burchard (LB).
anhidrida asetat dan H2SO4 pekat. Apabila
positif mengandung triterpenoid adanya 2.3.4 Uji Kemurnian dan Karakterisasi
warna merah keunguan, sedangkan steroid Senyawa hasil isolasi di uji kemurnian
ditandai dengan warna hijau. menggunakan KLT dengan beberapa

15
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

perbandingan eluen, identifikasi golongan 3.1 Uji Skrining Fitokimia


senyawa triterpenoid dan uji titik leleh. Pengujian skrning fitokimia dilakukan
Selanjutnya dikarakterisasi senyawa untuk menentukan kandungan senyawa
hasil isolasi menggunakan spektroskopi metabolit sekunder yang terkandung dalam
UV-Vis dan FT-IR. ekstrak etil asetat daun jarak merah. Hasil
uji skrining fitokimia dapat dilihat pada
3. Hasil dan Pembahasan tabel 1.
Tabel 3.1 Hasil uji skrining fitokimia ekstrak etil asetat daun jarak merah.
No. Kandungan Pereaksi Pengamatan Hasil
Kimia
1. Triterpenoid Liebermann-Burchard Terbentuk warna merah (+)
(LB) keunguan
2. Steroid Liebermann-Burchard Terbentuk hijau (+)
(LB)
3. Fenolik FeCl3 5% Timbul larutan warna hijau (+)
kehitaman
4. Flavonoid Sianidin Test (HCl pekat Tidak terbentuk larutan warna (-)
dan Mg) merah-jingga
5. Saponin HCl pekat, kocok Tidak terbentuk busa (-)
6. Alkaloid Mayer Tidak terbentuk endapan (-)
putih
Keterangan : (+) = Ada,
(-) = Tidak ada
uji kemurnian dan identifikasi golongan
3.2 Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder senyawa dapat dilihat pada tabel 3.2 dan
Hasil kromatografi kolom dari isolasi 3.3.
ekstrak etil asetat diperoleh eluat sebanyak
1044 vial. Kemudian eluat tersebut Tabel 3.2 Hasil monitor senyawa hasil
dikelompokkan berdasarkan pola noda dan isolasi dengan KLT
nilai Rf yang dilihat pada plat KLT dengan No. Perbandingan Eluen Jumlah Rf
interval lima sehingga diperoleh 16 fraksi n-heksan EtAOc Noda
(A-P). 1. 9 1 1 0,35
Fraksi yang dimurnikan untuk
2. 8 2 1 0,70
selanjutnya adalah fraksi E sebanyak 0,325
gram. Fraksi tersebut digunakan karena 3. 7 3 1 0,77
terdapatnya padatan putih dan positif
mengandung triterpenoid. Metode Tabel 4.5 Hasil pengujian senyawa hasil
pemurnian yang dilakukan terhadap fraksi isolasi dengan penampak noda
E yaitu metode rekristalisasi menggunakan No. Penampak Jumlah Warna
pelarut n-heksan dan EtAOc. Padatan Noda Noda Noda
putih yang telah murni diperoleh sebanyak 1. Sinar UV λ - -
9 mg. Senyawa hasil isolasi tersebut dapat 254 nm
dilihat pada gambar 3.1. 2. Sinar UV λ - -
365 nm
3. Liebermann- 1 Merah
Burchard (LB) keunguan
Keterangan : (-) = Tidak ada

Berdasarkan uji kemurnian terhadapat


senyawa hasil isolasi menggunakan
beberapa eluen menunjukkan bahwa
senyawa tersebut telah murni karena noda
yang terbentuk pada plat KLT yaitu
tunggal.
Gambar 3.1. Senyawa hasil isolasi Identifikasi golongan senyawa pada
tabel 3.3 menunjukkan bahwa senyawa
3.3 Uji Kemurnian dan Karakterisasi hasil isolasi merupakan senyawa golongan
Senyawa hasil isolasi diuji kemurniannya triterpenoid yang ditandai dengan adanya
dengan plat KLT menggunakan beberapa pola noda berwarna merah keunguan pada
perbandingan eluen, kemudian plat KLT menggunakan pereaksi
diidentifikasi golongan senyawanya. Hasil Liebermann-Burchard (LB).

16
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Kemurnian suatu senyawa murni


juga dapat dilihat dari uji titik leleh dengan
rentang kecil dari 2°C. Berdasarkan hasil
penetuan titik leleh senyawa hasil isolasi
diperoleh sebesar 134°C - 135°C dengan
rentang 1°C. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa triterpenoid yang diisolasi telah
murni. Jika dibandingkan dengan senyawa
triterpenoid yang dilaporkan oleh Tinto
(1992) dari ekstrak etanol daun jarak
merah berbeda jauh titik lelehnya [13].

Gambar 3.3. Spektrum IR senyawa


hasil isolasi

4. Kesimpulan
Senyawa hasil isolasi dari ekstrak etil
asetat daun jarak merah (Jatropha
gossypifolia L.) merupakan senyawa
Gambar 3.2. Spektrum UV senyawa golongan triterpenoid berupa padatan putih
hasil isolasi dengan titik leleh 134°C - 135°C. Hal ini
dibuktikan dengan uji kualitatif dengan
Spektrum UV senyawa hasil isolasi pada pereaski Liebermann-Burchard (LB)
gambar 3.2 menunjukkan terdapatnya menunjukkan terbentuknya noda tunggal
puncak serapan maksimum pada λmax =204 berwarna merah keunguan pada KLT
nm dalam pelarut metanol yang terjadi setelah dipanaskan. Berdasarkan data
karena adanya eksitasi elektron dari π → π* spektrum UV menunjukkan adanya
yang menandakan terbentuknya kromofor serapan maksimum ikatan rangkap dari
dari ikatan rangkap (C=C), sehingga senyawa hasil isolasi pada λmax = 204,
senyawa hasil isolasi tersebut tidak sedangkan spektrum IR menunjukkan
membentuk ikatan rangkap yang bahwa adanya serapan hidroksi (OH), C-H
berkonyugasi. alifatik, C-O, C=C, dan gugus ciri khas dari
Hasil karakterisasi menggunakan senyawa golongan triterpenoid yaitu
spektrofotometer FT-IR berupa spektrum IR geminal dimetil.
yang dapat dilihat pada gambar 3.3
menunjukkan bahwa adanya pita serapan 5. Ucapan terima kasih
bilangan gelombang 3434,54 cm-1 yang Penulis mengucapkan terimakasih kepada
menandakan vibrasi ulur pada gugus analis Laboratorium Jurusan Kimia
hidroksi (OH) yang didukung dengan Universitas Andalas dan semua pihak yang
adanya serapan O-H pada bilangan telah membantu penelitian ini.
gelombang 736,06 cm-1. Pada bilangan
gelombang 2936,86 cm-1 mengindikasikan Referensi
terbentuknya pita serapan C-H alifatik [1] Jain, S.; Choudhary, G.P.; Jain, D.K.:
alkana yang diperkuat dengan adanya Pharmacological evaluation and
vibrasi tekuk –CH3 pada bilangan antifertility activity of Jatropha
gelombang 1455,69 cm-1 dan tekukan –CH2 gossypifolia in rats. BioMed Research
pada bilangan gelombang 1365,02 cm-1 International 2013, 1-5.
yang merupakan geminal dimetil serapan [2] Dhale, D. A.; Birari, A. R.: Preliminary
khas dari senyawa golongan triterpenoid. screening of antimicrobial and
Pita serapan gugus C=C ditunjukkan pada phytochemical studies of Jatropha
bilangan gelombang 1643,63 cm-1 yang gossypifolia Linn. Recent Research in
diperkuat dengan adanya vibrasi tekuk C-H Science and Technology 2010, 2 (7),
alifatik alkena pada serapan 826,59 cm-1. 24-28.
Sedangkan pita serapan pada bilangan [3] Oduola, T.; O.G Avwioro; T.B
gelombang 1051,77 cm-1 menandakan Ayanniyi: Suitability of the leaf extract
bahwa adanya vibrasi ulur dari C-O of Jatropha gossyifolia as an
anticoagulant for biochemical and
heamatological analyses. African

17
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Journal of Biotechnology 2005, 4 (7), phytochemical evaluation of leaf of


679-681. Jatropha gossypifolia L. International
[4] Kayode, J.; Omotoyinbo, M.A.: Journal of Research in Ayurveda and
Ethnobotanical Utilization and Pharmacy 2010, 2(1), 421-428.
Conservation of Chewing Sticks [14] Vernando, Y.: Penentuan aktivitas
Plants Species in Ekiti State, Nigeria. antioksidan, kandungan fenolik total
Research Journal of Botany 2008, dan uji sitotoksik dari ekstrak daun
3(3), 107-115. jarak merah (Jatropha gossypifolia
[5] Oduola, T.; Adeosun, O.G.; Oduola, Linn), Skripsi, FMIPA, Universitas
T.A.; Avwiroro, O.G.; Oyeniyi, M.A.: Andalas, Padang, 2018.
Use of Jatropha gossypifolia stem
latex as a haemostatic agent: how
safe is it?. Journal of Medicinal Plants
2007, 1(1), 14-17.
[6] Harianto: Respon pertumbuhan jarak
merah (Jatropha gossypifolia L.) asal
kabupaten nganjuk akibat cekaman
kekeringan. Pgri Kediri 2017, (6), 67-
72.
[7] Shahwar, D.; Shafiq-ur-Rehman,;
Ahmad, N.; Ullah, S.; Raza, M.A.:
Antioxidant activities of the selected
plants from the family Euphorbiaceae,
Lauraceae, Malvaceae and
Balsaminaceae. African Journal of
Biotechnology 2010, 9(7), 1086-1096.
[8] Panda, B.B.; Gaur, K.; Kori, M.L.;
Tyagi, L.K.; Nema, R.K.; Sharma,
C.S.; Jain, A.K.: Anti-Inflammatory
and analgesic activity of Jatropha
gossypifolia in experimental animal
models. Global Journal of
Pharmacology 2009, 3(1), 01-05.
[9] Torokano, S.; Khumaidi, A.;
Nugrahani, A.W.: Aktivitas antibakteri
ekstrak etanol daun jarak merah
(Jatropha gossypifolia) terhadap
bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Journal of
Science and Technology 2018, 7(1),
117-126.
[10] Abreu, I.C.; Marinho, A.S.S.; Paes,
A.M.A.; Freire, S.M.F.; Olea, R.S.G.;
Borges, M.O.R.; Borges, A.C.R.:
Hypotensive and vasorelaxant effects
of ethanolic extract from Jatropha
gossypiifolia L. in rats. Fitoterapia
2003, 74, 650–657.
[11] Tinto, W.F.; john, L.I.M.D.:
triterpenoids of Jatropha gossypifolia.
Journal of Natural Products 1992,
55(6), 807-809.
[12] Felix-Silva, J.; Giordani, R.B.:
Jatropha gossypifolia L.
(Euphorbiaceae): A review of
traditional uses, phytochemistry,
pharmacology, and toxicology of this
medicinal plant. Journal Hindawi
Publishing Corporation 2014, 20 (14),
32.
[13] Khyade, M.S.; Vaikos, N.P.:
Pharmacognostical and

18
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

FORMULA PEMBUATAN PRODUK PEMBERSIH BADAN (BODY


SCRUB) BERBASIS VCO DAN TEPUNG AMPAS KELAPA
Sumaryati Syukura, Safnia, Amrina Rasyadaa
Laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas
Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
E-mail: amrinarasyadaunand@gmail.com

Abstrak: Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan pelembab kulit alami karena mampu mencegah
kerusakan jaringan dan memberikan perlindungan terhadap kulit. Tepung ampas kelapa
merupakan hasil samping dari produksi VCO. Ampas kelapa mengandung senyawa penting
seperti kadar lemak kasar 36,95% dan kadar serat kasar 77,17 % yang berfungsi sebagai
penyerap kotoran yang ada di kulit serta menambah kelembaban kulit sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai scrub dalam pembuatan body scrub. Penelitian ini menggunakan
persentase scrub tepung ampas kelapa (2%, 4%, dan 6%) dan variasi tepung ampas kelapa dan
VCO (1:0-1:1). Produk terbaik dihasilkan dari formulasi persentase scrub tepung ampas kelapa
6%, serta rasio bobot tepung ampas kelapa dan VCO 1:1. Body scrub ini memiliki pH 6,3,
stabilitas emulsi 80,71%. Uji aktivitas antioksidan ditinjau berdasarkan kandungan total
fenolik. Semakin banyak senyawa fenolik yang terkandung maka semakin tinggi antioksidannya.
Total fenolik terbaik sebesar 18,66 µg GAE/mg . Uji organoleptik berdasarkan kesukaan panelis
terhadap produk body scrub dengan parameter tekstur, warna, dan aroma. Rata-rata panelis
menyukai produk dengan persentase scrub tepung ampas kelapa 2%, 4%, dan 6% serta rasio
bobot tepung ampas kelapa dan VCO 1:0 dengan memberikan poin 8 (sangat suka) terhadap
body scrub.

Kata kunci: tepung ampas kelapa, VCO, body scrub, formulasi, dan antioksidan.

1. Pendahuluan ini bisa dimanfaatkan karena dinilai masih


Krim body scrub merupakan produk kosmetik memiliki nutrisi yang tinggi. Ampas kelapa
perawatan kulit yang mengandung bahan tersebut memiliki kandungan rata-rata kadar
agak kasar atau biasa disebut kosmetik air 2,47%, kadar abu 0,36%, kadar lemak
obrasiver. Kosmetik pembersih seperti sabun, kasar 36,95%, kadar serat kasar 77,17%,
krim pembersih, susu pembersih, bahkan kadar protein kasar 2,60%, dan kadar
krim pembersih dirasa tidak sanggup untuk karbohidrat yaitu 57,61% [6].
mengangkat sel-sel kulit mati. Sel kulit mati Ampas kelapa ini memiliki struktur
tidak dapat terlepas dari epidermis karena permukaan berpori dan kandungan kimia
kosmetik pembersih terlalu halus dan licin. berupa selulosa 16%, mannan 23%, dan
Oleh karena itu diperlukan bahan yang agak galaktomanan 61%. Selulosa dan
kasar untuk dapat melepaskan sel kulit mati galaktomanan merupakan polisakarida yang
dari kulit, seperti batu apung, handuk kasar mengandung gugus –OH sehingga dapat
atau kosmetik pengemplas atau penipis kulit digunakan sebagai adsorben [7].
yang umum disebut krim body scrub [1]. Industri kecantikan sekarang ini banyak
Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan menggunakan metil paraben sebagai
pelembab kulit alami karena mampu pengawet, silika dan garam sebagai butiran
mencegah kerusakan jaringan dan dalam produk krim body scrub yang
memberikan perlindungan terhadap kulit mengakibatkan resiko iritasi pada kulit [8].
tersebut. Komposisi dari VCO memberikan Untuk mengatasi hal ini maka perlu
tekstur lembut dan halus pada kulit [2]. VCO dikembangkan inovasi produk perawatan kulit
ini mengandung asam laurat 58%, kaprilat menggunakan ekstrak alam. Salah satu
8,9%, kaprat 7% disamping itu juga ekstrak alamnya yaitu dengan penambahan
mengandung omega 3 (4%), 6 dan 9 serta VCO yang menggantikan metil paraben dan
vitamin A, D, E,K dan tiga jenis fitohormon ampas kelapa menggantikan silika dan garam.
dalam jumlah yang cukup tinggi. VCO juga Pengembangan produk body scrub dari VCO
bersifat anti inflamasi, karena memiliki dan ampas kelapa menjadi hal yang baru
kandungan vitamin E yang tinggi [3-4]. VCO untuk diteliti sehingga perlu dilakukan
bermanfaat untuk menghaluskan kulit, berbagai variasi baik penambahan tepung
karena VCO memiliki tekstur krim alami, ampas kelapa maupun penambahan VCO
bebas dari pestisida [5]. untuk melihat pengaruh kualitas produk body
Produksi VCO akan menghasilkan limbah scrub.
(waste product) berupa ampas kelapa. Limbah

19
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

2. Metodologi Penelitian temperatur 75 oC. pada saat yang sama,


2.1 Alat dibuat fase minyak dengan cara, dicampurkan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat 100 mL akuades, 5 mL propilen glikol, 5 mL
gelas, alat pressing, blender, pemanas, pH gliserin, dan 1, 2 mL trietanolamine (TEA) ke
meter, oven, lemari pendingin, timbangan gelas beker. Campuran fase minyak
analitik, dan spektrofotometer Uv-Vis. dipanaskan sampai temperatur 75 oC .
2.2 Bahan Setelah fase air dan fase minyak tersedia,
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dituangkan fase air ke dalam fase minyak dan
adalah VCO, ampas kelpala, NaCl 2%, dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk,
akuades, asam stearat, setil alkohol, propilen kemudian ditambahkan parfum, VCO, dan
glikol, gliserin, trietanolamin (TEA), parfum, tepung ampas kelapa sampai terbentuk basis
methanol, reagen folin ciocalteau, natrium krim. Prosedur ini diulangi dengan variasi
karbonat, dan asam galat. tepung ampas kelapa 2 g, 4 g, dan 6 g, dan
2.3 Prosedur Penelitian variasi rasio bobot ampas kelapa dan VCO
2.3.1 Pembuatan tepung ampas kelapa yaitu 1:0 dan 1:1. Tiap formulasi ditempatkan
Daging ampas kelapa yang sudah di parut pada wadah krim plastik yang tertutup rapat.
kemudian dipisahkan santannya dengan Formula yang telah ditempatkan pada wadah
menggunakan alat pressing. Hasil pressing body scrub, diberi etiket dan siap untuk
direndam dengan air mendidih kemudian dianalisis.
dibiarkan dingin. Setelah dingin, kelapa
dipisahkan lagi dengan santan sisa dengan 2.3.3 Uji Kualitas Body Scrub
alat pressing. Perendaman dan pemisahan 2.3.3.1 Derajat Keasaman
santan dilakukan sebanyak lima kali dengan Uji derajat keasaman ini dilakukan dengan
air mendidih hingga didapatkan air hasil menggunakan pH meter yang sebelumnya
pressing bebas santan (filtrat bening). Ampas telah dikalibrasi pada pH 4 dan pH 7. Sampel
kelapa kemudian di rendam dengan NaCl 2% sebanyak 2 gram ditimbang dan dilarutkan
selama 30 menit. Ampas kelapa yang telah dengan 20 ml air suling, lalu nilai pH dihitung
bebas santan kemudian dikeringkan dengan dengan pH meter [9].
menggunakan api kecil. Ampas kelapa yang
telah kering kemudian dihaluskan dengan 2.3.3.2 Kestabilan Emulsi
menggunakan blender sehingga menjadi Sampel bahan emulsi dimasukkan ke wadah
tepung. Hasil penghalusantersebut kemudian dan ditimbang beratnya. Wadah dan bahan
disotasi dengan menggunakan ayakan ukuran tersebut dimasukkan dalam oven dengan
80-120 mesh. suhu 45 oC selama 1 jam lalu dimasukkan ke
2.3.2 Formulasi Sabun dalam pendingin bersuhu dibawah 0o C
Sabun dibuat dengan bahan sebagi berikut: selama 1 jam. Kemudian, dimasukkan
Bahan F1 F2 kembali kedalam oven dengan suhu 45oC.
Asam stearat 15 g 15 g Pengamatan dilakukan terhadap
Setil alkohol 1g 1g kemungkinan terjadinya pemisahan air dari
Propilen 5 mL 5 mL emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi
glikol dikatakan tidak stabil dan tingkat
gliserin 5 mL 5 mL kestabilannya dihitung berdasarkan
Trietanolamin 1.2 mL 1.2 mL persentase fase terpisahkan terhadap emulsi
Ampas 2:0; 4:0; 6:0 2:2; 4:4; 6:6 keseluruhan [10].
kelapa: VCO Stabilitas emulsi dapat dihitung berdasarkan
Parfum 2 mL 2 mL rumus berikut :
akuades 100 mL 100 mL 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑠𝑎ℎ
𝑆𝐸 = 100 % − × 100%
Keterangan : 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑒𝑚𝑢𝑙𝑠𝑖
F1: Formula 1 dengan variasi penambahan
ampas kelapa 2 g, 4 g, dan 6 g 2.3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam
F2: Formula 2 dengan variasi penambahan Galat
ampas kelapa dan VCO (2 g: 2 mL, 4 g: Larutan standar dibuat dengan cara
4 mL, dan 6 g: 6 mL). melarutkan 10000 µg (10 mg) asam galat
Pembuatan basis sediaan body scrub dalam 10 mL metanol didalam labu ukur 10
dilakukan dengan melakukan tahap mL dan diperoleh konsentrasi 1000 µg/mL.
pencampuran. Bahan yang dicampur dibagi Variasi konsentrasi larutan standar dibuat
menjadi bahan fase air dan bahan fase dengan konsentrasi 10; 20; 40; 60; 80 dan
minyak. Fase air dibuat dengan cara, 100 µg/mL. Sebanyak 0,5 mL diambil dari
ditimbang 15 g asam stearat ke gelas beker masing-masing konsentrasi dan dimasukan
kemudian ditambahkan 1 g setil alkohol. kedalam labu ukur 10 mL lalu ditambahkan
Campuran fase air dipanaskan sampai 0,5 mL reagen follin ciocalteu. Campuran

20
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

tersebut didiamkan selama 5 menit kemudian


ditambahkan 1 mL larutan natrium karbonat
20% dan diencerkan dengan akuades sampai
tanda batas. Larutan tersebut didiamkan
selama 120 menit dan diukur absorbannya
pada panjang gelombang 765 nm.
Berdasarkan nilai absorban yang didapatkan,
dibuat kurva kalibrasi dan didapatkan
persamaan regresi dari larutan standar [11]. (A) (B)

2.3.3.4 Penentuan Kandungan Fenolik Total


Masing-masing ekstrak ditimbang sebanyak
10 mg dan dilarutkan dalam 10 mL metanol
didalam labu ukur 10 mL sehingga
didapatkan konsentrasi larutan induk 1000
mg/L. Larutan diambil sebanyak 0,5 mL
dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan 0,5 mL reagen follin ciocalteu.
Campuran tersebut didiamkan selama 5 (C)
menit kemudian ditambahkan 1 mL larutan
natrium karbonat 20% dan diencerkan Gambar 3.1 Produk sediaan body scrub
dengan akuades sampai tanda batas. Larutan dengan penambahan tepung
tersebut didiamkan selama 120 menit dan ampas kelapa, A (2 g ampas
absorban diukur pada panjang gelombang kelapa), B (4 g ampas kelapa),
765 nm. Kandungan fenolik total dinyatakan dan C (6 g ampas kelapa)
dalam Gallic Acid Equivalent (GAE).
Gambar D, E, dan F adalah sediaan body
2.3.3.5 Pengujian Organoleptik (SNI 01-2346- scrub dengan rasio penambahan tepung
2006) ampas kelapa dan VCO 1:1, dimana
Uji organoleptik yang dilakukan yaitu uji penambahan ampas kelapa dan VCO 2 g; 2
kesukaan (hedonik) dengan parameter yang mL, 4g; 4mL, dan 6 g; 6mL. Dari gambar
diujikan berupa warna, aroma dan kekasaran dapat dilihat gambar F memiliki warna keruh
butiran scrub (tekstur). Penilaian dilakukan dan mengkilap dibanding gambar gambar D
dengan memberi poin setiap parameter (1= dan E. Selain dipengaruhi oleh jumlah tepung
amat sangat tidak suka, 2= sangat tidak suka, ampas kelapa, kekeruhan juga dipengaruhi
3= tidak suka, 4= agak tidak suka, 5= netral, oleh penambahan VCO [12].
6= agak suka, 7= suka, 8= sangat suka, 9=
amat sangat suka), dengan panelis berjumlah
30 orang. Data yang diperoleh dari lembar
penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai
mutunya dengan mencari hasil rerata pada
setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Bentuk Fisik Body Scrub
Hasil dari pengujian ini menunjukkan
perubahan warna sediaan body scrub (D) (E)
bertambah gelap dengan bertambahnya
tepung ampas kelapa. Gambar A, B, dan C
adalah sediaan body scrub dengan rasio
penambahan tepung ampas kelapa dan VCO
1:0, dimana penambahan ampas kelapa 2 g, 4
g, dan 6 g. Gambar C tampak lebih gelap
dibanding gambar A dan B. Hal ini terjadi
karena penambahan tepung ampas kelapa
dapat menambah intensitas kekeruhan pada
produk sehingga menghasilkan warna yang
sedikit gelap.
(F)

21
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Gambar 3.2 Produk sediaan body scrub dan 6 g berturut- turut yaitu 7.833 µg
dengan penambahan VCO dan GAE/mg body scrub, 8.833 µg GAE/mg body
tepung ampas kelapa, D (2 g scrub, dan 9.0 µg GAE/mg body scrub. Serta
ampas kelapa : 2 mL VCO), E (4 g total fenolik dari variasi tepung ampas kelapa
ampas kelapa: 4 mL VCO), dan F dan VCO (2 g; 2 mL, 4 g; 4 mL, dan 6 g; 6 mL)
(6 g ampas kelapa: 6 mL VCO) yaitu 12.16 µg GAE/mg body scrub, 13.75 µg
GAE/mg body scrub, dan 18.66 µg GAE/mg
3.2 Derajat Keasaman body scrub. Sediaan body scrub dengan
Hasil uji menunjukkan bahwa pH turun penambahan rasio tepung ampas kelapa dan
seiring dengan meningkatnya penambahan VCO memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
scrub ampas kelapa dan VCO yang banyak dibandingkan dengan sediaan body
ditambahkan dalam sediaan body scrub. scrub yang lainnya. VCO mengandung
Derajat keasaman body scrub pada komponen minor berupa senyawa fenolik,
penambahan 2 g, 4 g, dan 6 g berturut- turut salah satu senyawa fenoliknya yaitu tokoferol
ialah 6.8, 6.7, dan 6.6. Pada ampas kelapa [14].
diduga masih memiliki asam lemak bebas,
sehingga semakin banyak ampas kelapa yang 3.5 uji Organoleptik
ditambahkan pada produk akan menurunkan Uji kesukaan atau hedonik adalah parameter
pH. Derajat keasaman body scrub pada yang penting untuk melihat kesukaan dan
penambahan tepung ampas kelapa dan VCO penerimaan konsumen terhadap produk. Pada
(2 g; 2 mL, 4 g; 4 mL, dan 6 g; 6 mL) berturut- uji hedonik para panelis mengungkapkan
turut ialah 6.6, 6.6, 6.3). Peningkatan kesukaan dan ketidaksukaan terhadap
konsentrasi VCO seiring dengan peningkatan produk yang diujikan [15]. Hasil uji hedonik
kandungan asam-asam lemak pada sediaan terhadap parameter tekstur, warna, dan
body scrub [13]. Pengukuran pH ini aroma dari sediaan produk body scrub yang
didasarkan pada SNI 16-4399-1996 sebagi lebih disukai adalah produk dengan
syarat mutu pelembab kulit (4,5-8,0) sehingga penambahan tepung ampas kelapa 2 g; 4 g;
sediaan body scrub yang dihasilkan relatif dan 6 g dengan rasio tepung kelapa dan VCO
aman digunakan. (1:0).

3.3 Stabilitas Emulsi 4. Kesimpulan


Stabilitas emulsi yang didapatkan dari sediaan Berdasarkan hasil penelitian yang telah
body scrub pada penambahan tepung ampas dilakukan dapat disimpulkan bahwa, produk
kelapa 2 g; 4 g; dan 6 g berturut- turut yaitu body scrub terbaik dihasilkan berdasarkan
76.78 %, 76.42%, dan 73.13 %. Stabilitas parameter derajat keasaman, stabilitas
emulsi menurun dengan penambahan tepung emulsi, dan total fenolik dari formulasi
ampas kelapa. Padatan yang masuk dan persentase scrub tepung ampas kelapa 6%
tercampur ke dalam sistem emulsi akan serta rasio bobot tepung ampas kelapa dan
merusak selubung yang dibentuk emulsifier VCO 1:1 yaitu produk sediaan dengan
sehingga stabilitas emulsi menjadi tidak penambahan 6 g ampas kelapa dan 6 mL
seimbang. Stabilitas emulsi pada variasi VCO. Berdasarkan uji organoleptik panelis
tepung ampas kelapa dan VCO (2 g; 2 mL, 4 g; rata- rata panelis sangat menyukai produk
4 mL, dan 6 g; 6 mL) yaitu 78.55 %, 79.74%, sediaan body scrub dengan formulasi
dan 80.71 %. VCO merupakan komponen persentase scrub tepung ampas kelapa 2%,
yang dapat pembentuk emulsi. Hubungan 4%, dan 6% serta rasio bobot tepung ampas
antara konsentrasi minyak dan viskositas kelapa dan VCO 1:0.
emulsi ialah produk emulsi akan semakin
kental dengan meningkatkan konsentrasi 5. Ucapan Terima Kasih
minyak. Hubungan antara viskositas dan Penulis mengucapkan banyak terima kasih
stabilitas emulsi ialah semakin kental suatu kepada seluruh pihak yang telah membantu
emulsi maka stabilitasnya akan meningkat. dalam menyelesaikan penelitian ini.
Nilai kestabilan produk berbasis emulsi
dibawah 60% menyebabkan umur simpan Referensi
yang dimiliki produk kosmetik cenderung [1] Tranggono, R.I. Buku Pegangan Ilmu
singkat. Dari tabel diatas produk body scrub Pengetahuan Kosmetik. Gramedia
dapat dikatakan stabil karena memiliki nilai Pustaka Utama, Jakarta, 2007, 6 – 10.
kestabilan emulsi diatas 60%. [2] Aulia, U. M. I. Pengaruh Konsentrasi Virgin
Coconut Oil (VCO) Terhadap Stabilitas
3.4 Analisis Total Fenolik Emulsi Kosmetik dan Nilai Sun Protection
Hasil total fenolik dari sediaan body scrub Factor (SPF). Jurnal Berkala MIPA, 2014,
penambahan tepung ampas kelapa 2 g; 4 g; 24(1).

22
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

[3] Syukur, S.; Syafrizayanti.; Zulaiha, S.; [9] Aswal, A.; Karla, M.; Rout, A.: Preparation
Ismet, M.; Fachrial, E. Virgin Coconut Oil and Evaluation of Polyherbal Cosmetic
Increase High Density Lipoprotein (LDL), Cream. Der Pharmacia Lettre, 2013, 5(1),
Lower TriglycerideAnd Fatty Acids Profile 83-88.
(C6-C18) In Blood Serum of Mus [10] Yunilawati. Penggunaan Emulsifier steril
musculus.). Research Journal of Alkohol Etoksilat Derivat Minyak Kelapa
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sawit pada Produk Lotion dan Krim. J.
Sciences. 2017, 8(2). Kimia Kemasan. 2011, 33 (1), 83-89
[4] Syukur, S.; dkk. Probiotics and Strong [11] Itam, A., Wulandari, A.; Rahman, M. M.;
Antimicrobial of Bufallo Milk Fermentation dan Ferdinal, N. Studies Preliminary
(dadih) from Different Places in West Phytochemical Screening, Total Phenolic
Sumatera. Reaserach Journal of Content, Antioxidant and Cytotoxic
Pharmaceutical, Biological and Chemical Activities of Alstonia scholaris R. Br
Sciences. 2016, 7, 386-392. Leaves and Stem Bark Extracts. journal of
[5] Asmawit. Optimasi Proses Pembuatan pharmaceutical sciences and research,
VCO untuk Memenuhi Mutu Kosmetik 2018, 10 (3), 518-522.
Lulur. Biopropal Industri, 2010, 1(2), 1-2. [12] Fatimah, F. Stabilitas dan Viskositas
[6] Oktaviyanti, M. Pemanfaatan Limbah Produk Emulsi Virgin Coconut Oil-Madu.
Industri Virgin Coconut Oil (VCO) Di J.Teknol Dan Industri Pangan, 2012,
Padang, Sumatera Barat Sebagai Bahan 23(1).
Baku Makanan Kesehatan. Jurnal Kimia, [13]Raymundo, A.; Franco J. M.; Empis, J.;
Fakultas Matematika Dan Ilmu Sousa, I. Optimatization Of The
Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Composition Of Low-Fat Oil-In-Water
Padang, 2018, 5. Emulsion Stabilized By White Lupin
[7] Zakaria, ZA.; Rofiee, M.S.; Somchit, M.N.; Protein. J Am Oil Chem Soc, 2001, 79,
Zuraini, A.; Sulaiman, M.R.; The, L.K.; 783-790.
Salleh, M.Z.; Long, K. Hepatoprotective [14] Muis, A. Aktsivitas Antioksidan dan
Activity Of Dried- And Fermented- Antifotooksidan Komponen Minor dari
Processed Virgin Coconut Oil. Evidence- Virgin Coconut Oil (VCO). Jurnal Riset
Based Complementary And Alternative Industri, 2009, 3(2), 86-93.
Medicine, 2011, 1-8. [15] Setyaningsih, D. Apriyantono, A.; Sari M.
[8] Sumada, K; Aditya-Palaguna, S.K.; P.: Analisis Sensori untuk Industri
Anggun, L.B. Karakteristik Natrium Silika Pangan dan Agro. IPB Press, Bogor, 2010
dari Geothermal Sludge dan Abu Bagasse.
Jurnal Teknik Kimia, 2017, 11(2), 61.

23
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Penentuan Kuersetin pada Ekstrak Aseton Daun Ekor Naga


(Epipremnum pinnatum (L.) Engl) dengan Metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Refilda 1*, Harits Hamman 1 , Emil Salim 2
1Laboratorium Kimia Analisis Terapan, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis,
Padang 25613
2Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas, Kampus Limau

Manis, Padang 25613


Email : refilda@sci.unand.ac.id

Abstrak : The aim of this study is to determine quercetin from acetone extract of dragon tail leaf
(Epipremnum pinnatum (L.) Engl) by High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Agilent
1260 using quercetin as standard, chromatographic conditions were the mobile phase of
acetonitrile and 1% acetic acid (10:90) with isocratic elution; flow rate of 0.7 mL/minute; volume
injection 20 µL; detection with DAD detectors at wavelenght 272, 280 and 310 nm; and stationary
phase of column C-18. The result of this study showed that quercetin content in acetone extract of
dragon tail leaf was about 0.1728 mg/g at retention time 19.8 minutes.

Kata Kunci : Kuersetin, Epipremnum pinnatum (L.) Engl , KCKT

1. Pendahuluan Tinggi (KCKT). KCKT termasuk metode


Tumbuhan ekor naga berasal dari himalaya, analisis terbaru yaitu suatu teknik
merupakan tumbuhan herba, merambat, kromatografi dengan fasa gerak cairan dan
memanjat dengan tinggi 5 hingga 20 meter. fasa diam cairan atau padat. Banyak
Akar tumbuhan ekor naga melekat pada kelebihan metode ini jika dibandingkan
tumpuannya seperti tembok atau pohon dan dengan metode lainnya antara lain: mampu
juga memiliki akar gantung. Batang memisahkan molekul-molekul dari suatu
tumbuhan ekor naga berwarna hijau dan campuran, mudah melaksanakannya,
berbentuk bulat dan memiliki nodus-nodus. kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi,
Pada penelitian sebelumnya telah dapat dihindari terjadinya dekomposisi/
melaporkan bahwa tumbuhan ekor naga kerusakan bahan yang dianalisis, kolom
mengandung beberapa senyawa metabolit dapat digunakan kembali , dapat digunakan
sekunder seperti flavonoid, tanin, alkaloid, bermacam-macam detektor [8].
glikosida, steroid/triterpenoid [1-2]. KCKT merupakan metode kromatografi
Masfria melaporkan bahwa fraksi cair yang pemakaiannya telah berkembang,
kloroform dan ekstrak etanol dari daun ekor baik untuk analisis secara rutin maupun
naga memiliki aktivitas sitotoksik, untuk preparatif pada banyak laboratorium.
menghambat proliferasi, dan menghambat Dibandingkan dengan kromatografi gas,
apoptosis pada MCF-7 dari sel kanker. KCKT dioperasikan pada suhu kamar,
Linnet et,al. melaporkan dari tumbuhan ekor sehingga senyawa yang tidak tahan panas
naga memiliki aktivitas anti inflamasi, dapat ditentukan dengan mudah dan sifat
analgesik, anti peroksidasi lipid. Masfria fase gerak dapat diubah dengan merubah
melaporkan ekstrak etil asetat dan etanol komposisi dari fase gerak yang digunakan
tumbuhan ekor naga memiliki aktivitas [9]. Li Yang et al. melaporkan 6 senyawa
antibakteri [3-5]. fenolik (rutin, kuersetin, luteolin, genistein,
Neldawati dan Gusnaedi menemukan galangin, kurkumin) dari propolis dengan
bahwa jenis flavonoid pada daun ekor naga metode KCKT-DAD (Thermo Finnigan,
adalah flavon dan kadar rata-rata flavonoid MA,USA), dilakukan pada fase gerak asam
daun ekor naga sebesar 26,7137 μg/mL posfat pH=(4,5) dalam air dan metanol
menggunakan spektrofotometri. Sumaiyah et (40:60, v/v) dengan elusi isokratik, laju alir
al. menentukan total fenolik, total flavonoid 0,8 mL/min, volume injeksi 20 µL, deteksi
dari ekstrak etanol nanopartikel daun ekor dengan detektor DAD pada 260, pemisahan
naga menggunakan spektrofotometri [6-7]. dengan fase terbalik menggunakan fase
Metode penentuan kandungan diamnya kolom Eclipse XDB C-18. Hasilnya
antioksidan dalam sampel salah satunya diperoleh pemisahan senyawa yang baik dari
dengan metode Kromatografi Cair Kinerja 6 senyawa fenolik dalam waktu 50 menit,

24
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

kadar rutin 0,396 mg/g , kuersetin 0,554 sampel ditimbang bersama cawan porselen,
mg/g, luteolin 1,241 mg/g, genistein 0,759 kemudian dioven selama ± 1 jam pada suhu
mg/g, galangin 2,213 mg/g, kurkumin 0,138 105ºC. Setelah itu dimasukkan kedalam
mg/g [10]. desikator selama 15 menit, kemudian
Pada penelitian ini dilakukan ditimbang dan dioven serta didesikator lagi
identifikasi tumbuhan, uji fitokimia flavonoid sampai didapatkan berat konstan sehingga
tumbuhan ekor naga dan penentuan persen kadar airnya (KA) dapat dihitung.
kuersetin dalam ekstrak aseton daun ekor
naga menggunakan metode KCKT, 2.3.4 Ekstraksi sampel
pemisahan fase terbalik dengan fase gerak Sebanyak 2 g daun ekor naga diekstrak
campuran asetonitril dan asam asetat 1% dengan 20 mL pelarut aseton 75 %,
(10:90) dan fase diam kolom C-18. kemudian campuran ditempatkan dalam
sonikator selama 15 menit pada suhu kamar
2. Metodologi Penelitian dan disentrifugasi selama 20 menit pada
2.1 Alat kecepatan 2000 rpm.
Alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah KCKT (Kromatografi Cair Kinerja 2.3.5 Penentuan Kuersetin dengan Metode
Tinggi) Agilent 1260 , pipet mikro, sonikator KCKT
Bandelin Sonorex, neraca analitis Kern ABJ, 2.3.5.1 Pengaruh panjang gelombang
Oven LDO-150N, alat sentrifugasi, gerinda, terhadap tinggi puncak serapan
botol vial dan alat-alat gelas yang biasa kuersetin
digunakan dalam penelitian kimia. 1 mL larutan kuersetin 50 mg/L dimasukkan
ke dalam botol vial gelap, dan diukur dengan
2.2 Bahan KCKT Agilent 1260 menggunakan fase gerak
Bahan yang digunakan pada penelitian ini asetonitril dan asam asetat 1% (10:90)
adalah daun ekor naga, aseton.p.a, akuades, dengan elusi isokratik, laju alir 0,7 mL/min,
metanol grade KCKT, asetonitril grade KCKT, volume injeksi 20 µL deteksi dengan detektor
asam asetat glasial, sianidin test (bubuk DAD pada panjang gelombang 272, 280 dan
magnesium dan asam klorida pekat) dan 310 nm, pemisahan dengan fase terbalik
standar kuersetin dengan kemurnian ≥ 95% menggunakan fase diamnya kolom C-18.
(Sigma Aldrich).
2.3.5.2 Pembuatan kurva kalibrasi standar
2.3 Prosedur penelitian
kuersetin
2.3.1 Identifikasi sampel
1 mL larutan kuersetin 10,30,50,70,90 mg/L
Sampel berupa tumbuhan ekor naga
dimasukkan ke dalam botol vial gelap, dan
(Epipremnum pinnatum (L.) Engl) diambil di
diukur dengan KCKT Agilent 1260
daerah jalan Ahmad Yani, Padang. Sampel
menggunakan fase gerak asetonitril dan
daun ekor naga dianalisis taksanomi di
asam asetat 1% (10:90) dengan elusi
Herbarium Universitas Andalas Jurusan
isokratik, laju alir 0,7 mL/min, volume
Biologi.
injeksi 20 µL deteksi dengan detektor DAD
2.3.2 Uji fitokimia kandungan flavonoid pada pada panjang gelombang 272 nm, pemisahan
tumbuhan ekor naga dengan fase terbalik menggunakan fase
Sebanyak 2 gram daun tumbuhan ekor naga diamnya kolom C-18.
diekstrak dengan menggunakan 10 mL
pelarut metanol selama 15 menit yang 2.3.5.3 Penentuan kandungan kuersetin
kemudian sebanyak 2 mL larutan ekstrak dalam larutan ekstrak ekstrak
metanol dimasukkan ke dalam tabung aseton 75% daun ekor naga dengan
reaksi, ditambahkan asam klorida pekat dan metode KCKT
sedikit serbuk magnesium (sianidin test), Ekstrak sampel dipipet 1 mL ke dalam botol
terbentuknya warna jingga sampai merah vial gelap dan diukur dengan KCKT Agilent
menunjukkan adanya flavonoid [11]. 1260 menggunakan fase gerak asetonitril
dan asam asetat 1% (10:90) dengan elusi
2.3.3 Penentuan persen kadar air isokratik, laju alir 0,7 mL/min, volume
Ditimbang cawan porselen kemudian dioven injeksi 20 µL, deteksi dengan detektor DAD
selama ± 1 jam pada suhu 105ºC. Setelah itu pada panjang gelombang 272 nm, pemisahan
dimasukkan ke dalam desikator selama 15 dengan fase terbalik menggunakan fase
menit, kemudian ditimbang. Selanjutnya diamnya kolom C-18.

25
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

3. Hasil dan Diskusi dari tumbuhan ekor naga. Metode yang


3.1 Identifikasi Sampel digunakan dalam penentuan kadar air
Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan di sampel yaitu gravimetri, dimana sampel
Herbarium Universitas Andalas (ANDA) dilakukan pemanasan dengan oven pada
Padang melalui Nomor surat 039/K- suhu 105℃ untuk menguapkan molekul air
ID/ANDA/I/2019 diketahui bahwa sampel yang terikat pada sampel. Dari penelitian
yang digunakan termasuk ke dalam famili yang dilakukan dapat diketahui persen
Araceae, spesies Epipremnum pinnatum (L.) kadar air dalam tumbuhan ekor naga segar
Engl. dan tumbuhan ekor naga kering angin
berturut-turut, yaitu 80,94% dan 12,87%.
3.2 Uji Fitokimia Kandungan Flavonoid pada Jika digunakan sampel dengan kadar air
Tumbuhan Ekor Naga yang tinggi akibatnya hanya sedikit senyawa
Hasil uji fitokimia kandungan flavonoid pada metabolit sekunder yang dapat diekstrak
tumbuhan ekor naga dapat dilihat pada dalam sampel, maka perlu dilakukan proses
Gambar 1. kering anginkan.

3.4 Ekstraksi Sampel Daun Ekor Naga


(Epipremnum pinnatum (L.) Engl) dengan
pelarut aseton 75%
Ekstraksi sampel pada penelitian ini
menggunakan sonikator karena lebih efisien
dalam penggunaan pelarut, prosesnya cepat
dan mudah. Dinding sel dari bahan dipecah
A B dengan getaran ultrasonik sehingga
kandungan yang ada didalamnya dapat
Gambar 1. Hasil uji fitokimia flavonoid keluar dengan mudah [14-15]. Hasil
tumbuhan ekor naga (A) setelah diberi ekstraksi aseton 75% daun ekor naga dapat
sianidin test dan (B) sebelum diberi sianidin dilihat pada Gambar 2.
test

Gambar di atas dapat diketahui untuk


menentukan adanya flavonoid pada sampel
diberi sianidin test dan hasilnya tumbuhan
ekor naga positif mengandung metabolit
sekunder flavonoid karena terbentuknya
warna jingga (++) berarti kuat terkandung
flavonoidnya. Berdasarkan penelitian
Neldawati melalukan uji identifikasi flavonoid
pada tumbuhan ekor naga menghasilkan Gambar 2. Hasil ekstraksi aseton 75% daun
warna jingga kemerahan (+++) berarti sangat ekor naga
kuat terkandung flavonoidnya, Secara
kualitatif dari standar warna uji fitokimia Berdasarkan gambar di atas dapat
flavonoid terdapat perbedaan kepekatan diketahui bahwa ekstrak aseton 75%
warna yang ditimbulkan menunjukkan ada tumbuhan ekor naga dihasilkan warna
perbedaan jumlah senyawa pada masing- coklat terang. Penggunaan pelarut aseton
masing ekstrak yang mungkin disebabkan dalam proses ekstraksi ini dikarenakan
oleh jenis kepolaran dan faktor lingkungan aseton 75% dapat mengikat senyawa polar
tumbuhan yang berbeda . Semakin merah seperti senyawa flavonoid.
warna yang ditimbulkan maka semakin
tinggi kadar flavonoid yang terkandung 3.5 Penentuan Kuersetin dengan KCKT
dalam suatu daun. Warna jingga kemerahan 3.5.1 Serapan maksimum larutan standar
pada uji flavonoid disebabkan karena kuersetin 50 mg/L
terbentuknya garam flavilium [12-13]. Kromatogram standar kuersetin 50 mg/L
dapat dilihat pada Gambar 3.
3.3 Persen Kadar Air dalam Tumbuhan Ekor
Naga
Penentuan persen kadar air dalam sampel
dilakukan untuk mengetahui berat kering

26
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

3.5.2 Kurva kalibrasi standar kuersetin


Tinggi Puncak (mAU) Untuk membuat kurva standar , dibuat
a standar kuersetin dengan 5 konsentrasi yang
berbeda 10, 30, 50, 70, 90 mg/L. Dapat
diketahui hubungan yang linear antara
konsentrasi larutan standar kuersetin
dengan nilai tinggi puncak yang
dihasilkannya dibuat kurva kalibrasi dapat
dilihat pada Gambar 4. Dari linearitas
kuersetin diperoleh nilai koefisien
korelasinya mendekati 1 ~ 0,99 dengan
Waktu Retensi (min) persamaan regresi y= 2,2424x + 91,889.

Tinggi Puncak (mAU)


400
Tinggi Puncak (mAU)

b 300

200
y = 2,2424x + 91,889
100 R² = 0,9759
r = 0,987

0
0 50 100
Waktu Retensi (min) Konsentrasi Kuersetin (mg/L)
Gambar 4. Grafik hubungan konsentrasi
kuersetin dengan tinggi puncak
Tinggi Puncak (mAU)

c Berdasarkan gambar di atas didapatkan nilai


koefisien korelasi (r) = 0,987. Nilai koefisien
korelasi yan g mendekati 1~0,99
membuktikan bahwa metode uji kuersetin
dengan KCKT Agilent 1260 mempunyai
linearitas yang baik. Korelasi yang diperoleh
adalah korelasi positif, dimana menunjukkan
semakin besar konsentrasi larutan standar
maka nilai tinggi puncak yang diperoleh
Waktu Retensi (min) akan semakin besar [16].

Gambar 3. Kromatogram standar kuersetin 3.5.3 Kandungan kuersetin dalam ekstrak


konsentrasi 50 mg/mL (a) λ = 272 nm; (b) λ = aseton 75% daun ekor naga
280 nm; (c) λ = 310 nm, fase gerak asetonitril Kromatogram hasil pengukuran ekstrak
dan asam asetat 1% (10:90) dengan elusi aseton 75% daun ekor naga dapat dilihat
isokratik, laju alir 0,7 mL/min, volume pada Gambar 5.
injeksi 20 µL

Gambar di atas merupakan hasil


analisis KCKT pada injeksi standar kuersetin
konsentrasi 50 mg/L. Dari gambar telah
ditunjukkan bahwa standar kuersetin
terdapat pada waktu retensi 19,8 menit.
Dibandingkan juga tinggi puncak pada λ =
272, 280, 310 nm, tinggi puncak pada λ =
272 nm adalah 218,42 mAU, λ = 280 nm
adalah 131,68 mAU, λ = 310 nm adalah
142,78 mAU. Sehingga didapatkan bahwa
tinggi puncak paling maksimum terdapat
pada λ = 272 nm.

27
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

injeksi 20 µL, deteksi dengan detektor DAD


Tinggi Puncak (mAU) λ=272 nm, fase diam kolom C-18.

Referensi

[1] Lemmens, R.H., Bunyapraphatsara, N.


Plant Resources of South-East Asia
Medicinal and Poisonous Plants 3.
Journal of Ethnopharmacology, 2003,12,
346-347.
Waktu Retensi (min) [2] Masfria, U, Harahap., M.P, Nasution., S,
Ilyas. Cytotoxic Activity, Proliferation
Gambar 5. Kromatogram sampel ekstrak Inhibition and Apoptosis Induction of
aseton 75% daun ekor naga (λ = 272 nm), Rhaphidophora Pinnata (L.f.) Schott
fase gerak asetonitril dan asam asetat 1% Chloroform Fraction to MCF-7 Cell Line.
(10:90) dengan elusi isokratik, laju alir 0,7 Int J Pharm Tech Res, 2014, 6, 1327–
mL/min, volume injeksi 20 µL 1333.
[3] Masfria, U, Harahap., M.P, Nasution.,
Gambar di atas merupakan hasil
S,Ilyas. The Activity Of Rhaphidophora
analisis KCKT pada injeksi sampel ekstrak
Pinnata Lf Schott Leaf On MCF-7 Cell
aseton 75%. Dari gambar menunjukkan
Line. Advances in Biological Chemistry,
adanya kuersetin terdapat dalam sampel
2013,3, 397-402.
pada waktu retensinya 19,46 menit, terjadi
[4] A,Linnet., P,G,Latha., M,M,Gincy.,
sedikit perbedaan waktu retensi terhadap
G,I,Anuja., S,R,Suja., S,Shyamal.,
standar kuersetin diasumsikan akibat efek
V,J,Shine. Anti-Inflammatory, Analgesic,
campuran dari sampel. Perhitungan dengan
and Anti-Lipid Peroxidative Effects of
menggunakan persamaan regresi dari
Rhaphidophora pertusa (Roxb.) Schott
kalibrasi kurva standar diperoleh
and Epipremnum pinnatum (Linn.) Engl.
konsentrasi kuersetin dalam sampel sebesar
Aerial Parts. Indian Journal of Natural
34,56 mg/L dan dikonversi menjadi satuan
Products and Resources, 2010, 1 , 5-10.
mg/g didapatkan 0,1728 mg/g.
[5] Masfria. Antibacterial activity of Ethyl
Berdasarkan hasil penelitian dari Acetate and Ethanol extract of
Tuszynska melaporkan dengan kondisi Rhaphidophora pinnata (L.f) Schott leaf
kromatografi berbeda didapatkan kadar against four types of Bacteria.
kuersetin dalam sampel brokoli sebesar International Journal of ChemTech
356,70 µg. Tapan Seal melaporkan dengan Research, 2015, 8 , 905-914.
kondisi kromatografi berbeda didapatkan [6] Neldawati., Ratnawulan., Gusnedi.
kadar kuersetin dalam sampel ekstrak Analisis Nilai Absorbansi dalam
kloroform S.Arvensis sebesar 0,058 mg/g Penentuan Kadar Flavonoid untuk
dan O.linearis 0,065 mg/g. Luyao wang et al. Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
juga melaporkan dengan kondisi Pillar of Physics, 2013, 2, 76-83.
kromatografi berbeda didapatkan kadar [7] Sumaiyah., Masfria., A, Dalimunthe.
kuersetin dalam sampel S.sarmentosum Determination Of Total Phenolic Content,
Bunge sebesar 1,1754 mg/g , S. lineare Total Flavonoid Content, And
Thunb 0,5595 mg/g, S.emarginatum Migo Antimutagenic Activity Of Ethanol
0,0275 mg/g [17-19]. Extract Nanoparticles Of Rhaphidophora
Pinnata (L.F) Schott Leaves. Rasayan J
4. Kesimpulan Chem, 2018, 11 , 505-510.
Dari penelitian yang dilakukan dapat [8] Snyder,L, R., Kirkland, J,J. Intoduction to
disimpulkan bahwa ekstrak aseton daun Modern Liquid Chromatography; second
ekor naga mengandung senyawa flavonoid edition, John Wiley & Sons.Inc : New
dengan kandungan kuersetin sebesar 0,1728 York, 1979.
mg/g pada waktu retensi 19,8 menit yang [9] Gritter,R,J.,J,M,Bobbitt.,A,E,Schwarting.
ditentukan dengan metode KCKT Intoduction to Chromatography; Halden
menggunakan fase gerak asetonitril dan Day Inc Oakland: USA, 1985.
asam asetat 1% (10:90) dengan elusi [10] Li,Yang., Qing,Hua,Yan., Jin,You,Ma.,
isokratik, laju alir 0,7 mL/min, volume Qing, Wang., Jian,Wei, Zhang., Guo,Xi,

28
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Xi. High Performance Liquid [16] Anderson, RL: Practical Statistic For
Chromatographic Determination of Analytical Chemists. Van Nostrand
Phenolic Compounds in Propolis. Reinhold Company: New York; 1987.
Tropical Journal of Pharmaceutical [17] Tuszynska,Magdalena. Validation of
Research. 2013, 12, 771-776. The Analytical Method for The
[11] Suryati, N., Bahar, E., Ilmiawati. Uji Determination of Flavonoids in
Efektivitas Antibakteri Ekstrak Aloe Broccoli. Journal of Holticultural
vera Terhadap Pertumbuhan Research, 2014, 22, 131-140.
Escherichia coli Secara In Vitro. Jurnal [18] Seal,Tapan. Quantitative KCKT
Kesehatan Andalas, 2017, 6, 519-521. Analyisis of Phenolic Acids, Flavonoids
[12] Harbone,J,B. Metode Fitokimia. and Ascorbic Acid in Four Different
Bandung. Penerbit ITB, 1987. Solvent Extracts of Two Wild Edible
[13] Dianty,W.,Putri,P., Setya, R,A ., Leaves,Sonchus arvensis and Oenanthe
Rizal,M. Screening Fitokimia dan linearis of North-Eastern region in
Aktivitas Antioksidan Daun Eceng India. Journal of Applied Pharmaceutical
Gondok (Eichhornia crassipes). Jurnal Science, 2016, 6, 157-166.
Kimia Valensi , 2015, 1, 65-69 [19] Wang, Luyao., Mei, Qing., Wan,
[14] Ashley, K., Andrews, R., Cavazosa, L., Dinrong. Simultaneous Determination
Demange, M. Ultrasonic Extraction as by KCKT of Quercetin and Kaempferol
a Sample Preparation Technique for in Three Sedum Medicinal Plants
Elemental Analysis by Atomic Harvested in Different Season. Journal
Spectrometry. Journal Of Analytical of Chromatographic Sciences, 2014,52,
Atomic Spectrometry, 2001, 16, 1147- 334-338.
1153.
[15] Mason,T.J.,Paniwnky L., Lorimer,J.P.
The Uses of Ultrasound in Food
Technology. Ultrason Sonochem, 1996,
3, 253-260.

29
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

DETERMINATION OF TOTAL PHENOLIC CONTENT,


ANTIOXIDANT AND CYTOTOXIC ACTIVITIES OF METHANOL
EXTRACT AND FRACTION OF PINEAPPLE PEEL EXTRACT
(Ananas comosus L. Merr)

Sosna Sri Rahayu*, Adlis Santoni, Mai Efdi


Laboratory of Natural Material Organic Chemistry, Chemistry Department of Faculty of Mathematics and
Natural Sciences, Andalas University, Campus of Limau Manis, Padang 25613
*Email : rahayusosna@gmail.com

Abstract: Ananas comosus L. Merr has been known as a plant which has many benefits such
as anticancer, antibacteria, and antifungal. According to previous reserach, it is reported that
pineapple contain bromelin enzyme, calcium, phosphorus, vitamin, carbohydrate, and dextrosa.
Extraction of pineapple peel has been done by maceration method using methanol as solvent.
Then, methanol extract is fractionated using hexane and ethyl acetate. The results of the
phytochemical test show that the pineapple peel contain secondary metabolite compounds such
as phenolic, coumarin, and steroid. Determination of total phenolic content, antioxidant and
cytotoxic activities were performed on methanol extract, hexane fraction, ethyl acetate fraction
and residual fraction. Determination of total phenolic content is by Folin-Ciocalteau method,
antioxidant activity is by DPPH method and cytotoxic activity is by Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) method. The result showed that the highest total phenolic content was showed by ethyl
acetate fraction with total phenolic content is 0,3403 mg GAE/g fraction. The result of
antioxidant activity test for methanol extract showed very strong antioxidant activity with IC50
value is 11,29 mg/L. The results of cytotoxic test showed that ethyl acetate fraction classified as
very toxic with LC50 value is 6,1404 mg/L.

Keywords : Ananas comosus L. Merr, Phenolic Total, Antioxidant, Cytotoxic.

1. Introduction contains eight phenylpropane diglycerides


Indonesia has a wide variety of plant species which provide antidiabetic,
and has been reported that around 3,500 antihyperlipidemic and antioxidant effects.
types of plants are efficacious as medicines Pineapple hump extract which is made in
[1]. At present, many people are returning to the form of nanoparticles using chitosan
using natural ingredients in the treatment of which showed an increase in antimicrobial
various diseases. This is done to minimize activity in gel preparations so that it could
the negative impact of using synthetic drugs. be used as a drug to treat skin diseases
One of the plants that can be used as caused by Staphylococcus aureus. Pineapple
traditional medicine is Ananas comosus L. plants based on information from the public
Merr. and books on traditional medicines, not only
Pineapple is one of the plants of the have important economic values, but it also
Bromeliaceae family which is spread in the has benefit for health as a cure for
tropics, including in Indonesia. This plant constipation, urinary tract disorders,
has been used by Asians as one of the nausea, flu, hemorrhoids, blood deficiency,
traditional medicines known to contain tumors, diabetes and skin disease [11-14].
groups of flavonoids, phenolics, alkaloids, Tumors and cancer is a disease caused
tannins and steroids. Pineapple plants by an increase in free radicals in the body
contain the bromelin enzymes, calcium, and causes the human immune system to
phosphorus, vitamins, fats, carbohydrates, weaken. Thus, antioxidants from outside the
magnesium, potassium, dextrose, sucrose, human body are needed to stabilize the
and water. The use of bromelin enzymes can highly reactive free radicals. One of the
be applied to the medical field, which is used plants that has a source of natural
as an anti-inflammatory agent in acute antioxidants is Ananas comosus L. Merr.
inflammation and burns, anticancer, Based on the description, the researchers
antibacterial, and antifungal. Bromelin is are interested in conducting research on
also used in the treatment of acute pineapple peel. Based on literature studies,
inflammation and injury [2-10]. the content of secondary metabolites and
Methanol extract of pineapple flesh had bioactivity as antioxidants and cytotoxics of
high antioxidant activity and total phenolic Ananas comosus L. Merr peel has not been
content. Ethanol extract of pineapple leaves reported. Therefore, the researchers

30
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

conducted a study of the total phenolic fractionation using ethyl acetate solvent.
content by the Folin-Ciocalteau method, From this fractionation process, four
antioxidant activity with the DPPH method, fractions were obtained, namely, methanol
and cytotoxic test with the BSLT method of extract, hexane fraction, ethyl acetate
methanol extract and fraction of pineapple fraction and residual fraction. Each fraction
peel extract (Ananas comosus L. Merr). was concentrated using a rotary evaporator.

2. Methodology of Research 2.3.4 Phytochemical Test


2.1 Tools As much as 5 mg of methanol extract was
The tools used in this research were put into a test tube and then dissolved with
grinding, a set of distillation apparatus, 5 mL of methanol. Then added 5 mL of
analytical and technical balance, maserator chloroform : water (1: 1), then shaken and
for maceration, several glassware, rotary left to form two layers of chloroform-water.
evaporator (Heidolph Laborota 4000), vial Upper layer (distilled water) is used for
bottles, UV lamps (254 nm and 356 nm), examination of flavonoid using cyanidin test,
Thermo Scientific UV-Vis spectrophotometer saponin using hydrochloric acid then the
and hot plate. bottom layer (chloroform) is used for the
examination of triterpenoid and steroid
2.2 Materials using Liebermann Burchard reagent. For
Pineapple peel, mayer reagent, Liebermann alkaloid is done using Mayer, Coumarin test
Burchard, iron (III) chloride, ammonia, is done using thin layer chromatography
sodium hydroxide, methanol, ethyl acetate method and NaOH 1%.
and hexane, Folin-Ciocalteu reagents,
sodium carbonate, gallic acid, ascorbic acid, 2.3.5 Determination of Total Phenolic
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), and Content
dimethylsulfoxide. Determination of total phenolic content was
conducted on methanol extract, hexane
2.3 Procedure of Research fraction, ethyl acetate fraction and residual
2.3.1 Sample Preparation fraction using the Folin-Ciocalteu method
The sample is dried in a place that is not [15].
exposed to direct sunlight, for about 1
month. After drying the sample is smoothed a. Making standard solution of gallic acid
using a grinder and weighed. The sample in The standard solution was made by
the form of powder is then used for the next dissolving 10 mg of gallic acid in a 10 mL
stage. volumetric flask with methanol and
obtaining a concentration of 1000 mg/L.
2.3.2 Pineapple Peel Extraction Then taken 2.5 mL of stock solution 1000
1000 grams of pineapple peel powder was mg/L and diluted in a 25 mL volumetric
macerated using methanol solvent and flask with methanol so that the
filtered. Maceration process was done concentration of 100 mg/L was obtained,
repeatedly until macerate was colorless. The then a variation of the standard solution
filtrate from maceration was collected, then concentration was made with a
it was concentrated with a rotary evaporator concentration of 10; 20; 40; 60; 80 mg/L.
at 40oC so that the concentrated methanol The sample was taken 0.5 mL and put in a
extract was obtained and weighed. 10 mL volumetric flask then added with 0.5
mL of Folin-Ciocalteu reagent and left for 5
2.3.3 Fractionation of Methanol Extract minutes. Then added 1 mL of 20% sodium
The concentrated methanol extract was carbonate solution and diluted with distilled
fractionated using hexane and ethyl acetate water to the boundary mark. The mixture
solvents sequentially. The concentrated was left to stand for two hours. Then
extract of methanol was put into beaker absorbance is measured at a wavelength of
glass 250 mL and suspended with water and 765 nm. Based on the absorbance values
then added hexane. Then put in a separating obtained, a calibration curve was made and
funnel and do the shaking for ± 5 minutes. a regression equation was obtained from the
After shaking, the mixture was allowed to standard solution.
stand until two layers are formed, namely
the hexane fraction layer and the water b. Making test solution
layer. Separate the upper layer from the Each test sample was weighed as much as
water layer. Fractionation using hexane 100 mg and dissolved in a 100 mL
solvents was done until filtrate was volumetric flask with methanol to obtain a
colorless. After fractionation using hexane concentration of 1000 mg/L. Then take 3 mL
solvents was completed, followed by of the stock solution 1000 mg/L. Then 0.5

31
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

mL was taken and put into a 10 mL was used. The mixture was left to stand for
volumetric flask and 0.5 mL of Folin- 30 minutes, then measured test solution
Ciocalteu reagent was added and left for 5 absorbance, positive control and negative
minutes. Then added 1 mL of 20% sodium control at a wavelength of 517 nm.
carbonate solution and diluted with distilled Determination of the inhibition percentage of
water to the boundary mark. The mixture is each extract was calculated using the
left to stand for two hours. Next, the formula:
absorbance is measured at a wavelength of Ac  A
765 nm. The total phenolic content of each % inhibisi = x100%
Ac
test solution was determined from the
Information:
standard solution curve regression equation.
Ac = absorbance value of control
Total phenolic content is expressed in Gallic
A = absorbance value of sample
Acid Equivalent (GAE).
2.3.7 Cytotoxic Test
2.3.6 Antioxidant Activity Test
Cytotoxic tests in this study were conducted
Antioxidant testing was conducted on
by the Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
methanol extract, hexane fraction, ethyl
method which refers to the work procedures
acetate fraction and residual fraction with
performed by Ningdyah (2015) with several
DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)
modifications [17-18].
method [16].
1. Seedling of Shrimp Larvae of Arthemia
a. Making DPPH Solution
salina leach
Weighed 10 mg DPPH and then put in a 250
Seawater was placed in a small glass
mL volumetric flask and dissolved using
container consisting of two parts, namely
methanol to the boundary mark and
dark and light and equipped with lights,
obtained DPPH 0.1 mM.
covers and aerators. Shrimp eggs were put
in the dark part of the container and left for
b. Making Sample Solution
48 hours. After 48 hours, the egg would
Each extract was weighed 100 mg then
hatch into larvae (nauplii) and then moved
dissolved with methanol in a 100 mL
to the brightest part of the container. These
volumetric flask to obtain a sample solution
larvae would be used as experimental
of each extract with a concentration of 1000
animals for toxicity test in this research.
mg/L. The test solution was made with
various concentrations for methanol extract, 2. Making Test Solution
hexane fraction and residual fraction namely 100 mg of the sample (methanol, ethyl
3,125; 6.25; 12.5; 25; and 50 (mg/L), while acetate, hexane and residual extract) was
for ethyl acetate fractions which were weighed and dissolved in a 100 mL flask to
1.5625; 3,125; 6.25; 12.5; 25 (mg/L). the boundary mark and the concentration of
stock solution 1000 mg/L was obtained. The
c. Making Negative Control Solution test solution was made with several
Methanol was pipetted 3 mL and put in a variations of concentration through
vial. Next, 1 mL of 0.1 mM DPPH solution multilevel dilution, namely the
was added. Let stand for 30 minutes after concentration of 1000; 500; 250; 125; 62.5
adding DPPH 0.1 mM. Perform work in a and 31.25 mg/L.
dark place and not exposed to sunlight.
3. Testing of Toxicity Activity
d. Making Positive Control Solution In each test sample 50 μL of
Ascorbic acid (Mr = 176.13 g/mol) was dimethylsulfoxide solution were added until
weighed 10 mg dissolved in methanol in a 10 all samples were dissolved. Then 3 mL of
mL volumetric flask to obtain a solution seawater was added to each sample. Then
concentration of 1000 mg/L. The main each of 10 shrimp larvae was added to each
solution of 1000 mg/L was diluted to a sample. Then reduce the seawater in the
concentration of 10 mg/L, then made five sample to its volume 5 mL. After that, an
variations of the concentration of the test observation of shrimp larvae was carried out
solution, namely 0.5; 1; 1.5; 2; and 2.5 in the sample solution by counting the
mg/L. number of dead larvae after 24 hours. The
results of the observations were entered into
e. Determination of Antioxidant Activity the table and processed to obtain the LC50
Determination of antioxidant activity was value.
carried out by adding 3 mL DPPH 0.1 mM
into 2 mL of each extract solution with
various concentrations. As a control, a 3. Result and Discussion
mixture of 3 mL DPPH and 2 mL methanol 3.1 Pineapple Peel Extraction

32
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Pineapple peel powder was extracted using Socondary Reagent MeOH Fraction
maceration method with methanol solvent. metabolite Hex EtOAc Res
content
The choice of this method is due to its simple Flavonoid HCl + - - - -
use, without using special tools and without Mg
using heating so that the compounds Phenolic FeCl3 + + + +
contained in the sample are not damaged. Saponin HCl - - - -
Triterpenoi Lieberm - - - -
Methanol solvent was used in the extraction d ann
process because methanol is a universal Burchar
solvent so that polar and non-polar d
compounds can be extracted completely. Steroid Lieberm + + + -
ann
The mass of methanol extract obtained was Burchar
67.19 grams. d
Alkaloid Mayer - - - -
3.2 Fractionation of Methanol Extract Coumarin NaOH + + - -
Methanol extract was fractionated 1%
respectively using hexane and ethyl acetate Description: (+) = exist, (-) = not exist)
solvents. Fractionation aims to separate the
Based on Table 3.1 it can be concluded that
compounds contained in the extract based
methanol extract and each fraction have
on the level of polarity. Hexane solvents were
different secondary metabolites. Methanol
used to dissolve non-polar compounds,
extract contains secondary metabolic
while ethyl acetate was used to dissolve
compounds phenolic, steroid and coumarin.
semi-polar compounds. Fractionation
While hexane fraction contains phenolic,
results can be seen in Figure 3.1
steroid and coumarin compounds, ethyl
acetate fraction contains phenolic and
10
steroid compounds, residual fraction
Persentage (%)

15.79
5
12.69 contains only phenolic compounds.
6.78
0 3.4 Determination of Total Phenolic
hexane ethyl residual Content
acetate The Folin-Ciocalteu method is a method
Fraction used in determining the total phenolic
content of methanol extract and each
fraction. In this method, phenolic
Figure 3.1. Fractionation results from methanol compounds will react with Folin-Ciocalteu
extract reagent to form a blue solution that can be
measured absorbance using a
Based on Figure 3.1 it can be seen that the spectrophotometer at a wavelength of 765
residual fraction has a greater fraction nm. At the time of the reaction, the phenolic
weight than the hexane fraction and ethyl ion will reduce phosphotungstate
acetate fraction. This is probably due to the phosphomolibdate to the
high glucose content in the residual fraction molybdenumtungsten complex [19]. The
and other compounds which are not total phenolic content of the methanol
distributed in hexane and ethyl acetate extract and each fraction is expressed as
solvents. In addition, the residual fraction Gallic Acid Equivalent (GAE). Gallic acid is
has a density greater than the hexane used as a standard or comparison, because
fraction and ethyl acetate fraction, so the gallic acid is one of the natural phenolic
residual fraction has the greatest fraction compounds derived from stable
weight. hydroxybenzoic acid. The gallic acid
standard curve can be seen in Figure 3.2.
3.3 Phytochemical test
The test results for the content of secondary R e g r e s io n c u r v e o f g a llic a c id

metabolites from methanol extract and 1.0

fractions from pineapple peel extract can be 0.8


y = 0 , 0 0 7 9 x + 0 ,1 9 9 3

seen in Table 3.1. R ² = 0 ,9 2 3 3


A b s o rb a n c e

0.6

0.4

0.2

Table 3.1 Test results for the content of


0.0
0 20 40 60 80 100
secondary metabolites of methanol extract and C o n c e n tra tio n m g /L

various fractions of pineapple peel extract

33
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Figure 3.2 Regression curve of gallic acid test. This method is used because the
method is simple, easy, effective and
Based on Figure 3.2. it can be seen that the practical. The principle of the DPPH method
greater the concentration of gallic acid, the is the measurement of antioxidant activity
greater the absorbance produced. From this quantitatively by measuring DPPH radical
curve, the gallic acid regression equation is capture by a compound that has antioxidant
obtained y = 0.0079x + 0.1993. The activity using UV-Vis spectrophotometry so
regression equation is used in determining that the value of free radical inhibitory
the total phenolic content of the methanol activity can be known as IC50 (Inhibitory
extract and each fraction. Concentration) [20]. IC50 value is a value that
Data on the results of total phenolic analysis shows the ability of 50% inhibition of free
are shown in Table 3.2. radicals by a sample concentration (mg/L).
The IC50 value is obtained from the
Table 3.2 Data on total phenolic content of
extracts and fractions
calibration curve of the test solution
Sample Total phenolic concentration (X axis) and % inhibition (Y
content (mg GAE/g axis) [21].
sample)
Table 3.3. The test results of antioxidant activity
Methanol extract 0,3335
from methanol extract, fractions and ascorbic
Hexane fraction 0,0815
acid
Ethyl acetate fraction 0,3403
Sample IC50 (mg/L)
Residual fraction 0,2087
Methanol extract 11,29
Hexane fraction 193,71
Based on the table above, the ethyl acetate Ethyl acetate fraction 44,94
fraction contained the highest total phenolic Residual fraction 52,80
content compared to methanol extract, Ascorbic acid 4,07
hexane fraction and residual fraction. The
order of total phenolic content in the extracts Based on Table 3.3 it can be seen that
was ethyl acetate fraction > methanol extract methanol extract has a low IC50 compared to
> residual fraction > hexane fraction. other fractions. The IC50 value of methanol
Solubility of phenolic compounds depends extract approached ascorbic acid as a
on the solvent used. Phenolic compounds positive control, with an IC50 value of 11.29
tend to dissolve in polar solvents. Although mg/L. The smaller IC50 value, the higher the
methanol is more polar than ethyl acetate, activity of free radical inhibition. This was
methanol can dissolve polar, semi-polar and caused by the presence of active phenolic
polar compounds. Whereas ethyl acetate is a compounds in methanol extract which
semipolar solvent and it is possible that the supports antioxidant activity. Antioxidant
phenolic compounds are perfectly activity was classified as very strong (IC50 <
distributed in ethyl acetate solvents, so that 50 mg/L), strong (50 mg/L < IC50 < 100
the phenolic content of the ethyl acetate mg/L), moderate (100 mg/L <IC50 < 150
fraction is greater than the other fractions. mg/L), weak (150 mg/L < IC50 < 200 mg/L)
The number of phenolic compounds found in and very weak (IC50 > 200 mg/L) [22].
methanol extract and fractions has an Based on the data in Table 4.3 it can
influence on antioxidant activity. be concluded that the methanol extract
In the previous study, a total phenolic (11.29 mg/L) and ethyl acetate fraction
test of pineapple meat extract had been (44.94 mg/L) were classified as very strong
carried out and showed that methanol antioxidants, the residual fraction (52.80
extract had a higher total phenolic than mg/L) was an strong antioxidant and the
ethyl acetate fraction and residual fraction hexane fraction (193.71 mg/L) was classified
[12]. So that it can be concluded that the as a weak antioxidant. In the previous study,
methanol solvent is very suitable used to methanol extract of pineapple flesh also had
extract the phenolic compounds in higher antioxidant activity than the ethyl
pineapple flesh while ethyl acetate is very acetate fraction and residual fraction. The
suitable used to extract the phenolic antioxidant activity in this study was
compounds in pineapple peel, this is also in proportional to the total phenolic contained
accordance with the results of in extract12. This showed that the phenolic
phytochemical tests on ethyl acetate fraction content in the sample contributed to the
which showed the presence of phenolic antioxidant activity in the sample. The
compounds. higher the total phenolic content, the greater
the antioxidant activity.
3.5 Test of Antioxidant Activity
The DPPH (1,1-diphenyl-2-pikrilhidrazil) 3.6 Relationship of Total Phenolic
method is used in the antioxidant activity Content to Antioxidant Activity

34
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

The relationship of total phenolic content to Description: shrimp larvae which are
antioxidant activity can be seen in Figure included in each vial are 10 tails.
3.3.
The results of the toxicity test of ethyl
acetate fraction showed the lowest LC50
R e la tio n b e t w e e n to ta l p h e n o lic
c o n t e n t a n d IC 5 0
value compared to methanol extract and
250
other fractions, with an LC50 value of 6.1404
200 mg/L. These results were obtained from the
IC 5 0 v a lu e ( m g /L )

150
percentage of shrimp larvae deaths from
various variations of the concentration
100
converted into probit values according to the
50
probit value table based on the percentage of
deaths.
0
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
The results obtained show that the
T o ta l P h e n o lic (m g G A E /g s a m p le concentration of the sample solution was
proportional to the number of dead shrimp.
Figure 3.3. Relation between total phenolic The LC50 value was calculated based on the
content and IC50 value regression equation value between log
concentrations and probit values. The
Based on Figure 4.3, it was known that the toxicity curve of ethyl acetate fraction can be
greater the total phenolic content, the IC50 seen in Figure 3.4.
value become smaller and the antioxidant C y t o to x ic t e s t o f e t h y l a c e t a t e f r a c tio n
activity increased so that many antioxidant
compounds that inhibited free radicals. The
7.0

highest total phenolic content was found in


6.5
ethyl acetate fraction which was 0.3403 mg
P r o b it v a lu e

GAE/g fraction so the antioxidant activity y = 0 , 6 1 1 3 x + 4 ,5 1 8 2


R ² = 0 ,8 6 7 2
6.0
was greater with IC50 value of 44.94 mg/L.
3.7 Cytotoxic Test 5.5

Cytotoxic tests of methanol extract and each


fraction of pineapple peel extract were carried 5.0
1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
out using the Brine Shrimp Lethality Test Log C

(BSLT) method. In this method the nature of


toxicity was determined by determining the Figure 3.4 Regression curve of determination of
value of LC50 in several variations in the LC50 value
concentration of the test solution. The
results of the cytotoxic test were listed in In Figure 3.4 it can be seen that there was an
Table 3.4. increase in mortality based on the increase
in concentration. After obtaining the
Table 3.4 Observation result of cytotoxic test regression equation for each extract, the LC50
Sampl Total % Probit Log C LC50 value can be calculated. From these results
e of Death value (mg/L) the LC50 value of ethyl acetate fraction was
dead 6.1404 mg/L. Based on the toxicity value in
larvae plants it can be said to be very toxic if LC50 ≤
4 40 4.75 1.49
5 50 5.00 1.79
30 mg/L, toxic if it is 31 mg/L ≤ LC50 ≤ 1000
MeOH 6 60 5.25 2.09 55.16 mg/L and non-toxic if LC50 > 1000 mg/L. So
9 90 6.28 2.39 that it can be seen that the highest cytotoxic
9 90 6.28 2.69 activity of shrimp larvae (Artemia salina
5 50 5.00 1.49
6 60 5.25 1.79
Leach) was indicated by ethyl acetate fraction
Hex 7 70 5.52 2.09 35.04 with LC50 of 6.1404 mg/L followed by
8 80 5.84 2.39 residual fraction with LC50 of 8.4043 mg/L,
9 90 6.28 2.69 LC50 of hexane fraction of 35.0429 mg/L, and
7 70 5.52 1.49
the lowest activity was indicated by methanol
7 70 5.52 1.79
EtOAc 8 80 5.84 2.09 6.14 extract with LC50 of 55.1696 mg/L. The test
8 80 5.84 2.39 results showed that the polar, semipolar and
9 90 6.28 2.69 non-polar fractions of methanol extract of
7 70 5.52 1.49 pineapple peel had cytotoxic activity against
7 70 5.52 1.79
Res 8 80 5.84 2.09 8.40 shrimp larvae (Artemia salina Leach).
9 90 6.28 2.39 Phenolic compounds not only act as
9 90 6.28 2.69 antioxidants but they are also toxic. Based
Contro 0 0 0 0 on the total phenolic test results, the total
l

35
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

phenolic content in the ethyl acetate fraction [3] Hossain, M. F. Nutritional Value and
was very high. The high total phenolic Medicinal Benefits of Pineapple.
content in this ethyl acetate fraction caused International Journal of Nutrition and
the fraction to be very toxic. In a previous Food Sciences 2015,4(1), 84.
study, toxicity tests of juice and pineapple [4] Comparative Study on the Extraction of
hump had also been carried out with three Bioactive Compound from Banana and
variations (fruit hump juice, fruit flesh Pineapple Peel Extract. Dec. 14-15,
extract, and fruit hump mixture) against 2017 Kuala Lumpur (Malaysia) 2018.
shrimp larvae (Artemia salina Leach). The [5] Wang, Z.; Tochi, B. N.; Xu, S.- Y.; Zhang,
results indicated that the three pineapple W. Therapeutic Application of
juice had an LC50 value > 1000 ppm which Pineapple Protease (Bromelain): A
showed that all samples were non-toxic and Review. Pakistan Journal of Nutrition
did not have a positive correlation as 2008, 7(4), 513–520.
anticancer drugs [23-24]. [6] Salas, C. E.; Gomes, M. T.; Hernandez,
M.; Lopes, M. T. Plant Cysteine
4. Conclusion Proteinases: Evaluation of the
Based on the results of research conducted Pharmacological Activity.
on pineapple peel (Ananas comosus L. Merr) Phytochemistry 2008, 69(12), 2263–
contains phenolic, coumarin and steroids. 2269.
The total phenolic content contained in the [7] Mantovani, A.; Allavena, P.; Sica, A. &
methanol extract was 0.3335 mg GAE/g Balkwill, F. Cancer-related
extract, while the hexane fraction, ethyl inflammation. Nature 2008, Volume
acetate fraction and residual fraction 454, pp. 436-444.
respectively were 0.0815; 0,3403; 0.2087 mg [8] Mynott, T.; Guandalini, S.; Raimondi,
GAE/g. Antioxidant activity with the DPPH F.; Fasano, A. Bromelain Prevents
method showed that the methanol extract Secretion Caused by Vibrio Cholerae
and ethyl acetate fraction were classified as and Escherichia Coli Enterotoxins in
very strong antioxidants, the residual Rabbit Ileum in Vitro.Gastroenterology
fraction was classified as strong and the 1997,113(1), 175–184.
hexane fraction was classified as moderate. [9] Brakebusch, M. et al. Bromelain is an
IC50 values for methanol extract, hexane accelerator of phagocytosis,
fraction, ethyl acetate fraction and residual respiratory burst and Killing of
fraction were 11.29; 193,71; 44.94; 52.80 Candida albicans by human
mg/L. The cytotoxic test results showed that granulocytes and monocytes. Eur J
the ethyl acetate fraction and residual Med Res, Volume 6, pp. 193-200.
fraction were classified as very toxic with [10] Brien, S. Bromelain as a Treatment for
LC50 values of 6.1404 and 8.4043 mg/L Osteoarthritis: a Review of Clinical
respectively. From this study, it was found Studies. Evidence-based
that ethyl acetate fraction showed the Complementary and Alternative
highest total phenolic content and cytotoxic Medicine 2004.
activity while the methanol extract showed [11] Hossain, M. A.; Rahman, S. M. Total
the highest antioxidant activity. Phenolics, Flavonoids and Antioxidant
Activity of Tropical Fruit Pineapple.
5. Preface Food Research International
Author preface says to all parties who have 2011,44(3), 672–676.
helped and contributed in completing this [12] Ma, C.; Et.al. Characterization of Active
thesis, provide suggestion, motivation, Phenolic Components in the Ethanolic
prayer, and advice to the author. Extract of Ananas Comosus L. Leaves
Using High-Performance Liquid
Chromatography with Diode Array
References Detection and Tandem Mass
[1] Khinho, J; Et.al. Tumbuhan Obat Spectrometry. Journal of
Tradisional di Sulawesi Utara Jilid II, Chromatography A 2007,1165(1-2),
Balai Penelitian Kehutanan Manado 39–44.
Nadan Penelitian dan Pengembangan [13] Rahmat, D.; Et.al. Peningkatan
Kehutanan Kementrian Kehutanan, Aktivitas Antimikroba Ekstrak Nanas
2011. (Ananas Comosus (L.). Merr) Dengan
[2] Emeka, E. E.; Et.al. Evaluation of Pembentukan Nanopartikel. Journal of
Antibacterial Activities of Silver Sains dan kesehatan 2015,1(5), 236–
Nanoparticles Green-Synthesized 244.
Using Pineapple Leaf (Ananas [14] Anggraini D; Rahmides WS; Malik M.
Comosus). Micron 2014,57, 1–5. Formulasi Sabun Cair dari Ekstrak

36
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Batang Nanas (Ananas comosus.L) [20] Isnindar, Wahyuono, S. and Setyowati,


untuk Mengatasi Jamur Candida E. P. Isolasi dan identifikasi senyawa
albicans. Riau: Sekolah Tinggi Ilmu antioksidan daun kesemek (diospyros
Farmasi Riau. Padang: Faculty of `kaki Thunb.) dengan metode DPPH
Pharmacy of Universitas Andalas (2,2-Difenil-1 Pikrilhidrazil), Journal of
Padang; 2012. h.30. Obat Tradisional 2011, 16(3), 157-164.
[15] Pourmorad, F.; Hossenimehr, S.J.;
Shahabimajd, N. Antioxidant Activity, [21] Niah, R.; Baharsyah, R. N. Uji Aktivitas
Phenol and Flavonoid Contents of Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit
Some Selected Iranian Medicial Plants. Buah Naga Merah Super (Hyclocereus
African Journal of Biotechnology 2006, Costaricencis). Journal of
5(11), 1142-1145. Pharmascience 2018, 5(1).
[16] Parwati, Ni Kadek Fina. Uji Aktivitas [22] Bahriul, Putrawan. Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Binahing Antioksidan Ekstrak Daun Salam
(Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) Syzygium polyanthum) Dengan
Dengan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil Menggunakan 1,1-difenil-2-
(DPPH) Menggunakan pikrilhidrazil. Journal of Akademika
Spektrofotometer UV-VIS. Journal of Kimia 2014.
Akademika Kimia 2014, 3(3), 143-149. [23] Frengki, Roslizawaty, Pertiwi, D.
[17] Ningdyah, A.W; Alimuddin, A.H; Toxicity Test Of Ethanol Extract Ant
Jayuska, A. Uji Toksisitas Dengan Plant Local Aceh (Mymercodia Sp)
Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Method Of Bslt Larvae Shrimp Artemia
Test) Terhadap Hasil Fraksinasi Salina Leach. Journal of Medika
Ekstrak Kulit Buah Tampoi Veterinaria 2014, 8, 60-62.
(Baccaurea macrocarpa). JKK 2015, [24] Khuluq, Much Husna; Wardatun, Sri;
4(1), 75-83. Wiendarlina, Ike Yulia. Uji Toksisitas
[18] Tianandari, Febri and Rasidah. Uji Sari Buah dan Bonggol Nanas (Ananas
Sitotoksik Ekstrak Etanol Buah comosus L. Merr) terhadap Larva
Ketumbar (Coriandrum sativum Linn) Udang (Artemia salina Leach). Journal
Terhadap Artemia salina Leach of Farmasi 2015.
Dengan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Aceh Nutrition Journal
2017.
[19] Turkmen, N.; Sari, F.; Velioglu, Y. S.
Effects of Extraction Solvents on
Concentration and Antioxidant Activity
of Black and Black Mate Tea
Polyphenols Determined by Ferrous
Tartrate and Folin–Ciocalteu Methods.
Food Chemistry 2006, 99(4), 835–841.

37
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

SENYAWA TRITERPENOID DARI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN TUMBUHAN


PEGAGAN (Centella asiatica (Linn) Urban)
Suryati*, Rahmi Vika Ulia, Emil Salim
Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas, Kampus Limau
Manis, Padang 25613
Email : suryati_chemua@yahoo.com

Abstrak : The pegagan plant (Centella asiatica (Linn.) Urban) has been used as traditional medicine
such as cough, burn, hemorrhoids, intestinal worms, stomachache, chicken pox, and boils. The
pegagan plant has known to contain flavonoid, phenolic, steroid, tannin, saponin, and triterpenoid
compound. In this research, one triterpenoid compound from pegagan plant leaves was isolated
and antibacterial activity tested against Escherichia coli and Staphylococcus aureus by diffusion
method. Extraction was carried out by maceration and isolation was carried out by column
chromatography. Purification of isolated compound by recrystallization method. Isolated compound
was obtained white solid with melting point 143º-145ºC, gave a triterpenoid positive test with
Liebermann Buchard reagent. Structure characterization of triterpenoid isolated compound using
infrared spectrophotometer showed the presence of absorption for the C-H stretching group at
2919,11 cm-1, at 3327,19 cm-1 was showed O-H (hydroxyl), at 1734,58 cm-1 was showed C=O
(carbonyl). As well as absorption of the germinal group dimethyl at wave numbers 1460.38 cm-1 and
1372.51 cm-1. Ultraviolet spectrophotometer of triterpenoid isolated compound show that was not
conjugated bond. The isolated triterpenoid has no antibacterial activity activity against Escherichia
coli and Staphylococcus aureus bacteria.

Kata Kunci :Pegagan, triterpenoid, anti-bacteria

1. Pendahuluan aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli .


Tumbuhan pegagan (Centella asiatica (Linn) Dhanalakshmi et al. (2018) telah melaporkan
Urban) banyak tersebar di kawasan Asia ekstrak etil asetat, etanol, aseton, kloroform,
Tenggara, India, Cina, Jepang dan Australia. petroleum eter dari daun tumbuhan pegagan
Tumbuhan ini secara tradisonal telah memiliki aktivitas antibakteri terhadap
digunakan sebagai obat batuk, wasir, bakteri Staphylococus heamolyticus,
cacingan, sakit perut, ayan (epilepsi), Staphylococus lentus, Staphylococus aureus,
kesuburan wanita, mimisan, amandel, Bacilus cereus, Escheria coli, Klebsiella
radang tenggorokan, campak, obat luka pneumonia dan Brevibacterium paucivorans
bakar, dan bisul [1,2,3]. [8-12].
Banyaknya khasiat dari tumbuhan Pada penelitian ini telah diisolasi satu
pegagan sangat dipengaruhi oleh senyawa senyawa triterpenoid dari daun tumbuhan
kimia yang terkandung dalam tumbuhan pegagan dan uji aktivitas antibakteri
tersebut. Pada penelitian sebelumnya telah terhadap bakteri Escherichia coli dan
melaporkan bahwa tumbuhan pegagan Staphylococcus aureus.
mengandung beberapa senyawa metabolit
sekunder seperti alkaloid, saponin, flavonoid, 2. Metodologi Penelitian
fenolik steroid, tanin, dan triterpenoid. 2.1 Alat
Beberapa senyawa yang telah dilaporkan dari Alat yang digunakan pada penelitian ini
tumbuhan pegagan adalah quercetin dan adalah maserator, rotary evaporator (Heidolp
kaemferol, asiatikosida, asam asiatik, asam Labora 4000), seperangkat alat distilasi,
brahmat, medasiatic acid, medakasosida, kolom kromatografi, plat KLT, Lampu UV
sitosterol, stigmasterol, vallerin dan (254-356 nm), Melting Point Apparatus,
brahmosida [4-7]. spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer
Penelitian sebelumnya telah melaporkan FTIR, peralatan gelas yang umum digunakan
beberapa bioaktivitas dari tumbuhan dilaboratorium, serta peralatan untuk uji
pegagan antara lain sebagai anti tumor, anti antibakteri seperti cawan petri, autoclave,
jamur dan sitotoksik. Sedangkan untuk inkubator, mikropipet dan laminar air flow.
aktivitas antibakteri juga telah dilaporkan
dari ekstrak etanol, kloroform, petroleum 2.2 Bahan
eter, metanol, aseton, etil asetat, heksana, Bahan yang digunakan pada penelitian ini 39
dan air. Bk Dask et al. (2011) melaporkan adalah daun tumbuhan pegagan, heksana,
bahwa ekstrak etanol, kloroform, petroleum etil asetat, metanol, silika gel 60 F254, pereaksi
eter, heksana dan air dari daun pegagan Liebermann-Burchad, pereaksi Mayer, bubuk
memiliki aktivitas antibakteri terhadap magnesium dan asam klorida pekat, NaOH,
bakteri Proteus vulgaris, Staphylococcus bakteri (Eschericia coli dan Staphyllococcus

38
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

aureus), media MHA (Mueller-Hinton Agar), diperoleh 47 vial. Subsubfraksi F.6.8.1 yang
media NA (Nutrient Agar), alkohol 70% dan menunjukan padatan putih dimurnikan lebih
NaCl 0,9%. lanjut dengan cara rekristalisasi sehingga
diperoleh padatan putih dengan massa 8,6
2.3 Prosedur penelitian mg yang positif triterpenoid dengan peraksi
2.3.1 Identifikasi Sampel Tumbuhan Pegagan Liebermann-Burchard.
(Centella asiatica (Linn.) Urban) Senyawa hasil dilakukan karakterisasi
Sampel berupa daun tumbuhan pegagan dengan spektoskopi ultraviolet (UV-Vis) dan
diperoleh di kota Payakumbuh, provinsi Inframerah serta melakukan uji antibakteri
Sumatera Barat, dan di identifikasi di terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Herbarium Jurusan Biologi Universitas Escherichia coli.
Andalas (ANDA)
2.3.5 Uji aktivitas antibakteri dengan metoda
2.3.2 Ekstraksi difusi
Sebanyak 1,1 kg serbuk halus pegagan 3 mg senyawa hasil isolasi dilarutkan dengan
dimaserasi dengan pelarut heksana, dan heksana dan diperoleh larutan induk 1500
disaring. Proses maserasi dilakukan mg/L. Selanjutnya dibuat beberapa variasi
berulang kali hingga maserat tidak lagi konsentrasi yaitu konsentrasi 1500, 750,
memberikan warna, semua fitrat di 375, 187,5, 93,75 mg/L. Larutan kontrol
kumpulkan kemudian dipekatkan dengan positif dengan konsentrasi 93,75 mg/L
rotary evaporator pada suhu 40˚C dan menggunakan amoxicillin 78,70 %
diperoleh ekstrak kental heksana. Ampas sisa Media NA (Nutrient Agar) sebanyak 0,28 g
maserasi ini dimaserasi lagi dengan etil asetat dilarutkan dengan 10 mL akuades dengan
dengan cara yang sama sehingga di dapatkan cara memanaskan dan diaduk menggunakan
ekstrak pekat etil asetat. Selanjutnya ampas magnetic stirer sampai mendidih dan larut
sisa disimpan untuk proses maserasi dengan sempurna. Sebanyak 5 mL NA
selanjutnya. dituangkan masing-masing ke dalam tabung
reaksi steril dan ditutup dengan alumunium
2.3.3 Uji Profil fitokimia voil, media disterilkan dalam autoklaf pada
0,5 gram ekstrak etil asetat dilarutkan suhu 121˚C selama 15 menit, media
dengan 25 mL metanol ditambahkan dibiarkan memadat pada suhu ruang ± 30
kloroform dan akuades (1:1), kemudian menit pada kemiringan 30˚. Media NA yang
dibiarkan beberapa menit dan terbentuk dua telah memadat ditumbuhkan bakteri dengan
lapisan yaitu lapisan kloform dan lapisan cara menggoreskan bakteri ke media agar dan
akuades. Lapisan atas (akuades) digunakan diinkubasi selama 24 jam. Bakteri yang telah
untuk memeriksa flavonoid dengan pereaksi tumbuh pada media NA diambil 1 ose
sianidin tes, saponin dengan penambahan disuspensikan dengan memasukan ke dalam
asam klorida, selanjutnya lapisan bawah NaCl fisiologi 0,9 % dan disamakan
(kloroform) digunakan untuk memeriksa kekeruhan dengan standar Mc Farland untuk
triterpenoid dan steroid dengan pereaksi menentukan jumlah bakteri yang dipakai.
Lieberman burchard. Untuk uji alkaloid Untuk media Mueller Hinton Agar (MHA)
dilakukan dengan pereaksi meyer dengan ditimbang sebanyak 9,75 gram dan
menguapkan pelarut dari ekstrak metanol dilarutkan dengan 250 mL akuades lalu
ditambahkan HCl dan pereaksi meyer, Uji dibiarkan mendidih dan disterilkan dengan
kumarin dilakukan dengan metoda autoklaf. Kedalam media MHA dimasukan
kromatografi lapis tipis dan NaOH 1% [13] suspensi bakteri, kemudian media yang telah
berisi suspensi bakteri dituangkan ke dalam
2.3.4 Isolasi dan Pemurnian cawan petri dan dibiarkan mengeras. Media
Sebanyak 30 gram ekstrak etil asetat yang sudah mengeras dibuat lubang/sumur
dilakukan isolasi dengan kromatografi kolom dan dimasukan sampel, larutan kontrol
gravitasi menggunakan sistem elusi dengan positif, negatif dengan menggunakan kapas. 40
metoda Step gradient polarity (SGP) dimulai Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 24
dari heksana 100% sampai etil asetat 100%, jam. Setelah 24 jam dilakukan pengukuran
hasil pemisahan ini menghasilkan 15 fraksi zona bening yang terbentuk
(F.1- F.15). Fraksi (F.6) (1,102 g) dilakukan
pemisahan lebih lanjut dengan kromatografi zona bening yang terbentuk
kolom gravitasi dengan metoda yang sama
dan menghasilkan 14 subfraksi (F.6.1- 3. Hasil dan Diskusi
F.6.14). Subfraksi (F.6.8) dilakukan 3.1 Identifikasi tumbuhan pegagan (Centella
pemisahan kembali dengan metoda elusi asiatica (Linn) Urban)
secara isokratik dengan perbandingan eluen Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan di
heksana : etil asetat (9,5 : 0,5) sehingga Herbarium Universitas Andalas (ANDA)

39
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

melalui surat Nomor 169/K- dengan pelarut heksana menghasilkan


ID/ANDA/IV/2019 diketahui bahwa sampel sebanyak 31,2920 gram ekstrak kental dari
yang digunakan termasuk kedalam family 10 kali penyaringan. Kemudian dilanjutkan
apiaceae, spesies Centella asiatica (L.) Urb pelarut etil asetat dan dihasilkan 30,7753
gram ekstrak etil asetat dari 3 kali
3.2 Ekstraksi daun tumbuhan pegagan penyaringan.
Ekstraksi dengan cara maserasi dipilih
karena pengerjaannya yang sederhana, 3.3 Uji fitokimia daun tumbuhan pegagan
ekstrak yang didapatkan lebih banyak, dan (Centella asiatica (Linn) Urban)
mencegah senyawa rusak, karena pengerjaan Hasil uji fitokimia daun tumbuhan pegagan
dilakukan pada suhu ruang [14]. Proses ekstrak etil asetat daun pegagan
ekstraksi dimulai dengan pelarut non polar dicantumkan pada Tabel 1.
yaitu dengan pelarut heksana yang
bertujuan untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang bersifat non polar. Maserasi

Tabel 1. Hasil uji profil fitokimia etil asetat daun tumbuhan pegagan
Ekstrak Etil
Metabolit Sekunder Pereaksi Pengamatan
Asetat
Flavonoid Sianidin Test Jingga (+)
Fenolik FeCl3 Hijau pekat (+)
Triterpenoid Lieberman Burchad Larutan jingga Kemerahan (+)
Steroid Lieberman-Burchad Larutan hijau (+)
Alkaloid Mayer Tidak ada endapan (-)
Saponin H2O Terbentuk gelembung (+)
Kumarin NaOH 2 % Adanya flouresensi merah (-)

Dari hasil uji fitokimia diketahui adanya


kandungan senyawa triterpenoid yang cukup
tinggi dari ekstrak etil asetat daun tumbuhan
pegagan, selanjutnya dilakukan isolasi,
pemurnian, karakterisasi struktur dan uji
aktivitas antibakteri.

3.4 Isolasi dan pemurnian


Hasil pemisahan 30 gram ekstrak etil asetat
dengan kromatografi kolom dengan cara elusi
bergradien diperoleh 15 fraksi (F1-F.15).
Gambar 1. Spektrum UV senyawa hasil
Pemisahan selanjutnya terhadap F.6 yang
isolasi
menunjukan uji positif triterpenoid dengan
pereaksi Liebermann buchard dilakukan
Spektrum FTIR senyawa hasil isolasi
dengan cara yang sama. Selanjutnya
(Ditampilkan pada gambar 2) dari data
pemurnian dilakukan dengan cara
spektrum diketahui bahwa triterpenoid hasil
rekristalisasi sehingga diperoleh padatan
isolasi mempunyai gugus fungsi CH stretching
putih dengan berat 8,6 mg.
pada bilangan gelombang 2919,11 cm-1,
gugus OH pada bilangan gelombang 3327,19
3.5 Karakterisasi Senyawa hasil isolasi
cm-1 dan juga didukung oleh vibrasi gugus C-
dengan spektoskopi UV dan FTIR
O pada bilangan gelombang 1036,72 cm-1 ,
Hasil pengukuran spektrum UV senyawa
1172,82 cm-1 dan 1237,5 cm-1. Gugus C=O
hasil isolasi (Gambar 1), menunjukan adanya
pada bilangan 1734,58 cm-1. Selain itu
serapan maksimum (λmaks) pada panjang
diperoleh pita serapan pada bilangan
gelombang 216 nm. Pada panjang gelombang
gelombang 1460, 38 cm-1 dan 1372,51 yang
ini elektron terjadi eksitasi elektron dari nσ*
menunjukan ada subtituen germinal dimetil
atau ππ* dan juga menunjukan tidak
yang merupakan ciri khas dari senyawawa
adanya ikatan rangkap yang berkonjugasi
triterpenoid[16].
[15].

40
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

5. Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada
kemenristek dikti yang telah memberikan
bantuan dana untuk penelitian ini

Referensi

[1] Pribadi, I.R.: Pengaruh Ekstrak Etanol


Daun Pegagan (Centella asiatica L.
Urban) Terhadap Mortalitas Larva Intar
IV Nyamuk Aedes aegypti (Linn). Skripsi.
Program Sarjana Kedokteran Hewan,
Fakultas Kedokteran Hewan 2013.
[2] Dewi, R.T.; Maryani, F.: Antioxidant and
α- Glucosidase Inhibitory Compounds of
Centella asiatica. Procedia Chemistry
Gambar 2. Spektrum Inframerah senyawa
2015, 17, 148-149.
hasil isolasi
[3] Ramadhan, N. S.; Rasyid, R.; Sy, E.: Daya
Hambat Ekstrak Daun pegagan (Centella
3.6 Hasil uji aktivitas antibakteri
asiatica) yang diambil di Batusangkar
Uji aktivitas antibakteri terhadap senyawa
terhadap Pertumbuhan Kuman Vibrio
triterpenoid hasil isolasi dilakukan dengan
cholera secara In Vitro. Jurnal Kesehatan
metoda difusi dengan cara sumuran, hasilnya
Andalas., 4(1), 203: (2015)
menunjukan bahwa senyawa triterpenoid
[4] Mora, E.; Fernando, A.: Optimasi
tidak memiliki aktivitas antibakteri baik
Ekstraksi Triterpenoid Total Pegagan
terhadap bakteri Gram positif Staphylococcus
(Centella asiatica (Linn.) Urban) yang
aureus bakteri Gram negatif Escherichia coli.
Tumbuh di Riau. Jurnal Penelitian
Hasil uji antibakteri senyawa triterpenoid
Farmasi Indonesia., 1(1): 11 (2012).
hasil isolasi pada larutan uji untuk bakteri
[5] Kristina, N. N.; Kusumah, E. D.; Lailani,
Escherichia coli menghasilkan zona bening
P.K.: Analisis Fitokimia dan Penampilan
pada konsentrasi 1500 mg/L, 750 mg/L dan
Polapita Protein Tanaman Pegagan
183 mg/L, namun pada larutan uji dengan
(Centella asiatica) Hasil Konservasi In
konsentrasi yang sama pada bakteri
Vitro. Bul. Littro., 20(1): 15-16 (2019).
Staphylococcus aureus tidak menghasilkan
[6] Sugianto, I.S.; Subandi.; Muntholib.: Uji
zona bening. Hal ini disebabkan karena
fitokimia Ekstrak Pegagan (Centella
senyawa hasil isolasi merupakan senyawa
asiatica) dan Buah Sirsak (Annona
triterpenoid yang bersifat non polar. Bakteri
muricata L.) Serta Potensinya Sebagai
Escherichia coli merupakan bakteri yang
Inhibitor Xantin Oksidase. Jurnal Kimia
memiliki lapisan lipid yang bersifat non polar
FMIPA Universitas Negeri Malang.
sehingga senyawa triterpenoid lebih mudah
[7] Sutardi.: Kandungan Bahan Aktif
menembus lapisan lipid dari pada lapisan
Tanaman Pegagan dan Khasiatnya
peptidoglikan yang bersifat polar yang
Untuk Meningkatkan Sistem Imun
terdapat pada bakteri Staphylococcus
Tubuh. Jurnal Litbang Pertanian., 35(3):
aureus[17].
123-124 (2016).
[8] Babu, T.D.; Kuttan, G.; Padikkala, J.:
4. Kesimpulan
Cytitoxic and Anti-Tumour Properties of
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh
Certain Taxa of Umbelliferae with Special
senyawa triterpenoid berupa padatan putih
to Centella asiatica (L) Urban. Journal of
dengan titik leleh leleh 143 - 145ºC.
Ethnopharmacology., 48: 55-57 (1995).
Karakterisasi struktur triterpenoid hasil
[9] Phuakjaiphaeo, C.; Kunasakdakul, K.:
isolasi dengan data spektrum UV dan FTIR
Isolation and Screening for Inhibitory
menunjukan bahwa senyawa triterpenoid
Activity on Alternaria brassicicola of
tidak memiliki ikatan rangkap berkonjugasi,
Endophytic Actinomycetes from Centella
memiliki gugus fungsi hidroksil , gugus
asiatica (L.) Urban. Journal of Agricultural
karbonil dan adanya gugus germinal dimetil.
Technology., 11(4): 910-911 (2015).
Senyawa triterpenoid hasil isolasi tidak
[10] Dash, BK.; Faruquee, HM.; Biswas, SK.;
menunjukan adanya aktivitas antibakteri
Alam, MK.; Sisir, SM.; Prodhan, UK.:
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Antibacterial and Antifungal Activities of
Escherichia coli.
Several Extracts of Centella asiatica L.
against Some Human Pathogenic

41
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Microbes. Life Sciences and Medicine [14] Ibrahim, S., Teknik Laboratorium Kimia
Research., 2011(35): 3-4 (2011). Organik, Pasca Sarjana Universitas
[11] Salmiwanti.; Ilyas, A.; Saleh, A.: Isolasi Andalas, 1998
Senyawa Metabolit Sekunder Fraksi N- [15] Kumar, K., Organic Chemistry, Dept of
Heksana dari Daun Pegagan (Centella Chemistry Amaritsar-143005, 2006.
asiatica L.) dan Uji Antibakteri Terhadap [16] Zetta, Y.; Prasetya, P.: Isolasi Senyawa a-
Mycobacterium tuberculosis. Jurnal Amirin Dari Tumbuhan Beilschmiedia
Kimia, Fakultas Sains Teknologi UIN Roxburghiana (Medang) dan Uji
Alauddin Makassar, 4(2): 56-63. Bioaktivitasnya. Akta Kimindo., 1(3): 28
[12] Dhanalakshmi, P.; Shamsudin, M.; (2007)
Xavier, T.F: Biological Efficacy of Centella [17] Haryati, S.D.; Darmawati, S.; Wilson, W.:
asiatica (L) urban Against Opportunistic Perbandingan Efek Ekstrak Buah
Pathogens. Journal of Pharmacy and Alpukat (Persea americana Mill) Terhadap
Biological Sciences., 8(1): 209-213 (2018). Pertumbuhan Bakteri Pseudomonas
[13] Rasyid, A.: Identifikasi Senyawa aeruginosa dengan Metode Disk dan
Metabolit Sekunder Serta Uji Aktivitas Sumuran. Prosiding Seminar Nasional
Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Publikasi Hasil-Hasil Penelitian dan
Metanol Teripang Stichopus hermanii. Pengabdian Masyarakat., 15: 348-351
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan (2017)
Tropis., 4: 360-368 (2012)

42
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI


UNTUK ANALISIS ASAM GALAT, BENZOAT DAN SALISILAT
SECARA SERENTAK DALAM DAUN SIRIH MERAH (Piper
crocatum)
Refilda*, Yulia Pratiwi, Indrawati

Laboratorium Kimia Analisis Terapan, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang 25613
*E-mail: refilda@sci.unand.ac.id

Abstrak: Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk analisis asam galat, benzoat
dan salisilat secara serentak dalam daun sirih merah telah divalidasi. Analisis KCKT
dilakukan dengan menggunakan sistem elusi isokratik pada kolom C18, panjang gelombang
272, 280 dan 310 nm dengan menggunakan fase gerak asetonitril : asam asetat 1% (10:90),
laju alir 0,7mL/menit, suhu kolom 28°C dan volume injeksi 20 µL. Hasil penelitian
menunjukan bahwa metode yang digunakan memenuhi persyaratan dari validasi metode, di
mana nilai standar deviasi relatif (SDR) ≤ 4,28%, batas deteksi (LoD) ≤ 0,45 mg/L, batas
kuantitasi (LoQ) ≤ 1,50 mg/L dan persen perolehan kembali 100,6%. Dengan demikian,
metode ini dapat digunakan untuk analisis asam galat, benzoat dan salisilat secara serentak
dalam daun sirih merah.

Kata Kuci: Validasi metode KCKT, asam galat, asam benzoat, asam salisilat

1. Pendahuluan Skendi, dkk juga telah melakukan


Validasi metode merupakan suatu pengembangan metode KCKT untuk
tindakan penilaian terhadap parameter analisis 24 senyawa fenolik secara serentak
tertentu untuk membuktikan bahwa pada 5 jenis tanaman Yunani [11]. Selain
parameter tersebut memenuhi persyaratan itu pengembangan metode KCKT pada
untuk penggunaannya, di mana metode analisis senyawa fenolik secara serentak
yang divalidasi bersifat akurat, spesifik, juga telah dilakukan pada daun tanaman
reprodusibel, dan tahan pada kisaran tempuyung, mitsuba dan buah jeruk [12-
analit yang akan dianalisis [1-4]. 13].
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) Pada penelitian ini dilakukan validasi
adalah suatu teknik pemisahan yang metode KCKT untuk analisis asam galat,
berdasarkan pada perbedaan pergerakan benzoat dan salisilat secara serentak dalam
komponen campuran. Perbedaan daun sirih merah. Analisis KCKT dilakukan
pergerakan ini dikarenakan pengaruh dari dengan mengacu pada penelitian yang
fase diam (stationary phase) dan fase gerak telah dilakukan oleh Seal, yaitu pada
(mobile phase) yang digunakan pada kolom C18, panjang gelombang 272, 280
kromatografi [5]. dan 310 nm dengan menggunakan fase
Sirih merah merupakan salah satu gerak asetonitril : asam asetat 1% (10:90),
tanaman obat tradisional. Daun sirih laju alir 0,7mL/menit, suhu kolom 28°C
merah dapat digunakan untuk mengobati dan volume injeksi 20 µL [13]. Parameter
berbagai macam penyakit seperti bengkak, validasi metode yang ditentukan yaitu
mimisan, radang mata, diabetes dan presisi, batas deteksi (LoD), batas
kanker. Daun sirih merah mengandung kuantitasi (LoQ), dan akurasi.
metabolit sekunder seperti saponin,
flavonoid, fenolik dan minyak atsiri [6-8]. 2. Metodologi Penelitian
Asam galat, asam benzoat dan asam 2.1 Alat
salisilat merupakan senyawa fenolik yang Peralatan yang digunakan pada penelitian
sering dijumpai di dalam tanaman obat [9]. ini adalah KCKT (Agilent 1260), sonikator
Metode KCKT telah banyak (Bandelin Sonorex), timbangan analitik
dikembangkan untuk analisis senyawa (Kern ABJ), hot plate stirrer, pipet mikro,
secara serentak. Gini dan Jothi telah botol vial dan beberapa peralatan gelas.
melakukan pengembangan metode KCKT
pada analisis senyawa fenolik (asam galat, 2.2 Bahan
katekol, asam benzoat, resorsinol, asam Bahan yang digunakan pada penelitian ini
askorbat, vanilin, dan kuersetin) secara adalah daun sirih merah, Asam galat
serentak dalam tanaman kiambang [10]. (Sigma), asam benzoat (Merck), asam

43
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

salisilat (Merck), metanol p.a (Merck), dengan menambahkan metanol grade


akuabides, metanol grade HPLC (Merck), HPLC sebanyak 0,94 mL dan
asetonitril grade HPLC (Merck) dan asam diultrasonifikasi selama 15 menit.
asetat p.a (Merck).
2.8 Penentuan Waktu Retensi dan
2.3 Persiapan Sampel Serapan Maksimum Asam Galat, Benzoat
Daun sirih merah segar diambil di daerah dan Salisilat
Bariang Indah, Kota Padang. Daun sirih Penentuan waktu retensi asam galat,
merah dibersihkan dengan air dan benzoat dan salisilat dilakukan dengan
ditiriskan, kemudian sampel dipotong menginjeksikan masing-masing larutan
kecil-kecil dan dikering anginkan selama standar konsentrasi 12 mg/L sebanyak 20
10 hari dalam ruangan yang terhindar dari µL pada KCKT (Agilent 1260). Kolom yang
sinar matahari. Sampel kering kemudian digunakan yaitu C18 dengan detektor DAD,
dijadikan serbuk dengan menggunakan komposisi fasa gerak asetonitril : asam
blender. asetat 1% (10 : 90), laju alir 0,7 mL/menit,
suhu kolom 28°C pada panjang gelombang
2.4 Ekstraksi Sampel 272, 280 dan 310 nm.
Sampel diekstrak dengan menggunakan
metode maserasi, yaitu dengan merendam 2.9 Validasi Metode KCKT
sebanyak 1 g serbuk daun sirih merah Pengukuran dilakukan pada larutan
dengan 20 mL pelarut akuabides selama 2 standar campuran asam galat, benzoat dan
hari di dalam erlenmeyer yang dilapisi oleh salisilat konsentrasi 12, 36, 60, 84 dan 108
aluminium foil. Sampel dikocok dengan mg/L untuk mendapatkan Kurva kalibrasi.
menggunakan stirrer selama 30 menit Nilai LoD dan LoQ ditentukan dengan nilai
setiap hari. Kemudian sampel disaring dan simpangan baku (S) dan kemiringan (B).
filtrat disimpan di dalam botol vial yang Presisi ditentukan dengan nilai standar
tertutup rapat. deviasi relatif (SDR) yang menunjukan
ukuran kedekatan antara serangkaian
2.5 Uji Kandungan Senyawa Fenolik hasil analisis yang diperoleh dari 5 kali
Uji kandungan senyawa fenolik dilakukan pengukuran pada larutan standar
dengan menambahan beberapa tetes campuran asam galat, benzoat dan salisilat
larutan FeCl3 ke dalam ekstrak sampel. konsentrasi 12 mg/L.
Akurasi dilakukan dengan
2.6 Persiapan Larutan Standar menginjeksikan larutan sampel (ekstrak
Larutan standar asam galat, benzoat dan air), larutan standar (larutan standar
salisilat konsentrasi 12 mg/L masing- campuran 60 mg/L) dan larutan sampel
masing dibuat dengan melarutkan standar adisi (larutan sampel dengan
sebanyak 0,02 mL larutan standar induk penambahan sejumlah tertentu analit).
600 mg/L ke dalam 0,98 mL metanol grade Pembuatan larutan sampel dilakukan
HPLC. Setelah itu larutan diultrasonifikasi dengan melarutkan 0,5 mL ekstrak sampel
selama 15 menit. Larutan standar induk dalam 0,5 mL metanol grade HPLC dan
asam galat, asam benzoat dan asam diultrasonifikasi selama 15 menit.
salisilat konsentrasi 600 mg/L masing- Sedangkan untuk pembuatan larutan
masing dibuat dengan melarutkan sampel standar adisi dilakukan dengan
sebanyak 1,2 mg masing-masig standar memipet 0,5 mL sampel, kemudian
dalam metanol grade HPLC pada labu ukur ditambahkan dengan larutan standar
2 mL hingga tanda batas. Kemudian induk asam galat, benzoat dan salisilat 600
larutan tersebut diultrasonifikasi selama mg/L masing-masing sebanyak 0,1 mL.
15 menit. Setelah itu larutan ditambahkan dengan
metanol grade HPLC sebanyak 0,2 mL dan
2.7 Pembuatan larutan standar diultrasonifikasi selama 15 menit.
campuran asam galat, benzoat dan
salisilat 3. Hasil dan Diskusi
Larutan standar campuran asam galat, 3.1 Ekstrak Daun Sirih Merah
benzoat dan salisilat dibuat dengan Hasil ekstraksi sampel dengan metode
konsentrasi 12, 36, 60, 84 dan 108 mg/L. maserasi yaitu ekstrak berwarna coklat.
Pembuatan larutan standar campuran Pelapisan erlenmeyer dengan aluminium
konsentrasi 12 mg/L dilakukan dengan foil pada proses ekstraksi bertujuan untuk
memipet larutan standar induk asam galat, menghindari ekstrak dari paparan cahaya.
benzoat dan salisilat 600 mg/L masing- Hal ini dikarenakan paparan cahaya dapat
masing sebanyak 0,02 mL ke dalam botol menurunkan kadar dari senyawa aktif
vial. Kemudian volumenya dijadikan 1 mL yang terkandung di dalam ekstrak [14].

44
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Hasil uji kandungan senyawa fenolik sesuai dengan yang dilaporkan oleh
pada ekstrak daun sirih merah Kusuma, dkk., bahwa daun sirih merah
menunjukan perubahan warna menjadi positif mengandung senyawa fenolik [16].
kehitaman setelah penambahan beberapa Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
tetes larutan FeCl3. Perubahan warna diketahui bahwa di dalam ekstrak daun
terjadi karena adanya reaksi yang terjadi sirih merah mengandung senyawa fenolik.
antara FeCl3 dengan salah satu gugus
hidroksil (OH) yang terdapat pada senyawa 3.2 Waktu Retensi dan Serapan
fenolik. Berdasarka penelitian yang telah Maksimum Asam Galat, Benzoat dan
dilaporkan oleh Chichioco-Hernandez dan Salisilat
Paguigan, bahwa suatu sampel positif Kromatogram dari hasil pengukuran
mengandung senyawa fenolik apabila masing-masing standar dapat dilihat pada
mengalami perubahan warna menjadi biru, Gambar 1. Berdasarkan kromatogram
hijau, ungu atau hitam setelah dapat diketahui bahwa waktu retensi dari
penambahan FeCl3 [15]. Sehingga dapat asam galat yaitu 1,444 menit, asam
diketahui bahwa ekstrak daun sirih merah benzoat 12,459 menit dan asam salisilat
mengandung senyawa fenolik. Hal ini 13,166 menit.

(a)
Tinggi Puncak

menit
Waktu Retensi

(b)
Tinggi Puncak

menit
Waktu Retensi
(c)
Tinggi Puncak

menit
Waktu Retensi
Gambar 1. Kromatogram larutan standar asam galat (a) asam benzoat (b) dan asam salisilat (c)
konsentrasi 12 mg/L pada kolom C18, detektor DAD dengan komposisi fase gerak asetonitril dan asam
asetat 1% (10:90), laju alir 0,7 mL/menit, volume injeksi 20 µL dan suhu kolom 28°C

Kromatogram hasil pengukuran dari masing standar yaitu pada panjang


larutan standar campuran asam galat, gelombang 280 nm. Hal ini dikarenakan
benzoat dan salisilat konsentrasi 12 mg/L pada panjang gelombang 310 nm puncak
pada panjang gelombang 272, 280 dan 310 dari asam benzoat tidak terdeteksi dan
nm dapat dilihat pada Gambar 2. pada panjang gelombang 272 nm puncak
Berdasarkan kromatogram dapat dilihat dari asam salisilat yang dihasilkan tidak
bahwa pemisahan yang baik dari masing- setajam pada panjang gelombang 280 nm.

45
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Hal ini sesuai dengan nilai resolusi (Rs) yaitu 2,85 dan 2,86. Nilai Rs > 1,5
yang diperoleh, di mana nilai resolusi menunjukan bahwa suatu puncak terpisah
masing-masing puncak pada panjang secara sempurna dengan puncak
gelombang 280 nm lebih besar disebelahnya [17]. Berdasarkan hal
dibandingkan dengan panjang gelombang tersebut dapat diketahui bahwa serapan
272 nm. maksimum dari asam galat, benzoat dan
Nilai resolusi dari pemisahan puncak salisilat yaitu pada panjang gelombang 280
asam galat dan asam benzoat pada panjang nm. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan
gelombang 272 dan 280 nm yaitu 69,22 oleh Goleniowski, dkk., di mana panjang
dan 69,68. Sedangkan nilai resolusi antara gelombang 280 nm merupakan alternatif
puncak asam benzoat dan asam salisilat terbaik untuk analisis kelompok senyawa
pada panjang gelombang 272 dan 280 nm fenolik [18].

mAU
(a)
Tinggi Puncak

menit
Waktu Retensi

mAU
(b)
Tinggi Puncak

menit
Waktu Retensi

mAU
(c)
Tinggi Puncak

menit
Waktu Retensi
Gambar 2. Kromatogram larutan standar campuran asam galat, benzoat dan salisilat konsentrasi 12
mg/L pada panjang gelombang 272 (a) 280 (b) dan 310 nm (c) dengan detektor DAD, kolom C18,
komposisi fase gerak asetonitril : asam asetat 1% (10 : 90), laju alir 0,7 mL/menit, volume injeksi 20 µL
dan suhu kolom 28°C

Senyawa yang terelusi lebih awal yaitu asam salisilat. Hal ini karena interaksi
asam galat, kemudian asam benzoat dan antara asam galat terhadap fase diam yang
asam salisilat. Hal ini sesuai dengan yang bersifat non polar kecil sehingga asam galat
dilaporkan oleh Mradu, dkk pada analisis terelusi lebih awal dibandingkan dengan
12 standar senyawa fenolik, di mana asam asam benzoat dan asam salisilat.
galat terelusi lebih awal, kemudian diikuti
oleh asam benzoat dan asam salisilat [9]. 3.3 Validasi Metode KCKT
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui Hasil pengukuran larutan standar
bahwa asam galat bersifat lebih polar campuran asam galat, benzoat dan salisilat
dibandingkan dengan asam benzoat dan pada konsentrasi 12, 36, 60, 84 dan 108
mg/L dapat dilihat pada kurva kalibrasi

46
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

standar asam galat, benzoat dan salisilat benzoat dan salisilat masing-masing yaitu
pada Gambar 3. Persamaan regresi untuk 0,987, 0,970 dan 0,996. Sedangkan nilai
asam galat yaitu y = 56,33x – 354,5, asam koefisien korelasi (r) yang diperoleh
benzoat yaitu y = 14,71x – 191,6 dan asam masing-masing yaitu 0,993, 0,985 dan
salisilat yaitu y = 10,38x + 2,511. Nilai 0,998 untuk asam galat, benzoat dan
koefisien determinasi (r2) untuk asam galat, salisilat.

7000
Asam Galat
y = 56,33x - 354,5
6000 r² = 0,987 Asam Benzoat
Luas Puncak (mAUs)

r = 0,993
5000 Asam Salisilat

4000

3000 y = 14,71x - 191,6


r² = 0,970
2000 r = 0,985
1000 y = 10,38x + 2,511
r² = 0,996
0 r= 0,998
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108
Konsentrasi (mg/L)

Gambar 3. Kurva kalibrasi larutan standar asam galat, benzoat dan salisilat

Nilai koefisien determinasi yang konsentrasi yang ditunjukan dengan nilai


diperoleh yaitu mendekati nilai 1, sehingga koefisien korelasi ≥ 0,998 pada analisis 24
dapat diketahui bahwa variabel bebas senyawa fenolik [11]. Seal juga melaporkan
(konsentrasi) sangat berpengaruh terhadap bahwa nilai koefisien korelasi yang
variabel terikat (luas puncak). Nilai diperoleh dari pengukuran 6 variasi
koefisien korelasi yang diperoleh juga konsentrasi yaitu ≥ 0,995 yang
mendekati nilai 1. Hal ini menunjukan menunjukan bahwa adanya hubungan
adanya hubungan linear antara linear antara konsentrasi dengan luas
konsentrasi dengan luas puncak, di mana puncak [13]. Berdasarkan hal tersebut,
nilai r = +1 atau -1 menunjukan adanya maka diketahui bahwa asam salisilat
hubugan linear yang ideal [3]. Skendi, dkk memiliki hubungan linear atau korelasi
melaporkan bahwa adanya korelasi yang yang tinggi antara konsentrasi dengan luas
tinggi dari pengukuran 6 variasi puncak yang terukur.

Tabel 1. Hasil validasi metode KCKT untuk analisis asam galat, benzoat dan salisilat
Senyawa Koefisien SDR SDR LoD LoQ % Recovery
Korelasi Berdasarkan Berdasarkan (mg/L) (mg/L) (%)
(r) Waktu Retensi (%) Luas Puncak (%)
Asam Galat 0,993 2,13 3,89 0,37 1,23 100,6
Asam Benzoat 0,985 4,28 0,67 0,16 0,52 -
Asam Salisilat 0,998 3.28 1,08 0,45 1,50 -

Nilai SDR yang dihasilkan dari puncak yaitu ≤ 0,55% [13]. Berdasarkan
pengukuran larutan standar campuran hal tersebut, maka presisi atau ketelitan
asam galat, benzoat dan salisilat dari metode KCKT yang digunakan cukup
konsentrasi 12 mg/L dengan 5 kali baik.
pengulangan yaitu ≤ 4,28%. Nilai yang Berdasarkan nilai LoD dan LoQ yang
diperoleh memenuhi kriteria dari validasi diperoleh, diketahui bahwa konsentrasi
metode yaitu ≤ 5%. Anggraini melaporkan terendah yang dapat terukur dengan
bahwa nilai SDR yang diperoleh pada metode ini yaitu 0,37 mg/L untuk asam
analisis asam sitrat, format dan oksalat galat, 0,16 mg/L untuk asam benzoat dan
secara serentak berdasarkan waktu retensi 0,45 mg/L untuk asam salisilat.
dan luas puncak yaitu ≤ 4,359% [17]. Seal Sedangkan konsentrasi terendah yang
juga melaporkan bahwa nilai SDR yang dapat terukur dengan presisi dan akurasi
diperoleh pada analisis asam askorbat, yang dapat diterima yaitu 1,23 mg/L untuk
fenolik dan flavonoid secara serentak asam galat, 0,52 mg/L untuk asam benzoat
berdasarkan waktu retensi dan luas dan 1,50 mg/L untuk asam salisilat. Asam

47
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

benzoat memiliki nilai LoD dan LoQ 4. Susanti, M., Dachriyanus.


terkecil, sehingga dapat diketahui bahwa Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. LPTIK
metode ini sangat sensitif terhadap asam UNAND, 2015, 1-92.
benzoat. Skendi, dkk melaporkan bahwa 5. Anggraini, D. Penentuan Asam Sitrat,
pada analisis 24 senyawa fenolik secara Oksalat dan Format secara Simultan
serentak diperoleh nilai LoD dan LoQ yang pada Tanah dan Kompos dengan
kecil yaitu 0,16 dan 0,48 mg/L [11]. Metode Kromatografi Cair Kinerja
Berdasarkan hal tersebut, maka metode Tinggi (KCKT). Skripsi, UNAND, 2015,
yang digunakan merupakan metode yang 1-52.
baik karena mampu mendeteksi dan 6. Hariana, a. 262 Tumbuhan Obat dan
mengkuantitasi pada konsentrasi kecil. Khasiatnya. Penebar Swadaya.
Persen perolehan kembali standar Jakarta, 2013, 351-352.
asam galat dalam ekstrak air daun sirih 7. Ulung, G., Pusat Studi Biofarmaka
merah yaitu 100,6%. Nilai persen LPPM IPB. Sehat Alami dengan Herbal:
perolehan kembali yang diperoleh 250 Tanaman Berkhasiat Obat,
memenuhi persyaratan dari validasi Gramedia Pustaka Utama. Jakarta,
metode, yaitu berkisar antara 80-110% [3]. 2014, 369-374.
Berdasarkan hasil dari validasi metode, 8. Luardini, M. A., Asi, N., Garner, M.
dketahui bahwa metode ini baik digunakan Ecolinguistics of Ethno-Medicinal
untuk analisis asam galat, benzoat, dan Plants of The Dayak Ngaju Community.
salisilat secara serentak dalam sampel Language Sciences, 2019, 77-84.
daun sirih merah. 9. Mradu, G., Saumyakanti, S., Sohini,
M., Arup, M. HPLC Profiles of Standard
4. Kesimpulan Phenolic Compounds Present in
Berdasarkan penelitian yang telah Medicinal Plants. International Journal
dilakukan, diketahui bahwa metode KCKT of Pharmacognosy and Phytochemical
dengan sistem elusi isokratik pada kolom Research, 2012, 162-167.
C18, detektor DAD, panjang gelombang 10. Gini, T. G., Jothi, G. J. Column
280 nm dengan komposisi fase gerak Chromatography and HPLC Analysis of
asetonitril : asam asetat 1% (10 : 90), laju Phenolic Compounds in the Fractions
alir 0,7 mL/menit, volume injeksi 20 μL, of Salvinia molesta mitchell. Egyptian
dan suhu kolom 28°C telah divalidasi. Journal of Basic and Applied Sciences,
Metode ini memiliki presisi dan akurasi 2018, 1-7.
yang baik serta batas deteksi (LoD) dan 11. Skendi, A., Irakli, M. Analysis of
batas kuantitasi (LoQ) yang kecil. Phenolic Compounds in Greek Plants of
Lamiaceae Family by HPLC. Journal of
5. Ucapan Terima Kasih Applied Research on Medicinal and
Terima kasih penulis ucapkan kepada Aromatic Plants, 2017, 1-8.
semua pihak yang telah membantu dalam 12. Mesquita, E., Monteiro, M.
kelancaran penelitian ini yang tidak dapat Simultaneous HPLC Determination of
penulis sebutkan satu persatu. Flavonoids and Phenolic Acids Profile
in Pêra-Rio Orange Juice. Food
Referensi Research International, 2017, 1-28.
1. Rahmayuni, E., Harmita., Suryadi, H. 13. Seal, T. Quantitative HPLC Analysis of
Development and Validation Method for Phenolic Acids, Flavonoids and
Simultaneous Analysis of Retinoic Acid, Ascorbic Acid in Four Different Solvent
Hydroquinone and Corticosteroid in Extracts of Two Wild Edible Leaves,
Cream Formula by High-Performance Sonchus Arvensis and Oenanthe
Liquid Chromatography. Journal of Linearis of North-Eastern Region.
Applied Pharmaceutical Science, 2018, Journal of Applied Pharmaceutical
087-092. Science, 2016, 6, 157-166.
2. Astuti, E. J., Ilham, R. F. N., Rahman, 14. Amperawati, S., Hastuti, P., Pranoto,
J. Validation Method for Determining Y., Santoso, U. Efektifitas Frekuensi
Sodium Benzoate in Fruit Juice Drinks Ekstraksi Serta Pengaruh Suhu dan
in Malang. Jurnal Farmasi dan Ilmu Cahaya Terhadap Antosianin dan Daya
Kesehatan, 2019, 19-23. Antioksidan Ekstrak Kelopak Rosela
3. Harmita. Petunjuk Pelaksanaan (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal Aplikasi
Validasi Metode dan Cara Teknologi Pangan, 2019, 38-45.
Perhitungannya. Majalah Ilmu 15. Chichioco-Hernandez, C. L., Paguigan
Kefarmasian 2004, 117-135. N. D. Phytochemical Profile of Selected

48
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 8 Nomor 1, Maret 2019
www.kimia.fmipa.unand.ac.id

Philippine Plants used to Treat 17. Anggraini, D. Penentuan Asam Sitrat,


Asthma. PHCOG J, 2010, 2, 197-202. Oksalat dan Format secara Simultan
16. Kusuma, S. A. F., Tjitraresmi, A., pada Tanah dan Kompos dengan
Susanti, G. Antibacterial Effect of Red Metode Kromatografi Cair Kinerja
Piper Betle Leaf Ethanolic Extracts to Tinggi (KCKT). Skripsi, UNAND, 2015,
Lactobacillus Acidophilus and 1-52
Lactobacillus Bifidus Growth 18. Goleniowski, M., Cusido, R. M., Bonfill,
Inhibition. Asian Journal of M., Palazon, J. Phenolic Acids.
Pharmaceutical and Clinical research, Springer, 2013, 1952-1973.
2017, 65-68.

49

Anda mungkin juga menyukai