Anda di halaman 1dari 10

STUDI KASUS HUKUM LINGKUNGAN

PENEGAKAN HUKUM KASUS KELALAIAN KEBAKARAN


LAHAN PT. KUMAI SENTOSA (PT. KS)

MAKALAH

(LOGO)

Disusun oleh:
Nama
NIM

FAKULTAS
UNIVERSITAS
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Pembahasan............................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan................................................................................................2
D. Tinjauan Pustaka....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Profil PT. Kumai Sentosa (PT. KS)........................................................................3
B. Kronologi Kebakaran Lahan PT. Kumai Sentosa (PT. KS)....................................3
C. Hasil Pertimbangan Mahkamah Agung Terhadap Kasus Ini..................................4
D. Alasan Hakim Membebaskan Terdakwa................................................................5
BAB III PENUTUP................................................................................................7
A. Kesimpulan............................................................................................................7
B. Saran......................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................8

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 21 Agustus 2019, sebuah kejadian tragis melanda areal Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) milik PT. Kumai Sentosa (PT. KS) di Desa
Sungai Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan
Tengah. Kejadian tersebut berupa kebakaran lahan yang pertama kali muncul di seberang
pembatas parit dengan Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), yang kemudian
menjalar dengan cepat dan melibatkan area Blok 41 PT Kumai Sentosa (Mahkamah Agung,
2021).
Akan tetapi, kebakaran ini tidak dapat disimpulkan sebagai hasil sengaja dibakar
oleh pihak PT. Kumai Sentosa. Sebaliknya, kebakaran ini berawal di luar batas perusahaan
dan menjalar ke area izin usaha kelapa sawit PT Kumai Sentosa (Mahkamah Agung, 2021).
Oleh karena itu, muncul perdebatan mengenai tanggung jawab hukum PT Kumai Sentosa
terkait insiden ini.
Tindak pidana yang menjerat PT Kumai Sentosa didasarkan pada dugaan
pelanggaran terhadap baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Pihak perusahaan didakwa baik karena tindakan
langsung yang menyebabkan pelanggaran baku mutu maupun kelalaiannya yang turut
berkontribusi pada pelanggaran tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT. Kumai Sentosa menghadapi tuntutan hukum yang
signifikan. Pasal 116 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 119 huruf c Undang-Undang tersebut
menjadi dasar hukum bagi tuntutan hukuman terhadap perusahaan ini. Selain itu, PENMA
Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korporasi juga dipakai
sebagai dasar hukum dalam menghadapi PT. Kumai Sentosa (Mahkamah Agung, 2021).
Melalui tuntutan ini, jaksa penuntut umum menuntut PT. Kumai Sentosa untuk
dijatuhi pidana pokok berupa pidana denda. Selain itu, pidana tambahan berupa perbaikan
akibat tindak pidana diajukan sebagai langkah untuk memulihkan lahan yang rusak akibat
kebakaran seluas 2.600 hektar. Biaya perbaikan tersebut ditaksir mencapai
Rp935.735.340.000,00 (Mahkamah Agung, 2021). Tuntutan ini mencerminkan keseriusan
hukum dalam menanggapi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan ini,

1
sekaligus memberikan sinyal bahwa perusahaan harus bertanggung jawab penuh terhadap
kerusakan yang terjadi akibat kelalaiannya.
B. Rumusan Pembahasan
Dalam pembahasan ini, maka dirumuskanlah beberapa rumusan masalah yang akan
dibahas secara mendetai yakni:
1. Apa itu PT. Kumai Sentosa (PT. KS)?
2. Bagaimana kelalaian kebakaran lahan PT. Kumai Sentosa (PT. KS) bisa terjadi?
3. Apa putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait kasus ini?
C. Tujuan Pembahasan
Setelah menentukan rumusan masalah, maka tujuan pembahasan dapat ditentukan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui PT. Kumai Sentosa (PT. KS)
2. Untuk mengetahui kelalaian kebakaran lahan PT. Kumai Sentosa (PT. KS) bisa terjadi
3. Untuk mengetahui putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait kasus ini
D. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, kita dapat menentukan tinjauan
pustaka sebagai berikut:
1. Konsep Hukum Lingkungan di Indonesia
Hukum lingkungan di Indonesia telah diatur dalam berbagai perundang-undangan, salah
satunya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ini memberikan landasan hukum bagi penegakan
aturan terkait lingkungan hidup, termasuk tindak pidana yang dapat diterapkan terhadap
perusahaan yang melanggar ketentuan perlindungan lingkungan (Hakim, 2016).
2. Ketentuan Perlindungan Lingkungan di Sektor Perkebunan
Dalam konteks perkebunan, termasuk kelapa sawit, terdapat regulasi yang mengatur
standar lingkungan, seperti baku mutu udara ambien, air, dan laut (Nagara, 2017).
Banyak penelitian sebelumnya telah menunjukkan pentingnya kepatuhan perusahaan
perkebunan terhadap ketentuan ini untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan.
3. Kasus-Kasus Serupa di Indonesia
Studi kasus-kasus serupa terkait pelanggaran lingkungan oleh perusahaan di Indonesia
menjadi referensi penting dalam menilai konsistensi penegakan hukum dan pemberian
sanksi seperti kasus kebakaran lahan di Kawasan Gunung Bromo yang terjadi pada 6-15
September 2023 (Sulaeman et al., 2023).

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil PT. Kumai Sentosa (PT. KS)
PT. Kumai Sentosa didirikan oleh I Ketut Supastika bin I Wayan Sukarda,
sebagaimana tercatat dalam akta pendirian yang dibuat oleh seorang notaris pada tanggal
21 Mei 2013. Pada saat pendiriannya, perusahaan ini memperoleh Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) Menengah Nomor 0145/15.02/KPTP/PM/X/2014 yang diterbitkan
pada tanggal 24 Oktober 2014, serta Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Nomor
066/00405/KPTP/SITU/2014 yang dikeluarkan pada tanggal 9 September 2014
(Mahkamah Agung, 2021).
Bertempat di Desa Sungai Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin
Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, PT Kumai Sentosa memiliki areal konsesi Ijin Usaha
Perkebunan (IUP) seluas 6.100 hektar (Dini et al., 2022). Perusahaan ini menjalankan
kegiatan utamanya dalam bidang perkebunan kelapa sawit (Mahkamah Agung, 2021).
Dengan fokus pada bidang usaha ini, PT Kumai Sentosa memiliki tanggung jawab
terhadap dampak lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan operasionalnya.
Dalam hal administratif, PT Kumai Sentosa memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dengan nomor 71.014.530.1-713.000. NPWP ini mencerminkan kewajiban
perusahaan untuk mematuhi ketentuan pajak dan kewajiban perpajakan yang berlaku di
Indonesia. Sebagai perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan, PT Kumai Sentosa
memiliki tanggung jawab untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan memastikan
bahwa operasionalnya sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang berlaku di sektor
tersebut (Mahkamah Agung, 2021).

B. Kronologi Kebakaran Lahan PT. Kumai Sentosa (PT. KS)


Pada tanggal 21 Agustus 2019, di Desa Sungai Cabang, Kecamatan Kumai,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, sebuah kejadian serius
terjadi yang melibatkan PT. Kumai Sentosa (PT. KS). Lokasi kejadian kebakaran lahan
berada pada titik koordinat S. 03° 21.651' E111° 51.070' dan S. 03° 19.616' E 111°
50.079', yang melibatkan Blok 41, 40, 39, 38, 37, 36, 35, 34, 33, 32, dan 31. Blok ini
merupakan area pembukaan lahan (land clearing) dan penanaman kelapa sawit milik PT.
Kumai Sentosa. Pada tanggal tersebut juga, sekitar pukul 16.00 WIB, sejumlah anggota
tim patroli api, seperti Mirhansyah dan Isro, melihat keberadaan api di luar batas Blok 41
atau seberang parit batas dengan kawasan TNTP (Taman Nasional Tanjung Puting).

3
Keadaan ini sangat kritis karena angin bertiup kencang ke arah Tenggara, menuju Blok
41. Mirhansyah, bersama dengan rekan saksi Isro, berusaha menghadapi situasi ini, tetapi
asap yang sangat pekat membuat mereka sulit untuk memadamkan api yang semakin
mendekati parit Boundaries (Mahkamah Agung, 2021).
Sebelum bantuan tiba, api melompat ke Blok 41 karena ditiup angin kencang. Tim
pemadam kebakaran datang tepat waktu, tetapi api telah berhasil menyebar dan
membakar area lahan Blok 41 PT. Kumai Sentosa. Tim pemadam dengan seluruh
peralatan yang ada dan karyawan PT. Kumai Sentosa berjuang untuk memadamkan api
hingga pukul 04.00 WIB tanggal 22 Agustus 2019 di Blok 39. Namun, pada siang hari
tanggal 22 Agustus 2019, situasi kembali memburuk. Angin kencang membuat api sulit
dipadamkan oleh tim pemadam PT. Kumai Sentosa yang dibantu oleh karyawan
perusahaan, anggota TNI, POLRI, warga sekitar, dan BNPB. Akibatnya, api meluas dan
membakar seluruh areal perkebunan PT. Kumai Sentosa dari Blok 41 sampai Blok 31,
mencakup luas 2600 hektar (Mahkamah Agung, 2021).
Dari hasil perhitungan kerugian yang dilakukan oleh Ahli Kebakaran Hutan dan
Lahan, Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo, M. Agr, total biaya yang diperlukan untuk
memulihkan lahan seluas 2600 hektar mencapai Rp. 935.735.340.000,00 (Mahkamah
Agung, 2021). Dengan berbagai fakta hukum tersebut, perlu dilakukan kajian untuk
menentukan apakah PT. Kumai Sentosa dan perwakilan hukumnya, Ketut Supastika,
telah melakukan perbuatan dengan sengaja atau kelalaiannya yang mengakibatkan
pelanggaran baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.

C. Hasil Pertimbangan Mahkamah Agung Terhadap Kasus Ini


Mahkamah Agung memutuskan untuk membebaskan terdakwa dengan
pertimbangan yang mendalam. Putusan tersebut didasarkan pada penilaian hakim fakta
sebagai putusan pengadilan tingkat pertama dan banding (judex facti) (Arista & Dewanto,
22015) yang menilai bahwa kejadian terjadi di lokasi yang rentan terhadap angin kencang
dari arah tenggara. Hal ini menyebabkan api sulit dikendalikan oleh tim pemadam
kebakaran PT. Kumai Sentosa (PT. KS), meskipun mereka menggunakan alat pemadam
yang sama seperti sebelumnya. Pertimbangan lebih lanjut menunjukkan bahwa kobaran
api terus meluas, bahkan setelah mendapatkan bantuan personel dan alat pemadam
kebakaran dari warga masyarakat, TNI, POLRI, dan BNPB pada tanggal 24 Agustus
2019. Hakim juga menyoroti kesamaan dengan kebakaran yang terjadi di Taman
Nasional Tesso Nilo (TNTP), di mana upaya pemadaman dengan menggunakan water

4
bombing menggunakan pesawat helikopter dari BNPB juga tidak berhasil mengatasi api
(Mahkamah Agung, 2021).
Dalam konteks ini, hakim mempertimbangkan kejadian tersebut sebagai bencana
alam atau force majeure, yang merupakan alasan hukum sebagai pengecualian terhadap
tanggung jawab terjadinya akibat. Menurut judex juris, alasan tersebut dianggap tepat
mengingat areal perkebunan PT. Kumai Sentosa (PT. KS) sangat rawan terbakar karena
bahan bakar dan kondisi cuaca yang ekstrem. Bahan bakar yang melibatkan lahan
bergambut perlu dikelola dengan tepat untuk menghindari kekeringan dan kebakaran.
Sementara itu, kondisi cuaca di lahan terbuka tanpa penahan, terutama angin kencang
yang berubah-ubah arah, membuat areal tersebut rentan terhadap risiko kebakaran
(Mahkamah Agung, 2021).
PT. Kumai Sentosa (PT. KS) dikatakan sudah mengantisipasi kondisi tersebut
dengan menyediakan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran, termasuk personel
dan struktur organisasi yang jelas, akses jalan, serta sarana transportasi yang memadai.
Penilaian mahkamah menyimpulkan bahwa PT. Kumai Sentosa (PT. KS) telah
melakukan tindakan yang maksimal dalam menghadapi kebakaran tersebut, dan bahwa
pemohon kasasi/penuntut umum tidak dapat membuktikan bahwa putusan judex facti
tidak memenuhi ketentuan Pasal 253 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 254 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981, permohonan kasasi dari penuntut umum tersebut ditolak
(Mahkamah Agung, 2021).

D. Alasan Hakim Membebaskan Terdakwa


Menimbang bahwa telah terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam
musyawarah Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak
tercapai mufakat, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, berikut alasan Hakim Agung Dr.
Salman Luthan dalam membebaskan terdakwa, antara lain (Mahkamah Agung, 2021):
1. Kesalahan Penerapan Hukum Pembuktian
Permohonan kasasi Penuntut Umum mengenai kesalahan penerapan hukum
pembuktian oleh Pengadilan Negeri Pangkalan Bun dapat dibenarkan.
2. Putusan Pengadilan Negeri Pangkalan Bun Tidak Terbukti
Putusan Pengadilan Negeri Pangkalan Bun menyatakan Terdakwa Korporasi PT.
Kumai Sentosa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

5
3. Kejadian Kebakaran sebagai Bencana Alam
Kebakaran lahan di PT. Kumai Sentosa disebabkan oleh hembusan angin kencang
dari arah Tenggara dan dianggap sebagai bencana alam.
4. Terdakwa Sebagai Korban
Terdakwa, PT. Kumai Sentosa, dianggap sebagai korban akibat kebakaran lahan
yang berasal dari kawasan TNTP dan menyebar ke kawasan perkebunan mereka.
5. Kerugian yang Signifikan
Kemudian kebakaran mengakibatkan kerugian lebih dari Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) bagi PT. Kumai Sentosa.
6. Badan Usaha Berbadan Hukum
Terdakwa adalah badan usaha korporasi berbadan hukum yang didirikan secara
sah berdasarkan akta Notaris Ryan Bayu Candra, SH, MKn, dan telah mengalami
perubahan berdasarkan akta perubahan Nomor 90 tanggal 17 Januari 2019. PT. KS
bergerak di bidang Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dengan izin yang sah.
7. Izin Usaha
Terdakwa memiliki izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) sesuai dengan Surat
Keputusan Bupati Kotawaringin Barat Nomor. 525/ 021/Ek tanggal 25 Juli 2015, dan
izin lokasi perkebunan kelapa sawit pola inti-plasma sesuai Keputusan Bupati
Kotawaringin Barat Nomor. 525/01/S.Kep/2015 tanggal 26 Februari 2016.
8. Verifikasi dan Pendapat Ahli
Pendapat Ahli Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr, yang melakukan
verifikasi ke lapangan dan uji laboratorium, menyatakan bahwa kebakaran lahan di
areal perkebunan kelapa sawit milik terdakwa bukan disebabkan oleh faktor alam.
Hasil verifikasi dan uji laboratorium menguatkan kesimpulan bahwa kebakaran
tersebut bukan berasal dari faktor alam seperti lava gunung berapi.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Majelis Hakim
Mahkamah Agung dalam kasus ini memutuskan untuk membebaskan terdakwa, PT.
Kumai Sentosa (PT. KS), dengan pertimbangan yang mendalam. Pada dasarnya,
Mahkamah Agung menilai bahwa kejadian kebakaran lahan yang melibatkan PT. KS
merupakan bencana alam atau force majeure. Hakim memandang bahwa kejadian ini
dipicu oleh hembusan angin kencang dari arah Tenggara, yang membuat upaya
pemadaman sulit dilakukan oleh tim pemadam kebakaran PT. KS dan bantuan dari
pihak lain. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di dalam Majelis Hakim, putusan
ini diambil dengan merinci alasan Hakim Agung Dr. Salman Luthan bahwa terdakwa
harus dibebaskan karena kebakaran lahan dianggap sebagai force majeure, dan PT. KS
telah bertindak sesuai dengan kewajiban dan upaya maksimal yang dapat dilakukan
dalam situasi tersebut.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, mungkin terdapat beragam pendapat yang dapat
dikritisi karena ilmu memiliki cakupan yang luas dan bisa berasal dari berbagai
sumber. Selain itu, penting untuk memberikan saran yang konstruktif guna perbaikan
makalah ini. Mohon maaf atas segala kekurangan yang mungkin ada, dan terima kasih
banyak atas perhatiannya

7
DAFTAR PUSTAKA

Arista, M. O., & Dewanto, P. B. S. (22015). ARGUMENTASI JAKSA PENUNTUT


UMUM MENGAJUKAN KASASI ATAS DASAR JUDEX FACTIE KELIRU
MENAFSIRKAN SEBUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PASAL 3
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG TINDAK PIDANA
KORUPSI SESUAI KETENTUAN PASAL 253 KUHAP. Jurnal Verstek, 3(2).

Dini, T. A., Shofiani, T., & Septiani, E. F. (2022). State Responsibility in the Case of
Forest Fires in Central Kalimantan as the Embodiment of a Welfare-Legal State.
Asian Journal of Law and Humanity, 2(2), 120.

Hakim, D. A. (2016). POLITIK HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA


BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. FIAT
JUSTISIA:Jurnal Ilmu Hukum, 9(2). https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v9no2.592

Mahkamah Agung, P. (2021). Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Putusan Nomor 3840 K/Pid.Sus.LH/2021. Mahkamah Agung Republik Indonesia.
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaec57018ecd46f893b33
03930313134.html

Nagara, G. (2017). Perkembangan Sanksi Administratif Dalam Penguatan Perlindungan


Lingkungan Terkait Eksploitasi Sumber Daya Alam (Studi Kasus: Sektor
Perkebunan, Pertambangan, dan Kehutanan). JURNAL HUKUM LINGKUNGAN,
3(2).

Sulaeman, W. A., Ratri, A. K., & Winanti, A. (2023). IMPLIKASI HUKUM ATAS
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL
BROMO DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM. Jurnal Socia Logica,
3(4).

Anda mungkin juga menyukai