diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata pelajaran Bahasa
Indonesia “Karya Ilmiah” dengan guru pengampu Wulan Sri Rejeki, M.Pd.
Oleh:
JURUSAN
TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
SMK NEGERI 1 CIMAHI
2023
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
D. Manfaat .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembakaran Hutan...................................................................................... 3
A. Simpulan...................................................................................................... 8
B. Saran............................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dibakar diperbolehkan asalkan disesuaikan dengan kearifan lokal di daerah
masing-masing.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Tujuan ini antara lain:
1. Menelaah definisi dan penyebab pembakaran hutan.
2. Untuk mengetahui serta mengungkapkan upaya penegakkan hukum
terhadap tindak pidana pembakaran hutan guna pembukaan lahan menurut
hukum Indonesia.
3. Memaparkan solusi yang ditawarkan oleh pemerintah atau penegak
hukum terhadap tindak pidana pembakaran hutan guna pembukaan lahan.
D. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembakaran Hutan
1. Definisi Pembakaran Hutan
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar
yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran identik dengan
kejadian yang tidak disengaja, sedangkan pembakaran identik dengan kejadian
yang sengaja diinginkan. Tetapi tindakan pembakaran juga menimbulkan
terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran dan pembakaran sering
kali menimbulkan persepsi yang salah terhadap dampak yang ditimbulkannya.
Pembakaran hutan adalah suatu peristiwa dimana ketika seseorang dengan
sengaja membakar hutan yang memiliki tujuan tertentu yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian ekonomi, ekologi, sosial
budaya, dan politik (Hardjowigeno, 1989; Soepardi, 1992; Saharjo, 1995).
Definisi pembakaran hutan menurut pakar kehutanan, Bambang Hero Saharjo
yaitu “Pembakaran ialah tindakan sengaja membakar sesuatu dengan maksud
tertentu, pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan
bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang
tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan, dan pohon-
pohon.”
3
mempertimbangkan beberapa hal seperti keterbatasan tenaga kerja, keterbatasan
mobilitas menuju lahan, serta keterbatasan modal. Alhasil, pembakaran menjadi
salah satu cara penyiapan lahan yang paling mudah dan murah (Elisa, dkk (2020:
6).
4
Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 69 ayat (1) huruf h melarang setiap
orang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
Sebelum menjatuhkan sanksi perlu dibuktikan adanya suatu tindak pidana
yang telah dilakukan berupa kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja dengan memperhatikan tentang delik, yaitu delik materil ataupun formil.
Rumusan delik memberi petunjuk dan mengarahkan apa yang harus dibuktikan.
Hukum menganggap segala sesuatu yang termasuk sebagai unsur pada rumusan
delik wajib dibuktikan sesuai hukum acara pidana. Begitu juga dalam pembakaran
hutan dan lahan harus dibuktikan di persidangan.
Sedangkan terkait dengan tanggung jawab pidana, Undang-Undang RI No.
23 Tahun 2009 dan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 memberikan ancaman
hukuman yang berat kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan. Berdasarkan
Pasal 108 UU No. 32 Tahun 2009, ancaman hukuman bagi pelaku pembakaran
lahan adalah pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah)
dan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
5
diluar ring Blok 41 atau di seberang Boundries (parit batas antara lokasi
perusahaan dengan Taman Nasional Tanjung Puting). Kedua bahwa Jaksa
Penuntut Umum tidak dapat mengajukan bukti berupa hasil audit yang
menunjukkan kurangnya sarana dan prasarana pemadam api yang dimiliki
terdakwa korporasi. Pertimbangan ketiga dari dakwaan alternatif pertama tersebut
adalah hasil pemeriksaan keterangan saksi tim pemadam dan petugas sekuriti PT
Kumai Sentosa yang telah melakukan langkah antisipasi dan upaya pemadaman
yang maksimal serta laporan perhitungan kerugian yang dialami oleh terdakwa
korporasi PT Kumai Sentosa.
PT Kumai Sentosa yang menyimpulkan bahwa terdakwa korporasi adalah
pihak yang paling dirugikan dari peristiwa tersebut, sehingga Hakim berpendapat
bahwa tidak ada samasekali kesengajaan, baik sebagai maksud atau tujuan yang
dilakukan oleh terdakwa korporasi untuk melakukan pembakaran lahan, sehingga
terdakwa korporasi dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
sebagaimana dakwaan alternatif pertama tersebut.
Hakim berpendapat bahwa berbagai alat bukti tertulis di persidangan
tersebut menunjukkan bahwa terdakwa korporasi PT Kumai Sentosa telah
melakukan langkah-langkah strategis dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran tersebut, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa
terdakwa korporasi telah lalai dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
kebakaran. Pertimbangan Hakim yang lain adalah keterangan saksi yang
mengungkapkan bahwa saat kejadian tersebut angin berhembus sangat kencang
dari arah tenggara sehingga api tidak dapat dikendalikan oleh tim pemadam PT
Kumai Sentosa meskipun alat pemadam sudah memadai, sehingga Hakim
berpendapat bahwa peristiwa tersebut termasuk kategori bencana alam karena
tidak mungkin bisa diatasi dengan kemampuan manusia atau di luar ambang batas
kemampuan manusia yang disebut Force Majeure yang merupakan alasan hukum
sebagai pengecualian terjadinya akibat. Berdasarkan berbagai alat bukti dan
pertimbangan-pertimbangan hukum (legal reasoning) di atas, Majelis Hakim
menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana dalam dakwaan alternatif pertama
dan kedua tidak terbukti. Dengan tidak terpenuhi dan tidak terbuktinya kedua
6
dakwaan alternatif tersebut maka terdakwa korporasi PT Kumai Sentosa
dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, sehingga Majelis Hakim
mengeluarkan putusan bebas terhadap terdakwa korporasi PT. Kumai Sentosa.
Berdasarkan berbagai alat bukti dan pertimbangan-pertimbangan hukum
(legal reasoning) di atas, Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur-unsur tindak
pidana dalam dakwaan tidak terbukti. Dengan tidak terpenuhi dan tidak
terbuktinya dakwaan tersebut maka terdakwa korporasi PT. Kumai Sentosa
dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, sehingga Majelis Hakim
mengeluarkan putusan bebas terhadap terdakwa korporasi PT. Kumai Sentosa
7
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang telah dibahas, maka Penulis dalam
kesempatan ini memberikan beberapa saran atau masukan yang terkait
sehubungan dengan skripsi ini, yaitu:
8
perkara pidana, khususnya delik materiil yang membutuhkan ajaran kausalitas
dalam memutus perkara
9
DAFTAR PUSTAKA
10