Anda di halaman 1dari 14

PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA

PEMBAKARAN HUTAN OLEH PT KUMAI SENTOSA GUNA


PEMBUKAAN LAHAN
MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata pelajaran Bahasa
Indonesia “Karya Ilmiah” dengan guru pengampu Wulan Sri Rejeki, M.Pd.

Oleh:

Prasetya Azati Hidayat


XI TEI A

JURUSAN
TEKNIK ELEKTRONIKA INDUSTRI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
SMK NEGERI 1 CIMAHI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah


memberikan kekuatan dan memberikan nikmat serta hidayah-Nya. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat rahmat dan
kehendak-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini.

Makalah yang berjudul “Pembakaran hutan guna pembukaan lahan”.


Makalah ini, berisikan faktor-faktor rendahnya minat siswa dan solusi dalam
pembelajaran sastra Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini penyusun banyak
mendapat bantuan dan sumbangan pemikiran, serta dorongan dari berbagai pihak,
tetapi tidak luput dari kendala.

Penyusun menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata


sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ilmiah ini.
Penyusun mengharapkan makalah ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
penyusun dan bagi rekan-rekan yang membaca makalah ilmiah ini pada
umumnya.

                                                           

Bandung, Februari 2023

                                                          

  Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah...................................................................................... 2

C.     Tujuan ....................................................................................................... 2

D. Manfaat .................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A.   Pembakaran Hutan...................................................................................... 3

B.   Upaya Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembakaran Hutan Guna


Pembukaan Lahan....................................................................................... 4

C.   Solusi Yang Ditawarkan Kepada Tindak Pidana Pembakaran Hutan Guna


Pembukaan Lahan....................................................................................... 5

BAB III PENUTUP

A. Simpulan...................................................................................................... 8

B. Saran............................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Hutan harus kita rawat dan jaga karena hutan merupakan sumber daya alam
yang menempati posisi yang sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sekitar dua-pertiga dari 191 juta hektar daratan Indonesia adalah
kawasan hutan dengan ekosistem yang beragam, mulai dari hutan tropika dataran
rendah, hutan tropika dataran tinggi, sampai hutan rawa gambut, hutan rawa air
tawar, dan hutan bakau (mangrove). Nilai penting sumber daya tersebut kian
bertambah karena hutan merupakan sumber hajat hidup orang banyak.
Namun masih banyak orang atau oknum yang tidak bertanggung jawab akan
pelestarian hutan. Pada tahun 2021 saja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) mencatat terjadi kenaikan kejadian kebakaran hutan dan
lahan (Karhutla) sebanyak 15 persen atau 56.280 hektar dari tahun sebelumnya.
Hal ini membuat Indonesia mengalami degradasi dan juga deforestasi atau
penghilangan hutan akibat dari pembukaan lahan yang cukup besar, bahkan
Indonesia merupakan negara dengan tingkat deforestasi paling parah di dunia.
Salah satu penyebab terjadinya degradasi dan deforestasi hutan adalah kebakaran
hutan.
Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) telah
melakukan perhitungan kerugian multidimensi dampak kebakaran hutan dan lahan
serta kabut asap, salah satunya adalah kasus pembakaran hutan oleh PT Kumai
Sentosa. Kerugian finansial akibat kasus tersebut mencapai 2.600 ha.
Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pasal 69 ayat 1 huruf (h)
melarang seseorang untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Sedangkan
didalam ayat (2) disebutkan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal didaerah
masing-masing” hal ini mengindikasikan bahwa membuka lahan dengan cara

1
dibakar diperbolehkan asalkan disesuaikan dengan kearifan lokal di daerah
masing-masing.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan permasalahan tersebut di atas adalah


sebagai berikut:

1. Apa pengertian dan penyebab pembakaran hutan?


2. Bagaimana upaya penegakkan hukum terhadap tindak pidana pembakaran
hutan guna pembukaan lahan menurut hukum di Indonesia?
3. Bagaimanakah solusi yang ditawarkan oleh pemerintah atau penegak hukum
terhadap tindak pidana pembakaran hutan guna pembukaan lahan?

C. Tujuan
Tujuan ini antara lain:
1. Menelaah definisi dan penyebab pembakaran hutan.
2. Untuk mengetahui serta mengungkapkan upaya penegakkan hukum
terhadap tindak pidana pembakaran hutan guna pembukaan lahan menurut
hukum Indonesia.
3. Memaparkan solusi yang ditawarkan oleh pemerintah atau penegak
hukum terhadap tindak pidana pembakaran hutan guna pembukaan lahan.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi


perkembangan ilmu pengetahuan pada umunya dan ilmu hukum khususnya di
bidang penegakkan hukum terhadap tindak pidana pembakaran hutan guna
pembukaan lahan menurut perspektif hukum di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembakaran Hutan
1. Definisi Pembakaran Hutan
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar
yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran identik dengan
kejadian yang tidak disengaja, sedangkan pembakaran identik dengan kejadian
yang sengaja diinginkan. Tetapi tindakan pembakaran juga menimbulkan
terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran dan pembakaran sering
kali menimbulkan persepsi yang salah terhadap dampak yang ditimbulkannya.
Pembakaran hutan adalah suatu peristiwa dimana ketika seseorang dengan
sengaja membakar hutan yang memiliki tujuan tertentu yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian ekonomi, ekologi, sosial
budaya, dan politik (Hardjowigeno, 1989; Soepardi, 1992; Saharjo, 1995).
Definisi pembakaran hutan menurut pakar kehutanan, Bambang Hero Saharjo
yaitu “Pembakaran ialah tindakan sengaja membakar sesuatu dengan maksud
tertentu, pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan
bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang
tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan, dan pohon-
pohon.”

2. Penyebab Pembakaran Hutan


Metode membakar hutan merupakan suatu praktek untuk membuka lahan.
Pada awalnya dilakukan oleh para peladang tradisioanal atau peladang berpindah,
namun karena biayanya murah praktek membakar hutan banyak diadopsi oleh
perusahaan-perusahaan kehutanan dan perkebunan. Sebagai contoh kasus yang
dilakukan oleh PT Kumai Sentosa.
Aktivitas masyarakat mengolah lahab pertanian/perkebunan dengan
menggunakan metode tebas-bakar (slash and burn) menjadi penyebab utama
pembakaran hutan. Masyarakat memilih metode tersebut karena

3
mempertimbangkan beberapa hal seperti keterbatasan tenaga kerja, keterbatasan
mobilitas menuju lahan, serta keterbatasan modal. Alhasil, pembakaran menjadi
salah satu cara penyiapan lahan yang paling mudah dan murah (Elisa, dkk (2020:
6).

B. Upaya Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembakaran Hutan


Guna Pembukaan Lahan

Menurut Deny Supriatno (2014: 289) menyatakan bahwa tindak pidana


dibidang kehutanan di Indonesia sudah sejak lama terjadi, sehingga
mengakibatkan kerusakan hutan. berbagai kejahatan dibidang kehutanan telah
dilakukan oleh perorangan atau korporasi disisi lain aparat penegak hukum tidak
berdaya menghadapi pelaku kejahatan dibidang kehutanan, sehingga penegakan
hukum terhadap kejahatan di bidang kehutanan sering kali tidak berjalan sesuai
harapan. Tindak pidana dibidang kehutanan sebagai suatu kejahatan yang diancam
hukuman penjara.
Tindak pidana membakar hutan ini dapat terjadi karena kesengajaan dan
karena kelalaian yang menimbulkan kebakaran hutan. Bagi orang yang sengaja
membakar hutan diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda
paling banyak sepuluh miliar rupiah. Sedangkan jika kebakaran hutan terjadi
akibat kelalaian maka diancam hukuman penjara paling lama lima tahun dan
denda paling banyak miliar rupiah (Pasal 78 ayat 2 dan 3 Undang-undang No 41
Tahun 1999).
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak pidana pembakaran
hutan dan lahan ini diatur pada pasal 187 KUHP yang menjelaskan bahwa, barang
siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, maka akan
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas (12) tahun, lima belas (15)
tahun, hingga penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua
puluh (20) tahun, dimana masa hukuman tersebut berbeda-beda tergantung dari
akibat yang akan terjadi dari perbuatan pidana yang telah dilakukan. Kemudian,
dalam Undang- Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

4
Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 69 ayat (1) huruf h melarang setiap
orang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
Sebelum menjatuhkan sanksi perlu dibuktikan adanya suatu tindak pidana
yang telah dilakukan berupa kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja dengan memperhatikan tentang delik, yaitu delik materil ataupun formil.
Rumusan delik memberi petunjuk dan mengarahkan apa yang harus dibuktikan.
Hukum menganggap segala sesuatu yang termasuk sebagai unsur pada rumusan
delik wajib dibuktikan sesuai hukum acara pidana. Begitu juga dalam pembakaran
hutan dan lahan harus dibuktikan di persidangan.
Sedangkan terkait dengan tanggung jawab pidana, Undang-Undang RI No.
23 Tahun 2009 dan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 memberikan ancaman
hukuman yang berat kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan. Berdasarkan
Pasal 108 UU No. 32 Tahun 2009, ancaman hukuman bagi pelaku pembakaran
lahan adalah pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah)
dan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

C. Solusi Yang Ditawarkan Kepada Tindak Pidana Pembakaran Hutan


Guna Pembukaan Lahan
Penanganan kasus Karhutla PT Kumai Sentosa terkait dengan kasus
pembakaran hutan di lahan perusahaan kebun sawit, di Desa Sungai Cabang,
Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, kalimantan Tengah pada
bulan Agustus 2019. Luas lahan yang terbakar sekitar 2.600 hektar.
Penyidik Gakkum LHK menjerat tersangka korporasi PT Kumai Sentosa
yang diwakili oleh IKS (47 tahun) dengan Pasal 99 Ayat 1, atau Pasal 98 Ayat 1,
Jo. Pasal 116 Ayat 1 Huruf a dan Pasal 119 Huruf c, Undang-Undang No 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan
ancaman pidana penjara maksimum 10 tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000 (sepuluh miliar).
Hakim memberikan pertimbangan diantaranya, yang pertama adalah
berdasarkan fakta persidangan bahwa Api berasal para saksi melihat Api menyala

5
diluar ring Blok 41 atau di seberang Boundries (parit batas antara lokasi
perusahaan dengan Taman Nasional Tanjung Puting). Kedua bahwa Jaksa
Penuntut Umum tidak dapat mengajukan bukti berupa hasil audit yang
menunjukkan kurangnya sarana dan prasarana pemadam api yang dimiliki
terdakwa korporasi. Pertimbangan ketiga dari dakwaan alternatif pertama tersebut
adalah hasil pemeriksaan keterangan saksi tim pemadam dan petugas sekuriti PT
Kumai Sentosa yang telah melakukan langkah antisipasi dan upaya pemadaman
yang maksimal serta laporan perhitungan kerugian yang dialami oleh terdakwa
korporasi PT Kumai Sentosa.
PT Kumai Sentosa yang menyimpulkan bahwa terdakwa korporasi adalah
pihak yang paling dirugikan dari peristiwa tersebut, sehingga Hakim berpendapat
bahwa tidak ada samasekali kesengajaan, baik sebagai maksud atau tujuan yang
dilakukan oleh terdakwa korporasi untuk melakukan pembakaran lahan, sehingga
terdakwa korporasi dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
sebagaimana dakwaan alternatif pertama tersebut.
Hakim berpendapat bahwa berbagai alat bukti tertulis di persidangan
tersebut menunjukkan bahwa terdakwa korporasi PT Kumai Sentosa telah
melakukan langkah-langkah strategis dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran tersebut, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa
terdakwa korporasi telah lalai dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
kebakaran. Pertimbangan Hakim yang lain adalah keterangan saksi yang
mengungkapkan bahwa saat kejadian tersebut angin berhembus sangat kencang
dari arah tenggara sehingga api tidak dapat dikendalikan oleh tim pemadam PT
Kumai Sentosa meskipun alat pemadam sudah memadai, sehingga Hakim
berpendapat bahwa peristiwa tersebut termasuk kategori bencana alam karena
tidak mungkin bisa diatasi dengan kemampuan manusia atau di luar ambang batas
kemampuan manusia yang disebut Force Majeure yang merupakan alasan hukum
sebagai pengecualian terjadinya akibat. Berdasarkan berbagai alat bukti dan
pertimbangan-pertimbangan hukum (legal reasoning) di atas, Majelis Hakim
menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana dalam dakwaan alternatif pertama
dan kedua tidak terbukti. Dengan tidak terpenuhi dan tidak terbuktinya kedua

6
dakwaan alternatif tersebut maka terdakwa korporasi PT Kumai Sentosa
dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, sehingga Majelis Hakim
mengeluarkan putusan bebas terhadap terdakwa korporasi PT. Kumai Sentosa.
Berdasarkan berbagai alat bukti dan pertimbangan-pertimbangan hukum
(legal reasoning) di atas, Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur-unsur tindak
pidana dalam dakwaan tidak terbukti. Dengan tidak terpenuhi dan tidak
terbuktinya dakwaan tersebut maka terdakwa korporasi PT. Kumai Sentosa
dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, sehingga Majelis Hakim
mengeluarkan putusan bebas terhadap terdakwa korporasi PT. Kumai Sentosa

7
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang Penulis lakukan tentang implikasi


tidak diterapkannya ajaran kausalitas pada tindak pidana lingkungan hidup yang
dilakukan oleh korporasi, maka Penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Implikasi dari tidak diterapkannya ajaran kausalitas pada tindak pidana
lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi adalah tidak dijatuhkannya
pertanggungjawaban pidana pada korporasi. Hal tersebut tertuang dalam
pertimbangan hakim yang menyatakan korporasi tidak bersalah dalam perkara
tersebut dan dinyatakan bebas.
2. Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kasus ini tidak dijatuhkan
terhadap korporasi. Majelis Hakim tidak mempertimbangkan perbuatan
korporasi berupa land clearing (pembukaan lahan) serta tidak
mempertimbangkan perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan oleh korporasi
sebagai bagian dari rantai kausalitas terjadinya kebakaran di areal konsesi
milik PT Kumai Sentosa sebagai salah satu rentetan dari terjadinya kebakaran
yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di areal
konsesi milik korporasi tersebut. Majelis Hakim.

B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang telah dibahas, maka Penulis dalam
kesempatan ini memberikan beberapa saran atau masukan yang terkait
sehubungan dengan skripsi ini, yaitu:   

1. Diperlukan kajian lebih mendalam terkait ajaran kausalitas, terutama dalam


hal perbuatan pidana korporasi yang sampai saat ini belum dibahas oleh
banyak ahli.

2. Perlu ditegaskan bagi setiap penegak hukum, khususnya hakim di Indonesia


agar menerapkan ajaran kausalitas sebagai pertimbangan dalam menyelesaian

8
perkara pidana, khususnya delik materiil yang membutuhkan ajaran kausalitas
dalam memutus perkara

              

9
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sofian, 2018, Ajaran Kausalitas Hukum Pidana, Prenadamedia Group


(Divisi Kencana).
Adinugroho, Wahyu Catur. 2009. Bagaimana Kebakaran Hutan Terjadi.
Kalimantan: Paper MK Kebakaran Hutan.
Nur Rochati, R.B. Sularto, J. I. S, Kajian Kriminologi Terkait Penegakan Hukum
Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembakaran Hutan dan Lahan di Pulau
Kalimantan, Diponegoro Law Journal, Universitas Diponegoro, Vol.26,
No.22,2017.
Sukandar Husin, 2009, “Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia”, Sinar
Grafika, Jakarta.
Supriadi, 2008, Hukum Lingkungan di Indonesia: Sebuah Pengantar, Sinar
Grafika, Jakarta.
Suteki dan Galang Taufani, 2018, Metodologi Penelitian Hukum: Filsafat, Teori
dan Praktik, PT.RajaGrafindo, Depok
Yuwono, Arief. 2014. Penanganan Kasus dan Upaya Pengendalian Kebakaran
Hutan dan Lahan (KARHUTLA) KLH.

10

Anda mungkin juga menyukai