Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

“UPAYA PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP


PERUSAKAN HUTAN ATAU DEFORESTASI DI INDONESIA”

Dosen Pengampu : Dr. Abdul Kadir Sabaruddin S.H., S.Ag, M.P., M.Hum

Disusun Oleh :
Nama : Dwi Asriani
NIM : 2008016093

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur Saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga Saya dapat menyelesaikan
tugas makalah mata kuliah Hukum lingkungan yang berjudul “UPAYA
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP PERUSAKAN HUTAN
ATAU DEFORESTASI DI INDONESIA” dengan baik dan lancar. Penulisan
maklah ini bertujuan untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester yang diberikan
oleh Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Lingkungan.

Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih ada banyak


kekurangan dan kesalahan sehingga masih jauh dari kata sempurna. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan saya. Untuk itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi pendidikan saya
selanjutnya.

Penyusun,

Dwi Asriani

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I ............................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ......................................................................................... 4

A. Latar Belakang ................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 8
C. Tujuan ................................................................................................ 8

BAB II ............................................................................................................ 9

ISI DAN PEMBAHASAN............................................................................. 9

A. Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia ................................... 9


B. Realita Kondisi Hutan di Indonesia .................................................. 12
C. Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Perusakan Hutan atau
Deforestasi ......................................................................................... 15

BAB III .......................................................................................................... 17

PENUTUP ...................................................................................................... 17

Kesimpulan ........................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Beberapa waktu belakang ini isu lingkungan hidup lagi marak dibicarakan,
hal ini dikarenakan banyaknya pengrusakan yang terjadi terhadap lingkungan
terutama deforestasi. Sehingga muncul sebuah pertanyaan mengapa deforestasi
masih sering terjadi? Apakah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya arti
lingkungan hidup bagi masyarakat, bahkan yang lebih luas lagi bagi bangsa dan
negara? Atau bahkan mungkin Negara sebagai pemegang kekuasaan juga abai
dalam menegakan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

Lingkungan hidup sendiri didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan


semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia dan makhluk lain. 1 Lingkungan hidup terdiri atas dua unsur
atau komponen, yaitu unsur atau komponen makhluk hidup (biotic) dan unsur atau
komponen makhluk tak hidup (abiotic). Diantara unsur-unsur tersebut terjalin
hubungan timbal balik, saling mempengaruhi dan ada ketergantungan antara satu
sama lain.2

Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan


untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum
terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek
hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan
mekanisme penyelesaian sengketa lainnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa kegiatan
penegakan hukum mencakup pula segala aktivitas yang dimaksudkan agar hukum
sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum
dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan
sungguh-sungguh dijalankan. Dalam arti sempit penegakan hukum menyangkut

1
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2 Muhammad Akib, Hukum Lingkungan Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hal. 2

4
kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan.

Keberadaan hutan di dunia ini mendatangkan banyak manfaat bagi


kehidupan manusia. Hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem menjadi tempat
tinggal bagi jutaan spesies tanaman dan hewan yang ada di bumi. Selain sebagai
penyedia oksigen, hutan juga berperan sebagai penyimpan cadangan air serta
sebagai pengatur perubahan iklim di belahan dunia. Menurut data dari Food and
Agriculture Organization (FAO) total luas hutan di bumi ini seluas 4,06 miliar
hektar.3 Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2019 luas lahan berhutan seluas 94,1
juta hektar. 4

Luas hutan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun. Laju


deforestasi menjadi sebuah permasalahan, bukan hanya di Indonesia tetapi juga
secara global di dunia. Namun, pemerintah terus melakukan upaya dalam
menurunkan laju deforestasi ini. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia telah menurunkan laju deforestasi pada
periode 2018-2019 sebesar 75,03% dari sebesar 462,46 ribu hektar menjadi 115.460
hektar pada periode 2019-2020.

Saat ini perlindungan hutan telah memasuki permasalahan dunia terkait


dengan fungsi hutan yang dapat mengancam keselamatan manusia di dunia.5
Pembukaan lahan hutan saat ini sering dilakukan baik sebagai sumber mata
pencaharian bagi sekelompok masyarakat, bagi pengusaha, dan sebagai sumber
devisa negara. Pada awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah berupaya untuk
memperbaiki keadaan ekonomi yang pada saat itu dari sektor kehutanan
memanfaatkan kayu untuk mendatangkan devisa bagi negara. Hal itu sebagai

3
Berdasarkan data Food And Organization Of the United Nations, 2020
4
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK
5
M.Yasir said and Ifrani. 2019. “pidana kehutanan Indonesia,” Nusa Media, Bandung.

5
langkah awal pemanfaatan hutan sebagai penambah devisa sebesar-besarnya bagi
negara.6

Semakin banyaknya jumlah penduduk dan semakin tingginya keinginan


untuk semakin memperkaya diri, banyak investor-investor yang menanamkan
modalnya di bidang kehutanan. Akibatnya keberadaan hutan semakin terancam.
Banyak hutan-hutan di Indonesia yang mengalami alih fungsi hutan. Alih fungsi
lahan biasanya digunakan untuk areal perkebunan seperti kelapa sawit. Tanaman
perkebunan sebagai pendorong pembangunan dan sebagai salah satu cara
mendapatkan devisa.

Di balik manfaat yang dihasilkan dari pemanfaatan hutan di bidang


perkebunan, terdapat dampak buruk yang dirasakan yaitu kerusakan hutan.
Kerusakan hutan tersebut juga berdampak pada flora fauna yang ada di hutan,
lingkungan dan bahkan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengatur dasar
pengelolaan sumber daya alam yang termuat dalam Pasal 33 ayat 3, “Bahwa bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Akan tetapi dalam
pengaturan dan pelaksanaannya lebih ditonjolkan aspek menguasai oleh negara
sehingga mengedepankan konsep Hak Menguasai Negara.7

Banyak berita menyiarkan mengenai bencana yang menimpa masyarakat


diakibatkan oleh ulah dari kita sendiri yang tidak menjaga kelestarian alam.
Bencana alam seperti banjir bandang, kekeringan, gagal panen, kebakaran hutan
menjadi bencana alam yang sering sekali terjadi. Tingkat kerusakan hutan juga
memberikan pengaruh yang luas terhadap keberadaan pertanian warga, hutan
lindung, maupun flora fauna yang ada di seluruh Indonesia. Usaha yang serius dan

6
Fatma Ulfatun Najicha and I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani. 2018. “Politik Hukum
Perundang-Undangan Kehutanan Dalam pemberian Izin Kegiatan Pertambangan Di
Kawasan Hutan Ditinjau Dari Strategi Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
berkeadilan,” Jurnal hukum dan Pembangunan ekonomi. Vol.5 no. 1 119-34.
7
Najicha and Handayani, “Politik Hukum Perundang-Undangan Kehutanan Dalam
Pemberian izin Kegiatan Pertambangan Di Kawasan Hutan ditinjau Dari strategi
pengelolaan Lingkungan Hidup Yang Berkeadilan.”

6
komprehensif perlu dilakukan untuk menekan laju deforestasi, karena apabila tidak
dilakukan Indonesia diprediksi akan kehilangan hutan. Penegakan hukum
lingkungan terkhusus kehutanan perlu diwujudkan dengan baik mengingat masalah
lingkungan yang semakin meningkat.

Deforestasi adalah kondisi luas hutan yang mengalami penurunan yang


disebabkan oleh konvensi lahan untuk infrastrukur, permukiman, pertanian,
pertambangan, dan perkebunan. Perubahan lahan hutan yang menjadi lahan non
hutan menyebabkan pemanasan global karena akibat dari kebakaran hutan yang
sering terjadi. Deforestasi berkaitan dengan penebangan atau pembalakan liar yang
mengancam seluruh mahkluk hidup yang pada umumnya diakibatkan oleh
kebakaran hutan yang menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global adalah
isu penting yang terjadi akibat aktivitas ekonomi yang dilakukan dengan tidak
memperhatikan dampak lingkungan yang menyebabkan meningkatnya temperatur
di bumi pada beberapa tahun terakhir. Kerusakan hutan yang ada di Indonesia
terus mengalami pentingkatan dan dapat diketahui bahwa hutan di Indonesia
terus mengalami pengurangan disetiap tahunnya, hal tersebut memicu dampak
buruk bagi Indonesia maupun dunia. Data dari Greenpeace, Indonesia adalah
negara penyumbang emisi gas karbon ketiga setelah negara Amerika Serikat dan
negara Tiongkok sekitar 80% yang disebabkan oleh pembakaran hutan,
pembakaran hutan juga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
manusia seperti dapat menimbulkan sesak nafas berkepanjangan.8

Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini bertujuan untuk mengkaji


mengenai pengaturan hukum di Indonesia mengenai upaya dalam penegakan
hukum lingkungan terhadap perusakan hutan atau deforestasi yang pada realitanya
masih banyak terjadi di Indonesia.

8
Herpita Wahyuni, suranto, 2021. Dampak Deforestasi Hutan Skala Besar Terhadap
Pemanasan Global di Indonesia. Jurnal Ilmiah ilmu Pemerintahan Vol. 6 No. 1. 149-150.

7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia?
2. Bagaimana Realita Kondisi Hutan di Indonesia yang menyebabkan
terjadinya Deforestasi?
3. Bagaimana Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Perusakan
Hutan atau Deforestasi ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam makalah ini adalahsebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penegakan hukum lingkungan di Indonesia yang


dilakukan secara preventifdan secara Represif. Serta mengetahui
regulasi terkait penyelesaian sengketa hukum lingkungan.
2. Untuk mengetahui Realita kondisi hutan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui upaya penegakan hukum lingkungan terhadap
perusakan hutan atau deforestasi.

8
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia


Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan secara preventif dalam
upaya pemenuhan peraturan (compliance) dan secara represif melalui pemberian
sanksi atau proses pengadilan dalam hal terjadi perbuatan melanggar peraturan. Dua
sistem atau strategi sebagaimana dikemukakan diatas, pada dasarnya merupakan
esensi dari penegakan hukum lingkungan, yaitu untuk mencegah dan menang
gulangi perusakan dan/atau pencemaran lingkungan.

Upaya preventif dalam rangka pemenuhan peraturan dapat dilakukan


melalui pengawasan dan pembinaan oleh pejabat administrasi negara (aspek hukum
administrasi), sedangkan upaya represif dilakukan melalui pemberian sanksi atau
jalur pengadilan untuk mengakhiri pelang garan, pemulihan lingkungan, dan ganti
rugi kepada korban pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan (aspek hukum
administrasi, perdata, dan pidana). Penataan terhadap peraturan lingkungan
merupakan upaya yang utama untuk mencegah terjadinya pelanggaran peraturan
dan/atau pencemaran-pencemaran lingkungan. Dengan kata lain penegakan hukum
lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan lingkungan, yang ruang lingkupnya meliputi bidang hukum
administrasi, hukum pidana, dan hukum perdata.

Penegakan hukum lingkungan administrasi merupakan upaya penataan


yang bersifat preventif, sedangkan penegakan lingkungan pidana dan keperdataan
bersifat represif, dalam arti telah terjadi pelanggaran peraturan atau perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan. Penegakan hukum
lingkungan bertujuan untuk penataan peraturan perundang-undangan lingkungan
dan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan atau
perizinan. Secara lebih spesifik, penegakan hukum lingkungan administrasi untuk
mencegah terjadinya pelanggaran atau agar memenuhi persyaratan yang ditentukan
sehingga tidak terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, sedangkan

9
penegakan hukum lingkungan kepidanaan dan keperdataan bertujuan selain untuk
pemulihan lingkungan, juga untuk menghukum pelaku pencemaran dan/atau peru-
sakan lingkungan.9

Penegakan Hukum Lingkungan dapat pula kita lihat bagaimana cara


penyelesaian sengketa lingkungan dilaksanakan. Adapun cara penyelesaian
sengketa lingkungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 84, 85 dan 86. 10

Pasal 84
1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau
di luar pengadilan.
2. Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka rela oleh
para pihak yang bersengketa.
3. Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
atau para pihak yang bersengketa.

Pasal 85
1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan mengenai:
a. Bentuk dan besarnya ganti rugi Tindakan pemulihan akibat pencemaran
dan/atau perusakan.
b. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran
dan/atau perusakan dan/atau
c. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
2. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana
lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.

9
Muhammad Akib, Op.Cit, 2014, hal. 205
10
Baca Lebih Lanjut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 84, 85, dan 86 yang menjelaskan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup.

10
3. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dapat
digunakan jasa mediator dan/ atau arbiter untuk membantu menyelesaikn sengketa
lingkungan hidup.

Pasal 86
1. Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa
lingkungan hidup dan bersifat bebas dan tidak berpihak.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga
penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan
tidak berpihak.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa
lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pada kenyataannya penyelesaian sengketa lingkungan banyak diselesaikan


di luar jalur pengadilan atau dikenal dengan cara Alternatif Penyelesaian Sengketa
(ADR). Penyelesaian Sengketa Alternatif yang berlaku secara umum sudah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. 11 Adapun faktor - faktor tidak efektif dan efisiennya sistem
penyelesaian secara pengadilan (litigation system) dapat dilihat melalui sistem dan
metodika resolusionalnya yang antara lain:12
a. Proses penyelesaian lambat belarut-larut, sehingga dinilai membuang
buang waktu (wasting time).
b. Biaya berperkara amat mahal, termasuk biaya pengacara yang cukup
tinggi.
c. Sistem penyelesaiannya tidak tuntas, karena fokus solusinya mem-
permasalahkan masa lalu (the past), sementara tidak memberikan
penyelesaian masa yang akan datang (the future).

11
Lihat Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
12
N.H.T, Siahaan, Op.Cit, 2009, Hal. 310.

11
d. Akhir penyelesaian (putusan) melalui sistem litigasi adalah
memposisikan para pihak dalam posisi menang atau kalah (win or lose).

B. Realita Kondisi Hutan di Indonesia


Pemanasan global menjadi isu lingkungan global yang akhir-akhir ini
banyak diperbincangkan. Pemanasan global disebabkan oleh efek rumah kaca yang
menyebabkan temperatur permukaan bumi menjadi lebih panas. Hal ini
dipengaruhi juga oleh semakin banyaknya kerusakan hutan yang terjadi. Buku rekor
dunia Guinness edisi 2008, mencatat bahwa Indonesia sebagai negara yang
hutannya paling cepat mengalami kerusakan (deforestasi). Greenpeace
memperkirakan sekitar 76-80% deforestasi dipercepat oleh tingginya angka
pembalakan liar, penebangan ilegal, dan kebakaran hutan.13

Greenpeace sendiri merupakan organisasi kampanye independen yang


mengungkap masalah lingkungan hidup dan mempromosikan solusi yang
diperlukan untuk masa depan.14 Greenpeace mempunyai kantor regional dan
nasional pada 41 negara di dunia yang semuannya berhubungan dengan pusat
Greenpeace International di Amsterdam. Organisasi global ini berdiri bersama
masyarakat untuk menuntut pertanggungjawaban berbagai pemerintahan dan
perusahaan untuk bertanggungjawab terhadap terjadinya kerusakan lingkungan.

Pada Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 telah menjelaskan bahwa
lingkungan sebagai sumber daya yang diperlukan untuk menyejahterakan
masyarakat. Tetapi hal itu sepertinya tidak relevan dengan kenyataan yang ada.
Indonesia menjadi negara yang hutannya paling cepat mengalami kerusakan.
Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari sistem politik dan
ekonomi yang buruk15. Para penguasa menganggap sumber daya alam, khususnya
hutan, sebagai sumber pendapatan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan

13
Anggraeni Arif, 2010. Analis Yuridis Pengrusakan Hutan (Deforestasi) Dan Degradasi
Hutan Terhadap Lingkungan. Jurispurudentie 3. XIV+394.
14
www.greenpeace.org/seasia
15
Anggraeni Arif, 2010. Analisis Yuridis Perusakan Hutan (Deforestasi) Dan Degradasi
Hutan terhadap Lingkungan Jurisprudentie 3 XIV+394.

12
politik dan keuntungan pribadi. Tidak heran hal tersebut terjadi, karena Indonesia
selama lebih dari 30 tahun terakhir terbukti bahwa produksi hasil hutan dan hasil
perkebunannya memberikan keuntungan yang tinggi.

Lebih dari setengah kawasan hutan di Indonesia dialokasikan untuk


produksi kayu berdasarkan sistem tebang pilih. Kurangnya pengawasan dan
akuntabilitas membuat banyak perusahaan HPH yang melanggar hak penggunaan
lahan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan hutan
yang apabila diteruskan menyebabkan banyak hutan produksi yang diekploitasi
secara berlebihan. Dari 30% HPH yang telah disurvei masuk dalam kategori sudah
terdegradasi. Areal HPH yang terdegradasi menjadikan mudahnya penurunan
kualitas di bawah ambang batas produktivitas, yang dengan hal ini memungkinkan
para pengusaha mengajukan permohonan izin konversi hutan. Apabila permohonan
disetujui, maka hutan akan diubah menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan
yang dapat menjadikan hutan semakin habis ditebang.16

Penyebab yang mencolok dari deforestasi hutan Indonesia adalah lonjakan


pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit. Banyaknya
permintaan sawit menjadikan perusahaan sawit terus berupaya memberikan yang
terbaik, termasuk dalam pengembangan dan perluasan perkebunan kelapa sawit.
Padahal pengembangan dan perluasan perkebunan kelapa sawit dapat merubah
bentang alam lahan sehingga menyebabkan kerusakan fungsi lingkungan.

Adanya upaya pengembagangan dan perluasan perkebunan kelapa sawit


dapat berpotensi merusak hutan. Walapun apabila dilihat kelapa sawit meyumbang
pemasukan terbesar bagi Indonesia. Beberapa bahaya pembukaan lahan kelapa
sawit bagi lingkungan sebagai berikut:

1. Merusak Hutan
Tidak sedikit hutan ditebang karena dijadikan lahan perkebunan kelapa
sawit. Hal ini dikarenakan terbatsnya lahan perkebunan kelapa sawit.

16
Ibid.

13
Padahal dengan menebang hutan dapat menghasilkan emisi dan memicu
gas rumah kaca.
2. Mengancam Hewan yang tinggal di Hutan
Defortasi menyebabkan hewan kehilangan habitat aslinya. Di Indonesia
banyak hewan-hewan yang menjadi korban dari kerusakan hutan. Hal
ini yang menjadikan populasi satwa endemik di Indonesia semakin
menurun.
3. Menciptakan emisi karbondioksida
Pembukaan perkebunan kelapa sawit sering kali dilakukan dengan
membakar hutan. Opsi ini dipilih karena lebih cepat, padahal hasil dari
membakar hutan akan melepas gas emisi karbondioksida dan tentu saja
dapat berbahaya bagi kesehatan.
4. Menyebabkan erosi pada tanah
Penebangan hutan akan menjadikan tanah kehilangan vegetasi
pelindung dan membuat tanah menjadi tidak stabil. Akibatnya
menyebabkan terjadinya erosi. Apabila dibiarkan tanah akan rusak dan
bisa longsor sewaktu-waktu. Tanah yang tersapu ke aliran air akan
menyebabkan sedimental dan pandangkalan sungai.

Dari beberapa contoh di atas terkait bahaya pembukaan lahan perkebunan


kelapa sawit sudah kita rasakan saat ini. Apabila terus dibiarkan dapat
mempengaruhi kelestarian hutan yang ada di Indonesia, bahkan juga dapat
mengancam kesejahteraan masyarakat. Walau sudah terdapat peraturan hukum
yang mengatur mengenai kehutanan, pengelolaan dan perlindungan lingkungan
hidup, serta peraturan-peraturan lain yang mengaturnya, kesadaran masyarakat juga
diperlukan dalam perlindungan kelestarian hutan Indonesia. Apabila diperhatikan,
sebagian besar masyarakat Indonesia tidak peduli atau bahkan tidak tahu akan
17
terjadinya bencana besar apabila hutan di Indonesia tidak segera diselamatkan.
Selain itu, peran pemerintah dalam mengambil kebijakan juga patut untuk diawasi.

17
Ibid

14
Adanya lembaga independen Greenpeace dapat menjadi solusi terkait kebijakan
pemerintah yang dapat mengancam kelestarian lingkungan hidup.

C. Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Perusakan Hutan


atau Deforestasi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai ketentuan pokok yang
memberikan jaminan perlindungan terhadap hutan, memiliki prinsip bahwa hak
atas pemanfaatan hutan merupakan hak asasi bagi setiap manusia, untuk itu perlu
jaminan kepastian hukum bagi upaya-upaya pelestarian fungsi hutan. Kejahatan
terhadap lingkungan hidup yang sekarang sedang marak adalah kejahatan di bidang
kehutanan. Perusakan hutan merupakan perbuatan melanggar hukum yang jika
dilihat dari aspek lingkungan mengakibatkan rusaknya kelestarian hutan yang
selanjutnya akan menimbulkan bencana alam yang lebih dahsyat seperti tanah
longsor dan banjir di musim hujan atau kekeringan dan kebakaran hutan di musim
kemarau. 18

Banyaknya peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah khusus yang


menangani Deforestasi merupakan bukti nyata bahwa pemberantasan perusakan
hutan telah lama dilakukan, namun upaya tersebut dapat dikatakan masih
mengalami kegagalan. Fakta menunjukkan kondisi hutan Indonesia semakin
memprihatinkan. Proses penegakan hukum dalam penanganan kasus perusakan
hutan perlu diperluas dan diintegrasikan dengan menggunakan aspek lain dalam
peraturan perundangan yang ada, Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus
dilakukan oleh Kepolisian bersama dengan masyarakat, berbagai program dan
kegiatan telah dilakukan sambil terus menerus mencari cara yang paling tepat dan
efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan dengan
hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan
hukum (khususnya penegakan hukum pidana). Oleh karena itu, sering juga

18
Wikipedia “Penegakan Hukum Terhadap illegal logging”.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembalakan_liar. Diakses 30 Mei 2022.

15
dikatakan, bahwa politik atau kebijakan hukum pidana juga merupakan bagian dari
kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy).

Upaya menangani perusakan hutan sesungguhnya telah lama dilakukan,


tetapi belum berjalan secara efektif dan belum menunjukkan hasil yang optimal.
Hal itu antara lain disebabkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada belum
secara tegas mengatur tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan secara
terorganisasi. Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan merupakan payung hukum baru agar perusakan
hutan terorganisasi dapat ditangani secara efektif dan efisien serta pemberian efek
jera kepada pelakunya. Upaya pemberantasan perusakan hutan melalui undang-
undang ini dilaksanakan dengan mengedepankan asas keadilan dan kepastian
hukum, keberlanjutan, tanggung jawab negara, partisipasi masyarakat, tanggung
gugat, prioritas, serta keterpaduan dan koordinasi.19

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Perusakan Hutan memiliki tujuan untuk menjamin kepastian hukum
dan memberikan efek jera bagi pelaku perusakan hutan dan menjamin keberadaan
hutan secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian dan tidak merusak
lingkungan serta ekosistem sekitarnya. Penjelasan Undang- Undang Nomor 18
Tahun 2013 menyatakan bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang
berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas negara yang dilakukan dengan
modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan
masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan
hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat
dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum.

19
Hakunix, “illegal logging”. http://hakunix.blogspot.com/. Diakses 30 Mei 2022.

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
- Deforestasi adalah kondisi luas hutan yang mengalami penurunan yang
disebabkan oleh konvensi lahan untuk infrastrukur, permukiman, pertanian,
pertambangan, dan perkebunan.
- Penyebab yang mencolok dari deforestasi hutan Indonesia adalah lonjakan
pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit. Banyaknya
permintaan sawit menjadikan perusahaan sawit terus berupaya memberikan
yang terbaik, termasuk dalam pengembangan dan perluasan perkebunan
kelapa sawit. Padahal pengembangan dan perluasan perkebunan kelapa
sawit dapat merubah bentang alam lahan sehingga menyebabkan kerusakan
fungsi lingkungan.
- Upaya Penegakan Hukum Lingkungan dapat dilakukan secara Preventif dan
Secara represif. Upaya Preventif dapat dilakukan melalui pengawasan dan
pembinaan oleh pejabat administrasi negara (aspek hukum administrasi),
sedangkan secara Represif dapat dilakukan melalui pemberian sanksi atau
jalur pengadilan untuk mengakhiri pelanggaran, pemulihan lingkungan, dan
ganti rugi kepada korban pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

17
DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan


Perusakan Hutan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa.

BUKU

Muhammad Akib. (2014), Hukum Lingkungan Persfekti Global dan Nasional,


Rajawali Pers, Jakarta.

Koesnadi Hardjosoemantri. (2012), hukum tata Lingkungan, Edisi VIII, Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta.

Takdir Rahmadi. (2011), Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

M. Yasir Said, S.H. Dr. Irfani, S.H., M.H. (2019), Pidana Kehutanan Indonesia:
Pergeseran Delik Kehutanan Sebagai Premium Remedium. Edisi I, Nusa
Media, Bandung.

18
JURNAL

Fatma Ulfatun Najicha and I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani. 2018. “Politik
Hukum Perundang-Undangan Kehutanan Dalam pemberian Izin Kegiatan
Pertambangan Di Kawasan Hutan Ditinjau Dari Strategi Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang berkeadilan,” Jurnal hukum dan Pembangunan
ekonomi. Vol.5 no. 1 119-34.

Anggraeni Arif. 2010. Analisis Yuridis Pengrusakan Hutan (Deforestasi) Dan


Degradasi Hutan Terhadap Lingkungan. Jurisprudentie 3: XIV+394.

Handayani dan Najicha, “Politik Hukum Perundang-Undangan Kehutanan Dalam


Pemberian izin Kegiatan Pertambangan Di Kawasan Hutan ditinjau Dari
Strategi pengelolaan Lingkungan Hidup Yang Berkeadilan.”

Herpita Wahyuni dan Suranto. 2021. “Dampak Deforestasi Hutan Skala Besar
Terhadap Pemanasan Global di Indonesia.” Jurnal Ilmiah ilmu
Pemerintahan Vol. 6 No. 1. 149-150.

SUMBER INTERNET
Food and Agriculture Organization of United Nations. 2020. A Frash perspective
Global Forest Resources assesment. https://www.fao.org/forest-resorces-
assessment/2020/en/. Diakses 30 Mei 2022.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2019. “Hutan dan Deforestasi
Indonesia . https://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/2435. Diakses 30
Mei 2022.

19

Anda mungkin juga menyukai