Anda di halaman 1dari 10

Rusli Amran bersama cucunya, Rulianna

Rusli Amran (lahir di Padang, Sumatera Barat, Indonesia, 14 September 1922 - meninggal pada
tahun 1996 dalam usia 74 tahun[1]) adalah wartawan, diplomat, dan sejarawan Indonesia. Ia juga merupakan
pendiri sekaligus pemimpin Harian Berita Indonesia, surat kabar pertama setelah Indonesia merdeka.
Setelah pensiun dari pekerjaannya sebagai diplomat pada tahun 1972, ia mulai banyak melakukan
penelitian dan menulis buku-buku tentang sejarah Sumatera Barat. Sementara istrinya mendirikan Yayasan
Rusli Amran di Jakarta sebagai tempat belajar dan pusat dokumentasi koleksi dan arsip Rusli Amran.
Kehidupan
Rusli Amran lahir pada tahun 1922. Ia yang dibesarkan di Padang sempat mengenyam berbagai sistem
pendidikan mulai dari Belanda, Jepang, dan Indonesia. Setelah menamatkan pendidikan Sastra Barat
di Algemeene Middelbare School Yogyakarta sebelum Perang Dunia II, ia kemudian belajar ke perguruan
tinggi di Jakarta, Amsterdam, dan terakhir di Praha.
Pada 6 September 1945 ia bersama Sidi Muhammad Sjaaf dan Suraedi Tahsin menerbitkan Harian Berita
Indonesia, yang merupakan surat kabar pertama setelah Indonesia merdeka, dan kemudian menjadi
pemimpin harian tersebut. Pada awal tahun 1950 ia terlibat dalam birokrasi pemerintah, pertama pada
Departemen Pertahanan dan kemudian Departemen Keuangan hingga akhirnya pada Departemen Luar
Negeri. Selama puluhan tahun Rusli Amran menjadi wakil Indonesia di Moskow dan Paris. Setelah
pensiun pada tahun 1972, ia mulai mendedikasikan dirinya pada proyek sejarah berskala besar yaitu
menulis tentang sejarah Sumatera Barat dalam bentuk yang bisa dimengerti dan dijangkau oleh para
pelajar Indonesia.
Karier
Penulis
Buku pertama yang ditulis oleh Rusli Amran berjudul Sumatera Barat hingga Plakat Panjang yang
diterbitkan oleh Sinar Harapan pada tahun 1981. Buku ini merupakan hasil penelitiannya yang
menghabiskan banyak waktu antara tahun 1970–1980 untuk menggali data dan narasumber
di Belanda dan Indonesia, dengan memfokuskan perhatian pada laporan dan penelitian yang tersedia
pada jurnal-jurnal Belanda pada abad ke-19. Buku ini merupakan sejarah dan laporan arkeologis lengkap
pada abad ke-13. Rusli Amran menitikberatkan pada interaksi Minangkabau dengan Inggris dan Belanda,
sampai pada perang Padri dan Plakat Panjang yang merupakan awal dari pendudukan Belanda di Sumatera
Barat. Buku ini ditulis dengan sangat cermat dalam melakukan penelitian akan tetapi dengan gaya
penulisannya yang tidak formal, seperti bab tentang masuknya bangsa Eropa yang diberi judul "Masuknya
si Bule". Karenanya tidak heran jika buku dengan hampir 700 halaman lengkap dengan referensi sumber,
reproduksi dari arsip dan dokumen yang terkait beserta sumber asli ini, di kemudian hari menjadi referensi
utama para penulis sejarah Ranah Minang.
Buku keduanya yang berjudul "Sumatera Barat Plakat Panjang" adalah buku lanjutan dari buku yang
pertama yang disertai juga dengan terjemahan dari sumber-sumber Belanda yang diambil dari jurnal-
jurnal Belanda dan muncul dalam appendiks. Kedua buku ini membuat sumber-sumber dalam bahasa
Belanda yang secara bahasa dan tempat sulit terjangkau menjadi mudah terjangkau bagi para
pelajar Indonesia yang berminat mempelajari sejarah Sumatera Barat.
Buku ketiga dari Rusli Amran adalah Sumatera Barat: Pemberontakan Anti Pajak tahun 1908 yang
menjelaskan mengenai sistem tanam paksa kopi, eksploitasi kolonial pada abad ke-19 dengan penelaahan
mengenai reaksi atas pajak. Selanjutnya, buku keempat adalah Padang Riwayatmu Dulu yang
didedikasikan pada kota kelahirannya, Padang yang ditulis masih dengan gaya informal dan berisi
campuran antara arsip-arsip dan kejadian-kejadian yang bersifat pribadi pada komunitas Eropa dan Jawa.
Rusli Amran juga memasukan koleksi-koleksi foto reproduksi yang mengesankan .
Buku terakhir dari Rusli Amran diterbitkan pada tahun 1996 dalam bentuk kumpulan esai yang
berjudul Cerita Lama dalam Lembaran Sejarah. Kumpulan esai ini merupakan penemuan yang
menakjubkan pada tokoh-tokoh dan momen yang tidak biasa di Sumatera Barat yang menyenangkan untuk
dibaca santai.
Gaya
Rusli Amran telah banyak menghasilkan buku samasa hidupnya. Kehadiran buku-bukunya dianggap dapat
semakin menyibak awan gelap yang menyelubungi sejarah Sumatera Barat. Dalam kaitan ini, makin terasa
betapa upaya yang dilakukan Rusli selama bertahun-tahun dengan semangat akademis yang tinggi dan
menjalin kembali untaian sejarah yang telah terlepas. Terlebih lagi, buku-bukunya tidaklah ditulis
dengan bahasa yang kering dan membosankan, tetapi sebaliknya, bahkan kocak.
Sebagaimana dimaksudkan Rusli, buku-bukunya tidak dimaksudkan sebagai buku teks dalam artian
yang konvensional, tetapi sebuah buku sejarah yang ditulis secara populer, dengan gaya bercerita, agar
dapat dibaca kalangan luas, terutama oleh generasi muda. Latar belakang Rusli sebagai seorang yang
menguasai betul bahasa sumber (seperti bahasa Belanda) sangat membantu. Selain itu, ketajaman pena
Rusli, pendiri dan pemimpin Harian Berita Indonesia, sebagai wartawan pada masa awal kemerdekaan
Indonesia, ditambah lagi dengan kejelian matanya sebagai diplomat dalam melihat sesuatu di balik yang
tersirat, sehingga ia bukan saja berusaha membeberkan cerita sejarah dengan cara yang hidup dan
mengasyikkan, tetapi sekaligus juga memberi arti plot-plot sejarah itu secara berkesinambungan. Cara
Rusli melihat peristiwa-peristiwa sejarah itu adalah dengan kacamata bangsa sendiri, walau bahan yang
dipakai hampir seluruhnya diramu dari sumber-sumber Belanda.
Namun menurut Jeffrey Hadler, profesor di Departmen of South and South East Asian Studies University
of California Berkeley, yang lebih penting dari tulisan Rusli Amran adalah kebaikan hatinya selama
melakukan penelitian terhadap arsip-arsip tersebut dengan menggandakan setiap artikel
dan manuskrip yang ada mengenai Sumatera Barat yang sangat banyak jumlahnya. Rusli Amran
menggandakan dokumen-dokumen tersebut dan menyimpannya dalam tiga lokasi yang berbeda
di Sumatera Barat yaitu: perpustakaan bagian literatur Universitas Andalas di Limau Manis, Gedung
Abdullah Kamil di Padang bagian ruang baca, dan Pusat Dokumentasi dan Inventori Budaya Minangkabau
di Padang Panjang. Melalui usaha Rusli Amran ini pelajar yang berminat pada sejarah Sumatera
Barat dapat menjangkau buku yang menyediakan gambaran yang jelas dan tanpa pretensi mengenai masa
kolonial. Terlebih lagi mereka dapat menjangkau sumber yang asli tanpa harus pergi
ke Belanda maupun Jakarta.
Referensi

 (Indonesia) Penulisan Ulang Sejarah Minangkabau Diarsipkan 2012-01-04 di Wayback


Machine.
 (Inggris) Rusli Amran and the Rewriting of Minangkabau History Diarsipkan 2008-02-26
di Wayback Machine.
 (Indonesia) Rusli Amran, Penyelamat Sejarah Ranah Minang (1922-1996)
tanggal 2012-01-04. Diakses tanggal 2012-07-23.

https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Rusli_Amran

Akses 14 Okt. 2023, 21.47.

SENIN, 27 FEBRUARI 2012

Rusli Amran, Penyelamat Sejarah Ranah Minang (1922-1996)

Jika kita membaca sebuah tulisan tentang sejarah Ranah


Minang, terutama pada jaman kolonial, maka tidak bisa tidak tulisan itu kalau dirunut
sumbernya hampir pasti akan sampai ke salah satu karya pak Rusli Amran. Tak peduli
apakah tulisan itu ditulis oleh seorang profesor ataukah oleh seorang rakyat badarai. Begitu
hebatnya pengaruh sosok ini dalam sejarah per-Minang-an.

Namun demikian, tidak banyak yang mengetahui siapa sebenarnya Rusli Amran. Sebagian
orang menganggapnya sejarawan, tapi sebenarnya dia bukanlah "orang sejarah".

Berawal dari sebuah buku "ajaib" nan kontroversial terbitan tahun 1963 (sekarang sudah
dicetak ulang) berjudul “Tuanku Rao: Teror Agama Islam Hambali di Tanah Batak (1816-
1833)” karya Mangaradja Onggang Parlindungan yang menulis:

“Brothers from Minang sangat parah handicapped, karena kepertjajaan mereka akan
mythos2 tanpa angka2 tahunan. Mythos Iskandar Zulkarnain Dynasty, Mythos Menang
Kerbau, Mythos Bundo Kanduang, Tambo Minangkabau, dlsb., semuanya 100% ditelan
oleh Brothers from Minang. Tanpa mereka sanggup selecting-out 2% facta2 sejarah dan
kicking-out 98% mythologic ornamentations dari mythos2 itu. Tanpa mereka sedikit pun
usaha, mentjarikan angka2 tahunan untuk menghentikan big confusions” (679)."

Dengan segala gaya penulisannya yang unik dan sedikit aneh (menurut saya malah itu yang
membuat buku ini menarik, terlepas dari kebenaran isinya), harus diakui bahwa yang ditulis
M.O. Parlindungan itu mengandung kebenaran. Kekurangan orang Minang yang selama ini
tidak berorientasi ke belakang, tidak acuh dengan sejarah lamanya, dan tidak pula memiliki
aksara sendiri, telah menyebabkan bukan saja sejarah yang dulu-dulu tertimbun oleh masa,
sejarah yang kemarin saja pun sudah kabur. Coba saja, keluarga Minang mana yang punya
ranji lengkap sampai ke nama nenek moyangnya? Barangkali cuma sampai kakek atau
ayah dari kakek.

Brothers from Minang pun bereaksi atas buku tersebut. Dimulai pada 1970, terbit buku
"Sedjarah Minangkabau" yang diusahakan oleh M.D. Mansoer (et al), dalam rangka
menyongsong Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau yang diadakan di
Batusangkar. Buku ini memuat tanggal-tanggal dan data-data referensi yang otentik, serta
mitos dan sejarah politik Sumatera Barat. Uniknya, buku tersebut juga berisi ucapan selamat
dari Parlindungan sendiri sebagai kata pengantarnya. Selanjutnya tahun 1974 HAMKA
menantang langsung buku Parlindungan dengan menerbitkan buku berjudul "Tuanku Rao:
Antara Khayal dan Fakta".

Tapi dari semuanya tak ada yang melebihi sebuah buku karya
pertama dari seseorang yang bernama Rusli Amran berjudul "Sumatera Barat hingga Plakat
Panjang" yang diterbitkan oleh Sinar Harapan pada tahun 1981. Buku ini merupakan hasil
Rusli Amran menghabiskan banyak waktu antara tahun 1970-1980 untuk menggali data dan
nara sumber di Belanda dan Indonesia, dengan memfokuskan perhatian pada laporan dan
penelitian yang tersedia pada Jurnal Kolonial Belanda pada abad ke 19. Buku ini merupakan
sejarah lengkap termasuk juga laporan arkeologis pada abad ke 13. Rusli Amran
menitikberatkan pada interaksi Minangkabau dengan Inggris dan Belanda, sampai pada
perang Padri dan Plakat Panjang yang merupakan awal dari pendudukan Belanda di
Sumatera Barat. Buku ini ditulis dengan sangat cermat dalam melakukan penelitian akan
tetapi dengan gaya penulisannya yang tidak formal. Contohnya bab tentang masuknya
bangsa Eropa diberi judul " Masuknya si Bule". Karenanya tidak heran jika buku dengan
hampir 700 halaman lengkap dengan referensi sumber, reproduksi dari arsip dan dokumen
yang terkait beserta sumber asli ini, di kemudian hari menjadi referensi utama para penulis
sejarah Ranah Minang.

Kembali ke pertanyaan awal: Siapa Rusli Amran?

Rusli Amran bukanlah seorang yang berlatar belakang pendidikan sejarah. Ia adalah
seorang pensiunan diplomat dan wartawan. Lahir di Padang tahun 1922 dan sempat
mengenyam sistem pendidikan Belanda, Jepang dan Indonesia. Setamat AMS Sastra Barat
di Jogjakarta sebelum Perang Dunia II, ia melanjutkan ke perguruan tinggi di Jakarta,
Amsterdam dan terakhir di Praha. Selama masa revolusi pemuda Rusli Amran bersama
Sidi Muhammad Sjaaf dan Suraedi Tahsin menerbitkan surat kabar Berita Indonesia pada 6
September 1945 dan merupakan koran pertama setelah Indonesia merdeka. Pada awal
tahun 1950 ia bergabung dalam birokrasi pemerintah, pertama pada Departemen
Pertahanan dan kemudian Departemen Keuangan hingga akhirnya pada Departemen Luar
Negeri. Selama puluhan tahun Rusli Amran mewakili Republik Indonesia di Moskow dan
Paris. Ketika Rusli Amran pensiun ditahun 1972, ia mendedikasikan dirinya pada proyek
sejarah berskala besar yaitu menulis sejarah Sumatera Barat dalam bentuk yang bisa
dimengerti dan dijangkau oleh para pelajar Indonesia.

Rusli Amran menghasilkan lima buah buku. Dengan kehadiran buku-buku ini makin
tersibaklah awan gelap yang menyelubungi sejarah Sumatera Barat. Dalam kaitan ini, makin
terasa betapa upaya yang dilakukan Rusli selama bertahun-tahun, dan dengan semangat
akademis yang tinggi, menjalin kembali untaian sejarah yang telah lepas-lepas itu, patut kita
hargai. Terlebih lagi, buku-bukunya tidaklah ditulis dengan bahasa yang kering dan
membosankan, tapi sebaliknya, bahkan kocak. Memang, sebagaimana dimaksudkan Rusli,
seri buku ini tidak dimaksudkan sebagai buku teks dalam artian yang konvensional, tapi
sebuah buku sejarah yang ditulis secara populer, dengan gaya bercerita, agar dapat dibaca
kalangan luas, terutama oleh generasi muda. Latar belakang Rusli sebagai "orang lama",
yang menguasai betul bahasa sumber (bahasa Belanda), sangat membantu. Selain itu,
ketajaman pena Rusli, pendiri dan pemimpin harian Berita Indonesia, sebagai wartawan di
awal Kemerdekaan, ditambah lagi dengan kejelian matanya sebagai diplomat dalam melihat
sesuatu di balik yang tersirat, sehingga ia bukan saja berusaha membeberkan cerita sejarah
dengan cara yang hidup dan mengasyikkan, tapi sekaligus juga memberi arti plot-plot
sejarah itu secara berkesinambungan. Cara Rusli melihat peristiwa-peristiwa sejarah itu
adalah dengan kaca mata bangsa sendiri, walau bahan yang dipakai hampir seluruhnya
diramu dari sumber-sumber Belanda.

Buku keduanya adalah "Sumatera Barat Plakat Panjang" adalah buku


lanjutan dari buku yang pertama yang disertai juga dengan terjemahan dari sumber-sumber
Belanda yang diambil dari jurnal Belanda dan muncul dalam apendik. Kedua buku ini
membuat sumber-sumber dalam bahasa Belanda yang secara bahasa dan tempat sulit
terjangkau menjadi mudah terjangkau bagi para pelajar Indonesia yang berminat
mempelajari Sejarah Sumatera Barat.

Buku ketiga dari Rusli Amran adalah "Sumatera Barat:


Pemberontakan Anti Pajak tahun 1908" yang menjelaskan mengenai sistem tanam paksa
kopi, eksploitasi kolonial pada abad ke 19 dengan penelaahan mengenai reaksi atas pajak.

Buku ke empat "Padang Riwayatmu Dulu" didedikasikan pada kota kelahirannya Padang
yang ditulis masih dengan gaya informal dan berisi campuran antara arsip-arsip dan
kejadian-kejadian yang bersifat pribadi pada komunitas Eropa dan Jawa. Rusli Amran juga
memasukan koleksi-koleksi foto reproduksi yang mengesankan .
Buku terakhir dari Rusli Amran diterbitkan setelah beliau wafat pada tahun 1996 dalam
bentuk kumpulan esai yang berjudul "Cerita Lama dalam Lembaran Sejarah". Kumpulan
esai ini merupakan penemuan yang menakjubkan pada tokoh-tokoh dan momen yang tidak
biasa di Sumatera Barat yang menyenangkan untuk dibaca santai.

Istri beliau selanjutnya mendirikan Yayasan Rusli Amran di Jakarta sebagai tempat belajar
dan pusat dokumentasi koleksi dan arsip beliau.

Namun menurut Jeffrey Hadler, Profesor di Departmen of South and South East Asian
Studies University of California Berkeley, yang lebih penting dari tulisan Rusli Amran adalah
kebaikan hati beliau selama melakukan penelitian terhadap arsip-arsip tersebut dimana
beliau menggandakan setiap artikel dan manuskrip yang ada mengenai Sumatera Barat
yang sangat banyak jumlahnya. Rusli Amran menggandakan dokumen-dokumen tersebut
dan menyimpannya dalam tiga lokasi yang berbeda di Sumatera Barat yaitu: Perpustakaan
Bagian Literatur Universitas Andalas di Limau Manis, Ruang Baca Gedung Abdullah Kamil
di Padang dan Pusat Dokumentasi dan Inventori Budaya Minangkabau di Padang Panjang.
Melalui usaha Rusli Amran ini pelajar yang berminat pada sejarah Sumatera Barat dapat
menjangkau buku yang menyediakan gambaran yang jelasi dan tanpa pretensi mengenai
masa kolonial. Terlebih lagi mereka dapat menjangkau sumber yang asli tanpa harus pergi
ke Belanda maupun Jakarta.

Untuk yang terakhir ini iyo ambo terperangah. Ternyata semua dokumen itu ada di
Sumatera Barat dalam bentuk fotocopian! Tidak begitu jelas apakah dokumen-dokumen itu
sudah dirubah ke format digital apa tidak pada saat ini. Karena secara lazimnya, dokumen
fotocopian tidak akan bertahan lama. Kalau belum, sudah saatnya para sejarawan -terutama
dari Unand karena punya akses langsung- mengambil tindakan cepat untuk menyelamatkan
dokumen-dokumen berharga tersebut dengan cara mendigitalisasinya.

Selanjutnya kita berharap ada penerbit yang bersedia menerbitkan kembali buku-buku karya
Rusli Amran ini. Membaca buku-buku Rusli Amran dapat menimbulkan kebanggaan
tersendiri terhadap identitas ke-Minang-an kita. Anda penerbit, tidak usah takut bukunya
ndak laku. Paling tidak para peminat sejarah yang menjadi pembaca blog ini akan antri
membeli buku anda. Ambo langsung pre-order kelimanya...hehehe...

(Sumber: goodreads.com, kyotoreview.cseas.kyoto-u.ac.jp, tempointeraktif.com)

https://minanglamo.blogspot.com/2012/02/rusli-amran-1922-1996-penemu-kembali.html

Akses 14 Okt. 2023, 21.56


Penulisan Ulang Sejarah Minangkabau

Daripada membuat ringkasan dan review mengenai lima buah buku karya Rusli Amran,
alangkah baiknya jika memperkenalkan sedikit perdebatan mengenai sejarah
Minangkabau diantara para penulis sejarah Minangkabau atau yang sering disebut Ahli
sejarah amatiran di Indonesia. Sebagian besar orang Indonesia mengetahui karya-karya
Taufik Abdullah, Deliar Noer, Alfian, Harsja Bachtiar dan penulis-penulis Indonesia lain
yang terdidik dan terpelajar mengenai sejarah Indonesia. Akan tetapi disamping
kelompok tersebut terdapat kelompok informal lain yang menulis buku berdasarkan
fakta-fakta dan spekulasi yang hanya beredar di Indonesia dan bertujuan hanya untuk
dibaca dikalangan rakyat Indonesia saja. Para ahli sejarah amatiran ini menarik untuk
dibahas.
Pada pertengahan tahun 1961, semangat kebangsaan dan kepahlawanan orang-orang
Minangkabau telah hancur. Pemberontakan yang dilancarkan oleh pendukung
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia dan telah tiga tahun berjuang menentang
pemerintahan pusat yang makin lama makin condong dan menunjukan keberpihakan
pada budaya Jawa yang otoriter dan komunis, akhirnya dapat dikalahkan.
Banyak orang-orang Minangkabau pergi meninggalkan Sumatera Barat dan tidak pernah
kembali lagi. Saat ini mulai dikenal dengan istilah rantau cino, migrasi permanen orang
Cina, ketika orang-orang Minangkabau mulai memberikan nama Jawa pada keturunan
mereka. Orang-orang Minangkabau mulai mengeluh bahwa di tanah kelahiran mereka di
Sumatera Barat, "Para Pemenang" semuanya telah pergi dan yang tertinggal hanya
kerbau. Restauran padang dan para imigran dari Sumatera Barat mendadak membludak.
Mereka pada umumnya berusaha menekan identitas etnik mereka dan menyesuaikan
diri mereka agar terbiasa hidup jauh dari tempat asal mereka di Minangkabau dan hidup
dengan kenangan buruk.
Pada tahun 1963, datang lagi sebuah pukulan terhadap orang-orang Minangkabau yang
telah kehabisan nafas. Dalam sebuah buku yang ajaib dan sangat aneh yaitu “Tuanku
Rao: Teror Agama Islam Hambali di Tanah Batak (1816-1833)”. Seorang penulis
Mandailing bernama Mangaradja Onggang Parlindungan mentertawakan dan mengejek:
“Brothers from Minang sangat parah handicapped, karena kepertjajaan mereka akan
mythos2 tanpa angka2 tahunan. Mythos Iskandar Zulkarnain Dynasty, Mythos Menang
Kerbau, Mythos Bundo Kanduang, Tambo Minangkabau, dlsb., semuanya 100% ditelan
oleh Brothers from Minang. Tanpa mereka sanggup selecting-out 2% facta2 sejarah dan
kicking-out 98% mythologic ornamentations dari mythos2 itu. Tanpa mereka sedikit pun
usaha, mentjarikan angka2 tahunan untuk menghentikan big confusions” (679)."
Setelah menunggu kejatuhan Soekarno dan kehancuran Partai Komunis Indonesia maka
saudara-saudara dari Minangkabau (Brothers from Minang) berani menjawab tantangan
yang diberikan oleh Parlindungan. Buku "Sejarah Minangkabau" yang pertama
diluncurkan tahun 1970, yang juga berisi ucapan selamat dari Parlindungan sendiri
sebagai kata pengantarnya. "Sejarah Minangkabau" tersebut berisi tanggal-tanggal yang
akurat dan data-data referensi yang otentik, pengarangnya juga menjelaskan mitos-
entik dari sejarah Minangkabau dan sejarah politik Sumatera Barat.
Hamka, seorang intelektual Islam yang populer, secara langsung menantang
Parlindungan tahun 1974, dalam bukunya, "Tuanku Rao: Antara Khayal dan Fakta".
Tetapi usaha yang paling nyata atas penulisan sejarah Minangkabau dilaksanakan oleh
Rusli Amran, seorang pensiunan Departemen Luar Negeri Indonesia.
Rusli Amran lahir di Padang tahun 1922 dan sempat mengenyam sistem pendidikan
Belanda, Jepang dan Indonesia. Selama masa revolusi Rusli Amran membantu
penerbitan surat kabar Berita Indonesia dan pada awal tahun 1950 bergabung dalam
birokrasi pemerintah, pertama pada Departemen Pertahanan dan kemudian Departemen
Keuangan hingga akhirnya pada Departemen Luar Negeri. Selama puluhan tahun Rusli
Amran mewakili Republik Indonesia di Moskow dan Paris ketika orang-orang
Minangkabau disingkirkan dari program kebangsaan. Ketika Rusli Amran pensiun ditahun
1972, Ia mendedikasikan dirinya pada proyek sejarah berskala besar yaitu menulis
sejarah Sumatera Barat dalam bentuk yang bisa dimengerti dan dijangkau oleh para
pelajar Indonesia.
Rusli Amran menyenangi arsip. Dia menghabiskan banyak waktu antara tahun 1970-
1980 untuk menggali data dan nara sumber di Belanda dan Indonesia, dengan
memfokuskan perhatian pada laporan dan penelitian yang tersedia pada Jurnal Kolonial
Belanda pada abad ke 19. Buku pertama Rusli Amran adalah "Sumatera Barat hingga
Plakat Panjang" yang merupakan sejarah lengkap termasuk juga laporan arkeologis
pada abad ke 13. Dalam buku itu, Rusli Amran menitikberatkan pada interaksi
Minangkabau dengan Inggris dan Belanda, sampai pada perang Padri dan Plakat Panjang
yang merupakan awal dari pendudukan Belanda di Sumatera Barat.
Rusli Amran sangat cermat dalam melakukan penelitian akan tetapi gaya penulisannya
dalam bukunya tidak formal. Dia berhati-hati sekali dalam menterjemahkan semua
sumbernya kedalam bahasa Indonesia dan bab tentang masuknya bangsa Eropa diberi
judul " Masuknya si Bule".
Buku pertamanya ini adalah proyeknya yang paling ambisius dengan hampir 700
halaman lengkap dengan referensi sumber, reproduksi dari arsip dan dokumen yang
terkait beserta sumber asli. Buku keduanya adalah "Sumatera Barat Plakat Panjang"
adalah buku lanjutan dari buku yang pertama yang disertai juga dengan terjemahan dari
sumber-sumber Belanda yang diambil dari jurnal Belanda dan muncul dalam apendik.
Kedua buku ini membuat sumber-sumber dalam bahasa Belanda yang secara bahasa
dan tempat sulit terjangkau menjadi mudah terjangkau bagi para pelajar Indonesia yang
berminat mempelajari Sejarah Sumatera Barat.
Buku ketiga dari Rusli Amran adalah "Sumatera Barat: Pemberontakan Anti Pajak tahun
1908" yang menjelaskan mengenai sistem tanam paksa kopi, eksploitasi kolonial pada
abad ke 19 dengan penelaahan mengenai reaksi atas pajak. Buku ke empat
didedikasikan pada kota kelahirannya Padang yang ditulis masih dengan gaya informal
dan berisi campuran antara arsip-arsip dan kejadian-kejadian yang bersifat pribadi pada
komunitas Eropa dan Jawa. Rusli Amran juga memasukan koleksi-koleksi foto reproduksi
yang mengesankan .
Kegigihan Rusli Amran memakai nama Sumatera Barat daripada Minangkabau dalam
setiap tulisannya menunjukan penafsirannya terhadap Sumatera Barat sebagai
komunitas yang multi etnis dan sejarah interaksi terhadap bangsa Eropa, Cina, Jawa
Batak dan Minangkabau. Buku terakhir dari Rusli Amran diterbitkan setelah beliau wafat
pada tahun 1996 dalam bentuk kumpulan esai yang berjudul "Cerita Lama dalam
Lembaran Sejarah". Kumpulan esai ini merupakan penemuan yang menakjubkan pada
tokoh-tokoh dan momen yang tidak biasa di Sumatera Barat yang menyenangkan untuk
dibaca santai.
Terlebih penting dari tulisan Rusli Amran adalah kebaikan hati beliau selama melakukan
penelitian terhadap arsip-arsip tersebut dimana beliau menggandakan setiap artikel dan
manuskrip yang ada mengenai Sumatera Barat yang sangat banyak jumlahnya. Rusli
Amran kemudian menggandakan dokumen-dokumen tersebut dan menyimpannya dalam
tiga lokasi yang berbeda di Sumatera Barat yaitu: Perpustakaan Bagian Literatur dan
Kemanusiaan Universitas Andalas di Limau Manis, Ruang Baca Konsul Kesenian
Sumatera Barat di Gedung Abdullah Kamil di Padang dan Pusat Dokumentasi dan
Inventori Budaya Minangkabau di Padang Panjang. Melalui usaha Rusli Amran ini pelajar
yang berminat pada sejarah Sumatera Barat dapat menjangkau buku yang menyediakan
gambaran yang jelasi dan tanpa pretensi mengenai masa kolonial. Terlebih lagi mereka
dapat menjangkau sumber yang asli tanpa harus pergi ke Belanda maupun Jakarta.
Pada akhirnya Istri dari Rusli Amran mendirikan Yayasan Rusli Amran di Jakarta sebagai
tempat untuk belajar dan pusat dokumentasi dan tempat untuk mendukung penelitian
mengenai sejarah Sumatera Barat. Walaupun secara internasional Rusli Amran tidak
cukup terkenal, Rusli Amran telah banyak membantu dalam penelitian terhadap sejarah
Minangkabau di Indonesia dan bukunya memang wajib untuk dibaca.
References:

Rusli Amran and Re-writing of Minangkabau History, Kyoto Review of Southeast Asia 3,
March 2003, Jefrrey Hadler, Asisten Profesor di Department of South and Southeast
Asian Studies, University of California, Berkeley.
Parlindungan, Mangaradja Onggang. 1963. Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku
Rao: Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak 1816-1833. Jakarta: Penerbit
Tandjung Pengharapan.
Mansoer, M.D. et al. 1970. Sejarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara
Hamka. 1974. Antara Fakta dan Khayal “Tuanku Rao.” Jakarta: Bulan Bintang
Amran, Rusli. 1997. Cerita-Cerita Lama Dalam Lembaran Sejarah. Jakarta: Balai
Pustaka.
Amran, Rusli. 1988. Sumatra Barat Pemberontakan Pajak 1908: Bag. Ke-1, Perang
Kemang. Jakarta: Gita Karya.
Amran, Rusli. 1988. Padang Riwayatmu Dulu. Revised edition. Jakarta: C.V. Yasaguna.
Amran, Rusli. 1985. Sumatra Barat Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Amran, Rusli. 1981. Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.

https://web.archive.org/web/20120104023119/http://www.pelaminanminang.com/
artikel/penulisan-ulang-sejarah-minangkabau.html
akses 14 Okt. 2023, 21.59

Anda mungkin juga menyukai