Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA LINGKUNGAN 1

PERCOBAAN 8
BOD (Biochemical Oxygen Demand)

NAMA : NASWA ANDINISABRINA


NIM : 2110815120006
KELOMPOK : 14
ASISTEN : HAVIZ WIRA SAPUTRA

NILAI PARAF

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2021
PERCOBAAN 8
BOD

I. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui BOD
(Biochemical Oxygen Demand) pada suatu perairan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang bersifat mengalir,
sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang di hilir.
Pencemaran di hulu sungai akan menimbulkan biaya sosial di hilir dan
pelestarian di hulu akan memberikan manfaat di hilir. Pencemaran sungai
dapat terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang melebihi baku mutu
air limbah, disamping itu juga ditentukan oleh debit air limbah yang
dihasilkan. Indikator pencemaran sungai selain secara fisik dan kimia juga
dapat secara biologis (Belladona, 2017). Sungai menjadi sarana yang sangat
penting bagi kehidupan masyarakat. Sungai menjadi penggerak
perekonomian rakyat, penghubung silaturahmi, dan sumber kehidupan. Di
Kalimantan Selatan sendiri, terdapat beberapa sungai besar seperti: sungai
Barito, sungai Kapuas, sungai Mahakam, sungai Martapura, serta ribuan
sungai kecil yang tersebar di seluruh wilayah Kalimantan. Sungaisungai
tersebut telah digunakan oleh masyarakat sejak dahulu secara turun temurun
untuk mendukung kehidupan sehari-hari. erakan Penghapusan Jamban
Terapung “Jamban terapung” telah menemani kehidupan masyarakat di
pinggiran sungai Martapura sejak zaman dulu secara turun temurun.
Aktivitas masyarakat sehari-hari seperti: mandi, mencuci dan buang air
besar umumnya menggunakan jamban terapung. Selain untuk mendukung
aktivitas sehari-hari, jamban terapung juga menjadi sarana untuk saling
bersosialisasi dengan tetangga pada saat mandi dan mencuci pakaian
bersama-sama. Mereka tidak menyadari, aktivitas yang mereka lakukan di
atas jamban tersebut telah menimbulkan pencemaran air. Aktivitas sehari-
hari tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas air sungai. Air sungai
menjadi tercemar oleh tinja yang mengandung berbagai macam bakteri dan
virus penyebab penyakit-panyakit yang menular lewat air, sehingga dapat
menurunkan derajat kesehatan masyarakat (Junaidah & Siswandi, 2019).
Sungai Kemuning di Banjarbaru mengalir hampir sepanjang wilayah
Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Sungai ini berfungsi sebagai saluran
pembuangan satusatunya di Bajarbaru. Semakin meningkatnya jumlah
penduduk menyebabkan jumlah warga yang hidup di daerah bantaran sungai
semakin banyak, akibatnya limbah sampah meningkat yang menyebabkan
kawasan tersebut menjadi kawasan kumuh dengan tingkat pencemaran yang
cukup tinggi (Junaidah & Siswandi, 2019). Sungai Martapura merupakan
sumber air PDAM andalan yang dimanfaatkan warga untuk keperluan
rumah tangga. Kualitas air sungai tersebut terus memburuk akibat
pencemaran logam berat dan bakteri e-coli. Meningkatnya tingkat
kekeruhan air sungai saat penghujan dan kadar air garam yang melebihi
baku mutu akibat intrusi air laut di musim kemarau, menyebabkan kualitas
air sungai semakin menurun. Tahun 2017 yang lalu sungai tersebut tercatat
masuk dalam kategori tercemar berat (heavy polluted) berdasarkan Kriteria
Mutu Air Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Kelas II. Kondisi ini
diketahui tidak mengalami perubahan signifikan dari 2 tahun sebelumnya
(Alimah & Aryani, 2019).
Penilaian perubahan kualitas air sungai ini bersumber dari beban
pencemaran limbah domestik yang berasal dari pemukiman, hotel, pasar,
rumah makan dan tempat umum lainnya dengan parameter BOD dan COD.
Meningkatnya BOD dan COD dapat mengurangi oksigen terlarut (DO).
Perubahan nilai DO dalam model ini menunjukkan perubahan kondisi
kualitas air sungai. Oksigen terlarut (DO) memegang peranan penting
sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam
proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu,
peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban
pencemaran pada perairan secara alami (selfpurifikasi sungai) maupun
secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan
industri dan rumah tangga (Zubaidah, 2020).
BOD atau sering disebut Biological Oxygen Demand merupakan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk
mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Nilai BOD tidak
menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, melainkan hanya
mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan
organik tersebut. .Walaupun nilai BOD untuk menyatakan jumlah oksigen
terlarut, tetapi dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik
mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. BOD dan COD
merupakan parameter penting untuk menentukan kualitas air limbah
dikarenakan BOD dan COD berperan sebagai penduga pencemaran bahan
organik dan kaitannya dengan penurunan oksigen terlarut. Analisis BOD
dalam pengolahan limbah bertujuan BOD penting untuk mengetahui
perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk menstabilkan bahan
organik yang ada secara biologi, b) untuk mengetahui ukuran fasilitas unit
pengolahan limbah, c) untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan
dalam pengolahan limbah, d) untuk mengetahui kesesuaiannya dengan
batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah (Andika, dkk.,
2020).
Keberadaan limbah dapat memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan, seperti mengganggu transparansi air, menggangu proses
fotosintesis yang berujung pada defisiensi oksigen, menyebabkan tumor
ataupun kematian pada organisme akuatik, serta mengakibatkan iritasi,
keracunan, mutasi gen, dan kanker pada manusia. Air limbah yang
dihasilkan berpotensi memberikan dampak pencemaran lingkungan jika
dalam proses produksi menggunakan bahan kimia yang berlebihan. Bahan
yang dapat menimbulkan masalah pencemaran yaitu bahan organik, non-
organik, dan logam berat yang konsentrasinya melebihi baku mutu yang
diperbolehkan untuk masuk ke lingkungan. Limbah dengan karakteristik
tersebut dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia
dalam jangka waktu yang panjang (Andika dkk., 2020).
Baku mutu adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat atau energi
atau komponen lain yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemaran
yang ditenggang adanya sesuai dengan peruntukannya (Andika, dkk.,
2020).. Baku mutu air limbah di Indonesia dibagi menjadi empat golongan:
I, II, III dan IV. Golongan I adalah baku mutu air limbah yang paling keras
atau ketat, sedangkan Golongan IV adalah baku mutu air limbah yang
paling longgar. Penetapan baku mutu didasarkan pada peruntukannya, juga
didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berbeda antara satu
daerah dengan daerah lainnya. Penetapan baku mutu air dengan pendekatan
golongan peruntukan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan
klasifikasi kualitas air (kelas air) (Belladona, 2017).

III. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol inkubasi
ukur, gelas ukur, labu erlenmeyer, gelas bekker, buret, statif dan klem.
B. BAHAN
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampel air,
aie pengencer, larutan buffer fosfat, larutan magnesium sulfat, larutan
kalsium klorida, larutan ferri klorida, bibit air kotor, akuades, dan
indikator kanji.

IV. PROSEDUR KERJA


A. DO (Dissolved Oxygen/Oksigen Terlarut)
1. Sampel air sebanyak 350 mL dimasukkan ke dalam gelas
bekker.
2. Air pengencer dimasukkan 350 ml ke dalam gelas bekker yang
sama. Lalu dihomogenkan.
3. Larutan dimasukkan ke dalam dua botol winkler sampai leher
botol, sampai tidak ada oksigen yang terperangkap dalam botol.
4. Botol winkler diberi label DO0 dan DO5
5. Botol winkler dengan label DO0 dititrasi dengan metode
winkler untuk memeriksa kandungan oksigennya.
B. TITRASI WINKLER
1. Larutan MnSO4 sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam sampel
air pada botol winkler DO0 di bawah permukaan cairan.
2. Larutan alkali iodida sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam botol
winkler. Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah
terperangkapnya udara dari luar kemudian dikocok dengan
membalik-balikkan botol beberapa kali.
3. Gumpalan diendapkan selama 10 menit, hingga proses
pengendapan sempurna.
4. Larutan yang jernih dikeluarkan dari botol dengan menggunakan
pipet sebanyak 100 ml dan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer
500 ml.
5. Endapan ditambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2 mL pada
sisa larutan yang mengendap dalam botol winkler dengan
dialirkan melalui dinding bagian dalam dari leher botol,
kemudian botol segera ditutup kembali.
6. Botol digoyangkan dengan hati-hati sehingga semua endapan
melarut seluruh isi botol.
7. Larutan dalam botor winkler dituangkan secara kuantitatif ke
dalam Erlenmeyer 500 ml tadi di butir 3.
8. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan tersebut kemudian dititrasi
dengan larutan tiosulfat 0,025 N sehingga menjadi warna coklat
muda.
9. Indikator kanji ditambahkan sebanyak 2 mL (akan timbul warna
biru), titrasi dengan tiosulfat dilanjutkan hingga warna biru
hilang pertama kali (setelah beberapa menit akan timbul lagi).
10. untuk menaikkan ketelitian analisa, diharapkan membuat
duplikat setiap analisa.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Tabel 1. Analisis Oksigen Terlarut Menggunakan Metode Titrasi
Winkler (DO0)
Hasil Pengamatan
No Prosedur Kerja Air Air
Sungai Martapura Sungai Kemuning
1. Sampel air dimasukkan 350 mL 350 mL
sebanyak 350 mL ke dalam
gelas bekker.
2. Air pengencer dimasukkan 700 mL 700 mL
sebanyak 350 mL
3. Larutan dimasukkan ke dalam 300 mL 300 mL
botol winkler DO0.
4. Larutan MnO4 ditambahkan ke 2 mL 2 mL sedikit keruh
dalam botol winkler. Sedikit keruh
5. Larutan alkali iodida Warna coklat 2 mL, jingga keruh
ditambahkan sebanyak 2 mL. kerorenan (pekat)
6. Larutan didiamkan selama 10 Larutan dan Endapan coklat dan
menit. endapan terpisah larutan terpisah
7. Larutan yang jernih dipindahkan 100 mL 100 mL
ke dalam labu erlenmeyer.
8. Larutan H2SO4 ditambahan Coklat kejinggaan Jingga
sebanyak 2 mL ke dalam botol tanpa endapan
winkler melalui leher botol.
9. Larutan di botol winkler Warna jingga Jingga tua
dipindahkan ke labu terang
erlenmeyer.
10. Larutan pada labu erlenmeyer Coklat muda Jingga muda
dititrasi dengan larutan tiosulfat
0,025 N. Vawal = 0,5 mL Vawal = 5,8 mL
Vakhir = 4,2 mL Vakhir = 13 mL
Vtitrasi = 3,7 mL Vtitrasi = 7,2 mL
11. Indikator amilum ditambahkan Hijau kehitaman Hijau tua
sebanyak 2 mL
12. Larutan dititrasi dengan tiosulfat Bening Bening
hingga warna biru hilang
pertama kali.
13. Volume larutan tiosulfat yang Vawal = 4,2 mL Vawal = 13 mL
digunakan saat titrasi dicatat Vakhir = 11,9 mL Vakhir = 18,6 mL
hasilnya. Vtitrasi = 7,7 mL Vtitrasi = 5,6 mL

Tabel 2. Analisis Oksigen Terlarut Menggunakan Metode Titrasi


Winkler (DO5)
Hasil Pengamatan
No Prosedur Kerja Air Air
Sungai Martapura Sungai Kemuning
1. Larutan dimasukkan ke dalam Setelah 5 hari Setelah 5 hari
botol winkler DO5. terdapat endapan terdapat endapan
berwarna kuning berwarna kuning
2. Larutan MnO4 ditambahkan ke 2 ml 2 mL
dalam botol winkler.
Lanjutan Tabel 2. Analisis Oksigen Terlarut Menggunakan Metode
Titrasi Winkler (DO5)
3. Larutan alkali iodida 2 ml, warna 2 mL, warna
ditambahkan sebanyak 2 mL. menjadi coklat menjadi coklat
muda keruh muda keruh
4. Larutan didiamkan selama 10 Endapan coklat Endapan coklat
menit.
5. Larutan yang jernih dipindahkan 100 ml 100 mL
ke dalam labu erlenmeyer.
6. Larutan H2SO4 ditambahkan Kuning kecoklatan Orange jernih
sebanyak 2 mL ke dalam botol
winkler melalui leher botol.
7. Larutan di botol winkler Jingga Orange lebih
dipindahkan ke labu bening
erlenmeyer.
8. Larutan pada labu erlenmeyer Kuning Kuning cerah
dititrasi dengan larutan tiosulfat
0,025 N.
Vawal = 0,2 mL Vawal = 1 mL
Vakhir = 3 mL Vakhir = 5,3 mL
Vtitrasi = 2,8 mL Vtitrasi = 4,3 mL
9. Indikator amilum ditambahkan Hijau tua Hijau tua
sebanyak 2 mL
10. Larutan dititrasi dengan tiosulfat Bening Bening
hingga warna biru hilang
pertama kali.
11. Volume larutan tiosulfat yang Vawal = 3 mL Vawal = 12 mL
digunakan saat titrasi dicatat Vakhir = 7,9 mL Vakhir = 16,2 mL
hasilnya. Vtitrasi = 4,9 mL Vtitrasi = 4,2 mL

Perhitungan DO0:
1. Oksigen Terlarut Air Sungai Martapura
Diketahui = a : 7,7 mL

N : 0,025 N
V : 300 mL
Ditanya = OT0 ?
Dijawab =
OT0 = a x N x 8.000
𝑉−4
= 7,7 x 0,025 x 8.000
300 − 4
= 1.540
296
= 5,2 mg O2/L
2. Oksigen Terlarut Air Sungai Kemuning
Diketahui = a : 5,6 mL

N : 0,025 N
V : 300 mL
Ditanya = OT0 ?
Dijawab =
OT0 = a x N x 8.000
𝑉−4
= 5,6 x 0,025 x 8.000
300 − 4
= 1.120
296
= 3,78 mg O2/L

3. Oksigen Terlarut Blanko OT0


Diketahui = a : 10,2 mL

N : 0,025 N
V : 300 mL
Ditanya = OT0 ?
Dijawab =
OT0 = a x N x 8.000
𝑉−4
= 10,2 x 0,025 x 8.000
300 − 4
= 2.040
296
= 6,89 mg O2/L

Perhitungan DO5:
4. Oksigen Terlarut Air Sungai Martapura
Diketahui = a : 4,9 mL

N : 0,025 N
V : 300 mL
Ditanya = OT5 ?
Dijawab =
OT0 = a x N x 8.000
𝑉−4
= 4,9 x 0,025 x 8.000
300 − 4
= 980
296
= 3,31 mg O2/L

5. Oksigen Terlarut Air Sungai Kemuning


Diketahui = a : 4,2 mL

N : 0,025 N
V : 300 mL
Ditanya = OT5 ?
Dijawab =
OT0 = a x N x 8.000
𝑉−4
= 4,2 x 0,025 x 8.000
300 − 4
= 840
296
= 2,84 mg O2/L

6. Oksigen Terlarut Blanko OT5


Diketahui = a : 6,1 mL

N : 0,025 N
V : 300 mL
Ditanya = OT5 ?
Dijawab =
OT0 = a x N x 8.000
𝑉−4
= 6,1 x 0,025 x 8.000
300 − 4
= 1220
296
= 4,12 mg O2/L

Perhitungan BOD:
7. BOD5 Air Sungai Martapura
Diketahui = D1 : 3,78 mg O2/L
D2 : 3,31 mg O2/L
B1 : 6,89 mg O2/L
B2 : 4,12 mg O2/L
P : 2
Ditanya = BOD5?
Dijawab =
BOD5 (20℃) = ((D1-D2)-(B1-B2)) x P
= ((3,78-3,31) - (6,89-4,12) x 2)
= ((0,47-2,77) x 2)
= - 4,6 mg O2/L

8. BOD5 Air Sungai Kemuning


Diketahui = D1 : 3,7 mg O2/L
D2 : 2,84 mg O2/L
B1 : 6,89 mg O2/L
B2 : 4,12 mg O2/L
P : 2
Ditanya = BOD5?
Dijawab =
BOD5 (20℃) = ((D1-D2)-(B1-B2)) x P
= ((3,7-2,84) - (6,89-4,12) x 2)
= ((0,86-2,77) x 2)
= - 3,82 mg O2/L

B. PEMBAHASAN
Pada analisa kadar BOD dilakukan dengan metode titrasi
iodometri. Titrasi iodometri yaitu titrasi yang tidak langsung dimana
oksidator yang dianalisa kemudian direaksikan dengan ion iodida
berlebih dalam keadaan yang sesuai, selajutnya iodium dibebaskan
secara kuantitatif dan titrasi dengan larutan standar. Prinsip
pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat
organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung
karena adanya bakteri aerobic (Ramadhani dkk., 2020). Penentuan
nilai BOD sampel dilakukan dengan metode titrasi winkler. Prinsip
penentuan nilai BOD dengan metode titrasi winkler adalah titrasi
iodometri (modifikasi azida). Pada metode ini, volume yang akan
ditentukan adalah volume larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) yang
digunakan untuk titrasi iodium (I2) yang dibebaskan. Sebelumnya
larutan buffer fosfat yang telah diaerasi dengan oksigen ditambahkan
dengan larutan MnSO4 dan larutan alkali iodida azida sehingga
terbentuk endapan Mn(OH)3. Dengan penambahan H2SO4, endapan
yang terbentuk akan larut kembali dan membebaskan molekul iodium
(I2) yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan
ini selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3)
sampai berubah warna menjadi warna kuning jerami. Larutan
selanjutnya ditambahkan indikator amilum ke dalam larutan Iodium
dan dilanjutkan titrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na 2S2O3)
sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna.
Penambahan indikator amilum menjelang titik akhir titrasi dilakukan
agar tidak terbentuk ikatan iod-amilum yang dapat menyebabkan
volume Na2S2O3 keluar lebih banyak dari yang seharusnya (Andika
dkk., 2020).
Penetapan suhu dalam perhitungan BOD parameter yang sangat
penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi,
kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas
sehari-hari. Suhu dapat mempengaruhi kadar Dissolved Oxygen (DO)
dalam air. Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD dapat diketahui
dengan menginkubasi contoh air pada suhu 20°±1C selama 5 hari.
Bahan-bahan organik sebenarnya membutuhkan suhu 20°±C selama
lebih dari 20 hari agar mendapatkan hasil yang sempurna. Akan tetapi
dalam prakteknya di laboratorium, inkubasi berlangsung selama 5 hari
dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup
besar dari total BOD. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik
karbon mencapai 95-99% dan dalam waktu 5 hari sekitar 60-70%
bahan organik telah terdekomposisi. Nilai BOD dapat ditentukan
dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan
menyebutkan lama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan
(misalnya BOD 7, BOD10) agar tidak terjadi ketidaksesuaian dalam
interpretasi. Jika waktu inkubasi kurang dari 5 hari, maka persentase
reaksi dari total BOD bernilai kecil. Inkubasi selama 2 hari hanya
dapat menguraikan zat organik sebesar 50% saja, oleh sebab itu, pada
umumnya dilakukan BOD 5 hari karena selain dapat menguraikan zat
organik cukup besar yaitu 60%-70%, juga dapat menghemat waktu
analisis jika dibandingkan dengan BOD 20 hari (Ramadhani dkk.,
2019).
Percobaan penentuan nilai BOD pada air sungai Martapura dan
air sungai kemuning dilakukan dalam 2 cara. Perhitungan pertama
yaitu dengan menghitung zat organik pada DO0 kemudian dilanjutkan
dengan menghitung DO5, sehingga penentuan BOD dapat diperoleh
dengan mengurangi DO0 dan DO5 menggunakan rumus khusus
perhitungan kadar atua kandungan BOD. Penentuan kadar BOD air
sungai Martapura dan sungai Kemuing tahap DO0 dimulai dengan
memasukkan sampel air sebanyak 350 mL ke dalam gelas bekker. Air
pengencer kemudian dimasukkan 350 ml ke dalam gelas bekker yang
sama dan dihomogenkan. Larutan dimasukkan ke dalam dua botol
winkler sampai leher botol, sampai tidak ada oksigen yang
terperangkap dalam botol. Botol winkler diberi label DO.0 dan DO.5
Botol winkler dengan label DO.0 dititrasi dengan metode winkler
untuk memeriksa kandungan oksigennya.
Proses perhitungan dengan metode titrasi winkler diawali
dengan menambahkan larutan MnSO4 sebanyak 2 mL ke dalam
sampel air pada botol winkler DO0 di bawah permukaan cairan.
Warna larutan pada sampel air sungai Martapura dan sungai
Kemuning berubah menjadi sedikit keruh. Larutan alkali iodida
sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam botol winkler, pada sampel air
sungai Martapura larutan tampak berwarna coklat keorenan (pekat),
sedangkan pada sampel air sungai Kemuning berwarna jingga keruh.
Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah
terperangkapnya udara dari luar kemudian dikocok dengan membalik-
balikkan botol beberapa kali. Gumpalan diendapkan selama 10 menit,
hingga proses pengendapan sempurna, pada kedua sampel sangat
terlihat perbedaan atau pemisahan antara endapat dan larutannya.
Larutan yang jernih dikeluarkan dari botol dengan menggunakan pipet
sebanyak 100 ml dan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml.
Endapan ditambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2 mL pada sisa
larutan yang mengendap dalam botol winkler dengan dialirkan melalui
dinding bagian dalam dari leher botol agar asam sulfat yang
ditambahkan tidak langung bereaksi dengan air dan mengakibatkan
reaski tak terduga, kemudian botol segera ditutup kembali. Botol
digoyangkan dengan hati-hati sehingga semua endapan melarut
seluruh isi botol. Warna larutan dari sampel air sungai Martapura dan
sungai Kemuning berubah menjadi jingga tanpa ada endapan. Larutan
dalam botor winkler dituangkan secara kuantitatif ke dalam
erlenmeyer 500 ml tadi. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan tersebut
kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat 0,025 N sehingga pada air
sungai martapura menjadi warna coklat muda dan pada air sungai
kemuning berwarna jingga muda. Volume larutan tiosulfat yang
digunakan pada titrasi pertama pada sampel air sungai Martapuda dan
sungai Kemuning ini masing-maisng sebesar 3,7 ml dan 7,2 ml.
Indikator kanji ditambahkan sebanyak 2 mL (akan timbul warna biru)
dan pada masing-masing sampel menunjukkan warna hijau tua setelah
ditambahkan indikator kanji. Sampel kemudian dititrasi dengan
tiosulfat dilanjutkan hingga warna biru hilang pertama kali (setelah
beberapa menit akan timbul lagi). Warna dari hasil akhir titrasi pada
kedua sampel yaitu bening (tidak berwarna) dengan volume larutan
tiosulfat yang digunakan pada masing-maisng sampel (sungai
Martapura dan Kemuning) sebesar 7,7 ml dan 5,6 ml. Amilum
merupakan indikator redoks khusus yang digunakan sebagai petunjuk
apabila telah terjadi ekuivalen pada titrasi iodometri. Hal ini
disebabkan karena warna biru gelap yang muncul akibat dari
kompleks iodin-amilum merupakan warna yang spesifik untuk titrasi
iodometri ini. Mekanismenya belum tentu diketahui dengan pasti
namun, ada asumsi bahwa molekul iodin tertahan di permukaan -
amilosa. Larutan amilum mudah terdekomposisi oleh bakteri,
sehingga biasanya ditambahkan asam borat sebagai pengawetnya .
Jumlah I2 yang ekivalen dengan kadar oksigen dalam sampel
ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat
(Na2S2O3), Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses
iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk
sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Reaksi yang terjadi:

Oksidator + 2 I − I2 + Reduktor
I2 + 2Na2S2O3 2I − + Na2S4O6
(Tim Penyususn Modul, 2017)

Hasil BOD yang diperoleh dari DO0 pada masing-masing sampel air
(sungai Martapura dan Kemuning) dengan melalui formula atau rumus
perhitungan yang telah ditetapkan sebelumnya maka diperoleh hasil
sebesar 5,2 mg O2/L dan 3,78 mg O2/L.
Proses perhitungan DO5 diawali dengan mengambil sampel air
yang berada dalam botol winkler DO5 yang telah diinkubasi selama 5
hari pada suhu 20℃. Kondisi larutan pada botol winkler setelah 5 hari
terdapat endapan berwarna kuning pada botol. Percobaan perhitungan
BOD5 juga menggunakan metode titrasi winkler yang diawali dengan
menambahkan larutan MnSO4 sebanyak 2 mL ke dalam sampel air
pada botol winkler DO5 di bawah permukaan cairan. Larutan alkali
iodida sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam botol winkler, pada
kedau sampel air tampak terjadi perubahan warna menjadi coklat
muda keruh. Botol ditutup kembali dengan hati-hati untuk mencegah
terperangkapnya udara dari luar kemudian dikocok dengan membalik-
balikkan botol beberapa kali. Gumpalan diendapkan selama 10 menit,
hingga proses pengendapan sempurna, pada kedua sampel sangat
terlihat perbedaan atau pemisahan antara endapat dan larutannya.
Larutan yang jernih dikeluarkan dari botol dengan menggunakan pipet
sebanyak 100 ml dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.
Endapan ditambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2 mL pada sisa
larutan yang mengendap dalam botol winkler dengan dialirkan melalui
dinding bagian dalam dari leher botol agar asam sulfat yang
ditambahkan tidak langung bereaksi dengan air dan mengakibatkan
reaski tak terduga, kemudian botol segera ditutup kembali. Botol
digoyangkan dengan hati-hati sehingga semua endapan melarut
seluruh isi botol. Warna larutan dari sampel air sungai Martapura dan
sungai Kemuning berubah menjadi jingga tanpa ada endapan Larutan
dalam botor winkler dituangkan secara kuantitatif ke dalam
erlenmeyer 500 ml tadi. Iodin yang dihasilkan dari kegiatan tersebut
kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat 0,025 N sehingga pada air
sungai Martapura menjadi warna kuning dan pada air sungai
Kemuning berwarna kuning cerah. Volume larutan tiosulfat yang
digunakan pada titrasi pertama pada sampel air sungai Martapura dan
sungai Kemuning ini masing-maisng sebesar 2,8 ml dan 4,3 ml.
Indikator kanji ditambahkan sebanyak 2 mL (akan timbul warna biru)
dan pada masing-masing sampel menunjukkan warna hijau tua setelah
ditambahkan indikator kanji. Sampel kemudian dititrasi dengan
tiosulfat dilanjutkan hingga warna biru hilang pertama kali (setelah
beberapa menit akan timbul lagi). Warna dari hasil akhir titrasi pada
kedua sampel yaitu bening (tidak berwarna) dengan volume larutan
tiosulfat yang digunakan pada masing-maisng sampel (sungai
Martapura dan Kemuning) sebesar 4,9 ml dan 4,2 ml.
Kadar atau kandungan BOD pada sampel air sungai Matapura
dan sungai Kemuning sebesar - 4,6 mg O2/L dan - 3,82 mg O2/L.
Kebutuhan oksigen kimiawi atau BOD yang ditetapkan oleh
pemerintah melalui Peratutan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup pada kelas satu sebesar 2 mg/L, pada
kelas dua 3 mg/L, pada kelas tiga 6 mg/L dan pada kelas 4 sebesar 12
mg/. Kelas satu merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk air baku air minum, dan/atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas dua merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana, rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan/atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas tiga merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
tanaman, dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Kelas empat merupakan air
yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan/atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.

VI. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah bahwa kadar atau kandungan
BOD pada air sungai Martapura dan sungai Kemuning tidak memenuhi
standar baku mutu air nasional dalam seluruh unit kelas pada Peratutan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Nilai
BOD pada air sunai Martapura sebesar - 4,6 mg O2/L dan - 3,82 mg O2/L
pada sungai Kemuning.
DAFTRA PUSTAKA

Alimah, D., & Aryani, R. (2019). Kualitas Air di Kalimantan Selatan Dibaik
MEningkatkan NIlai IKLH. BEKANTAN: Berita Kehutanan Kalimantan,
7(1), 24-27.

Andika, B., Wahyuningsih, P., & Fajri, R. (2020). Penentuan Nilai BOD dan
COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air Limbah di
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Quimica: Jurnal Kimia Sains
dan Terapan, 2(1), 14-22.

Aniyikaiye, T. E., Oluseyi, T., Odiyo, J. O., & Edokpayi, J. N. (2019). Physico-
Chemical Analysis of Wastewater Discharge from Selected Paint Industries
in Logos, Nigeria. Internastional Journal of Environmental Reserch and
Public Health, 16(7),1-17.

Belladona, M. (2017). Analisis Tingkat Pencemaran Sungai Akibat Limbah


Industri Karet Di Kabupaten Bengkulu Tengah. Prosiding Semnastek.

Haerun, R., Mallogi, A., & Natsir, M. F. (2018). Efisiensi Pengolahan Limbah
Cair Industri Tahu Menggunakan Biofilter Sistem Upflow dengan
Penambahan Efektif Mikroorganisme 4. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan
(JNIK), 1(2), 1-11.

Junaidah & Siswandi. (2019). Sungai untuk Kehiudpan. BEKANTAN: Berita


Kehutanan Kalimantan, 7(1), 19-23.

Machriyah, Nasution, Z., & Slamet, B. (2020). Pengaruh Pemanfaatan Lahan


terhadap Kualitas Air Sungai Percut dengan Metode Indeks Pencemaran.
LIMNOTEK Perairan Darat Tropis di Indonesia, 27(1), 13-25.

Ramadani, R., Samsunar, S., & Utami, M. (2019). Analisis Suhu Derajat
Keasaman (pH), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biologycal
Oxygen Demand (BOD) dalam Air Limbah Domestik di Dinas Lingkungan
Hidup Sukoharjo. IJCR-Indonesian Journal of Chemical Research, 6(2), 12-
22.

Tim Penyusun Modul. (2017). Modul Hasil Penyelarasan Sekolah Menengah


Kejuruan sesuai Kebutuhan Industri. Jakarta: Kemeneterian Perindustrian
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri.

Turista, D. D. R. (2017). Biodegrredasi Limbah Cair Organik MEnggunakan


Konsorsium Bakteri sebagagi Bahan Penyususnan Buku Ajar Mata Kuliah
Pencemaran Lingkungan. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia, 3(2), 95-
102.

Zainuddin, N., Maarif, M.S., Riani, E., & Noor, S. M. (2018). Water Pollution
from the Activity of Large-Ruminant Animal Quarantine Installation (AQI)
in Its Receiving Water Body. Tropical Animal Science Journal, 42(1), 68-
75.

Zubaidah, T. (2020). Penilaian Perubahan Kualitas Air Sungai: Aplikasi di Sungai


Martapura, Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan
Basah, 5(3), 57-62.

Anda mungkin juga menyukai