Anda di halaman 1dari 11

REKAYASA & MANUFAKTUR TEKNOLOGI

Design For Manufacturability and Assembly (DFMA)


Donie Ardianto June 23, 2023 0 Comments Assembly , Desain , Manufaktur

Dalam dunia manufaktur dan pengembangan produk, konsep Design for Manufacturability and Assembly (DFMA) telah menjadi pendekatan
yang sangat relevan dan penting. DFMA merupakan strategi perancangan yang bertujuan untuk mengoptimalkan proses manufaktur dan
perakitan produk dengan mengedepankan kemudahan, efisiensi, dan pengurangan biaya. Artikel ini akan membahas secara komprehensif
prinsip dasar DFMA, serta bagaimana penerapannya dapat membantu perusahaan mencapai tujuan produktivitas, kualitas, dan daya saing
yang lebih tinggi. Langkah-langkah, komponen utama, serta potensi tantangan dalam mengimplementasikan DFMA juga akan dijelaskan
dalam artikel ini. Dengan memahami dan menerapkan konsep DFMA dengan tepat, kita dapat menghasilkan produk yang lebih baik, efisien,
dan kompetitif di pasar.

DFMA, singkatan dari Design for Manufacturability and Assembly, adalah pendekatan dalam perancangan produk yang bertujuan untuk
memastikan kemudahan dalam proses manufaktur dan perakitan, serta mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. DFMA terdiri dari
dua komponen utama, yaitu Design for Manufacturability (DFM) dan Design for Assembly (DFA). DFM berfokus pada pemilihan proses
manufaktur yang efisien, pemilihan material yang tepat, serta mempertimbangkan standar dan regulasi produk. Tujuan utamanya adalah
mengoptimalkan proses produksi dan menghindari masalah yang mungkin timbul selama manufaktur. Sementara itu, DFA berfokus pada
perancangan produk agar mudah diakses, dipasang, dan memiliki jumlah komponen yang minimal. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
waktu dan biaya perakitan serta meningkatkan efisiensi proses. DFMA juga melibatkan kolaborasi erat antara tim desain, manufaktur, dan
departemen terkait lainnya untuk mencapai hasil yang optimal.

A. Design For Manufacturability


Design for manufacturability adalah perancangan produk yang berdasarkan pada kemampuan manufaktur, kemudahan produksi,
minimalisasi biaya dan mempercepat time-to-market dengan tetap menjaga level kualitas. Manufakturabilitas adalah kemudahan dalam
memproduksi produk yang meliputi kemudahan dalam mendesain produk, mempersiapkan peralatan (tooling) dan bahan baku, serta
penyediaan tenaga kerja. Tujuan dari design for manufacturability adalah untuk mengurangi biaya produksi secara keseluruhan seperti biaya
komponen, perakitan dan overhead.

Prinsip dasar Design for Manufacturability


1. Standarisasi Proses

Proses pembuatan part atau produk menentukan harga keseluruhan produk. Pemilihan proses yang tepat dan sesuai akan membantu
meminimalkan biaya produksi. Designer harus menentukan proses apa yang akan digunakan saat membuat part/produk sehingga pada saat
perancanan produk mengikuti pedoman-pedoman untuk proses tertentu. Sebagai contoh ketika membuat part plastik maka designer dapat
memilih proses dengan menggunakan injection atau thermalforming. Proses injection tentu berbeda dengan proses thermalforming
sehingga sangat penting untuk memilih dan mengikuti pedoman-pedoman proses sejak tahap desain.
Standarisasi proses merupakan langkah-langkah meningkatkan kinerja operasional dan pengurangan biaya dengan melakukan penurunan
kesalahan proses dan optimalisasi sumberdaya yang anda. Standarisasi proses dapat berdampak pada peningkatan kinerja proses sehingga
dapat mengurangi biaya proses, mengurangi waktu proses, peningkatan pengukuran proses, dan peningkatan kualitas proses. Semakin
banyak proses yang terstandarisasi maka semakin rendah kemungkinan kesalahan yang disebabkan oleh proses yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas produk secara keseluruhan.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari upaya standarisasi proses antara lain:

Pengurangan waktu: proses produksi lebih cepat sehingga time-to-market jadi lebih singkat
Pengurangan biaya: standarisasi proses produksi dapat mengurangi biaya produksi sekitar 20 %
Peningkatan kualitas: standarisasi proses dapat mengurangi secara signifikan jumlah kesalahan produksi sehingga
dapat meningkatkan kualitas produk.
Flexibilitas: standarisasi proses dapat meningkatkan kemampuan untuk bereaksi terhadap perubahan pasar dan tren
secara signifikan.

Bagaimana cara melakukan standarisasi proses?

Identifikasi proses kritikal. Tidak mudah untuk mengidentifikasi semua proses. Standarisasi proses dapat dimulai
dengan mengidentifikasi hal yang paling penting dalam pembuatan produk. Tentukan proses manufaktur yang paling
penting dan berdampak besar pada biaya dan kualitas produk.
Buat prosedur operasi standard (Standard Operating Procedure, SOP). Pembuatan standard acuan proses akan
membantu dalam standarisasi proses. Prosedur operasional standard harus mencakup tujuan dari pembuatan
prosedur, urutan langkah dalam proses, aktivitas yang harus dilakukan dan indikator dari proses. Buat panduan rinci
mengenai cara melakukan proses produksi, termasuk urutan langkah-langkah, parameter, dan indikator kualitas yang
harus diukur.
Kurangi proses manual.Proses manual cenderung berkontribusi besar dalam kesalahan proses. Pada proses manual
sangat sulit untuk mendapatkan hasil yang konsisten. Pada proses yang monoton dan terus-menerus maka perlu
menerapkan otomatisasi proses. Melakukan otomatisasi akan mempercepat proses dan dapat memperoleh hasil yang
lebih konsisten.

2. Standarisasi Material

Material yang digunakan akan sangat menentukan kualitas dan harga dari produk. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
material antara lain:

Apakah material tersedia dengan konfigurasi yang standard (bentuk, ukuran, tebal) ?
Sesuaikah material yang digunakan dengan proses yang diinginkan ?
Apakah material tersedia atau dapat diperoleh dengan mudah ?
Apakah material yang digunakan untuk kebutuhan fungsional?
Pemilihan material juga perlu memperhatikan sifat dari bahan yang akan digunakan. Beberapa sifat material yang perlu dipertimbangkan
dalam DFM meliputi:

Mekanik – Seberapa kuat bahan yang dibutuhkan?


Optik – Apakah bahannya reflektif atau transparan?
Termal – Seberapa tahan panas yang dibutuhkan?
Warna – Warna apa yang dibutuhkan bagian itu?
Listrik – Apakah bahan perlu bertindak sebagai dielektrik (bertindak sebagai isolator daripada konduktor)?
Flammability – Seberapa tahan api/bakar yang dibutuhkan material?

Pemilihan material yang tepat sangat penting dalam DFM. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pemilihan material meliputi:

Pilih material yang tersedia dalam bentuk dan ukuran standar untuk mengurangi potensi perubahan atau penyesuaian
yang mahal pada tahap manufaktur.
Pertimbangkan kesesuaian material dengan proses manufaktur yang diinginkan. Material harus kompatibel dengan
metode produksi yang akan digunakan.
Pastikan ketersediaan dan aksesibilitas material, agar tidak ada keterlambatan atau masalah pasokan.
Pertimbangkan karakteristik material yang relevan dengan aplikasi, seperti kekuatan mekanik, sifat termal, daya tahan
terhadap lingkungan, dan lain sebagainya.

3. Kesesuaian Produk

Produk harus memenuhi standard yang ditentukan baik standar keamanan dan kualitas, standard pengujian, standard industri maupun
standard yang disyaratkan oleh pihak ketiga (regulasi, customer, dan lain-lain). Memahami standard produk dari awal akan membantu dalam
pembuatan produk yang dapat diterima di pasar.

Penting bagi produk untuk memenuhi standar dan regulasi yang berlaku. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

Memahami dan menerapkan standar keamanan dan kualitas yang relevan dengan produk.
Pastikan produk lolos uji dan pengujian yang diperlukan sesuai dengan standar industri dan regulasi yang berlaku.
Jika produk memiliki sertifikasi atau persyaratan dari pihak ketiga (seperti pelanggan atau badan regulasi), pastikan
produk memenuhi semua persyaratan ini sejak awal desain.

Dalam prakteknya, DFM juga melibatkan kolaborasi yang erat antara tim desain, tim manufaktur, dan departemen lainnya yang terlibat
dalam proses produksi. Dengan mengikuti prinsip-prinsip dasar DFM, perusahaan dapat menghasilkan produk dengan biaya yang lebih
rendah, waktu produksi yang lebih cepat, dan kualitas yang lebih baik, sehingga dapat lebih kompetitif di pasar.

Proses Design for Manufacturability


Berikut adalah alur proses Design for Manufacturability (DFM) yang dapat Anda ikuti:

1. Identifikasi Kriteria dan Tujuan

Definisikan kriteria kinerja dan tujuan yang ingin dicapai melalui DFM, seperti pengurangan biaya produksi,
peningkatan efisiensi, dan kualitas produk yang lebih baik.
Bentuk tim kolaboratif yang terdiri dari perwakilan dari berbagai departemen, termasuk desain, manufaktur, rekayasa,
dan lain-lain.

2. Analisis Produk

Evaluasi desain produk saat ini dan identifikasi area-area yang mungkin memerlukan perbaikan dari segi manufaktur
dan perakitan.
Analisis komponen dan part yang ada dan evaluasi
potensi untuk mengurangi jumlah komponen yang
tidak perlu.
Evaluasi dan pilih proses manufaktur yang sesuai
untuk setiap komponen.
Evaluasi dan pilih proses manufaktur yang sesuai
untuk setiap komponen.
Pertimbangkan pembagian produk menjadi modul
yang lebih kecil untuk memfasilitasi perakitan dan
fleksibilitas produksi.

3. Identifikasi Potensi Masalah

Identifikasi potensi masalah manufaktur yang mungkin timbul,


seperti kompleksitas perakitan, sulitnya penggunaan alat, atau
sulitnya akses.

4. Validasi Perubahan (Simulasi dan


Prototipe)

Lakukan simulasi atau buat prototipe untuk memvalidasi


perubahan desain yang diusulkan dan menganalisis kinerja
manufaktur.

5. Evaluasi Biaya dan Manfaat

Hitung perkiraan biaya dan manfaat dari perubahan


desain yang diusulkan.
Jika diperlukan, lakukan iterasi pada proses DFM
untuk terus memperbaiki desain dan proses
manufaktur.

6. Implementasi

Terapkan perubahan desain yang telah diusulkan ke dalam produk.


Monitor dan evaluasi hasil implementasi DFM untuk melihat apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai.
Dokumentasikan semua perubahan desain, proses, dan keputusan yang telah diambil selama proses DFM.
Lakukan pelatihan kepada tim manufaktur dan operator mengenai perubahan desain dan proses baru.
Jika diperlukan lakukan kembali proses DFM dari awal.

Dengan mengikuti alur proses DFM ini, Kita dapat mengoptimalkan desain produk untuk memastikan kemudahan perakitan, efisiensi
produksi, dan pengurangan biaya secara keseluruhan.

B. Design for Assembly


Proses perakitan atau assembly merupakan salah satu proses dalam manufaktur yang berperan penting dalam menghasilkan sebuah
produk. Pada proses perakitan, komponen atau bagian-bagian produk dirakit atau dipasang menjadi sebuah produk. Penyatuan bagian-
bagian produk merupakan proses yang seringkali paling banyak membutuhkan tenaga kerja dan menghabiskan biaya produksi terlebih jika
metode perakitan yang digunakan tidak sesuai. Biaya tinggi pada perakitan biasanya terjadi karena desain produk yang kurang tepat seperti
jumlah komponen terlalu banyak atau membutuhkan banyak tools yang berbeda. Pemilihan metode perakitan harus dilakukan sejak sebuah
produk mulai dirancang.
Design for assembly (DFA) merupakan proses perancangan produk dengan
memperhatikan kemudahan dalam perakitan. Tujuan dari DFA adalah untuk
memudahkan dalam proses desain produk dengan jumlah part yang minimal,
mudah dalam penanganan, perakitan dan biaya yang minimal.

Prinsip Dasar Design for


Assembly
1. Sederhankan dan kurangi jumlah part

Dalam prinsip ini, fokus diberikan pada mengurangi jumlah komponen yang berkontribusi pada kompleksitas perakitan dan biaya produksi.
Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

Standarisasi Part: Identifikasi bagian-bagian yang dapat distandarisasi, seperti menggunakan komponen yang sama
untuk berbagai aplikasi jika memungkinkan. Gunakan part umum yang tersedia di pasaran.
Hilangkan Part yang Tidak Perlu: Identifikasi dan hilangkan komponen yang tidak memberikan nilai tambah pada
produk atau tidak diperlukan oleh pelanggan.
Minimalkan Penggunaan Fastener: Penggunaan baut, mur, dan fastener lainnya harus diminimalkan. Jika fastener
diperlukan, gunakan jenis dan ukuran yang sama untuk memudahkan perakitan. Jika harus menggunakan fasterner,
pilih self-aligning fasterner untuk mempermudah perakitan.

2. Desain untuk kemudahan perakitan

Dalam prinsip ini, desain produk diatur sedemikian rupa agar memudahkan proses perakitan dan meminimalkan kesalahan. Beberapa
langkah yang dapat diambil adalah:

Modular: Memecah produk menjadi sub-sistem yang lebih kecil (modul) yang dapat dirakit terpisah sebelum
diintegrasikan ke dalam produk akhir. Bagi sistem menjadi sub-sistem yang lebih kecil (module). Pastikan sub-sistem
dibuat secara terpisah dan dapat digunakan pada sistem yang lain. Lakukan perakitan secara terpisah/mandiri/pre-
assembly untuk kemudian gabungkan dan gunakan pada sistem.
Stack Assembly: Perakitan dimulai dari bagian paling bawah dan komponen ditambahkan dari atas, menghindari
perakitan yang memerlukan akses sulit. Minimalkan arah pemasangan pada proses perakitan.

3. Permudah pemasangan

Dalam prinsip ini, fokus diberikan pada meminimalkan re-orientasi dan penyesuaian yang diperlukan saat perakitan. Beberapa langkah yang
dapat diambil adalah:

Minimalkan Re-orientasi: Pastikan bagian-bagian yang harus disatukan sudah dalam posisi yang benar dan dapat
langsung cocok saat pemasangan. Part kritikal harus jelas, mudah terlihat dan langsung cocok saat pemasangan.
Desain part non-kritikal agar cocok terpasang dari segala arah.
Minimalkan Adjustment: Gunakan komponen yang memiliki self-alignment dan self-locating yang sedikit atau tidak
memerlukan pensenjaajan, serta hindari kebutuhan penyesuaian yang rumit.
Sediakan kemudahan akses dan visibilitas: Pastikan part tidak perlu dipegang untuk mempertahankan posisinya dan
hindari clearances yang terlalu kecil.

4. Permudah Penanganan

Dalam prinsip ini, fokus diberikan pada memudahkan penanganan dan manipulasi bagian-bagian produk selama perakitan. Beberapa
langkah yang dapat diambil adalah:
Sesuaikan Dimensi: Desain bagian-bagian produk agar mudah dipegang dan ditangani oleh operator. Membuat part
dengan ukuran yang besar akan menyulitkan operator dalam melakukan perakitan.
Minimalisasi Beban: Pertimbangkan berat dan ukuran komponen agar operator dapat menangani dengan nyaman dan
tanpa risiko cedera. Part yang terlalu berat juga akan menyebabkan kelelahan pada operator dan memperlambat
proses
Alat Bantu: Usahakan merancang part yang dapat penanganannya hanya membutuhkan satu operator. Namun, jika
desain tidak memungkinkan maka perlu adanya alat bantu sehingga memudahkan operator untuk menangani part
tersebut. Jika perlu, sediakan alat bantu atau fixture yang mempermudah operator dalam menangani komponen.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar DFA, perusahaan dapat mengurangi biaya perakitan, waktu produksi, dan risiko kesalahan
manusia. Ini dapat menghasilkan produk yang lebih efisien dalam hal perakitan dan akhirnya membantu meningkatkan kepuasan pelanggan
serta keuntungan perusahaan.

Gambar 2. Prinsip dasar desain untuk perakitan

Proses Design for Assembly


Setelah mengetahui prinsip dasar desain untuk perakitan, bagaimana cara kita menerapkanya?. Terdapat 7 langkah yang dapat digunakan
pada proses DFA

1. Analisa Fungsional

1. Tentukan persyaratan fungsional dari produk, identifikasi apa yang seharusnya dilakukan oleh produk
2. Identifikasi komponen
Buat daftar komponen berdasarkan urutan perakitan
Beri dan catat nomor komponen
Komponen pertama adalah penting (komponen dasar)
Tentukan Komponen non-esensial
Fasterners
Spacer, Washer, O-ring
Connector, Leads
Jangan masukkan part cair seperti oli, lem, gasket sealant, dan lain-lain
3. Identifikasi komponen yang dapat dibakukan
4. d. Tentukan efisiensi jumlah komponen
2. Tentukan jumlah komponen yang praktis

1. Lakukan penilaian terhadap perubahan yang praktis dan dapat dicapai. Pertimbangan kemungkinan desain yng dapat
dicapai dengan mudah.
2. Pertimbangkan timbal balik antara biaya komponen dan biaya perakitan. Lakaukan evaluasi hubungan antara biaya
komponen dan baiaya perakitan.
3. Minimalkan jumlah komponen
Identifikasi part yang tidak perlu
Hilangkan fasterner yang terpisah jika memungkinkan
Hilangkan fitur yang tidak bernilai bagi customer

3. Identifikasi peluang kualitas (mistake-proofing)

Identifikasi kemungkinan melakukan kesalahan dalam perakitan seperti :

tidak memasang part


merakit part yang salah
merakit part secara terbalik

4. Identifikasi peluang penanganan

Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk menangani komponen (handling time) dengan kriteia kuantitaif sebagai berikut:

1. Berdasarkan proses perakitan dan kompleksitas design


Membutuhkan berapa tangan ?
Apakah bantuan menggenggam diperlukan?
Apa efek bagian simetri pada perakitan?
Apakah komponen mudah untuk disejajarkan/diposisikan?
2. Faktor kesulitan penanganan
Ukuran
Ketebalan
Berat
Rentan/Mudah Pecah
Flexibilitas
Kelicinan
kelengketan
Ketajaman
Keharusan menggunakan 1) dua tangan, 2) kaca pembesar, atau 3) asisten/alat bantu

5. Identifikasi peluang pemasangan

Evaluasi berapa waktu yang diperlukan untuk memasang komponen dengan aman. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk pemasangan
komponen (insertion time) dengan kriteria kuantitaif berdasarkan tingkat kesulitan tiap pemasangan komponen sebagai berikut:

Apakah part langsung terpasang dengan aman?


Apakah diperlukan part lain untuk menahan posisi part?
Apa jenis proses pengencangan (fastening) yang digunakan ? mechanical, thermal, dll?
Apakah part mudah disejajarkan/diposisikan?

6. Identifikasi peluang untuk mengurangi operasi sekunder


Hilangkan re-orientasi: Upayakan agar pemasangan tidak memerlukan penyesuaian atau rotasi tambahan. Pertimbangkan kebutuhan
pensejajaran/alignment dan pastikan part-part kritis jelas terlihat dan langsung cocok.

7. Analisa data untuk desain baru

Gunakan data yang telah dianalisis untuk merancang desain baru yang mengintegrasikan semua perubahan yang telah diidentifikasi.

C. Potensi Resistansi Terhadap Penerapan DFMA


Potensi yang mungkin muncul dalam penerapan Design for Manufacturability and Assembly (DFMA) antara lain:

Menghabiskan Banyak Waktu


Designer seringkali dihadapkan pada batas waktu yang ketat dalam menyelesaikan desain produk. Fokus utama mungkin pada
menyelesaikan desain tepat waktu, tanpa cukup waktu untuk melakukan analisis dan perubahan yang diperlukan untuk menerapkan prinsip
DFMA. Untuk itu perlu ditingkatkan kesadaran seluruh tim, termasuk manajemen, bahwa tahap awal desain memiliki dampak besar pada
biaya dan waktu manufaktur secara keseluruhan. Mengalokasikan waktu dan sumber daya yang cukup untuk analisis DFMA di tahap awal
dapat membantu menghindari penundaan dan masalah lebih lanjut di masa depan.

Resisten terhadap Hal Baru


Elemen resistensi terhadap perubahan dapat muncul ketika desainer dihadapkan pada teknik-teknik baru yang diusulkan untuk
meningkatkan proses perakitan dan manufaktur. Upaya penerapan DFMA harus dimulai dengan mendapatkan dukungan dari desainer
sendiri. Melibatkan desainer dalam diskusi dan keputusan mengenai implementasi DFMA, serta memberikan pelatihan dan pemahaman
mengenai manfaatnya, dapat membantu mengatasi resistensi terhadap perubahan.

Ugly Baby Syndrome


Memberikan umpan balik kritis terhadap desain yang ada seringkali dianggap sebagai kritik terhadap karya dan usaha seorang desainer,
mirip dengan mengkritik penampilan bayi seseorang. Keterlibatan desainer dalam analisis dan evaluasi desain dapat membantu
meminimalkan perasaan negatif. Fokus pada tujuan meningkatkan efisiensi, kualitas, dan biaya produksi dapat membantu melepaskan
persepsi bahwa kritik adalah penilaian terhadap desainer.

Keterbatasan Sumber Daya


Tidak selalu ada sumber daya yang cukup, baik dalam hal waktu, tenaga kerja, atau anggaran, untuk melibatkan tim dalam analisis
mendalam dan perubahan desain. Mengidentifikasi proyek-proyek kunci yang memerlukan perhatian khusus dalam hal DFMA dan
mengalokasikan sumber daya yang sesuai. Dalam beberapa kasus, pendekatan gradual untuk menerapkan DFMA pada produk-produk yang
lebih penting dapat lebih efektif daripada mencoba menerapkan pada semua produk sekaligus.

Ketidakpahaman tentang Manfaat


Beberapa anggota tim mungkin belum sepenuhnya memahami manfaat nyata dari penerapan DFMA, sehingga mungkin tidak merasa
termotivasi untuk berinvestasi dalam perubahan desain. Kita perlu memberikan edukasi dan pelatihan yang lebih luas kepada tim mengenai
manfaat konkret yang dapat dihasilkan dari DFMA, termasuk pengurangan biaya produksi, peningkatan kualitas, dan efisiensi proses.

Perubahan Prioritas
Perubahan prioritas proyek atau arah bisnis dapat mengalihkan perhatian dari implementasi DFMA.Menjaga komunikasi yang terbuka
dengan tim manajemen dan terus mengadvokasi manfaat DFMA bisa menjadi salah satu solusi. Menghubungkan DFMA dengan tujuan
strategis perusahaan dapat membantu menjaga fokus pada penerapannya.

Keterbatasan Teknologi
Terkadang, keterbatasan teknologi atau peralatan manufaktur dapat membatasi kemampuan untuk menerapkan desain yang sesuai dengan
prinsip DFMA. Untuk itu kita perlu melibatkan tim teknis dan manufaktur dalam proses perancangan sejak awal untuk mengidentifikasi
hambatan potensial dan menemukan solusi yang sesuai.

Perubahan Organisasi
Perubahan dalam struktur organisasi atau tim dapat mempengaruhi kemampuan untuk konsisten menerapkan DFMA. Kita harus
menyertakan aspek DFMA dalam proses onboarding untuk anggota tim baru dan memastikan kontinuitas dalam pendekatan DFMA
meskipun ada perubahan organisasi.

Dalam mengatasi resistansi terhadap DFMA, komunikasi terbuka, kolaborasi tim, dan pendekatan yang terstruktur dapat membantu
mengatasi tantangan ini. Mengedukasi tim tentang manfaat DFMA, membangun pemahaman bersama, dan menghormati kontribusi setiap
anggota tim dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung penerapan DFMA secara efektif.

D. Kesimpulan
Design For Manufacturability and Assembly (DFMA), sebuah pendekatan dalam proses perancangan produk yang berfokus pada kemudahan
manufaktur, perakitan, dan pengurangan biaya produksi. Artikel ini menguraikan prinsip dasar DFMA dan bagaimana menerapkannya dalam
perancangan produk. DFMA memiliki dua komponen utama: Design for Manufacturability (DFM) dan Design for Assembly (DFA). Design For
Manufacturability berfokus pada pemilihan proses manufaktur yang efisien, pemilihan material yang tepat, serta memperhatikan standar
dan regulasi produk. Sementara itu, Design For Assembly mengedepankan perancangan produk agar mudah diakses, dipasang, dan
diminimalkan jumlah komponen, sehingga mengurangi waktu dan biaya perakitan.

Langkah-langkah penerapan DFMA, mulai dari identifikasi kriteria dan tujuan, analisis produk, identifikasi potensi masalah, hingga
implementasi perubahan desain. Penerapan DFMA membutuhkan kolaborasi erat antara tim desain, manufaktur, dan departemen terkait
lainnya. Namun, ada beberapa potensi tantangan dalam menerapkan DFMA, seperti keterbatasan sumber daya, resistensi terhadap
perubahan, dan kurangnya pemahaman tentang manfaatnya. Kesadaran, komunikasi terbuka, edukasi tim, dan fokus pada manfaat yang
dihasilkan dari DFMA dapat membantu mengatasi tantangan tersebut.

Penerapan DFMA dapat membantu perusahaan menghasilkan produk dengan biaya produksi lebih rendah, waktu produksi lebih cepat, dan
kualitas yang lebih baik. Dengan mengikuti prinsip-prinsip DFM dan DFA, perusahaan dapat mencapai efisiensi produksi yang lebih tinggi,
meningkatkan kepuasan pelanggan, dan memperkuat daya saing di pasar.

Referensi
1. Ulrich, K, “Product Design And Development: 5th Edition”, McGraw-Hill Education, 2011
2. Boothroyd, G., Dewhurst, P., Knight, W., “Product Design for Manufacture and Assembly, 3nd Edition”, CRC Press, New York, 2011
3. Chang, Guanghsu A., Peterson, William R., “ Using Design For Assembly Methodology To Improve Product Development and Design
Learning at MSU”, American Society for Engineering Education, 2012
4. Kurowski, Paul M., Knopf, George K., “Educating Engineers about Product Design Methodology”,
https://www.researchgate.net/publication/252218737_Educating_Engineers_about_Product_Design_Methodology
5. https://www.rose-hulman.edu/~stienstr/ME470/DFA.ppt
6. Chowdary, Boppana V. Harris, Azizi, “Integration of DFMA and DFE for Development of a Product Concept: A Case Study”, Seventh LACCEI
Latin American and Caribbean Conference for Engineering and Technology, 2009
7. Rosnani Ginting, Amir Yazid Ali, “ TRIZ or DFMA Combined With QFD as Product Design Methodology: A Review “, Pertanika J. Sci. & Technol.
24 (1): 1 – 25 (2016)
8. Jahangir Yadollhi Farsi, Noraddin Hakiminezhad, “The integration of QFD Technique, Value Engineering and Design for Manufacture and
Assembly (DFMA) during the Product Design Stage”, Advances in Environmental Biology, 6(7): 2096-2104, 2012, ISSN 1995-0756
9. Prakash, Wankhede Nitesh, Sridhar, V. G., Annamalai, K., “New Product Development By DFMA And Rapid Prototyping”, ARPN Journal of
Engineering and Applied Sciences, VOL. 9, no. 3, March 2014
10. R. Z. Surya et al., “Aplikasi Ergonomic Function Deployment (EFD) Pada Redesign Alat Parut Kelapa Untuk Ibu Rumah Tangga”, JOSI – Vol.
13 No. 2 Oktober 2014 – Hal 771-779
11. Charles Anson et al, “Desain dan pembuatan alat penggiling daging dengan quality function deployment”, Jurnal Teknik Industri Vol. 8, No.
2, Desember 2006: 106-113, http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=IND
12. Denny Nurkertamanda, Fauziyati Tri Wulandari, “Analisa Moda dan Efek Kegagalan (Failure Mode And Effects Analysis / FMEA) Pada
Produk Kursi Lipat Chitose Yamato HAA”, J@TI Undip, Vol IV, No 1, Januari 2009

New Product Development (NPD)

Panduan Umum Desain PCB

 You May Also Like

New Product Development (NPD)


June 15, 2023 0

Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment *

Name *
Email *

Website

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Post Comment

Copyright © 2023 donie.id. All rights reserved.


Theme: ColorMag by ThemeGrill. Powered by WordPress.

Anda mungkin juga menyukai