Anda di halaman 1dari 23

AMANGKURAT –

AMANGKURAT

KARYA : GOENAWAN MOHAMAD


1
AMANGKURAT AMANGKURAT
Karya :
GOENAWAN MOHAMAD

Pemain :
AMANGKURAT
JURU TAMAN
PANGERAN ADIPATI
PUGER
TUMENGGUNG X
PEREMPUAN TUA
SAHOYI
BEBERAPA PRAJURIT
ABDI LAKI – LAKI
ABDI PEREMPUAN

2
PANGGUNG, KOSTUM, DAN LAIN – LAIN
Lakon ini menghendaki panggung “minimalis” hampir tanpa perabot dan orangnya,
kecuali satu tempat tidur, satu tempat duduk (bangku atau yang lain). Bisa juga ditambah satu
buku tua berhurf Jawa, satu cermin agak besar yang bisa diganti dengan kaca imajiner atau
proyeksi cahaya. Satu tandu, dua batang tombak, dua bilah keris, sebutir kelapa muda.
Kostum : tak perlu lengkap dan rinci, dan dengan warna primer yang tak beragam; cukup
mensgesutikan gaya Mataram abad ke-17.
Perlu rekaman suara binatang malam, tokek, atau cicak, dll. Tembang Jawa di tiap bagian
kadang – kadang dibaca dengan model narasi dalang, kadang dilagukan.

Babak 1 PENGUNGSIAN
3
Mereka letakkan tubuh Raja yang sakit itu diatas dipan dengan bantal. Para prajurit memberi
hormat dengan mebungkuk takzim. Beberapa detik Amangkurat terbaring. Hanya ada seorang
abdi perempuan duduk di sudut.

Babak 2 PENGUNGSIAN
Amangkurat terduduk hanya dengan menggenggam keris pusaka kerajaan yang hanya tinggal
satu – satunya ia miliki. Kemudian Pangeran Adipati masuk diiringi seorang abdi perempuan. Di
ambang ia menyembah, lalu mengambil kelapa muda dari tangan abdi.
Amangkurat : apa yang kau bawa? Minumanku?
Adipati : air kelapa hijau. Seperti yang paduka ayahanda minta kemarin.
Ia mendekat
Adipati : buahnya dipetik ketika matahari terbit.
Amangkurat : (memberi isyarat dengan tangannya) berhenti !!! jangan mendekat. Aku
belum mau mati.
Pelan dan hati – hati Adipati kembali mendekat.
Amangkurat : aku belum mau mat!!
Adipati berenti mendekat
Amangkurat : belum saatnya. Belu saatnya. Mengapa kau ingin mempercepatnya?
Adipati : hamba....
Amangkurat : mengapa kau yang datang membawakan minuman ? mana abdi yang
kemarin?
Adipati : sudah tidak ada paduka. Orang – orang sudah meninggalkan tempat ini.
Mereka saling menatap tegang.
Adipati : kita di pengungsian.
Amangkurat membuang muka, Adipati mendekat
Amangkurat : (menatap Adipati) sejak kapan kau disini?

4
Adipati : Hamba selalu bersama paduka. Sejak kraton diduduki oleh pasukan
Trunojoyo dan kita mengungsi ke pesisir utara.
Amangkurat : ah, kau bohong. Aku tak pernah melihatmu.
Adipati : tentu. Paduka terbaring gering, dalam tandu. Hamba dibelakang, besama
sisa – sisa pasukan Mataram.
Amangkurat : kau juga meninggalkan Plered ? mengapa kau mengikutiku ke mari?
Adipati : ayahanda sakit. Aku harus menemani paduka ayahanda. Dan aku ingin
bersamamu ayaanda.
Adipati terus mendekat
Amangkurat : jangan mendekat!! Aku tak perlu racun. Tak perlu racun karena tak
lama lagi kau akan melihat kematianku.
Adipati berhenti sebentar, kemudin mendekat lagi. Amangkurat kali ini tak kuasa
mencegahnya.
Amangkurat : sakit ini seperti penjara. Aku seharusnya tak lari dari istana. Seharusnya aku
bertahan di Plered. Dan kau seharusnya tidak ikut mengungsi. Kau seharusnya merebut kembali
Mataram. Kau mesti bunuh Trunojoyo. Aku malu. Sakit ini... mati akn memutus semuanya. Apa
yang akan kau lakukan setelah aku mati?
Adipati diam
Amangkurat : kau harus jawab. Kau putraku. Kau akan meggantikanku
Adipati sedikit tersentak.
Amangkurat : dengar, kau yang akan menggantikan aku, meskipun aku tak rela.
Adipati : hamba tahu
Amangkurat : aku tak peduli. Tapi aku ingin tahu apa yang akan kau lakukan setelah aku
mati. Kau telah berkhianat, dan Mataram hancur. Sekarang kau harus jawab.
Adipati : hamba....
Amangkurat : jawab. Yang lengkap. Setidaknya itu kepatuhan terakhirmu kepadaku,
ayahmu – rajamu. Raja yang akan mati di dusun busuk ini.
Amangkurat : mengampunimu ?
Adipati : hamba berjanji

5
Amangkurat : kau terlalu banyak mendengar petuah orang. Ingat, tak ada gunanya.
Rajaaan mati, orang tua akan mati. Juga pengampunannya. Mati. Kau terlalu banyak
mendengar petuah.
Adipati : hamba akan rebut kembali Mataram
Amangkurat diam.
Adipati : hamba akan bunuh Trunojoyo
Amangkurat : kau akan mengkhianati dia? Bukankah kau bersekongkol dengan
pemberontak Sampang itu, sebelum ini? Kini kau akan khianati dia? Sekutumu? Kau pikir aku
akan mengampunimu?
Adipati diam
Amangkurat : kita tidak pernah saling menyukai.
Pangeran adipati diam
Amangkurat : aku bukan orang yang percaya pengampunan bisa dipertukarkan dengan
apapun – apalagi dengan apa yang keluar dari mulutmu. Kamu engkhianati semua orang.
Adipati : hamba...
Amangkurat : berhenti bicara. Jika kau terus, aku harus menjawab. Aku lelah. Panggil
pengawalku sekarang! Panggil!!
Adipati keluar
Amangkurat meminum air kelapa dari nyiur yang ditinggalkan Adipati di depannya.
Amangkurat Hhhh...

BABAK 3
Juru taman di arah hadapan Amangkurat
Amangkurat : kau bukan pengawal.
Juru Taman : benar, Paduka
Amangkurat : dimana pengawal?
Juru Taman : ditenggelamkan di sungai.
Amangkurat : kenapa?

6
Juru Taman : tidak jelas kenapa. Mereka mengatakan Tuan memerintahkan ia harus
dihilangkan.
Amangkurat diam
Amangkurat : aku tak ingat.
Juru Taman mengangkat tangan
Amangkurat : (menatap Juru Taman) kau menakutkan.
Juru Taman : hamba tahu...
Amangkurat : aku sekarang ingat. Kau adalah Juru Taman.
Juru Taman : benar, Paduka.
Amangkurat : bagaimana kau bisa disini?
Juru Taman setengah membungkuk seperti menghormat
Amangkurat : kau menakutkan. Ada yang tak beres.
Juru Taman kembali menghormat. Amangkurat seperti mengingat sesuatu.
Amangkurat : kau... ada yang tak beres. 40 tahun yang lalu Sultan Agung telah
membunuhmu. Orang mengatakan darahmy jadi bisa.
Juru Taman : Sultan Agung, ayahmu, telah membuat kesalahan.
Amangkurat : kesalahan ?
Juru Taman : Ya, tapi sebelum Mataram pun raja – raja telah melakukan itu.
Amangkurat : melakukan apa? Membunuhmu?
Juru Taman : maafkan kata – kata hamba.
Amangkurat : aku tak mengerti mengapa kau datang kemari aku tak memanggilmu. Dusun
perembunyian ini jauh dari mana pun juga.
Juru Taman : hamba tak pernah dipanggil, tak pernah pergi. Hamba harus bercerita.
Amangkurat : apa yang akan kau ceritakan?
Juru Taman : tentang masa lalu.
Amangkurat : aku takut.
Juru Taman : masa lalu tuan memang sangat menakutkan.
Amangkurat diam.

7
Juru Taman : akan hamba ceritakan satu bagian. Jangan takut. Tak akan lengkap. Tidak ada
cerita yang lengkap. Tapi hamba tahu Tuan memerlukannya.
Amagkurat : aku takut.
Juru Taman : Tuan perlu mendengarkannya. Di hari seperti ini, melihat masa lalu bisa
memperpanjang perasaan hidup.
Amangkurat : memperpanjang... lebih baik au melihat masa depan. Aku ingin anakku,
pendusta itu, menceitakan rencananya sekarang.
Juru Taman : dia pergi. Tak ada lagi pangeran yang masih di pengungsian ni. Biar hamba
saja yang menceritakan kepada Tuan.
Amangkurat : kau bisa ceritakan apa? Kau mengetahui semua?
Juru Taman : kita bisa mengetahui semua, Paduka, hanya jika Tuhan ada diantara kita.
Tapi Tuhan tak ada, tidak disini.
Amangkurat : jadi apa yang kau ketahui?
Juru Taman : yang hamba tahu, Putra Tuan kehilangan segala – galanya. Ia akan
menghabiska waktunya berdoa di masjid – masjid. Ia yakin ia harus ke Mekah, agar bebas. Ia
tak ingin merebut Mataram kembali. Ia tak ingin berukuasa.
Amangurat : berubah – ubah pendirian! Anak yang lemah.
Juru Taman : bukan karena itu. Tuan ingat, sejak remaja ia tahu: ayahnya begitu berkuasa,
tapi kuasa itu malah menjadikannya seorang yang rapuh dan pangern muda itu bingung.
Amangkurat : maksudnya?
Juru Taman :ia melihat Tuan menghukum mati mertuanya sendiri, hanya karena orang tua
itu gagal menjaga seorang perempuan yang tuan simpan dirumahnya.tuan anggap perempuan
itu milik Tuan. Tuan salah. Orang – orang bertanya, Amangkurat kuat, atau rapuh? Raja seakan
– akan bisa melakuan apa saja, menguasai apa saja, pada saat ia tak bisa melihat batasnya
sendiri.
Amangkurat : jangan ceritakan masa lalu.
Juru Taman : hamba juru cerita tentang masa lalu dan masa depan.
Amangkurat : ya, ya. Kau Juru Taman. Tak pernah pergi. Mungkin tak akan mati. Ceritakan
masa depan kepadaku.
Juru Taman : tak mudah memisahkannya.
Cahaya berubah.

8
BABAK 4
Juru Taman : tapi baiklah. Pada suatu hari putra Tuan, entah kenapa, akan berubah. Ia
masuk kota Tegal bersama para pengawalnya dan memutuskan menobatkan diri jadi raja.
Mataram sudah tidak ditangannya, tapi ia Amangkurat baru. Para punggawa yang kehilangan
kekuasaan mungkin telah membujuknya. Atau mungkin juga karena orang – orang Belanda
menyiapkan tentaranya untuk membantu. Kelak, Tuan, hampir seluruh daerah pesisir Mataram
akan di gadaikan oleh orang – orang Belanda di Bataia itu. Mereka merancang perang. Perang
pecah. Dan Trunojoyo akan terdesak.
Amangkurat : ia kalah?
Juru Taman : pasukannya terpukul dimana – mana dan ia menyingkir ke Gunung Kelud.
Dalam keadaan kelaparan, di bukit Ngantang, Pangeran Madura itu menyerah. Ia di tangkap
dan dihadapkan ke putra tuan, Amangkurat yang baru.
Amangkurat : apa yang dilakukannya?
Juru Taman : putra Tuan menyambutnya dengan ramah
Amangkurat : apa maunya? Mengajaknya berkomplot lagi?
Juru Taman : amangkurat muda akan menyalami dan memeluk pangeran Madura itu dan
memeluknya.
Amangkurat : apa yang terjadi?
Juru Taman : menyenangkan, dan tetapi juga menyedihkan.
Amangkurat : ceritakan, siapa yang akan mati?
Juru Taman :putra tuan akan membimbing Trunojoyo ke Sitihnggil, dan
memperkenalkannya keada 30 bangsawan Mataram yang sudah hadir. Memperkenalkannya
satu per satu. Ketika sampai dideoan tamu ke 25, putra Tuan mencabut kerisnya dan menusuk
Trunojoyo dari samping. Tepat di jantungnya. Trunojoyo terkejut, tapi tetap tegak, beberapa
saat. Matanya menatap kedepan – penuh sedih. Dan raja muda pun berteriak kepada seluruh
bangsawan yang hadir: “ayo Tuan – tuan cincang pembangkang Madura ini!!!”. Tiga puluh bilah
keris dihunus dan menerjang.
Amangkurat : Trunojoyo selesai.
Juru Taman : ia roboh. Tapi belum selesai, kata Raja. Baginda perintahan dua pengawal
membedah dada pemberontak itu dan mengeluarkan jatungnya untuk di cincang jadi 40
potong. Tiap orang yang hadir di Sitihnggil harus mengunyahnya. Masing – masing sepotong.
Sampai lumat. Sitiihnggil penuh darah.
Amangkurat diam.

9
Juru Taman : Tuan suka cerita ini bukan?
Amangkurat : aku ngin kepalanya dicocok dengan tombak dan dipasang didepan benteng.
Juru Taman : tidak, itu yang tidak dilakukan. Tapi Amangkurat muda lebih buas dari itu. Ia
perintahkan agar mayat itu disembelih, dan kepala Trunojoyo dilepas, dicopot dari tubuhnya
itu. Raja berkehendak meletakkannya di depan keputren. Para perempuan kraton harus
menginjak kepala yang amis, busuk, dan berdrah itu tiap kali mereka masuk. Tuan suka cerita
ini?
Amangkurat : kau tahu semua yang akan terjadi dengan rinci. Benar kau Juru Taman?
Juru Taman : hamba juru cerita
Amangkurat : kau datang dari luar waktu
Juru Taman : cerita yang benar datang dari luar waktu. Seandainya ada.
Amangkurat : ya, seandainya ada.
Juru Taman : tapi hamba yakin Tuan suka. Tuan akan meninggalkan dunia ini denga
membawa bayangan yang akan datang itu. Amangkurat tua mangkat dengan ikhlas. Hhhh....

BABAK 5
DI ISTANA KARTA, IBUKOTA LAMA
Ketika lampu terang ruang berubah. Sebuah bangku dimana Amangkurat, waktu itu masih
muda, duduk menghadap Juru Taman yang berdiri memegang sebuah buku tua.
Juru Taman : ini saat yang menentukan
Suara pintu – pintu ditutup dengan keras
Juru Taman : saat yang menentukan. Semua akan bermula sekarang.
Suara pintu – pintu ditutupkan dengan keras.
Amangkurat berdiri, seperti hendak melangkah tetapi segera duduk lagi.
Juru Taman : Tuan dengar pintu – pintu di tutupkan?
Amangkurat ; ya, aku mendengarnya.
Juru Taman : sekarang awal masa lalu Tuan.

10
Amangkurat : kau memilihkan masa laluku.
Juru Taman : ini saat yang penting. Istana cemas. Gerbang dikunci atas perintah Sultan
Agung. Ayah Tuan.
Amangkurat : bagaimana keadaannya? Ia belum bisa berdiri?
Juru Taman : baginda akan segera mangkat. Ia tahu. Sultan Agung tahu saat kematiannya.
Hari ini hari ke 60 sakit parahnya. Sultan sydah memperhitungkan penggantinya harus siap
ditunjuk dan segera dinobatkan. Dan ayah Tuan memilih Tuan. Baginda Sultan Agung memilih
Tuan. Sultan Agung telah memperhitungkan semuanya. Dengar ! (suara pintu ditutup). Pinyu –
pintu ditutup. Selalu ada kerabat yang akan berkhianat.-
(terdengar suatu perintah pasukan dari jauh)
Juru Taman : mereka akan membangkang. Selamanya akan ada yang tak bersedia
menyatakan sujud kepada raja baru. Ada yang menyingkir. Atau menyiapkan pemberontakan.
Tak seorangpun boleh masuk atau keluar istana.
Amangkurat : dan aku raja baru
Juru Taman : mulai hari ini Tuan adalah Amangkurat Pemangku dunia. Bersiaplah Tuan...
Amangkurat : dimana adikku?
Juru Taman : tidak ada yang tahu
Amangkurat : dia punya pasukan?
Juru Taman : para Pangeran Mataram selalu punya pasukan.
Amangkurat : aku tidak suka ini. Raja dinobatkan dan pangeran berebut. Selalu ada
pembunuhan. Selalu perang. Penghancuran. Selalu ada. Sejak dulu.
Juru Taman : sebelum Mataram. Sesudah Mataram.
Amangkurat : aku heran.
Juru Taman : kerajaan – kerajaan berdiri dengan menyobek mulut beberapa orang
Amangkurat : aku tidak ingin membunuh adikku
Keduanya diam.
Juru Taman : kadang – kadang kita harus menebak nasib, atau yang semacam itu.
Amangkurat : aku tidak ingin menyingkirkan Alit
Juru Taman : Pangeran Alit tidak ingin membangkang pilihan Baginda Sultan, adik Tuan
bukan orang yang iri hati

11
Amangkurat : kau yakin?
Juru Taman : yakin. Tapi ada sesuatu di pusat Mataram ini yang menyebabkan orang ingin
mendapat. Para bangsawan akan berkomplot untuk menegakkan Sultan mereka sendiri.
Mereka mempersiapkan barisan. Dan Tuan, Amangkurat, akan membasmi mereka
Amangkurat : aku tak mau membunuhadikku
Juru Taman : hamba mengerti. Tapi lebih baik Tuan diam. Bersiap.
Pelan – pelan datang gelap. Suara orang bertempur.
Dari jauh, beberapa suara
Suara 1 : jaga gerbang di sebelah kiri!!!
Suara 2 : tak ada yang sisa. Semua mati.
Suara3 : Aman!!
Kemudian suara langkah manusia dan kuda berlari yang makin lambat dan menghilang.3

BABAK 6
12
Cahaya berangkat terang
Suara cicak
Amangkurat tak menghadap ke penonton. Di sebelahnya sebuah cermin setinggi badan. Di
ruang itu, sejumlah prajurit berdiri dengan tombak. Didekat kaki Amangkurat ada sepotong
kepala yang berlumur darah. Raja muda itu melirik ke cermin.
Amangkurat : kalian lihat kepalaku? Rambutku? Kalian lihat ? aku cukur separuh. Raja
Mataram berkabung. Amangkurat bersedih. Aku berkabung. Tanganku bersih. Pangeran Alit
tewas oleh kerisnya sendiri. Adikku... nasib telah membujuknya untuk melawanku.
(berpaling ke penonton) : pemberontakan. Ini gila. Pemberontakan yang mudah ditebak.
Amangkurat : dari alun-alun Lor,Alit mengamuk menyerang kearahku. Dari Sithinggil
aku melihat. Tapi aku larang pasukan Mataram membunhnya. Jangan kalian sentuh adikku
dengan senjata! Tebas semua buoati dan pasukan yang menggiringnya, tapi jangan kalian
sentuh adikku dengan senjata. Alit tak tahan diri. Pasukannya kecil, kacau, ketakutan. Dengan
mudah mereka dihabisi. Tapi ia terus menerus maju, turun dari kudanya, membunuh lima
pengawalku sebelum ia mati tertusuk kerisnya sendiri. Aku percaya ia mati tertusuk kerisnya
sendiri.
(duduk) : aku bersedih. Aku berkabung. (kakinya menggerak-gerakkan kepala
yang terletak di lantai). Adikku, tanganku bersih.

Berangsur – angsur gelap.

BABAK 7
Gelap
13
Bunyi benturan dua tombak berkali – kali dan langkah yang berpindah-pindah. Ada yang
berlatih beradu lembing. Berangsur – angsur dua sosok tampak. Pangeran Adipati, waktu itu
disebut Rakhmat, dan Puger waktu itu disebut Drajat. Pangeran Adipati tampak setengah
terduduk. Nafasnya deras.
Puger : Kau cepat lelah. Kau sudah lama tak berlatih.
Adipati : ya (tertawa kecil). Aku pangeran Mataram. Putra Amangkurat. Itu
cuckup membuatku gampang capek.
Puger : Pangeran Mataram dan perempuan – perempuan?
Adipati : Hhh. Perempuan, perempuan, kecemasan....(ia mendadak bangkit dan
menyerang lagi. Tombak mereka beradu beberapa kali. Adipati menyerang keras). Dan
kemarahan !
Puger menangkis, tapi ia terloncat mundur.
Puger : maksudmu?
Adipati : Ya, perempuan, kecemasan, kemarahan... semuanya melelahkan. Aku
tak bisa menghindar.
Puger : menghindar? Kau anak Amangkurat. Kau bukan pertapa.
Adipati : Ah.. Aku anak Amangkurat, kau juga anak Amangkurat, Drajat. Kita
harus menanggungkan itu.
Puger : menanggunggkan ayah kita ?
Adipati : kurang lebih (menggerakkan tombaknya). Ayah. Raja. Orang yang
membenciku. Mungkin ia melihatku sebagai pesaing sejak aku lahir.
Puger : omong kosong. Dia lebih cinta ibumu ketimbang ibuku.
Adipati : (tersenyum) kau percaya itu ? kau percaya Amangkurat lebih mencintai
Ratu Kulon ketimbang Ratu Wetan? Itu hanya dongeng, Drajat. Gunjingan para pelayan. Kedua
ratu itu sama harganya dengan kuda tua di kandang Kraton.
Adipati menyerang kembali. Mereka bertarung beberapa lama, sampai Adipati memberi isyarat
berhenti.
Adipati : mungkin harga kita tak jauh juga dari itu.
Puger : bisa jadi. Amangkurat hanya menghargai satu orang raja dalam dirinya.
Adipati : Ya... Kau bisa apa? Aku bisa apa? Diantara semua manusia, dialah yang
terpilih. Wahyu itu turun dari langit hanya untuk dia.

14
Puger : dari langit? Langit? Ha, ha....
Adipati : jangan kau tertawa. Kita mesti percaya berada di atas tahta itu sesuatu
yang ajaib.
Puger : apa yang ajaib? Raja – raja jatuh, Singosari, Majapahit, Pajang....
Adipati : Amangkurat berbeda. Dia seperti Tuhan.
Puger : aku belum gila. Hanya dalam satu hal ia seperti Tuhan, pencemburu. Ia
ingin di sekitarnya hanya tahi kerbau. Kemarin ia berkata kepada seorang Belanda yang datang
dari Batavia : “Jika aku lepas hamba – hambaku jadi kaya, mereka akan menentangku.”
Tiba – tiba Adipati berbelok dan menyodokkan lembingnya ke leher pelayan yang sejak tadi
berjaga.
Adipati : jangan kau ceritakan percakapan ini kepada siapapun ! (Pelayan itu
menyembah ke tanah.). Kau juga ! (menunjukkan lembingnya ke arah pelayan di sisi Puger.
Pelayan itu menyembah ke tanah. Tapi Puger memegang punggung abdi itu dan mencium
pipinya). Birahimu belum berubah.
Puger : kita teruskan latihan?
Adipati : orang – orang ini mengelilingiku. Anjing. Membuatku cemas.
Adipati menyerang lagi. Benturan. Sampai sekian kali. Berhenti.
Adipati : aku tak menyangka kau seterampil ini. Tapi lihat nanti.
Puger : dalam pertandingan di alun – alun ?
Adipati : Bukan (tersenyum). Di peperangan kelak.
Puger : kau yakin kita akan bermusuhan?
Adipati : tidak bisa lain, Drajat. Salah satu diantara kita akan dijadikan putra
mahkota. Hanya satu diantara kita yang akan naik tahta. Sebelum atau sesudah itu kita akan
saling membunuh. Itu kutukan. Dulu Pangeran Alit mati karena itu.
Puger : aku tak percaya. Jika benar kita kelak akan saling membunuh, itu tak
ada hubungannya dengan kutukan.
Adipati : lalu apa?
Puger : kita akan saling membunuh karena sesuatu yang kita sangka tak bisa
dibagi, yang kita sangka membuat kita ada.
Adipati : Mataram?
Puger : Bukan. Mataram akan berakhir.
15
Adipati : lalu apa?
Puger : sesuatu yang tadi kau katakan ajaib, datang dari langit.
Adipati : itu juga kutukan
Puger : (tersenyum dan kembali menodongkan tombaknya menantang
bertanding) maksudmu sesuatu yang mengerikan tapi kita tak bisa melepaskannya? Kekuasaan.
Kutukan. Menggairahkan.
Tombak mereka berbenturan sebentar.
Adipati : apa yang kau katakan?
Puger : kekuasaan. Aku selalu membayangkannya sebagai zakar besar yang
tegak, memintaku untuk datang merunduk. Untuk menjilatinya.
Ia menyerang, Adipati bertahan.
Adipati : kau menjijikan!!
Ia menyerang balik, tapi Puger dengan cekatan mengembalikan serangan dan memojokkan
Adipati.
Puger : Benar. Aku menjijikan. Mungkin kau yang mulia. Mungkin kau yang
akan menguasai semua. Dengan nafsumu dan kemaluanmu.
Tiba – tiba Adipati bisa membebaskan diri dan menghantam tombak Puger. Puger berkelit dan
tombak Adipati terpelanting. Keduanya bertatapan.
Puger : kau menggairahkan. Aku pingin. Aku tak ingin mati.

Gelap

BABAK 8
Ruang pelan – pelan terang

16
Juru Taman duduk di lantai atau kursi. Disebelahnya Tumenggung X, idem.
Juru Taman : kerajaan yang ketakutan. Kerajaan semua orang berkhianat.
Tumenggung X : berkhianat.dengan mulut kering.
Juru Taman : tuan pasti tahu apa yang diinginkan Raja.
Tumenggung X : amangkurat ingin hidup di tengah pulau. Dikelilingi laut. Dilindungi
benteng tinggi dari ombak. Ia pindahkan istana dari Karta ke Pleret. Ia buat tembok batu bata.
Di sekitarnya danau tempat latihan perang laut diperluas dan Sungai Winongo dibendung.
Benteng kraton ditinggikan sampai lima depa. Ia belum puas. Ia berkata, “aku ingin dinding
yang serupa perisai, setinggi dada.”
Juru Taman : tak akan ada ombak
Tumenggung X : ia percaya akan ada ombak.
Juru Taman : Ya. Gelombang yang lain.
Tumenggung X : kelak?
Juru Taman : Ya, kelak.
Tumenggung X : Ruan mengetahui masa depan lebih baik ketimbang mereka yang akan
hidup.
Juru Taman : saya hanya membaca suratan: Amangkurat, Amangkurat, kematian
orang – orang.
Tumenggung X : mungkin ada yang berubah
Juru Taman : ada dan tidak
Tumenggung X : mungkin tak bisa dikatakan sekarang
Juru Taman : kadang – kadang ada kata yang sangat sakti.
Tumenggung menimak.
Juru Taman : ketika mereka mengucapkannya, mereka tak bisa lagi mendengarkan.
Tumenggung X : ya, tak bisa lagi
Ia mencabut kerisnya dan digoreskannya ke lantai sebuah empat persegi.
Gelap.
BABAK 9
Cahaya

17
Sahoyi tampak berdiri. Tak terlalu jelas, kemudian bilang:
Babad tanah Jawi :
Yekti ingsun mati wuyung I yen sira tan anjampeni I yekti sun pejah ing ngarang I yen sira tan
tulus asih I kang kakung sira ngrerepa I sang dyah ayu wua kagimir II
Juru Taman dan seorang perempuan tua duduk disisi panggung yang lain. Diantara mereka ada
sebuah ruang, atau semacam ruang.
Perempuan Tua : kau, Juru Taman ?
Juru Taman : (mengangguk) Hamba....
Perempuan Tua : kau selalu ada
Juru Taman : Hamba belum bisa pergi.
Perempuan Tua : mungkin kau juga Juru Taman yang dulu dibunuh Sultan Agung? Aku
tak heran. Tapi mestikah kau di sini?
Juru Taman : tidak. Kita mestinya tidak disini.
Perempuan Tua : aku ingin bertemu Sahoyi lagi.
Juru Taman : Sahoyi...
Perempuan Tua : anak perempuan itu harus mati. Dihapus. Umurnya baru 17 tahun.
Juru Taman : ia diharuskan mati.
Perempuan Tua : kau tahu apa yang dikatakan Sahoyi setelah ia tahu ia harus mati?
Juru Taman : Amangkurat....
Perempuan Tua : Amangkurat mengutus orang untuk menyampaikan keputusannya.
Sahoyi diam saja mendengarkan, lalu ia berkata, “Aku tidak akan mati untuk siapa pun. Tidak
untuk Raja, tidak untuk Pangeran, semua laki – laki yang hanya bisa berkata, titah, titah... waktu
itu aku tak tahu artinya. Kau tahu artinya?
Juru Taman : (menggeleng)
Perempuan Tua : kata Hoyi pula : Aku merasa laki – laki itu bicara tentang aku, yang tidak
masuk hitungan.
Juru Taman : Laki – laki itu Baginda Amangkurat.
Perempuan Tua : Ya. Amangkurat memutuskan bahwa ia, Raja, telah dikhianati. Putranya
sendiri merebut Sahoyi dari dia. Putra Mahkota ingin menunjukkan ia cinta dan birahi. Itu
dusta. Raja juga ingin menunjukkan ia cemburu. Itu juga dusta. Mereka hanya mau

18
memaklumkan bahwa Hoyi tak pernah ada. Yang ada hanya Mataram. Di atas sepotong
perepuan muda yang cantik.

Cahaya di ruangan itu berubah.

BABAK 10

19
Diruang yang tengah itu, seperti bayang - bayang, tampak Sahoyi kembali. Kali ini dengan Putra
Mahkota, berdiri saling mendekap. Birahi. Pelukan lepas. Mereka tak tampak lagi.
Sahoyi : (muncul sendirian) dengar ceritaku. Hari itu Ayahku memanggilku :
“Hoyi, kau harus meninggalkan rumah. Kau aku serahkan ke puri Pangeran Pekik. Jangan takut,
kau akan di muliakan di seluruh Surabaya. Ia mertua Raja Mataram.”. aku terlalu kecil untuk
tahu mengapa. Umurku 12 tahun. Baru kemudian aku sadar: ayahku seperti bangsawan –
bangsawan Surabaya lain. Ia siap mempersembahkan apapun kepada Raja Mataram. Aku
dipersembahkan. Bukan. Bukan. Aku salah. Aku bukan persembahan. Ayah bukan manusia
biasa. Juga Raja. Mereka tak memberi. Mereka hidup, berkuasa, menghitung. Aku hasil
hitungan. Aku cocok dipertukarkan ayahku. Aku akan diperisterikan Amangkurat. Aku akan
dibawa ke istana Mataram. Ayah berharap memperoleh sesuatu yang telah berharga. Raja
mengatakan aku cantik, aku merangsang, tapi aku belum ranum. Maka aku pun disimpan untuk
menunggu waktu dimakan seperti buah cempedak. Aku buah cempedak.
Perempuan Tua : (hanya suaranya) Bukan, Hoyi. Kau bukan itu. Kau perempuan yang
diperebutkan.
Sahoyi : Tidak. Aku tidak diperebutkan. Aku merebut pangeran itu dari ayahnya.
Aku ingin mengasihinya.
Perempuan Tua : (hanya suaranya) kau merasa bersalah?
Sahoyi : Raja cemburu dan memerintahkan kami berdua mati. Berdua. Aku tak
ingin mati. Titah. Titah. Titah. Aku tak ingin mati. Tapi mungkin aku menang....
Sahoyi menghilang. Perempuan Tua dan Juru Taman kembali tampil.

BABAK 11

Perempuan Tua : kau tahu bagaimana Hoyi dibunuh?


20
Juru Taman Diam.
Perempuan Tua : aku tahu. Aku tahu lebih rinci.
Juru Taman : aku tak ingin dengar.
Perempuan Tua : Dengar. Putra Mahkota menyuruhnya telanjang bulat, lalu
memangkunya. Hoyi melihat, di pangkuan itu Pangeran menyiapkan keris. Pada tarikan nafas
kelima ia berteriak, “Kau isteriku!”, dan kerisnya membuat lobang yang dalam di buah dada
Hoyi. Laki – laki itu menangis. Aku salah sangka. Putra mahkota mencintainya.
Juru Taman : Amangkurat tahu. Tapi apakah itu penting?
Perempuan Tua : Raja menyaksikan semua itudari ambang pintu kamar. Ia puas. Putra
mahkota berani mendahului menikmati tubuh hoyi dan ia telah dihukum karena itu. Ia
menghukumnya.
Perempuan Tua : jangan panggil aku Tuan Putri, atau apapun.

Cahaya berubah. Salak anjing, bunyi cicak.


Juru Taman : Hoyi tidak tahu ia mati sendirian.
Perempuan Tua : Tapi ia tahu ia tidak mati untuk Raja.
Juru Taman : Tapi ia mati karena titah.
Perempuan Tua : karena sabda
Juru Taman : Titah, ia hanya diciptakan.
Perempuan Tua : (ke arah yang tak jelas) Ya, kita titah, Hoyi. Diciptakan cerita. Tak
mudah dibebaskan.

Gelap

BABAK 12
Cahaya kembali
Juru Taman berdiri, dengan memegang buku tuanya, berjalan, berbicara, bercerita.

21
Amangkurat duduk diats balai – balainya, bersandar bantal. Wajahnya semakin pucat. Ia masih
memegang kerisnya. Mendengarkan. Ketika Juru Taman mengucapkan kalimat – kalimatnya,
Amangkurat berangsur menghilang dari pandangan penonton.
Juru Taman : sejak Sultan Agung mangkat, banyak hal yang tak bisa dijawab. Baginda
pergi dengan aura yang masih tersisa dari Sitihinggil sampai hamparan pasir di Selatan. Tapi ada
yang berubah, ketika Amangkurat naik tahta dan membangun kota ini. Aura itu berubah. Yang
terasa hanya gerah yang menekan. Menekan sampai sini (ia menunjuk ke lehernya). Tiap hari,
selama empat bula terakhir, turun hujan abu. Merapi menyalakan laharnya, tapi hanya itu. Di
jalan – jalan dari dalam dan luar Pleret, tiap maghrib ada suara tangis, tapi tak diketahui dari
mana. (kepada penonton) Tuan pernah dengar?. (bunyi kecrek) waktu itu sepuluh ulama
mengatakan, kota ini dan seluruh Mataram berdosa. Sepuluh ulama mengatakan dan 1000
ulama lain menirukannya di tiap Jum’at. (bunyi kecrek) Amangkurat mendengar itu. Tuan – tuan
tahu apa yang terjadi kemudian? Raja mendaftar nama mereka, kemudian prajurit menangkap
mereka, ulam – ulama itu, keluarga mereka, para santri mereka. Dan pada suatu pagi, semua
dikumpulkan di alun – alun. Dan Raja datang ke sana dari gerbang Timur. Berkuda. Dari atas
pelananya, Amangkurat berseru, “ kalian menganggap diri suci. Kalian mengutuk kota ini. Kalian
memusushiku. Tanganku, tahtaku, hasratku, memang penh najis. Tapi jika kalian menghakimiku
dengan kekuasaan langit, aku bisa menghakimi kalian dengan kekuasaan lain. Mataram. Aku
nyata”. Lalu ia melecut kudanya kembali ke gerbang, sambil berseru : “selesaikan”.. Di detik itu
meriam ditembakkan dari benteng. Sebuah isyarat. Ada 170 algojo yang sudah disiapkan.
Dalam waktu satu setengah jam, 5000 leher itu di penggal. Atau ditikam. Juga anak – anak dan
perempuan – perempuan. (bunyi kecrek) darah dimana - mana. Rumput di alun – alun becek
seperti setelah hujan dua hari. Bau amis tidak berakhir sampai sepekan. Amangkurat ingin
membuktikan satu hal dalam kehidupan di sini, di kerajaannya. Dosa tak bisa ditetapkan dengan
mudah, tapi kematian bisa. “Siapa yang menganggap seluruh Mataram berdosa,” katanya,
“berarti mengutukku. Berarti juga menghilangkan tata yang sudah terbentuk. Akulah yang
menentukan semua itu.”.”Mataram satu, tapi tidak juga satu. Seluruh kota ini berdosa? Tidak
mungkin.”.

BABAK 13
Cahaya kembali, tampak Amangkurat.
Amangkurat : ada lagi yang harus diketahui? Masa laluku sangat menakutkan.
Ceritakan saja masa depan. (Juru Taman terdiam) Kau diam. Mungkin tak ada masa depan.

22
(Juru Taman berjalan ke arah pintu) Kau diam. Kau tahu apa yang akan terjadi, tapi kau tak mau
mengubahnya. Kau percaya pada nasib?
Juru Taman : Hamba tak menganggap itu penting, Paduka
Amangkurat : Memang tidak penting. Nasib tidak penting. Tak penting lagi. Aku
hanya perlu alasan. Aku tak mau mengharapkan yang tidak – tidak. Kedua anakku saling
membunuh, atau tak saling membunuh. Mungkin tak ada masa depan. Aku tak akan ada lagi.
Hanya kau yang tak mati – mati. Aku heran kenapa.
Juru Taman : Hamba berada di luar, Paduka. Hamba berada diluar cerita Raja – raja.
Amangkurat : Ya, ya. Tapi seharusnya kau menghilang. Mataram juga menghilang.
Aku tak mencapai apa – apa.
Juru Taman : Tidak demikian, Paduka.
Amangkurat : Aku selalu benar. (keduanya diam) Sultan Agung yang salah. Ia memilih
aku menggantikannya. Ia gagal. Ia berkuasa tapi ia gagal. Seperti aku. Sultan Agung dan aku
bahkan tak kuasa melenyapkanmu. Kau tahu mengapa kau harus dimusnahkan dan
disingkirkan?
Juru Taman : Bukan hamba yang bisa menjawab.
Amangkurat : Kau... Aku tak tahui siapa kau. Sebaiknya kau pergi. Aku selamanya
sendiri. Aku selamanya takut.
Juru Taman diam, lalu menghilang. Sementara ruang berangsur – angsur gelap, sampai pekat.

23

Anda mungkin juga menyukai