Anda di halaman 1dari 5

NASKAH DRAMA LEGENDA TANJUNG MENANGIS

Prolog:

Assalamu alaikum Wr. Wb. Bapak-bapak, ibu-ibu yang kami hormati dan rekan-rekan
yang banggakan .

Kisah ini tentang Legenda Tanjung menangis.

Tanjung Menangis merupakan nama tanjung yang berada di bagian Timur pulau
Sumbawa. Pada zaman dahulu, putri dari Datu Samawa terjangkit penyakit yang sangat
aneh, tak ada seorang pun di seluruh negeri Samawa yang dapat menyembuhkannya.
Datu Samawa telah melakukan berbagai cara demi menyembuhkan putrinya. Datu
Samawa telah berkunjung ke rekan-rekannya sesama penguasa, yaitu kepada Datu
Dompu dan Datu Bima untuk mencari tabib sakti yang dapat menyembuhkan putrinya,
namun tidak membuahkan hasil.

Datu samawa bekunjung ke Datu Bima dan Datu Dompu

Datu Samawa : Wahai sahabatku apakah kau bisa menyembuhkan penyakit putriku?

Datu Bima: Maaf , saudara ku aku tidak bisa menyembuhkan penyakit yang di alami
putrimu.

Datu Dompu: Aku juga tidak bisa menyembuhkan penyakituntuk putrimu wahai
sahabatku.

Datu samawa: baiklah sahabatku (Datu samawa sangat putus asa dan memutuskan
kembali ke kerajaan samawa).

Ber minggu-minggu Tuan Putri mengidap penyakit aneh tersebut, namun belum ada
orang ataupun tabib yang mampu menyembuhkannya sehingga membuat Datu Samawa
dan Bunda Permaisuri bersedih.

Dialog 1: Datu samawa


Bunda Permaisuri :(menangis) Kanda, bagaimana dengan putri kita? Dinda tak tega
melihatnya, dia selalu murung dan tak pernah melepas cadarnya.

Datu Samawa : Sabarlah Dinda, kita akan terus berupaya. Panglima akan aku
perintahkan untuk menyebarkan sayembara. Panglima datanglah menghadapku!.
Panglima : Baik Baginda, ada apa gerangan Baginda memanggil hamba?

Datu Samawa : (Sambil berdiri dan mengangkat tangan kanannya) Sebarkan Sayembara
ini, “Barang siapa yang mampu menyembuhkan Tuan Putri maka baginya akan
diberikan hadiah. Apabila perempuan maka akan dijadikan sebagai anak angkat.
Namun, apabila laki-laki maka akan dijadikan menantu dan dinikahkan dengan tuan
putri”.

Panglima : Baik Baginda, segala titah Baginda akan hamba laksanakan. (keluar dari
ruang pertemuan)

Dialog 2 :

Sayembara ini telah menyebar hingga ke pulau Sulawesi di seberang sana. Telah
banyak tabib yang mencoba mengikuti sayembara ini namun belum seorang pun yang
berhasil menyembuhkan tuan putri. Suatu hari, datanglah seorang kakek tua renta dan
bongkok ke istana Datu Samawa. Dia berasal dari negeri Ujung Pandang yang bernama
Daeng Ujung Pandang. Dia telah mendengar kabar tentang penyakit aneh yang diderita
Tuan Putri dan ingin mencoba mengobati Tuan Putri.

Panglima : (menghadap kepada raja) Ampun, beribu ampun Baginda, ada orang yang
mencoba ingin mengobati Tuan Putri dia dari negeri seberang Baginda.

Datu Samawa : Suruh dia menghadap!

Panglima : Baiklah Baginda. (keluar dari ruang pertemuan menjemput kakek tua) Inilah
Samawa : Hai kakek, apakah kamu bisa menyembuhkan P
orangnya Baginda.

Datu Samawa : Hai kakek, apakah kamu bisa menyembuhkan Putriku?

lima : (dengan nada


Panglima : (dengan keras/mengancam
nada keras/mengancam sambil mengacungkan sambil mengacung
jari) Kakek.... kamu
jangan main-main, sudah banyak tabib di negeri ini tidak ada yang mampu mengobati
n main-main, sudah
Tuan Putri. Kau banyak
tahu jika tidak sembuh akan tabib dikaunegeri
aku hukum !!! ini tidak ada ya
Putri. Kau tahu
Datu Samawa jika
: Kekek
boleh mencobanya.
tidak
dari negeri sembuh
seberang, akan
sayembara ini terbukaaku hukum
bagi siapa saja, kakek kau !!!

Daeng Ujung Pandang : Ampun Baginda, Hamba tak memiliki pengetahuan apapun,
Samawa : dengan
hanya Kekek kuasadari negeri
Allah Ta’ala Tuan Putriseberang, sayembara ini terbu
dapat disembuhkan.

Datu Samawa : Permaisuri, tolong bawahlah Putri kita kemari agar dapat diobati kakek
ini.

Bunda Permaisuri : Baiklah Kanda, akan aku bawa putri kita kemari. (masuk ke kamar).
(sambil memegang tangan putri) Kasihan kamu putriku, ber minggu-minggu kau
menderita sakit (sedih)
Datu Samawa : Putriku, kau sendiri tahu bahwa hampir semua tabib negeri ini tidak ada
yang mampu menyembuhkan penyakitmu. Untuk itu kakek ini ingin mencoba, apakah
engkau bersedia?

Lala Intan Mas Bulaeng: Ampun Ayahnda, demi kesembuhan penyakit yang nanda
derita, nanda bersedia melakukan apa saja.

Datu Samawa : Baiklah nanda, sekarang aku bersama bunda permaisuri seisi istana dan
seluruh rakyat Samawa melepas kepergianmu, pergilah bersama kakek ini.

Lala Intan Mas Bulaeng : Baik ayahnda.... (sambil mencium tangan ayahanda dan
bundanya meninggalkan ruang pertemuan bersama kakek pergi ke hutan Ai Awak)

Bunda Permaisuri : Putriku, bunda akan selalu berdoa untukmu.

Dialog 3 :

Dibawalah Putri Lala Intan Mas Bulaeng ke hutan Ai Awak untuk diobati. Lala Intan
Mas Bulaeng duduk bersila sambil memejamkan mata. Perlahan-lahan dibukanya mata
Lala Intan Mas Bulaeng , kemudian mengusap wajah dan melihat sambil mengelus
tangan dan kakinya, tuan putri terhera-heran kegirangan ketika penyakitnya sudah
sembuh. Maka kembalilah Tuan Lala Intan Mas Bulaeng dan kakek ke istana Datu
Samawa.

Lala Intan Mas Bulaeng : Ayahnda..., bunda permaisuri saya sekarang sudah sembuh
(sambil memeluk ayahndanya dan ibunda permaisuri)

Datu Samawa : Syukurlah putriku sudah sembuh, aku ucapkan terima kasih pada kakek.

Daeng Ujung Pandang: Ampun Baginda, kesembuhan Tuan Putri berkat kuasa Allah
Ta’ala.

Datu Samawa : Hai kakek..., kini apa hadiah yang kau inginkan dariku, silahkan kau
ambil harta sebanyak-banyaknya berapa pun yang kau mau! Asalkan kau tidak menikah
dengan putriku.

Daeng Ujung Pandang: Ampun Baginda..., hamba ingin meminta janji yang pernah
Baginda ucapkan untuk menikahkan Tuan Putri bagi seorang laki-laki yang dapat
menyembuhkan Tuan Putri.

Datu Samawa : (dengan marah) Hai kakek...!, mana mungkin aku nikahkan Putriku
dengan orang tua renta sepertimu, aku ini bangsawan...!, darah biru..., mengerti...!
Daeng Ujung Pandang: Ampun Baginda..., hamba hanya menagih janji yang pernah
Baginda ucapkan dalam sayembara, hamba tidak mau sepeser pun harta yang Baginda
berikan, lebih baik hamba kembali pulang ke Ujung Pandang. Permisi Baginda...
(meninggalkan ruang pertemuan dengan hati teriris)

Lala Intan Mas Bulaengi : Kanda... jangan tinggalkan aku...., Ayahnda mengapa
ayahnda ingkar janji..., orang itu telah menyembuhkan aku dengan tulus. Kalau begitu
aku akan menyusul dan mencarinya. Kanda.... jangan tinggalkan aku.......! (bersedih
dengan mengangkat kedua tangannya)

Bunda Permaisuri : Putriku biarlah dia pergi... (sambil berusaha memegang tangan tuan
putri tetapi terlepas)

Dialog 4 :

Putri Lala Intan Mas Bulaeng berlari mengejar kakek sampai di sebuah Tanjung.
Disana tuan putri betemu kakek itu baru saja menaiki sampannya, tiba-tiba atas kuasa
Allah Ta’ala kakek tua renta itu berubah menjadi pemuda yang tampan tiada tara
bagaikan seorang pangeran ketika telah menginjakkan kakinya di atas sampan. Melihat
hal tersebut, Putri Lala Intan Mas Bulaeng menangis menyesali keputusan
Ayahandanya serta menangisi betapa tersiksa rasanya ditinggal seseorang yang baru ia
cintai.

Lala Intan Mas Bulaeng: (dengan penuh harap) Kanda..., aku ikut dengan mu... kemana
Kanda pergi....

Daeng Ujung Pandang: "Ku dengar ratapanmu,

Diujung Tanjung Menangis,

Ingin ku kembali tapi apalah gunanya".

Jangan dinda..., kita memang tidak ditakdirkan bisa bersatu, cinta memang tak
selamanya harus memiliki... begitu banyak hal yang ku alami, yang ku temui saat
bersamamu ku rasa senang, ku rasa sedih air mata ini menyadarkanku kau takkan
pernah jadi milikku

Epilog:

Demikian kisah ini, Tuan Putri menangis berlari menyusul sampan Daeng Ujung
Pandang hingga di tengah laut tanpa menyadari ia mulai tenggelam. Hal ini
menyebabkan Tuan Putri meninggal di tengah laut sambil menangis. Akhirnya, hingga
kini Tanjung tempat dimana Tuan Putri dan Daeng Ujung Pandang berpisah untuk
mengenang kisah tragis sepasang kekasih tersebut dinamakan tanjung menangis.
Amanat atau Kesimpulan:

Lewat legenda tersebut, kita bisa memetik banyak sekali pelajaran. Salah satu nya
yaitu jangan pernah mengingkari janji yang kamu buat. Lihat saja akibat perbuatan
Datu Samawa yang ingkar janji, ia malah harus kehilangan anak perempuannya.
Setiap orang tua tentu saja menyayangi anaknya. Namun , terkadang mungkin caranya
yang salah. Contohnya kamu bisa membaca lagi cerita di atas.

Selanjutnya,jangan pernah menilai seseorang hanya karena fisik. Karena penampilan


tidak menjamin segalanya. Dan yang terakhir, kita harus menyadari bahwa hidup ini
terkadang tidak dapat di duga. Kita mungkin akan mengalami kekecewaan, tapi bukan
berarti kita bisa melampiaskannya dengan amarah. Contoh Daeng Ujung Pandang yang
lapang dada menerima kekecewaan.

Kelompok 2-7:

Tokoh:

1. Datu Samawa: Tanaya Ata Pradipta

2. Bunda Permaisuri: Nabila Baharun

3. Lala Intan Mas Bulaeng: Meisayu Sri Indayani

4. Panglima: Leni Agustina

5. Kakek tua/Daeng Ujung Pandang/Daeng Paringgi: Al Avivli Ramadani Birata

6. Narator : Nabila Agustina Putri

7.Datu Bima : Siti Fhadilla Yusri Rabbani

8.Datu Dompu : Yulita Ikhwani

Epilog Perlengkapan drama:

1 Latar panggung = Singgasana Kerajaan

2. Pakaian = menggunakan pakaian adat Sumbawa.

Anda mungkin juga menyukai