TUTOR PEMBIMBING
DISUSUN OLEH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
SKENARIO 2
KONFUSIO AKUT
Pak Sastro, usia 80 tahun, datang ke UGD dengan keluhan sejak 2 hari jika diajak bicara
kadang tidak nyambung . Pasien mengeluh sesak nafas, nafas kadang berbunyi mengi disertai
batuk dengan dahak banyak. 1 hari ini pasien lebih banyak tidur. Sesekali membuka mata
jika dipanggil oleh anaknya. Pasien tidak demam dan tidak mau makan minum karena mual.
Pada bokong terdapat luka borok dengan diameter 4 cm , dengan dasar otot. Sejak jatuh 2
bulan yang lalu, pasien terus berbaring di tempat tidur karena adanya tungkai kiri nyeri saat
digerakkan dan tampak lebih pendek dibandingkan tungkai kanannya. Pada saat itu sudah
dilakukan pemeriksaan x foto panggul dan tungkai kiri, hasilnya berupa fraktur collum
femoris sinistra. Sejak sakit ini Pak Sastro memakai popok dewasa karena kadang-kadang
ngompol dan BAB tidak terasa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien
lemah, kesadaran somnolen GCS E3M4V4. Tanda vital TD 100/60 mmHg, Nadi 105
x/menit, RR 28 X/menit, suhu 36,5. Pemeriksaan paru didapatkan ronki basah kasar dan
eksperium diperpanjang pada kedua paru. Pemeriksaan jantung dan abdomen dalam batas
normal. Panjang anatomi tungkai kiri < dibandingkan tungkai kanan.
STEP 1 Terminologi
(Tindall SC. Level of Consciousness. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW,
editors. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory
Examinations. 3rd edition. Boston: Butterworths; 1990.)
2. Konfusio akut
Konfusio adalah akibat dari gangguan menyeluruh fungsi kognitif, tandanya
ada beberapa:
- Penurunan derajat kesadaran dan kewaspadaan secara mendadak
- Terganggu prosesn berpikir
- Terjadinya proses disorientasi
3. Luka borok
Luka borok merupa luka terbuka pada kulit dan muncul nanah. Nanah muncul
akibat adanya infeksi yg timbul.
STEP 3 Hipotesis
STEP 4 Skema
Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya
temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, malah suhu
badan yang rendah lebih sering dijumpai.
Jika infeksi terjadi, lansia sering menunjukkan gejalagejala infeksi yang tidak
seperti biasanya, yang berupa anoreksia, nausea, muntah, dan gangguan mental.
Kelainan fisik dan laboratorium sering sulit untuk menginterpretasikannya, karena
banyak lansia telah mengalami kelainan pada paru dan saluran kemih, seperti
ronkhi, bakteriuria, piuria. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara
lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-
tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada
pasien usia lanjut.
Gejala tidak khas biasanya berdasarkan adanya kecurigaan atas adanya infeksi.
Penurunan kemampuan fisik dan nafsu makan yang cepat,takhipnu, perubahan
status mental dan kegelisahan dapat merupakan kecurigaan akan adanya tanda
infeksi
- Kelembaban
- Pergesekan ( friction)
- Nutrisi
- Usia
Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk terkena luka
tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan.
Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat
kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan
tenaga yang merobek.
- Stress emosional
- Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksikterhadap endotelium pembuluh. Beberapa penelitian
menunjukkan adahubungan yang signifikan antara merokok dengan
perkembangan terhadap luka tekan.
- Temperatur kulit
4. Tatalaksana konfusio
Penatalaksanaan konfusio di rumah sakit meliputi pencegahan, diagnosis
awal, pencarian dengan seksama dan tatalaksana faktor-faktor pencetus, tindakan
suportif dan, bila perlu, pengobatan. Secara garis besar obat-obatan yang dapat
diberikan untuk mengurangi konfusio akut pada lansia adalah : amantadin, anti
depresan, anti histamin, anti parkinsoniasme, anti kolinergik, anti konvulsan, fikogsin,
opiat, dan obat penenang.
Walaupun tindakan suportif, penatalaksanaan farmakologik konfusio
untuk mengurangi kecemasan dan agitasi mungkin diperlukan untuk meyakinkan
keamanan pasien dan pegawai. Pasien dengan konfusio hipoaktif biasanya tidak
membutuhkan sedasi, meskipun dosis rendah antipsikotik mungkin diperlukan apabila
ada bukti distress halusinasi.
Meskipun terdapat banyak pengobatan yang tersedia untuk pengobatan
konfusio, terdapat beberapa kaidah yang hendaklah diterapkan untuk semua
obat. Obat obat diharapkan diberikan per oral pada dosis rendah, dengan pemberian
dosis lebih besar bila diperlukan. Pasien yang membutuhkan dosis multipel hendaklah
diawasi ketat. Sangat mendasar bahwa pemesanan teratur untuk pengobatan seringkali
perlu meninjau kembali respon pasien, efek samping, dan kelanjutan kebutuhan
pengobatan. Haloperidol popular karena awitan kerjanya cepat, keampuhan dan
rendah efek samping, meskipun ia mungkin tidak cocok untuk pasien dengan
kecenderungan gangguan gaya berjalan atau keseimbangan ekstrapiramidal.
Pengawasan kardiak adalah sangat esensial apabila dibutuhkan infus
berlanjutan.
Droperidol merupakan pilihan cadangan untuk pemakaian parenteral. Ia
bekerja lebih cepat, lebih sedatif, mempunyai waktu paruh lebih pendek, dan
kemungkinan lebih ampuh daripada haloperidol dengan lebih sedikit efek samping.
Biasanya dosis mulai pada lansia adalah 2 mg. Tetapi, sedasi mungkin menjadi suatu
masalah pada pasien lebih tua, dan terdapat resiko lebih tinggi hipotensi, khususnya
apabila diberikan secara intravena.
Fenotiazin lain, misalnya tioridazin dan klorpromazin, pada dosis awal 12,5-
25 mg, juga telah digunakan karena keampuhan mereka dan khasiat sedatif-nya,
meskipun ketenaran mereka mundur oleh karena kardiotoksis.
Prognosis
Konfusio sebelumnya dipercaya sebagai kondisi yang sembuh
sendiri (self limiting), sekarang nyata bahwa konfusi mempunyai
prognosis buruk, meningkatkan biaya rawat, peningkatan kebutuhan
institusional, rehabilitasi dan perawatan rumah. Meskipun secara
tradisional dianggap sebagi keadaan yang hilang sendiri, sekarang jelas
diketahui bahwa terdapat banyak keluaran yang menyimpang yang
berhubungan dengan perkembangan konfusio. Selama masuk di rumah
sakit penyakit ini menunjukkan bertanggung jawab terhadap
penurunan fungsional, peningkatan resiko komplikasi dapatan rumah sakit
seperti jatuh, luka tekanan dan inkontinensia urinari dan tinggal dirumah sakit
yang lama. Peneltian menunjukkan terdapat peningkatan resiko penurunan
fungsional pada aktifitas hidup sehari-hari, peningkatan pendaftaran
masuk fasilitas perawatan jangka lama, dan peningkatan resiko masuk
kembali. Jauh dari hidup singkat yang tak menyenangkan yang sebelumnya
telah dipertimbangkan, banyak penelitian yang mempertunjukkan konfusio
menetap pasca pemberhentian. Konfusio juga mempunyai hubungan dengan
peningkatan mortalitas, meskipun ini tidak jelas apakah ini karena dasar
penyakit medisnya dan ko-morbiditasnya atau karena konfusio itu sendiri.
Keseluruhan mortalitas konfusio mendekati 30%, dengan mortalitas 12-
bulanan 35-40% dan mortalitas 5-tahunan 50%.