Disusun Oleh :
Kelompok 3
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Penanganan Awal Dalam Kasus Mental
Health Usia Reproduksi Remaja. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan
kebutuhan pembelajaran pada mata kuliah Perinatal Mental Health, di Poltekkes Kemenkes
Jakarta 3. Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak khususnya untuk sumber – sumber serta referensi data dan anggota
kelompok dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga selesai tepat waktu.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR IS ………………………………………………………………………………….ii
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Pembelajaran ................................................................................................... 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4
2.1 Konsep Remaja ........................................................................................................... 4
2.1.1 Definisi Remaja ................................................................................................... 4
2.1.2 Karakteristik Remaja ........................................................................................... 4
2.2 Konsep Kesehatan Mental ........................................................................................... 5
2.3 Faktor Penyebab Gangguan Mental pada Remaja ...................................................... 6
2.4 Bentuk Gangguan Kesehatan Mental Remaja ............................................................. 7
2.5 Pengukuran Gangguan Mental Emosional .................................................................. 8
2.6 Gangguan Mental Emosional ...................................................................................... 9
2.6.1 Depresi ................................................................................................................. 9
2.6.2 Kecemasan ......................................................................................................... 10
2.6.3 PTSD .................................................................................................................. 10
2.7 Strategi dan Intervensi Multisektoral Untuk Kesehatan Mental Remaja .................. 11
2.7.1 Individu .............................................................................................................. 11
2.7.2 Keluarga ............................................................................................................. 12
2.7.3 Komunitas .......................................................................................................... 12
2.7.4 Sistem dan Struktur ............................................................................................ 12
2.8 Upaya Penanganan Kesehatan Mental Remaja ......................................................... 13
2.8.1 Kebijakan dan Investasi ..................................................................................... 13
2.8.2 Sistem dan Layanan Responsif .......................................................................... 14
2.8.3 Pembangunan Kapasitas .................................................................................... 14
2.9 Peran Bidan Dalam Penanganan Awal Kasus Mental Health pada Remaja ............. 15
ii
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 17
3.1 Kasus ..................................................................................................................... 17
3.2 Pembahasan ........................................................................................................... 19
BAB IV
PENUTUP................................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap stres selama masa remaja meliputi
keterpaparan terhadap kesulitan, tekanan untuk menyesuaikan diri dengan teman sebaya,
dan eksplorasi identitas. Pengaruh media dan norma gender dapat memperburuk perbedaan
antara realitas kehidupan remaja dan persepsi atau aspirasi mereka untuk masa
depan. Penentu penting lainnya termasuk kualitas kehidupan rumah mereka dan hubungan
dengan teman sebaya. Kekerasan (terutama kekerasan seksual dan intimidasi), pengasuhan
yang keras dan masalah sosial ekonomi yang parah diakui sebagai risiko kesehatan mental.
Beberapa remaja berisiko lebih besar terhadap kondisi kesehatan mental karena
kondisi kehidupan mereka, stigma, diskriminasi atau pengucilan, atau kurangnya akses ke
dukungan dan layanan berkualitas. Ini termasuk remaja yang tinggal di lingkungan
kemanusiaan dan rapuh; remaja dengan penyakit kronis, gangguan spektrum autisme,
disabilitas intelektual atau kondisi neurologis lainnya; remaja hamil, orang tua remaja, atau
mereka yang menikah dini atau terpaksa; yatim piatu; dan remaja dari latar belakang etnis
atau seksual minoritas atau kelompok terdiskriminasi lainnya.
Di Indonesia, prevalensi gangguan mental menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 pada usia 15 tahun ke atas mencapai 9,8% dari jumlah penduduk.
Angka ini mengalami peningkatan sebanyak 6% dibandingkan tahun 2013 (Purwanto,
2019). Penelitian yang dilakukan oleh Mubasyiroh, dkk (2017) mengatakan sebesar
60,17% pelajar SMP-SMA mengalami gejala gangguan mental, dengan gejala yaitu sebesar
44,54% merasa kesepian, 40,75% merasa cemas dan 7,33% pernah ingin bunuh diri.
2
1.3 Tujuan Pembelajaran
1. Memahami mengenai Kesehatan Mental pada Remaja dan Faktor-faktor
penyebabnya.
2. Memiliki Kemampuan dasar dalam usaha peningkatan dan pencegahan Kesehatan
Mental pada remaja
3. Memiliki sikap proaktif dan mampu memanfaatkan berbagai sumber daya dalam
upaya penanganan Kesehatan Mental Remaja
4. Menjadi Bidan yang dapat aktif untuk selalu ada untuk Kesehatan Mental Remaja
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Masa remaja menurut WHO adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun.
Santrock 2003 remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa
yang mencangkup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014 remaja merupakan penduduk dalam
rentang usia 10-18 tahun sedangkan Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana (BKKBN) remaja adalah anak dengan usia 10-24 tahun dan belum
melakukan pernikahan (Nur Ahyani & Astuti, 2018).
4
Remaja cenderung lebih memilih untuk mengambil keputusan sendiri tanpa melihat
resiko yang akan terjadi.
5) Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas
Remaja cenderung mencari jati diri dengan hal – hal yang dapat dipandang, seperti
mobi, pakaian, dan barang-barang lainnya. Remaja akan mempertahannkan
identitas dirinya terhadap kelompok sebayanya.
6) Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan
Remaja beranggapan bahwa masa remaja adalah anak-anak yang memiliki
kehidupan tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung rusak serta
memiliki perilaku yang merusak sehingga pada masa ini orang dewasa perlu
mendampingi remaja agar tetap bersikap simpatik dan bertanggung jawab kepada
perilaku yang baik.
7) Masa Remaja sebagai Masa yang tidak Realistik
Remaja cenderung mudah marah, sakit hati dan kecewa jika tidak berhasil dalam
mencapai tujuan yang diinginkannya. Namun dengan bertambahnya pengalaman
pribadi dan pengalaman sosial akan memudahkan remaja dalam berfikir lebih
rasional dan menjalani kehidupan yang realistik.
8) Masa Remaja adalah Ambang dari Masa Dewasa
Remaja yang mendekati dewasa cenderung lebih melihat dan meniru perilaku yang
dianggapnya sebagai simbol orang dewasa seperti cara berpakaian, berperilaku,
merokok, minum, menggunakan obat-obatan bahkan melakukan hubungan seksual.
(Nur Ahyani & Astuti, 2018).
5
Kesehatan mental pada dasarnya bersifat positif dan holistik. Sementara definisi
tersebut menjauh dari konseptualisasi kesehatan mental semata-mata sebagai tidak
adanya penyakit, konsep tersebut juga mencakup kondisi kesehatan mental, yang dapat
menyebabkan tekanan, penderitaan, dan gangguan fungsi yang mungkin akut atau kronis
dan dapat berkisar dari ringan hingga parah. (UNICEF, 2022)
Masa remaja merupakan fase peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa,
yang ditandai dengan beberapa perubahan biologis, kognitif, dan psikososial.
Karakteristik yang muncul selama masa remaja meliputi: kecenderungan untuk
bereksperimen dan mencari pengalaman baru, rasa kerentanan yang tinggi, persepsi
risiko rendah, keinginan kuat untuk mandiri, dan pencarian identitas diri yang secara
bertahap membentuk kepribadian mereka sepanjang masa. tahun-tahun berkembang. Ini
adalah periode kritis yang ditandai dengan pematangan neurobiologis dan fisik yang
mengarah pada peningkatan kesadaran psikologis dan tingkat interaksi sosial dan
emosional yang lebih tinggi dengan teman sebaya dan orang dewasa. Dari perspektif
neurobiologis, remaja juga dapat dilihat sebagai “bekerja dalam proses”, dengan
tantangan akademik, interpersonal, dan emosional, dan menjelajahi wilayah baru
menggunakan bakat mereka. (Nebhinani & Jain, 2019)
Di satu sisi, ini adalah fase pertumbuhan yang luar biasa dalam mempersiapkan
peran dan keterampilan orang dewasa untuk bertahan dari tekanan dan tantangan,
sedangkan di sisi lain, ini adalah fase transisi yang dapat meningkatkan risiko berbagai
gangguan psikologis, masalah penyesuaian diri, dan bunuh diri. Kesehatan mental yang
positif dan promotif dalam periode ini memastikan kemajuan yang mulus ke kehidupan
dewasa selanjutnya. (Nebhinani & Jain, 2019)
Menurut Kartono, masalah kesehatan mental diartikan sebagai ketidakmampuan
seseorang menyesuaikan diri terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang
mengakibatkan ketidakmampuan tertentu (Larissa, V 2020)
1. Penyalahgunaan Napza/Gadget
2. Tekanan teman sebaya
Masalah kesehatan mental yang banyak dialami remaja adalah masalah pertemanan.
Kegagalan remaja dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya akan menyebabkan
remaja menjadi pemalu, menyendiri, kurang percaya diri atau justru berperilaku
sombong, keras kepala, serta salah tingkah bila berada dalam situasi sosial. Menurut
6
Banitez dan Justici menyatakan bahwa kelompok teman sebaya yang bermasalah di
sekolah akan memberikan dampak yang negatif bagi sekolah seperti kekerasan,
perilaku membolos, kurangnya sikap menghormati teman dan guru.
3. Tuntutan sekolah
4. Disorientasi diri dan seksual
5. Pengaruh media
6. Hubungan seksual berisiko
7. Perilaku Kekerasan (Kemenkes RI, 2020)
Kesehatan mental pada anak dan remaja juga melibatkan kapasitasnya untuk dapat
berkembang dalam berbagai area seperti biologis, kognitif dan sosial-emosional. Oleh
karenanya, penting bagi kita memahami tahapan perkembangan sebagai upaya untuk
melihat adanya indikasi permasalahan pada perkembangan anak dan remaja. Untuk
mengetahui kesehatan mental anak, penting untuk melihat faktor dalam diri anak,
keluarga dan lingkungan. Faktor dalam diri anak seperti faktor genetik, temperamen, dan
kesehatan fisik perlu diamati. Faktor dari keluarga meliputi pola asuh orang tua serta
kelekatan anak terhadap orang tua. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap rasa
aman anak. Adanya peraturan yang berlebihan, tuntutan yang tidak realistis, kebebasan
tanpa batasan aturan, dan pola komunikasi yang tidak didasari oleh alasan-alasan
mengapa pesan tersebut harus dilaksanakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kesehatan mental anak. (Larissa, V 2020)
7
(Fariza, I 2021)
8
2.6 Gangguan Mental Emosional
2.6.1 Depresi
Gejala depresi yang dialami remaja sering ditunjukkan dengan kurangnya semangat
untuk sekolah maupun belajar, tidak punya keinginan untuk berinteraksi dengan teman
sebayanya, menangis tanpa sebab, ataupun lebih sensitif sehingga mudah marah (Dianovinina,
2018).
9
keterampilan pengasuhan dan meningkatkan kesadaran keluarga tentang dampak
stress dan depresi terhadap fungsi kesehatan maupun perkembangan remaja.
d. Berbasis internet
Memanfaatkan internet untuk konsultasi kepada psikolog dengan program aplikasi
yang sudah banyak dikembangkan dalam bidang kesehatan akam mempermudah
remaja dalam pencegahan depresi (Fariza, I 2021)
2.6.2 Kecemasan
Kecemasan pada remaja adalah perasaan takut atau risau, merasa tidak nyaman
yang terjadi pada remaja karena hal-hal yang tidak jelas. Menurut Vallance &
Fernandes, kecemasan pada remaja memiliki gejala yang bervariasi namun memiliki
karakteristik etiologi atau patofisiologi yang sama yaitu:
a. Berada di situasi yang asing atau baru.
b. Merasa dalam bahaya.
c. Penolakan teman sebaya
d. Perlindungan dan kontrol yang berlebihan dari orang tua.
e. Pola asuh yang berlebihan (pola asuh yang otoriter, permisif, dan protektif.
f. Fobia sosial.
g. Kecemasan akan perpisahan (Fariza, I 2021).
2.6.3 PTSD
Menurut national center for PTSD dijelaskan bahwa Post Traumatic Stress
Disorder adalah seseorang yang mengalami masalah kesehatan mental setelah
mengalami atau menyaksikan peristiwa yang mengancam jiwa, seperti pertempuran,
bencana alam, kecelakaan mobil, atau kekerasan (Laurent & Taillefe, 2019). Respon
psikologis yang muncul pada penderita terjadi 1 - 3 bulan dapat dikatakan sebagai
PTSD (Bahris, Seniwati, & Sangkata, 2020). Badrullah, (2020) mengatakan Post
Traumatic Stress Disorder adalah kondisi kejiwaan yang dipicu oleh kejadian tragis
yang pernah dialami atau disaksikan. Selain itu dikatakan sebagai suatu sindrom yang
terjadi seseorang yang pernah mengalami kejadian traumatik. Gangguan ini merupakan
penyakit psikiatri atau terganggunya kesehatan mental seseorang yang disebabkan oleh
pengalaman masa lalu yang mengancam jiwa.
10
PTSD dapat disebabkan oleh trauma masa lalu yang makin memburuk. Peristiwa
traumatis dapat disebabkan oleh:
a. Bencana alam: kebakaran, angin putting beliung, angin topan, banjir, tanah longsor,
atau gempa bumi.
b. Pelecehan seksual atau fisik pada anak.
c. Mempelajari tentang kematian atau cidera akibat kekerasan atau tidak disengaja dari
orang yang dicintai.
d. Kecelakaan serius.
e. Serangan seksual atau fisik.
f. Serangan teroris.
g. Pertempuran dan pengalaman militer lainnya.
Pengalaman trauma yang sangat intens atau berkepanjangan, terluka, atau memiliki
reaksi yang kuat terhadap peristiwa dapat berkembangan menjadi PTSD (Laurent & Taillefe,
2019).
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti, dkk (2017) mengatakan
bahwa penanganan PTSD dapat diturunkan dengan terapi Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT). Terapi ini merupakan teknik mengatasi emosi yang digabungkan
dengan spiritual seperti do’a, keikhlasan, dan kepasrahan yang di stimulasi oleh titik-
titik meridian tubuh. (Fariza, I 2021)
2.7.1 Individu
11
keterampilan memecahkan masalah, manajemen stres, dan pendidikan pencegahan
alkohol dan narkoba
3. Deteksi dan pengelolaan penggunaan alkohol dan narkoba yang berbahaya dan
berbahaya
4. Manajemen risiko menyakiti diri sendiri dan bunuh diri
5. Merawat anak-anak dan remaja dengan keterlambatan perkembangan
2.7.2 Keluarga
2.7.3 Komunitas
12
a. Mengatasi faktor penentu sosial kesehatan mental, termasuk gender dan norma
sosial yang membatasi dan berbahaya
b. Mencegah remaja bunuh diri, penyalahgunaan zat dan melukai diri sendiri
c. Menghilangkan stigma yang terkait dengan kondisi kesehatan mental (Hinton, R
2019)
13
2.8.2 Sistem dan Layanan Responsif
1. Bangun kapasitas manusia dan teknis untuk kesehatan mental remaja, dan untuk
mengatasi stigma yang terkait dengan kesehatan mental.
Ini termasuk pelatihan guru, pekerja komunitas dan sosial, dan pekerja
kesehatan dalam pengembangan dan keterlibatan remaja, serta pelatihan pra dan
dalam layanan praktisi kesehatan untuk penilaian rutin kondisi kesehatan mental,
14
perawatan dan pengobatan. Kapasitas teknis tingkat negara juga akan dibutuhkan
untuk implementasi kebijakan dan program, pemantauan, evaluasi dan penelitian.
2. Manfaatkan tenaga kerja yang kurang terspesialisasi.
Di sebagian besar negara, pengalihan tugas akan sangat penting – sebagian
besar layanan kesehatan mental perlu disediakan oleh orang-orang yang tidak
memiliki pelatihan spesialis kesehatan mental, seperti pekerja kesehatan mental
awam, perawat, guru, dan pekerja sosial.
3. Membangun sistem untuk pelatihan, pendampingan dan partisipasi advokat
kesehatan remaja.
Melibatkan remaja memiliki potensi untuk mengubah model pemberian
layanan kesehatan tradisional untuk menciptakan sistem kesehatan yang tanggap
terhadap remaja. Hal ini juga penting untuk memastikan pemerataan akses terlepas
dari jenis kelamin, etnis atau status sosial ekonomi (Hinton, R 2019)
2.9 Peran Bidan Dalam Penanganan Awal Kasus Mental Health pada Remaja
15
potensial, menentukan kebutuhan segera, merencanakan tindakan yang akan
dilakukan untuk menangani kasus dan melakukan evaluasi.
e. Bidan sebagai evaluator
Bidan mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada remaja dengan
masalah kesehatan mental dengan memantau apakah terdapat perubahan perilaku
pada remaja, dan apakah remaja dapat mempersiapkan diri dengan baik ketika
terjadi perubahan. Bidan mengevaluasi program - program yang telah dirancang
dan diterapkan apakah efektif dan efisien ataukan perlu perubahan.
16
BAB III
3.1 Kasus
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. A
Umur : 16 tahun
Suku : Sunda
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Melati
B. Data Subjektif
Keluhan : Pasien mengatakan saat ini sedang menstruasi hari pertama dan
merasakan nyeri hebat pada perut bagian bawah dan nyeri payudara sehingga
mengganggu aktifitasnya. Setiap menstruasi pasien merasakan nyeri padaperut bagian
bawah dan merasa mengganggu aktifitasnya. Pasien juga mengatakan bahwa sering
merasa gelisah, cemas dan mudah menangis.
1. Riwayat Kesehatan Reproduksi
Menarche : 11 tahun
Siklus/lama : tidak teratur/ 6-7 hari
Banyak/warna : 2-3 pembalut/ hari dan warna merah, encer dan agak
menggumpal
2. Riwayat Kesehatan Lalu
tidak memiliki riwayat penyakit degeneratif (hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, dll) dan riwayat penyakit menular (TBC, dll)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
17
Keluarga tidak memiliki penyakit degeneratif (hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, dll) dan penyakit menular (TBC, dll)
4. Pola Nutrisi
Makan : 2-3x/ hari (nasi 1 porsi, lauk pauk dan sayur)
Minum : ±3L/ hari
5. Pola Eliminasi
BAK : ±5-6x/ hari (kuning, jernih, tak)
BAB : 1x/ hari (kuning, lembek, tak)
6. Pola Istirahat
Tidur 7-8 jam/ hari dan jarang melakukan tidur siang
7. Pola Personal Hygiene
Mandi 2x/ hari, ganti celana dalam berbahan katun 2x/ hari dan keramas 2x/ minggu
C. Data Objektif
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. TTV : TD 110/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, Rr 20 x/menit, Suhu
36.5oC
4. BB/TB/IMT : 48 kg/ 155 cm/ 19.9
5. Pemeriksaan Fisik
Mata : Konjungtiva tidak anemia dan sklera tidak ikterik
Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening
Dada : Payudara simetris, tidak ada benjolan
Abdomen : Tidak ada massa dan terasa nyeri dibagian bawah
Ekstremitas : Tidak ada oedema
D. Analisis
Diagnosa : Nn. A dengan sindrom premenstruasi dan gangguan kecemasan
Masalah : Nyeri perut bagian bawah yang dirasa Nn. A dan rasa gelisah dan
cemas
E. Planning
1. Menyambut pasien dengan senyum, salam, sapa, sopan dan santun
2. Meminta persetujuan pada pasien sebelum melakukan tindakan
3. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien
4. Memberikan dukungan psikologis dan spiritual pada pasien dengan melibatkan
18
keluarga
5. Menjelaskan kepada pasien tentang nyeri yang dirasakan yaitu pasien mengalami
nyeri menstruasi yang disebut sindrom premenstruasi.
6. Menjelaskan hal-hal yang dapat menimbulkan nyeri menstruasi atau sindrom pre
menstruasi yang berlebihan yaitu gejala fisik yang kerap dirasakan saat sindrom pre
menstruasi adalah kram, sakit perut, sakit kepala. mual, payudara bengkak, nyeri
otot dan punggung, serta pembengkakan di tungkai tangan dan kaki. Sedangkan
gejala psikologisnya, yaitu mudah marah, kesepian, tidak konsentrasi, malas dan
sulit tidur
7. Menjelaskan pencegahan yang dilakukan untuk mengatasi dan menyembuhkan
nyeri menstruasi yaitu menghindari stres yang menimbulkan kecemasan, memiliki
pola makan yang teratur,istirahat cukup, tidak merokok,tidak meminum-minuman
keras, olahraga teratur, mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang
mengandung kafein, meningkatkan konsumsi sayur, buah, daging ikan
3.2 Pembahasan
Sindrom pre menstruasi atau yang sering dikenal dengan sindrom prahaid.
Sindrom pre menstruasi dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan berupa keluhan
dan atau beberapa gejala seperti gejala fisik, gejala perilaku dan gejala emosional yang
terjadi pada perempuan saat usia reproduksi. Sindrom prahaid biasanya akan dirasakan
pada 7-10 hari sebelum menstruasi datang dan akan menghilang setelah darah
19
menstruasi keluar dan seringkali sindrom prahaid dapat mempengaruhi aktivitas sehari-
hari (Fasha, dkk: 2020: 59). Sindrom pre menstruasi adalah sekumpulan gejala berupa
gangguan fisik dan mental, yang biasanya muncul mulai satu minggu sampai beberapa
hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang
berlangsung sampai haid. Sindrom pre menstruasi dapat menimbulkan depresi yang
terkadang dapat memunculkan perasaan ingin bunuh diri, bahkan keinginan untuk
melaksanakan kekerasan pada diri sendiri ataupun pada orang lain (Yoga, 2015: 2).
Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya
kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi.
Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi
progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa terapi progesteron kelihatan tidak
efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar progesteron pada penderita tidak menurun
secara konsisten. Bila kadar progesteron yang menurun dapat ditemukan hampir pada
semua wanita yang menderita PMS, maka dapat dipahami bahwa kekurangan hormon
ini merupakan sebab utama. Sebagian wanita yang menderita PMS terjadi penurunan
kadar progesteron dan dapat sembuh dengan penambahan progesteron, akan tetapi
banyak juga wanita yang menderita gangguan PMS hebat tapi kadar progesteronnya
normal (Brunner & Suddarth, 2013: 99).
Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena meningkatnya
kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala PMS. Terdapat banyak
teori tentang etiologi dari PMS, dan tidak ada teori atau patofisiologi yang dapat
diterima secara universal. Kenaikan estrogen dikemukakan sebagai penyebab. Satu
faktor yang memegang peranan ialah ketidakseimbangan antara estrogen dan
progesterone dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan
kadang-kadang edema.
Kecemasan merupakan salah satu gejala dari stress psikologis. Stress akan
mengaktivasi sistem saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan pengeluaran
hormon adrenalin dari bagian medulla kelenjar adrenal. Selain itu stres baik kejadian
akut maupun stres yang berlangsung terus-menerus akan mengaktifkan aksis
hipotalamus-pituitariadrenal (HPA) yang menyebabkan pengeluaran dari hormon
kortisol. Respon ini berakibat pada keterlibatan hipotalamus dan pituitari pada
beberapa siklus, salah satunya siklus menstruasi.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesehatan mental adalah keadaan sejahtera di mana individu menyadari
kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja
secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk dirinya sendiri. Faktor-
faktor yang mempengaruhi meliputi faktor dalam diri anak seperti faktor genetik,
temperamen, dan kesehatan fisik perlu diamati. Faktor dari keluarga meliputi pola asuh
orang tua serta kelekatan anak terhadap orang tua.
4.2 Saran
Dengan mengetahui dan memahami kesehatan mental remaja diharapkan kita
sebagai bidan dapat membantu meningkatkan kesehatan mental remaja, baik sebagai
edukator, konselor atau sebagai jembatan untuk mendapatkan layanan kesehatan
mental. Dan dengan ini diharapkan kerjasama multi sektoral akan lebih aktif terlibat.
21
DAFTAR PUSTAKA
Fariza, I 2021. Gangguan Mental Emosional (Gme) Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Selama
Pandemi Covid -19 Di Desa Mungkid. Universitas Muhammadiyah Magelang.
http://eprintslib.ummgl.ac.id/2833/1/17.0603.0003_BAB%20I_BAB%20II_BAB%20III_BA
B%20V_DAFTAR%20PUSTAKA%20-%20Ida%20Fariza.pdf
Kemenkes RI, 2020. Buku Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama.
https://promkes.kemkes.go.id/pub/files/files1241Pedoman_Pelayanan_Kesehatan_Jiwa%20di
%20FKTP%20[1].pdf
Laurent, G., & Taillefe, I. (2019). Understanding Ptsd And Ptsd Treatment. In National
Center For Ptsd (Pp. 1–16).
https://www.ptsd.va.gov/publications/print/understandingptsd_booklet.pdf
Nebhinani & Jain, 2019. Adolescent mental health: Issues, challenges, and solutions.
https://journals.lww.com/aips/Fulltext/2019/03010/Adolescent_Mental_Health__Issues,_Cha
llenges,_and.2.aspx
Nur Ahyani, L., & Astuti, D. (2018). Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja.
Universitas Muria Kudus.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/adolescent-mental-health
22
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response
Fasha, dkk (2020). Karakteristik Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswi Program Studi
Pendidikan Dokter Angkatan 2017 Difakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal
Kedoktran Udayana
Yoga (2015). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Premenstruasi Syndrom
Pada Remaja Putri. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume VIII No 2
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC
Nuranita (2021). Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Nn. A Dengan Sindrom Premenstruasi
Di Pesantren Guppi Samata
23