Anda di halaman 1dari 107

SKRIPSI

PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)


DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA
( Studi kasus di Desa Pantai Oa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores
Timur )

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Sebagai Persyaratan Untuk


Mendapat Gelar Sarjana Administrasi Publik

DISUSUN OLEH :

PETROSIA D. J. B. SERAN
NIM : 421 16 166

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

KUPANG

2020

1
LEMBARAN PENGESAHAN

SKRIPSI

PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)


DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

( Studi kasus di Desa Pantai Oa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten


Flores Timur )

Diajukan Oleh :

Petrosia D. J. B Seran
NIM : 421 16 166

Kupang, agustus 2020

DISETUJUI OLEH

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Marianus Kleden, M.Si Paulus A. K. L. Ratumakin,S.Fil., M.Si

Disahkan Oleh

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

Drs.Marianus Kleden, M.Si

2
MOTTO

PROSES TIDAK AKAN MENGKHIANATI HASIL, YANG

DITERIMA AKAN SETARA DENGAN YANG DIUSAHAKAN

(Ochyn Seran)

3
PERSEMBAHAN

Dengan Ketulusan dan Kerendahan Hati Saya Panjatkan Puji Syukur Kehadirat

Tuhan yang Maha Esa karena Telah Melimpahkan Kasih Karunianya yang Tak

Ternilai.

Ku persembahkan hasil karya kecilku ini kepada :

1. Bapak Yohanes Seran Berek dan mama Kristina Kedang Kwuta yang telah

melahirkan, membesarkan dan mendoakanku selama menuntut ilmu

2. Kakak adik tercinta saya Ivon Seran, Rius Seran, Ori Seran.

3. Almamaterku tercinta Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.

4
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
menyertai dan mencurahkan Roh Kudus-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa” sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Administrasi Publik. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari sempurna sebagai akibat dari keterbatasan yang ada pada diri peneliti.

Pada kesempatan ini, peneliti sampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak


yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini antara lain, yaitu:

1. Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang


2. Bapak Dekan Fisip Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
3. Bapak Drs. Frans Nyong, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Publik FISIP, UNWIRA KUPANG
4. Bapak Drs. Marianus Kleden, M.Si selaku Pembimbing I dan bapak
Paulus A. K. L. Ratumakin,S.Fil., M.Si selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis selama proses
penulisan skripsi ini
5. Bapak Apolonaris Gai, S.IP.,M.Si dan Bapak Yosep Dionisius Lamawuran,
S.Sos, M.Si selaku pembahas I dan pembahas II, yang telah meluangkan
waktu dan pikiran untuk merivisi skripsi penulis
6. Bapak Ibu Dosen yang telah membagi ilmunya secara tuntas kepada saya
selama kuliah
7. Kepala dan seluruh Staf tata usaha FISIP UNWIRA Kupang yang telah
membantu melayani segala urusan administrasi selama proses penyelesaian
skripsi ini
8. Bapak kepala Desa Pantai Oa dan perangkat desa yang telah memberikan ijin
penelitian kepada saya

5
9. Om tercinta Emanuel Rajamanu Kwuta yang telah membantu penulis baik
materi maupun moral
10. Bapak dan Ibu informan yang telah membantu memberikan data-data dan
informasi yang dibutuhkan oleh penulis
11. Sahabat yang hebat dan luar biasa Enjel Manuk, Marlin Mawar, Tina
Luruk,Mey Opa, Evi Isohone, Aranci Banfatin, Sherly Djami, Jessy Wease
12. Teman-teman seperjuangan IAP 16
13. Teman-teman yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini kakak tercinta Yonis Wolor, Nana Semat, Nana Enol,
Nana Sano, Nana Ronal, Andris Kelen, Diana, Tuti Hurung, Boby Lamawato,
Rimus Hurung, Oby Lamawato
14. Kekasih hati Sergius Oktavianus Bada Makin yang selalu mendorong dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
15. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini dan tidak dapat disebut satu persatu
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu dengan senang hati penulis mengharapkan kritik, usul dan saran dari
bapak ibu dan pembaca serta sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, Agustus 2020

Penulis

6
ABSTRAK

Penyelenggaraan pemerintahan desa yang efektif dan efisien perlu ditingkatkan


dengan lebih memperhatikan aspek hubungan masyarakat dengan pemerintah desa.
BPD sebagai wakil masyarakat yang diharapkan untuk dapat menjalankan fungsi
kontrol/pengawasan kinerja kepala desa dengan tujuan menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat serta membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa
bersama kepala desa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fungsi badan permusyawaratan desa dalam
pelaksanaan kerja pemerintah Desa Pantai Oa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten
Flores Timur yang menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik
pengambilan data menggunakan wawancara. Adapun informan dari penelitian ini
mencakup perangkat desa, BPD dan anggotanya, serta masyarakat umum dan tokoh
masyarakat. Untuk mengkaji data dari hasil penelitian ini dengan menggunakan
teknik reduksi data, analisis dan kesimpulan.
Dari hasil penelitian mengatakan bahwa pembuatan peraturan desa Pantai Oa dengan
alur pembuatan peraturan menurut permendagri No.111 Tahun 2014. Fungsi BPD
secara keseluruhan sudah cukup berjalan dengan baik walaupun dalam pelaksanaan
fungsi BPD ini terdapat beberapa masalah atau kendala seperti tidak adanya sarana
dan prasarana seperti kantor atau gedung untuk BPD sehingga aspirasi masyarakat
hanya berlangsung di kantor desa. Dilihat dari kehadirannya juga sangat minim, ada
anggota BPD yang jarang hadir di kantor sehingga fungsi BPD terkhusunya pada
fungsi kontrol atau mengawasi kinerja kepala desa terkesan belum maksimal.
Kendala-kendala dari masyarakat juga menjadi faktor penentu fungsi BPD. Adapun
faktor yang menjadi tantangan fungsi BPD itu sendiri seperti kekurangan SDM dalam
melaksanakan tupoksi sesuai dengan jabatannya masing-masing.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disarankan bahwa ketua BPD harus selalu
memperhatikan anggotanya, memberikan motivasi bagi anggota sehingga anggota
BPD jangan terkesan bekerja belum maksimal. Perlu ditingkatkan koordinasi antara
sesama anggota BPD dengan kepala desa dan aparaturnya sebagai pelaksana
pemerintahan desa, agar pelaksanaan fungsi BPD di Desa Pantai Oa dapat terlaksana
dengan optimal.
Terkait sarana dan prasarana BPD disarankan kedepannya fasilitas pelayanan BPD
lebih ditingkatkan lagi untuk menunjang kualitas BPD di Desa Pantai Oa dan
perlunya bantuan dari pihak masyarakat dalam bentuk pengawasan BPD di Desa
Pantai Oa, agar aparat desa mengerti akan tanggung jawab yang mereka kerjakan.

Kata Kunci: fungsi BPD, Pemerintahan Desa

7
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... .i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii

MOTTO ......................................................................................................... ii

PERSEMBAHAN ......................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

ABSTRAK...................................................................................................vii

DAFTAR ISI .............................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................. 1


1.2 Perumusan Masalah ......................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORITIS................................................................. 8

2.1 Konsep Implementasi....................................................... 8


2.2 Konsep Desa .................................................................... 18
2.3 Konsep BPD ..................................................................... 26
2.4 Konsep Peraturan Desa .................................................... 32
2.5 Tinjauan Tentang Aspirasi Masyarakat ........................... 33
2.6 Konsep Pengawasan......................................................... 39
2.7 Kerangka Berpikir ............................................................ 41

8
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 46

3.1 Desain Penelitian.............................................................. 46


3.2 Lokasi Penelitian .............................................................. 47
3.3 Jenis dan Sumber Data ..................................................... 47
3.4 Batasan Masalah/ Fokus Penelitian ................................. 49
3.5 Sumber Iformasi dan Pemilihan Informan ...................... 51
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................... 53
3.7 Metode Analisis Data ....................................................... 54
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN ........................................ 59

4.1 Gambaran Umum Kondisi Desa Pantai Oa ..................... 59


4.2 Visi Misi Desa Pantai Oa ................................................. 60
4.3 Profil Desa Pantai Oa ................................................... 62
4.4 Kelembagaan Desa Pantai Oa ...................................... 63
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 66

5.1 Hasil Penelitian ................................................................ 66


BAB VI PENUTUP ...................................................................................... 76

6.1 Kesimpulan ...................................................................... .76


6.2 Saran ................................................................................. .77
Daftar Pustaka ................................................................................................ .78

9
Lampiran Pedoman Wawancara

DAFTAR TABEL

TABEL (1) ......................................................................................................72

TABEL (2)........................................................................................................73

TABEL (3) .......................................................................................................74

TABEL (4)........................................................................................................75

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR(1)....................................................................................................49

10
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Desa adalah susunan tingkatan pemerintahan terendah yang dihuni oleh

sekelompok masyarakat yang berkuasa dengan memiliki tradisi dan budaya yang

sama.

Dalam pengertian desa menurut Undang-undang No 6 Tahun 2014

menyebutkan bahwadesa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,

dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada pasal 18 disebutkan kewenangan desa

meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan

pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan

masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat

desa.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 juga menyebutkan bahwa

pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

11
Republik Indonesia. Pemerintah desa adalah Kepala Desa atau yang disebut

dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan desa. Penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan asas

kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan, tertib kepentingan umum,

keterbukaan, profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan

local, keberagaman, dan partisipatif.

Bentuk pemerintahan desa terdiri atas pemerintah Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa dimana pemerintah desa terdiri atas Kepala Desa dan

perangkat desa (sekdes, bendaharawan desa, kepala seksi dan kepala dusun)

sedangkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sesuai pasal 104 UU Desa

adalah wakil penduduk desa yang dipilih dari dan oleh penduduk desa yang

mempunyai fungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa dan

mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa. Berkaitan dengan

penyelenggaraan pemerintahan desa dan menggerakan masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pembangunan fisik desa dan penyelenggaraan administrasi

desa, maka setiap keputusan yang diambil harus berdasarkan atas musyawarah

desa untuk mencapai keputusan bersama.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut nama lain adalah

lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil

dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara

demokratis untuk mengatur kepentingan masyarakat. Dengan demikian, pengisian

anggota BPD dapat diproses melalui pemilihan secara langsung dan atau melalui

12
musyawarah perwakilan. Hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan

kesepakatan masyarakat di Desa masing-masing.BPD merupakan lembaga

perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, dan dianggap

sebagai perlemennya desa yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat, dapat membuat Rancangan Peraturan desa yang bersama-

sama dengan kepala desa dan ditetapkan menjadi peraturan desa. BPD juga

sebagai lembaga yudikatif yang memiliki tugas sebagai pengawal jalannya

peraturan Desa serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Pembahasan mengenai BPD dalam Undang-undang yang berlaku sekarang

adalah UU RI Nomor 6 Tahun 2014 yang terdapat dalam (pasal 55) dijelaskan

bahwa BPD mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu membahas dan menyepakati

rancangan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat desa, serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa. BPD

juga bisa menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan, baik secara berturut turut

maupun tidak berturut-turut. Kemudian pada pasal 61 dijelaskan bahwa BPD

mempunyai hak untuk mengawasi dan meminta keterangan tentang

penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah desa, menyatakan

pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan

desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa, serta

mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa. Sedangkan pada pasal 62 bahwa anggota BPD

berhak mengajukan unsur rancangan peraturan desa, mengajukan pertanyaan,

13
menyampaikan usul dan/atau pendapat, memilih dan dipilih dan mendapat

tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Dengan mengacu pada tugas, fungsi dan hak BPD tersebut di atas, maka

dalam penelitian awal yang dilakukan penulis di Kantor Desa Pantai Oa, ada

beberapapermasalahan yang ditemukan berkaitan dengan pelaksanaan fungsi

BadanPermusyawaratan Desa. Pertama, lemahnya pengorganisasian. Sebagai

sebuah lembaga, BPD tidak ditemukan struktur organisasinya.Tidak ada struktur

organisasi ini menyebabkan BPD kurang mengatur para anggotanya, sehingga

para anggota BPD terkesan belum optimal dalam bekerja. Dalam membahas

rancangan peraturan desa, ada beberapa anggota BPDkurang memiliki

kemampuan yang diinginkan, seperti kemampuan dalam menyususun peraturan

desa sehingga rancangan peraturan desa lebih banyak berasal dari kepala desa dan

ketua BPD dan beberapa anggota yang mengerti tentang hal tersebut. seharusnya

anggota BPD memiliki kemampuan dalam bidang legal drafting. Kedua,

ketiadaan sekretariatan BPD dalam pelaksanaan kegiatan menampung aspirasi

masyarakat. Fungsi BPD juga sangat lemah karena secara kelembagaan BPD

tidak di dukung oleh sekretariat. Ketiadaan kesekretariatan menyebabkan BPD

tidak dikelolah secara baik sebagai sebuah lembaga. Biasanya BPD menggunakan

kantor desa sebagai tempat saat menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat. Ketiga, BPD kurang aktif dalam kegiatan pemerintahan.BPD di Desa

Pantai Oa, berdasarkan pengamatan dalam aktivitas harian, ada anggota yang

jarang hadir di kantor desa begitupula dengan ketuanya. karena mayoritas

14
masyarakat di desa Pantai Oa ini sebagian besar adalah petani sehingga sulit bagi

mereka dalam membagi waktu. Kehadiran mereka hanya pada saat ada kegiatan

resmi hal tersebut mempengaruhi fungsi BPD dalam pengawasan terhadap kinerja

kepala desa di Desa Pantai Oa. Dalam hal pengawasan banyak anggota BPD juga

belum paham soal itu sehingga mereka kebanyakan hanya melakukan

pengawasan saat pembangunan fisik saja.

Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

tertarik untuk mengkaji permasalahan-permasalahan tersebut dengan melakukan

penelitian tentang ”pelaksanaan fungsi badan permusyaratan desa (BPD)

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa (studi kasus di Desa Pantai Oa

Kecamatan Wulanggitang Kabupaten Flores Timur)”.

15
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjalankan fungsinya

dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa di Desa Pantai Oa Kecamatan

Wulanggitang Kabupaten Flores Timur?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menjadi tantangan bagi Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) menjalankan fungsinya dalam penyelenggaraan

pemerintahan Desa di Desa Pantai Oa Kecamatan Wulanggitang Kabupaten

Flores Timur?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Bagaimana Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

menjalankan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa di Desa

Pantai Oa Kecamatan Wulanggitang Kabupaten Flores Timur.

2. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menjadi

tantangan bagi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjalankan fungsinya

dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa di Desa Pantai Oa Kecamatan

Wulanggitang Kabupaten Flores Timur.

16
1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

a. Meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisa situasi dan kondisi

penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan fakta, data dan informasi yang

dihadapi dalam masa penelitian.

b. Memberikan tambahan wawasan yang lebih komperhensif terkait faktor-

faktor yang mempengaruhi implementasi fungsi Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) di Desa khususnya Desa Pantai Oa Kecamatan Wulanggitang

Kabupaten Flores Timur.

2. Bagi Akademik

a. Memberikan kontribusi yang dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan

pembanding dalam pembahasan dan pengkajian ilmu pengetahuan demi

kemajuan dan mengoptimalkan fungsi Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) sehingga dapat mencapai sasaran yaitu meningkatkan

penyelenggaraan pemerintahan Desa yang baik.

b. Para akademisi dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan

tambahan untuk proses pembelajaran menambah wawasan dan informasi

berkenaan dengan tugas, fungsi dan faktor – faktor yang mempengaruhi

fungsi Badan Permusyawaratan Desa(BPD) sebagai acuan dalam

penelitian berikutnya.

17
3. Bagi Praktisi

a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan yang dapat membantu

Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengevaluasi

fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) guna meningkatkan

efektivitas lembaga tersebut dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Pantai Oa Kecamatan Wulanggitang Kabupaten Flores Timur

18
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Konsep Implementasi

2.1.1 Pengertian Implementasi

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah

rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi

biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna.Menurut

Prana Wastra, implementasi merupakan sebuah aktivitas yang dikerjakan karena

adanya kebijaksanaan yang disusun sebelumnya, meliputi kebutuhan apa saja

yang diperlukan, siapa pelaksana, kapan pelaksanaan, serta kapan akan

diselesaikan target implementasi itu sendiri. Semua itu sudah direncanakan pada

awal waktunya.Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada

aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem, implementasi

bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan terencana dan untuk mencapai tujuan

kegiatan.

Dari pengertian diatas memperlihatkan bahwa kata implementasi

bermuara pada mekanisme suatu system. Berdasarkan pendapat para ahli diatas

maka dapat disimpulkan implementasi adalah suatu kegiatan yang terencana,

bukan hanya suatu aktivitas dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan

acuan norma-norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan

19
tersebut.Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan – tujuan

yang telah ditetapakan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk

mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta

berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang

telah diputuskan sebelumnya.

Implementasi pada hakiatnya juga upaya pemahaman apa yang

seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi kebijakan

tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan

kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi,

dan sosial.

Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan

keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni: Tahapan

pengesahan peraturan perundangan; Pelaksanaan keputusan oleh instansi

pelaksana; Kesedian kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan; Dampak

keputusan baik yang dikehendaki atau tidak; Dampak keputusan sebagaimana

diharapakan instansi pelaksana Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan

perundangan.

Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal

penting yakni: Penyiapan sumber daya,unit, metode; Penerjemahan kebijakan

menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan; Penyediaan

20
layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin. Mengacu pada pengertian

implementasi tersebut, adapun beberapa tujuan implementasi adalah sebagai

berikut;

1. Tujuan utama implementasi adalah untuk melaksanakan rencana yang

telah disusun dengan cermat, baik individu maupun kelompok.

2. Untuk menguji serta mendokumentasikan suatu prosedur dalam

penrapan rencana atau kebijakan.

3. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai didalam

perencanaan atau kebijakan yang telah dirancang.

4. Untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam menerapkan suatu

kebijakan atau rencana sesuai dengan yang diharapkan.

5. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu kebijakan atau rencana

yang telah dirancang demi perbaikan atau peningkatan mutu.

2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik

Perumusan dan pembuatan kebijakan tidak berakhir setelah kebijakan

tersebut disetujui dan disepakati. Aanderson (1975) dalam Parsons

(2008:464) menyatakankebijakan dibuat saat sedang diatur dan diatur saat

sedang dibuat.Sebuah kebijakan publik, jika hanya ada wacana dan

rencana saja tanpa adanya tindakan pemerintah untuk mewujudkannya,

21
maka hal itu sia-sia direncanakan. Suatutindakan pemerintah baru

dikatakan sebagai suatu kebijakan apabila tindakan tersebut dilaksanakan,

bukan hanya suatu keinginan semata. Suatu keinginan saja yang belum

dilakukan pemerintah belum dapat dianggap sebagai kebijakan.

Pelaksanaan kebijakan tersebutlah yang kemudian disebut sebagai

implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan pada

umumnyaPerumusan dan pembuatan kebijakan tidak berakhir setelah

kebijakan tersebut disetujui dan disepakati.

Aanderson (1975) dalam Parsons (2008:464) menyatakankebijakan

dibuat saat sedang diatur dan diatur saat sedang dibuat. Sebuah kebijakan

publik, jika hanya ada wacana dan rencana saja tanpa adanya tindakan

pemerintah untuk mewujudkannya, maka hal itu sia-sia direncanakan.

Suatutindakan pemerintah baru dikatakan sebagai suatu kebijakan apabila

tindakan tersebut dilaksanakan, bukan hanya suatu keinginan semata.

Suatu keinginan saja yang belum dilakukan pemerintah belum dapat

dianggap sebagai kebijakan. Pelaksanaan kebijakan tersebutlah yang

kemudian disebut sebagai implementasi kebijakan. Implementasi

kebijakan pada umumnyamemang lebih sulit darisekadarmerumuskannya

sehingga tidak semua kebijakan berhasil diimplementasikan.

Setelah melewati dari tahapan kebijakan publik, maka implementasi

adalah salah satu tahapan penting dalam kebijakan publik. Jika kebijakan

22
tanpa ada implementasi, hal tersebut tidak akan ada efeknya bagi

masyarakat. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya

policy maker untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar

bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran

(Subarsono, 2010:87). Kamus Webster (Wahab, 2005:64) merumuskan

implementasi secara pendek bahwa yaitu to

implement(mengimplementasikan)berartito provide the means for carrying

out; (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu).

Menurut Metter dan Horn (1975) dalam Wahab (2005:65) dan dalam

dalam Agustino (2006:139) merumuskan proses implementasi

sebagai:Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu

atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta

yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan

dalam keputusan kebijaksanaan.

Sedangkan Meter dan Horn (1975) dalam Parsons (2008:463)

mengungkapkan,Problem implementasi diasumsikan sebagai sebuah

deretan keputusan dan interaksi sehari-hari yang tidak terlalu perlu

mendapat perhatian dari para sarjana yang mempelajari politik.

Implementasi dianggap sederhana – meskianggapan Sedangkan Meter

dan Horn (1975) dalam Parsons (2008:463) mengungkapkan,Problem

23
implementasi diasumsikan sebagai sebuah deretan keputusan dan interaksi

sehari-hari yang tidak terlalu perlu mendapat perhatian dari para sarjana

yang mempelajari politik. Implementasi dianggap sederhana –

meskianggapanini menyesatkan.

Dengan kata lain, kelihatannya tidak mengandung isu-isu besar.

Jenkins (1978) dalam Parsons (2008:463) mengatakan bahwa,Studi

implementasi adalah studi perubahan: bagaimana perubahan terjadi,

bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Ia merupakan studi

tentang mikrostruktur dari kehidupan politik; bagaimana organisasi diluar

dan didalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi

satu sama lain; apa motivasi-motivasi mereka bertindak seperti itu, dan

apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak

secaraberbeda.

Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation

and Public Policy mendefiniskan implementasi kebijakan sebagai

(Agustino, 2008:139):Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,

bisaanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk

perintah- perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau

keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut

mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara

24
tugas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk

menstrkturkan atau mengatur proses implementasinya.

Lester dan Steward dalam Winarno (2012:147):Implementasi kebijakan

dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses

kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi

dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang

dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-

sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-

tujuan kebijakan atauprogram-program.

2.1.3 Teori Implementasi

1. Teori George C. Edwar

Menurut Edward ada empat variabel yang mempengaruhi sebuah

implmentasi;

a. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan masyarakat agar implementor

mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan

sasaran harus ditransmisikan ke kelompok sasaran.

25
b. Sumber daya

Tanpa sumberdaya yang baik sebuah implementasi tidak akan berjalan

efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia,

misalnya kompetensi implementor dan sumberdaya financial.

c. Disposisi

Watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor.

d. Struktur Birokrasi

Merupakan susunan komponen (unit-unit) kerja dalam organisasi yang

menunjukan adanya pembagian kerja serta adanaya kejelasan

bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda

diintegrasikan atau dikoordinasiakan, selain itu struktur organisasi juga

menunjukan spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian

laporan.

2. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Menurut Van Horn dan Van Metter ada beberapa variable yang

mempengaruhi proses implementasi.

a. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat

direalisir apabila standar dan sasaran kabur

26
b. Sumberdaya, dimana implementasi perlu dukungan sumberdaya, baik

sumberdaya manusia maupun sumberdaya non manusia

c. Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup struktur birokrasi, norma-

norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang

semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

d. Kondisi sosial ekonomi dan politik, variable ini mencakup sumberdaya

ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi

program.

e. Disposisi implementor, yang mencakup respon implementor terhadap

kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk mempengaruhi

kebijakan, intensitas disposisi implementor yaitu prefrensi nilai yang

dimiliki oleh implementor

4. Teori Charles O. Jones

Menurut Charles ada tiga aktivitas yang ada dalam sebuah implementasi

program yaitu;

a. Pengorganisasian, pelaksana kebijakan yang mencakup pembentukan

atau penataan kembali sumberdaya, unit – unit serta metode untuk

jadikan program berjalan.

27
b. Interpretasi para pelaksana, aktivitas pelaksana kebijakan yang

menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat

dan dapat diterima serta dilaksanakan dengan tepat.

c. Aplikasi atau penerapan, para pelaksana kebijakan yang mencakup

ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang

disesuaikan dengan tujuan dan perlengkapan program dari kebijakan

publik yang telah ditentukan.

2.1.4 Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa

Implementasi dalam arti harafia adalah pelaksanaan. Syahyadi, (2014)

dalam penelitiannya menjelaskan implementasi dapat diartikan sebagai suatu

usaha atau kegiatan berkesinambungan yang dilakukan untuk mewujudkan

rencana atau program menjadi kenyataan. Secara garis besar, implementasi

dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan menurut rencana untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Menurut Teori Implementasi Edward III yang sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Satria Mentari Tubel (2014) menjelaskan

bahwa ada empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses

implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana

dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor

tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kegiatan.

28
2.2 Konsep Desa

2.2.1 Pengertian Desa

Desa adalah susunan tingkatan pemerintahan terendah yang dihuni oleh

sekelompok masyarakat yang berkuasa dengan memiliki tradisi dan budaya yang

sama.

Dalam pengertian desa menurut Undang-undang No 6 Tahun 2014

menyebutkan bahwadesa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada pasal

18 disebutkan kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang

penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,

pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa

berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa.

Bintarto (1983:2) mengatakan bahwa “desa adalah suatu hasil

perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya”.

Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi

yang ditimbulkan oleh unsure-unsur fisiografi, sosial,ekonomi,politik dan

cultural saling berinteraksi antar unsure-unsur tersebut dan juga dalam

hubungan dengan daerah-daerah lain. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo,

29
desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu

masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri ( Khairudin

Hidayat, 1992:3).

Desa menurut H.A.W. Widjaja (2003 : 3) dalam bukunya yang

berjudul “Otonomi Desa” bahwa : Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat

Hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat

istimewa. Landasan pemikiran yang mengenai pemerintah desa adalah

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan

masyarakat.

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-

usul desa dan kondisi sosial masyarakat setempat.pembentukan desa dapat

berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang berdekatan, atau

pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih atau pembentukan desa

di luar desa yang telah ada.Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya

menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah desa bersama BPD

dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat.

Desa yang berubah menjadi kelurahan, lurah dan perangkatnya diisi

dari pegawai negeri sipil dan kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan

dikelolah oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat

setempat.Dalam wilaya desa dapat dibagi atas dusun yang merupakan bagian

30
wilayah kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan peraturan desa.Desa

bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari

perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari

perangkat daerah.

Secara umum, dalam kehidupan masyarakat di pedesaan dapat dilihat

dari beberapa karakteristik yang dimiliki, sebagaimana dikemukakan oleh

Roucek dan Warren (1963 :78) sebagai berikut :

a. Mereka memiliki sifat yang homogeny dalam hal mata pencaharian

nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku

b. Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai

unit ekonomi. Artinya semua anggota keluarga bersama-sama

terlibat dalam kegiatan pertanian ataupun mencari nafkah guna

memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dalam memecahkan

suatu masalah, keluarga cukup memeinkan peranan penting dalam

pengambilan keputusan final

c. Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada

misalnya keterkaitan anggota masyarakat dengan tanayh atau desa

kelahirannya.

d. Hubungan sesama anggota masyarakat lebih akrab daripada

masyarakat kota.

31
2.2.2 Pengertian Pemerintah Desa

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain

dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain.

Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan Desa, melaksanakan

pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan

masyarakat Desa. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kepala Desa mempunyai

wewenang, hak, dan kewajiban sebagai berikut :

1. Wewenang Kepala Desa :

 Memimpin penyelenggaraan pmerintahan Desa berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan bersama BPD

 Mengajukan rancangan peraturan Desa

 Menetapkan peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan

bersama BPD

 Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan Desa mengenai

APBDesa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD

 Membina kehidupan masyarakat Desa

 Membina perekonomian Desa

 Mengoordinasikan pembangunan Desa secara partisipatif

32
 Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat

menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

 Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

2. Hak Kepala Desa

 Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah Desa

 Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan Desa

 Menerima penghasilan tetap setiap bulan,tunjangan, dan

penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan

 Mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang

dilaksanakan

 Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya

kepada perangkat Desa

3. Kewajiban Kepala Desa

 Memegang tegu dan mengamalkan pancasila, melaksanakan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika

 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa

 Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa

33
 Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan

 Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender

 Melaksanakan prinsip tata pemerintahan Desa yang akuntabel,

transparan, efektif dan efisien, bersih serta bebas dari kolusi,

korupsi, dan nepotisme

 Menjalin kerjasama dan koordinasi dengan seluru pemangku

kepentingan di Desa

 Menyelenggarakan administrasi pemerintahan Desa yang baik

 Mengelola keuangan dan Aset Desa

 Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Desa

 Menyelesaikan perselisian masyarakat di Desa

 Mengembangkan perekonomian masyarakat Desa

 Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa

 Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di

Desa

 Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan

lingkungan hidup

 Memberikan informasi kepada masyarakat Desa. Dalam

melaksanakan tugas kewenangan, hak dan kewajiban

sebagaimana yang dimaksud uraian diatas, Kepala Desa wajib :

34
 Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa

setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota

 Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa

pada akhir masa jabatan kepada bupati/walikota

 Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan

secara tertulis kepada badan permusyawaratan Desa setiap akhir

tahun anggaran

 Memberikanatau menyebarkan informasi penyelenggaraan

pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap

akhir tahun anggaran

2.2.3 Pengertian Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa merupakan suatu kegiatan dalam rangka

penyelenggaraan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa yaitu

kepala desa dan perangkat desa. Pemerintahan Desa menurut HAW. Widjaja

(2003: 3) dalam bukunya “Otonomi Desa” bahwa : “Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa merupakan penyelenggaraan Pemerintah, sehingga Desa

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab kepada Badan

Permusyawaratan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tersebut

kepada Bupati”. Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan

35
bahwa Pemerintahan desa adalah kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan

yang dilaksanakan oleh pemerintah desa yaitu kepala desa dan perangkat desa.

Pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa dan Badan

Permusyawaratan Desa. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan

perangkat desa. kewenangan desa khusus berhubungan dengan urusan

pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa antara lain

merupakan peraturan desa, memilih pimpinan pemerintahan desa, memiliki

kekayaan sendiri, menggali dan menetapkan sumber-sumber pendapatan desa,

menyelenggarakan gotong-royong dan sebagainya. Penyelenggaraan urusan

pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), bantuan pemerintah, dan bantuan

pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang

diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah ( APBD). Sumber Pendapatan Desa antara lain :

a. Pendapatan Asli Desa, antara lain hasil usaha desa,hasil kekayaan

desa( seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa ), hasil

swadaya dan partisipasi, hasil gotong-royong.

b. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota bagian dari dana

perimbangan keuangan pusat dan daerah.

36
c. Bantuan keuangan daerah pemerintah, pemerintah provinsi, dan

pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan.

d. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak memikat.

APBDes terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa dan

pembiayaan. Rancangan APBDes dibahas dalam musyawarah

perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD

menetapkan APBDes

Dari rumusan tersebut, maka pemerintah dapat diartikan sebagai

Badan atau Lembaga yang mempunyai kekuasaan mengatur dan memerintah

suatu daerah.

2.2.4 Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

a. Penyelenggaraan pemerintahan Desa diselenggarakan oleh pemerintah

Desa berdasarkan asas-asas sebagai berikut :

1. Kepastian hokum

2. Tertib penyelenggaraan pemerintahan

3. Tertib kepentingan umum

4. Efektivitas dan efisiensi

5. Proporsionalitas

6. Kearifan local

7. Keberagaman

37
8. Partisipatif

9. Profesionalitas

10. Akuntabilitas

11. Keterbukaan

b. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa tedapat muatan materi

peraturan desa sebagai berikut :

1. Muatan materi yang tertuang dalam peraturan Desa antara lain:

 Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersipat mengatur

 Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan

masyarakat Desa

 Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa

dan masyarakat Desa

2. Materi peraturan Desa dapat memuat masalah-masalah yang

berkembang di Desa yang perlu pengaturannya

3. Semua materi peraturan Desa tidak bole bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

2.3 Konsep Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

2.3.1 Pengertian BPD

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan

demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, dimana demokrasi yang

dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

38
pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang

diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya.

Dalam Pemerintahan Desa BPD dapat dianggap sebagai "parlemen"-nya Desa

karena memiliki peran sebagai pembuat dan pengesah peraturan desa. BPD

mempunyai kedudukan sejajar dengan pemerintah desa (kepala desa) dengan

kata lain BPD dan Pemerintah Desa merupakan mitra yang saling bekerja sama

dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa, maka disini terjadi

mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan

desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat

(UU No. 6 Tahun 2014 pasal 55). Dalam melaksanakan perannya sebagai sarana

yang melancarkan keputusan kolektif di desa, maka BPD mampu menyalurkan

aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa agar nantinya setiap keputusan–

keputusan yang diambil merupakan kesepakatan bersama dan sesuai dengan

harapan dan keinginan masyarakat.

2.3.2 Persyaratan Calon Anggota BPD

Berdasarkan UU RI No.6 2014 pasal 56, menyatakan anggota BPD

merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang

39
pengisiannya dilakukan secara demokratis, masa keanggotaan BPD selama 6

(enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji, dan anggota BPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan

paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Adapun peryaratan calon anggota BPD sebagai berikut:

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Memegang teguh dan mengamalkan pancasiala, melaksanakan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Republik

Indonesia Dan Bhineka Tunggal Ika

c. Berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah

menikah

d. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau

sederajat

e. Bukan sebagai perangkat pemerintah Desa

f. Bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD

g. Wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis.

Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masayarakat desa, masing-

masing unsur Pemerintah Desa dan BPD dapat menjalankan fungsinya dengan

mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Oleh karena itu hubungan yang

40
bersifat kemitraan antara BPD dengan Pemerintah Desa harus didasari pada filosofi

antara lain :

a. Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra

b. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai

c. Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan

d. Adanya prinsip saling menghormati (Wasistiono 2006:36).

2.3.3 Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

BPD sangat diharapakan oleh masyarakat Desa, karena dengan adanya

lembaga tersebut semua aspirasi dan kehendak masyarakat akan tersalurkan.

Oleh sebab itu, setiap individu yang terpilih menjadi anggota BPD harus mampu

mewakili masing-masing daerah yang memilihnya. Untuk dapat menjalankan

fungsi sebagai anggota BPD dengan sebaik-baiknya BPD mempunyai 3(tiga)

fungsi Berdasarkan pasal 55 UU Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Badan

Permusyawaratan Desa, diamanatkan bahwa Fungsi Badan Permusyawaratan

Desa yaitu :

a. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan Desa bersama kepala

Desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan

c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

41
2.3.4 Tugas Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Berdasarkan pasal 32 Peraturan Menteri dalam Negeri Republik

Indonesia Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa,

diamanatkan bahwa Tugas Badan Permusyawaratan Desa yaitu :

a. Menggali aspirasi masyarakat;

b. Menampung aspirasi masyarakat;

c. Mengelola aspirasi masyarakat;

d. Menyalurkan aspirasi masyarakat;

e. Menyelenggarakan musyawarah BPD;

f. Menyelenggarakan musyawarah Desa;

g. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;

h. Menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untukpemilihan Kepala

Desa antarwaktu;

i. Membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama

Kepala Desa;

j. Melaksanakan pengawasan terhadap kinerja KepalaDesa;

k. Melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan

Pemerintahan Desa;

l. Menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa

dan lembaga Desa lainnya; dan

42
m. Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan.

2.3.5 Hak dan Kewajiban BPD

Dalam Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2014 Pasal 61, bahwa BPD

mempunyai hak yaitu :

a. Mengawasi dan Meminta keterangan tentang penyelenggaraan

pemerintahan desa kepada Pemerintah Desa.

b. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan desa,

pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa,

dan pemberdayaan masyarakat desa dan

c. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari

anggaran pendapatan dan Belanja Desa.

Kemudian pasal 62 bahwa Anggota BPD juga mempunyai hak yaitu :

a. Mengajukan usul rancangan peraturan desa

b. Mengajukan pertanyaan

c. Menyampaikan usul dan pendapat

d. Memilih dan dipilih

e. Mendapat tunjangandari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Selain hak, anggota BPD juga mempunyai kewajiban yaitu :

43
a. Mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan

perundang-undangan.

b. Melaksanakan kehidupan Demokrasi dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Desa.

c. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat Desa.

d. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,

kelompok dan atau golongan.

e. Menghormati nilai sosial budaya dan adat itiadat masyarakat Desa

dan

f. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga

kemasyarakatan Desa.

Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan

berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan menurut

Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang desa, sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota

BPD sebanyak 5 (lima) orang.

b. Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa,

jumlah anggota BPD sebanyak 7 (tujuh) orang.

44
c. Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa,

jumlah anggota BPD sebanyak 9 (Sembilan) orang.

d. Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa,

jumlah anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang.

e. Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD

sebanyak (tiga belas) orang.

Jumlah anggota Badan Permusyaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah

penduduk desa yang bersangkutan. Anggota BPD dipilih dari calon-calon yang

diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi social-politik, golongan profesi dan

unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan :

a. Mengayomi, yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan

berkembang di desa yang bersangkutan, sepanjang menunjang

kelangsungan pembangunan.

b. Legalisis, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan

desa bersama-sama Pemerintah Desa.

c. Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanana

peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)

serta Keputusan Kepala Desa.

d. Menampung aspirasi yang diterima dari masyarakat dan menyalurkan

kepada pejabat instansi yang berwenang (Widjaja 2001:13).

45
2.3.6 Peran BPD dalam musyawarah Desa

Peran BPD adalah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

musyawarah Desa. Tanggung jawab itu mencankup tahap persiapan, pelaksanaan

dan pasca musyawarah desa (musdes) :

a. Tahap persiapan, BPD bertanggung jawab memastikan kelompok-

kelompok masyarakat melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat

secara partisipatif. Hasil pemetaan kebutuhan inilah yang akan

menjadi bahan dalam menetapkan prioritas belanja Desa. BPD

bersama masyarakat juga melakukan penilaian terhadap hasil

pembangunan yang di jadikan bahan pembahasan musyawarah Desa

b. Tahap pelaksanaan, BPD memimpin penyelenggaraan musyawarah

Desa

c. Tahap setelah Musdes, BPD memastikan prioritas belanja yang

ditetapkan Musdes dan rekomendasi berdasarkan kegiatan tahun

sebelumnya dilaksanakan oleh pemerintah Desa.

2.4 Konsep Peraturan Desa

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

kepala desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa(

BPD). Rancangan peraturan desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan

masyarakat desa berhak memberikan masukan terhadap rancangan peraturan desa.

Adapun tata cara penyusunan peraturan desa telah diatur dalam Permendagri Nomor

46
111 Tahun 2014 tentang pedoman teknis peraturan di desa. Berikut perbedaan antara

peraturan yang diprakarsai oleh kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD).

a. Penyusunan peraturan desa yang diprakarsai oleh kepala desa

 Rancangan peraturan desa yang telah disusun, wajib


dikonsultasikan kepada masyarakat desa

 Rancangan peraturan desa dapat dikonsultasikan kepada camat


untuk mendapatkan masukan

 Konsultasi diutamakan kepada masyarakat atau kelompok


masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi
pengaturan

 Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan pemerintah


desa untuk tindak lanjut proses penyusunan rancangan peraturan
desa

 Rancangan peraturan desa yang telah dikonsulatsikan disampaikan


kepala desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.

b. Penyusunan peraturan desa yang diprakarsai oleh BPD

BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan peraturan

desa, kecuali untuk rancangan peraturan desa tentang rencana

Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), rancangan

peraturan desa tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes),

rancangan peraturan desa tentang APBDesa dan rancangan peraturan

47
desa laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa (

APBDes). Rancangan peraturan desa dapat diusulkan oleh anggota

BPD kepada pimpinan BPD untuk ditetapkan sebagai rancangan

peraturan desa usulan BPD.

2.5 Tinjauan Tentang Aspirasi Masyarakat

2.5.1 Konsep Aspirasi, Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat

Konsep keinginan menurut Amiruddin (2003: 36), adalah suatu tambahan

atas kebutuhan yang diharapkan dapat dipenuhi sehingga manusia tersebut

merasa lebih puas. Namun jika keinginan tidak di penuhi maka sesungguhnya

kesejahtraan tidak berkurang. Untuk membedakan antara kebutuhan dan

keinginan, harus dilihat dari fungsi dan tingkat urgensinya, sesuatu dikatakan

sebagai keinginan jika sudah merupakan tambahan atas fungsi utamanya.

Kebutuhan menurut Dwiyanto dkk (2003: 115) adalah suatu rasa baik itu

dalam bentuk produk, jasa, pelayanan, kesenangan dan lain sebagainya yang

wajib untuk bisa didapatkan oleh manusia sehingga dapat mencapai kesejahtraan.

Bila diantara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa

tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada

karna tampa itu hidup menjadi tidak sejahtera atau kurang sejahtera.

Aspirasi menurut Purwoko (2008: 35) secara definitive mengandung 2

(dua) pengertian, aspirasi di tingkat ide dan aspirasi di tingkat peran structural.

48
Di tingkat ide, konsep aspirasi berarti sejumlah gagasan verbal dari lapisan

masyarakat manapun dalam suatu forum formalitas atau non formalitas yang

dituangkan dalam bentuk usulan, kritikan, pengaduan yang di sampaikan kepada

kelompok pengurus kepentingan. berikut ini penjelasannya:

a. Usulan

Usulan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBSI) berasal dari

kata usul yang artinya anjuran atau pendapat. Berdasarkan pengertian

tersebut dapat di tarik kesimpulan usulan adalah anjuran atau

pendapat seseorang yang di kemukakan secara langsung atau tidak

langsung. Usulan masyarakat adalah anjuran atau pendapat dari

masyarakat yang disampaikan kepada lembaga yang berwenang.

Dalam cakupan desa yang di beri wewenang untuk menerima usulan

masuarakat adalah Lembaga BPD.

b. Kritikan

Kritikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan

pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan

sebagainya. Dalam cakupan masyarakat desa, kritikan berarti

kecaman atau tanggapan masyarakat desa terhadap segala yang terjadi

di desa.

49
c. Pengaduan

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengaduan diartikan

dalam tiga bentuk yakni: 1. penyabungan; 2. proses, cara, perbuatan

mengadu; 3. ungkapan rasa tidak senang atau tidak puas akan hal-hal

yang tidak begitu penting, tetapi perlu diperhatikan;. Arti pengaduan

yang relevan dengan judul penelitian ini adalah ungkapan rasa tidak

senang atau tidak puas akan hal-hal yang tidak begitu penting akan

tetapi perlu di perhatikan. Dalam cakupan masyarakat desa pengaduan

berarti ungkapan tidak senang atau tidak puas dari masyarakat desa

kepada pemerintahan desa atas hal-hal tidak begitu penting tapi perlu

diperhatikan.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis mengambil kesimpulan, konsep

aspirasi masyarakat adalah sebuah gagasan yang berasal dari masyarakat yang

ditampung dalam forum resmi ataupun non resmi yang berupa keinginan dan

kebutuhan masyarakat. Disampaikan dalam bentuk usulan, kritikan, pengaduan

kepada lembaga atau instansi yang bertanggungjawab menampung aspirasi.

Lembaga yang bertanggungjawab menanmpung aspirasi masyarakat di tingkat

desa adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang telah di beri wewenang dan

tanggung jawab oleh Undang-Undang Nomer 6 Tahun 2014, salah satunya untuk

menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat. Dengan kata lain, lembaga BPD

50
bertanggung jawab untuk menampung kritikan, usulan, pengaduan yang tersusun

dalam ide ataupun gagasan dari masyarakat.

1. Penyerapan Aspirasi Masyarakat

Dalam Negara yang menganut sistem demokrasi, kewenangan

tertinggi ada pada rakyat, Aspirasi masarakat harus menjadi asal dari segala

kebijakan yang di buat. Mengingat pentingnya aspirasi masyarakat dalam

Negara demokrasi, lembaga yang diberi amanat oleh Negara untuk menyerap

aspirasi seperti DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota dan

BPD dituntut harus lebih aktif dan efektif menyerap aspirasi masyarakat.

Dalam hal menampung aspirasi masyarakat, Banyak metode yang efektif

dilakukan lembaga legislatif. missalnya DPR RI, dalam menampung aspirasi

masyarakat secara langsung DPR RI melakukan banyak metode yang efektif

untuk menampung aspirasi masyarakat. Metode atau cara tersebut

diantaranya:

a. Mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)

b. Melakukan kunjungan kerja

c. Menyelenggarakan seminar

Berdasarkan alasan tersebut, metode yang efektif diterapkan BPD untuk

mendukung kinerjanya dalam menampung aspirasi masyarakat desa antara lain:

51
1. Menyelenggarakan Musyawarah Desa (MUSDES)

Musyawarah Desa merupakan ajang yang di siapkan oleh Negara untuk

merealisasikan demokrasi di Desa. Hal ini tercantum dalam Undang Undang

Nomer 6 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa musyawarah desa minimal

dilakukan sekali dalam satu tahun. Selanjutnya di jelaskan bahwa musyawarah

desa di selenggarakan oleh BPD dengan pesertanya terdiri dari anggota BPD,

pemerintah desa, dan perwakilan dari setiap kelompok masyarakat Desa.

Musyawarah desa merupakan forum resmi bagi masyarakat untuk

menyampaikan aspirasi mereka. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

bertanggung jawab untuk menyelenggarakan Musyawarah Desa, berkewajiban

mengundang seluruh elemen masyarakat yang ada di desa. Mulai dari tokoh

masyarakat, tokoh agama, keterwakilan wanita, pemuda, anak-anak, serta

kolompok masyarakat lainnya. Dengan demikian aspirasi masyarakat desa

dapat ditampung oleh lembaga BPD.

2. Memanfaatkan Kemajuan Teknologi Informasi dan/atau Social Network.

Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, social network serta serta

media dapat dilakukan oleh Badan permusyawaratan desa dengan menyediakan

website ataupun akun media sosial yang bertujuan untuk menyerap aspirasi

masyarakat. dengan demikian masyarakat desa tidak bingung lagi untuk

menyampaikan ide,gagasan, serta kritikan bagi jalannya pemerintahan desa.

52
3. Menyediakan Rumah Aspirasi

Penyediaan Rumah Sspirasi untuk memudahkan Masyarakat Desa

menyampaikan aspirasi mereka. Karna letak geograpis Desa yang kecil, Rumah

Aspirasi dapat mengefektifkan penampungan aspirasi Masyarakat Desa. rumah

Aspirasi di Desa dapat direalisasikan di Rumah Anggota BPD ataupun di Balai

Desa. Penyedian Rumah Aspirasi oleh BPD dapat berbentuk interaksi secara

langsung (tatap muka langsung) atau dengan interaksi tidak langsung seperti

penyediaan wadah untuk menampung aspirasi. Penyedian tersebut dapat dalam

bentuk kotak saran. Pembuatan papan madding dan lain sebagainya. Dengan

demikiaan penampungan aspirasi akan efektif.

4. Berinteraksi Secara Langsung Dengan Masyarakat Desa.

Lembaga BPD merupakan lembaga legislatif atau lembaga perwakilan

yang ada di desa. dalam cakupan pemerintahan desa sudah barang tentu yang

diwakili adalah masyarakat desa. sebagai wakil dari masyarakat desa, Lembaga

BPD harus dapat mengakomodir segala aspirasi dari masyarakat. mengingat

dalam suatu desa terdiri dari berbagai golongan atau kelompok masyarakat

berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan, umur, dan lainnya. Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) harus dapat mewakili semua golongan tersebut.

Pengefektifan penampungan aspirasi dalam masyarakat yang majemuk dapat

dilakukan oleh BPD dengan cara berinteraksi secara langsung dengan semua

53
golongan ataupun kelompok masyarakat yang ada di desa supaya semua aspirasi

dapat di tampung. Interaksi secara langsung oleh anggota BPD dalam hal

menampung aspirasi masyarakat bisa dilakukan dengan melakukan kunjungan

kepada rumah warga ataupun menerima kunjungan dari masyarakat desa, juga

bisa dilakukan dengan menghadiri tempat-tempat yang ramai dikunjungi oleh

masyarakat desa seperti acara pestaan, acara keagamaan dan lain sebagainya.

Dengan demikian kedekatan antara anggota BPD sebagai wakil dari masyarakat

desa dengan masyarakat desa yang terwakili dapat terjalin dengan baik.

2.6 Konsep Pengawasan

Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukan pengawasan

merupakan bagian dari manajemen, dimana pengawasan dianggap sebagai

bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak

dibawanya.Dalam ilmu manajemen pengawasan ditempatkan sebagai tahapan

terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung

makna pula sebagai : “ Pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit

organisasi yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang

dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan.”

Menurut Sondang P. Siagian Pengawasan adalah proses pengamatan

daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua

pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan.

54
Pengawasan menurut fahmi yang dikutip oleh Erlis Milta Rin Sondole

dkk, bahwa pengawasan secara umum didefinisikan sebagai cara suatu

organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh

mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi (Erlis dkk, 2015).

Maringan (2004) Jelasnya pengawasan harus berpedoman terhadap hal-hal

berikut:

a. Rencana yang telah ditentukan

b. Perintah terhadap pelaksanaan pekerjaan

c. Tujuan

d. Kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa pengawasan

adalah proses untuk menjaga agar kegiatan terarah menuju pencapaian tujuan seperti

yang direncanakan dan bila ditemukan penyimpangan-penyimpangan diambil

tindakan-tindakan koreksi.

a. Macam-macam Pengawasan
 Pengawasan dari dalam organisasi
 Pengawasan dari luar organisasi
 Pengawasan prepentif
 Pengawasan represif

b. Fungsi Pengawasan

55
Fungsi pengawasan menurut Ernie dan Saefulah (2005:12) mengatakan

bahwa fungsi pengawasan adalah :

 Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai

dengan indicator yang ditetapkan

 Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi penyimpanan yang ditemukan

 Melakukan berbagai alternative solusi atas berbagai masalah yan g terkait

dengan pencapaian tujuan (margian 2004:62)

 Memperetebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas

dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan

 Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai

dengan prosedur yang telah ditentukan.

2.7 Kerangka Berpikir

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

kepala desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan

Desa (BPD). Rancangan peraturan desa wajib dikonsultasikan kepada

masyarakat desa dan masyarakat desa berhak memberikan masukan terhadap

rancangan peraturan desa. Adapun tata cara penyusunan peraturan desa telah

diatur dalam Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang pedoman teknis

peraturan di desa. Berikut perbedaan antara peraturan yang diprakarsai oleh

kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

56
Aspirasi menurut Purwoko (2008: 35) secara definitive mengandung 2 (dua)

pengertian, aspirasi di tingkat ide dan aspirasi di tingkat peran structural. Di tingkat

ide, konsep aspirasi berarti sejumlah gagasan verbal dari lapisan masyarakat manapun

dalam suatu forum formalitas atau non formalitas yang dituangkan dalam bentuk

usulan, kritikan, pengaduan yang di sampaikan kepada kelompok pengurus

kepentingan.

Josef Riwu Kaho,(2005) faktor pengawasan merupakan salah satu faktor

esensial dalam organisasi . Melaluhi pengawasan dapat diketahui apakah sesuatu

berjalan dengan rencana , sesui instruksi atau asa yang ditentukan, dapat di ketahui

kesulitan dan kelemahan dalam bekerja untuk kemudian diperbaiki dan juga dadap di

ketahui apakah sesuatu berjalan efisien dan efektif, ataukah tidak. Badan

Permusawaratan Desa menyelengarakan pemerintahan desa dimulai dari perencanaan

yang ditandai dengan kegiatan menampung aspirasi masyarakat dan membentuk

peraturan desa. Pengendalian dalam pelaksanaan yang dilakukan pemerintah desa

sampai dengan pengawasan yang di akhiri dengan permintaan pertangung jawaban

kepala desa sebagai pelaksana, salah satu fungsi yang di miliki BPD dalam

melaksanakan pengawasan kinerja kepala desa. Pengawasan yang di lakukan BPD

berpedoman kepada kebijakan yang telah di sepakati bersama yaitu program kerja,

APBD serta berbagai peraturan perundang- undangan oleh pemerintah desa. Tujuan

dilakukan pengawasaan agar suatu kegiatan berjalan sesuai dengan rencana mencapai

hasil yang telah di programkan.

57
Presepsi masayarakat terhadap Badan Permusawaratan Desa (BPD) tentunya

tidak tidak terlepas dari keberadaan dan pelaksanan fungsi yang di emban oleh BPD

sebagai lembaga perwujutan demokrasi yang terbentuk dari, oleh, dan untuk

masyarakat. Keberadaan BPD akan di terima dan menimbulkan peresepsi yang baik

ditegah-tengah masyarakat dalam melaksanakan serta mewujudkan kinerjanya jika

dalam melaksanakan fungsinya berhasil menetapakan peraturan desa yang dapat di

lihat dari beberapa indikator yang telah di tentukan dalam wewenang BPD, siap

menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah desa, dan

mampu mengawasi pelaksanaan peraturan desa. Namun dalam pelaksanaan fungsi

tersebut antara lain, faktor pendorong yaitu koordinasi atau kerja sama antar lembaga,

dan kemampuan atau pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus, selain itu

ada juga faktor penghambat yakni masyarakat belum sepenunya memahami fungsi-

fungsi yamg diemban oleh BPD dan minimnya sarana dan prasarana pendukung.

Adapun bagan kerangka berpikir mengenai pelaksanaan fungsi BPD tersebut

sesui dengan rumusan masalah peneliti, dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar (1) bagan kerangka berpikir :

BPD Membahas dan


Menyepakati Rancangan
Peraturan Desa Bersama
Kepala Desa.

Melakukan Pengawasan FUNGSI BADAN Menampung Dan


Terhadap Kinerja Kerja PERMUYAWARAT Menyalurkan
Kepala Desa AN DESA (BPD) Aspirasi
Masyarakat Desa

58
Faktor-faktor Penghambat Faktor-faktor yang
Fungsi BPD mempengaruhi Fungsi BPD

Sumber : Undang-undang No 06 Thn 2014


Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa :

a. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam membahas dan menyepakati

rancangan peraturan desa Pantai Oa dengan tata cara atau alur pembahasan

peraturan menurut Pemendagri No.111 Tahun 2014. Yaitu masyarakat di

Desa Pantai Oa melaporkan kepada perangkat desa terkait suatu masalah

yang dihadapi dilapangan, kemudian dengan mengundang seluruh tokoh dan

elemen masyarakat desa, Kepala Desa menyusun suatu rancangan peraturan

desa yang kemudian diserahkan kepada BPD untuk dikaji, apakah peraturan

tersebut sudah sesuai dengan memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan,

jika dinilai berpotensi menjadi masalah atau berdampak negatif, akan

dikembalikan kepada masyarakat, jika berdampak positip maka BPD akan

menyetujui rancangan peraturan tersebut. Kemudian Sekertaris Desa

mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Dan tahapan terakhir

pemerintah desa dan BPD memberikan informasi mengenai peraturan desa

tersebut kepada seluruh masyarakat.

59
b. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat desa berdasarkan undang-undang No. 6

Tahun 2014 khususnya pasal 55 poin b, yaitu Fungsi BPD dalam menampung

dan menyalurkana aspirasi masyarakat desa. Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) diharapkan menjadi wadah aspirasi bagi warga desa dan mencapai

keinginan dan kepentingan masyarakat desa misalnya membangun sarana dan

prasarana, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat desa,

sekaligus tempat pembuatan kebijakan public desa serta menjadi alat control

bagi proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan ditingkat desa.

c. Fungsi BPD dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa.

Dalam undang-undang No.6 Tahun 2014 pada poin c, yaitu melakukan

pengawasan terhadap kinerja kepala desa. Terbentuknya BPD itu bertujuan

mendorong terciptanya partnership yang harmonis serta tidak konfrontatif

antara kepala desa sebagai kepala pemerintah desa dan BPD sebagai wakil-

wakil rakyat desa yang dipergerakan oleh lembaga legislative baik ditingkat

kabupaten atau kota, provinsi dan pusat. Kembalinya fungsi control atau

kekuasaan eksekutif desa, yang selama ini didominasi oleh kepala desa,

sekarang fungsi control atas kekuasaan eksekutif desa dijalankan oleh BPD

sebagai badan legislative desa yang merupakan lembaga kepercayaan

masyarakat.

60
d. Faktor-faktor penghambat fungsi BPD. Faktor-faktor pendukung dan

penghambat pengawasan Badan Permusyawaratan Desa dalam mewujudkan

suatu organisasi yang efektif.

e. Dalam pelaksanaan fungsinya tidak lepas dari berbagai faktor yang

mempengaruhi kinerja dalam mencapai tujuan, seperti halnya dengan BPD,

untuk menjadi efektif dan baik tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada

beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang dapat

mendukung dan menghambat pengawasan BPD adalah masyarakat, pola

hubungan kerjasama dengan pemerintah desa, dan pola hubungan kerjasama

antara BPD dengan pemerintah desa telah ditetapkan dengan peraturan

daerah.

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi BPD adalah sosialisasi tentang

tugas dan fungsi BPD, sikap mental, ketergantungan terhadap adat istiadat

ataupun tradisi, faktor tanggung jawab keahlian dan keterampilan, sarana dan

prasarana, kendala dari perangkat desa, kendala dari masyarakat.

61
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Djam’an

Satori (2011:23) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif dilakukan karena

peneliti ingin mengekspor fenomena-fenomena yang tidak dapat kuantifikasikan yang

bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, pengertian suatu konsep yang

beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar,gaya-gaya, tata cara

suatu budaya, model fisiksuatu artifak.

Sugiyono (2012:9) juga mengemukakan penelitian kualitatif sebagai metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti

pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik

pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif atau kualitatif,

dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011:73), penelitian deskriptif kualitatif

ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang

ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan

mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Selain itu, penelitian

deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan variabel-variabel

62
yang diteliti, melainkan menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satu-

satunya perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan

melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Berdasarkan keterangan dari beberapa ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

penelitian deskriptif kualitatif yaitu rangkaian kegiatan untuk memperoleh data yang

bersifat apa adanya tanpa ada dalam kondisi tertentu yang hasilnya lebih menekankan

makna. Disini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena

penelitian ini mengeksplor fenomena Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pantai Oa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten

Flores Timur dimana penulis ingin melihat bagaimana Implementasi Fungsi Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Pantai Oa, KecamatanWulanggitang,

Kabupaten Flores Timur .Alasan penelitian dilakukan di Desa Pantai Oa adalah desa

ini merupakan salah satu desa mulai dari terbentuk hingga sekarang belum ada

penelitian mengenai permasalahan-permasalahan desa terlebih mengenai

Implementasi Fungsi BPD di Desa Pantai Oa.

63
3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif,

data yang didapatkan dengan survey langsung lapangan, dengan

mengamati dan menyimak fakta yang ada di lapangan.Dalam

penelitian ini data kualitatif yang didapat berupa fakta-fakta serta

komentar yang dipaparkan langsung oleh pelaku baik secara individu,

kelompok, organisasi daninstansi pemerintah yang mempunyai kaitan

dengan pelayanan public, baik sebagai subyek maupun objek.

3.3.2 Sumber Data

Menurut Arikunto (2013:144), Sumber data adalah subjek darimana

suatu data dapat diperoleh. Menurut Sutopo (2006 :56-57), sumber

data adalah tempat data diperoleh dengan menggunakan metode

tertentu baik berupa manusia, artefak ataupun dokumen-dokumen.

Menurut Moleong (2004:112), pencatatan sumber data melalui

wawancara atau pengamatan merupakan hasil gabungan dari kegiatan

melihat, mendengar dan bertanya. Pada penelitian kualitatif, kegiatan-

kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan

memperoleh suatu informasi yang diperlukan. Berbagai sumber data

yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

64
1. Data Primer

Menurut Hasan (2002 : 82) data primer ialah data yang diperoleh atau

dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian

atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data Primer didapat dari

sumber informan yaitu individu atau perseorangan seperti hasil

wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer ini antara lain:

catatan hasil wawancara, hasil observasi lapangan dan data-data

mengenai informan.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang

yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Hasan,

2002 :58). Data ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang

telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literature, penelitian terdahulu

dan buku-buku lainnya.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.

Peneliti mengumpulkan data dari catatan hasil wawancara dengan informan.

3.4 Batasan Masalah / Fokus Penelitan

Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun

maksud dalam merumuskan masalah dengan memanfaatkan focus yaitu pertama,

65
penetapan focus dapat membatasi studi, kedua ; penetapan fokus berfungsi untuk

memenuhi inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar atau informasi baru yang

diperoleh di lapangan sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2004 :93-94).

Dalam metode kualitatif, focus penelitian berguna untuk membatasi bidang

inquiry. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya

data yang diperoleh di lapangan. Oleh karena itu fokus penelitian akan berperan

sangat penting dalam memandang dan mengarahkan penelitian. Moleong (2004

:237) mengatakan bahwa fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi

kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih data yang relevan dan

yang baik.

Fokus yang akan diteliti dalam peneliitian ini adalah Pelakasanaan Fungsi

BPD Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desadi DesaPantai Oa Kecamatan

Wulanggitang Kabupaten Flores Timur. Operasional variabel berdasarkan teori,

Menurut Teori Implementasi Edward III dengan aspek yang akan diteliti

menjelaskan bahwa ada empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan

proses implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau

pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat

faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kegiatan.

Implementasi adalah pelaksanaan fungsi BPD sesuai dengan indikator Undang-

undang No 6 Tahun 2014.

66
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian berdasarkan Undang-

undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyebutkan bahwa Badan

Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah lembaga yang

merupakan perwujudan demokrasi. Yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah

Pelaksanaan Fungsi BPD dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan

indikatornya sebagai berikut :

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama

Kepala Desa.

 Menyusun dan mengusulkan rancangan peraturan Desa

 Menetapkan rancangan peraturan Desa sebagai rancangan

peraturan Desa usulan BPD

 Membahas dan menyepakati rancangan peraturan Desa

 Menarik kembali rancangan peraturan Desa yang belum dibahas

 Menyebarluaskan rancangan peraturan Desa hingga pada

pembahasan rancangan peraturan Desa kepada masyarakat.

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi Masyarakat Desa

 Mendengarkan aspirasi-aspirasi masyarakat dalam musyawarah

Desa (MusDes) pada perencanaan pembangunan Desa tahun 2019

67
 Mencatat aspirasi-aspirasi masyarakat dalam musyawarah Desa

(MusDes) pada perencanaan kegiatan pembangunan Desa tahun

2019

 Menyalurkan setiap aspirasi masyarakat dalam musyawarah Desa

(MusDes) pada perencanaan kegiatan pembangunan Desa tahun

2019

c. Melakukan pengawasan Kinerja Kepala Desa

 Melakukan pengawasan/control terhadap pelaksanaan peraturan

Desa

 Melakukan Pengawasan terhadap pelaksanaan RKPDes dan

APBDes

 Melakukan Pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa.

Yang menjadi fokus riset atau aspek yang mau diteliti dari indikator-

indikator tersebut diatas adalah : Peniliti mau melihat sejauh mana

keberhasilan yang dicapai oleh BPD sesuai dengan fungsi yang sudah

ditetapkan.

68
3.5 Sumber Informasi dan Pemilihan Informan

3.5.1.1 Sumber Informasi

Sumber Informasi adalah segala hal yang dapat digunakan oleh seseorang

sehingga mengetahui tentang hal yang baru, dan mempunyai cciri-ciri yaitu :

a. Dapat dilihat, dibaca dan dipelajari,

b. Diteliti, dikaji dan dianalisis

c. Dimanfaatkan dan dikembangkan didalam kgiatan-kegiatan

pendidikan,

d. Penelitian laboratorium,

e. Ditransfomasikan kepada orang lain.

Menurut beberapa pendapat, sumber belajar mempunyai arti yaitu :

sumber belajar mencakup apasaja yang dapat digunakan untuk membantu tiap

orang untuk belajar dan menampilkan kompetensinya, sumber belajar meliputi

pesan, bahan, orang, alat, teknik, dan latar (Association For Education

Comunication and Technology; 1994).

69
3.5.2 Pemilihan Informan

Menurut pendapat Sradley dalam Faisal (1990 :45) informan harus

memiliki beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan yaitu :

a. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu dengan suatu kegiatan

atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian

dan ini biasanya ditandai oleh kemampuan memberikan informasi di

luar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.

b. Subjek masi terikat secar penuh serta aktif pada lingkungan dan

kegiatan yang menjadi sasaran atau penelitian,

c. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk

dimintai informasi

d. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah

atau dikemas terlebih dahulu dan mereka relative masi lugu dalam

memberikan informasi.

Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik

purposive sampling, dimana pemilihan dilakukan secara sengaja berdasrkan

kriteria, yang telah ditentukan dan ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.

Adapun kriteria dan informan yang ditunjuk atau dipilih dalam penelitian ini

adalah informan yang terlibat langsung dalam Badan Permusyawaratan Desa

70
(BPD) dalam kesehariannya antara lain kepala Desa, aparat Desa, kepala BPD,

anggota BPD, masyarakat dan tokoh masyarakat (adat dan agama).

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Maryadi dkk (2010 :14), teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian kualitatif adalah teknik yang memungkinkan diperoleh data detail

dengan waktu yang relative lama. Menurut Sugiyono (2012 :62), teknik pengumpulan

data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama

dari penelitian ialah mendapatkan data. Berdasrkan pemaparan diatas dapat

disimpulkan bahwa pengumpulan data merupakan teknik yang digunakan oleh

peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan dari narasumber dengan

menggunakan banyak waktu.Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti sangat

diperlukan dalam suatu penelitian ilmiah.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

observasi dan wawancara. Berikut ini akan dijelaskan teknik-teknik pengumpulan

data yang akan digunakan oleh peneliti sebagai berikut :

a. Observasi (Pengamatan)

Marshall dan Rossman (1989) dalam Suyanto dan Sutinah (2010:172)

mengatakan bahwa observasi adalah deskripsi secara sistematis tentang

kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial dan dipilih untuk diteliti.

Adapun pengertian observasi menurut Satori dan Komariah (2011:90) yaitu

71
teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap

subjek (partner penelitian) dimana sehari-hari mereka berada dan biasa

melakukan aktivitasnya.

b. Wawancara

Menurut Sugiyono (2012 :194), pengertian wawancara sebagai berikut :

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti

akan melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan

yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal-hal dari

responden. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan terstruktur karena peneliti

menggunakan pedoman wawancara yang disusun secara sistematis dan

lengkap untuk mengumpulkan data yang dicari.Metode Wawancara yang

digunakan untuk memperkuat dan memperjelas data tentang Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa pantai Oa.Wawancara merupakan

suatu kegiatan yang dilakukan langsung oleh penelitidan mengharuskan

antara peneliti serta narasumber bertatap muka sehingga dapat melakukan

tanya jawab secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara.

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data kulitatif dilakukan apabila data empiris yang diperoleh adalah data

kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata dan bukan rangkain angka serta

tidak dapat disusun dalam kategori-kategori atau struktur klarifikasi. Data bisa

saja kumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari

72
dokumen) dan biasanya diproses trlebih dahulu sebelum siap

digunakan(melaluipencatatan,pengetikan,dan ahli-tulis), tetapi analisis kualitattif

tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun kedalam teks yang diperluas,

dan tidak menggunakan perhitungan matematis atau statistika sebagai alat bantu

analisis.

Menurut Miles dan Huberman, Kegiatan analisis terdiri darii tiga alur kegiatan

yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data,

pengajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang

saling jalin menjalin merupakan proses siklus dan interaksi pada saat sebelum,

selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bnetuk sejajar yang membangun

wawasan umum yang disebut “ analisis ” ( Ulber Silalahi, 2009 :339 ). Teknik

analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif mencakup transkip hasil

wawancara, reduksi data, analisis, inter pretasi data dan triangulasi.Dari hasil

analisis data yang kemudian dapat ditarik kesimpulan. Berikut ini adalah teknik

analisis data yang digunakan oleh peneliti yaitu :

1. Reduksi Data

Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data

diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian kepada

penyederhanaan, pengabstrasksian dan tranformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Kegiatan reduksi data berlangsung

terus-menerus, terutama selama proyek yang berorientasi kualitatif

73
berlangsung atau selama pengumpulan data. Selama pengumpulan data

berlangsung terjadi tahapan reduksi, yaitu membuat ringkasan, mengkode,

menelusuri tema mmbuat gugus-gugus, membut partisi dan menulis memo.

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat

ditarik dan diverifikasi. Reduksi data atau proses transnformasi ini berlanjut

terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

Jadi dalam penelitian kualitatif dapat disederhanakan dan di tranformasikan

dalam aneka macam cara : Melalui seleksi ketat, melalui ringkasan atau

uraian singkat, menggolongkan dalam suatu pola yang lebih luas dan lain

sebagainya.

2. Triangulasi

Selain menggunakan reduksi data peneliti juga menggunakan teknik

triangulasi sebagai teknik untuk mencek keabsahan data. Dimana dalam

pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara

terhadap objek penelitian, (Moloeng, 2004:330) tiangulasi dapat dilakukan

dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003 :115) yaitu

wawancara, observasi dan. Triangulasi ini selain digunakan untuk

mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut

Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki

74
validitas tafsiran peneliti terhadap data peneliti terhadap data, karena itu

triangulasi bersifat reflektif.

Denzin (Moloeng, 2004), membedakan empat macam triangulasi

diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik

dan teori.Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut,

peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan

sumber.Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek

balik derajad kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu

dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987:331).

Adapun untuk mencapai kepercayaan itu,maka ditempuh langkah sebagai

berikut :

a. Membandingkan data hasil pengawamatan dengan data hasil

wawancara

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan

apa yang dikatakan secara pribadi

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

75
Sementara itu, dalam catatan Tedi Cahyono dilengkapi bahwa dalam

riset kualitatif triangulasi merupakan proses yang harus dilalui oleh seorang

peneliti disamping proses lainnya, dimana proses ini menentukan aspek

validitas informasi yang diperoleh untuk kemudian disusun dalam suatu

penelitian. Tekik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagaipembanding

terhadap data itu. Teknik Triangulasi yang paling banyak digunakan ialah

pemeriksaan melalui sumber lain. Model Triangulasi diajukan untuk

menghilangkan dikotomi antar pendekatan kualitatif dan kuantitatif sehingga

benar-benar ditemukan teori yang tepat. Murti B;2006 menyatakan bahwa

tujuan umum dilakukan triangulasi adalah untuk meningkatkan kekuatan

teoritis, metodologis, maupun interpretative dari sebuah riset.

Dengan demikian triangulasi memiliki arti penting dalam

menjembatani dikotomi riset kualitatif dan kuantitatif, sedangkan menurut

Yin R.K, 2003 Menyatakan bahwa pengumpulan data triangulasi

(Triangulation) melibatkan observasi, wawancara dan dokumentasi. Penyajian

data merupkan kegiatan terpenting yang kedua dalam penelitian

kualitatif.Penyajian data yaitu sebagai sekumpulan informasi yang tersusun

member kemungkinan danya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan

(Ulber Silalahi, 2009:340).

76
Penyajian data yang sering digunakan untuk data kualitatif pada

masa yang lalu adalah dalam bentuk teks naratif dalam puluhan,

ratusan,bahkan ribuan halaman. Akan tetapi, teks naratif dalam jumblah yang

besar melebihi beban kemampuan manusia dalam memproses informasi.

Manusia tidak cukup mampu memproses informasi yang besar jumblahnya;

kecenderungan kognitifnya adalah menyederhanakan informasi yang

kompleks kedalam kesatuan bentuk yang disederhanakan dalam selektif atau

konfigurasi yang muda dipahami.Penyajian data dalam kualitatif sekarang ini

juga dapat dilakukan dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan

bagan.Semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun

dalam suatu bentuk yang baik dan mudah diraih.Jadi, penyajian data

merupakan bagian dari analisis.

77
BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

4.1 GAMBARAN UMUM KONDISI DESA PANTAI OA

Desa Pantai Oa adalah sebuah tempat pemukiman yang dibuka oleh

Pemerintahan Daerah Kabupaten Flores Timur pada tahun 1979 untuk korban

bencana alam kota/kecamatan Larantuka (Tragedi 27 februari 1979), berdasarkan

surat pernyataan penyeraahan tanah oleh penguasa adat Tabana dan Pantai Oa

pada tanggal 16 Maret 1979. Namun para korban bencana alam tidak bersedia

menempati pemukiman ini, maka oleh camat Wulanggiatang dihimbau agar

lokasi pemukiman ini dengan bangunan perumahan serta fasilitas lainnya seperti

bangunan SD, Pustu, dimanfaatkan warga masyarakat dari desa-desa sekitar

lokasi pemukiman ini.

Demikian dari aspek wilayah administrasi Pantai Oa menjadi dusun keempat

dari Desa Waiula. Dalam perjalanannya, Desa Waiula dusun Pantai Oa diusulkan

menjadi sebuah Desa. Pada tanggal 27 maret 1999 dusun Pantai Oa diresmikan

menjadi Desa oleh Bupati kepala Daerah Tinggkat II Flores Timur berdasarkan

pada surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur

Nomor : 385 Tahun 1998 tanggal 15 Desember 1998, sehingga Pantai Oa berdiri

sendiri sebagai sebuah Desa di Kecamatan Wulanggiatang Kabupaten Flores

Timur dengan kepemimpinan sebagai berikut :

78
1. Periode I Tahun 2002 – 2007 : KORNELIUS KAWA MARE

2. Periode II Tahun 2008 – 2014 : FRANSISKUS NERU TAPUN

3. Periode III Tahun 2014 – 2019 : DAMIANUS MIGU MUDA

4. Dan saat sekarang masih dalam Pjs (pejabat sementara)

4.2 VISI MISI DESA PANTAI OA

a. Visi Desa Pantai Oa

Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan potensi yang ada di Desa Pantai Oa

maka dapat dirumuskan visi Kepala Desa Pantai Oa yang akan dicapai selama

6 (enam) tahun yakni :

“TERWUJUDNYA KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA MENUJU

KEUNGGULAN DAN KEMANDIRIAN DENGAN

MENDAYAGUNAKAN SUMBER DAYA ALAM YANG ADA UNTUK

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA PANTAI OA ”

Untuk mewujudakan cita-cita tersebut di atas, maka perlu dibangun strategi

untuk mendukung dan menyukseskan visi tersebut dengan merumuskan misi

disetiap biadang. Misi dari tiap bidang merupakan penjabaran dari visi

bersama. Rumusan misi dari setiap bidang tetap berpedoman pada visi dan

gambaran kondisi desa sekarang dan yang akan datang. Misi tersebut sebagai

berikut :

79
1. Bidang Penyelenggaran Pemerintahan Desa :

 Meningkatakan pelayanan administrasi desa

 Meningkatkan penyelenggaraan perencanaan desa

 Meningkatkan data desa secara menyeluruh

 Menyediakan operasional bagi RT / RW

2. Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa :

 Meningkatkan ekonomi masyarakat desa melalui pemberdayaan potensi

sumber daya alam sebagai kekuatan penumbuhkembangan

perekonomian desa

 Meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan bagi

anak usia sekolah

 Meningkatkan jumlah anak tamatan SMA yang melanjutkan ke

Perguruan Tinggi

 Meningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan sosial dasar

 Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana

prasaran pendidikan dan kebudayaan

 Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliiharaan sarana

prasarana usaha ekonomi desa.

 Meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat

yang dapat mengakomodir semua kebutuhan kesehatan masyarakat

80
 Pengadaan, pembangunaan, pengembangan dan pemeliharaan sarana

prasarana transportasi

 Pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana

prasarana desa wisata

 Pengadaan, pembanguanan, pengembangan,dan pemeliharaan sarana

prasarana usaha ekonomi desa dalam hal ini produk unggulan desa

3. Bidang Pembinan Masyarakat Desa :

 Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat dengan

mengaktifkan linmas desa

 Meningkatkan kapasitas kelembagaan yang ada di desa

 Pengembangan kader pemberdayaan desa

4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat :

 Penyelenggaran peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya panusia

masyarakat desa

 Pengelolaan sarana dan Prasarana Lingkungan berdasarkan Kemampuan

teknis dan sumber daya lokal yang tersedia

 Pendirian dan pengembangan BUMDES

 Pemberdayaan masyarakat desa untuk memperkuat tata kelola desa yang

demokokratis.

81
4.3 Profil Desa Pantai Oa

Desa Pantai Oa berada dibagian Selatan dari pusat Ibukota Kecamatan

Wulanggitang dengan Ketinggian antara 1 km dari Laut. Kondisi alamnya rata

dengan curah hujan rata-rata pertahun antara 4 s/d 5 bulan hujan. Suhu harian rata-

rata 25° c s/d 30° dengan Luas wilayah 1,76 Ha. Batas Wilayah Desa. Secara

geografis Pantai Oa berbatasan sebelah utara dengan Desa Pantai Oa, sebelah selatan

dengan laut sawu, sebelah timur dengan Desa Waiula, sebelah barat dengan pantai

rako.

Dalam pembagian kewilayahan, Desa Pantai Oa terbagi atas (3) Wilayah Dusun :

Dusun I adalah dusun A, Dusun II adalah dusun B dan Dusun III adalah dusun C.

Penduduk Desa Pantai Oa sebagian besar adalah suku lamaholot, dengan jumlah

penduduk 541 jiwa yang terdiri dari 275 jiwa laki-laki dan dengan jumlah penduduk

266 jiwa perempuan. Jumlah kk 132 (KK)

Gambar tabel (1) : Jumlah penduduk Desa Pantai Oa

 Penduduk
275 jiwa
Laki-laki
 Penduduk
266 jiwa
Perempuan
Jumlah
541 jiwa
penduduk
Sumber : Kantor Desa Pantai Oa 2017
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk Desa Pantai Oa setiap

tahun meningkat cukup banyak. Kemudian sumber penghasilan utama penduduk desa

82
didapat dari hasil pertanian, perkebunan dan perikanan setelah itu dijual di pasar

terdekat (pasar boru).

4.4 Kelembagaan Desa Pantai Oa

1. Lembaga Pemerintahan Sesuai dengan hasil pemilihan Kades yang

dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2014 merujuk pada UU No.5 thn 1979

tentang Pemerintahan Desa Pantai Oa UU Nomor 32 tahun 2004/SK Bupati

Flores Timur maka Pemerintahan Desa Pantai Oa terdiri dari :

Gambar tabel (2) :pemerintah DesaPantai Oa

Nama Jabatan Pendidikan Terakhir


Damianus Migu Muda Kepala Desa SMP
Nikolaus M. Niku Tapun Skertaris Desa SMEA
Kristina Gire Leba Kepala Urusan Umum S1
Hermanus P Fernandez Kepala Urusan Administrasi SMK
Nikolaus R Mukin Kasie. Pemerintahan SMA
Philipus Bera Tarnpira Kasie. Pembangunan. SD
Bernadete K Da’Gomez Kasie. Keuangan SMA
Markus Jawa Hodo Kasie. Kemasyarakatan SD

Sumber : Kantor Desa Pantai Oa 2017

Lukas Loba Uran Kepala Dusun I SD


Apolonaris Marlis R.
Kepala Dusun II SMK
Kedang
Fransiskus Nolo Blolon Kepala Dusun III SD

83
Gambar tabel (3) : Lembaga Badan Permusyawaratan Desa

Nama Jabatan Pendidikan Terakhir


Lodofikus L Ritan Ketua Umum SPG
Rofinus R Fernandez Wakil Ketua SD
Petrus Legen Soge Sekretaris SMP
Agustina G Aran Anggota SD
Marta Bewa Tobi Anggota SMP

Sumber : Kantor Desa Pantai Oa 2017

Berdasarkan gambar tabel diatas dapat diketahui bahwa BPD merupakan lembaga

perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dari tabel di atas

dapat dilihat bahwa BPD diDesa Pantai Oa berjumlah lima orang yang terdiri dari 1

ketua, 1 wakil ketua, 1 sekretaris dan 2 anggota semuanya berjumlah 5 orang.

1. Lembaga RT

Lembaga RT sesuai dasar hukum pembentukan yang ada di Desa Pantai Oa

berjumlah 11 RT dengan jumlah pengurus yang menyebar di 3 wilayah Dusun

sebanyak 33 orang.

2. Lembaga Adat

Keberadaan Lembaga Adat di Desa Pantai Oa tidak dibentuk secara resmi,

namun masyarakat Adat mengakui adanya Pemangku Adat ( Ketua Suku).

84
Gambar tabel (4) : Prasarana dan Sarana Pemerintahan Desa Pantai Oa

Uraian / Jenis Jumlah / unit /


No
Kondisi
1 Gedung Kantor 1 unit

2 Kondisi Bangunan Baik dan Permanent

3 Jumlah Ruangan Kerja 3 Ruangan Kerja


Inventaris dan alat
tulis kantor

1 Mesin Ketik 1 buah


2 Meja Rapat 2 buah
3 Meja Kerja 5 Buah
4 Kursi 44 buah
5 Almari Arsip 3 buah
6 Laptop 5 Buah
7 Printer 3 Buah
8 Papan Informasi 1 Buah
9 Microfone Sambar 1 Set
10 Microfone Duduk 2 Buah
11 LCD Proyektor 1 Buah
Sumber : Kantor Desa Pantai Oa 2017
Berdasarkan gambar tabel diatas dapat diketahui bahwa Sarana dan

Prasarana Badan Permusyawaratan Desa Pantai Oa (BPD). Lembaga BPD

Desa Pantai Oa tidak memiliki Prasarana gedung kantor,gedung kantor

BPD yang digunakan sekarang adalah gedung satu atap dengan gedung

kantor desa.

85
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

5.1.1 Gambaran Umum Fungsi BPD Desa Pantai Oa

BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi

sebagaimana penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan dalam PP RI No 6 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Desa. Berdasarkan pasal 55 UU Nomor 06 Tahun 2014 tentang

Desa yang isinya tentang BPD menyebutkan bahwa Fungsi Badan

Permusyawaratan Desa yaitu :

a. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan Desa bersama

kepala Desa Pantai Oa

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan

c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa Pantai Oa

Selain memiliki fungsi, BPD juga memiliki hak dan kewajiban yaitu sebagai

berikut :

a. Mengawasi dan Meminta keterangan tentang penyelenggaraan

pemerintahan desa kepada Pemerintah Desa.

86
b. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan desa,

pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa,

dan pemberdayaan masyarakat desa dan

c. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari

anggaran pendapatan dan Belanja Desa.

Hak dan kewajiban Anggota BPD No. 6 Tahun 2014 Anggota BPD berhak :

a. Mengajukan usul rancangan peraturan desa

b. Mengajukan pertanyaan

c. Menyampaikan usul dan pendapat

d. Memilih dan dipilih

e. Mendapat tunjangandari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Selain hak, anggota BPD juga mempunyai kewajiban yaitu :

a. Mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan

perundang-undangan.

b. Melaksanakan kehidupan Demokrasi dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Desa.

c. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat Desa.

d. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,

kelompok dan atau golongan.

87
e. Menghormati nilai sosial budaya dan adat itiadat masyarakat Desa dan

f. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga

kemasyarakatan Desa.

5.1.2 Fungsi BPD

a. Fungsi BPD dalam membahas dan menyepakati rancangan

Peraturan Desa bersama Kepala Desa.

Berdasarkan observasi di lapangan penulis melihat adanya

kesesuaian pembuatan peraturan desa Pantai Oa dengan tata cara atau

alur pembuatan peraturan menurut Permendagri nomor 111 Tahun

2014. Masyarakat di desa Pantai Oa melaporkan kepada perangkat

desa terkait suatu masalah yang dihadapi di lapangan, kemudian

dengan mengundang seluruh tokoh dan elemen masyarakat desa,

kepala desa menyusun suatu rancangan peraturan desa yang kemudian

diserahkan kepada BPD untuk dikaji. BPD membahas, apakah

peraturan tersebut sudah sesuai dengan memperhatikan dampak yang

akan ditimbulkan. Jika berdampak positif maka BPD akan menyetujui

rancangan peraturan tersebut.

Untuk mengetahui bagaimana fungsi BPD dalam membahas

dan menyepakati rancangan peraturan desa, penulis meminta

keterangan kepada Bapak Lodovikus Laka Ritan ( 41 thn) selaku ketua

Badan Permusyawaratan Desa Pantai Oa. Beliau mengatakan bahwa:

88
“Kami BPD punya tugas yang besar dan berat sebagai mitra kerjanya
Pemerintah Desa. Sekaligus sebagai fungsi control. Kami BPD
bersama kepala desa juga merancang peraturan Desa. Sejauh ini
peraturan desa yang dibuat semuanya dibahas” ( Wawancara 27 Juni
2020 ).

Lebih lanjut dalam menguatkan pendapat dari ketua BPD Desa Pantai

Oa maka peneliti mewawancarai kepala desa Pantai Oa, Bapak

Damianus Migu Muda. Beliau mengatakan bahwa :

“Peran BPD dalam penetapan dan penyusunan peraturan desa sangat


baik atau aktif terlihat dari peran BPD sebagai mitra kerja dari
pemerintah desa. BPD selalu mengawasi peraturan desa yang sudah
ditetapkan dan harus dijalankan. peran aktif BPD terlihat juga selalu
membantu monitoring kegiatan yang ada di Desa Pantai Oa”
(Wawancara tanggal 27 Juni 2020)

Peneliti juga mewawancarai Bapak Markus Jawa Hodo (50 thn) Kasie

Kesra (kesejahteraan masyarakat). Beliau mengatakan bahwa:

“Kalau peran BPD untuk sekarang adalah mitra kerjanya aparat


pemerintahan desa. Fungsinya juga sebagai control, penyalur
aspirasi masyarakat desa dan merancang atau membuat peraturan
Desa. Selama ini juga BPD bersama kepala desa membahas
rancangan peraturan Desa dan rancangan yang kami bahas selalu
pas dan tidak ada penarikan karena dalam pembahasan peraturan
desa kami selalu bersama-sama tidak mungkin kami sendiri-sendiri. (
Wawancara 28 Juni 2020 )

Lebih lanjutnya peneliti melakukan wawancara terhadap masyarakat

desa yaitu Mama Maria Tewo Blolon ( 40 thn) pekerjaan Ibu Rumah

Tangga. Beliau mengatakan bahwa:

“Dalam setiap proses koordinasi perwakilan masyarakat beserta


aparat desa dan pihak BPD aktif dalam tugas tersebut. Akan tetapi
ada beberapa hal sudah dilakukan pihak BPD tapi masih kurang

89
peranya dalam masyarakat, misalnya aspirasi masyarakat hanya
dilakukan dalam Musrembang saja dan banyak anggota BPD juga
tidak pernah aktif atau hadir. Bagaimana mereka bisa menjalankan
peran kontrol”( Wawancara 28 Juni 2020).

Berdasarkan hasil wawancara diatas mengenai peraturan desa, BPD

telah menjalankan tupoksinya sesuai dengan peraturan yang telah

diberikan. BPD juga mempunyai tugas sebagai mitra kerjanya

pemerintah Desa, akan tetapi masih ada kekurangan terlihat dari aktif

dan tidaknya anggota BPD yang jarang datang ke kantor sehingga

terkesan belum optimal dalam bekerja.

b. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Menampung


dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Desa

Berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 pada pasal 55

point b, yaitu fungsi BPD dalam menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat desa, BPD diharapkan menjadi wadah aspirasi

bagi warga Desa dalam mencapai keinginan dan kebutuhan

masyarakat desa.

Untuk mengetahui bagaimana fungsi BPD dalam menyerap

danmenyalurkan aspirasi masyarakat, penulis mewawancarai Mama

Maria Tewo Blolon (40thn), beliau mengatakan bahwa :

“Untuk aspirasi masyarakat ditahun 2019, kebanyakan BPD


gali langsung dari masyarakat. Setelah itu BPD bersama pemerintah
desa merancang membahas dan membuat penetapan. Diawali dengan
terjun langsung ke masyarakat melalui MusDus lalu ke MusDes terus

90
penetapan. Mereka menjalankan tugasnya dengan baik menyerap
aspirasi lalu menganalisa setiap usulan dan memperhatikan aspek-
aspek lainnya seperti situasi dan kondisi desa serta anggaran desa”
(Wawancara 28 juni 2020).
Kemudian peneliti mewawancarai Mama Kristina Kedang Kwuta,

Beliau mengatakan bahwa:

“BPD mampu menjalankan fungsinya dengan cukup baik.


Mereka menampung segala aspirasi masyarakat dan keluhan-keluhan
masyarakat, tetapi proses dalam penyampaian hal tersebut ke aparat
desa masih membutuhkan waktu yang cukup lama karena sumber
daya manusia yang dimiliki BPD masih kurang hanya sekitar 5 orang
dengan ketuanya hal tersebut akan banyak mempengaruhi kinerja dan
kerjasama mereka. (Wawancara 29 Juni 2020).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dalam menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat desa sudah cukup baik. Contohnya

semua aspirasi dan keluhan masyarakat dapat disampaikan dalam

forum dan di samping untuk di sampaikan kepada pemerintahhan desa

oleh BPD. Akan tetapi masih ada beberapa yang kurang antara lain,

lambatnya proses yang dialakukan oleh pihak BPD dalam menindak

lanjuti sebuah kasus atau keluhan masyarakat dikarenakan anggota

BPD kurang aktif, dan jarang masuk kantor.

c. Fungsi BPD dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Kinerja

Kepala Desa

Dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 pada point c, yaitu

melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa. Terbentuknya

BPD itu bertujuan mendorong terciptanya partnership antara kepala

91
desa sebagai kepala pemerintah desa dan BPD sebagai wakil-wakil

rakyat desa. Sekarang fungsi control atas kekuasaan eksekutif dan

dijalankan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai badan

legislatif desa yang merupakan lembaga kepercayaan masyarakat.

Untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang dilakukan

oleh BPD terhadap kepala desa di Desa Pantai Oa Kecamatan

Wulanggitang Kabupaten Flores Timur penulis mewawancarai

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu Mama Marta

Bewa Tobi beliau mengatakan bahwa :

” Untuk pengawasan terhadap kinerja kepala desa, kami sebagai


anggota BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa.
Kami sebagai anggota BPD melakukan pengawasan terhadap
keputusan kepala desa agar berjalan sesuai aturan. Kalau terjadi
masalah atau konflik kami sebagai anggota BPD akan mengambil
kebijakan dan pemerintah desa bersama-sama BPD memperbaiki
peraturan atau keputusan tersebut “ ( Wawancara 29 Juni 2020 ).

Peneliti melanjutkan wawancara dengan salah satu staf pemerintah

desa yaitu Sekretaris Desa Pantai Oa Bapak Nikolaus Tapun (28 Thn).

Beliau mengatakan bahwa :

“Sejauh ini BPD bertanggungjawab, kinerjanya bagus dan selalu


bermitra dengan pemerintahan desa untuk mewujudkan tata atau roda
penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan perencanaan demi
pendekatan pelayanan terhadap masyarakat. BPD juga mampu
menjadi fasilitator dalam setiap kegiatan desa Pantai Oa, kemudian
jika ada kesalahan yang dilakukan oleh aparat desa maka pihak BPD
akan segera tanggap dalam membenahi hal tersebut. Tetapi, masih
ada yang kurang dari BPD misalnya banyak anggota yang jarang
masuk kantor atau jarangturun kerja sehingga proses koordinasi dan
kontrol kurang maksimal”.(Wawancara 29 Juni 2020).

92
Dari hasil wawancara di atas, pengawasan terhadap kinerja kepala

desa di Desa Pantai Oa oleh BPD berjalan sesuai peraturan yakni BPD

bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan selalu bermitra

dengan pemerintah desa. Walaupun BPD sudah menjalankan fungsi

ini dengan baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku akan tetapi

masih ada yang kurang dari BPD. Salah satunya, anggotanya yang

kurang aktif di kantor sehingga proses koordinasi dan control oleh

anggota BPD terhadap pemerintah desa kurang maksimal.

5.1.3 Faktor-faktor Yang Menjadi Penghambat/Tantangan dan pendukung

Fungsi BPD dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

a. Faktor-faktor yang menjadi tantangan fungsi BPD

 Lemahnya SDM Anggota BPD

Untuk mengetahui faktor-faktor tantangan dalam pelaksanaan fungsi BPD

di Desa Pantai Oa saya mewawancarai ketua BPD Pantai Oa Bapak

Lodovikus Laka Ritan (41 Thn). Beliau mengatakan bahwa

"Sebenarnya faktor-faktor tantangan kami adalah masalah kurangnya


SDM atau tenaga ahli yang memahami desa maupun organisasi desa.
Ada anggota juga baru belajar mengenai kedudukan BPD di Desa
sehingga berkaitan dengan tupoksi masing-masing tidak dikerjakan
dengan baik". (wawancara tanggal 27 juni 2020).
Peneliti melanjutkan wawancara dengan salah satu tokoh adat, bapak

ketua RT 7 bernama Yakobus Kibo Puka (32 thn) yang mengatakan

bahwa:

93
"SDM yang dimiliki BPD belum optimal dalam melayani masyarakat.
Terlihat dari banyak anggota BPD yang kurang aktif dan jarang turun
bekerja atau masuk kantor. Kemudian berdasarkan dari laporan
masyarakat yang saya terima, Perdes yang terbit berdasarkan usulan
dari pemerintah desa saja, tidak pemah usulan dari BPD. BPD hanya
ikut dalam proses Musrembang saja"(wawancara tanggal 29 Juni
2020).

Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa faktor yang

menjadi tantangan bagi BPD adalah SDM yang begitu lemah sehingga

BPD terkesan belum optimal dalam bekerja dan melayani masyarakat

dan kemampuan dalam operasional yang sangat minim sehingga BPD

belum melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.

 Kurangnnya rasa tanggung jawab anggota BPD

Adapun kendala yang turut mempengaruhi pelaksana tugas Badan

Permusyawaratan Desa adalah kurangnya tanggungjawab. Padahal

masalah tanggungjawab ini dianggap penting. Oleh karena itu

diharapakan bagi para anggota Badan Permusyawaratan Desa harus

perlu memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.

Kurangnya tanggung jawab dilihat dari anggota BPD yang sering

datang terlambat apabila diundang rapat, dan menunda tugas-tugas

yang telah diberikan.

 Minimnya Sarana dan Prasarana Kantor BPD

Masalah Sarana dan Prasarana juga menjadi salah satu faktor yang turut

mendapat perhatian. Misalnya pengadaan peralatan seperti mesin mesin

94
ketik, alat tulis,buku-buku petunjuk buku administrasi dan lain-lain

akan sangat diperlukan dalam kaitan dengan pelaksanaan tugas bagi

anggota Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri. Tetapi sarana dan

prasarana di Desa Pantai Oa Untuk sementara ini karena masih

bertahan dengan anggaran yang ada, sehingga ATK dan kebutuhan

gedung masih menggunakan kantor desa dan lebih banyak membuat

pertemuan di kator desa.

b. Faktor-faktor yang mendukung BPD dalam menjalankan fungsinya

Untuk mengetahui faktor pendukung BPD dalam menjalankan fungsinya,

peneliti mewawancarai ketua BPD Bapak Lodovikus Laka Ritan (41 Thn).

Beliau mengatakan bahwa :

“faktor-faktor pendukung kami adalah kerja sama antar lembaga yang


dilaksanakan oleh anggota BPD kepada pemerintah desa maupun
lembaga-lembaga lain di tingkat Desa Pantai Oa dan juga pengalaman
berorganisasi yang dimiliki oleh BPD baik organisasi formal maupun
nonformal” (wawancara tanggal 27 juni 2020).

Faktor-faktor pendukung dan menjadi tantangan dalam pelaksanaan

fungsi Badan Permusyawaratan Desa dalam mewujudkan suatu organisasi

yang efektif, dalam pelaksanaan fungsinya tidak terlepas dari berbagai

faktor yang mempengaruhi kinerja dalam mencapai tujuan, seperti halnya

dengan Badan Permusyawaratan Desa, untuk menjadi efektif dan baik

tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada beberapa faktor yang

95
mempengaruhinya. Faktor-faktor pendukung dan menjadi tantangan dalam

pelaksanaan fungsi BPD adalah :

 Dukungan Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor penentu keberhasilan BPD dalam

melaksanakan fungsinya. Dukungan yang besar dan penghargaan dari

masyarakat kepada BPD akan menjadikan BPD lebih mempunyai

ruang gerak untuk dapat melaksanakan fungsinya. Dukungan dari

masyarakat tidak hanya pada banyaknya aspirasi yang masuk juga dari

pelaksanaan suatu PerDes. Partisipasi dari masyarakat sangat

menentukan pelaksanaan tugas dan fungsi BPD. Namun tidak semua

masyarakat menyukai kinerja BPD Desa Pantai Oa, karena ada

keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh BPD dan Pemerintah

Desa tidak semua dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Beberapa

kebijakan yang dikeluarkan terkadang mendapat respon yang

bermacam-macam baik pro maupun kontra sehingga dapat

menghambat langkah BPD dan Pemerintah Desa dalam pelaksanaan

kebijakan tersebut.

 Pola hubungan kerja sama antara Badan Permusyawaratan Desa dengan

pemerintah Desa.

Pola hubungan kerja antara BPD dengan Kepala Desa adalah pola

hubungan kemitraan dalam menjalankan tugas pemerintahan desa.

96
Namun berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa ada beberapa

orang BPD merasa lebih tinggi posisinya dari pada Kepala Desa. BPD

sebagai lembaga perwakilan yang ada di Desa Pantai Oa yang memiliki

fungsi dapat mendorong kelancaran pelaksanaan penyelenggaraan

pembangunan Desa. Oleh karena itu kehadiran BPD diharapkan

berfungsi sebagai suatu lembaga yang memiliki tanggung jawab yang

cukup besar dalam membangun Desa serta menjadi mitra kerja dengan

pemerintah Desa. Walaupun Badan Permusyawaratan Desa memiliki

tugas dan fungsi yang dapat mendorong kelancaran pelaksanaan

pembangunan desa namun Badan Permusyawaratan Desa juga

memiliki kendala dalam usaha pelaksanaanya.

97
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada

bab sebelumnya, maka disimpulkan bahwa

a. Fungsi BPD dalam pembuatan peraturan desa Pantai Oa sudah sesuai

dengan alur pembuatan peraturan menurut permendagri No.111 Tahun

2014. Fungsi BPD sudah cukup berjalan dengan baik walaupun dalam

pelaksanaan fungsi BPD ini terdapat beberapa masalah atau kendala.

Kendala tersebut antara lain: kurang aktifnya anggota BPD di kantor.

b. Fungsi BPD dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa.

Sudah cukup berjalan dengan baik walaupun dalam pelaksanaan fungsi

BPD masih terdapat beberapa masalah atau kendala seperti tidak adanya

sarana dan prasarana seperti kantor atau gedung untuk BPD sehingga

aspirasi masyarakat hanya berlangsung di kantor desa.

c. Fungsi BPD dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala Desa

sudah cukup baik dan berjalan sesuai dengan aturan akan tetapi dilihat dari

kehadirannya sangat minim. Ada anggota BPD yang jarang hadir di kantor

sehingga fungsi BPD terkhusunya pada fungsi kontrol atau mengawasi

kinerja kepala desa terkesan belum maksimal.

98
d. Kendala-kendala dari masyarakat juga menjadi faktor penentu fungsi BPD.

Adapun faktor yang menjadi tantangan fungsi BPD itu sendiri seperti

kekurangan SDM dalam melaksanakan tupoksi sesuai dengan jabatannya

masing-masing serta kemampuan dalam operasional masih sangat minim

sehingga BPD belum melaksanakan tugas mereka dengan baik

6.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan

di atas, maka peneliti dapat memberikan saran-saran yang dapat memperbaiki

maupun menyempurnakan pelaksanaan Fungsi BPD di Desa Pantai Oa

Kecamatan Wulanggitang Kabupaten Flores Timur. Adapun saran-saran

tersebut adalah sebagai berikut:

Bagi ketua BPD harus selalu memperhatikan anggotanya, memberikan

motivasi bagi anggota sehingga anggota BPD jangan terkesan bekerja belum

maksimal. Perlu ditingkatkan koordinasi antara sesama anggota BPD dengan

kepala desa dan aparaturnya sebagai pelaksana pemerintahan desa, agar

pelaksanaan fungsi BPD di Desa Pantai Oa dapat terlaksana dengan optimal.

Terkait sarana dan prasarana BPD disarankan kedepannya fasilitas

pelayanan BPD lebih ditingkatkan lagi untuk menunjang kualitas BPD di

Desa Pantai Oa dan perlunya bantuan dari pihak masyarakat dalam bentuk

pengawasan BPD di Desa Pantai Oa, agar aparat desa mengerti akan tanggung

jawab yang mereka kerjakan.

99
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Praktik. Rineka Cipta : Jakarta.

Amirudin, M. 2003. Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan. Yayasan

Jurnal Perempuan: Jakarta.

Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Ghalia

Indonesia: Yogyakarta.

Bahrein, T. Sugihen. 1996. Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar). Raja

Grafindo: Jakarta.

Bagong Suyanto, Sutinah. 2010. Metode Penelitian Sosial : Berbagai

Alternati Pendekatan. Pernada Media Group : Jakarta.

Djam’an, Satori. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta : Bandung.

Djam’an Satori, Aan Komariah. 2011. Metode Penelitian Kualitatif.

Alfabeta: Bandung.

Erlis, dkk. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta : Bandung.

Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya. Ghalia: Bogor.

Hamidi, 2004. Metode Penelitian Kualitatif. UMM Press : Malang.

Kaho, Josef Riwu. 2005.Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik

Indonesia. Grafindo: Jakarta.

Moleong, 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdakara: Bandung.

100
Maringan, 2004. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen. Ghalia :

Jakarta.

Maryadi, Dkk. 2010. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP. UMS : Surakarta.

Marshall, Rossman. 1989. Designing Qualitative Research. Sage

Publications: London.

Nasution, 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito :

Bandung.

Patton, Michael Quinn. 1987. Qualitative Education Methods. Beverly Hills:

Sage

Publication.

Purwoko, Budi. 2008. Organisasi dan Manajemen Bimbingan Konseling.

UNP: Surabaya

Roucek, JS. Warren.1963. Pengantar Sosiologi. Bina Aksara: Jakarta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.

Rosdakarya: Bandung.

Sradley, Faisal. 1990. Penelitian Kualitatif Dasar-dasar dan Aplikasi. YA3:

Malang.

Situmorang, Victor M dan Juhir, Jusuf. 1998. Aspek Hukum Pengawasan

Melekat. Rineka Cipta: Jakarta

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R D. Alfabeta:

Bandung.

Syahida, 2014. Implementasi Peraturan Derah. Pustaka Baru: Yogyakarta

101
Taufik, Isril. 2013. Implementasi Peraturan Daerah. Gramedia: Jakarta

Ulber, Silalahi. 2009. Metode Penelitian Sosial. Aditama: Bnadung.

Wastistiono, Sadu. 2006. Prospek Pengembangan Desa. Fokusmedia :

Bandung.

Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Raja Grafindo:

Jakarta.

Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli. Raja

Grafindo: Jakarta.

Yin, R.K.2003. Case Study Research: Design and Methods (3 rd ed).

Thousand Oaks.

CA: Sage Publications.

Jurnal

Syahyadi, 2014. Implementasi Fungsi Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) Di

Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone.Jurnal. Fakultas Ilmu Sosial Dan

Ilmu PolitikUniversitas Hasanuddin, Makassar.

Tumbel, Satria Mentari. 2014. .Implementasi Tugas Dan Fungsi BPD Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Di Desa Tumaluntung Satu Kecamatan

Tareran Kabupaten Minahasa Selatan.

102
Dokumen :

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

Permendagri No. 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa.

Permendagri No.111 tahun 2014 Tentang Badan Permusyawatan Desa

103
LAMPIRAN (1). Pedoman Wawancara

PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

( Studi kasus di Desa Pantai Oa, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores


Timur )

Dalam rangka untuk menyelesaikan tesis di Program Studi Administrasi


Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Katolik Widya Mandira
Kupang: saya sebagai peneliti mohon bantuan anda, yaitu Bapak/Ibu selaku kepala
Desa, ketua BPD, anggota BPD, staf Desa dan tokoh masyarakat yang berada di
Desa Pantai Oa, Kecamatan Wulanggitang Kabupaten Flores Timur, agar berkenan
memberi jawaban pertanyaan yang telah saya sajikan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana penerapan atau bagaimana pelaksanaan fungsi BPD
dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa Pantai Oa. Saya sangat menghargai
kejujuran anda dalam menjawab pertanyaan dan menjamin kerahasiaan anda yang
terkait dengan pertanyaan ini. Hasil survei ini hanya semata-mata digunakan untuk
tujuan penelitian dan pendidikan bukan untuk keperluan komersial.

1.IDENTITAS INFORMAN

Nama : …………………………..
Jenis Kelamin :
Usia :
Pendidikan Formal Terakhir :
d. S1
e. SMA
f. SMP
g. SD
Pekerjaan :………………………………………

104
DAFTAR PERTANYAAN

Daftar pertanyaan ini hanyalah garis besar pertanyaan dalam wawancara


langsung. Pertanyaan ini akan berkembang sesuai hasil jawaban atas pernyataan
tersebut.

A. Pertanyaan untuk BPD dan Anggota BPD

1. Bagaimana peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Pantai


Oa ?

2. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ikut serta dalam


membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa ?

3. Dalam membahas Rancangan Peraturan Desa, apakah Badan


Permusyawaratan Desa (BPD) menarik kembali Rancangan Peraturan
Desa yang belum dibahas ?

4. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menginformasikan


kepada masyarakat mengenai Rancangan Peraturan Desa ?

5. Bagaimana kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam


melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa ?

6. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selalu melakukan


pengawasan terhadap pelaksanaan RKPDes dan APBDes ?

7. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selalu melakukan


pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ?

105
8. Apakah keseluruhan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) aktif dalam
setiap tugas dan tanggung jawabnya ?

9. Faktor apa saja yang menjadi tantangan bagi Badan Permusyawaratan


Desa (BPD) dalam menjalankan tugas dan fungsi pada Desa Pantai Oa ?

10. Apakah sarana dan Prasarana Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


menunjang lembaga tersebut?

B. Pertanyaan untuk Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Aparat Desa)

1. Bagaimana peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Pantai


Oa ?

2. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ikut serta dalam membahas


dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa ?

3. Dalam membahas Rancangan Peraturan Desa, apakah Badan


Permusyawaratan Desa (BPD) menarik kembali Rancangan Peraturan
Desa yang belum dibahas ?

4. Bagaimana kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam


melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa ?

5. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selalu melakukan


pengawasan terhadap pelaksanaan RKPDes dan APBDes ?

6. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selalu melakukan


pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ?

7. Apakah keseluruhan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) aktif dalam


setiap tugas dan tanggung jawabnya ?

106
C. Pertanyaan untuk Masyarakat (termasuk tokoh masyarakat)

1. Bagaimana peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Pantai


Oa ?

2. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ikut serta dalam


membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa ?

3. Dalam membahas Rancangan Peraturan Desa, apakah Badan


Permusyawaratan Desa (BPD) menarik kembali Rancangan Peraturan
Desa yang belum dibahas ?

4. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menginformasikan


kepada masyarakat mengenai Rancangan Peraturan Desa ?

5. Sejauh mana peran dan keaktifan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa pada
rencana pembangunan Desa Pantai Oa tahun 2019 ?

6. Apakah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) telah menyalurkan


aspirasi masyarakat Desa dalam rencana pembangunan Desa Pantai Oa
tahun 2019 secara langsung kepada masyarakat ?

7. Apakah keseluruhan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) aktif dalam


setiap tugas dan tanggung jawabnya ?

8. Sejauh mana dampak yang dirasakan oleh masyarakat Desa Pantai Oa


dengan adanya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ?

107

Anda mungkin juga menyukai