Anda di halaman 1dari 16

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 1

Tinjauan Pustaka

Invasive Fungal Disease

Muhammad Agung Pratama Yudha

Abstrak

Jamur terdiri dari enam juta spesies yang tersebar luas di lingkungan manusia. Satu diantaranya terdiri dari beberapa ratus spesies ragi d

Kata kunci: Antijamur, Jamur, Invasi ve Fungal Disease

Abstract

Fungal consist of six million species that are widely distributed in human environment. One of them consist of several hundred species of

Keywords: Antifungal, Fungal, Invasive Fungal Disease

Affiliasi penulis : permukaan kulit dan kuku menjadi hal yang paling
sering
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam FK terjadi. Jamur
Unand/ RSUP Dr. M.juga
Djamildapat
Padang.menyebabkan infeksi
Subbagian Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit F
invasif pada organ dalam yang bersifat progresif dan
Korespondensi : mematikan jika tidak didignosis dan diobati secara
Jl. Perintis Kemerdekaan, RSUP Dr. M. Djamil Padang gehipdpadang@yahoo,com Telp: 0751-37771
khusus. Data tentang infeksi jamur yang mengancam
[Company E-mail] jiwa masih kurang, oleh karena itu sampai saat ini
belum ada data yang valid.2

Pendahuluan Ragi dari genus Candida adalah patogen


Kingdom jamur terdiri dari enam juta spesies yang paling sering menyebabkan infeksi jamur invasif
yang tersebar luas di lingkungan sekitar manusia. Satu di Jerman. Menurut data dari sistem surveilans infeksi
diantaranya terdiri dari beberapa ratus spesies ragi nasokomial Jernan (Krankenhaus- Infektions-
dan mould yang dapat memengaruhi kesehatan Surveillance-System, KISS) terdapat 6,5% infeksi
manusia dengan beberapa cara sehingga terjadilah aliran darah di bangsal perawatan intensif akibat
infeksi jamur. Jamur dapat menjadi patogen primer patogen ini. Selain Candida albicans, Candida
atau oportunistik bagi manusia. Penyakit jamur invasif glabrata juga menjadi yang paling sering terlibat.
(IFDs) dapat menimbulkan ancaman yang signifikan Untuk infeksi jamur invasif lainnya bisa disebabkan
bagi kesehatan manusia, terutama pada pasien oleh Aspergillus spp.; patogen lain seperti
dengan kelainan sistem imun tubuh, dengan Cryptococcus spp., dan Pneumocystis. Namun etiologi
prevalensi yang meningkat pada orang penerima jenis jamur ini tergantung pada wilayah geografis dan
transplantasi sumsum tulang, pasien kanker, orang populasi pasien.1
dengan HIV, dan orang yang rutin konsumsi
imunomodulator yang bertujuan untuk menstimulasi Infeksi akibat Aspergillus spp. Mayoritas
atau mensupresi mekanisme pertahanan alamiah dan terjadi pada pasien dengan sistem imun terganggu
adaptif tubuh.1 yang diperantarai sel. Ulasan artikel mengenai studi
otopsi menunjukkan bahwa Aspergilosis invasif adalah
Infeksi jamur baik akibat patogen primer salah satu diagnosis yang paling sering diabaikan dan
ataupun oportunostik disebut mikosis. Mikosis pada menurut perkiraan, hanya sekitar setengah dari semua
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 2

infeksi jamur invasif yang dapat terdiagnosis sebelum kekurangan informasi mengenai IFD. Pada pasien
akhirnya menyebabkan kematian. Terdapat sejumlah berisiko dan immunocompromised, patogen jamur
variasi spesies jamur lainnya secara lokal selain yang bertanggung jawab untuk sebagian besar kasus
Aspergilus fumigatus, namun jumlahnya lebih rendah. penyakit infeksi serius di dunia. Jamurnya terdiri dari
Kelompok jamur Mucorales dan Fusarium spp. jarang seperti Candida albicans, Aspergilus fumigatus,
menyebabkan infeksi invasif, tetapi memiliki kesulitan Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jirovecii,
dalam pengobatannya karena banyak resisten jamur dimorfik endemik dan Mucormycetes (Tabel 1).9
terhadap jenis obat antijamur. Fusarium spp. adalah
patogen yang paling sering menyebabkan keratitis Tabel 1. Perkiraan angka insidensi dan mortalitas IFD
jamur, setengah dari semua pasien tersebut memiliki pada manusia.9
gejala sisa yang parah, seperti hilangnya pengelihatan
mata yang terinfeksi (3 dari 15 kasus di Jerman).
Selain itu, ada banyak deskripsi infeksi jamur invasif
yang disebabkan oleh patogen langka lainnya yang
belum terdeskripsikan.3

Terdapat beberapa tantangan dalam


pengobatan infeksi jamur invasif yang terus
berkembang selama 20 tahun terakhir. Meskipun Berdasarkan EORTC (European
terapi antijamur terus dikembangkan, angka kematian Organization for Research and Treatment of
dari IFD cukup tinggi. Peningkatan prevalensi, Cancer) /MSGERC (the Mycoses Study Group
khususnya infeksi Candida glabrata termasuk yang Education and Research Consortium), definisi IFD
disebabkan oleh isolat yang resisten terhadap azole dikembangkan sesuai dengan 2 tingkat
atau echinocandin-azole.2 Kekhawatiran tambahan probabilitasnya, yaitu IFD “proven” dan “probable”. IFD
adalah munculnya spesies jamur yang resisten "proven" adalah jika jamur terdeteksi dari kultur darah
terhadap banyak obat secara global, yaitu Candida atau histologi/kultur jaringan dari lokasi yang biasanya
auris3 , Aspergillus fumigatus yang resisten pan-azole steril. Kategori IFD ini berlaku untuk semua jenis
yang disebabkan penggunaan triazole pada sektor inang, baik defisiensi imun atau tidak. Sedangkan, IFD
pertanian4 , serta jamur langka yang sering resisten “probable” tergantung pada latar belakang populasi
terhadap sebagian besar obat antijamur5 . dan 3 faktor, yaitu faktor inang yang memiliki faktor
risiko, bukti klinis yang konsisten dengan penyakit, dan
Diagnosis dini IFD meliputi identifikasi jamur
bukti biologis berupa kultur dan mikroskop aupun tes
penyebab, resistensi antijamur, sangat penting untuk
tidak langsung, seperti deteksi antigen dan alat
manajemen pasien sehingga meningkatkan
molekuler (PCR).6, 7,8
keberhasilan pengobatan bagi pasien IFD. Standar
emas untuk diagnosis IFD adalah kultur dan Untuk menyebabkan penyakit invasif pada
pemeriksaan mikroskop dengan sensitivitas dan manusia, jamur harus memenuhi empat kriteria; (i)
spesifisitas yang terbatas, kultur membutuhkan waktu kemampuan tumbuh pada atau diatas suhu tubuh
yang lama (sampai 4 minggu) tergantung pada manusia; (ii) kemampuan untuk mencapai jaringan
spesimen yang mengandung elemen jamur. Oleh internal dengan menembus inang; (iii) kemampuan
karena itu, diperlukan metode diagnostik yang lebih untuk melisiskan jaringan dan menyerap
sensitif dan terarah untuk IFD, sehingga mendeteksi komponennya; dan (iv) kemampuan untuk
spesies jamur secara langsung dalam spesimen klinis, menghindari pertahanan imun inang.
tetapi juga untuk deteksi resistensi obat yang lebih
cepat.6 Kemampuan jamur menyebabkan penyakit/
infeksi tergantung pada faktor virulensi dan kapasitas
Isi patogen, interaksi dengan inang dan adaptasi
IFD adalah masalah yang terjadi di seluruh terhadap lingkungan yang berbeda, serta beberapa
dunia, umunnya sangat sulit disembuhkan dan angka faktor lain (Tabel 2). Faktor yang secara signifikan
kematiannya sangat tinggi. Penelitian terbaru berkontribusi terhadap prognosis IFD adalah penyakit
memperkirakan secara global, infeksi jamur yang mendasari pasien, waktu diagnosis, pilihan terapi
membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun, hampir terutama untuk melawan strain atau spesies jamur
sama dengan kematian akibat tuberkulosis dan tiga tertentu yang resisten terhadap obat antijamur,
kali lebih banyak dibandingkan malaria. Kemungkinan kemampuan kontrol sumber yang cepat dan efektif
salah hitung dapat terjadi karena tidak adanya metode dan efek samping obat antijamur baik yang diberikan
diagnostic secara sensitif dan universal yang dapat tunggal atau secara bersamaan dengan obat lain.
diandalkan, serta infeksi jamur biasanya tertutupi oleh Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
penyakit lain. Disamping itu, penyedia layanan IFD diperlukan kemampuan mengidentifikasi pasien
kesehatan seperti rumah sakit atau laboratorium, tidak rentan atau mereka yang secara klinis dicurigai
wajib melaporkan kasus infeksi jamur ke departemen terkena infeksi jamur, pemberian terapi empiris awal
kesehatan, sehingga sebagian besar negara atau profilaksis.9
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 3

Tabel 2. Faktor risiko utama yang terkait IFD Sehingga beberapa uji klinis memodifikasi kriteria
(berdasarkan jenis jamur).9 EORTC/MSG dan modifikasi temuan radiografi dan
neutropenia jangka panjang pada pasien yang
terinfeksi, sehingga cukup untuk mengklasifikasikan
pasien keganasan hematologi dengan tanda atau
gejala klinis yang sesuai sebagai kemungkinan IFD. 11

Tabel 3. Kriteria “proven” pada IFD (kecuali mikosis


endemik).9

Tabel 4. Kriteria diagnosis mikosis endemik.9

Berdasarkan kriteria dari European


Organization for Research and Treatment of Cancer
(EORTC) dan Mycosis Study Group (MSG) untuk
diagnosis infeksi jamur invasif pada tahun 2002, tidak
ada konsesus klasifikasi infeksi jamur invasif terutama
pada pasien dengan riwayat keganasan, namun
dikenalkan klasifikasi infeksi jamur invasif pada pasien
penyakit keganasan menjadi tiga kategori, yakni: 11

a. Possible infective fungal disease


Diagnosis kriteria terlemah menurut
kriteria EORTC/MSG, karena masih ada
kemungkinan penyebab lain untuk status
klinis pasien
b. Probable infective fungal disease
Menunjukkan kecurigaan klinis yang kuat
tanpa bukti patogen jamur
c. Proven infective fungal disease
Terdapat bukti patogen jamur yang dapat
diidentifikasi sebagai penyebab infeksi.

Untuk meningkatkan klasifikasi telah


diperkenalkan beberapa kriteria, yaitu kriteria ‘host
criteria’ (contoh, neutropenia atau imunosupresi
berkepanjangan), ‘major and minor clinical criteria’
(contoh, penemuan radiografi, gejala klinis tipikal, dll),
dan ‘microbiological criteria’. 11

Kriteria EORTC/MSG dirancang untuk


penggunaan klasifikasi pasien dalam uji klinis, bukan
untuk aplikasi klinis sehingga sulit diterapkan. Dalam
studi pada pasien, terutama pada pasien dengan
keganasan hematologi, klasifikasi tersebut tidak dapat
diterapkan pada awal dugaan infeksi jamur invasif.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 4

Tabel 5. Kriteria “probable” pada IFD (kecuali mikosis h. Fusariosis - Fusarium


endemik).9 oxysporum, F. proliferatum, F.
verticillioides
i. Histoplasmosis - Histoplasma
capsulatum
j. Mucormycosis
(Zygomycosis) - Mucor spp.,
Rhizopus spp.
k. Paracoccidioidomycosis - Paracocci
dioides brasiliensis
l. Pneumocystis
pneumonia - Pneumocystis
jirovecii (formerly called P. carinii)*
o Penyakit ini menjadi bagian
infeksi jamur, namun tidak
diterapi menggunakan agen
antijamur.
m. Sporotrichosis - Sporothrix schenckii
n. Tinea (Pityriasis)
Versicolor - Malassezia furfur (also
called Pityrosporum orbiculare), M.
globose

Kandidiasis Invasif
Kandidiasis invasif (KI) disebabkan oleh
Candida spp. (C. albicans, C. glabrata, C. parapsilosis,
C. dubliniensis, C. krusei, dan lainnya). Sumber
infeksinya merupakan endogen yang dipicu oleh
kolonisasi (contoh di saluran pencernaan) atau
biofilms. Candida jarang ditularkan dari orang ke
orang, kecuali Candida auris. Faktor risiko terjadinya
IFD akibat Candida adalah adanya penyakit yang
mendasari (neoplasma hematologi, translantasi organ,
Patogen jamur utama yang menyebabkan HIV, pankreatitis akut); komorbiditas (kelahiran
sebagian besar kasus penyakit jamur serius di dunia premature, membutuhkan dialisis, esophagitis pada
pada pasien berisiko dan immunocompromised adalah pasien kemoterapi); faktor lingkungan (kolonisasi
Candida albicans, Aspergilus fumigatus, Cryptococcus Candida spp.); iatrogenic (nutrisi parenteral, kateter,
neoformans, Pneumocystis jirovecii, jamur dimorfik terapi steroid, broad spectrum antibiotic); dan faktor
endemik dan Mucormycetes. Berikut merupakan genetik (defek pada jalur sinyal Dectin-1).11
infeksi jamur dan tipe organisme penyababnya: 13 Candida spp. dapat dideteksi pada
permukaan mukosa 50–70% manusia sehat.
a. Aspergillosis - Aspergillus fumigatus Patogenesis Candidiasis invasif sebagai berikut: (a)
, A. flavus Ketika suatu peristiwa atau tindakan yang terjadi pada
b. Blastomycosis - Blastomyces dermat barrier usus, misalnya, setelah operasi saluran
itidis pencernaan, Candida spp. dapat menyebar ke rongga
c. Candidiasis - Candida albicans, C. perut secara langsung dan menyerang aliran darah
glabrata, C. krusei, C. parasilosis, C. (kandidemia). (b) Pada kondisi normal, jamur
tropicalis berperilaku sebagai organisme komensal tanpa
d. Chromoblastomycosis menyebabkan penyakit. (c) Gangguan respons imun
(Chromomycosis) - Cladosporium dan faktor-faktor lain, dapat meningkatkan
carrionii, Phialophora pertumbuhan jamur berlebih di usus dan
verrucosa, Fonsecaea pedrosoi menyebabkan terjadinya kandaemia, yang kemudian
e. Coccidioidomycosis - Coccidioides dapat menyebabkan infeksi oportunistik di berbagai
imitis, C. posadasii organ (kandidiasis invasif) (Gambar 2.2).17
f. Cryptococcosis - Cryptococcus
neoformans, C. gattii
g. Dermatophytosis
(Tinea) - Microsporum spp.,
Epidermophytum spp., Trichophyton
spp.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 5

ditambah minimal 1 kriteria mikologis yaitu serum


positif 1,3-β-d-glukan dalam 2 sampel berturut-turut,
pemulihan Candida dalam specimen intra-abdominal
diperoleh melalui pembedahan atau dalam waktu 24
jam dari luar drainase, ditambah minimal 1 dari faktor
inang berikut6 :
a. Pengobatan glukokortikoid dengan prednison
20 mg atau lebih per hari
b. Kelainan neutrofil secara kualitatif atau
kuantitatif ( jumlah neutrofil absolut ≤500
sel/mm3).
Gambar 2.2. Patogenesis dari kandidiasis invasif14
c. Gangguan integritas dinding usus (operasi
perut yang baru dilakukan, kemoterapi,
Manifestasi klinis yang paling sering dari KI
kelainan empedu, perforasi usus berulang,
adalah kandidemia. Kandidemia didefinisikan sebagai
asites, mukositis, pankreatitis berat, nutrisi
isolasi spesies Candida dari setidaknya 1 kultur darah.
parenteral)
Pasien-pasien ini lebih mudah diidentifikasi daripada
d. Gangguan pada barrier kulit sampai infeksi
pasien dengan deep-seated candidiasis, yang
aliran darah (misalnya, adanya perangkat
mencakup keadaan seperti intra-abdominal
akses vaskular pusat, hemodialisis)
kandidiasis (IAC), osteomielitis, artritis septik,
e. Kolonisasi Candida, didefinisikan sebagai
mediastinitis, endoftalmitis, endokarditis, infeksi
pemulihan spesies Candida dalam kultur
saluran kemih, dan meningitis. Sebagian besar fokus
yang diperoleh dari 2 atau lebih dari berikut
ini muncul dari episode kandidemia sebelumnya yang
ini: sekresi saluran pernapasan, tinja, kulit,
tidak terdiagnosis.10
luka, urin, dan saluran air yang telah ada
Diagnosis IFD berdasarkan tiga elemen:
selama 24 jam atau lebih
pemeriksaan klinis, pencitraan, dan konfirmasi/bukti
f. Hematopoietic stem cell transplantation
agen penyebab. Kriteria diagnostik klinis IFD
(HSCT)
didefinisikan oleh kelompok studi internasional
g. Solid-organ transplant (SOT)
EORTC/MSG. 6
Tergantung pada indikasi, pilihan antara
Kriteria diagnosisnya untuk “proven” KI harus pengobatan profilaksis, pengobatan empiris.
mencakup setidaknya 1 dari kriteria berikut: Profilaksis antimikotik direkomendasikan pada pasien
1. Pemeriksaan histopatologis, sitopatologi, hematologi / onkologi. Di sebagian besar situasi klinis,
atau pemeriksaan mikroskopis langsung echinocandins adalah pengobatan pilihan di pasien
terhadap material dari tempat yang steril, dewasa. Fluconazole diberikan pada pasien yang tidak
diperoleh dengan aspirasi jarum atau biopsi kritis dengan dosis awal 800 mg/d. Flucunazole apat
yang menunjukkan sel-sel budding yang digunakan untuk kelanjutan pengobatan oral setelah
sesuai dengan spesies Candida (adanya pengobatan awal dengan echinocandin yang berhasil.
pseudo-hifa dan/atau hifa) yang sangat L-AmB merupakan alternatif jika resistensi terhadap
sugestif terhadap spesies Candida, meskipun golongan obat lainnya. L-AmB penting dalam
struktur ini tidak ada pada semua spesies pengobatan terhadap kandidosis/kandidiasis kronis,
Candida, juga dapat ditemukan pada endocarditis akibat Candida, dan pada pasien anak-
Trichosporon spp., Geotrichum spp., dan anak. Voriconazole biasanya tidak memberikan
Magnusiomyces capitatus [sebelumnya manfaat tambahan apa pun dibandingkan flukonazol,
dikenal sebagai Geotrichum capitatum], kecuali infeksi C. krusei atau jika ada tambahan infeksi
sehingga diperlukan konfirmasi dengan kultur jamur.11
atau PCR).
2. Pemulihan Candida spp. dengan kultur Kandidemia harus diobati minimal dua minggu
spesimen yang diperoleh dengan prosedur setelah infeksi pada aliran darah menghilang. Durasi
steril (termasuk yang baru ditempatkan [<24 terapi yang tepat ditentukan setelah hasil kultur darah
jam]) dari tempat steril yang menunjukkan ada, bila dalam gejala berlanjut atau granulositopenia,
kelainan klinis atau radiologi yang konsisten perawatan dilanjutkan lebih lama. Candidosis kronis
dengan proses penyakit menular. diobati minimal 8-12 minggu, dan beberapa kasus
3. Hasil kultur darah berupa spesies Candida. beberapa bulan, sampai lesi telah teratasi. Kateter
vena sentral harus dilepas jika memungkinkan, jika
Definisi “probable” KI di ICU didasarkan pada
tidak maka pasien harus dirawat dengan pemberian
minimal 1 kriteria klinis berupa ttemuan okular dengan
echinocandin atau L-AmB, karena efektivitas terhadap
pemeriksaan fundoskopi, lesi hepatosplenik pada
biofilm secara in vitro. Akibat adanya kemungkinan
computed tomography [CT], kelainan klinis atau
relokasi patogen ke mata, funduskopi dianjurkan
radiologis [non-pulmo] yang menetap dengan proses
selama terapi intravena.11
penyakit menular, yang tidak dapat dijelaskan,

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 6

Pada invasive pulmonary aspergillosis (IPA),


manifestasi klinis berupa demam, wheezing,
Aspergilosis Invasif hemoptysis, ronki dan hasil CT scan paru-paru
Aspergillosis invasif (AI) disebabkan oleh menunjukkan nodul tunggal atau ganda dengan tanda-
Aspergillus spp. (A. fumigatus, A. flavus, A. terreus, tanda halo di paru-paru dan pusat ekspansi jalan
dan lainnya). AI disebabkan oleh infeksi eksogen, napas dengan opasitas ground glass.19
seperti inhalasi conidia dari lingkungan. AI tidak dapat
ditularkan dari orang ke orang. Faktor risiko terjadinya Definisi untuk “proven” AI meliputi bukti definitif
IFD akibat Aspergillosis, adalah adanya penyakit yang pertumbuhan filamen ditambah jaringan terkait
mendasari seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), kerusakan, dan minimal 1 dari kriteria berikut6 :
leukemia limfoblastik akut (LLA), transplantasi sel 1. Pemeriksaan histopatologis, sitopologi, atau
stem, transplantasi organ; komorbiditas (penyakit paru mikroskopis langsung dari spesimen aspirasi
obstruktif kronis, esophagitis akibat kemoterapi, jarum atau biopsi, di mana hifa Aspergillus
influenza berat/pneumonia); faktor lingkungan spp. terlihat, disertai dengan bukti kerusakan
(pekerjaan renovasi gedung, merokok); iatrogenic jaringan terkait (konfirmasi kultur atau PCR)
(neutropenia, terapi steroid, broad spectrum antibiotic); 2. Pemulihan Aspergillus spp. dengan kultur
dan faktor genetik (granulomatosis kronis, sindrom spesimen diperoleh dengan prosedur steril
MonoMAC).11 dari tempat yang steril dan kelainan klinis
atau radiologis yang konsisten dengan
Siklus hidup infeksi Aspergillus dimulai dengan proses penyakit menular
produksi konidia (spora aseksual) yang mudah
tersebar ke udara, bisa terdapat di dalam ruangan Definisi “probable” AI terbatas pada “probable”
maupun di lingkungan. Rute utama penularan melalui IPA perawatan kritis dan bukti mikologis Aspergillus
inhalasi konidia di udara ini, diikuti oleh pengendapan spp. ditemukan minimal 1 dari hal berikut: (1) sitologi,
konidial di bronkiolus atau alveolus. Makrofag alveolar mikroskop langsung, dan / atau kebiasaan yang
bertanggung jawab untuk fagositosis dan pembunuhan menunjukkan keberadaan Aspergillus spp. dalam
Aspergillus conidia dan inisiasi respon proinflamasi spesimen saluran pernapasan bagian bawah; (2)
dengan merekrut neutrofil ke tempat terjadinya infeksi. indeks antigen galaktomannan >0,5 dalam
Konidia, terhindar dari fagositosis dan berkecambah, plasma/serum dan/atau antigen galaktomannan >0,8
akan menjadi target dari infiltrasi neutrofil yang mampu di BALF, dengan klinis dan kriteria faktor inang
menghancurkan hifa. Perkembangan AI disebabkan terpenuhi.6
disfungsi mekanisme pertahanan inang ditambah
dengan keberadaan jamur yang memungkinkan A. Secara spesifik, setidaknya harus ada 1 kelainan
fumigatus untuk bertahan hidup dan bertumbuh di klinis/radiologis dibawah ini yang menetap, jika tidak
paru-paru (Gambar 3).18 harus ada proses penyakit menular paru yang tidak
dapat dijelaskan6 :
1. Lesi padat dan dibatasi dengan baik dengan
atau tanpa tanda halo
2. Tanda air crescent
3. Kavitas
4. Wedge-shaped dan konsolidasi segmental
atau lobar
5. Ulserasi tracheobronchial, pseudomembrane,
nodul, plak, atau eschar terdeteksi oleh
bronkoskopi (untuk Aspergillus
trakeobronkitis)
Gambar 3. Patogenesis A. fumigatus18
Kemudian, ditambah setidaknya 1 dari faktor
inang berikut6 :
Pada AI, tidak ada manifestasi klinis yang
a. Pengobatan glukokortikoid, prednison 20 mg
spesifik. Batuk atau nyeri dada dengan atau tanpa
atau lebih per hari
hemoptysis adalah gejala yang jarang, disamping
b. Kelainan neutrofil secara kualitatif atau
tanda dari infark paru-paru akibat obstruksi vaskular.
kuantitatif (jumlah neutrofil absolut ≤500
Pasien ICU kritis dengan AI sebagian besar
sel/mm3).
menggunakan mekanis berventilasi dan disertai fungsi
c. Kelainan jalan napas kronis (penyakit paru-
paru-paru yang memburuk dan demam. Kejang atau
paru obstruktif kronis, bronkiektasis)
tanda neurologis fokal lainnya merupakan manifestasi
d. Sirosis dekompensasi
serebral akhir, manifestasi organ ekstrapulmoner
e. Pengobatan dengan imunosupresan
primer jarang terjadi.19
(misalnya, calcineurin atau target mamalia
inhibitor rapamycin [mTOR], penghambat
faktor nekrosis tumor [TNF] dan sejenis
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 7

kekebalan anti-jamur, alemtuzumab, ibrutinib, tidak spesifik seperti batuk, demam dan malaise. Lesi
analog nukleosida) selama 90 hari terakhir kulit, yang umumnya terjadi pada pasien dengan
f. Keganasan hematologis/HSCT gangguan kekebalan, dalam bentuk pustula, papula,
g. SOT bisul, selulitis, granuloma superfisial, atau abses. 13
h. Infeksi HIV Kelainan tulang dalam bentuk lesi osteolitik dapat
i. Influenza berat (atau pneumonia virus berat terjadi pada semua tulang, paling sering di vertebra,
lainnya, seperti penyakit coronavirus 2019 dan osteomielitis kriptokokus telah dihubungkan
[COVID-19]) dengan sarcoidosis.23

Pilihan terapi untuk AI meliputi pemberian Kriteria diagnosis “proven” Crytococcosis harus
voriconazole atau isavuconazole. Kedua azole terbukti meliputi minimal 1 dari kriteria berikut6 :
efektif terhadap A. fumigatus. Dalam suatu uji klinis 1. Pemeriksaan histopatologis, sitopatologi,
terhadap pengobatan IFD, isavuconazole tidak kalah atau pemeriksaan mikroskopis langsung
dengan pengobatan dengan voriconazole. L-AmB terhadap material dari tempat yang steril,
merupakan alternatif dengan mempertimbangkan sampel diperoleh dengan aspirasi jarum atau
profilaksis sebelumnya dari golongan azole, biopsy, hasilnya menunjukkan sel-sel
komorbiditas, resistensi patogen, interaksi obat, dan encapsulated budding yang sesuai dengan
epidemiologi lokal. Selain pengobatan sistemik, kultur spesies Cryptococcus.
lokal dengan L-AmB mungkin dapat dilakukan, 2. Pemulihan jamur dengan kultur spesimen
misalnya pada aspergillosis sistem saraf pusat. yang diperoleh dengan prosedur steril
Semua kasus AI tindakan operasi harus (termasuk yang baru <24 jam) dari tempat
dipertimbangkan selain perawatan obat-obatan dan steril yang ada kelainan klinis atau radiologi.
pengobatan suportif termasuk pemberian faktor 3. Hasil kultur darah ditemukan spesies
perangsang koloni granulosit (G-CSF) atau, pada Cryptococcus
granulositopenia jangka panjang, transfusi granulosit. 4. Antigen cryptococcal pada cairan
Durasi pengobatan tergantung keadaan klinis tiap serebrospinal atau darah yang terkomfirmasi
pasien dengan mempertimbangkan jenis dan luasnya cryptococcosis.
imunosupresi, biasanya membutuhkan waktu sekitar 5. Amplifikasi DNA jamur dengan PCR
6-12 minggu.6 dikombinasikan dengan pengurutan DNA
saat jamur terlihat dalam formalin-fixed
Cryptococcosis paraffin-embedded tissue.
Ada 2 spesies Cryptococcus sering terjadi pada
manusia, yaitu Cryptococcus neoformans dan Kriteria “probable” Crytococcosis didasarkan pada
Cryptococcus gattii. Saat ini, divisi-divisi berikut telah ditemukannya minimal 1 kriteria klinis (inflamasi
diusulkan, yaitu C neoformans var. grubii (serotipe A) meningen dan lesi radiologis yang sesuai dengan
dengan 3 genotipe (VNI, VNII, VNB); C penyakit cryptococcal), ditambah 1 kriteria mikologis
neoformans var. neoformans (serotipe D atau VNIV); (pemulihan Cryptococcus dari spesimen yang diambil
dan 5 spesies cryptic lainnya, C gattii, C dari tempat tidak steril), serta ditambah salah satu
bacillisporus, C deuterogattii, C tetragattii, and C dari faktor inang berikut6 :
decagattii (serotipe B/C atau VGI-IV).20 a. Infeksi HIV
b. Penerima transplantasi organ atau sel stem
Infeksi cryptococcal terjadi terutama dengan c. Defisiensi antibodi (contoh defisiensi variabel
inhalasi propagul infeksius (sel jamur yang immunoglobulin)
dienkapsulasi atau basidiospora) dari lingkungan d. Terapi imunosupresif (termasuk antibodi
reservoir dan mengendap di alveoli paru. Kemudian, monoklonal)
jamur akan bertemu dengan makrofag alveolar yang e. Penyakit liver stadium akhir atau ginjal
akan menginisiasi respon imun. Pada umumnya, f. CD4 limfotopenia idiopatik
jamur membentuk infeksi laten di dalam fagolisosom.
Dalam kelenjar getah bening toraks atau granuloma Pedoman terapi saat ini didasarkan hasil uji klinis
paru, jamur ini dapat bertahan tanpa gejala selama acak yang menunjukkan keunggulan flusitosin atas
bertahun-tahun, ketika kekebalan tubuh menurun, flukonazol dikombinasi dengan amfoterisin B
jamur dapat tumbuh dan menyebar ke luar kelenjar deoksikolat untuk terapi induksi. Secara klinis,
getah bening paru-paru.23 pengendalian tekanan intrakranial merupakan hal
yang penting, jika tekanan intrakranial awal lebih dari
Gejala dari CM tidak spesifik. Manifestasi 250 mm, TIK harus dikurangi 50% atau setidaknya
klinisnya ringan sampai berat, seperti sakit kepala, menjadi <200 mm, drainase harian berulang mungkin
malaise, demam, gangguan penglihatan, mual, dan diperlukan. Untuk penyakit paru, rejimen pengobatan
muntah. Onset penyakit bervariasi, tetapi berbahaya yang direkomendasikan bervariasi sesuai tingkat
pada imunokompeten seperti HIV lanjutan. keparahan penyakit. Penyakit parah diobati sebagai
Peningkatan tekanan intrakranial dan kejang dapat CM dan penyakit sedang diterapi dengan flukonazol
terjadi pada penyakit lanjut, pada paru-paru gejala oral. Pada pasien CM dengan HIV, inisiasi terapi
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 8

antiretroviral ditunda 5 minggu untuk menghindari


sindroma pulih imun yang bisa menyebabkan Kemudian, ditambah setidaknya 1 dari faktor
kematian. Pada fase awal terapi antiretroviral, inang berikut:
sindroma pulih imun (IRIS) yang berpotensi a. Jumlah limfosit CD4 rendah <200 sel/mm3
mematikan terjadi sekitar 14-30% pada pasien yang (200 x 106 sel/L)
berhasil diobati sebagai cryptococcosis.19 b. Terpapar terapi (terapi antineoplastic, anti-
inflamasi, atau imunosupresif) disertai
Pneumocystis Jirovecii Pneumonia disfungsi sel T
Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP) c. Penggunaan dosis terapeutik prednison ≥0.3
merupakan infeksi oportunistik yang disebabkan oleh mg/kg selama ≥2 minggu dalam 60 hari
fungus Pneumocystis jirovecii. Kelompok risiko tinggi terakhir
PCP adalah pada pasien dengan iatrogenik d. Transplantasi organ
immunocompromised karena keganasan, transplantasi
atau penyakit reumatologis.19 Profilaksis harus diberikan kepada semua pasien
yang berisiko PCP. Kadar ergosterol yang rendah
Pneumocystis jirovecii umumnya menginfeksi dalam membran plasma menyebabkan Pneumocystis
paru-paru pada individu yang berisiko. Pemeriksaan jirovecii tidak sensitif terhadap poliena dan azol.
mikroskopis menunjukkan Pneumocystis menempel Rejimen pengobatan saat ini terutama menggunakan
pada epitel alveolar tipe I, yang memungkinkan jamur trimethoprim/sulfamethoxazole. Pada pasien HIV
untuk berubah dari bentuk trofik kecil ke bentuk kistik dengan PO2 awal <70 mm Hg, pemberian terapi
yang lebih besar. Penyebab cedera paru bukan satu- tambahan kortikosteroid dapat meningkatkan
satunya penempelan Pneumocystis ke alveoli, tetapi kelangsungan hidup. Durasi pengobatan hanya
lebih signifikan karena respons inflamasi inang ditetapkan dengan baik pada pasien HIV-positif dan
menyebabkan gangguan pertukaran gas, sehingga berlangsung selama 3 minggu, sedangkan pasien
terjadi hipoksia dan gagal napas. 24 non-HIV biasanya diberikan 14 hari. Dalam kasus
tersebut intoleransi terhadap
Umumnya pada pasien positif HIV, munculnya trimethoprim/sulfamethoxazole, clindamycin ditambah
penyakit berbahaya dan berkepanjangan, sedangkan primaquine, atovaquone atau trimethoprim/dapson
pada pasien non-HIV penyakit cenderung fulminan. adalah rejimen alternatif.16
Sehingga terjadi peningkatan kematian dalam
kelompok ini. Gejalanya tidak spesifik, umumnya Pemeriksaan Penunjang
seperti demam ringan, batuk kering, dan dispnea Diagnosis penyakit jamur didasarkan pada
progresif. Pada auskultasi paru-paru umumnya pemeriksaan histopatologi jaringan yang terinfeksi,
normal.24 pencitraan (CT scan dada) dan tes mikrobiologi (baik
berbasis kultur maupun non-kultur). Metode diagnostik
Kriteria diagnosis“proven” Pneumocystosis, yaitu tersebut memiliki kekurangan tersendiri. Berdasarkan
bila terdeteksi organisme secara mikroskopis dalam European Organization for Research and Treatment of
jaringan, cairan bronchoalveolar lavage (BAL), dahak Cancer/ Invasife Fungal Infection Cooperative Group
menggunakan pewarnaan konvensional atau dan National Institute of Allergy and Infectious
imunofluoresensi.6 Disease Mycoses Study Group (EORTC/MSG),
diagnosis IFD dibagi menjadi proven, probable atau
Kriteria “probable” Pneumocystosis didasarkan possible. Berdasarkan pembagian tersebut, diagnosis
pada minimal 1 kriteria klinis, yaitu: IFD proven pemeriksaan mikrobiologis dan/atau
1. Setiap gambaran radiologi yang menetap histopatologis menjadi standar emas, namun metode
terutama opasitas ground glass bilateral, diagnostik ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas
konsolidasi, nodul kecil atau infiltrasi lobar yang terbatas, memakan waktu dan tidak praktis
unilateral, infiltrat nodular dengan atau tanpa karena cara invasif untuk mendapatkan jaringan
kavitasi, infiltrat multifokal, pola milier. mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas pada
2. Gejala pernapasan berupa batuk, dispnea, pasien. Alat diagnostik non-invasif lain diantaranya
dan hipoksemia yang menyertai kelainan adalah pencitraan menggunakan CT dan MRI. Uji
radiologi termasuk konsolidasi, nodul kecil, serologis menggunakan uji serum galactomannan
infiltrasi unilateral, efusi pleura, atau lesi kistik untuk Aspergillus dan uji antigen serum (1,3)--d-
di dada pada pemindaian x-ray atau CT-scan. glucan (BDG); serta teknik pemeriksaan molekuler
(PCR) dapat memfasilitasi lebih dini inisiasi
Ditambah minimal 1 kriteria mikologis (ß-D-glukan pengobatan antijamur.16
(Fungitell) ≥80 ng/L yang terdeteksi dari ≥2 sampel
serum berturut-turut dengan etiologi lain telah Uji serum galactomannan untuk Aspergillus dan
disingkirkan, deteksi DNA Pneumocystis jirovecii pada uji antigen serum BDG saat ini termasuk diagnosis
PCR kuantitatif spesimen saluran pernapasan). probable IFD pada pasien yang mempunyai faktor
klinis seperti yang didefinisikan oleh kriteria

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 9

EORTC/MSG. Selain itu, pemeriksaan ini juga telah mendeteksi mRNA jamur, yang paling banyak
terbukti dapat memeriksa cairan tubuh lainnya digunakan yakni uji berbasis PCR karena uji
terutama cairan bronchoalveolar lavage (BAL). Uji berbasis PCR ini dapat mendeteksi spektrum
tersebut menjadi kriteria pendukung mikologi ditambah patogen jamur yang luas hingga patogen
temuan pada pemeriksaan penunjang yang sesuai spesifik genus dan bahkan spesies spesifik.
dengan keadaan klinis dapat digunakan untuk Umumnya tes PCR yang tersedia berfokus
mendiagnosis probable IFD.16 untuk mendeteksi spesies Aspergilus dan
Candida. Tes PCR dapat digunakan untuk
Metode Molekular mendeteksi DNA jamur dalam berbagai jenis
1. Koloni spesimen termasuk darah utuh, serum,
Menurut kriteria EORTC/MSG yang plasma, BAL, CSF dan jaringan biopsi dari
direvisi, diagnosis proven IFD dapat lokasi yang berbeda. Penggunaan metode
ditegakkan dengan kultur yang diperoleh dari PCR dan teknik deteksi asam nukleat lainnya
prosedur steril atau evaluasi histopatologis, dalam mendiagnosis IFD masih belum
sitopatologis atau mikroskopis langsung dari digunakan secara luas karena keterbatasan
spesimen jaringan. Koloni pada media kultur, standarisasi. Sebagian besar penelitian yang
pemeriksaan mikroskopis langsung pada ada menggunakan teknik deteksi asam
dahak, BAL dan cairan tubuh lainnya serta nukleat yang berbeda sehingga data yang
sampel kulit menggunakan teknik pewarnaan tersedia sulit untuk dianalisa, disamping
dapat mempercepat diagnosis (contoh metode molekuler adalah prosedur yang
pencerah optik seperti calcofluor white) mahal dan melelahkan untuk dilakukan.
karena pemeriksaan ini menjadi dasar Banyak faktor yang memengaruhi metode
diagnosis mikrobiologis IFD. Kultur memiliki molekuler yang digunakan untuk mendeteksi
keuntungan yakni memungkinkan identifikasi IFD, sehingga hasil positif palsu. Faktor-faktor
spesies jamur dan menetukan kerentanan tersebut adalah penanganan spesimen, yang
antijamur. Spesimen jaringan terkadang sulit dapat menyebabkan kontaminasi dengan
diperoleh, meskipun metode kultur memiliki DNA jamur dan sulit dalam mengekstraksi
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dan DNA jamur utuh. 16
memakan waktu. Kultur darah dapat Metode molekuler bukan bagian dari
mengindentifikasi 50-60% kasus kandidiasis kriteria EORTC/MSG yang direvisi saat ini
diseminata dan memerlukan masa inkubasi 2 untuk mendiagnosis IFD proven, probable,
sampai 5 hari dan jarang bisa atau possible dan masih dipertimbangkan
mengidentifikasi aspergilosis hematogen, untuk diteliti karena terbatasnya standarisasi.
sehingga kultur darah negatif, belum dapat European Aspergillus PCR Initiative yang
menyingkirkan IFD. Selain itu, ketika kultur dibentuk tahun 2006 membuat rekomendasi
darah dapat menemukan spesies Aspergilus, untuk protokol Aspergillus PCR yang
umumnya berhubungan dengan spesimen sekarang digunakan di beberapa pusat
yang terkontaminasi. Alat diagnostik sebagai standarisasi metode molekuler
mikrobiologi dan histopatologi penting untuk jamur. Penggunaan teknik molekuler untuk
menegakkan diagnosis definitif spesifik, alat diagnosis IFD masih dalam penelitian;
diagnostik yang terbaru dengan sensitivitas namun, hasilnya sangat menjanjikan.
dan spesifisitas yang lebih tinggi dibutuhkan Standarisasi metode molekuler untuk
untuk dapat mengidentifikasi dan mengobati diagnosis IFD dan validasi metode tersebut
IFD lebih dini.16 dalam studi klinis masih diperlukan. 16
2. PCR
Keterbatasan metode diagnostik Metode Serologi
konvensional untuk mendiagnosis IFD Pengembangan tes serologi merupakan
menyebabkan lebih banyak dikembangkan kemajuan besar dalam aplikasi khusus (Maertens et
teknik deteksi asam nukleat jamur dengan al.2016). Galactomannan (GM) adalah molekul pada
harapan dapat meningkatkan sensitivitas dan dinding sel jamur yang dilepaskan selama
kecepatan diagnosis IFD. Studi terbaru tes pertumbuhan jamur yang dapat dideteksi dengan
PCR Aspergilus yang berbeda untuk enzim immunoassay. Pemeriksaan GM merupakan
mendiagnosis IA menunjukkan hasil yang deteksi infeksi jamur sebelum manifestasi klinis-
menjanjikan. Uji PCR Aspergilus positif pada radiologis muncul. Namun penggunaan cutoff yang
IA terbukti lebih awal dari gambaran lebih rendah untuk meningkatkan sensitivitas
radiologis dan klinis serta mikrobiologis dan menyebabkan berkurangnya spesifisitas. Selain itu,
patologis IA. Saat ini sudah ada berbagai hasil positif palsu dan negatif palsu sering terjadi dan
macam teknik deteksi asam nukleat untuk reaksi silang dengan jamur non-Aspergilurs dapat
IFD yang mencakup penggunaan PCR untuk terjadi. Sedangkan -d-glukan (BDG) adalah
mendeteksi DNA jamur dan penggunaan komponen dinding sel dari jamur patogen pada
amplifikasi berbasis asam nukleat untuk
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 10

umumnya termasuk Candida spp., Fusarium spp., dan dibandingkan dengan uji antigen GM,
Pneumocystis. BDG memiliki sensitivitas yang baik sehingga uji antigen BDG jarang dibanding
daripada uji antigen GM meskipun dimasukan
dalam kriteria diagnostik probable IFD. Saat
ini sudah ada beberapa tes komersial yang
tersedia untuk deteksi antigen BDG. Uji
Fungitell® (Beacon Diagnostics, MA, USA)
paling sering digunakan di AS. Kadar lebih
besar dari 60 pg/ dua kali pemeriksaan
berturut-turut sudah dapat digunakan utuk
mendiagnosis IFD . Meskipun penelitian
namun spesifisitas dan prediksi positifnya kurang
belum banyak, tes antigen BDG memiliki
karena tingginya hasil positif palsu dengan nilai
sensitivitas yang lebih tinggi daripada uji
prediksi negatifnya sekitar 80-90% (Tabel 6).16
antigen GM untuk mendiagnosis IA. Uji
Tabel 6. Keterbatasan uji antigen dalam mendiagnosis antigen BDG dapat dideteksi rata-rata 5-10
IFD.16 hari sebelum pasien datang dengan tanda-
tanda klinis atau radiologis IFD. 16
1. Galaktomannan antigen (GM) Uji antigen BDG hanya dapat digunakan
Deteksi antigen GM dengan ELISA sebagai pemeriksaan tambahan pada temuan
merupakan salah satu kemajuan besar dalam klinis, radiologis dan mikrobiologis untuk
mendiagnosis IFD. Antigen GM dalam mendiagnosis IFD. Ada banyak faktor
plasma, serum, cairan BAL atau cairan memengaruhi uji antigen BDG seperti uji
serebrospinal (CSF) merupakan kriteria antigen GM yang menyebabkan hasil positif
mikologi diagnosis probable infeksi palsu. Hasil positif palsu dari uji antigen BDG
Aspergilus seperti yang didefinisikan diidentifikasi bila pasien yang mengalami
EORTC/MSG yang direvisi. GM adalah infeksi bakteri yang dapat menghasilkan
komponen dinding sel polisakarida dari glukan, mendapat produk immunoglobulin
spesies Aspergilus yang dilepaskan selama atau albumin yang terkontaminasi dengan
pertumbuhan hifa dalam jaringan pada infeksi komponen jamur dan pada pasien yang
invasif. GM juga dapat fitemukan pada menerima antibiotik tertentu seperti
dinding sel jamur berfilamen lainnya seperti amoksisilin-klavulanat. 16
spesies Paecilomyces dan Penicillium,
namun GM ditemukan dalam jumlah yang Metode Radiologi
sedikit pada dinding sel spesies ini bila Penggunaan CT dan MRI scan mempunyai nilai
dibandingkan dengan jumlah yang ditemukan klinis yang penting untuk identifikasi awal dan
pada dinding sel spesies Aspergillus. Jumlah pengobatan IA paru, IA ekstrapulmoner dan IFD.
GM sedikit ini sebagian besar tidak terdeteksi Temuan CT scan dada dapat mengidentifikasi IA paru
pada tes antigen GM. Dengan demikian, tes dan cetakan invasif lainnya pada tahap awal penyakit.
antigen GM sebagian besar mendeteksi Tanda Halo atau makronodul pada CT scan dada
infeksi aspergilus. 16 umumnya ditemukan lebih awal pada perjalanan IA
2. BDG antigen paru sementara kavitasi dan tanda bulan sabit
Penggunaan ELISA untuk mendeteksi ditemukan kemudian. Temuan cairan atau erosi tulang
antigen 1,3--d-glukan (BDG) merupakan pada CT scan sinus merupakan pertanda pada IFD.
Inisiasi terapi antijamur pada CT scan dada awal
kemajuan baru untuk mendiagnosis IFD, juga
dengan tanda halo berkaitan dengan peningkatan
BDG adalah komponen dinding sel
mortalitas aspergillosis paru invasif. Temuan CT scan
polisakarida. Namun berbeda dengan GM,
dada dengan lesi berbatas tegas dengan atau tanpa
BDG ditermukan di sebagian besar spesies
tanda halo, gambar bulan sabit atau rongga termasuk
jamur kecuali Cryptococcus dan agen
dalam kriteria faktor klinis, yang menunjang diagnosis
mucormycosis. Oleh sebab itu, tes antigen
probable atau possible IFD seperti kriteria
BDG tidak spesifik untuk infeksi aspergilus;
EORTC/MSG yang direvisi. 16
namun, kelebihannya pengujian ini dapat
mendeteksi spektrum IFD yang lebih luas.
Diagnosis probable atau possible dapat didukung
Seperti tes deteksi antigen GM, tes deteksi
temuan radiologis lain jamur infeksi SSP, abses hati
antigen BDG tidak bisa membedakan antara
atau limpa, serta sinusitis jamur berhubungan dengan
generasi atau spesies jamur yang berbeda.
klinis, inang dan faktor mikrobiologis. Menetapkan
Menurut kriteria EORTC/MSG yang direvisi,
diagnosis definitif mikrobiologis atau histologis dengan
deteksi antigen serum BDG digunakan untuk
biopsi bronkoskopi, BAL, biopsi paru invasif,
mendukung diagnosis probable IFD selain
pemeriksaan endoskopi sinus untuk aspirasi dan
kritokokosis dan mukormikosis. Penelitian
biopsi, biopsi kulit atau lesi subkutan, atau biopsi
klinis uji antigen BDG jarang jika
invasif lainnya untuk lokasi ekstrapulmonal dan
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 11

ekstrasinus lebih direkomendasikan dibandingkan Tabel 7. Sensitivitas dan spesifisitas skor candida.15
menggunakan CT scan dan MRI untuk menetapkan
diagnose definitif dalam identifikasi awal dan
pengobatan dugaan IFD, karena patogen lain kadang
dapat menimbulkan temuan radiologis yang serupa,
bila hal ini menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah dalam menggunakan metode radiologi
untuk mendiagnosis atau menyingkirkan infeksi jamur.
Akan tetapi, bila tidak ada penunjang konfirmasi
diagnostik, kecurigaan klinis yang kuat dan temuan CT
scan dapat digunakan sebagai dasar pengobatan
antijamur pada pasien berisiko tinggi. 16

Candida Score
Terapi antifungal dini diperlukan untuk
mengontrol dan menurunkan morbiditas infeksi KI
(kandidiasis invasif). Tetapi diagnosis dini infeksi KI
Berdasarkan Tabel 7 disimpulkan candida score
masih sulit dan kriteria untuk memulai terapi empiris
>2,5 dapat secara tepat mengidentifikasi pasien
antifungal masih belum ada. Diagnosis infeksi KI
berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi candida invasif
menggunakan kultur darah membutuhkan waktu lama,
dengan sensitivitas 81% dan spesifisitas 74%.15
sensitivitas rendah dan tanda radiologis sering muncul
terlambat dan deteksi antigen galactomannan, antibodi
Pada tahun 2009 Leon et al melakukan
antimicelium, deteksi mannan, membutuhkan waktu
penelitian pada 1107 pasien dewasa non neutropenik
dan biaya yang mahal.15
ruang intensif di 36 ruang intensif medical-bedah di
Spanyol, Perancis dan Argentina yang dirawat antara
Panduan IDSA merekomendasikan terapi
April 2006 dan Juni 2007. Mereka menggunakan
antifungal empiris harus dipertimbangkan pada pasien
rounded candida score dengan rumus sebagai berikut:
kritis dengan faktor risiko infeksi KI dan penyebab
(semua variabel diberi nilai 1 jika terdapat dan nilai 0
demam yang tidak diketahui; meskipun faktor risiko KI
jika tidak terdapat:
sangat banyak dan kebanyakan pasien ruang intensif
terpapar dengan faktor risko tersebut.15
ROUNDED CANDIDA SCORE= 1 x (nutrisi
parenteral total) + 1 x (pasca pembedahan) + 1 x
Pada tahun 2006 kelompok peneliti Spanyol
(kolonisasi candida spesies multifokal) + 2 x
menggunakan data dari proyek Estudio de
(sepsis berat).
Prevalencia de Candidiasis untuk membuat 4 prediktor
infeksi KI yang telah terbukti dalam bentuk Candida
Dari penelitian ini didapat angka insiden infeksi
Score. Pada tahun 2009, grup peneliti ini melakukan candida invasif adalah 2,3% pada pasien dengan skor
penelitian lagi, mereka mendapatkan adanya asosiasi di bawah 3, 8.5% pada pasien dengan skor 3, 16,8%
linier yang signifikan antara peningkatan nilai candida pada pasien dengan skor 4, dan 23,6% pada pasien
score dengan angka insiden infeksi KI. Skor candida dengan skor 5 (95% CI 1.06-3.54). Mereka
telah terbukti dapat menstratifikasi faktor risiko infeksi menyimpulkan bahwa infeksi candida invasif hampir
candida, sehingga pasien bisa mendapat terapi tidak mungkin terjadi pada pasien dengan rounded
antifungal dini dan menetapkan pasien yang tidak candida score di bawah 3. 15
terinfeksi KI. 15
Penelitian Leroy et al pada 94 pasien sepsis
CANDIDA SCORE = 0,908 x (nutrisi parenteral
berat dan syok septik di 5 ruang intensif di Perancis
total) + 0,997 x (pasca pembedahan) + 1,112 x
selama Januari 2010 sampai dengan Maret 2011
(kolonisasi candida spesies multifokal) + 2,038 x
mendapatkan insiden infeksi candida invasif 0% pada
(sepsis berat).
pasien dengan skor 2 atau 3, 17,6% pada skor 4 dan
(Semua variabel mendapat nilai 1 jika terdapat dan
50% skor 5 (p<0,0001). Didapatkan korelasi linier dan
nilai 0 jika tidak terdapat.)
signifikan dengan peningkatan candida score dan
tidak ditemukan candidiasis invasif pada pasien
dengan skor di bawah 3. Hal ini menunjukan adanya
relevansi klinis skor candida, sehingga dapat
digunakan untuk mengindentifikasi pasien di ruang
intensif untuk mendapat terapi antifungal dini dan
memastikan pasien tidak terinfeksi KI. 15

Tatalaksana IFD

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 12

Secara klinis, infeksi jamur paling baik pengobatan infeksi parasite visceral
dikelompokkan berdasarkan lokasi dan luasnya leishmaniasis.
infeksi, kemudia rute penularan, virulensi organisme d. Itraconazole
penyabab. Klasifikasi ini penting untuk menentukan Merupakan obat oral untuk mengobati
rejimen pengobatan yang paling efektif untuk mikosis aspergilosis (paru dan ekstrapulmonal),
tertentu. Mikosis diklasifikasikan menjadi lokal blastomikosis (paru dan ekstrapulmonal) dan
(permukaan, kutan dan subkutan) atau sistemik histoplasmosis (sistemik yang tidak
(dalam, melalui aliran darah). Virulensi jamur melibatkan SSP). Obat ini juga dapat
diklasifikasikan sebagai infeksi primer (penyakit yang mengobati kandidiasis orofaringeal,
timbul pada inang yang sehat) atau infeksi oportunistik kandidiasis esofagus dan onikomikosis (kuku
yaitu penyakit yang timbul pada inang yang memiliki kaki atau jari tangan) pada pasien
sistem kekebalan atau sistem pertahanan lain yang imunokompeten dan immunocompromised.
terganggu.13 e. Fluconazole
Fluconazole digunakan pada kasus
Obat antijamur mewakili kelompok obat yang kandidiasis esofagus, orofaringeal, peritoneal,
beragam secara farmakologis yang merupakan saluran kemih dan vagina, selain itu
komponen penting dalam tatalaksana medis mikosis. fluconazole juga mengobati infeksi jamur
Amfositerin B deosikolat, antibiotik poliena, adalah sistemik seperti kandidemia, pneumonia
agen antimikotik pertama yang diperkenalkan pada candida dan meningitis kriptokokus.
tahun 1958. Griseofulvin diperkenalkan pada tahun Fluconazole berfungsi sebagai agen lini
1959 dan Azoles diperkenalkan pada tahun 1973: pertama dalam profilaksis mikosis pada
miconazole (1979), ketoconazole (1981), fluconazole pasien tranplantasi hematopoetic stem sel
(1990), itraconazole (1992), voriconazole (2002), alogenik. Secara off-label fluconazole
Posaconazole (2006) dan isavuconazonium (2015). 13 menjadi terapi pada kasus blastomikosis,
juga terapi empiris pasien ICU non-
Indikasi neutropenia, profilaksis candida dan tinea.
Berikut merupakan indikasi penggunaan jenis obat f. Voriconazole
antijamur13 Diindikasikan pada kasus aspergilosis
a. Amfoterisin B deoksilat (AMB-d) invasive, kandidemia pasien non-
Indikasi untuk mengobati infeksi jamur neutropenia, kandidiasis esofagus dan
aspergillosis, kriptokokosis, blastomikosis, kandidiasis diseminata. Obat ini juga
kandidiasis sitemik, coccidioidomycosis, mengobati mikosis yang mengancam jiwa
histoplasmosis dan mucormycosis yang dari jamur seperti Fusarium spp. Penggunaan
mengancam jiwa atau berpotensi off-label voriconazole untuk profilaksis dan
mengancam jiwa, kandidiasis orofaringeal terapi supresi infeksi jamur, dapat digunakan
refrakter flukonazol, endoftalmitis candida, pada aspergilosis, kandidiasis,
infeksi candida pada saluran kemih, coccidioidomikosis, pasien transplantasi sel
leishmaniasis visceral dan aspergilosis induk hematopoietik dengan atau tanpa
oftalmikus. penyakit graft, leukimia mielogenus akut,
b. Liposomal amfositerisin B (L-AMB) terapi empiris pada demam neutropenia dan
Digunakan untuk terapi aspergilosis sistemik, sindrom mielodisplastik.
leishmanasis visceral, kandidiasis dan g. Isavuconazole
kriptokokosis pada pasien gangguan fungsi Diindikasikan untuk mengobati aspergilosis
ginjal dan pasien yang refrakter pada terapi invasif dan mucormycosis invasif pada orang
AMB-d, L-AMB juga digunakan untuk terapi dewasa.
antijamur empiris pada pasien demam h. Posaconazole
neutropenia dan pasien terinfeksi HIV dengan Dapat digunakan sebagai profilaksis
meningitis kriptokokus. L-AMB memiliki off- aspergilosis invasif dan kandidiasis invasif.
label yang luas untuk pasien yang terinfeksi Selain itu, Posaconazole juga dapa
atau terpapar HIV, termasuk kandidiasis, digunakan untuk mengobati kandidiasis
coccidioidomikosis, cryptococcosis dan orofaringeal terutama pada pasien yang
histoplasmosis. refrakter terhadap pengobatan dengan
c. Kompleks lipid amfositerisin B (ABLC) flukonazol dan itrakonazol.
Diindikasikan untuk pengobatan mikosis i. Terbinafine
invasif pada pasien yang tidak toleran pada Diindikasikan sebagai agen topical dan
AMB-d. Penggunaan ABLC off-label sistemik yang dapat digunakan pada kasus
diindikasikan pada pasien terinfeksi HIV tinea (pedis, cruris dan corporis). Bila
dengan coccidioidomycosis, meningitis diberikan secara oral dapat mengobati
kriptokokus dan histoplasmosis; juga onikomikosis sistemik (tinea unguium) dan
digunakan untuk terapi empiris kandidiasis tinea capitis. Penggunaan off label terbinafine
dan demam neutropenia; dan dalam pada kasus tinea (cruris, corporis, penis dan
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 13

manuum) dan sporotrichosis limfokutan dan elektrolit, torsades de pointes dan


kulit. riwayat medis, riwayat keluarga dan
j. Anidalafungin atau perpanjangan QTc.
Echinocandin anidalafungin hanya diberikan ii) Itraconazole
secara inteavena. Obat ini digunakan untuk Peringatan FDA terhadap pengobatan
pengobatan infeksi Candida spp (kandidiasis onikomikosis pada pasien CHF.
esofagus, kandidemia, peritonitis Candida Itrakonazol kontraindikasi pada
spp., dan abses intrabdominal). kehamilan, disfungsi ventrikel kiri dan
k. Caspofungin gagal jantung kongestif atau aktif.
Caspofungin hanya diberikan secara intavena Hati-hati penggunaannya pada pasien
untuk mengobati aspergilosis invasif pada fibrosis kistrik, penyakit
pasien yang refrakter terhadap amfoterisin B kardiovaskular, penyakit paru dan usia
dan itrakonazol, selain itu juga dapat lanjut.
mengobati infeksi Candida spp (kandidemia, iii) Voriconazole
esofagus, abses intra-abdominal, peritonitis Kontraindikasi pada
dan terapi empiris pada pasien neutropenia). malabsorsi/intolerans galaktosa,
l. Micafungin defisiensi lapp lactase, malabsorbsi
Micafungin hanya diberikan secara intravena glukosa, abnormalitas elektrolit tidak
dalam mengobati kandidiasis esofagus, terkoreksi dan kehamilan. Tenaga
profilaksis infeksi candida spp., kandidemia, medis harus menggunaan agen ini
peritonitis candida spp., abses candida spp., dengan hati-hati pada pasien dengan
dan kandidiasis diseminata. riwayat medis atau keluarga
m. Flucytosine perpanjangan QTc, riwayat torsades
Sebagai agen antijamur tambahan dalam de pointes dan keganasan hematologi.
mengobati infeksi Candida spp sistemik atau iii) Isavuconazole
Cryptococcus spp. Secara off-label Kontraindikasi pada pasien
flucytosine digunakan untuk mengobati dengan sindroma QTc
endocarditis pediatrik yang disebabkan pendek dan harus digunakan
Aspergilus spp. dengan hati-hati pada pasien
dengan keganasan
hematologi.
Kontraindikasi iii) Posaconazole
Berikut merupakan kontraindikasi penggunaan Kontraindikasi pada
antijamur pada beberapa keadaan:13 kehamilan. Perhatian
a. Semua formulasi amfoterisin B (AMB-d, L- disarankan pada pasien
AMB, ABLC, ABCD) kontraindikasi pada dengan kelainan elektrolit,
pasien hipersensitivitas terhadap amfoterisin insufisiensi ginjal,
B atau komponen formulasi L-AMB, ABLC kardiomiopati, torsades de
atau ABCD. Menurut FDA, AMB-d boleh pointes atau riwayat
digunakan. medis/keluarga/interval QTc
i) AMB-d memiliki dua box peringatan berkepanjangan bawaan.
FDA: 1) kasus mikosis invasif yang c. Terbinafine
berpotensi mengancam kehidupan Harus digunakan hati-hati atau dihindari
dan penggunaannya dihindari pada pada pasien dengan reaksi
kasus infeksi jamur non-invasif (oral hipersensitivitas, depresi, gangguan
thrush, kandidiasis esofageal dan gastrointestinal, gagal hati dan
candidiasis vagina pada pasien gangguan kekebalan tubuh sekunder
dengan hitung neutrofil dalam batas akibat efek hematologis.
normal); 2) risiko kemungkinan d. Echinocandins
overdosis. Penggunaan agen ini harus Semua echinocandin kontraindikasi
hati-hati pada pasien dengan pada pasien dengan hipersensitivitas
gangguan ginjal atau elektrolit. terhadap obat echinocandin atau
b. Azoles komponen bentuk dosis. Caspofungin
Semua azole harus dihindari pada pasien harus digunakan hati-hati pada pasien
dengan hipersensitivitas terhadap obat azole dengan gangguan hati.
dan digunakan hati-hati pada pasien dengan e. Flusitosin
gangguan/gagal ginjal dan gangguan/gagal Memiliki box peringatan FDA bahwa
hati. agen ini harus digunakan dengan hati-
i) Fluconazole hati pada pasien dengan gangguan
Membutuhkan pemberian yang hati- ginjal dan hematologi, fungsi hepar dan
hati pada pasien dengan kelainan ginjal yang harus di pantau. Agen ini
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id 14

kontraindikasi pada pasien yang et al.2017). Pada uji klinis acak, varikonazole dan
hipersensitif pada oabt ini atau isovukonazole memiliki efikasi sama, meskipun
komponennya, trimester pertama isavukonazol memiliki profil toksisitas yang lebih baik
kehamilan dan ibu metelenyusui. dan interaksi obat yang lebih sedikit dibandingkan
varikonazol. Kombinasi antijamur dengan mekanisme
Lini Pertama yang berbeda (misal azole dengan echinocandin) tidak
Terdapat tiga strategi dasar, selain pemberian direkomendasikan karena tidak menunjukkan efek
profilaksis yang telah dikembangkan dan diteliti dalam yang berbeda dibandingkan monoterapi. Resendiz
penanganan IFD (Mercier dan Maertens 2017). Sharpe et al. merekomendasikan Liposomal AMB
Neutropenia berkepanjangan dengan demam (3mg/kgBB) sehingga salah satu alternatif terapi awal
persisten atau berulang 5-7 hari disertai penggunaan jika pasien resistensi azole atau pasca konsumsi azole
antibiotik hal ini pemicu yang cukup untuk dapat spektrum luas. 14
dijadikan dasae memulai terapi antijamur spektrum
luas, strategi yang disebut terapi antijamur empiris, Ada beberapa formulasi pada IFD yaitu terapi
meskipun hal ini belum didukung oleh bukti ilmiah lini-pertama mukormikosis berbasis-lipid AmB (dosis
yang kuat dan memiliki kelemahan, seperti toksisitas 5-10mg/kg) dilanjutkan Posaconazole dan
obat dan besarnya biaya karena pengobatan isavuconazole setelah penyakit awal stabil; untuk
berlebihan. Penggunaan empiris antijamur menjadi fusariosis terapi lini-pertama menggunakan
standar perawatan dibanyak tempat yang didukung variconazole dan debridemen bedah, juga pada infeksi
oleh konsesus yang memiliki akses terbatas atau Scedosporium. Echinocandins merupakan obat lini-
tanpa alat diagnostik radiologi dan mikologi. pertama pada pasien invasif kandidiasis lama atau
Pendekatan ini berpedoman pada ECIL yang kandidemia, dosis diturunkan setelah pasien dalam
merekomendasikan penggunaan Caspofungin keadaan stabil, lama pengobatan biasanya 14 hari
(50mg/hari setelah 70mg pada hari 1) atau liposomal setelah hasil kultur darah positif. Pada
amfosterisin B (3mg/kg).14 trimethoprim/sulfamethoxazole dosis tinggi menjadi
terapi lini-pertama dan pada pasien Pneumocystis
Pendekatan diagnostic-driven (disebut pre- Jirovecii Pneumonia (PJP); kombinasi primaquine dan
emptive) dianjurkan dibeberapa rumah sakit, yang klindamisin menjadi pilihan alternatif dengan lama
bertujuan untuk memulai terapi antijamur pada pasien pengobatan tiga minggu. 14
berisiko ketika ditemukan tanda awal infeksi jamur
seperti ters skrining GM, BDG atau PCR positif, atau Kesimpulan
lesi sugestif pada pencitraan. Meskipun pendekatan ini Perkembangan ilmu penyakit jamur lebih lambat
terbatas pada rumah sakit yang melakukan pengujian dibandingkan dengan patogen lain seperti bakteri,
berbasis non-kultur dan memiliki akses CT scan dada virus dan parasite, salah satunya IFD. Invasive Fungal
dan modalitas pencitraan lainnya. 14 Disease (IFD) adalah infeksi yang diakibatkan
Pendekatan pengobatan antijamur directed berbagai jenis patogen jamur, yang menyerang secara
diberikan pada pasien dengan diagnosis penyakit sistemik sehingga menyebabkan kerusakan jaringan.
jamur baik proven atau probable (Tabel 8).14 Jenis jamur utama penyebab kasus IFD di dunia
adalah Candida albicans, Aspergilus fumigatus,
Tabel 8 . Tatalaksana lini-pertama antijamur pada IA Cryptococcus neoformans, Pneumocystis jirovecii,
dan mukormikosis pada pasien HSCT berdasarkan jamur dimorfik endemik dan Mucormycetes
ECIL-6. 14 merupakan patogen. Diagnosa IFD terbagi menjadi
tiga kategori yakni ‘possible’, ‘probable’, dan ‘proven’,
didasarkan pada keadaan klinis pasien, hasil
pencitraan dan konfirmasi/ bukti lab agen
penyebabnya. Kultur dan pemeriksaan mikroskopik
menjadi standar baku emas untuk diagnosis
laboratorium IFD dan Candida score dapat digunakan
untuk mendiagnosa kandidiasis invasif pada pasien
berisiko tinggi. Pilihan utama terapi IFD antijamur,
golongan ‘azole’, ‘polyenes’, dan ‘echinocandins’.
Pengobatannya bergantung pada indikasi dan pilihan
profilaksis, empiris atau terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Brown G, Denning D, Gow N, Levitz S, Netea M,
Hidden W. Killers, Human fungal infections. Sci
Maertens et al. merekomendasikan Transl Med. 2012;4(165):165rv13.
Varikonazole dan isovuconazole sebagai lini-pertama
pada aspergilosis invasif, aspergilosis serebral (Tissot

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 15

2. Lilienfeld-toal M Von, Wagener J, Einsele H, a US health care network. Open forum infectious
Cornely OA, Kurzai O. New Treatments to Meet diseases; 2018: Oxford University Press US.
New Challenges. 2019; 13. Bitar D, Lortholary O, Le Strat Y, Nicolau J,
2. Chapman B, Slavin M, Marriott D, Halliday C, Coignard B, Tattevin P, et al. Population-based
Kidd S, Arthur I, et al. Changing epidemiology of analysis of invasive fungal infections, France,
candidaemia in Australia. Journal of Antimicrobial 2001–2010. Emerging infectious diseases.
Chemotherapy. 2017;72(4):1103-8. 2014;20(7):1149.
3. Desoubeaux G, Franck-Martel C, Caille A, 14. Bassetti M, Azoulay E, Kullberg B-J, Ruhnke M,
Drillaud N, Lestrade Carluer de Kyvon M-A, Bailly Shoham S, Vazquez J, et al. EORTC/MSGERC
É, et al. Use of calcofluor-blue brightener for the definitions of invasive fungal diseases: summary
diagnosis of Pneumocystis jirovecii pneumonia in of activities of the Intensive Care Unit Working
bronchial-alveolar lavage fluids: A single-center Group. Clinical Infectious Diseases.
prospective study. Medical Mycology. 2021;72(Supplement_2):S121-S7.
2017;55(3):295-301. 15. von Lilienfeld-Toa M, Wagener J, Eisnele H,
4. Navalkele BD, Revankar S, Chandrasekar P. Cornely OA, Kurzai O. Invasive pilzinfektionen.
Candida auris: a worrisome, globally emerging Dtsch Arztebl Int. 2019;116(16):271-8.
pathogen. Expert review of anti-infective therapy. 16. Wahyuningsih R, Adawiyah R, Sjam R,
2017;15(9):819-27. Prihartono J, Ayu Tri Wulandari E, Rozaliyani A,
5. Dellière S, Rivero-Menendez O, Gautier C, et al. Serious fungal disease incidence and
Garcia-Hermoso D, Alastruey-Izquierdo A, Alanio prevalence in Indonesia. Mycoses.
A. Emerging mould infections: get prepared to 2021;64(10):1203-12.
meet unexpected fungi in your patient. Medical 17. McKeny PT, Nessel TA, Zito PM. Antifungal
mycology. 2020;58(2):156-62. Antibiotics. [Updated 2021 Nov 15]. In: StatPearls
6. Donnelly JP, Chen SC, Kauffman CA, Steinbach [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
WJ, Baddley JW, Verweij PE, et al. Revision and Publishing;2022Jan-.Availablefrom:
update of the consensus definitions of invasive https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538168/
fungal disease from the European Organization 18. Mercier T, Maertens J. Clinical considerations in
for Research and Treatment of Cancer and the the early treatment of invasive mould infections
Mycoses Study Group Education and Research and disease. 2017;29–38.
Consortium. Clinical Infectious Diseases. 19. Njoto EN. Peranan Candida Score untuk Deteksi
2020;71(6):1367-76. Infeksi Fungal Invasif di Ruang Intensif.
7. De Pauw B, Walsh TJ, Donnelly JP, Stevens DA, 2014;41(1):70–1.
Edwards JE, Calandra T, et al. Revised 20. Wingard JR. Diagnostic methods for invasive
definitions of invasive fungal disease from the fungal diseases in patients with hematologic
European organization for research and malignancies. 2012;661–9.
treatment of cancer/invasive fungal infections 21. Schmiedel Y, Zimmerli S. Common invasive
cooperative group and the national institute of fungal diseases: an overview of invasive
allergy and infectious diseases mycoses study candidiasis, aspergillosis, cryptococcosis, and
group (EORTC/MSG) consensus group. Clinical Pneumocystis pneumonia. Swiss medical weekly.
infectious diseases. 2008;46(12):1813-21. 2016;146:w14281.
8. Bassetti M, Azoulay E, Kullberg B, Ruhnke M, 22. Pappas P, Lionakis M. Arendrup MCet al.
Shoham S, Vazquez J, et al. EORTC / MSGERC Invasive candidiasis Nat Rev Dis Primers.
Definitions of Invasive Fungal Diseases : 2018;4:18026.
Summary of Activities of the Intensive Care Unit 23. Dagenais TR, Keller NP. Pathogenesis of
Working Group. 2021;72(Suppl 2):121–7. Aspergillus fumigatus in invasive aspergillosis.
9. Firacative C. Invasive fungal disease in humans : Clinical microbiology reviews. 2009;22(3):447-65.
are we aware of the real impact ? 24. Zhang L, Che C. Clinical manifestations and
2020;115(September):1–9. outcome analysis of invasive pulmonary
10. Wahyuningsih R, Adawiyah R, Sjam R, aspergillosis infection: a retrospective study in 43
Prihartono J, Ayu Tri Wulandari E, Rozaliyani A, nonneutropenic patients. Journal of International
et al. Serious fungal disease incidence and Medical Research. 2019;47(11):5680-8.
prevalence in Indonesia. Mycoses. 25. Zierhut M, Pavesio C, Ohno S, Orefice F, Rao
2021;64(10):1203-12. NA. Intraocular inflammation: Springer; 2016.
11. Rieger CT, Huppmann S, Peterson L, Rieger H, 26. Truong J, Ashurst JV. Pneumocystis Jirovecii
Ostermann H. Classification of invasive fungal Pneumonia. StatPearls [Internet]: StatPearls
disease in patients with acute myeloid leukaemia. Publishing; 2022.
2010;92–8. 27. Chen SC, Perfect J, Colombo AL, Cornely OA,
12. Webb BJ, Ferraro JP, Rea S, Kaufusi S, Groll AH, Seidel D, et al. Review Global guideline
Goodman BE, Spalding J, editors. Epidemiology for the diagnosis and management of rare yeast
and clinical features of invasive fungal infection in infections : an initiative of the ECMM in

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 16

cooperation with ISHAM and ASM.


2021;3099(21):1–12.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1)

Anda mungkin juga menyukai