Anda di halaman 1dari 8

PELANGGARAN SILA KE 2 MENGENAI KASUS

PERUNDUNGAN ATAU BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH

Disusun Oleh:
Kelompok : II (DUA)
Anggota kelompok : 1. Akhdan Naufal (F1E223013)
2. Rio Anggara (F1E223011)
3. Ikhwan ummairha (F1E223032)
4. Indra Prayuda (F1E223002)
5. Kevin Aldi Saputra (F1E223041)
6. Martin Samuel Sitanggang (F1E223003)
7. Rahul Palaguna (F1E223033)
8. Raihan Assyawal (F1E223030)
9. Saifulloh (F1E223007)

Dosen pengampu : Muhammad Ichsan, M.Si

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI 2023
PELANGGARAN SILA KE 2 MENGENAI KASUS PERUNDUNGAN ATAU
BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH
KEVIN ALDI SAPUTRA1, RIO ANGGARA2, SAIFULLOH3, IKHWAN UMMAIRHA4, AKHDAN NAUFAL5, MARTIN
SAMUEL S6, INDRA PRAYUDA7, RAHUL PALAGUNA8, RAIHAN ASYAWAL9.

Abstrak
Kasus bullying merupakan fenomena sosial yang semakin merajalela di berbagai lapisan
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dinamika serta dampak yang timbul dari kasus
bullying di lingkungan masyarakat. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini menggali data melalui
wawancara mendalam dengan korban, pelaku, serta saksi-saksi kejadian bullying. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kasus bullying tidak hanya terbatas pada lingkungan masyarakat, tetapi juga
melibatkan berbagai sektor dalam pendidikan. Faktor-faktor seperti ketidaksetaraan, perbedaan sosial,
dan kurangnya kesadaran akan dampak psikologis korban turut menjadi pemicu terjadinya bullying.
Dinamika kekuasaan antarindividu dan kelompok juga memainkan peran penting dalam membentuk
pola perilaku bully. Dampak psikologis pada korban bullying meliputi penurunan harga diri, gangguan
kepercayaan diri, dan bahkan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan mental. Di sisi lain, pelaku
bullying juga dapat mengalami konsekuensi negatif seperti isolasi sosial dan kesulitan berinteraksi
secara positif dalam masyarakat. Dampak psikologis pada korban bullying meliputi penurunan harga
diri, gangguan kepercayaan diri, dan bahkan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan mental. Di
sisi lain, pelaku bullying juga dapat mengalami konsekuensi negatif seperti isolasi sosial dan kesulitan
berinteraksi secara positif dalam masyarakat.
Kata kunci : bullying, bullying di lingkungan pendidikan, dampak psikologis korban
Abstrack
Bullying is a social phenomenon that is increasingly rampant in various layers of society. This
research aims to reveal the dynamics and impacts of bullying cases in the community. Through a
qualitative approach, this research explores data through in-depth interviews with victims, perpetrators,
and witnesses of bullying incidents. The results show that bullying cases are not only limited to the
school environment, but also involve various sectors in society. Factors such as inequality, social
differences, and lack of awareness of the psychological impact on victims also trigger bullying. Power
dynamics between individuals and groups also play an important role in shaping bully behavior
patterns. The psychological impact on victims of bullying includes decreased self-esteem, impaired self-
confidence, and potentially even mental health problems. On the other hand, bullies can also experience
negative consequences such as social isolation and difficulty interacting positively in society. The
psychological impact on victims of bullying includes decreased self-esteem, impaired self-confidence,
and even the potential to cause mental health problems. On the other hand, bullies can also experience
negative consequences such as social isolation and difficulty interacting positively in society.
Keywords: bullying, bullying in the community, psychological impact on victims
BAB I
PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini kasus akibat kekerasan makin sering ditemui, seperti perkelahian atau tawuran
antar pelajar. Selain tawuran antar pelajar, sebenarnya ada bentuk-bentuk perilaku kekerasan oleh siswa
yang tidak begitu mendapat perhatian, seperti pengucilan teman dan pemalakan terhadap teman, yang
biasa disebut dengan bullying. Bullying ini dapat dilakukan secara fisik maupun non fisik. Bullying
juga dapat dilakukan melalui apa saja, media social maupun dilakukan secara langsung. Hal ini dapat
mengakibatkan pelajar malas atau trauma untuk pergi ke sekolah dan berinteraksi karena takut akan
hal-hal seperti itu. Hal ini sangat berbahaya karena dapat merugikan korban bullying dan bahkan dapat
menyebabkan korban bunuh diri atau kematian terhadap korban. Sehingga, masalah bullying yang
marak terjadi sekarang ini seharusnya mendapat perhatian khusus.

Perundungan dalam lingkungan pendidikan merujuk pada tindakan agresif atau merendahkan
diri yang dilakukan secara berulang oleh satu individu atau sekelompok individu terhadap orang lain,
dengan tujuan mendominasi, mengendalikan, atau merendahkan korban. Bentuk perundungan ini dapat
mencakup perilaku verbal, fisik, atau sosial, dan dapat terjadi di berbagai konteks masyarakat, termasuk
di tempat umum, dalam kelompok sosial, atau melalui platform media sosial.Dalam lingkungan
pendidikan, perundungan dapat terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari interaksi sehari-hari di
lingkungan tetangga, sekolah, tempat kerja, hingga dalam komunitas daring. Faktor-faktor seperti
perbedaan kekuatan, status sosial, atau perbedaan karakteristik individu dapat memainkan peran dalam
dinamika perundungan.

Perundungan dalam lingkungan pendidikan memiliki potensi dampak yang serius terhadap
kesejahteraan psikologis, emosional, dan sosial korban. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan
mengatasi perundungan ini dengan melibatkan seluruh komunitas, meningkatkan kesadaran akan
dampaknya, dan mempromosikan norma-norma yang mendukung sikap saling menghormati dan
keberagaman. Pencegahan perundungan dalam lingkungan pendidikan juga melibatkan kerja sama
antara individu, keluarga, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat untuk menciptakan
lingkungan yang aman, inklusif, dan mendukung bagi semua anggotanya.

Bullying merupakan salah satu tindakan perilaku agresif yang disengaja dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap seorang
korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah (Soetjipto, 2012). Kasus bullying kini
marak terjadi, tidak hanya di lingkungan masyarakat namun kasus ini juga banyak terjadi di lingkungan
pendidikan contohnya seperti di lingkungan pertemanan. Hal ini membuat berbagai pihak semakin
prihatin termasuk komisi perlindungan anak. Berbagai cara dilakukan untuk meminimalisir kejadian
bullying di lingkungan pendidikan, salah satunya dengan mendesak para orang tua dan guru untuk lebih
memperhatikan dan mendidik anak tersebut agar tidak melakukan hal hal yang tidak baik, seperti
perundungan atau pemalakan.

Komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting dalam lingkungan keluarga karena
berfungsi sebagai jembatan kontak antara anak dan orang tua. Komunikasi interpersonal sering
digunakan antara orang tua dan anak-anak. Ketika orang dewasa berkomunikasi satu sama lain, anak-
anak merasa dicintai, disambut, dan dihormati. Anak-anak yang kurang komunikasi interpersonal akan
merasa dikucilkan, diremehkan, kesepian, dan tidak dicintai, Sehingga dampak terjadinya kasus
bullying dapat terjadi (Jayanti and Hidayat 2023).
Ada beberapa bentuk bullying pada anak, 1). Bullying verbal seperti memaki, mengolok-olok,
meneriaki, memfitnah, menghina, menggoda, mengejek, menggosip, menyoraki, memanggil nama
julukan dan berkata rasis. 2). Bullying fisik seperti menendang, mencubit, menampar, mendorong,
menyenggol, menginjak kaki, menjegal, meludahi, melempar dengan barang, merampas, memukul dan
melakukan pengrusakan terhadap barang orang lain. 3). Bullying tidak langsung atau bullying sosial
seperti mengucilkan orang lain, mengabaikan, mempermalukan didepan umum, memandang dengan
sinis, memandang dengan tatapan mengancam, dan merendahkan (Mufrihah 2016). Bila hal ini
dilakukan terus menerus, maka akan berakibat buruk pada perkembangan mental korban dan pelaku
bullying.

Metode
Pembuatan artikel tentang bullying di lingkungan pendidikan dapat melibatkan beberapa
metode penelitian dan pendekatan untuk memastikan keakuratan, keberagaman, dan kebermanfaatan
informasi. Salah satu metode yang kami gunakan dalam pembuatan artikel ini adalah riset literatur, studi
kasus, dan survei penelitian di lapangan. Riset literatur dapat dilakukan dengan Melakukan tinjauan
pustaka untuk memahami konsep perundungan, teori-teori terkait, dan temuan-temuan penelitian
sebelumnya tentang perundungan di lingkungan pendidikan dan mencari literatur ilmiah, artikel jurnal,
dan buku terkait perundungan untuk mendapatkan dasar teoritis yang kuat. Kemudian studi kasus dapat
dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang kasus-kasus perundungan yang telah terjadi dalam
lingkungan pendidikan tertentu. Mewawancarai korban, pelaku, dan saksi-saksi untuk mendapatkan
perspektif yang lebih mendalam tentang kasus perundungan. Dan yang terakhir survei penelitian di
lapangan yang dilakukan dengan merancang dan melaksanakan survei untuk mengumpulkan data
kuantitatif tentang prevalensi perundungan di lingkungan masyarakat. Melibatkan partisipasi aktif dari
responden dari berbagai kelompok usia dan latar belakang untuk mendapatkan pandangan yang lebih
luas.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara harfiah, kata bully berarti menggertak dan mengganggu orang yang lebih lemah. Istilah
bullying kemudian digunakan untuk menunjuk perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang
dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang lain yang lebih lemah untuk
menyakiti korban secara fisik maupun mental Bullying bisa berupa kekerasan dalam bentuk fisik (misal:
menampar, memukul, menganiaya, menciderai), verbal (misal: mengejek, mengolok- olok, memaki),
dan mental/ psikis (misal: memalak, mengancam, mengintimidasi, mengucilkan) atau gabungan di
antara ketiganya (Prasetyo 2011).
Menurut pandangan filosofis, khususnya Ideologi Pancasila, perbuatan perundungan pada
dasarnya berbenturan atas sifat-sifat fundamental terkandung dalam ajaran Pancasila prinsip kedua,
"kemanusiaan yang adil dan beradab". 5 Dimana perundungan adalah tindakan yang sangat tidak adil
yang merendahkan martabat korban dan pelabelan fisik dan psikologis yang negatif terhadap orang
yang bersangkutan. Perspektif di atas menggambarkan akibat ataupun dampak dari perilaku
perundungan, perlu diwaspadai bersama serta menjadi perhatian khusus. Karena perilaku perundungan
bukanlah tindakan yang dapat dipandang sebagai masalah biasa.
Menurut (Mangaria, Liyus, and Arfa 2023). Perundungan (bullying) termasuk salah satu wujud
pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 Ayat (6) yang menentukan : “Pelanggaran hak asasi manusia adalah
setiap Tindakan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara baik dengan sengaja maupun tidak
sengaja atau sebaliknya yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, serta
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok yang dijamin oleh peraturan ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang sah dan adil,
berdasarkan mekanisme hukum”.
Berdasarkan informasi dari International Center for Research on Women (ICRW) pada tahun
2015, 84% pesert a didik di Indonesia mengalami perundungan di sekolah. Lebih dari 45% peserta didik
(laki-laki) dan 22% peserta didik (perempuan) mengatakan bahwa pendidik ataupun petugas di institusi
pendidikan adalah salah satu pelaku perundungan. Selanjutnya 75% peserta didik mengaku pernah
melakukan kejahatan di ruang lingkup pendidikan. Kasus perundungan akan terus mengulangi hal yang
sama, jika tidak ditangani dengan tepat dan berkelanjutan dari akar masalahnya. Adanya kejadian-
kejadian perundungan menyebabkan keresahan masyarakat(Ezy Maulany and Yusra 2022).
Dari hasil survei penelitian di lapangan kami menemukan suatu kasus penyimpangan dari sila
ke 2 yakni tentang perundungan atau bullying yang di lakukan oleh sekelompok oknum terhadap
temannya sendiri. Korban sendiri mengakui bahwa dirinya pernah mengalami bullying di lingkungan
sekolah pada bangku Sekolah Menengah Pertama(SMP). Korban sempat mendapatkan kata hinaan dan
makian karena badannya yang gendut, korban sempat di ejek dengan perkataan ”gentong, gajah, dan
tekmond”. Pada saat korban mendapati perkataan tersebut korban sakit hati dan mengalami depresi dan
korban kehilangan semangat untuk bersekolah. Selain dikata-katai yang tidak senonoh korban juga
sempat dijadikan kacung untuk disuruh pergi ke kantin dan membelikan makanan. Terkadang pun
korban memakai uang pribadinya untuk membeli makanan kepada para pelaku. Dari sini kita dapat
melihat bahwa bullying sangat berpengaruh terhadap mental dan psikologis anak. Diatas menyebutkan
bahwa anak sempat sakit hati dengan perundungan yang dilakukan oleh para pelaku.
Pada saat wawancara korban juga menyebutkan/mengatakan bahwa korban enggan untuk
melapor dikarenakan korban sendiri ingin memiliki teman. Korban mengatakan walaupun pada dasar
nya ia sering dibully atau dikacungi oleh para pelaku, korban sendiri hanya ingin memliki teman.
Apabila korban melapor pada guru ataupun pihak yang berwenang tentunya korban sendiri akan dijauhi
dan dikucilkan oleh para pelaku. Karena para pelaku yang membully, pada dasar nya lebih tua dari
korban sehingga para pelaku merasa bahwa dirinya dapat semenah-menah terhadap korban.
Kemudian pada saat me-wawancarai keluarga korban atau kakak korban sendiri, kakak korban
mengaku bahwa ia tidak tahu jika adiknya pernah menjadi korban perundungan. Dan misalnya kakak
korban mengetahui bahwasannya adiknya pernah menjadi korban bullying tentunya kakak korban pasti
marah. Kakak korban mengatakan jika masih bisa di lakukan peneguran secara baik-baik atau
kekeluargaan, tentunya kakak korban akan melakukan hal tersebut. Dan apabila sudah tidak bisa di
lakukan secara baik baik maka kakak korban akan melakukan cara sebisanya. Kakak korban tentunya
akan bertanya kepada adiknya dan kawan terdekat korban, mengapa korban dapat di bully dan di peras
oleh kakak kelas korban. Kakak korban mengatakan apabila adiknya mengalami pembullyan lagi, ia
akan menasehati adiknya jika apabila adiknya tersebut benar-benar salah. Dan apabila adiknya tersebut
tidak salah tentunya ia akan menindaklanjuti tindakan pembullyan dengan cara melapor ke pihak yang
berwenang.
Menurut penelitian yang dilakukan (Rizqi 2019). Siswa yang kerap mengalami perlakuan tidak
menyenangkan atau bullying disekolah, dapat mengakibatkan turunnya harga diri dan kepercayaan
dirinya. Percaya diri rendah akan menurunkan keberanian untuk mengutarakan perasaan yang
dirasakan. Korban bullying menunjukkan sikap menerima perlakuan bullying yang dialami tanpa
perlawanan, karena faktor apabila korban melawan korban kemungkinan akan di jauhi dan di kucilkan.
Dampak tersebut sangat berpengaruh terhadap mental dan psikologi korban.
Bullying jika terus dibiarkan akan memberi dampak buruk pada perkembangan anak serta
menimbulkan masalah lain pada kehidupan anak baik bagi pelaku maupun korban. Bullying yang terjadi
di sekolah akan menimbulkan dampak pada korban seperti adanya rasa takut ke sekolah. karena merasa
tidak aman jika berada di sekolah, cemas, malu, mengurung diri, stress, depresi, adanya keinginan untuk
bunuh diri, membenci lingkungan sosialnya, takut bergaul, harga diri rendah, dendam, membenci
pelaku dan menurunnya prestasi akademik akibat gangguan dalam proses belajar (Juwita and Kustanti
2020). Dampak perilaku bullying sebagai pelaku pada usia sekolah erat kaitannya dengan perilaku anti-
sosial pada masa mendatang setelah anak tumbuh menjadi remaja atau dewasa, dampak lainnya adalah
pelaku berisiko VERSITAS ANDA untuk menyalurkan perilaku bullying ke lingkungan rumah dan
keluarganya, seperti melarikan diri dari rumah, membolos, beresiko mengalami gejala- gejala depresi,
melakukan tindakan kriminal, mengkonsumsi alkohol dan obat obat terlarang (American Association
of School Administrator, 2009).
Penanganan kasus bullying di lingkungan sekolah memerlukan pendekatan yang holistik dan
melibatkan berbagai pihak, termasuk siswa, guru, orang tua, dan pihak sekolah. Berikut adalah beberapa
solusi yang dapat diimplementasikan:
• Workshop Anti-Bullying: Sertakan program anti-bullying dalam kurikulum sekolah dan
adakan workshop untuk siswa, guru, dan orang tua.
• Pembentukan Tim Anti-Bullying: Bentuk tim khusus yang terdiri dari siswa, guru, dan staf
sekolah untuk memantau dan menanggapi kasus bullying.
• Forum diskusi : Adakan forum diskusi rutin untuk siswa, guru, dan orang tua guna membahas
isu-isu terkait bullying.
• Hotline Pelaporan: Sediakan saluran pelaporan anonim untuk melaporkan kasus bullying
dengan aman.
• Pendampingan Siswa: Sediakan dukungan khusus untuk siswa yang terlibat dalam kasus
bullying, baik dari guru atau konselor.
• Program Pengembangan Empati: Ajarkan keterampilan empati dan resolusi konflik sejak
dini untuk membentuk budaya sekolah yang inklusif.
• Pengawasan Online: Berikan edukasi kepada orang tua tentang pengawasan aktivitas online
anak-anak, karena bullying seringkali terjadi melalui media sosial.
• Peraturan Anti-Bullying: Tetapkan aturan yang jelas dan tegas terkait dengan perilaku
bullying, dan pastikan ada konsekuensi yang sesuai.

KESIMPULAN

Dari hasil yang di dapat Bullying adalah tindakan di mana satu orang atau lebih mencoba untuk
menyakiti atau mengontrol orang lain dengan cara kekerasan. Bullying tidak hanya dilakukan secara
langsung. Namun, bullying juga dapat dilakukan melalui media social atau internet, yang disebut
Cyberbullying. Bullying dibagi menjadi 5 kategori, diantaranya kontak fisik langsung, kontak verbal
langsung, perilaku non-verbal langsung, perilaku non-verbal tidak langsung, dan pelecehan seksual.
Pada umumnya orang melakukan bullying karena merasa tertekan, terancam, terhina, dendam, dan lain
sebagainya. Bullying disebabkan oleh korban dari keadaan lingkungan yang membentuk
kepribadiannya menjadi agresif dan kurang mampu mengendalikan emosi, juga diakibatkan tayangan
televisi yang dapat mempengaruhi remaja. Pencegahan terhadap bullying dapat dimulai melalui
orangtua dengan mengajarkan kecerdasan emosional sejak dini dan dapat dilakukan oleh sekolah dan
pemerintah, seperti program anti bullying. Adanya bimbingan konseling juga berpengaruh penting
dalam mencegah adanya bullying. komunikasi antara orang tua dan anak dalam hal ini masih terbatas,
dan kurangnya komunikasi tersebut dapat terjadinya bullying di lingkungan keluarga atau masyarakat.
Orang tua perlu lebih memperhatikan dan tegas terhadap anak-anak mereka, serta menciptakan
keterbukaan dan kesetaraan dalam hubungan komunikasi mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Ezy Maulany, Ledita, and Affan Yusra. 2022. “Dampak Perundungan (Bullying) Verbal Terhadap
Empati Korban Pada SMPN 7 Muaro Jambi.” Jurnal Ilmiah Dikdaya 12 (1): 195–201.
https://doi.org/10.33087/dikdaya.v12i1.291.
Jayanti, Reni Dwi, and Ofi Hidayat. 2023. “Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak
Terhadap Pencegahan Bullying Di Lingkungan Sekolah.” Jurnal Judika 1 (2): 95–107.
Juwita, Vita Ratna, and Erin Ratna Kustanti. 2020. “Hubungan Antara Pemaafan Dengan Kesejahteraan
Psikologis Pada Korban Perundungan.” Jurnal EMPATI 7 (1): 274–82.
https://doi.org/10.14710/empati.2018.20196.
Mangaria, M, H Liyus, and N Arfa. 2023. “Pengaturan Pidana Terhadap Kejahatan Perundungan Di
Institusi Pendidikan Saat Ini.” PAMPAS: Journal of … 4 (35): 252–65. https://mail.online-
journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/26963.
Mufrihah, Arina. 2016. “Perundungan Reaktif Di Sekolah Dasar Dan Intervensi Berbasis Nuansa
Sekolah.” Jurnal Psikologi 43 (2): 135. https://doi.org/10.22146/jpsi.15441.
Prasetyo, ahmad baliyo eko. 2011. “Bullying Disekolah Dan Dampak Bagi Masa Depan Anak.” Journal
Pendidikan Islam 4 (1): 19–26.
Rizqi, Hanifatur. 2019. “Dampak Psikologis Bulliying Pada Remaja.” Wiraraja Medika 9 (1): 31–34.
https://doi.org/10.24929/fik.v9i1.694.

Anda mungkin juga menyukai