Anda di halaman 1dari 21

REFERAT NOVEMBER 2023

PATOMEKANISME VITILIGO

Disusun Oleh:

Monsal Pasapan
N111 22 094

PEMBIMBING KLINIK

dr. Hj. Seniwaty Ismail, Sp.D.V.E., FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KULIT DAN

KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2023

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Monsal Pasapan

Stambuk : N 111 22 094

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul : Patomekanisme Vitiligo

Bagian Kulit dan Kelamin


RSUD Undata
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, November 2023

PEMBIMBING DOKTER MUDA

dr. Hj. Seniwaty Ismail, Sp.D.V.E., Monsal Pasapan


FINSDV

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vitiligo adalah sebuah kelainan kulit yang menyebabkan terjadinya
depigmentasi kulit. Hal ini ditandai dengan hilangnya melanosit secara
selektif, yang nantinya akan menyebabkan hilangnya pigmen kulit di area
kulit yang terkena 1. Proses pembentukan melanin normal dimulai saat sel
melanosit mensintesis melanin dari asam amino tyrosine, dibantu enzim
melanosom untuk memproduksi warna pada kulit. Pada vitiligo terjadi
kehilangan sebagian atau seluruh sel melanosit 2. Lesi vitiligo ditandai dengan
adanya makula depigmentasi, ukuran bervariasi, tidak bersisik dengan tepi
tegas yang merupakan kelainan idiopatik yang didapat 1 3.
Estimasi prevalensi vitiligo di seluruh dunia sangat bervariasi dengan
perkiran prevalensi berkisar antara 0,004% hingga 2,28%. Jepang dilaporkan
lebih tinggi yaitu berkisar 1.25 hingga 6% populasi. Vitiligo lebih sering pada
dewasa muda (20-30 tahun) dan 30% pasien memiliki riwayat keturunan yang
positif 2 4.
Vitiligo diklasifikasikan menjadi 4 klasifikasi menurut Vitiligo Global
Issues Consensus Conference (VGICC) yaitu vitiligo tipe segmental (Fokal,
akrofasial, mukosal dimana melibatkan lebih dari satu mukosa, generalisata,
universalis) , vitiligo segmental (unisegmental, bisegmental, multisegmental)
, vitiligo campuran yang berhubungan dengan keparahan vitiligo segmental ,
dan vitiligo unclasifiable atau undetermined (fokal dan mukosal dimana
hanya melibatkan satu mukosal) 5
Mekanisme dari terjadinya vitiligo sampai sekarang belum
sepenuhnya dijelaskan. Beberapa teori yang menjelaskan mengenai penyebab
kematian melanosit seperti stress oksidatif dan autoimun serta genetik adalah
yang terbaru hingga saat ini 6
Berdasarkan penjelasan diatas tulisan ini berusaha untuk membahas

4
mengenai patomekanisme dari vitiligo

B. Tujuan
Penulisan referat ini bertujuan untuk membahas mengenai
patomekanisme terjadinya vitiligo

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Vitiligo adalah sebuah kelainan kulit yang menyebabkan terjadinya
depigmentasi kulit. Hal ini ditandai dengan hilangnya melanosit secara
selektif, yang nantinya akan menyebabkan hilangnya pigmen kulit di area
kulit yang terkena 1. Proses pembentukan melanin normal dimulai saat sel
melanosit mensintesis melanin dari asam amino tyrosine, dibantu enzim
melanosom untuk memproduksi warna pada kulit. Pada vitiligo terjadi
kehilangan sebagian atau seluruh sel melanosit 2. Lesi vitiligo ditandai dengan
adanya makula depigmentasi, ukuran bervariasi, tidak bersisik dengan tepi
tegas yang merupakan kelainan idiopatik yang didapat 1 3.

B. Anatomi dan Fisiologi Kulit


1. Anatomi 7

Gambar 1. Anatomi Kulit

6
2. Fisiologi
Beberapa lapisan kulit bersifat dinamis, melepaskan dan
menggantikan lapisan dalam yang lama. Ketebalan kulit bervariasi
berdasarkan lokasi, usia, jenis kelamin, pengobatan, dan kesehatan yang
mempengaruhi kepadatan dan ketebalan kulit. Ketebalan yang bervariasi
ini disebabkan adanya perubahan pada dermis dan epidermis. Kulit tebal
terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki, dimana terdapat
keratinisasi yang jelas dan lapisan stratum lucidum. Kulit yang lebih tipis
terdapat pada kelopak mata, aksila, alat kelamin, dan permukaan mukosa
yang terpapar lingkungan luar, seperti mukosa mulut, saluran vagina, dan
permukaan internal tubuh tertentu lainnya 8
Pembelahan sel terjadi pada stratum basale/germinativum. Satu sel
tersisa, sel lainnya terdorong ke permukaan. Sel basal memulai sintesis
tonofilamen (terdiri dari keratin) yang dikelompokkan menjadi bundel
(tonofibril). Sel didorong ke dalam stratum spinosum. Di bagian atas
lapisan spinosus, sel-sel mulai memproduksi butiran keratohyalin yang
memiliki protein perantara, filaggrin, dan trichohyalin; membantu agregat
filamen keratin dan konversi sel granular menjadi sel kornifikasi, yaitu
keratinisasi. Sel juga menghasilkan badan pipih. Sel didorong ke dalam
stratum granulosum dan menjadi pipih dan berbentuk berlian. Sel
mengakumulasi butiran keratohyalin yang tercampur di antara tonofibril.
Sel melanjutkan ke stratum korneum di mana mereka menjadi rata dan
kehilangan organel dan inti. Butiran keratohyalin mengubah tonofibril
menjadi matriks keratin yang homogen. Akhirnya, sel-sel kornifikasi
mencapai permukaan dan mengalami deskuamasi melalui pemecahan
desmosom. Aktivitas proteinase KLK (kallikrein-related serine peptidase)
dipicu oleh penurunan pH di dekat permukaan. 7
Melanosit berasal dari sel krista saraf dan terutama menghasilkan
melanin, yang bertanggung jawab atas pigmen kulit. Mereka ditemukan di
antara sel-sel stratum basale dan menghasilkan melanin. Sinar UVB
merangsang sekresi melanin yang melindungi terhadap radiasi UV,

7
bertindak sebagai tabir surya bawaan. Melanin diproduksi selama
konversi tirosin menjadi DOPA oleh enzim tirosinase. Melanin kemudian
berpindah dari sel ke sel melalui proses yang bergantung pada proses
panjang yang membentang dari melanosit ke sel epidermis di
sekitarnya. Butiran melanin dari melanosit ditransfer melalui proses
panjang ke sitoplasma keratinosit basal. Melanin ditransfer ke keratinosit
tetangga melalui “donasi pigmen”; melibatkan fagositosis ujung proses
7
melanosit oleh keratinosit Melanosit yang menghasilkan pigmen
didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk epidermis, folikel
rambut, dan selaput lendir beberapa jaringan 9

C. Manifestasi Klinis

Gambar 2. Manifestasi Jenis Vitiligo

8
Tabel 1. Tipe dan Subtipe Vitiligo
Tipe Vitiligo Subtipe Vitiligo
Vitiligo non-segmental - Fokal
- Akrofasial
- Mukosal (melibatkan lebih
dari satu mukosa)
- Generalisata
- Universalis
Vitiligo segmental - Unisegmental
- Bisegmental
- Multisegmental
Vitiligo campuran Berhubungan dengan keparahan vitiligo
segmental
Vitiligo unclassifiable atau - Fokal
undetermined - Mukosal (hanya melibatkan
satu mukosa

Klasifikasi Vitiligo antara lain: 3


Tabel 2. Klasifikasi Vitiligo
Jenis Vitiligo
Vitiligo vulgaris ditandai dengan lesi multiple tersebar,
distribusi dengan pola yang simetris,
merupakan vitiligo generalisata yang
paling banyak dijumpai.
Vitiligo acrofacial mengenai bagian distal jari dan sekitar
mulut dengan pola
melingkar.Merupakan subtipe dari
vitiligo generalisata.
Vitiligo campuran kombinasi dari vitiligo vulgaris dan
akrofasial.
Vitiligo universalis ditandai dengan depigmentasi komplit

9
atau hampir komplit dari seluruh tubuh.
Merupakan bentuk vitiligo generalisata
yang paling berat.
Vitiligo fokal dikarakteristikkan dengan kehadiran
dari satu atau sedikit macula pada satu
area tapi distribusinya tidak berpola
segmental. Dipertimbangkan sebagai
precursor dari vitiligo generalisata.
Vitiligo mukosa ditandai dengan depigmentasi hanya
pada membrane mukosa.
Segmental vitiligo dikarakteristikkan dengan makula yang
memiliki distribusi unilateral dan tidak
melewati garis tengah tubuh. Biasanya
menyerang usia anak-anak

Gambar 3. Efloresensi Vitiligo 10

10
D. Fisiologi Pembentukan Melanin
Proses dimana melanin, pigmen kulit, disintesis dalam melanosit
dikenal sebagai melanogenesis elanogenesis diinduksi melalui berbagai faktor
internal atau eksternal, seperti penuaan, perubahan hormonal, dan iritasi kulit
yang dimediasi sinar ultraviolet (UV) B, dan melanogenesis yang tidak
terkontrol menyebabkan hiperpigmentasi pada kulit, yang menyebabkan efek
kulit seperti melasma, bintik-bintik, bintik-bintik penuaan. , dan bintik hitam.
Melanosom adalah organel terkait lisosom spesifik melanosit di mana pigmen
melanin disintesis dan disimpan , dan melanosom ditransfer dari melanosit ke

keratinosit 11

Sintesis melanin dalam melanosom merupakan hasil jalur kompleks


yang melibatkan reaksi enzim. Tirosinase (TYR), protein-1 terkait tirosin
(TRP-1), dan TRP-2 terutama terlibat dalam reaksi enzim yang mengubah
tirosin menjadi pigmen melanin 11

Gambar 4. Jalur Induksi Melanogenesis

11
E. Patomekanisme Vitiligo
Mekanisme dari vitiligo sampai sekarang masih belum sepenuhnya
dijelaskan, namun ada beberapa teori yang terkait dengan mekanisme
terjadinya vitiligo seperti kerusakan melanosit akibat stress oksidatif seperti
oksigen reaktif yang dihasilkan dalam proses sintesis melanin, penurunan
fungsi melanosit atau sel induk melanosit, respon autoimun sitotoksik
terhadap melanosit dan melanosit pada pasien yang rentan terhadap stress
oksidatif 6

Gambar 5. Diagram Patomekanisme Vitiligo


1. Teori Autoimun
Mediasi autoimun adalah teori paling umum dan mapan yang
dikemukakan gangguan respon menyebabkan melanosit dihancurkan oleh
efektor autoimun mekanisme, baik sel T sitotoksik memori atau
autoantibodi yang ditargetkan pada melanosit antigen permukaan. Telah
diketahui bahwa vitiligo dan gangguan autoimun saling berkaitan;
misalnya, vitiligo biasanya dikaitkan dengan gangguan tiroid termasuk
penyakit Hashimoto tiroiditis dan penyakit Graves, serta endokrinopati
lain seperti penyakit Addison dan diabetes melitus. Perlu ada penelitian
tambahan mengenai relevansi beberapa di antaranya kondisi, termasuk
sindrom poliglandular autoimun, alopecia areata, sistemik lupus

12
eritematosus, penyakit radang usus, rheumatoid arthritis, psoriasis, dan
anemia pernisiosa12
2. Teori Genetik
Pengelompokan keluarga diamati pada vitiligo. Menurut berbagai
penelitian, prevalensi vitiligo di antara kerabat tingkat pertama berkisar
antara 0,14% hingga 20%. Informasi jelas menunjukkan komponen
genetik; Namun, hanya 23% dari kembar monozigot yang menunjukkan
konkordansi, menunjukkan bahwa mungkin ada faktor non-genetik yang
cukup besar dalam patofisiologi vitiligo. Di sisi lain, karena vitiligo
adalah kondisi poligenik, beberapa gen kandidat telah diidentifikasi,
termasuk kompleks histokompatibilitas utama (MHC), enzim pengubah
angiotensin (ACE), katalase (CAT), limfosit T sitotoksik antigen-4
(CTLA-4), protein tirosin fosfatase, antigen leukosit manusia (HLA), dan
reseptor interleukin-2 reseptor A (IL2RA). Semua yang terlibat dalam
pengendalian imunitas ini telah telah diuji untuk hubungan genetik
dengan vitiligo umum 12
3. Teori Stress Oxidatif
Menurut teori stres oksidatif, penumpukan intra-epidermal reaktif
spesies oksigen, yang paling terkenal adalah hidrogen peroksida (H2O2),
yangkonsentrasi dapat mencapai hingga satu milimol, adalah faktor utama
dalam patogenesis vitiligo. H2O2 menyebabkan perubahan pada
mitokondria pada konsentrasi ini, yang menyebabkan melanosit
mengalami apoptosis dan mati. Pasien dengan vitiligo sering
menunjukkan perubahan pada indikator status redoks. Malondialdehid
(MDA), selenium, vitamin C dan E, glutathione peroksidase (GPx),
superoksida dismutase (SOD), dan katalase (CAT) adalah penanda minat
yang signifikan. MDA adalah produk sampingan dari peroksidasi lipid
dan merupakan tanda stres oksidatif. Selenium, antioksidan utama yang
ditemukan dalam eritrosit, diperlukan untuk GPx tindakan. Radikal
superoksida dinetralkan oleh SOD, yang mengurangi toksisitasnya, dan
diubah menjadi oksigen (O2) dan air (H2O) oleh CAT. Pasien dengan

13
vitiligo memiliki secara signifikan jumlah SOD yang lebih besar,
penurunan aktivitas GPx eritrosit, rendahnya kadar enzim CAT, dan
rendahnya kadar vitamin C dan E dalam epidermis dan serum mereka 12
4. Teori Neural
Teori saraf mendalilkan bahwa ujung saraf melepaskan zat
neurokimiayang dapat mengurangi produksi melanin atau merusak
melanosit. Teori ini juga mengusulkan bahwa patogenesis vitiligo
berhubungan dengan gen katalase. Enzim katalase peroksisom hadir di
hampir semua makhluk hidup. Ini merangsang hidrolisis hidrogen
peroksida menjadi air dan oksigen, yang melindungi sel dari radikal
oksigen yang sangat reaktif. Katalase Aktivitas enzim menurun pada kulit
pasien vitiligo lesi dan non-lesi 12
5. Teori Biochemical
Teori biokimia menunjukkan bahwa akumulasi metabolit perantara
yang beracun dari sintesis melanin dan pertahanan radikal bebas yang
tidak memadai menyebabkan jumlah yang berlebihan hidrogen peroksida
(H2O2), yang merupakan penyebab kerusakan melanosit. Beberapa teori
termasuk faktor genetik, kekurangan dalam struktur dan fungsi melanosit,
dan kurangnya faktor perkembangan melanosit, semuanya berkontribusi
pada proses depigmentasi . Kontribusi keseluruhan dari masing-masing
mekanisme ini masih diperdebatkan, meskipun sekarang ada kesepakatan
umum bahwa vitiligo adalah penyakit autoimun. Tak satu pun dari
hipotesis yang diajukan ini cukup untuk menjelaskan banyak fenotipe
vitiligo. Namun, perkembangan perkembangan penyakit yang nyata
tergantung pada faktor lingkungan12

F. Pemeriksaan Penunjang5
1. Perhitungan Vitiligo Area Scoring Index (VASI) atau Vitiligo European
Task Force (VETF) untuk menentukan derajat keparahan, serta pemilihan
dan follow up terapi, yang dievaluasi ulang secara berkala setiap 3 bulan
2. Pemeriksaan menggunakan lampu Wood didapatkan gambaran

14
depigmentasi yang jelas
3. Pemeriksaan laboratorik untuk penapisan penyakit autoimun lain, seperti
antinuclear antibody (ANA), thyroid- stimulating hormone (TSH), free T4
(FT4), glukosa darah, dan hemoglobin
G. Tatalaksana Vitiligo
1. Medikamentosa 5
a. Pengobatan topikal
 Kortikosteroid1
 Inhibitor kalsineurin
 Bila lesi < 5% luas permukaan tubuh: monoterapi, namun
apabila diperlukan dapat dikombinasikan dengan fototerapi.
b. Fototerapi dan atau terapi kombinasi
 Fototerapi
 Psoralen dan UVA
 Narrowband UVB
 Targeted UVB
 Terapi kombinasi
 Kortikosteroid dosis denyut dan fototerapi
c. Terapi depigmentasi
 Monobenzone (Luas permukaan tubuh > 80%)
d. Kamuflase kosmetik
2. Non-Medikamentosa 5
a. Edukasi
 Konsumsi makanan yang bergizi sehingga sistem imun tetap
dalam kondisi yang baik
 Menghindari aktivitas fisik yang berlebihan sehingga
menghindari fenomena koebner
 Menghindari pajanan sinar matahari berlebihan
 Menggunakan tabir surya

15
H. Diagnosis Banding
1. Pityriasis Alba 5
 Anamnesis
- Terutama timbul pada anak dan remaja,, usia antara 3 sampai 16
tahun, dan berkulit lebih gelap. Angka kejadian pada lelaki dan
perempuan sama.
- Umumnya asimtomatik
- dapat ditemukan keluhan gatal.
- Faktor risiko: kulit kering, dermatitis atopik, berkulit gelap,
pajanan sinar matahari berlebihan, frekuensi mandi terlalu sering,
pajanan air panas, dan kadar tembaga (cuprum) serum rendah
 Pemeriksaan Fisik
- Perjalanan klinis terdiri dari tiga fase:
 Fase pertama yaitu timbul makula, plak tipis, berwarna merah
muda dengan tepi menimbul yang bertahan beberapa minggu.
 Fase kedua makula hipopigmentasi dengan skuama putih
halus pada permukaannya.
 Fase ketiga berupa makula hipopigmentasi tanpa skuama
yang dapat menetap hingga beberapa bulan-tahun.
 Bentuk lesi ketiga tahap tersebut dapat ditemukan secara
bersamaan.
- Lesi umumnya berukuran diameter 0,5-5 cm, berbentuk bulat,
oval atau ireguler dengan batas difus-tegas
- Tempat predileksi utama yaitu daerah wajah, dapat pula
ditemukan di leher, batang tubuh bagian atas, dan ekstremitas
proksimal
 Pemeriksaan Penunjang
- Untuk penegakan diagnosis tidak perlu pemeriksaan penunjang
khusus.
- Apabila diagnosis meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang sesuai diagnosis banding dengan pemeriksaan

16
histopatologi
2. Pityriasis Versicolor5
 Anamnesis
- bercak di kulit dengan sisik halus yang kadang menimbulkan rasa
gatal terutama bila berkeringat.
- Rasa gatal umumnya ringan atau tidak ada sama sekali
- Warna dari bercak bervariasi dari putih, merah muda hingga
coklat kemerahan
 Pemeriksaan Penunjang
- Predileksi lesi paling banyak di daerah seboroik, yaitu tubuh
bagian atas, wajah, leher, dada, punggung, lengan atas, daerah
yang jarang di scalp, abdomen dan paha.
- Lesi berupa bercak hipopigmentasi, eritema hingga kecoklatan,
konfluen dengan skuama halus
 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan dengan lampu Wood: terlihat fluoresensi berwana
kuning keemasan.
- Pemeriksaan dengan dermoskopi terlihat gambaran perifolikular
scale, hiperpigmentasi perilesi, scaly patching, non uniform
pigmentasi.
- Pemeriksaan langsung dari bahan kerokan kulit dengan
mikroskop dan larutan KOH 20%: tampak spora berkelompok
dan hifa pendek. Spora Dermatologi Infeksi berkelompok
merupakan tanda kolonisasi, sedangkan hifa menunjukkan adanya
infeksi
I. Prognosis 5
1. Quo ad vitam : ad bonam , vitiligo merespon dengan terapi meskipun
terkadang lambat
2. Quo ad fungsionam : dubia ad malam, lesi kulit vitiligo kehilangan fungsi
untuk menjadi tabir surya bawaan sehingga kulit mudah terbakar
3. Quo ad sanationam : dubia ad malam, pasien yang memiliki kulit lebih

17
gelap akan terlihat sangat kontras dengan lesi vitiligo

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Vitiligo adalah sebuah kelainan kulit yang menyebabkan terjadinya
depigmentasi kulit. Hal ini ditandai dengan hilangnya melanosit secara
selektif, yang nantinya akan menyebabkan hilangnya pigmen kulit di area
kulit yang terkena
2. Lesi vitiligo ditandai dengan adanya makula depigmentasi, ukuran
bervariasi, tidak bersisik dengan tepi tegas yang merupakan kelainan
idiopatik yang didapat
3. Proses pembentukan melanin normal dimulai saat sel melanosit
mensintesis melanin dari asam amino tyrosine, dibantu enzim melanosom
untuk memproduksi warna pada kulit. Pada vitiligo terjadi kehilangan
sebagian atau seluruh sel melanosit
4. Teori yang terkait dengan mekanisme terjadinya vitiligo seperti kerusakan
melanosit akibat stress oksidatif seperti oksigen reaktif yang dihasilkan
dalam proses sintesis melanin, penurunan fungsi melanosit atau sel induk
melanosit, respon autoimun sitotoksik terhadap melanosit dan melanosit
pada pasien yang rentan terhadap stress oksidatif
5. Reaksi Stress Oksidatif (ROS) memainkan perang penting dalam
mekanisme hilangnya melanosit pada vitiligo

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Bergqvist C, Ezzedine K. Vitiligo: A Review. Dermatology.


2020;236(6):571-592. doi:10.1159/000506103
2. Saptari CM. Tatalaksana Vitiligo. Cermin Dunia Kedokt. 2019;46(11):666-
670. https://cdkjournal.com/index.php/cdk/article/view/404
3. Yuniaswan AP, Firdausiya F. Gambaran Klinikopatologi Vitiligo. J
Dermatology, Venereol Aesthetic. Published online 2022:1-12.
4. Gandhi K, Ezzedine K, Anastassopoulos KP, et al. Prevalence of Vitiligo
among Adults in the United States. JAMA Dermatology. 2022;158(1):43-
50. doi:10.1001/jamadermatol.2021.4724
5. PERDOSKI. Panduan praktik klinis. J Org Chem. 2021;74(8):3203-3206.
6. Tanemura A. Understanding of Pathomechanisms and Clinical Practice for
Vitiligo. Published online 2023:1-16. doi:10.5021/ad.23.065
7. Yousef H, Alhajj M, Sharma S. Anatomy , Skin ( Integument ), Epidermis.
Published online 2023:3-5.
8. Lopez-ojeda W, Pandey A, Alhajj M, Oakley AM. Anatomy , Skin (
Integument ) Blood Supply and Lymphatics. Published online 2023:1-5.
9. Xie Y, Xu Z, Shi W, Mei X. Biological function and application of
melanocytes induced and transformed by mouse bone marrow
mesenchymal stem cells. Regen Ther. 2022;21:148-156.
doi:10.1016/j.reth.2022.06.007
10. Frisoli ML, Essien K, Harris JE. Vitiligo: Mechanisms of Pathogenesis and
Treatment. Annu Rev Immunol. 2020;38:621-648. doi:10.1146/annurev-
immunol-100919-023531
11. Lee KW, Kim M, Lee SH, Kim KD. The Function of Autophagy as a
Regulator of Melanin Homeostasis. Cells. 2022;11(13):1-19.
doi:10.3390/cells11132085
12. AL-smadi K, Imran M, Leite-Silva VR, Mohammed Y. Vitiligo: A Review
of Aetiology, Pathogenesis, Treatment, and Psychosocial Impact.
Cosmetics. 2023;10(3):1-14. doi:10.3390/cosmetics10030084

20
21

Anda mungkin juga menyukai