Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Hubungan Manusia Dengan Agama

Kelompok 3
SINDIA ANGGUN MAYLA (2110078411029)

CHICY NOVELA (2110078411019)

HENDRIK VANDENSAR (2110078411005)

DOSEN PEMBIMBING:

SRI ELIANTI , S.Ag, M.Pd.I

JURUSAN

ADMINISTRASI PERKANTORAN (D3)

STIA-NUSA
KOTA SUNGAI PENUH 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi
untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia
karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks,
berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui
pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena
didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh,
mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu
terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus
dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia
yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari
pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Hubungan
Manusia Dengan Agama”.

Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah
ini masalahnya dibatasi pada :

1. Pengertian Agama

2. Konsepsi Agama

3. Hubungan Agama Dan Manusia

4. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial

C. Tujuan Penulisan

Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan
khusus.Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian agama

2. Untuk mengetahui Konsepsi agama

3. Untuk mengetahui Hubungan agama dengan manusia

4. Untuk mengetahui bahwa agama adalah pedoman tata sosial manusia

D. Metode Penulisan

Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan motede heuristic. Metode yaitu proses pencarian
dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan kegiatan penelitian. Metode ini dipilih karena pada
hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu,
penyusunan juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.

E. Sestimatika Penulisan

Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan
sebagai berikut :

Bagaian kesatu adalah pendahuluan.Dalam bagian ini penyusun memeparkan beberapa Pokok
permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalah utama.Pada bagian pendahuluan ini di
paparkan tentang latar belakang masalah batasan, dan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah,
metode penulisan dan sistematika penulisan makalah.

Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagaian utama yang hendak dikaji dalam
proses penyusunan makalah. Penyususn berusaha untuk mendeskripsikan berbagai temuan yang
berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber/bahan.

Bagian ketiga yaitu Kesimpulan.Pada Kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan
terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan
masalah.
BAB II

HUBUNGAN MANUSIA DAN AGAMA

A. Pengertian Agama

Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata
lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Didunia
barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu : religi, religie, religion, yang berarti
melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha
atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari
bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan,
dan pembalasan. Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan
penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku
tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh.Syafaat, 1965).

Dari sudut sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai suatu
kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan terhadap
modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-praktek secara sosial telah
mantap selama genarasi demi generasi.

Sedangkan menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung
faktor-faktor antara lain :

a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.

b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.

c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.

d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.

e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.

f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.

g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.

Sementara agama islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para Rosul-Nya
sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia
memperoleh kebahagaian di dunia ini dan di akhirat kelak.
B. Konsepsi Agama

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Bakoroh 208, Allah berfirman :

‫يايها الدين امنواادخلوا فى السلم كافة والتتبعوا خطوت الشيطن انه لكم عد ومبين‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara utuh, keseluruhan (jangan
sebagian-sebagaian) dan jangan kamu mengikuti langkah setan, sesunggungnya setan itu musuh yang
nyata bagimu.

Kekaffahan beragama itu telah di contohkan oleh Rosulullah sebagai uswah hasanah bagi umat islam
dalam berbagai aktifitas kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana (seperti adab masuk WC)
samapi kepada masalah-masalah komplek (mengurus Negara). Beliu telah menampilkan wujud islam itu
dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan kapanpun beliu adalah orang yang paling utama dan
sempurna dalam mengamalkan ibadah mahdlah (habluminallah) dan ghair mahdlah (hablumminanas).

Meskipun beliau sudah mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi
justru beliau semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud, zdikir,
dan beristigfar.Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan sesama manusia beliu menampilkan sosok
pribadi yang sangat agung dan mulia.

Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena
mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai,
pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan
oleh Rasulullah SAW.

Diantara umat islam masih banyak yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras, sesuai
dengan nila-nilai islam sebagai agama yang dianutnya. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan
kejadian atau peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh-contoh
ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam mempedomani islam sebagai agamanya.

C. Hubungan Agama Dan Manusia

Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena kehidupan yang
dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi nilai-nilai keimanannya.

Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :

1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film yang
berbau porno.

2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar aurat.
3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku yang
menyimpang dari nilai-nilai agama.

4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan
kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.

Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat itu sendiri,
terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulia di
atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kenajuan umat islam dan bahkan
dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu sendiri.

Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin”
maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat
islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang
iptek (ilmu dan teknologi). Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah
ritual dengan makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari,
seperti : pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai
tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu
menyatu padukan antara mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadag ghair mahdlah
(hamlumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun ghafur” Negara yang subur
makmur dan penuh pengampunan Allah SWT.

D. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial

Rosulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq” Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah orang tua, guru,
ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat.

Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh
seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor,
dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim
(masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada akhlak
tersebut.

Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji dari berbagai pihak dalam
menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur leburkan faktor-faktor penyebab maraknya
akhlak yang buruk.
BAB III

KESIMPULAN

Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata
lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan.

Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena
mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai,
pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan
oleh Rasulullah SAW.

Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin”
maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat
islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang
iptek (ilmu dan teknologi).

Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh
seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor,
dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim
(masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada akhlak
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad,. Ilmu Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta. 1968.

Bakar Atjeh, Abu. Mutiara Akhlak 1, Bulan Bintang, Jakarta.1968.

Hasan, Ali H.M. Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelambagaan Agama Islam.
1994/1995.

Anda mungkin juga menyukai